Você está na página 1de 29

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
Nama Mahasiswa : Anita Anggitia Permana Dokter Pembimbing: dr.H R Setyadi, Sp.A
NIM : 030.08.033 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An.Slamet Riyadi Tn. M Ny. D
Umur 4 tahun 5 bulan 38 tahun 42 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Alamat Pesayangan RT 08 RW 02, Talang, Tegal
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan Belum sekolah SD SD
Pekerjaan - Tukang Becak Ibu rumah tangga
Penghasilan - Rp.500.000 - Rp.800.000 -
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi Jamkesmas
No. RM 709966

II. DATA DASAR


ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan secara auto dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada
tanggal 23 September 2013 pukul 14.15 WIB di bangsal Melati serta didukung dari catatan
medis.

Keluhan utama : Bengkak seluruh tubuh.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar oleh ibu ke Instansi Gawat Darurat RSUD Kardinah Tegal
dengan keluhan bengkak seluruh tubuh sejak 2 hari yang lalu. Bengkak tidak disertai nyeri
dan kulit tidak kemerahan.

1
4 hari yang lalu , ibu pasien mengatakan bengkak pertama kali mucul secara tiba-tiba
pada kedua kelopak mata setelah bangun dari tidur. Tidak disertai nyeri, dan tidak ada sekret
yang keluar dari matanya, digigit serangga pada kelopak mata disangkal, riwayat terbentur
pada daerah kepala dan mata tidak ada.Kemudian esok harinya bengkak semakin semakin
lama semakin parah,wajahnya menjadi membulat, kedua lengan terlihat membengkak. Selain
itu pasien juga mengeluh BAK semakin berkurang. BAK hanya 1 kali sehari, setiap kali BAK
sekitar gelas belimbing, berwarna kuning pekat , tidak berwarna merah maupun hitam,
tidak nyeri saat berkemih, tidak perlu mengedan saat BAK, dan tidak ada pasir saat BAK.
2 hari yang lalu bengkak semakin parah, perut dan kedua tungkai pasien juga
membengkak, pada saat ini pasien tidak BAK, keinginan untuk BAK tidak ada. mual
dirasakan pasien setiap kali makan dan minum, ibu pasien mengatakan pasien muntah
sebanyak 5 kali , isi makanan dan cairan yang terasa asam,tidak pernah muntah yang disertai
darah atau cairan merah kecoklatan, kurang lebih <1,2 gelas belimbing setiap kali muntah.
1 hari yang lalu, bengkak semakin terlihat membesar, pasien merasa semakin mual,
makan hanya sedikit karena mual, tidak ada kesulitan menelan , tidak ada nyeri saat menelan
demam tidak ada, dan minum masih seperti biasa 5 gelas sehari. Saat ini ibu pasien juga
mengatakan ,pasien belum juga BAK, nyeri perut bagian bawah tidak ada, keinginan untuk
BAK juga tidak ada, muntah sebanyak 3 kali berisi cairan 2 sendok makan. Tidak ada
keluhan lemas,tidak rewel dan tidak juga sering tidur, kejang tidak ada, sakit kepala tidak
ada, batuk tidak ada dan sesak tidak ada, BAB berwarna hitam tidak ada, Nyeri perut tidak
ada,Mata berwarna kuning juga tidak ada, karena keluhan bengkaknya yang semakin parah
dari hari ke hari ibu pasien khawatir dengan kondisi pasien dan membawa pasien ke IGD
RSUD Kardinah Tegal untuk mendapat perawatan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan bengkak seperti saat ini sebelumnya. Dan
baru pertama kali dirawat dirumah sakit.
Tidak ada riwayat operasi
Tidak ada riwayat penyakit ginjal
Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, dingin dan debu
Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari.
Tidak ada riwayat penyakit hati, dan penyakit paru.
Tidak ada riwayat penyakit jantung

Riwayat Penyakit Keluarga

2
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama seperti keluhan pasien.
Tidak ada riwayat sakit ginjal, tidak ada riwayat sakit hati. Ibu pasien memiliki riwayat Asma
dan alergi , dan kakek pasien memiliki riwayat sakit jantung.

Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Antenatal


Ibu memeriksakan kehamilan secara teratur 1x tiap bulan di Posyandu selama
kehamilan. Mendapatkan suntikan TT 2x. Ibu mengkonsumsi vitamin penambah darah dari
bidan. Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan, riwayat perdarahan selama
kehamilan disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, riwayat minum obat tanpa
resep dokter dan jamu disangkal.
Kesan: riwayat pemeliharaan antenatal baik.

Riwayat Persalinan
Bayi perempuan lahir dengan usia kehamilan ibu 39 minggu, secara spontan, ditolong
oleh bidan. Bayi lahir langsung menangis keras dengan berat badan lahir 3200 gram, panjang
badan lahir 50 cm, lingkar kepala dan lingkar dada lahir ibu lupa. Bayi dirawat bersama
dengan ibu, setelah 1 x 24 jam dirawat oleh bidan , bayi dan ibu diperbolehkan untuk pulang.
Kesan : Neonatus aterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan sehat.

Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Pemeliharaan postnatal dilakukan rutin di Posyandu dan anak dalam keadaan sehat.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan:
Berat badan lahir 3200 gram. Panjang badan lahir 50 cm.
Berat badan sekarang 16 kg (dengan edema). Tinggi badan 103 cm.

Perkembangan:
Senyum : ibu lupa

Miring : ibu lupa

Tengkurap : 6 bulan

3
Duduk : 9 bulan

Berbicara : 11 bulan

Berdiri : 10 bulan

Berjalan : 12 bulan

Berlari : 2 tahun

Gangguan perkembangan :-
Saat ini anak berusia 4 tahun 5 bulan. Tidak terdapat gangguan perkembangan dalam mental
dan emosi. Interaksi dengan orang sekitar baik.
Kesan: Tidak terdapat gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak.

Riwayat Makan dan Minum Anak


Ibu mengaku memberikan ASI dan PASI sejak lahir sampai usia 6 bulan
Usia 6 bulan anak diberikan ASI dan bubur susu
Usia 8 bulan diberikan ASI dan bubur tim
Usia 1 tahun diberikan makanan lunak dan pisang yang dilumatkan
Usia 2 tahun anak telah makan nasi, lauk pauk, dan sayur
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan baik

Riwayat Imunisasi

Jadwal Imunisasi Umur Jenis Vaksin Tempat


0-7 hari HB 0 Bidan
1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu
Bayi lahir di bidan 2 bulan DPT/HB 1, Polio 2 Posyandu
3 bulan DPT/HB 2, Polio 3 Posyandu
4 bulan DPT/HB 3, Polio 4 Posyandu

4
9 bulan Campak Posyandu

Kesan : Imunisasi sesuai jadwal imunisasi Nasional Depkes di posyandu

Riwayat Keluarga Berencana


Ibu pasien mengaku tidak mengikuti program KB.

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai seorang penarik becak. Sedangkan ibu pasien hanya
seorang ibu rumah tangga. Penghasilan ayah pasien Rp 500.000,00- Rp 800.000,00 / bulan.
Dalam 1 keluarga, ayah membiayai 3 orang anak,dengan 1 orang istri. Anak pertama putus
sekolah karena tidak ada biaya.
Kesan: riwayat sosial ekonomi kurang.

Silsilah/ Ikhtisar Keturunan

5
Keterangan :
: laki-laki : perempuan meninggal

: perempuan : Laki-laki meninggal

: pasien

Ayah dari pihak ibu pasien meninggal 5 tahun yang lalu saat usia 65 tahun karena
penyakit TB Paru yang dideritanya.
Ibu dari pihak ibu pasien meniggal 20 tahun yang lalu saat usia 36 tahun pada saat
melahirkan anak yang terakhirnya.
Saudara kandung dari pihak ibu yang meninggal , semua meninggal pada saat masih
dalam kandungan ibu.
Ayah dari pihak ayah pasien meninggal 4 tahun yang lalu saat usai 70 tahun karena
penyakit stroke dan penyakit jantung yang dideritanya.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti pasien.
Kesan : Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti
pasien.

