Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
kerjasama
dan
Tahun 2014
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya Laporan AKhir Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah
Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini dapat diselesaikan dengan baik. Secara umum,
laporan kegiatan ini dilakukan untuk menilai kelayakan dari usulan pembiayaan investasi
dalam mendukung Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK).
Usulan pembiayaaninvestasi dalam laporan ini lebih diarahkan kepada pemanfaatan limbah
yang diubah menjadi energi (waste to energy - WtE) yang dijadikan alternatif solusi terhadap
berbagai permasalahan terkait dengan energy dan penurunan GRK. Secara spesifik kegiatan
ini mengidentifikai dan melakukan analisis biaya dan manfaat terkait dengan usulan
pembiayaan investasi melalu skim kredit program untuk mendukung pengembangan Waste
to Egergy (WtE) untuk beberapa jenis atau tipe pengembangan WtE.
Tingginya ketergantungan terhadap pemanfaatan energi fosil merupakan salah satu
masalah dan hambatan dalam pelaksanaan RAN-GRK. Semakin tingginya harga energi fosil
juga memberikan beban biaya terhadap aktivitas produksi, baik bagi industri maupun rumah
tangga. Di sisi lain, tingginya harga energi juga semakin meningkatkan beban subsidi energi
yang harus dikeluarkan pemerintah melalui APBN. Pemanfaatan limbah untuk dijadikan
energi (berupa biogas dan biomassa) dapat dilakukan sebagai alternatif solusi permasalahan
krisis energyidan juga sekaligus upaya pelaksanaan RAN-GRK.
Pemanfaatan limbah mempunyai potensi yang besar serta berdampak positif.
Namun pemanfaatan limbah menjadi energi dalam skala kecil dan menengah, baik oleh
industri kecil dan menengah (IKM) maupun rumah tangga, masih relatif sedikit di Indonesia.
Salah satu penyebabnya yakni keterbatasan pendanaan yang dimiliki oleh IKM dan rumah
tangga. Oleh karena itu, diperlukan dukungan pembiayaan investasi limbah menjadi energi,
salah satunya melalui kredit program.
Dalam laporan ini disajikan usulan pembiayaan untuk reaktor biogas limbah industri
tahu, reaktor limbah peternakan sapi, pembangunan PLT biogas POME, pembangunan PLT
biomassa pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk silo/pengering padi/jagung.
Kami menyampaikan terima kasih terhadap semua pihak yang telah membantu dalam
memberikan saran/masukan demi sempurnanya laporan ini. Diharapkan laporan dari
kegiatan Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah menjadi Energi melalui
Kredit Program ini dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan yang terkait.
Tim Penyusun
RINGKASAN EKSEKUTIF
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PEMBIAYAAN INVESTASI LIMBAH
MENJADI ENERGI MELALUI KREDIT
Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan cukup besar, salah satunya
adalah berasal dari limbah. Limbah berupa limbah perkotaan, sektor pertanian, sektor industri dan
lain-lain dapat dimanfaatkan untuk dikonversikan sebagai energi, baik berupa energi bahan
bakar/pemanas maupun listrik. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
(2011), Indonesia mempunyai potensi limbah berupa biomassa sebesar 885,2 juta Gigajoule (GJ) per
tahun. Potensi kalori sebesar itu diperoleh diantaranya jenis limbah peremajaan kebun karet (496,0
juta GJ per tahun), sisa lodging (11,0 juta GJ per tahun), limbah industri penggergajian kayu (10,6
juta GJ per tahun), tandan kosong kelapa sawit (15,4 juta GJ per tahun), sabut sisa kelapa sawit (35,3
juta GJ per tahun), cangkang buah sawit (17,2 juta GJ pertahun), bagas tebu (78,0 juta GJ pertahun),
sekam padi (179,0 juta GJ per tahun), tempurung kelapa (18,7 juta GJ per tahun) serta sabut kelapa
(24,0 juta GJ per tahun).
