Você está na página 1de 12

asuhan keperawatan

pada klien stomatitis


Minggu, 05 Mei 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STOMATITIS


2.1 Definisi Stomatitis
Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi seperti
tembakau;defisiensi vitamin; infeksi oleh bakteri, virus atau jamur;atau penggunaan obat kemoterapi (Potter &
Perry,2005).
Stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah,
gusi,l angit-langit dan dasar mulut. (Donna L.Wong dkk).
Stomatitis merupakan infeksi umum yang bisa meluas ke mukosa bukal, bibir dan palatum (William dan
wilkins, 2008).
Stomatitis ialah istilah umum yang mengacu pada reaksi inflamasi dan lesi ulseratif dangkal yang terjadi
pada permukaan mukosa mulut atau orofaring 7 samapai 14 hari setelah pemberian agens kemoterpai tertentu
dan setelah terapi radiasi pada kepala dan leher (Otto, 2003).
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya
berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat
menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut,
palatum lunak dan mukosa orofaring.
SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya penyakit lain dan salah
satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara.
Penyakit ini ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang -orang yang
menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat terganggu. Beberapa ahli menyatakan
bahwa SAR bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa
keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama. SAR dapat membuat frustasi pasien dan perawat dalam
merawatnya, karena kadang-kadang sebelum ulser yang lama sembuh ulser baru dapat timbul dalam jumlah
yang lebih banyak.
2.2 Epidemiologi Stomatitis
Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Angka prevalensi SAR berkisar
15-25% dari populasi penduduk di seluruh dunia. Penelitian telah menemukan terjadinya SAR pada dewasa
sekitar 2% di Swedia (1985), 1,9% di Spanyol (2002) dan 0,5% di Malaysia (2000). SAR tampaknya jarang
terjadi di Bedouins Kuwaiti yaitu sekitar 5% dan ditemukan 0,1% pada masyarakat India di Malaysia. Namun,
SAR sangat sering terjadi di Amerika Utara. Di Indonesia belum diketahui berapa prevalensi SAR di masyarakat,
tetapi dari data klinik penyakit mulut di rumah sakit Ciptomangun Kusumo tahun 1988 sampai dengan 1990
dijumpai kasus SAR sebanyak 26,6%, periode 2003-2004 didapatkan prevalensi SAR dari 101 pasien terdapat
kasus SAR 17,3%.
SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang dibawah 40 tahun, orang kulit putih, tidak
merokok, dan pada anak-anak.9 Menurut Smith dan Wray (1999), SAR dapat terjadi pada semua kelompok umur
tetapi lebih sering ditemukan pada masa dewasa muda. SAR paling sering dimulai selama dekade kedua dari
kehidupan seseorang. Pada sebagian besar keadaan, ulser akan makin jarang terjadi pada pasien yang
memasuki dekade keempat dan tidak pernah terjadi pada pasien yang memasuki dekade kelima dan keenam.
Epidemiologi stomatitis aftosa rekuren terjadi hampir pada 2%-6% pada populasi orang dewasa yang
terinfeksi HIV dan lebih sering terjadi pada anak-anak yang terinfeksi HIV, khususnya disebabkan obat-obatan
seperti didanosine (ddI) yang dapat menginduksi terjadinya lesi. (Sufiawati: 2009).