6
Riwayat Lingkungan Perumahan
Kepemilikan : Rumah sendiri

Keadaan Rumah : Dinding rumah tembok, kamar berjumlah 2, 1 kamar mandi di dalam
rumah. Tidak memiliki jamban leher angsa, tidak memiliki septic tank , limbah buangan ke
sungai. Sungai berjarak 200 meter dari rumah. Mencuci dan mandi menggunakan sumur
pompa yang berjarak 200 meter dari sungai, Sumber air minum dari PDAM. Pencahayaan
dan ventilasi cukup, jarak antara rumah saling berdekatan sekitar 10 meter. Tidak memiliki
langit-langit, terdapat genteng kaca untuk pencahayaan matahari, lantai plester, memasak
menggunakan kayu bakar dan kompor gas, tidak ada lubang pembuangan asap.

Kesan : Lingkungan rumah dan sanitasi kurang baik.

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2013 pukul 14.50 WIB di Bangsal Melati.

Kesan Umum :
kesadaran: compos mentis, tampak sakit sedang, tampak oedem anasarka.
Tanda Vital
Nadi : 130 x/menit, reguler, isi cukup
Laju Nafas : 40 x/menit, reguler
Tekanan darah : 110/80 mmHg

Suhu : 36,4 C (aksila)

Data Antropometri
Berat badan sekarang : 16 kg (dengan udem)

o Berat badan koreksi : 16 kg 20% BB = 12,8 kg

Tinggi Badan: 103 cm

Status Internus
Kepala : Mesocephali

7
Rambut : Rambut warna hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Oedem palpebra (+/+), Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), mata cowong (-/-)
Hidung : Bentuk normal, simetris,hiperemis (-/-) sekret (-/-)
napas cuping hidung (-/-)
Telinga : Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)
Tenggorok :Tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus (-),Faring
hiperemis (-), granulasi (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), Thyroid tidak teraba membesar

Thorax : Dinding thorax simetris saat statis dan dinamis

o Pulmo:

Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, retraksi


dinding dada (-)

Palpasi : Vokal fremitus simetris pada lapang paru kiri dan


kanan

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan kanan

Auskultasi : Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru kiri-


kanan, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-).

o Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV midclavicula sinistra

Perkusi : Batas atas : Intercostalis II


parasternal kiri

Batas Kanan : Intercostalis IV garis parasternal kanan

Batas Kiri : Intercostalis IV garis midclavicula kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-) gallop (-)

8
Abdomen
Inspeksi : Buncit, simetris, smiling umbilicus (+) , tidak tampak
dilatasi vena .

Auskultasi : Bising usus 4x/menit

Palpasi : Tegang (-), undulasi (+), nyeri tekan (-), hepar & lien
sulit dinilai, turgor kulit baik, lingkar perut (dengan posisi pasien
duduk 30) 54 cm.
Perkusi : redup di ke 4 kuadran abdomen, shifting dullness (+)

Genitalia : oedem (-), preputium (+),Hipospadia (-), epispodia (-)

Anorektal : Tidak dilakukan pemeriksaan.

Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin +/+ +/+
CRT <2 <2
Oedem +/+ +/+

Refleks Fisiologis DEKSTRA SINISTRA


Ekstremitas superior
Biceps + +
Triceps + +
Ekstremitas inferior
Patella + +
Achiles + +

Refleks Patologis DEKSTRA SINISTRA


Ekstremitas superior
Hoffman Trommer - -
Ekstremitas inferior
Babinsky - -
Chaddok - -
Gordon - -

9
Oppenhaim - -
Schaeffer - -
Klonus - -

Kekuatan motorik : 5555 5555


5555 5555

Sistem Sensorik : Dalam batas normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (23/9/2013)
Hematologi
CBC + DIFF
Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Rujukan
Lekosit 18,5 10^3/uL 4.0-9.0
Eritrosit 5,9 10^6/uL 4.2-5.4
Hemoglobin 16,0 g/dL 12-16
Hematokrit 44,3 % 37-47
MCV 75,1 U 76-96
MCH 27,1 Pog 27-31
MCHC 36,1 g/dL 33-37
Trombosit 658 10^3/uL 150-400

DIFF Nilai Satuan Nilai Rujukan


Netrofil 62,9 % 50-70
Limfosit 30,2 % 25-40
Monosit 6,4 % 2-8
Eosinofil 0 % 2-4
Basofil 0,2 % 0-1

PEMERIKSAAN KHUSUS

Data antropometri:

