Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Sindrom Nefrotik
Disusun oleh :
Agrevonna Gracia R. N. Simanjuntak
1261050002
Pembimbing :
dr. Sigit Prastyanto, M.Sc, Sp.A
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 DEFINISI SINDROM NEFROTIK
Sindrom nefrotik adalah merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis
yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia serta
edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria
sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah
biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di
atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuria, bahkan kadang-
kadang azotemia.3
4.2 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI SINDROM NEFROTIK
Hipoalbuminemia
Volume Plasma >>>
Tek.Onkotik koloid
plasma <<<
Retensi Na renal
sekunder >>>
4. Hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena:
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya
diberikan loop diuretik seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretic hemat
kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan
kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretic lebih dari 1-2 minggu
perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya
terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/dL), dapat
diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam
untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan
pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari
segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10
tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung.
Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk
memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila
asites sedemikian berat sehingga mengganggu intravena 1-2 mg/kgbb. Bila
pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat pernapasan dapat dilakukan
pungsi asites berulang. Skema pemberian diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari
secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk diuretik untuk mengatasi edema
tampak pada Gambar 1. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan
selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah
overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.8
Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2
mg/kgbb/ hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan
pasien imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6
minggu setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati,
seperti IPV (inactivated polio vaccine). Setelah penghentian prednison
selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti polio oral,
campak, MMR, varisela. Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk
mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan varisela.8
PROTOKOL PENGOBATAN
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison 60 mg/m2
LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi,
untuk menginduksi remisi. Dosis prednisone dihitung sesuai dengan berat
badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full
dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu
pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB
(2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1
x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis
penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.8
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan
ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal.
c. Berantas infeksi.
Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb
alternating, tetapi < 1,0 mg/kgbb alternating tanpa efek samping
yang berat, dapat dicoba dikombinasikan dengan levamisol selang
sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan
siklofosfamid (CPA).1
` Bila terjadi keadaan keadaan di bawah ini:
- Siklofosfamid (CPA)
- Siklosporin (CyA)
A. IDENTITAS PASIEN
Ayah Ibu
Nama : Tn. RP Nama : Ny. DD
Umur : 35 tahun Umur : 32 tahun
Suku Bangsa : Bugis Suku Bangsa : Bugis
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan : Rp. 2.000.000,- Penghasilan :-
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Alamat : Sebengkok Alamat : Sebengkok
C. ANAMNESA
membuncit
Keluhan Tambahan :-
Anak MA, usia 3 tahun 6 bulan dibawa oleh kedua orang tuanya
ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan bengkak pada daerah kelopak
mata dan kaki sejak 4 hari SMRS. Orang tua pasien mengaku bengkak
pada kelopak mata muncul pada saat pagi hari setelah pasien bangun
tidur. Kemudian semakin menjelang siang hari, keluhan bengkak pada
kedua kelopak mata berangsur menghilang Namun lama-lamaan
bengkak juga terdapat pada kaki dan skrotum, ibu pasien merasa perut
pasien semakin membuncit.
Ibu pasien menyangkal adanya demam (-), sesak (-), kebiruan
pada bibir dan ekstremitas (-), mudah lelah (-), jantung berdebar-debar (-
), nyeri (-), mual (-), muntah (-), napsu makan pasien baik, BAK dan
BAB pasien dalam batas normal. Hal ini merupakan keluhan kedua kali
yang pernah dialami oleh pasien.
Pasien pernah mengalami Sindrom Nefrotik sekitar 2 tahun yang lalu (2015)
Tuberkulosis (-)
F. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi :6 bulan
Psikomotor :
Tengkurap 6 bulan
Duduk :6 bulan
Berdiri :11 bulan
Berjalan :15 bulan
Bicara :18 bulan, 2 kata
Membaca dan menulis :sudah bisa
Gangguan perkembangan mental / emosi: -
Kesimpulan riwayat perkembangan: Pada pasien tidak didapatkan
keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan termasuk gangguan
perkembangan mental.
G. RIWAYAT MAKANAN
0-6 bulan Pasien mendapat ASI
6-11 bulan Pasien mendapat susu formula 3x sehari sebanyak 100 cc/kali.
