Você está na página 1de 21

Review Article

ORAL LICHENOID CONTACT LESIONS TO MERCURY AND


DENTAL AMALGAM A REVIEW

Oleh :
Jackson (120100346)
Sri Ratu Noveni (120100288)
Lilis Pratiwi (120100386)
Gebi Tobing (120100188)
Shiva Shanker A/L Mathaven (120100519)

Pembimbing :
drg. Januar Riahdo, Sp.Ort

PROGAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Oral Lichenoid
Contact Lesions to Mercury and Dental Amalgam A Review.
Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, drg.
Januar Riahdo, Sp.Ort, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
sebagai koreksi dalam penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 27 Desember 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan................................................................................................... 1
1.3. Manfaat................................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 2
2.1. Definisi Lesi Likenoid Oral.................................................................. 2
2.2. Etiologi Lesi Likenoid Oral.................................................................. 2
2.3. Klasifikasi Lesi Likenoid Oral ............................................................. 4
2.4. Amalgam Gigi ...................................................................................... 5
2.5. Reaksi Mukosa Oral terhadap Merkuri dan Amalgam......................... 7
2.5.1. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV atau Lambat....................... 7
2.5.2. Reaksi Toksik ......................................................................... 8
2.5.3. Reaksi Sensitivitas Akut atau Umum ..................................... 9
2.6. Gambaran Klinis dan Diagnosis Diferensial Lesi Likenoid Oral ........ 9
2.7. Histopatologi ........................................................................................ 10
2.8. Uji Tempel............................................................................................ 11
2.9. Penatalaksanaan Lesi Likenoid Oral .................................................... 13
2.10. Resolusi OLL setelah Pengankatan Tambalan Amalgam .................... 14
2.11. Rekomendasi untuk Penggantian setelah Deteksi OLL ....................... 16
BAB 3 KESIMPULAN .............................................................................................. 17
3.1. Kesimpulan........................................................................................... 17
DATAR PUSTAKA ................................................................................................... 18
LAMPIRAN................................................................................................................ 19

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mukosa oral manusia sering mengalami banyak stimuli yang berbahaya, baik panas
atau dingin, zat asam atau basa, makanan pedas atau tidak terlalu pedas. Di antara
penyalahgunaan zat, mukosa oral juga berada dalam kontak yang konstan dengan tembakau,
alkohol, atau zat-zat lainnya yang dimasukkan melalui mulut. Pada orang dengan gigi yang
direstorasi, salah satu materi yang sekarang ini dalam jumlah yang signifikan adalah amalgam
gigi yang mengandung merkuri. Merkuri merupakan bahan utama yang dimasukkan selama
membuat tambalan amalgam. Komponen amalgam pada kasus yang jarang terjadi dapat
menyebabkan efek samping lokal atau reaksi alergik yang disebut sebagai lesi likenoid oral
(oral lichenoid lesions (OLL)). OLL terhadap amalgam dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas
terhadap paparan merkuri tingkat rendah.

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan pengaruh toksik lokal pada
amalgam dan merkuri dari restorasi gigi dengan acuan khusus pada reaksi (lesi) likenoid oral
sebagai akibat dari paparan merkuri tingkat rendah.

1.3. Manfaat
Manfaat yang bisa didapatkan dari penulisan makalah ini adalah pembaca dapat
mengetahui pengaruh amalgam dan merkuri pada pasien yang melakukan restorasi gigi
terhadap lesi likenoid oral sebagai akibat dari paparan merkuri tingkat rendah.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Lesi Likenoid Oral


Lesi likenoid oral adalah penyakit inflamasi kronik pada mukosa bukal (mulut) yang
dimediasi oleh adanya reaksi imun dengan berbagai etiologi. Penyakit ini memiliki banyak
variasi baik dari segi klinis maupun secara diagnosa patologis. Etiologi oleh karena reaksi
terhadap obat, penyakit imunologi sistemik seperti SLE, pemphigoid, sampai kepada penyakit
graft-versus-host disease (GVHD).1

2.2. Etiologi Lesi Likenoid Oral


Etiologi yang mendasari penyakit ini adalah adanya inflamasi kronik. Inflamasi kronik
tersebut memiliki mekanisme tersendiri dalam timbulnya lesi likenoid oral ini.1