Potensi sumber listrik dari limbah tersebut dapat mencapai 50 ribu MW, yang merupakan
potensi sumber daya energi terbesar kedua setelah hidro dalam skala besar. Pemanfaatan limbah
tersebut sampai saat ini masih sekitar 1600 MW atau sekitar 3,25 persen dari potensi yang ada. Dari
Program Pengembangan Pembangkit Tenaga Listrik Berbasis Bio-Energi yang dilakukan oleh PT PLN
(Persero), kondisi kapasistas eksisting pembangkit listrik yang ada yang berasal dari biomasa
(berbasis kelapa sawit), biogas, dan sampah perkotaan yang terhubung dengan jaringan listrik PLN
baru sebesar 61 MW pada bulan Februari 2012, yang akan ditingkatkan kemudian sebesar 197 MW
pada tahun 2013 dan ditingkatkan lagi sebesar 544 MW pada tahun 2014 (sehingga menjadi 741
MW pada tahun 2013/2014)
Harga energi yang meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan semakin tingginya beban
biaya energi pada sektor industri untuk menjalankan aktifitas produksinya dan semakin besarnya
pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan energinya. Di sisi lain, tingginya harga
energi juga semakin meningkatkan beban subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah dari
APBN. Masih tingginya ketergantungan pada energi fosil, menyebabkan upaya penurunan gas rumah
kaca (GRK) juga mengalami kelambatan. Pemanfaatan limbah menjadi energi dapat dijadikan
alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan tersebut.
Pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya sebegai energi alternatif memberikan dampak
positif secara langsung. Pertama, terdapat perbaikan dalam efisiensi energi dikarenakan limbah
pertanian dan lainnya memiliki potensi energi yang besar dan hanya akan menjadi sampah apabila
tidak dimanfaatkan. Kedua, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya dapat menjadi lebih efisien
dikarenakan penanganan limbah secara khusus seringkali lebih mahal biayanya dibandingkan
pemanfaatannya. Ketiga, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya mengurangi penggunaan lahan
khusus untuk penampungan limbah, yang pada akhirnya akan menghemat biaya penanganan
limbah.
Beberapa jenis potensi pemanfaatan limbah yang dapat dikonversikan menjadi
energI (WtE atau bioenergi) di Indonesia adalah pemanfaatan biogas dari limbah industri
tahu, biogas dari limbah peternakan sapi, pembangkit listrik dari biogas limbah industri
kelapa sawit (POME), pembangkit listrik dari biomassa pelepah sawit, pemanfaatan sekam
padi untuk pengering/silo padi/jagung, pemanfaatan sampah perkotaan (urban waste), dan
pemanfaatan biogas dari limbah domestik rumah tangga (kotoran manusia). Berbagai
industri tahu yang tanpa dibarengi dengan pengembangan produk bersih, pengembangan
biogas dari limbah peternakan sapi untuk penggantian kayu bakar (yang sangat tergantung
harga kayu bakar), dan pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas dari limbah industry
kelapa sawit (POME) dimana produk listriknya dijual, dibutuhkan subsidi bunga atau
bantuan lain dalam pembiayaan pengembangan WtE agar menjadi layak. Namun demikian,
untuk mendorong agar masyarakat tertarik untuk melakukan pengembangan WtE, tetap
dibutuhkan insentif berupa subsidi bunga melalui kredit program untuk semua jenis
pengembangan WtE.
Secara ekonomi, berdasarkan hasil analisis biaya dan manfaat (CBA), semua
pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini (mencakup (a)
pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor
biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari biomassa
perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian
untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi) layak untuk
dikembangkan, dengan rasio manfaat per biayanya (BCR) yang bervariatif. Variasi dari nilai
BCR sangat tergantung dari: (a) besarnya investasi yang dibutuhkan; (b) kondisi awal dari
jenis dan harga energi yang disubstitusi dengan biogas dan biomassa (WtE atau bioenergi);
(c) pemanfaatan/penggunaan dari produk WtE.
Berdasarkan pengalaman dari berbagai negara yang mengembangkan WtE, terdapat
beberapa kunci sukses dalam pengembangan WtE, antara lain: (a) Harga energi fosil dan
listrik yang tinggi dan tidak bersubsidi; (b) Dilakukan untuk mensubstitusi jenis energi fosil
yang digunakan; (c) Keberlanjutan ketersediaan limbah; (d) Terbatasnya lahan untuk
pembuangan limbah; (e) Tingginya tipping fee untuk pembuangan sampah/limbah; (f)
Kebijakan untuk lebih mendukung pengembangan WtE; dan (g) Dukungan public akan
pengembangan WtE.
