Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1. Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil
pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser
terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman
terlalu panas, dan sikat gigi. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua
penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung.
2. Defesiensi Nutrisi
Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57%
defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama
asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat
diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami perbaikan.
Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2 dan B6. Dari 60 pasien SAR yang
diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%, B2
6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi ketiganya. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil
yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang.
Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi dengan 50 mg Zink Sulfat peroral
tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR yang persisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun.
Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink pada pasien SAR karena pemberian preparat
Zink pada pasien SAR menunjukkan adanya perbaikan, walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR pada umumnya
normal.
2.6 Patofisiologi
Tubuh manusia memiliki pertahanan tubuh alamiah yaitu sistem laktoperoksidase (LP-system) yang mampu
mempertahankan tubuh terhadap serangan infeksi mikroorganisme. Sistem laktoperoksidase (LP-system)
terdapat pada saliva atau ludah manusia. LP system mempertahankan tubuh dengan cara berfungsi sebagai
bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan bakteriosid terhadap bakteri (Rensburg:1995).
Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tidak terkontrol karena sistem laktoperoksidase yang
merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya rusak. Hal ini dikarenakan seringnya mengonsumsi
makanan yang mengandung zat-zat kimia (perasa, pewarna, pengawet) bahkan yang memakai zat pembasmi
hama/antiseptik dan makanan panas atau pedas. Pemakaian antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi juga
dapat merusakkan LP system, sebab antiseptik ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua bakteri
yang berada di dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan sekitar mukosa mulut menjadi rusakkemudian
menghasilkan ulserasi local.
Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan yang bersifat
merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat melepaskan diri dari masuknya berbagai jenis kuman ataupun berbagai
pengaruh rangsangan antigenik yang bersifat merusak. Rangsangan perusak yang masuk dalam mulut akan
ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik. Kemudian secara normal dapat dieleminasi melalui aksi
fagositosis. Reaksi tubuh terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan
peradangan tersebut. Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri
sehingga reaksi pertahanan yang tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi jaringan justru
berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri terutama pada mukosa mulut.
Dalam keadaan psikologis yang terganngu (trauma/stres) terjadi ketidak seimbangan immunologik yang
melahirkan fenomena alergi dan defisiensi immunologi dengan efek kerusakan-kerusakan yang menyangkut
komponen vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan. Dalam hal ini sistem imun (pelepasan mediator aktif
dari aksi-aksi komplemen, makrofag, sel plasma, sel limposit dan leukosit, histamin, serta prostaglandin )yang
telah dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak seimbang akhirnya ikut merusak
jaringan-jaringan sendiri disekitarnya.
Stomatitis dapat terjadi akibat kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan jaringan
dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan
stomatitis.
Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi ulser minor, ulser mayor, dan ulser
hepetiform.
1. Ulser minor
adalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa menimbulkan
jaringan parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas, dan biasanya dikelilingi oleh daerah yang sedikit kemerahan.
Lesi biasanya hilang setelah 7-10 hari.
2. Ulser mayor
biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
3. Ulser herpetiform
adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan terdiri dari ulser berukuran kecil
dengan jumlah banyak.
Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis berdasarkan tanda dangejalanya, yaitu:
a. Stomatitis hipertik akut
1) Nyeri sperti terbakar di mulut
2) Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih
3) Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi lesi berkantung keluar disertai areloa
ynag memerah, robek, dan membertuk sisik.
4) Limfadenitis submaksilari
5) Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan
b. Stomatitis aftosis
1) Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak
2) Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat berwarna keputihan dan berbatas merah
3) Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai 3 minggu.
2.8 Komplikasi
Stomatitis jarang menyebabkan komplikasi yang serius namun dapat terjadi infeksi luas di daerah bibir dan
rongga mulut seperti abses dan radang. Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia, yaitu:
1. Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur
2. Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
3. Pola Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut
4. Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih.
Ada beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh penatalaksanaan medis yaitu:
Komplikasi yang dapat timbula akibat penatalaksanaan medis diantaranya sebagai berikut:
2.11 Pencegahan
Cara mencegah penyakit ini dengan mengetahui penyebabnya, apabila kita mengetahui penyebabnya
diharapkan kepada kita untuk menghindari timbulnya sariawan ini diantaranya dengan :
1. Menjaga kebersihan mulut
2. Mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12, vitamin C dan zat besi
3. Menghadapi stress dengan efektif
4. Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit makananMenghindari makanan yang
terlalu panas atau terlalu dingin
5. Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.
4.1 Pengkajian
a. Identitas (Data Biografi)
Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 20-40 tahun lebih
cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi, penderita stres, atau mempunyai
riwayat sariawan pada keluarga.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang muncul pada klien stomatitis adalah nyeri Karen mukosaoral
mengalami peradangan, bibir pecah-pecah
2. Riwayat kesehatan sekarang
Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena kebersihan mulut yang buruk, intoleransi
dengan pasta gigi, penyakit yang beresiko menimbulkan stomatitis, misalnya faringitis, panas
dalam, mengkonsumsi makanan yang berlemak , kurang vitamin C, vitamin B12 dan mineral.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun sehingga
lebih mudah terkena stomatitis, atau memang pernah menderita penyakit yang sama atau
penyakit oral lainnya
4. Riwayat penyakit keluarga.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya
stomatitis. Karena ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR
(Stomatitis Aftosa Rekuren) atau sariawan adalah keturunan. Dan berdasarkan hasil beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita SAR lebih rentan
untuk mengalami SAR juga.
5. Pengkajian Psikososial
Kaji apakah keluarga tidak memperhatikan kebersihan mulut dan tempat bermain anak di lingkungan kumuh
atau tidak. Kaji juga stres, gaya hidup (alkohol, perokok) serta kaji fungsi dan penampilan dari rongga mulut
terhadap body image dan sex.
6. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas
Kaji lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.
7. Riwayat nutrisi
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola
makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja.
8. Riwayat pertumbuhan perkembangan
a. Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama sembuhnya dikarenakan kondisi fisik yang lemah sebagai
akibat intake nutrisi yang kurang (energi/kalori yang diperlukan tidak mencukupi dalam proses penyembuhan).
b. Penurunan berat badan, biasanya pasien yang menderita stomatitis mengalami penurunan berat badan karena
intake nutrisi yang kurang.
d. Pemeriksaan fisik
1) TTV (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, skala nyeri)
2) Bibir
Dimulai dengan inspeksi terhadap bibir untuk kelembapan, hidrasi, warna,tekstur, simetrisitas dan adanya
ulserasi atau fisura
3) Gusi
Gusi diinspeksi terhadap inflamasi, perdarahan, retraksi, dan perubahanwarna.
4) Lidah
Dorsal (punggung) di inspeksi untuk tekstur, warna dan lesi.
5) Rongga Mulut
Inspeksi bagian mutut terhadap adanya lesi, bercak putih terutama pada bagian mukosa pipi bagian dalam, bibir
bagian dalam, lidah serta di langit-langit.
4.4 Implementasi
4.5 Evaluasi