Anak laki-laki usia : 4 tahun 5 bulan


Berat badan : 12,5 kg (taksiran)
Panjang badan : 103 cm

Pemeriksaan Status Gizi :

Pertumbuhan fisik anak perempuan menurut persentil NCHS

10
BB/U = 12,8 kg / 16 kg x 100% = 80 % (berat badan sedang)
TB/U = 103 cm / 104 cm x 100% = 99 % (tinggi)
BB/TB= 12,8 / 16 x 100% = 80 % (gizi sedang)
Kesan : Berat badan sedang, tinggi badan tinggi dan status gizi sedang

MASALAH
Observasi oedem
Hipoalbuminemia
Mual dan muntah
Anuria

DIAGNOSA BANDING
1. Observasi oedem
Renal

a. Sindroma Nefrotik

b. Glomerulo Nefritis

c. Gagal ginjal akut

Hepatal

Nutrisional

Kardial

Angioneuretik edema

2. Hipoalbuminemia
a. Faktor intake
b. Faktor penyakit

3. Anuria
a. Syok hipovolemik
c. Sindorma Nefrotik
c. Gagal ginjal akut

DIAGNOSA SEMENTARA
1. Syok hipovolemik

11
2. Obervasi renal oedem

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Parenteral :
IVFD RL load 200 cc dalam 1 jam
o Lanjutkan IVFD RL 10 tpm
Inj. Ondansetron 2 x amp
Apa bila urin belum keluar dalam 1 jam
o Inj. Furosemid 10mg ekstra.

Non Medikamentosa
Tirah baring

Pengawasan KU dan tanda vital

Monitoring urin tampung

Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien dan


komplikasinya, pengobatan, dan prosedur yang akan dilakukan

PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanasionam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

USULAN PEMERIKSAAN
Cek urin lengkap
Cek kima darah ( kolesterol, albumin, globulin, total protein)
Cek ureum dan creatinin dan elektrolit.
Rontgen thoraks PA/RLD

PERJALANAN PENYAKIT

23 September 2013

S: bengkak seluruh tubuh, belum BAK sejak 2 hari yang lalu, sesak (-),
batuk(-),mual (+), muntah (+) 2 kali , gelas belimbing, isi cairan yang terasa
asam+makanan, lemas (-) , merasa haus yang berlebih (-) , BAB 1 kali sehari.
12
O: KU:
Kesadaran : compos mentis, tampak sakit sedang, tampak edema anasarka (+),
ikterik (-), anemis (-) irritable (-)
BB : 16 kg
TD: 110/80 mmHg
HR: 118 x/menit reguler
RR : 24 x/ menit reguler
S : 36,1 0C
Mata : Palpebra oedem +/+, CA-/-, SI-/-
Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorak : Cor: Ictus cordis tidak terliahat, thrill (-) di 4 area katup jantung,
BJ I - II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Retraksi (-) , SN vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-,
Abdomen : Buncit, dilatasi vena (-) smiling umbilicus (+), BU (+) normal, shifting
dullnes (+) teraba supel, diffense muskular (-), undulasi (+), nyeri tekan (-), lingkar
perut 54 cm
Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem +/+, CRT <2detik
Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem +/+, CRT <2detik
A: Observasi renal oedem.
P: IVFD D5% 12 tpm, Amoxicilin 3x 500mg inj.
Monitoring KU dan tanda vital sambil menunggu hasil laboraturium.

24 September 2013

S: Bengkak seluruh tubuh (+) , BAK (+) warna kuning pekat, 200 cc, sesak (-),
batuk(-),mual (+), muntah (+) 3 kali , gelas belimbing, isi cairan yang terasa
asam+makanan, lemas (-) , merasa haus yang berlebih (-) , BAB (-)
O: KU:
Kesadaran : Compos mentis, tampak sakit sedang, tampak edema anasarka (+),
ikterik (-), anemis (-)
BB : 16kg
TD: 110/80 mmHg
HR: 118 x/menit reguler
RR : 26 x/ menit
13
S : 36,2 0C
Mata : palpebra oedem +/+, CA-/-, SI-/-
Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorak : Cor: Ictus cordis tidak terliahat, thrill (-) di 4 area katup jantung,
BJ I - II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Retraksi (-) , SN vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-,
Abdomen : Buncit, dilatasi vena (-) smiling umbilicus (+), BU (+) normal, shifting
dullnes (+) teraba supel, diffense muskular (-), undulasi (+), nyeri tekan (-), lingkar
perut 54 cm
Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem +/+, CRT <2detik
Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem +/+, CRT <2detik