2.3 Klasifikasi Stomatitis


Ada beberapa klasifikasi stomatitis, yaitu:
a. Mycotic stomatitis
Mycotic stomatitis adalah stomatitis yang disebabkan oleh adanya infeksi mulut atau rongga mulut oleh
jamur Candida. Mycotic stomatitis, disebabkan oleh pertumbuhan Candida albicans , yang merupakan penyebab
stomatitis yang luar biasa pada anjing dan kucing. Hal ini ditandai dengan adanya bercak putih kekuningan pada
lidah atau membran mukosa. Mycotic stomatitis biasanya dihubungkan dengan penyakit mulut yang lain,
penggunaan terapi antibiotik yang lama, atau pemberian immunosuppression. Pada mycotic stomatitis sering kali
pada jaringan terjadi kemerahan dan timbul ulsor di bagian rongga mulut.
b. Gingivostomatitis
Gingivostomatitis merupakan infeksi virus pada gusi dan bagian mulut lainnya, yang menimbulkan nyeri.
Gusi tampak berwarna merah terang dan terdapat banyak luka terbuka yang berwarna putih atau kuning di
dalam mulut.
c. Denture stomatitis atau Chronic stomatitis
Denture stomatitis adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan perubahan-perubahan
patologik pada mukosa penyangga gigi tiruan di dalam rongga mulut. Perubahan-perubahan tersebut ditandai
dengan adanya eritema di bawah gigi tiruan lengkap atau sebagian baik di rahang atas maupun di rahang bawah.
Budtz-Jorgensenl mengemukakan bahwa denture stomatitis dapat disebabkan oleh bermacam- macam faktor
yaitu: trauma, infeksi, pemakaian gigi tiruan yang terus-menerus, oral hygiene jelek, alergi, dan gangguan faktor
sistemik. Oleh karena itu, gambaran klinis maupun gambaran histopatologis juga bervariasi, sehingga
perawatannyapun perlu dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kemungkinan penyebabnya.
d. Aphthous stomatitis
Apthous stomatitis (sariawan) adalah stomatitis yang paling umum sering terjadi. Sariawan ini adalah
jenis ulkus yang sangat nyeri pada jaringan lunak mulut, bibir, lidah, pipi bagian dalam, pharing, dan langit-langit
mulut halus. Tipe sariawan ini tidak menular. Stomatitis aphtosa ini mempunyai 2 jenis tipe penyakit, diantaranya:
1. Sariawan akut bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan sebagainya. Pada sariawan akut ini bila
dibiarkan saja akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari.
2. Sariawan kronis akan sulit sembuh jika dibiarkan tanpa diberi tindakan apa-apa. Sariawan jenis ini disebabkan
oleh xerostomia (mulut kering). Pada keadaan mulut kering, kuantitas saliva atau air ludah berkurang. Akibatnya
kualitasnya pun juga akan berkurang. Penyebab dari xerostomia ini bisa disebabkan gangguan psikologis
(stress), perubahan hormonal, gangguan pencernaan, sensitif terhadap makanan tertantu dan terlalu banyak
mengonsumsi antihistamin atau sedatif.
Adapun secara klinis stomatitis aphtosa ini dapat dibagi menjadi 3 subtipe, diantaranya:
1. Stomatitis aphtosa minor (MiRAS)
Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphtosa bentuk minor ini. Yang ditandai oleh luka (ulser)
bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 5mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus.
Ulserasi pada MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan
dasar mulut. Ulserasi bisa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh
dalam jangka waktu 10-14 hari tanpa meninggal bekas.
2. Stomatitis aphtosa major (MaRAS)
Hanya sebagian kecil dari pasien yang terjangkit stomatitis aphtosa jenis ini. Namun jenis stomatitis
aphtosa pada jenis ini lebih hebat daripada stomatitis jenis minor (MiRAS). Secara klasik, ulser ini berdiameter
kira-kira 1-3 cm, dan berlangsung selama 4minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari
mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin. Stomatitis aphtosa major ini meninggalkan bekas, bekas
pernah adanya ulser seringkali dapat dilihat penderita MaRAS; jaringan parut terjadi karena keseriusan dan
lamanya lesi.
3. Ulserasi herpetiformis (HU)
Istilah herpetiformis digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil-kecil
pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes initidak mempunyai
peran etiologi pada HU atau dalam setiap bentuk ulserasi aphtosa.