Saran/rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan dari kegiatan Analisis Biaya
Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini antara
lain:
a. Masih terdapat perbedaan teknis terkait ukuran, spesifikasi, dan standar biaya untuk
pengembangan setiap jenis WtE. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut,
diperlukan koordinasi dan penyepakatan diantara kementerian teknis yang terkait,
yaitu Kementerian ESDM dan KLH.
b. Untuk pengembangan WtE awal, dapat dilakukan melalui kredit program dengan
pola subsidi bunga yang eksisting saat ini, yaitu skema Kredit Ketahanan Pangan dan
Energi (KKP-E) untuk 2 (dua) jenis pengembangan WtE yang potensial, yaitu biogas
dari limbah industri tahu dan biogas dari kotoran sapi.
c. Untuk pengembangan WtE yang lain (pembangkit listrik dari biogas POME dan
biomassa pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk
pemenas/pengering/silo padi/jagung), dapat menggunakan skema PIP, pembiayaan
perbankan atau skema kredit program yang baru.
d. Agar dalam pengembangan WtE melalui kredit program tidak tumpang tindih
dengan program-program yang sudah ada, terutama dari Kementerian ESDM dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan, maka perlu dilakukan
agar KLH dan Kementerian ESDM kiranya dapat mempersiapkan nama dan alamat
calon penerima manfaat (beneficiaries) dalam sebuah daftar yang nantinya dapat
disampaikan kepada Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI), Direktorat
Jenderal Perbendahaaran Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI sebagai dasar
dalam disbursement subsidi nantinya.
DAFTAR ISI
3.8. Usulan Pembiayaan Waste to Energy Melalui Kredit Program Ketahanan Pangan
dan Energi (KKP-E) ......................................................................................................... 47
3.9. Peran Perbankan dan Konsep Pengembangan Skema Pembiayaan UMKM Ramah
Lingkungan ..................................................................................................................... 52
3.10. Minat Terhadap Pinjaman Ramah Lingkungan (Green Lending) ................................... 53
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 84
LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................................... 87
DAFTAR TABEL
Tabel 4.19 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun ..................... 72
Tabel 4.20 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT dari Biogas POME ..................... 73
Tabel 4.21 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah Sawit .... 74
Tabel 4.22 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Silo Pengering Gabah ...................... 75
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peningkatan Suhu Permukaan Global Tahun 1999 - 2008 ................................ 7
Gambar 2.2 Sektor Penyumbang Emisi Gas CO2 ................................................................... 8
Gambar 2.3 Total Pasokan Sumber Energi Nasional Tahun 2011 ......................................... 8
Gambar 2.4 Komposisi Target Kontribusi Energi Nasional Tahun 2025 .............................. 10
Gambar 2.5 Skema Model IPAL Reaktor Biogas Fixed Bed .................................................. 11
Gambar 2.6 Sebaran Populasi Sapi Perah di Indonesia ....................................................... 12
Gambar 2.7 Perkembangan Populasi Sapi Potong Tahun 2009-2013 ................................. 13
Gambar 2.8 Potensi Nasional Biogas Asal Ternak Tahun 2010 ........................................... 14
Gambar 2.9 Komponen Reaktor Program Biru (Biogas Rumah Indonesia) ......................... 14
Gambar 2.10 Produksi Kelapa Sawit Indonesia (dalam Ton) Tahun 2008 2012 ................. 16
Gambar 2.11 Contoh Model PLTU Mini Berbahan Bakar Limbah Biomassa Kelapa Sawit
Dengan Kapasitas Produksi Listrik 250 KW ...................................................... 17
Gambar 2.12 Model Pengering Gabah .................................................................................. 19
Gambar 2.13 Proses Konversi Biologis .................................................................................. 20
Gambar 2.14 Proporsi Penduduk Tanpa Akses terhadap Sanitasi ....................................... 21
Gambar 2.15 Sanimas Sistem Mix (Gabung) antara Komunal- Perpipaan dan MCK Plus ..... 21
Gambar 3.1 Skema Kredit Ketahanan Pangan Energi.......................................................... 29
Gambar 3.2 Skema Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan
(KPEN-RP) ......................................................................................................... 31
Gambar 3.3 Skema Penyaluran KPP NAD Nias ................................................................. 33