Tabel 2.1. Etiologi Likenoid Oral1

2
Beberapa jurnal telah menjelaskan berbagai etiologi penyebab likenoid oral. Obat
antihipertensi dan obat oral hipoglikemik telah dicatat sebagai obat yang sering menyebabkan
lesi ini. OLL (oral lichenoid lesions) dan reaksi obat likenoid memiliki temuan klinis dan
histologis yang serupa. Timbulnya reaksi obat likenoid lisan tampaknya sesuai dengan cara
pemberian obat, terutama obat antihipertensi, obat hipoglikemik oral, obat antimalaria, garam
emas, penisilin dan lain-lain. Penulis melaporkan kasus pasien laki-laki 58 tahun dengan reaksi
obat likenoid, hipertensi dan diabetes mellitus. Manifestasi mulut menunjukkan adanya lesi
garis putih dengan eritem dan daerah erosif. Pasien merasakan nyeri dan sensasi terbakar ketika
makan makanan pedas. Biopsi jaringan dilakukan dan menunjukkan karakteristik liken planus.
Pasien diobati dengan 0,1% fluocinolone acetonide in orabase serta penggantian agen
hipoglikemik dan antihipertensi oral. Lesi semakin minimal dan sensasi terbakar menghilang
dalam dua minggu setelah pengobatan. Tidak ada relaps setelah dilakukan follow up setelah
tiga bulan.2
Beberapa waktu dekat, beberapa peneliti juga telah membuktikan penyakit hepatitis C
dihubungkan terhadap OLL. Beberapa studi telah menunjukkan hubungan antara
mukokutaneus planus dengan infeksi kronis dengan virus hepatitis C. Deteksi yang digunakan
adalah dengan serologis. Penelitian ini berusaha untuk mendeteksi RNA virus hepatitis C
dalam darah perifer dihubungkan dengan analisis bahan biopsi dikumpulkan dari lesi mukosa
mulut. Dua puluh tujuh pasien serologis hepatitis C positif yang dianalisa, enam dengan liken
planus klasik dan 21 dengan reaksi likenoid oral. Diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan
histopatologi. Sebaliknya transkripsi PCR digunakan untuk mendeteksi RNA virus hepatitis C
dalam spesimen darah. Metode yang sama digunakan untuk mendeteksi RNA virus hepatitis C
di jaringan lesi, berikut ekstraksi RNA dari bagian dari biopsi. Virus itu tidak terdeteksi dalam
darah dan jaringan spesimen yang diperiksa. Hal ini menyimpulkan bahwa virus hepatitis C
tidak umum terkait dengan liken planus oral atau reaksi likenoid di Skotlandia.3
Reaksi hipersensitivitas sangat erat hubungannya dengan OLL. Hal ini sudah banyak
diteliti baik melalui reaksi uji tempel positif maupun pada hasil biopsi yang dilakukan analisis.
Penelitian baru-baru ini telah diarahkan pada peran sel mast dalam patogenesis liken planus
oral. Sel mast bertanggung jawab untuk perdagangan sel-sel inflamasi ke dalam jaringan ikat
yang pada akan menjadi prekursor utama dalam perkembangan dan pemeliharaan kronisitas
liken planus oral. Dalam penelitian ini telah dievaluasi jumlah sel mast dan jenis sel dengan
menggunakan toluidin noda biru, di liken planus oral dan membandingkannya dengan reaksi
likenoid oral. Kami telah mengamati peningkatan jumlah sel mast dalam kedua kondisi ini
dibandingkan dengan mukosa normal. Terdapat juga perbedaan yang signifikan dalam jenis sel

3
mast pada liken planus oral dan reaksi likenoid secara lisan telah dicatat, dan mungkin
menunjukkan bahwa peran sel mast berbeda dalam kondisi ini.4

2.3. Klasifikasi Lesi Likenoid Oral


Berdasarkan literatur, terdapat tiga jenis klasifikasi untuk OLL sebagai berikut:1
1. Klasifikasi WHO
Klasifikasi WHO (van der Meij et al., 2007) adalah daftar klasifikasi yang mencakup
segala jenis OLP dan OLL, yang pada diagnosis terakhirnya berdasarkan inklusi
daripada eksklusi. Hal ini agak daftar deskriptif dari satu berorientasi praktis dan
melayani tujuan inklusi ketat kasus untuk studi pada kondisi.1
2. Klasifikasi Van der Wall
Van der Waal (2009) telah mengusulkan klasifikasi kausal berdasarkan faktor-faktor
etiologi kondisinya. Hal ini lebih praktis, membatasi, dan mencerminkan aspek klinis
kondisi. Kelemahan klasifikasi ini adalah kriteria histologis diferensial yang non-
inklusi. Hal ini dapat dipahami, mengingat kurangnya kesesuaian antara berbagai studi
kasus dan tumpang tindih dengan OLP. Satu-satunya perubahan dalam daftar ini, akan
menjadi pengganti dari istilah "amalgam terkait" dengan "bahan restoratif gigi terkait"
yang akan membuat realitas klinis yang lebih mencakup.1
3. Klasifikasi Issa
Issa et al., (2005) telah mengusulkan daftar agak membosankan dan tidak praktis
berdasarkan situs dan asosiasi.1