Pemeriksaan Laboraturium
Tanggal 24/09/2013
Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Rujukan
Kolesterol Total 583 mg/dL 70-220
Total Protein 3,49 g/dL 6.3-8.6
Albumin 1,58 g/dL 3.7-5.6
Globulin 1,91 g/dL 2.3-3.5
Ureum 34 mg/dL 10-50
Creatinin 0,29 mg/dL 0,6-1,2

Urin Lengkap

Makroskopis

Pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan


Warna Kuning ( N : Kuning )
Kekeruhan Keruh ( N: jernih )
pH 5.0 ( N: 4,8-7-8 )
Protein POS 3+ (N:Negatif,+1/0.25,+2/0.75,
+3/1.5, +4/5.0)
Reduksi Negatif Negatif

14
Mikroskospis (sedimen)

Pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan


Eritrosit +2 ( N: +1/<4, +2/5-9, +3/10-29 )
Lekosit Negatif ( N: +1/<4, +2/5-9, +3/10-29 )
Epitel Negatif ( N: +1/<4, +2/5-9, +3/10-29 )
Silinder 0-1 GRANULA
Bakteri Negatif ( N: Negatif )
Kristal + Amorf
Jamur Negatif ( N : Negatif )

Khusus

Pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan


Berat Jenis 1.020 ( N : 1.003-1.030 )
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Eritrosit Positif Negatif
Leukosit Negatif Negatif

Urin Lengkap : Keruh, Protein 3+, Eritrosit 2+, Lekosit -


Urin 24jam : 600ml
A: Sindroma Nefrotik
P: - IVFD D5% 12 tpm,Inj Amoxicilin 3x 500mg. Inj Ondancentron 2x1/2 amp. Albumin
20 % 100 mL (kebutuhan : 128 mL), Prednison 3-2-1 tab, INH 150 mg 1x1 tab , B6 5 mg 1x1
tab.
Rencana : Cek urin setiap 2 hari, monitoring balance cairan, monitoring BB dan LP setiap
hari.

15
25 September 2013

S: Bengkak seluruh tubuh (+) berkurang , BAK (+) warna kuning pekat, 600 cc,
sesak (-), batuk (-), mual (-), muntah (-), lemas (-) , merasa haus yang berlebih (-) ,
BAB (+) 1 kali , demam (-)
O: KU:
Kesadaran : Compos mentis, tampak sakit sedang, tampak edema anasarka (+),
ikterik (-), anemis (-)
BB : 15,5 kg
TD: 110/80 mmHg
HR: 118 x/menit reguler
RR : 28 x/ menit
S : 36,2 0C
Mata : Palpebra oedem +/+ berkurang , CA+/+, SI-/-
Hidung : Nafas cuping hidung (-/-)
Thorak : Cor: Ictus cordis tidak terliahat, thrill (-) di 4 area katup jantung,
BJ I - II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Retraksi (-) , SN vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-,
Abdomen : Buncit, dilatasi vena (-) smiling umbilicus (+), BU (+) normal, shifting
dullnes (+) teraba supel, diffense muskular (-), undulasi (+), nyeri tekan (-), lingkar
perut 53,5 cm
Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem +/+, CRT <2detik
Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem +/+, CRT <2detik
Urin 24 jam : 600 ml
A: Sindroma Nefrotik
P: Terapi lanjut

Analisa Kasus

16
Pada pasien ini ditegakan diagnosa sindroma nefrotik karena dari hasil auto-
anamnesa dan allo-anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan
penunjang berikut didapatkan :