Gambar 3.4 Skema Penyaluran KUPS .................................................................................. 34
Gambar 3.5 Skema Penyaluran S-SRG ................................................................................. 36
Gambar 3.6 Skema instalasi Biogas Skala Rumah Tangga ................................................... 44
Gambar 3.7 Sektor Prioritas Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ........................................... 46
Gambar 3.8 Fokus Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ke Depan........................................... 47
Gambar 3.9 Instrumen Keuangan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) .................................. 47
Gambar 3.10 Skema Intensif Pembiayaan Terkait Target Penurunan Emisi Nasional
2020 ................................................................................................................. 49
Gambar 3.11 Minat UMKM Mendapatkan Pinjaman Ramah Lingkungan ............................ 54
Gambar 4.2 Prosedur Penyaluran KKP-E kepada Petani/ Peternak/Pekebun secara
Individu atau Kelompok Tani/ Koperasi secara Langsung ke Bank.................. 76
Gambar 4.3 Prosedur Penyaluran KKP-E oleh Petani/Kelompok Tani/Koperasi yang
Bekerjasama dengan Mitra Usaha ................................................................... 77
Gambar 4.4 Tugas dan Tanggung Jawab Lembaga yang Terkait ......................................... 79
DAFTAR SINGKATAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan
Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program adalah untuk mengidentifikasi dan
melakukan analisis biaya dan manfaat terkait dengan usulan skim pembiayaan investasi
kredit program untuk mendukung pengembangan WtE untuk beberapa jenis atau tipe
pengembangan WtE. Hasil analisis tersebut nantinya akan digunakan oleh Pusat Kebijakan
Pendanaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM)-Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk
menyiapkan kebijakan terkait dengan pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui
kredit program.
Bab IV Analisis Keuangan dan Analisis Biaya Manfaat Pembiayaan Waste to Energy
Melalui Kredit Program
Bab ini berisikan tentang asumsi-asumsi yang digunakan, analisis keuangan, dan
analisis biaya manfaat dari pembiayaan investasi melalui kredit program, yaitu
mencakup pengembangan reaktor biogas di industri tahu, reaktor biogas limbah
peternakan sapi, pembangkit listrik dari limbah industri kelapa sawit (POME) dan
biomassa pelepah sawit, penggunaan limbah biomassa sekam padi untuk bahan
bakar pemanas/pengering seperti yang diusulkan oleh KLH dan Kementerian ESDM.
Bab V Penutup
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dan saran/rekomendasi
kebijakan yang dapat diberikan dari pelaksanaan studi ini terkait dengan dukungan
pembiayaan investasi WtE melalui kredit program. Selain itu, terdapat juga langkah
tindak lanjut dari pelaksanaan kajian ini.
BAB II
POTENSI PENGEMBANGAN WASTE TO ENERGY DI INDONESIA
Peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) akibat aktifitas manusia. Indonesia
disinyalir sebagai negara peringkat empat paling berpolusi di dunia (sebagai salah satu
negara penghasil GRK terbesar). Penggunaan energi adalah salah satu sektor penyumbang
emisi CO2. Sampai tahun 2011, energi fosil dikonsumsi hingga 96,21 persen dari total energi
nasional (KLH, 2013). Persoalan energi juga diiringi oleh permasalahan krisis energi dan
komitmen Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 terkait
pengurangan emisi GRK, dimana Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK
sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan mencapai 41 persen jika mendapat bantuan
internasional pada tahun 2020 dari kondisi business as usual (BAU).
Kondisi krisis energi juga menjadi perhatian serius pemerintah. Indonesia sebagai
negara tropis banyak menghasilkan biogas dan biomassa termasuk bioenergi yang
merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable energy). Bioenergi dapat
menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (suistainable). Dengan pendekatan
penggunaan teknologi yang tepat, limbah biogas dan biomassa tersebut termanfaatkan
dengan nilai guna dan nilai ekonomi tinggi (valuable). Upaya-upaya perbaikan lingkungan
dengan mengimplementasikan teknologi waste to energy (pemanfaatan limbah menjadi
energi) memerlukan dukungan untuk mempercepat pengembangannya. Dalam program
pengembangan waste to energy, setidaknya terdapat dua indikator keberhasilan, yaitu (1)
pengurangan emisi dari kegiatan pemanfaatan waste to energy, dan (2) didapatkannya
energi alternatif pengganti bahan bakar fosil bagi masyarakat sebagai hasil dari kegiatan
pemanfaatan waste to energy.