Menariknya, konsep asosiasi topografi telah disinggung di kedua klasifikasi oleh van
der Waal (2009) dan Issa et al., (2005). Kedua penulis menyarankan bahwa hubungan topografi
intim OLL dengan amalgam dan bahan lainnya akan menganggap hubungan sebab-akibat dan
harus digunakan untuk nomenklatur lesi. Van der Meij (2009) juga telah menyarankan kategori
terpisah untuk jenis seperti lesi menyinggung mereka sebagai reaksi kontak lichenoid (LCR)
dan telah menunjukkan ketiadaan pemberitahuan dalam monografi WHO.1

4
Tabel 2.2. Klasifikasi Reaksi/Lesi Likenoid Oral (OLR/OLL)1

2.4. Amalgam Gigi


Amalgam gigi merupakan logam campuran yang tersusun dari campuran kurang lebih
bagian yang sama dari merkuri cair dan bubuk yang mengandung perak (22-32%), timah
(14%), tembaga (8%), dan logam-logam lainnya, termasuk zink. Merkuri telah dipakai
dalam kedokteran gigi klinis sejak tahun 1830-an ketika bahan ini mulai digunakan sebagai
tambalan. Amalgam gigi sekarang telah digunakan selama seratus delapan puluh tahun dan
tetap menjadi material tambalan yang dipasang paling sering di dunia. Sekitar tahun 1970, kira-
kira 22 juta restorasi amalgam telah dipasang setiap tahunnya dalam penatalaksanaan NHS di
Inggris dan Wales, walaupun angkanya telah menurun saat ini. Rata-rata pada orang Inggris
dewasa sekitar 7 restorasi amalgam dapat ditemukan. Penggunaan amalgam meskipun

5
menurun; alasan utamanya adalah bahwa angka karies gigi di antara anak-anak sekolah dan
dewasa muda menurun. Material tambalan alternatif yang dikembangkan juga tersedia saat ini.
Akan tetapi, sebuah survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 48% dokter gigi Amerika
Serikat menggunakan amalgam gigi. Beberapa negara seperti di Swedia, Denmark, dan Jerman
memiliki pembatasan penggunaan amalgam gigi, dan di Norwegia telah benar-benar melarang
penggunaan amalgam. Sebagian negara-negara lainnya amalgam tetap populer karena benda
ini kuat, bertahan lama, dan relatif tidak mahal. Amalgam dipertimbangkan sebagai material
yang aman tetapi meskipun begitu ini menyangkut pada penggunaannya yang tetap oleh karena
pelepasan merkuri tingkat rendah terus-menerus, sebuah zat yang mana diketahui mejadi
toksik.5
Uap merkuri dilepaskan selama penyisipan, kondensasi, dan pengukiran amalgam.
Jumlah merkuri dalam restorasi dapat dikurangi sebanyak 6-10% dengan kondensasi yang baik.
Selama intervensi gigi kemudian seperti pemolesan sebuah restorasi juga dapat menyebabkan
pelepasan merkuri yang lebih lanjut. Akan tetapi, untuk pemolesan amalgam yang lebih baru
untuk meningkatkan permukaannya tidak lama lagi diperlukan, tetapi pada dewasa tua dengan
amalgam berkarat hal ini mungkin masih diperlukan. Peningkatan uap merkuri yang sama
terjadi selama pelepasan amalgam tetapi ini dapat diminimalisir dengan penggunaan pendingin
air yang adekuat dan suction kecepatan tinggi.5
Selama kehidupan fungsional dari restorasi, mengunyah pada waktu makan dapat
melepaskan merkuri sebagai uap atau garam yang terlarut dalam saliva, dan studi telah
menunjukkan bahwa jumlah merkuri yang dilepaskan berkorelasi secara langsung terhadap
jumlah amalgam yang ada dan luas permukaan totalnya. Dosis merkuri yang terabsorbsi sehari
dari amalgam untuk individu rata-rata adalah rendah, 1,2 g melalui merkuri yang terinhalasi
dan 1,5 g melalui merkuri yang termakan. Hal ini menggambarkan kurang dari jumlah sehari
berasal dari makanan dan sumber nondental dan menurun di bawah ambang yang
diperbolehkan atau asupan merkuri yang aman yang mana saat ini sudah dikurangi sampai 0,1
g/hari/kgBB, tetapi catatan dibuat bahwa rekomendasi EPA ini berdasarkan pajanan oral
terhadap metilmerkuri. Ada perhatian, tetapi bukan bukti ilmiah sekarang ini, bahwa merkuri
dikeluarkan dari tambalan amalgam dapat menyebabkan atau memperburuk penyakit
degeneratif seperti amyothrophic lateral sclerosis (ALS), penyakit Alzheimer, sklerosis
multipel, dan penyakit Parkinson. Studi yang dilakukan mengenai merkuri elemental dan
kanker pada manusia tidak meyakinkan oleh karena kurangnya data pajanan yang valid dan
faktor yang mengacaukan. Kesimpulannya, bukti ilmiah saat ini tidak menunjukkan bahwa

6
pajanan terhadap merkuri dari restorasi amalgam merupakan resiko kesehatan yang serius pada
manusia, kecuali untuk angka reaksi hipersensitivitas yang sangat kecil.5