2.4 Etiologi Stomatitis


2.4.1 Etiologi yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :
a. Kebersihan mulut yang kurang
Kebersihan mulut berhubungan dengan keadaan gigi pasien. Apabila higiene gigi pasien buruk, sering dapat
menjadi penyebab timbulnya sariawan yang berulang.
b. Makanan atau minuman yang panas dan pedas
Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh terhadap mukosa yang ada didalam mulut
yang berfungsi sebagai alat pertahanan dalam melawan infrksi. Selain itu, juga bserpengaruh terhadap
bermacam-macam kuman yang merupakan bagian daripada flora mulut dan tidak menimbulkan gangguan
apapun dan disebut apatogen. Daya tahan mulut dapat menurun karena termik. Jika daya tahan mulut atau
tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau
menyebabkan berbagai penyakit/infeksi.
c. Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.
bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga dapat mengakibatkan stomatitis
aphtosa.
d. Infeksi jamur
namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno). Berasal dari kadar
imunoglobin abnormal.
e. Infeksi virus
Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai utama atau infeksi tambahan; infeksi
tambahan ini adalah sering banyak terjadi. dua tipe HSV dapat diidentifikasikan : HSV tipe 2 dengan penyebab
lesi genital dan HSV tipe 1 dengan respon dari lesi nongenital. awal terjadinya virus merupakan hasil utama dari
infeksi HSV biasa disebut stomatitis Herpes Akut. keseragaman ukuran gelembung frekuensinya lebih banyak
terjadi dilidah, palatum dan mukosa bucal dan labial. gelembung burut terjadi setelah nyeri luka meninggalkan
areanya yang mengelilingi sekitar garis tepi erythematous. lesi ditingkat ini biasa terjadi di luka aphathous. area
yang terkena luka 10 sampai 14 hari. Gelembung mukosa umumnya disertai dengan inflamasi akut gingiva, saat
dengan lesi herpes. Karakteristik lidah dengan keputih-putihan dan klien mengatakan adanya bau busuk di
pernafasannya. infeksi HSV utama dikarakteristikkan dari gejala yang timbul dari infeksi termasuk kelemasan,
panas dan pembesaran dalam limpa.
f. Letak susunan gigi atau kawat gigi
Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sanagt berpengaruh terhadap kebersihan gigi. Dimana terjadi
kesulitan dalam proses membersihkan kotoran yang tersangkut atau melekat pada baian yang sulit dijangkau
oleh sikat gigi.

2.4.2 Etiologi yang berasal dari keadaan luar mulut seperti :


a. Rokok
Asap rokok banyak mengandung zat-zat berbahaya yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit
terutama pada stomatitis. Pada penyakit ini, asap rokok yang mengandung zat-zat yang berbahaya masuk ke
dalam tubuh melalui mulut yang banyak terdapat mukosa sebagai alat perlindungan tubuh terhadap infeksi. Zat-
zat adaptif tersebut yang berasal dari asap rokok menyebabkan kerusakan pada mukosa-mukosa didalam mulut.
Sehingga terjadi penurunan imun terutama pada bagian mulut yang menyebabkan mulut rentan terhadap
penyakit.
b. Pada penggunaan obat kumur
Obat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (misalnya alkohol, lemon/gliserin) harus dihindari. Zat-
zat seperti alkohol di atas dapat menyebabkan kerusakan yang pada sel-sel mukosa dalam mulut yang bertugas
dalam menghasilkan sekret sebagai bentuk pertahanan tubuh.
c. Reaksi alergi
Sariawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis
makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita.
d. Alergi
bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara beberapa jenis makanan dan timbulnya ulser.
Gejala timbul biasanya segera setelah penderita mengkonsumsi makanan tersebut
e. Faktor psikologis (stress)
Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan oleh tubuh sebagai reaksi terhadap stres.
Hormon ini menigngkatkan tekanan darah dan mempersiapkan tubuh untuk respon melawan. Akan tetapi apabila
stres berlebih akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan berlebih sehingga respon tubuh dalam melawan
bakteri berlebih (ada tidaknya bakteri akan bekerja sehingga akan merusak sel-sel yang sehat).
f. Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase
luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita.
g. Kekurangan vitamin C, mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi
mudah robek yang akhirnya mengakibatkan sariawan.
h. Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan..
i. Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan
Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai timbulnya stomatitis apthosa.

2.5 Faktor Resiko Stomatitis


Hingga saat kini, penyebab dari stomatitis atau sariawan belum dapat dipastikan, tetapi ada faktor-faktor
yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetus terjadinya stomatitis. Beberapa diantaranya adalah:

1. Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil
pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser
terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman
terlalu panas, dan sikat gigi. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua
penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung.
2. Defesiensi Nutrisi
Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57%
defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama
asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat
diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami perbaikan.
Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2 dan B6. Dari 60 pasien SAR yang
diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%, B2
6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi ketiganya. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil
yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang.
Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi dengan 50 mg Zink Sulfat peroral
tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR yang persisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun.
Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink pada pasien SAR karena pemberian preparat
Zink pada pasien SAR menunjukkan adanya perbaikan, walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR pada umumnya
normal.