Pasien juga diberi bubur dengan lauk ayam, telur, tahu , teme
tahun sehari. Pasien makan nasi lunak dengan lauk ayam, ikan, telur,
H. RIWAYAT IMUNISASI
b. Riwayat Pernikahan
R Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. RP Ny. DD
Perkawinan ke- 1 1
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
I. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
Pernafasan : 22 x / menit
Suhu : 36,60C
Data Antropometri
Berat badan : 14 kg
Lingkar kepala : 45 cm
Lingkar perut : 47 cm
BB/U -2 SD ( BB normal)
IMT/U Gizi normal
Pemeriksaan Regional :
a. Kulit :Warna kulit kuning langsat, tidak ikterik, tidak sianosis,
teraba hangat.
distribusi merata
+/+
sekret (-/-)
di tengah
c. Pemeriksaan Leher
d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
e. Pemeriksaan Abdomen
d) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), undulasi
(-)
h. Pemeriksaan Ekstremitas
i. Pemeriksaan Neurologis
inferior
L. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium (10 Agustus 2017 )
DARAH
Hb 11.2 L = 14-18
P = 12-16
Hematokrit 36 L = 40-55
P = 35-47
Limfosit 30 25-35 %
Neutorfil 61 52-62%
LEMAK
URINE
pH 6
Protein 4+
Glukosa Negatif
Urobilin Negatif
Bilirubin Negatif
Nitrit Negatif
Urobilinogen Negatif
Keton Negatif
Lekosit 0-1
Eritrosit 7 - 10
Epitel 3-5
Kristal Negatif
Silinder Positif
Keton Negatif
(sedimen)
M. RESUME
Anak MA, laki-laki, usia 3 tahun 6 bulan, dibawa oleh kedua orang tuanya ke IGD
RSUD Tarakan dengan keluhan bengkak pada daerah kelopak mata dan kaki sejak
4 hari SMRS. Bengkak pada kelopak mata muncul pada saat pagi hari setelah pasien
bangun tidur. Lama-lamaan bengkak juga terdapat pada kaki, skrotum dan perut
pasien semakin membuncit. Demam (-), sesak (-), kebiruan pada bibir dan ekstremitas
(-), mudah lelah (-), jantung berdebar-debar (-), nyeri (-), mual (-), muntah (-), napsu
makan pasien baik, BAK dan BAB pasien dalam batas normal. Hal ini merupakan
keluhan kedua kali yang pernah dialami oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang , compos
mentis , kesan gizi normal. Tanda vital didapatkan: Tekanan darah : 80/60 mmHg;
Nadi: 120 x/menit , Suhu: 36,5 0C , Frekuensi pernafasan: 20 x / menit. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan edema palpebra (+/+), shifting dullness (-), undulasi (-
), lingkar perut: 46 cm, edema tungkai (+/+), edema skortum (+/+)
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya hiperkolesterol, proteinuria, silinder
(+)
N. DIAGNOSA
O. TERAPI :
IVFD : DN 10 tpm
MM :
P. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Sanationum : Ad Bonam
Ad Fungsionum : Ad Bonam
Q. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
12 Bengkak pada KU : Tampak sakit Sindrom IVFD : DN 10 tpm
Agustus sekitar mata sedang Nefrotik Injeksi :
2017 (+), kelamin Kes: Composmentis Bifotic 2x500 mg (2x1)
(+), tungkai TD : 80/60 mmHg Furosemide 5 mg (2x1)
bawah (+) Nadi:120 x/mnt Oral :
demam (-) RR: 23 x/mnt Prednisone 2 2 2
Suhu: 36.4 C Captopril 2 x 6.5 mg
BB : 14 kg (STOP)
Lingkar perut : 46
cm
Mata : Konjungtiva
anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), RCL
+/+, RCTL +/+,
pupil isokor
3mm/3mm, edema
palpebra (+/+)
Abdomen
Perut tampak buncit,
bising usus (+),
shifting dullness (-),
undulasi (-)
Ekstremitas :
Akral hangat (+/+),
edema (+/+)
ekstremitas bawah
Genital :
Edema skrotum
(+/+)
Tanggal S O A P
Ekstremitas :
Akral hangat (+/+),
edema (+/+)