2.5. Reaksi Mukosa Oral terhadap Merkuri dan Amalgam


Holmstrup menjelaskan 3 reaksi yang berbeda terhadap tambalan amalgam pada pasien
yang rentan: hipersensitivitas tipe IV, reaksi toksik, dan fenomena yang jauh lebih jarang,
sensitivitas akut atau umum, yang mana tatalaksananya yang berbeda jauh.5

2.5.1. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV atau Lambat


Reaksi yang paling umum terhadap amalgam adalah perkembangan reaksi/lesi likenoid
oral (OLR/OLL) yang melibatkan mukosa dalam kontak langsung dengan restorasi amalgam
(Gambar 2.1.).5
OLL umumnya menunjukkan reaksi hipersensitivitas tipe IV. Hipersensitivitas tipe IV
sering disebut hipersensitivitas tipe lambat sebagai reaksi yang berlangsung lama untuk
berkembang dan, dalam kasus ini, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Tidak seperti
tipe-tipe lainnya,tipe ini bukan yang termediasi antibodi tetapi lebih cenderung merupakan tipe
respons yang termediasi sel. Garam merkuri yang terakumulasi dalam mukosa oral yang sehat
dan rusak akan menyebabkan reaksi hipersensitivitas ini hanya pada populasi minoritas yang
rentan dengan akibat bercak putih retikular, papul, erosi, atau ulserasi, sama dengan yang
ditemukan pada liken planus oral (oral lichen planus (OLP)) oleh karena itu terminologinya
likenoid. Lesi ini dapat asimtomatik atau nyeri khususnya dengan makanan yang panas atau
pedas. Reaksi toksik nonspesifik, tidak sebagai akibat dari hipersensitivitas, juga dapat
bermanifestasi sebagai OLL.5
Hipersensitivitas terhadap amalgam gigi jarang dan menurut Holmstrup oleh karena
produk korosif restorasi amalgam, dan hal ini kelihatannya berhubungan dengan merkuri pada
hampir semua kasus, dengan hanya beberapa kasus yang melibatkan perak, tembaga, atau
timah.5
OLL mukosa oral yang disebabkan oleh amalgam gigi merupakan alergi kontak. Alergi
kontak, meskipun entitas umum di kulit, secara relatif jarang pada mukosa oral. Kontak intim
yang berkepanjangan pada mukosa oral dengan tambalan amalgam selama periode yang lama,
sering bertahun-tahun, tampaknya menjadi perlu, dan pada satu studi umur rata-rata pasien
dengan OLL adalah 54,6 tahun. Agar reaksi alergi kontak terjadi, garam merkuri dan ion logam
lainnya yang mana diluluhkan dari amalgam harus menembus lapisan epitel dan berikatan
dengan protein permukaan keratinosit hospes. Pada individu yang rentan hasil ini dalam

7
respons yang diperantarai sel berlangsung pada keratinosit basal. Sensitisasi pada individu
sebelumnya harus sudah terjadi. Pada kasus merkuri, amalgam gigi dapat memberikan pajanan
pertama tetapi hal ini juga dapat melalui bahan lain yang mengandung merkuri termasuk
diantaranya desinfektan, kosmetik, pewarna, makanan, dan pengawet vakum. Hal tersebut
mungkin bahwa ini ditentukan secara genetik oleh tipe HLA tetapi masih sedikit bukti yang
ada saat ini.5
Patofisiologi hipersensitivitas tipe IV adalah kompleks. Sel T cytotoxic CD8+ dan sel
T helper CD4+ mengenali antigen (elemen logal dalam kasus ini) dalam sebuah kompleks
dengan baik kompleks major histocompatibility (MHC) tipe 1 ataupun tipe 2. Antigen-
presenting cell (APC) secara normal adalah makrofag yang mensekresi interleukin yang mana
merangsang proliferasi sel T CD4+ selanjutnya. Sel-sel yang teraktivasi ini lebih lanjut
menginduksi pelepasan sitokin tipe 1 lainnya, dengan demikian memediasi respons imun.5

2.5.2. Reaksi Toksik


Sedikit diketahui tentang reaksi toksik terhadap iritan seperti amalgam gigi atau unsur-
unsurnya tetapi hal ini diperkirakan reaksi tersebut dapat berkembang jika sebuah zat iritan
dalam kontak langsung dengan mukosa selama beberapa tahun. Secara klinis mereka
menyerupai OLL (Gambar 2.1.) yang mana disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas dan hanya
dapat dibedakan dengan eksklusi berdasarkan uji tempel negatif. Reaksi toksik mungkin
menjadi lebih umum pada amalgam dengan kandungan zink yang lebih tinggi.5

Gambar 2.1. Sebuah Lesi Likenoid Oral atau Reaksi Toksik pada Mukosa Bukal yang
Ditemukan Berdekatan dengan Sebuah Restorasi Amalgam Besar5
Uji tempel positif terhadap material gigi mengkonfirmasi ini merupakan OLL.