3. Alergi dan Sensifitas


Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi
merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat
bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri.
SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat
kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah berkontak
dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang
timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi
kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.
4. Obat-obatan
Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen kemoterapi dan nicorandil telah
dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR.
5. Penyakit Sistemik
Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi pasien yang sering mengalami
kesulitan terus-menerus dengan SAR harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan
evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga mulut
adalah penyakit Behcets, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweets.
6. Merokok
Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang menderita SAR biasanya adalah
bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan
dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti merokok. Kekurangan nutrisi,
terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi. Sariawan juga identik dengan kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin itu
memang mengakibatkan jaringan di dalam rongga mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang
akhirnya menyebabkan sariawan. Namun, kondisi tersebut dapat diatasi jika kita sering mengonsumsi buah dan sayuran.
7. Stress
Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus
yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak
langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini.11 Faktor stres ini akan dibahas dengan lebih rinci pada subbab selanjutnya.
8. Gangguan Hormonal
Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang mengalaminya berulang kali.
Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan
progesteron.
Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara mendadak. Penurunan estrogen
mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan
keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang
berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap
berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut
9. Gangguan Imunologi
Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR, adanya disregulasi imun dapat memegang
peranan terjadinya SAR. Salah satu penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien
SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit
pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahui.16 Menurut Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6
terhadap resiko terjadinya SAR. Menurut Martinez dkk, pada SAR terdapat adanya hubungan dengan pengeluaran IgA, total
protein, dan aliran saliva. Sedangkan menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2 pada
penderita SAR.
10. Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang mengiritasi jaringan lunak.
11. Genetik
Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita SAR. Faktor genetik SAR
diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal
tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus ke
epitelium.9,16,26 Sicrus (1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan timbul
SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat
dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.

2.6 Patofisiologi
Tubuh manusia memiliki pertahanan tubuh alamiah yaitu sistem laktoperoksidase (LP-system) yang mampu
mempertahankan tubuh terhadap serangan infeksi mikroorganisme. Sistem laktoperoksidase (LP-system)
terdapat pada saliva atau ludah manusia. LP system mempertahankan tubuh dengan cara berfungsi sebagai
bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan bakteriosid terhadap bakteri (Rensburg:1995).
Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tidak terkontrol karena sistem laktoperoksidase yang
merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya rusak. Hal ini dikarenakan seringnya mengonsumsi
makanan yang mengandung zat-zat kimia (perasa, pewarna, pengawet) bahkan yang memakai zat pembasmi
hama/antiseptik dan makanan panas atau pedas. Pemakaian antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi juga
dapat merusakkan LP system, sebab antiseptik ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua bakteri
yang berada di dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan sekitar mukosa mulut menjadi rusakkemudian
menghasilkan ulserasi local.
Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan yang bersifat
merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat melepaskan diri dari masuknya berbagai jenis kuman ataupun berbagai
pengaruh rangsangan antigenik yang bersifat merusak. Rangsangan perusak yang masuk dalam mulut akan
ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik. Kemudian secara normal dapat dieleminasi melalui aksi
fagositosis. Reaksi tubuh terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan
peradangan tersebut. Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri
sehingga reaksi pertahanan yang tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi jaringan justru
berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri terutama pada mukosa mulut.
Dalam keadaan psikologis yang terganngu (trauma/stres) terjadi ketidak seimbangan immunologik yang
melahirkan fenomena alergi dan defisiensi immunologi dengan efek kerusakan-kerusakan yang menyangkut
komponen vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan. Dalam hal ini sistem imun (pelepasan mediator aktif
dari aksi-aksi komplemen, makrofag, sel plasma, sel limposit dan leukosit, histamin, serta prostaglandin )yang
telah dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak seimbang akhirnya ikut merusak
jaringan-jaringan sendiri disekitarnya.
Stomatitis dapat terjadi akibat kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan jaringan
dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan
stomatitis.

2.7 Tanda dan Gejala Stomatitis


Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1 sampai 2 hari di daerah yang akan menjadi
sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat di rongga mulut. Sariawan dimulai dengan adanya luka
seperti melepuh di jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah beberapa hari, luka seperti
melepuh tersebut pecah dan menjadi berwarna putih ditengahnya, dibatasi dengan daerah kemerahan. Bila
berkontak dengan makanan dengan rasa yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan
perih, dan aliran saliva (air liur) menjadi meningkat.
Manifestasi klinis dari stomatitis secara umum yaitu:
a. Masa prodromal atau penyakit 1 24 jam
Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar
b. Stadium Pre Ulcerasi
Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula pavula serta terjadi peninggian 1- 3
hari
c. Stadium Ulcerasi
Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas sisinya merah dan udema tonsilasi
ini bertahan lama 1 16 hari. Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu berbeda yaitu 1 5 minggu.

Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi ulser minor, ulser mayor, dan ulser
hepetiform.
1. Ulser minor
adalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa menimbulkan
jaringan parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas, dan biasanya dikelilingi oleh daerah yang sedikit kemerahan.
Lesi biasanya hilang setelah 7-10 hari.
2. Ulser mayor
biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
3. Ulser herpetiform
adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan terdiri dari ulser berukuran kecil
dengan jumlah banyak.

Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis berdasarkan tanda dangejalanya, yaitu:
a. Stomatitis hipertik akut
1) Nyeri sperti terbakar di mulut
2) Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih
3) Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi lesi berkantung keluar disertai areloa
ynag memerah, robek, dan membertuk sisik.
4) Limfadenitis submaksilari
5) Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan
b. Stomatitis aftosis
1) Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak
2) Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat berwarna keputihan dan berbatas merah
3) Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai 3 minggu.

2.8 Komplikasi
Stomatitis jarang menyebabkan komplikasi yang serius namun dapat terjadi infeksi luas di daerah bibir dan
rongga mulut seperti abses dan radang. Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia, yaitu:
1. Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur
2. Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
3. Pola Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut
4. Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih.
Ada beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh penatalaksanaan medis yaitu:
Komplikasi yang dapat timbula akibat penatalaksanaan medis diantaranya sebagai berikut:

1. Komplikasi akibat kemoterapi


Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapik yang menghasilkan toksisitas mukosa
diberikan dalam dosis yang tinggi atau berkombinasi dengan ionisasai penyinaran radiasi.
2. Komplikasi akibat radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis pada
mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tetapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional
pada jaringan pendukung termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang
berhubungan dengan gigi menyebabkan hipoksia, berkurangnya suplai darah ke tulang, hancurnya tulang
bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis.
3. Komplikasi oral
a. Mukositis
Mukositis merupakan suatu respon inflamasi toksik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal dari mulut
sampai anus. Tipikal mukositis termanifestasi sebagai suatu eritomatous, lesi seperti terbakar, dan lesi ulseratif.
b. Infeksi Mukolitis
Mukositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistem imun yang menurun. Tidak hanya
mulut yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral sebagai suatu sistem pertahanan barrier terjadi pada
infeksi lokal dapat menghasilkan jalan bagi mikroorganisme pada sirkulasi sistemik.
c. Xerrostomia
Xerrostomia merupakan keadaan berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala klinik xerrostomia adalah
rasa kering, sensasi terbakar pada rongga oral dan lidah, bibir prcah-prcah, celah atau fissura pada sudut mulut,
perubahan pada permukaan lidah, dan peningkatan akan kebutuhan cairan. Xerostomia dapat disebabkan oleh
reaksi inflamasi dan efek degeneratif radiasi ionisasi.
2.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk mengatasi stomatitis adalah sebagai berikut:
a. Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai
b. Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya
c. Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama makanan yang
mengandung vitamin 12 dan zat besi
d. Hindari stress
e. Pemberian Atibiotik
Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien topikal, seperti orabase,
pada kasus yang ringan dengan 2 3 ulcersi minor. Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid,
seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur.
Pemberian tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada responsif
terhadap kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson dan bila gagal juga maka di berikan talidomid.
f. Terapi
Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan antivirus.
Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur garam (jangan menggunakan antiseptik karena
menyebabkan iritasi) dan penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan stomatitis aphtosa terutama penghilang rasa
sakit topikal. Pengobatan jangka panjang yang efektif adalah menghindari faktor pencetus. Terapi yang
dianjurkan yaitu:
1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan) untuk
pasien dengan level serum vitamin B12 dibawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropathy peripheral atau anemia
makrocytik, dan pasien berasal dari golongan sosioekonomi bawah.
2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari. Tidak ada perawatan lain yang diberikan untuk penderita RAS
selama perawatan dan pada waktu follow-up. Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun.