Anamnesis
Pasien mengeluh keluhan bengkak pertama kali muncul secara tiba-tiba pada kedua
kelopak mata setelah bangun dari tidur, keluhan bengkak semakin parah dari hari ke hari.
Pasien mula merasakan perut dan kedua kakinya bertambah bengkak. Keluhan baru pertama
kali terjadi.
Selain itu pasien juga mengeluh BAK semakin berkurang. BAK hanya 1 kali sehari,
BAK sekitar gelas belimbing, tidak keruh, tidak berwarna merah maupun hitam, tidak
nyeri saat berkemih, tidak perlu mengedan saat BAK, dan tidak ada pasir. Dan pasien juga
mengeluh tidak BAK dalam waktu 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik awal, pasien tampak oedem anasarka. TD: 110/80 mmHg,
kedua kelopak mata oedem, abdomen tampak buncit, perkusi redup, undulasi (+), shifting
dullnes (+), pitting oedem pada kedua ekstrimitas superior dan inferior.
Pemeriksaan Penunjang
Didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Hipoalbumin, dimana didapatkan total protein serum 3,49 g/dL, Albumin 1,58 g/dL dan
gejala klinis oedem anasarka pada pasien.

2. Proteinuria masif, dimana didapatkan kadar protein dalam urin positif (+3).

3. Hiperkolesterolemia, dimana didapatkan kolesterol total 583 mg/dL

17
TINJAUAN PUSTAKA

SINDROMA NEFROTIK

Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah
apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin
dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di
atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia

Epidemiologi
Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindroma nefrotik
primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus anak. Apabila ini timbul sebagai bagian
daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma
nefrotik sekunder. Insidens penyakit sindrom nefrotik primer ini 2 kasus per-tahun tiap
100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap
100.000 anak. Insidens di Indonesia diperkirakan 6 kasus per-tahun tiap 100.000 anak kurang
dari 14 tahun. Rasio antara lelaki dan perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar
negeri menunjukkan 2/3 kasus anak dengan SN dijumpai pada umur kurang dari 5 tahun.
Pasien sindrom nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam tiga kelompok :
1. Kongenital
2. Responsive steroid, dan
3. Resisten steroid
Bentuk kongenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Umumnya kasus-
kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan secara resesif autosom.
Kelompok responsive steroid sebagian besar terdiri atas anak-anak dengan sindroma nefrotik
kelainan minimal (SNKM). Pada penelitian di Jakarta diantara 364 pasien SN yang dibiopsi
44,2% menunjukkan KM. kelompok tidak responsive steroid atau resisten steroid terdiri atas
anak-anak dengan kelainan glomerolus lain. Disebut sindroma nefrotik sekunder apabila
penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik karena obat-obatan, allergen, dan toksin, dll.
Sindroma nefrotik dapat timbul dan bersifat sementara pada tiap penyakit glomerolus dengan
keluarnya protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup lama.

18
Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus
itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk
dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis
sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya,
dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom
nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC
(International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht
(1971).
Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.

19
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe lesi minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal
jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan
data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi.
Sindrom nefrotik sekunder timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau
sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab
yang sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa
ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schnlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

Patofisiologi
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder. Penyebab
terjadinya proteinuria belum diketahui benar, salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah
hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan
membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan
negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan
akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin
serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi
ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.7 proteinuria dinyatakan berat untuk
membedakan dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang bukan sindroma
nefrotik. Ekskresi protein sama atau lebih besar dari 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan,
dianggap proteinuria berat.
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang

20
lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan
pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding
kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan
volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan
natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk
menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya
mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik
plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga
produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal
dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan
aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita
sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik
justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan
kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori
ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak
tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan
ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat
overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan
volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai
akibat hipervolemia. Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses
yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan
atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus
mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.

Manifestasi Klinis
Apapun tipe sindrom nefrotik, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom
nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak
bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya

21
tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah
periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka
pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah
pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema).
Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing.
Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS
atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat
pada pasien SNKM.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik.
Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik
yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan
menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat
terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan
hernia umbilikalis dan prolaps ani.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang
dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja
pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta
perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak
menjadi terganggu. Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab,
didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah
yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia.
Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering
menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan
kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.

22
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai
tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m 2/jam
atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi
terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat,
sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah
remisi sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak
dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi
pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar
albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal
meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas
yang normal.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
I. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga
dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.

II. Pemeriksaan fisis

23
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan
hipertensi.
III. Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria.
Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan
laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin
umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.

Diagnosis Banding
a. Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal.

b. Glomerulonefritis akut

c. Lupus sistemik eritematosus.