ekstremitas bawah
Genital
Edema skrotum
(+/+)
Tanggal S O A P
Abdomen
Perut tampak buncit,
bising usus (+),
shifting dullness (-),
undulasi (-)
Ekstremitas :
Akral hangat (+/+),
edema (+/+)
ekstremitas bawah
Genital
Edema skrotum
(+/+)
Laboratorium
Urin Lengkap
Warna : kuning
Kekeruhan : keruh
Leukosit : negatif
Nitrit : negatif
Uribilinogen :
negatif
Protein : 3+
pH : 6.5
Blood : 2+
SG : 1.020
Keton : negatif
Bilirubin : negatif
Glukosa : negatif
Sel epitel : 0 3
Lekosit : 5 7
Eritrosit : 10 15
Silinder granula :
positif
Tanggal S O A P
Abdomen
Perut tampak buncit,
bising usus (+),
shifting dullness (-),
undulasi (-)
Ekstremitas :
Akral hangat (+/+),
edema (+/+)
ekstremitas bawah
Genital
Edema skrotum
(+/+)
Laboratorium
Urin Lengkap
Warna : kuning
Kekeruhan : jernih
Leukosit : negatif
Nitrit : negatif
Uribilinogen :
negatif
Protein : 3+
pH : 6.5
Blood : 2+
SG : 1.025
Keton : negatif
Bilirubin : negatif
Glukosa : negatif
Sel epitel : 3 5
Lekosit : 1 2
Eritrosit : 1 2
Tanggal S O A P
16 Bengkak pada KU : Tampak sakit Sindrom IVFD : vemflont
Agustus kelamin (+), sedang Nefrotik Injeksi :
2017 tungkai bawah Kes: Composmentis Bifotic 2x500 mg (2x1)
(+) TD : 80/60 mmHg Furosemide 5 mg (2x1)
demam (-) Nadi:116 x/mnt Oral :
RR: 25 x/mnt Prednisone 2 2 2
Suhu: 36.4 C Cek Urin Lengkap perhari
BB : 14 kg
Lingkar perut : 43
cm
Mata : Konjungtiva
anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), RCL
+/+, RCTL +/+,
pupil isokor
3mm/3mm, edema
palpebra (-/-)
Abdomen
Perut tampak buncit,
bising usus (+),
shifting dullness (-),
undulasi (-)
Ekstremitas :
Akral hangat (+/+),
edema (+/+)
ekstremitas bawah
Genital
Edema skrotum
(+/+)
Laboratorium
Urin Lengkap
Warna : kuning
Kekeruhan : jernih
Leukosit : negatif
Nitrit : negatif
Uribilinogen :
negatif
Protein : 2+
pH : 6.5
Blood : negatif
SG : 1.020
Keton : negatif
Bilirubin : negatif
Glukosa : negatif
Sel epitel : 0 1
Lekosit : 0 1
Eritrosit : 0 1
Tanggal S O A P
17 Bengkak pada KU : Tampak sakit Sindrom IVFD : vemflont
Agustus kelamin (+) sedang Nefrotik Injeksi :
2017 menurun, Kes: Composmentis Bifotic 2x500 mg (2x1)
tungkai bawah TD : 80/60 mmHg Furosemide 5 mg (2x1)
(+) menurun Nadi:105x/mnt Oral :
demam (-) RR: 23x/mnt Prednisone 2 2 2
Suhu: 36 C Boleh pulang
BB : 14 kg
Lingkar perut : 43
cm
Mata : Konjungtiva
anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), RCL
+/+, RCTL +/+,
pupil isokor
3mm/3mm, edema
palpebra (-/-)
Abdomen
Perut tampak buncit,
bising usus (+),
shifting dullness (-),
undulasi (-)
Ekstremitas :
Akral hangat (+/+),
edema (+/+)
ekstremitas bawah
Genital
Edema skrotum
(+/+)
Laboratorium
Urin Lengkap
Warna : kuning
Kekeruhan : jernih
Leukosit : negatif
Nitrit : negatif
Uribilinogen :
negatif
Protein : 3+
pH : 6.5
Blood : 2+
SG : 1.020
Keton : negatif
Bilirubin : negatif
Glukosa : negatif
Sel epitel : 1 5
Lekosit : 3 5
Eritrosit : 1 3
Silinder granula :
positif
R. ANALISA KASUS
Pada pasien ini, diagnosis dengan Sindrom Nefrotik (SN) berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan Konsensus
Tatalaksana Sindrom Nefrotik IDAI, diagnosis SN berdasarkan sindrom klinik
dengan gejala 1. Proteinuria massif ( +2), 2. Hipoalbuminemia 2,5 g/dl, 3. Edema
dan 4. Dapat disertai hiperkolesterolemia. Pada pasien ini didapatkan kriteria
diagnosis SN yaitu proteinuria +4, edema palpebral, tungkai dan skrotum, serta
kolesterol total dalam darah 316 mg/dl.