2.10 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur sedangkan diagnosis pasti
dengan menggunakan biopsi.
b. Pemeriksaan laboratorium :
1) WBC menurun pada stomatitis sekunder
2) Pemeriksaan kultur virus: cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis
3) Pemeriksaan cultur bakteri: eksudat untuk membentuk vincents stomatitis

2.11 Pencegahan
Cara mencegah penyakit ini dengan mengetahui penyebabnya, apabila kita mengetahui penyebabnya
diharapkan kepada kita untuk menghindari timbulnya sariawan ini diantaranya dengan :
1. Menjaga kebersihan mulut
2. Mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12, vitamin C dan zat besi
3. Menghadapi stress dengan efektif
4. Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit makananMenghindari makanan yang
terlalu panas atau terlalu dingin
5. Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN STOMATITIS

4.1 Pengkajian
a. Identitas (Data Biografi)
Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 20-40 tahun lebih
cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi, penderita stres, atau mempunyai
riwayat sariawan pada keluarga.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang muncul pada klien stomatitis adalah nyeri Karen mukosaoral
mengalami peradangan, bibir pecah-pecah
2. Riwayat kesehatan sekarang
Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena kebersihan mulut yang buruk, intoleransi
dengan pasta gigi, penyakit yang beresiko menimbulkan stomatitis, misalnya faringitis, panas
dalam, mengkonsumsi makanan yang berlemak , kurang vitamin C, vitamin B12 dan mineral.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun sehingga
lebih mudah terkena stomatitis, atau memang pernah menderita penyakit yang sama atau
penyakit oral lainnya
4. Riwayat penyakit keluarga.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya
stomatitis. Karena ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR
(Stomatitis Aftosa Rekuren) atau sariawan adalah keturunan. Dan berdasarkan hasil beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita SAR lebih rentan
untuk mengalami SAR juga.

5. Pengkajian Psikososial
Kaji apakah keluarga tidak memperhatikan kebersihan mulut dan tempat bermain anak di lingkungan kumuh
atau tidak. Kaji juga stres, gaya hidup (alkohol, perokok) serta kaji fungsi dan penampilan dari rongga mulut
terhadap body image dan sex.
6. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas
Kaji lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.
7. Riwayat nutrisi
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola
makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja.
8. Riwayat pertumbuhan perkembangan
a. Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama sembuhnya dikarenakan kondisi fisik yang lemah sebagai
akibat intake nutrisi yang kurang (energi/kalori yang diperlukan tidak mencukupi dalam proses penyembuhan).
b. Penurunan berat badan, biasanya pasien yang menderita stomatitis mengalami penurunan berat badan karena
intake nutrisi yang kurang.

c. Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon


1. Persepsi kesehatan dan Pola manajemen
orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena sariawan yang tidak kunjung sembuh, namun keluarga
psien tidak mengetahui bagaimana cara mengatasinya.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola
makan yang buruk
3. Pola eliminasi
pasien tidak mengalami gangguan eliminasi miksi dan defekasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
dalam melakukan aktivitas, pasien biasanya mengalami gangguan akibat nyeri yang di rasa sehingga pasien
akan rewel.
5. Pola istirahat dan tidur
pasien mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dirasakan.
6. Pola persepsi dan kognitif
pasien merasa lebih tengan apabila berada ditengah keluarga terutama ibu yang peduli pada kondisi pasien, dan
pasien sedih apabila ditinggal keluarga.
7. Pola konsep diri
pasien merasa ragu-ragu untuk berkomunikasi karena tidak dapat berbicara dengan jelas akibat adanya ulserasi
lokal.
8. Pola peran dan hubungan
hubungan sosial pasien dengan orang disekitarnya tidak kooperatif, pasien lebih banyak menangis dan rewel.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
pasien tidak mengalami kelainan apapun.
10. Pola keyakinan dan nilai
keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien.

d. Pemeriksaan fisik
1) TTV (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, skala nyeri)
2) Bibir
Dimulai dengan inspeksi terhadap bibir untuk kelembapan, hidrasi, warna,tekstur, simetrisitas dan adanya
ulserasi atau fisura
3) Gusi
Gusi diinspeksi terhadap inflamasi, perdarahan, retraksi, dan perubahanwarna.
4) Lidah
Dorsal (punggung) di inspeksi untuk tekstur, warna dan lesi.
5) Rongga Mulut
Inspeksi bagian mutut terhadap adanya lesi, bercak putih terutama pada bagian mukosa pipi bagian dalam, bibir
bagian dalam, lidah serta di langit-langit.