8
2.5.3. Reaksi Sensitivitas Akut atau Umum
Laporan tentang reaksi sensitivitas akut atau umum untuk amalgam atau unsur-
unsurnya jarang terjadi. Salah satu laporan menyatakan bahwa ini bisa terjadi pada individu
yang rentan setelah inhalasi atau penyerapan uap merkuri, misalnya, selama atau secara
langsung setelah dipasang amalgam. Gejalanya termasuk perubahan pada kulit, eritematosa,
ruam urtikaria yang mengenai wajah dan anggota tubuh, biasanya pada regio fleksural. Reaksi-
reaksi ini pada sisi yang sama dari tubuh sebagai intervensi gigi. Reaksi mukosa akut intraoral
jauh lebih jarang terjadi tetapi dapat muncul sebagai vesikel yang pecah membentuk erosi.
Gejala biasanya muncul dalam beberapa jam setelah pemasangan atau pengangkatan amalgam
dan biasanya self-limiting dan sembuh dalam beberapa hari.5
Sifat reaksi ini tidak dipahami sepenuhnya tetapi diperkirakan mungkin mewakili reaksi
hipersensitivitas tipe I, dan beberapa penulis merekomendasikan penggunaan terapi
antihistamin untuk menghilangkan gejala tersebut.5
Bersamaan dengan reaksi akut, tidak seperti dengan OLL, amalgam dapat tetap
terpasang pada tempatnya dan hanya perlu diangkat jika gejalanya masih menetap tetapi
alternatif untuk amalgam harus dicari untuk restorasi masa depan. Jika pengangkatan amalgam
diharuskan, maka penggunaan karet dam dan suction kecepatan tinggi serta pendingin air yang
berlebihan adalah dianjurkan dan terapi antihistamin diberikan sebelum terapi tersebut. Untuk
reaksi akut, uji tempel untuk amalgam tidak dianjurkan karena tidak berguna.5

2.6. Gambaran Klinis dan Diagnosis Diferensial Lesi Likenoid Oral


Lesi OLL mirip dengan liken planus oral (OLP), dan karena itu perlu untuk
mengeksklusi kemungkinan OLL ketika membuat diagnosis OLP. Sementara beberapa penulis
tidak membedakan keduanya, tetapi hal tersebut merupakan dua kondisi yang berbeda. OLP
adalah kondisi yang lebih luas yang melibatkan banyak letak anatomis dalam rongga mulut
(atau di tempat lain termasuk kulit dan genitalia) dan berbeda dari OLL. Baik OLP dan OLL
dapat dianggap berpotensi ganas. Hal tersebut penting untuk tatalaksana lebih lanjut agar dapat
secara akurat mendiagnosis setiap kondisi.5
Biasanya gambaran klinis dalam kedua kondisi tersebut bisa berupa bercak, papula,
atau plak retikular putih dengan atau tanpa erosi atau area ulserasi. Diagnosis klinis lebih rumit
karena lesi oral serupa dapat terjadi sebagai hasil reaksi likenoid terkait-obat atau sebagai graft-
versus-host disease (GVHD), discoid lupus erythematosus (DLE), dan systemic lupus
erythematosus (SLE). Kondisi ini memiliki gambaran klinis yang terlalu serupa. Diagnosis
didukung oleh anamnesis yang rinci, temuan klinis, dan temuan immunohistologis.5

9
OLL yang disebabkan oleh hipersensitivitas terhadap amalgam atau unsur-unsurnya
biasanya memiliki hubungan anatomis yang jelas terhadap tambalan amalgam gigi, sehingga
mereka biasanya unilateral dan tidak simetris. Hal tersebut paling sering terlihat pada mukosa
bukal dan lidah dimana lapisan mukosa kontak dengan restorasi. Gingiva, palatum, atau dasar
mulut, menjadi tempat yang lebih jauh dari restorasi, jarang terkena, dan pasien hampir tidak
pernah memiliki gejala kulit yang berhubungan. Gejala klinis ini membantu untuk
membedakan OLL dari OLP dan kondisi lain, tapi masih sulit bagi dokter untuk membuat
perbedaan jelas, jika restorasi amalgam tersebar luas di mulut.5

Tabel 2.3. Parameter Diagnostik untuk Reaksi Likenoid Oral1


Kriteria Diagnostik Keterangan
Gambaran klinis Hubungan topografi langsung antara material tambalan
penyebab yang dicurigai dengan lesi
Histopatologi Tidak selalu dibutuhkan, kecuali untuk mengeksklusi
malignansi
Uji tempel Uji tempel dapat mengarahkan material alternatif yang
dapat digunakan
Penggantian Menghilangkan/mengganti material tambalan penyebab
yang dicurigai yang menunjukkan perbaikan dari lesi
akan membantu diagnosis