Penyulit
1. Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia

2. Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas

3. Infeksi

4. Hambatan pertumbuhan

5. Gagal ginjal akut atau kronik

6. Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan


emosi dan perilaku.

Penatalaksanaan
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid
dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.
Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :

24
Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik

Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama
3 hari berturut-turut.
Kambuh Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-
turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.
Kambuh tidak sering Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau 4 kali
Kambuh sering kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Responsif-steroid Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.


Dependen-steroid Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,
atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
Resisten-steroid Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60
mg/m2/hari selama 4 minggu.
Responder lambat Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
tambahan terapi lain.
Nonresponder awal
Nonresponder lambat Resisten-steroid sejak terapi awal.
Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

Protokol Pengobatan
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar
40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu
setelah itu pengobatan dihentikan.10

A. Sindrom nefrotik serangan pertama


1. Perbaiki keadaan umum penderita :

a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi
diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

25
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.

c. Berantas infeksi.

d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik
diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat
ditambahkan obat antihipertensi.

2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis


sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi
spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu
diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan,
segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.

B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)


1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.

2. Perbaiki keadaan umum penderita.

a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering


Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa
12 bulan.
1. Induksi; Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2. Rumatan; Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan


selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,
prednison dihentikan.

b. Sindrom nefrotik kambuh sering


Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa
12 bulan.
1. Induksi; Prednison dengan dosis 60 mg/m 2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

26
2. Rumatan; Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m 2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis
prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya
10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons
terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid, atau untuk biopsi ginjal.

Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid
Hipoalbumin
Kadar albumin yang redah/atau dibawah nilai normal atau keadaan dimana kadar
albumin serum <3,5 g/dL.
Klasifikasi
Defisiensi albumin atau hipoalbumin dibedakan berdasarkan selisih atau jarak dari
nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5-5 g/dL atau total kandungan albumin dalam
tubuh 300-500 gram. Klasifikasi hipoalbuminemia adalah sebagai berikut:
1. Hipoalbuminemia ringan: 3,5-3,9 g/dL

2. Hipoalbuminemia sedang: 2,5-3,5 g/dL

3. Hipoalbuminemia berat: < 2,5 g/dL

Etiologi

27
Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah, pencernaan
atau absobsi protein yang tidak adekuat dan peningkatan kehilangan protein dapat ditemukan
pada pasien dengan kondisi medis kronis dan akut:
a. KEP

b. Kanker

c. Peritonitis

d. Luka bakar

e. Sepsis

f. Luka akibat pre atau post operasi

g. Penyakit hati yang akut atau penyakit hati kronis

h. Penyakit ginjal

i. Penyakit saluran cerna kronik

j. Radang atau infeksi tertentu

k. DM

l. TBC paru

Daftar Pustaka

1. Behrman Richard E, Kliegman Robert, Nelson Waldo E, Vaughan Victor C. nelson


textbook of pediatrics. 17th edition. EGC. Jakarta : 2000

28
2. Ikatan dokter anak indonesia. 2010. Pedoman pelayanan medis jilid 1. jakarta : pengurus
pusat IDAI
3. Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatricia. Jogjakarta
4. Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2005.Unpad: Bandung
5. Pedoman pelayanan kesehatan anak dirumah sakit. 2009. Jakarta : WHO indonesia
6. Rahajoe. NN, dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi 1 cetakan Pertama IDAI
Jakarta h.350-365
7. Chesney RW, 1999. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin Pediatr 11 : 158-61.
8. International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic syndrome in children.
Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at time of
diagnosis. Kidney Int 13 : 159.
9. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-
426.
10. Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease : Clinical
Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive Clinical Nephrology.
London : Mosby; p. 5 : 21.1-4.
11. Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom
nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta : Universitas Indonesia, 14
Oktober.
12. Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E, editors.
Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlanggap. 137-46.
13. A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981. The primary
nephrotic syndrome in children : Identification of patients with minimal change nephrotic
syndrome from initial response to prednison. J Pediatr 98 : 561.
14. Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier RW, editor. Renal
and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little, Brown and Company pp. 681-726.
15. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] 2002, 3 : 3 [2002 Mar 18] [(20) :
screens]. Available from: URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm on June
23, 2013 at 08.57.

29

Você também pode gostar