4.2 Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral
b. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan mucosa oral,
penurunan keinginan untuk makan akibat rasa nyeri di mukosa mulut
c. Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses peradangan (inflamasi)
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri di mukosa mulut

4.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Ra


Hasil
1 Nyeri berhubungan Tujuan: 1. Kaji tingkat nyeri 1. Mengetahui sk
dengan kerusakan Setelah dilakukan yang dialami pas
membran mukosa oral tindakan nyeri dapat 2. Berikan makanan yang tidak
2. Makanan yang
berkurang atau hilang merangsang, seperti makanan menimbulkan ny
yang mengandung zat kimia
Kriteria Hasil 3. Menghindari makanan yang 3. Makanan yang
1. Hilangnya rasa sakit terlalu panas dan terlalu dingin terlalu dingin, d
dan perih di mukosa nyeri/nyilu
mulu 4. Menghindari pasta gigi yang 4. pasta gigi yang
2. Lesi berkurang dan merangsang menimbulkan ny
berangsur sembuh sariawan
3. Membran mukosa oral 5. Menghindari luka pada mulut 5. agar luka tidak t
lembab saat menggosok gigi atau saat atau makana
4. Tidak bengkak dan menggigitmakanan memperparah lu
hiperemi 6. Kolaborasi pemberian 6. Analgesic dan
5. Suhu badan normal analgesic dan kortikosteroid mengurangi ra
mengurangi pera
7. Beri penjelasan tentang faktor 7. Jika klien m
penyebab penyebab ma
mencegah hal
kembali.
8. Keluarga pasien
8. Beri penjelasan keluarga pentingnya
terhadap pentingnya kebersihan sehingga tidak
oral terjadi kembali
9. Sayuran, Vitam
9. Menganjurkan klien untuk dan zat besi
memperbanyak mengkonsumsi terjadinya saria
buah dan sayuran terutama yang meningkat
vitamin B12, Vitamin C dan zat proses penyemb
Besi
2 Perubahan membran Tujuan: 1. Pantau aktivitas klien, cegah 1. Mencegah terjad
mukosa oral Setelah dilakukan hal-hal yang bisa memicu atau membuat se
berhubungan dengan tindakan keperawatan terjadinya stomatitis
proses peradangan mukosa oral kembali 2. Kaji adanya komplikasi akibat 2. Stomatitis bisa m
(inflamasi) normal dan lesi kerusakan membran mukosa komplikasi yang
berangsur sembuh oral tidak segera dita
3. Kolaborasi pemberian 3. Antibiotik digun
Kriteria Hasil antibiotik dan obat kumur mengobati infek
1. Mukosa oral kembali bisa menghilang
normal (tidak bengkak di mulut sehingg
dan hiperemi) terjadinya infeks
2. Lesi berkurang dan 4. Menghindari makanan dan 4. Reaksi alergi bis
berangsur sembuh obat-obatan atau zat yang dapat infeksi
3. Membran mukosa oral menimbulkanreaksi alergi pada
lembab rongga mulut
5. Ajarkan oral hygene yang baik5. Oral hygine yan
mencegah timbu
3 Ketidakseimbangan Tujuan: 1. Kaji status nutrisi pasien 1. Untuk mengetah
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan pasien
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan 2. Beri nutrisi dalam keadaan 2. Makanan yang l
berhubungan dengan nafsu makan timbul lunak, porsi sedikit tapi sering meminimalkan k
perubahan mucosa kembali dan mengunyah mak
oral, penurunan statusnutrisi terpenuhi 3. Pantau berat badan tiap hari 3. Mengevaluasi b
keinginan untuk makan Kriteria Hasil: menurun ataupu
akibat rasa nyeri di1. Status nutrisi terpenuhi nutrisi meningka
mukosa mulut 2. Nafsu makan klien meningkatkan b
timbul kembali 4. Kolaborasi dengan ahli gizi 4. Adanya kalori (s
3. Berat badan normal dalam pemberian nutrisi akan mempercep
penyembuhan
5. Berikan informasi tentang zat-
5. Dengan membe
zat makanan yang sangat maka klien akan
penting bagi keseimbangan bagaimana cara
metabolisme tubuh memenuhi kebu
nutrisinya setiap
penyembuhan be
cepat
4 Gangguan komunikasi Tujuan: 1. Kaji warna, ukuran, bau, 1. mengetahui ting
verbal berhubungan Setelah dilakukan tekstur luka pada rongga oral yang dialami pas
dengan nyeri di tindakan keperawatan pasien.
mukosa mulut, adanya gangguan komunikasi 2. Kaji kemampuan pasien dalam 2. mengetahui ke
kerusakan di mukosa verbal berangsur berkomunikasi. dalam berkomun
oral akibat penyakit membaik dan dapat 3. Ajak pasien ikut berpartisipasi
3. membiasakan
teratasi dalam setiap kegiatan. penyakit yang di
4. Libatkan keluarga dalam setiap4. keluarga sang
Kriteria Hasil: kegiatan pasien. pasien.
1. Klien sudah
5. Diskusikan dengan tim
5. menentukan tin
dapat berkomunikasi kesehatan lain mengenai yang akan diberi
dengan orang lain tindakan selanjutnya
2. Klien mau bergaul dan 6. Berikan kondisi lingkungan 6. Lingkungan ya
berkomunikasi dengan yang nyaman untuk klien membuat klie
orang lain 7. Pemberian analgesic dan beraktifitas
3. Klien mengalami kortikosteroid 7. Analgesic dapa
peningkatan harga diri nyeri dan ko
dan konsep diri mencegah pe
kerusakan memb
8. Beri penjelasan dan
8. Agar klien dapa
pengetahuan mengenai menjadi penteba
penyakitnya sehingga klien d
9. Dorong klien untuk ikut 9. Dengan mengik
berpartisipasi dalam setiap mudah untuk b
kegiatan kondisi sekita
mengurangi stre