Berdasarkan anamnesis, terdapat bengkak pada kelopak mata, kaki dan
skrotum dan perut pasien semakin membuncit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
terdapat edema periorbital, edema skrotum dan edema tungkai.. Hipotesis terjadinya
edema terbagi antara lain penyebab primer: adanya obstruktif limfatik atau vena,
penurunan curah jantung, hipoalbuminemia, atau peningkatan permeabilitas kapiler.
Sedangkan penyebab sekunder: retensi garam dan air pada ginjal dalam usaha untuk
memperbaiki volume plasma. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui skema dibawah
ini.7
Dari peeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, compos
mentis , kesan gizi normal. Tanda vital didapatkan: Tekanan darah : 80/60 mmHg;
Nadi: 120 x/menit , Suhu: 36,5 0C , Frekuensi pernafasan: 20 x / menit, kesan gizi
normal dan status generalis lain dalam batas normal. Sehingga kemungkinan edema
karena gangguan fungsi jantung, gangguan fungsi hati, dan malnutrisi dapat
disingkirkan. Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan albuminuria (4+), hal ini
disebabkan karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat
kerusakan glomerulus dan yang terutama di eksresikan adalah albumin.
Hipoalbuminemia yang terjadi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat
namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin. Sebagai akibat
dari hipoalbuminemia, maka tekanan onkotik plasma akan menurun , menyebabkan
peningkatan filtrasi transkapiler cairan keluar tubuh sehingga menimbulkan edema.
Hiperlipidemia yang terjadi pada kasus ini akibat penurunan tekanan onkotik, disertai
pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya -glikoprotein sebagai
perangsang lipase.
Selama masa perawatan, pasien diberikan tatalaksana diet rendah garam,
furosemide 2x5 mg, prednisone 2-2-2, captopril 2x6,5 mg, serta bifotik 2x500mg.
Pasien sebaiknya diberikan diet rendah garam 1-2 g/hari jika pasien masih menderita
edema. Selain itu, untuk kebutuhan protein, diberikan sesuai dengan RDA
(recommended daily allowance) yaitu 1,5 2 g/kgBB.hari, sehingga pasien mendapat
asupan protein sebanyak 21 28 gram/hari. Pemberian diuretik pad apasien ini
seharusnya 2x7 mg jika menggunakan dosis 1-3mg/kgBB/hari. Pasien mendapat
kortikosteroid 2-2-2 yang merupakan terapi utama SN. Dosis yang harus diberikan pada
anak adalah 0.5-2 mg/kgBB/hari, pada pasien ini diberikan 2 mg/kgBB/hari yaitu
sekitar 48 mg/hari dibagi 3 dosis, dan akan dievaluasi apakah terjadi remisi total atau
relaps, jika pasien mengalami relaps, dosis prednisone dapat diberikan lagi 2
mg/kgBB/hari selama 4 minggu. Pasien juga mendapat captopril 2x6,5 mg obat ini
digunakan untuk mengatasi hipertensi sekunder yang terjadi pada pasien ini dan
mengurangi kadar proteinuria pada pasien ini karena golongan obat ACE Inhibitor
berfungsi sebagai nefroprotektor dan dari penelitian dapat menurunkan kadar
proteinuria pada pasien ini. Pada pasien ini juga diberikan antibiotic yaitu bifotic
(cefoperazone) sebagai profilaksis infeksi yang mungkin terjadi pada pasien dengan SN
dan pada pasien ini leukosit berjumlah 13.000/uL.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pudjiadi, et all. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta: p.278
5. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
pp. 381-426.
6. Schwartz , MW. Sindrom Nefrotik.Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC ;
2005.p.308.
7. Isselbacher KJ, et al. Edema. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol.1.
Jakarta : EGC ; 2000.p.213-7.
8. Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede S. Konsensus Sindrom Nefrotik Idiopatik
Pada Anak. 2nd ed.Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2012.
9. Travis L, 2002. Nephrotic Syndrome. Emed J [on line] 2002, 3 : 3 [2002 Mar 18] [(20)
: screens]. Available from: URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm .
Accessed 29 Agustus 2017