2.7. Histopatologi
Umumnya dilakukan biopsi lesi merah dan putih pada mulut untuk membantu
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan displasia. Gambaran histologis klasik lesi likenoid
oral (OLL) ditunjukkan pada gambar 2.2.5
Pada tahun 1973, Pinkus menciptakan istilah reaksi jaringan likenoid untuk
mendeskripsikan gambaran histologis kerusakan keratinosit, yang sekarang disebut apoptosis,
infiltrasi sel-sel inflamasi jaringan ikat yang dapat meluas ke epitel dan keratosis atau
hiperkeratosis.5
Beliau mendeskripsikan gambaran histopatologi ini lebih umum untuk beberapa
penyakit yang disebutkan di atas dibandingkan dengan entitas klinis. Sejak itu, gambaran
histologis lebih lanjut telah diidentifikasi oleh Schiodt untuk membedakannya, misalnya
membedakan DLE dari OLP, yaitu, penyumbatan keratin, atrofi rete ridges, infiltrasi
peradangan yang dalam, edema lamina propria, deposit PAS tebal pada zona membran basal.
Disebutkan juga bahwa infiltrasi sel-sel subepitelial campuran dan distribusi yang menyebar
lebih dalam di lamina propria dapat membantu untuk membedakan lesi likenoid.5

10
Membedakan antara OLP dan OLL masih menjadi tantangan. Sebuah penelitian
dilakukan oleh Thornhill et al. mengkonfirmasi kesulitan membuat perbedaan antara OLL dan
OLP atas dasar histologis yang murni. Secara keseluruhan patologis yang mampu membedakan
antara dua kondisi ini hanya sepertiga. Sebagian besar patologis melaporkan hal tersebut baik
OLP atau OLL.5

Gambar 2.2. Biopsi yang Diambil dari Lesi Likenoid.5


Fotomikrograf menunjukkan mukosa oral ditutupi oleh stratified squamous epithelium yang
atrofi dan orthokeratinized. (a) Lamina propria superfisial mengandung infiltrat
limfoplasmasitik padat dan berbatas tegas. Infiltrat limfoplasmasitik perivaskular juga
dijumpai pada lamina propria yang lebih dalam. (b) Ada penebalan daerah membran basal,
kehilangan lapisan basal dan seringkali apoptosis keartinosit.

2.8. Uji Tempel


Uji tempel mungkin berguna untuk mengidentifikasi pasien yang dicurigai mengalami
reaksi hipersensitivitas terhadap amalgam atau merkuri. Namun, penelitian yang menyelidiki
uji tempel kurang berguna dan menunjukkan hasil yang berlawanan. Sangat mungkin bahwa
penelitian-penelitian sebelumnya telah gagal membedakan OLP dari OLL secara klinis ketika
akan dilakukan uji tempel. Pengujian harus dilakukan oleh dermatologis atau pusat kesehatan
mulut dan dilakukan dengan menggunakan peralatan yang tersedia secara komersial yang
biasanya ditempel pada kulit punggung atau lengan bawah selama 48 jam dengan pita perekat
hipoalergik. Pemeriksaan standar memperkirakan jumlah merkuri dari restorasi amalgam yang
mungkin dalam bentuk logam, substansi organik, atau garam organik. Beberapa pasien
bereaksi terhadap ketiga zat tersebut. Tidak ada konsensus dunia mengenai alergen yang
digunakan, tetapi yang paling umum adalah 5% amalgam dan 1% ammoniated mercury yang
cocok untuk skrining. Tes biasanya dilakukan dengan seri Eropa dan termasuk bahan-bahan

11
dental lainnya untuk skrining alergen tambahan. Hasil tes umumnya dibaca antara 48 dan 72
jam, tetapi bukti menunjukkan bahwa pembacaan yang lambat 10 14 hari dapat menunjukkan
kehilangan reaksi postifif. Reaksi kulit dengan eritema (gambar 2.3.) dan efusi dengan
kemungkinan papulovesikel (reaksi eksim) dianggap reaksi positif.5
Uji kulit lebih baik dibandingkan uji mukosa karena sensitivitas dan spesivisitas yang
lebih tinggi dan karena prosedur yang lebih sederhana. Selanjutnya, konsentrasi alergen pada
mukosa perlu 5 12 kali lebih tinggi untuk menimbulkan reaksi kulit, dan reaksi toksik dapat
terjadi pada konsentrasi tinggi ini.5
Penggunaan uji tempel yang rutin untuk semua pasien dengan lesi seperti liken planus
harus dihindari karena tes itu sendiri memakan waktu dan dapat menimbulkan sensitisasi pada
pasien. Holmstrup membuat daftar pasien yang pada dasarnya membutuhkan tes alergi, sebagai
berikut:5
(1) Adanya lesi mukosa oral seperti liken planus atau mukositis yang resisten terhadap
pengobatan
(2) Hubungan anatomis yang jelas antara lesi mukosa oral dan bahan restoratif yang
dicurigai
(3) Kurang simetrisnya daerah yang telibat
Hubungan anatomis tampaknya menjadi prediktor paling kuat pada OLL, dan
penelitian telah menunjukkan bahwa 70% dari pasien yang memiliki hubungan fisik yang kuat
dari lesi mukosanya terhadap amalgam diuji positif terhadap amalgam atau ammoniated
mercury, sebaliknya 3,9% dengan lesi yang terkait lemah. Uji tempel, bagaimanapun tidak
akan 100% dapat diandalkan karena dapat muncul positif palsu. Sebanyak 3,2% dari populasi
umum tampaknya peka terhadap dental amalgam atau merkuri. Negatif palsu dapat muncul
pada minoritas reaksi toksik tercatat untuk merkuri.