4.4 Implementasi

No Hari/Tanggal DX Jam Implementasi


1. 1 1. mengkaji tingkat nyeri
2. Berikan makanan yang tidak merangsang, seperti
makanan yang mengandung zat kimia
3. Menghindari makanan yang terlalu panas dan terlalu
dingin
4. Menghindari pasta gigi yang merangsang
5. Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau
saat menggigitmakanan
6. Kolaborasi pemberian analgesic dan kortikosteroid
7. Beri penjelasan tentang faktor penyebab
8. Beri penjelasan keluarga terhadap pentingnya
kebersihan oral
9. Menganjurkan klien untuk memperbanyak
mengkonsumsi buah dan sayuran terutama vitamin B12,
Vitamin C dan zat Besi
2. 2 1. Pantau aktivitas klien, cegah hal-hal yang bisa memicu
terjadinya stomatitis
2. Kaji adanya komplikasi akibat kerusakan membran
mukosa oral
3. Kolaborasi pemberian antibiotik dan obat kumur
4. Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang
dapat menimbulkanreaksi alergi pada rongga mulut
5. Ajarkan oral hygene yang baik
3. 3 1. Kaji status nutrisi pasien
2. Beri nutrisi dalam keadaan lunak, porsi sedikit tapi
sering
3. Pantau berat badan tiap hari
4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi
5. Berikan informasi tentang zat-zat makanan yang sangat
penting bagi keseimbangan metabolisme tubuh
4. 4 1. Kaji warna, ukuran, bau, tekstur luka pada rongga oral
pasien.
2. Kaji kemampuan pasien dalam berkomunikasi.
3. Ajak pasien ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan.
4. Libatkan keluarga dalam setiap kegiatan pasien.
5. Diskusikan dengan tim kesehatan lain mengenai
tindakan selanjutnya
6. Berikan kondisi lingkungan yang nyaman untuk klien
7. Pemberian analgesic dan kortikosteroid
8. Beri penjelasan dan pengetahuan mengenai
penyakitnya
9. Dorong klien untuk ikut berpartisipasi dalam setiap
kegiatan

4.5 Evaluasi

No Hari/Tanggal DX Jam Evaluasi


1. 1 S: Pasien berkata, Sus, sariawan di mulut saya sudah
mulai mengecil dan nyeri pada mulut saya sudah
berkurang.
O: Bengkak pada mukosa oral pasien sudah mengecil
dengan diameter kurang dari cm
A: Masalah pasien teratasi sebagian.
P : Pertahankan dan lanjutkan intervensi.

Diposting oleh ria difikarayen di 04.04

Você também pode gostar