1
Summary for Policy Makers: A report of Working Group I of the Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC, 2007.
2
NASA: Global Warming to Cause More Severe Tornadoes, Storms, Fox News, August 31, 2007.
2.2. Limbah Sebagai Sumber Energi dan Implementasi Pengembangan Waste to Energy
Produksi energi adalah sektor penyumbang emisi CO2 terbesar. Dengan
mengesampingkan sumber emisi dari LULUCF, emisi CO2 menyumbang 85 persen dari total
emisi5. Sedangkan sisanya 15 persen berasal dari agrikultur, industri dan limbah. Sedangkan
sampai tahun 2011, energi didominasi oleh penggunaan minyak bumi, gas alam dan batu
bara. Energi fosil dikonsumsi hingga 96,21 persen dari total energi nasional6. Total pasokan
sumber energi berupa oil sebesar 46,93 persen, batu bara 26,93 persen, dan berupa gas
sebesar 21,90 persen.
3
The Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panei on Climate Change (IPCC) AR4, 2007.
4
Kajian Kementerian Lingkungan Hidup, 2010.
5
Kementerian Lingkungan Hidup, 2010.
6
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012.
Disamping isu emisi CO2 dan dampak gas rumah kaca, persoalan energi juga diiringi
oleh permasalahan krisis energi dan kebutuhan pasokan dari sumber energi baru.
Penggunaan energi baru dan terbarukan (new and renewable energy, NRE) hanya mengisi
4,79 persen dari total energi nasional. Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar
merupakan pengguna energi fosil yang cukup dominan dipergunakan di banyak sektor.
Dalam beberapa kurun waktu terakhir, harga energi semakin mahal dan mengakibatkan
subsidi energi juga semakin besar Rp. 224,4 Triliun yang dibagi untuk alokasi BBM Rp.
137,38 Triliun dan untuk alokasi Listrik Rp. 64,9 Triliun.
Namun faktanya, Indonesia masih boros dalam pemanfaatan dan pengelolaan
sumber energinya yang ditunjukan dengan intensitas energi yang masih tinggi.
Pertumbuhan konsumsi energi rata-rata 7 persen per tahun ini belum diimbangi dengan
pasokan energi yang cukup. Selain itu keterbatasan pasokan energi nasional juga semakin
menipis. Cadangan sumber energi fosil sebagai pemasok sumber energi terbesar saat ini
hanya bertahan untuk beberapa tahun mendatang. Kondisi konsumsi energi yang terus
meningkat tajam dan cadangan energi nasional dari sumber energi fosil yang semakin
menipis juga menjadi perhatian serius pemerintah.
Tabel 2.1 Ketersediaan Pasokan Energi Fosil Nasional
PRODUCTION RESERVE TO
NO. FOSSIL ENERGY RESERVES
PER YEAR PRODUCTION RATIO
1. Oil 4.0 billion barel 347 million barel 11 years
2. Gas 104.71 TSCF 3212 BSCF 32 years
3. Coal 28 billion ton 329 million ton 85 years
Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, 2012
7
Gokaptindo, 2013
8
Asdep Analisis Kebutuhan Iptek, Deputi Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek Kementerian Ristek, 2010
Salah satu model pengolahan limbah industri tahu adalah dengan menggunakan
model Fixed Bed Reaktor dan dibangun dengan sistem anerobik. Pertimbangannya, sistem
ini memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi. Keuntungan
lain dari sistem ini adalah dalam prosesnya menghasilkan energi dalam bentuk biogas,
ampas dan air untuk makanan ikan ternak. Selain itu, prosesnya lebih stabil dan lumpur
yang dihasilkan lebih sedikit. Unit pengolahan limbah cair tahu terdiri dari unit utama
digester, jaringan pipa pengumpul limbah, penampung gas, trickling, filter, jaringan sisa
limbah hasil olahan, kolam penampung air hasil proses.