12
Gambar 2.3. Reaksi Kulit Positif.5
Baris 1: cobalt chloride dan balsam peru, Baris 2: nickel sulphate, Baris 3: menthol, methyl
methacrylate, palladium chloride, amalgam, dan Baris 4: ammoniated mercury.

2.9. Penatalaksanaan Lesi Likenoid Oral


Manajemen dan penatalaksanaan dari lesi likenoid oral (OLL) mengikuti rute empiris
untuk liken planus oral (OLP). Steroid membentuk perlindungan pada lesi simtomatik. Pada
kasus hubungan lokasi dengan material gigi, pencabutan dan penggantian dengan alternatif
dapat berguna. Uji tempel biasanya tidak begitu mengkonfirmasi, tetapi disarankan sebaiknya
digunakan untuk mencari hubungan sebab-akibat jika tersedia dan layak. Pada kasus yang
berhubungan dengan obat-obatan, penghentian obat dan penggantian akan membutuhkan
konsultasi medis. Telah sering diobservasi bahwa meskipun telah dilakukan penghentian obat-
obatan, lesi tidak menunjukkan remisi segera. Hal ini telah dikemukakan pada sensitisasi dari
jaringan mukosa oral oleh molekul obat penyebab, yang tetap ada sebagai faktor independen
bahkan setelah penghentian obat. Pengobatan dari OLL yang berhubungan dengan GVHD
mengikuti rute imunosupresan untuk kondisi medis utama tersebut. Menjaga kebersihan
rongga mulut dengan baik, seperti membuang plak yang terakumulasi, tartar, dan film pada
permukaan tambalan, dan penggunaan pencuci mulut profilaktik dapat membantu
menghilangkan faktor penyebab. Tidak dapat terlalu ditekankan bahwa dalam pandangan
tingginya angka perubahan menjadi ganas untuk OLL, kontrol dan biopsi reguler dibutuhkan
untuk memonitor perkembangan lesi.1

13
Tabel 2.4. Penatalaksanaan yang Paling Umum Digunakan untuk OLL dan OLP1
Protokol Lesi Likenoid Oral Keterangan
Lini pertama Kortikosteroid topikal Simtomatik
Efikasi dan keamanan
baik, murah, digunakan
hampir pada semua pasien
Lini kedua Menghilangkan penyebab dan Baik jika dikombinasikan
faktor penyinggung dengan kortikosteroid
Uji tempel (pada tempat yang topikal
dapat dan layak diaplikasikan)
Medikasi lain Profilaksis oral, penggosokan Sebab dan akibat dari
reguler pada tambalan, sensasitasi antigen
penggunaan pencuci mulut mikroba
secara reguler
Investigasional (hasil Fotokemoterapi ekstrakorporal,
membutuhkan konfirmasi operasi ablasi
dan kedua tatalaksana ini
membutuhkan studi lebih
lanjut)
Wajib Biopsi pertama kali Untuk melihat apakah ada
Kontrol pengobatan tiap 3 potensi perubahan
bulan dalam tahun pertama menjadi ganas
Dua kali toap tahun dalam 2
tahun berikutnya
Biopsi diulang saat ditemukan
perubahan, rekurensi, atau
pelebaran

2.10. Resolusi OLL setelah Pengankatan Tambalan Amalgam


Walaupun reaksi uji tempel positif mungkin bisa sebagai alat bantu diagnosis OLL yang
disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas, namun fenomena ini hanya mampu dibuktikan jika
penyembuhan terjdi setelah materi amalgam dilepaskan. Penyembuhan total ataupu parsial
dari lesi likenoid diikuti dengan pengangkatan materi amalgam digambarkan pada gambar 2.4.
Pada satu studi mengenai lesi ini, area kontak langsung dengan amalgam memberikan respons
yang baik ketika materi diangkat atau dilepaskan dibandingkan dengan area yang tidak
dilakukan pengangkatan. Beberapa keuntungan terlihat pada 97% populasi mereka dengan
reaksi uji tempel negatif terhadap amalgam, namun memiliki reaksi penyembuhan sempurna
pada merak dengan uji tempel positif. Beberapa peneliti menemukan respons baik pada
pergantian material amalgam denga pasien dengan reaksi uji tempel positif terhadap garam
merkuri dibandingkan mereka dengan reaksi uji tempel negatif terhadap garam merkuri.5

14
Pelepasan material amalgam memiliki efek yang sangat kuat terhadap penyembuhan
lesi pada lidah. Pada studi lain, dijumpai perbaikan gejala yang cepat 2-3 hari setelah pelepasan
material amalgam, namun pada penelitian saat ini penyembuhan memakan waktu 5 minggu
atau bisa lebih lama.5

Gambar 2.4. Ilustrasi yang Menunjukkan Resolusi Penuh atau Resolusi Sebagian Lesi
Likenoid setelah Pengangkatan Restorasi Amalgam.5
Semuanya dalam kontak erat dengan tambalan amalgam. Gambar A pada waktu terdeteksi dan
gambar B setalah pengangkatan restorasi amalgam yang menyebabkannya.

15
2.11. Rekomendasi untuk Penggantian setelah Deteksi OLL
Beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penggantian
amalgam setelah OLL terdeteksi sebagai berikut:5
1. OLL harus dicurigai secara klinis bila:5
(i) lesi pada mukosa bukal unilateral atau tidak simetris
(ii) lesi muncul ketika sudah ada pajanan dengan amalgam
(iii) lesi gagal sembuh dengan berbagai pengobatan
Lesi tersebut jarang berkombinasi dengan:5
(i) lesi kutaneus
(ii) gingivitis deskuamatif
2. Uji tempel akan membantu diagnosis OLL dan sangat berguna untuk memeriksa
sensitivitas material gigi ketika amalgam sudah dilepaskan. Rekomendasinya:5
(i) uji tempel harus dilakukan oleh dokter spesialis
(ii) material lebih baik diletakkan pada kulit dibandingkan pada mukosa
(iii) 5% amalgam, 1% merkuri ammonia adalah alergen yang sangat baik
(iv) hasil tes dibaca paling lama 10-14 hari, atau paling cepat 1x48 jam
3. Setelah hasil uji tempel positif, amalgam harus segera diangkat dan direkomendasikan
untuk mengganti dengan tampon karet.5
4. Jika hasil uji tempel negatif tetapi ada kecurigaan yang kuat terhadap klinis OLL akibat
amalgam, maka mahkota gigi dapat dilapisi untuk menghindari kontak amalgam
dengan mukosa atau amalgam uji tunggal dapat diangkat untuk melihat penyembuhan
sebelum amalgam lain dipasang kembali.5

16
BAB 3
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
Kebijakan kesehatan untuk amalgam dapat berdasarkan pada laporan ilmiah dari
berbagai badan penasehat dan pengawas. Berdasarkan pedoman yang diberikan oleh The
Centre for Disease Control (Mei 2010), pada saat ini, ada sedikit bukti bahwa kesehatan pada
sebagian besar orang dengan amalgam terganggu maupun pengangkatan tambalan amalgam
memiliki efek yang menguntungkan pada kesehatan. Hanya ada beberapa bukti yang
mengatakan ada hubungan antara gigi merkuri dengan masalah kesehatan, kecuali pada kasus
yang jarang pada reaksi alergi. WHO menyoroti pentingnya sistem pelaporan tentang efek
samping material gigi selama perawatan gigi. Makalah ini menyoroti diagnosis dan temuan
klinis reaksi alergi kontak pada merkuri dan amalgam. Pembaruan ini harus memungkinkan
dokter gigi untuk melakukan tindakan yang tepat ketika pasien telah dicurigai atau terbukti
memiliki alergi kontak pada mukosa mulut mereka pada merkuri atau unsur-unsur logam
lainnya dari amalgam.5

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Kamath VV, Setlur K, Yerlagudda K. Oral Lichenoid Lesions A Review and Update.
Indian J Dermatol 2015;60(1):102.
2. Kaomongkolgit R. Oral Lichenoid Drug Reaction Associated with Antihypertensive
and Hypoglycemic Drugs. J Drugs Dermatol 2010;9(1):73-75.
3. Roy KM, Dickson EM, Staines KS, Bagg J. Hepatitis C Virus and Oral Lichen
Planus/Lichenoid Reactions: Lack of Evidence for an Association. Clin Lab 2000;
46(5-6):251-254.
4. Jose M, Raghu AR, Rao NN. Evaluation of Mast Cells in Oral Lichen Planus and Oral
Lichenoid Reaction. Indian J Dent Res 2001;12(3):175-179.
5. McParland H, Warnakulasuriya S. Oral Lichenoid Contact Lesions to Mercury and
Dental Amalgam A Review. J Biomed Biotechnol 2012;2012:589569.

18

Você também pode gostar