9
BPS, 2011.
Apabila kita melihat angka populasi sapi potong di Indonesia, terlihat bahwa terjadi
peningkatan angka populasi sapi potong di Indonesia tiap tahunnya selama periode 2009-
2013. Pada tahun 2009, populasi sapi potong sekitar 12,7 juta ekor. Angka ini kemudian
meningkat sebesar 6,44 persen pada tahun 2010 menjadi sekitar 13,5 juta ekor.
Peningkatan angka populasi terbesar sepanjang lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2011
yang tumbuh sebesar 9,15 persen menjadi sekitar 14,8 juta ekor. Pada tahun 2012, angka
populasi sapi potong juga meningkat menjadi sekitar 15,9 juta ekor, meskipun angka
pertumbuhannya turun sedikit dari tahun sebelumnya, yakni sebesar 7,8 persen. Kemudian,
pada tahun 2013 populasi sapi potong meningkat sedikit menjadi sekitar 16,6 juta ekor,
namun dengan pertumbuhan yang cukup rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,
yakni hanya sebesar 3,92 persen
Tabel 2.3 Persebaran Populasi Sapi Potong Menurut Provinsi 2009 - 2013* (dalam Ekor)
Tahun Pertumbuhan
No. Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013*) 2013 thdp 2012 (%)
Sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang berpotensi menyumbang emisi
metana. Sedangkan metana merupakan emisi terbesar kedua setelah CO2 dengan
memberikan kontribusi 13 persen dari total emisi10. Dengan pertimbangan ini maka emisi
gas metana dan sumber emisi gas metana terbesar dari sektor peternakan perlu mendapat
perhatian serius. Potensi produksi Kotoran Ternak Segar (KTS) sebagai bahan baku biogas
limbah sapi mencapai 88714,88 ribu Ton pada Tahun 2010. Dari potensi produksi KTS
tersebut mampu menghasilkan produksi biogas setara minyak Tanah sebesar 4,43 miliar
liter per tahun. Kemudian potensi pupuk organik yang dihasilkan mencapai 35,48 miliar ton
per Tahun.
18000 10
16000 9,15 9
14000 7,80 8
7
12000 6,44
6
RIBU EKOR
PERSEN
10000
5
8000
3,92 4
6000
3
4000 2
2000 1
0 0
2009 2010 2011 2012 2013
10
Kajian KLH 2010
70,000 3,500,000
60,000 3,000,000
50,000 2,500,000
40,000 2,000,000
30,000 1,500,000
20,000 1,000,000
10,000 500,000
- -
Ruminansia Ruminansia Non
Unggas
Besar Kecil Ruminansia
Produksi KTS (Ribu Ton/th) 66,294 7,152 6,362 8,906
Produksi Pupuk Organik (Ribu
26,518 2,861 2,545 3,563
Ton/Tahun)
Produksi Biogas Setara Minyak
3,314,719 357,623 318,084 445,318
Tanah ( Ribu Liter/Tahun)
Reaktor biogas merupakan salah satu solusi untuk mengendalikan emisi metana.
Kotoran hewan ternak yang berpotensi mengahasilkan metana, akan diisolasi dalam reaktor
dan ditampung produksi metananya. Gas metana terkandung dalam biogas, sebagai hasil
reaktor biogas, merupakan bahan bakar yang dapat mengkonversi penggunaan minyak
tanah dan elpiji untuk keperluan rumah tangga maupun usaha. Konversi energi dengan
bahan bakar alternatif biogas akan menekan emisi metana yang sangat besar berkontribusi
pada pemanasan global.
Sumber: http://www.biru.or.id
Gambar 2.9 Komponen Reaktor Program Biru (Biogas Rumah Indonesia)
1 : Inlet (tangki pencampur)
2 : Pipa Inlet (bisa diadaptasi untuk dihubungkan ke toilet)
3 : Digester
Reaktor biogas berfungsi mengubah kotoran binatang, kotoran manusia dan materi
organik lainnya, menjadi biogas. Konsumsi biogas untuk skala rumah tangga antara lain
digunakan sebagai bahan bakar alternatif pemanas dan generator listrik. Dari lamanya
pengembangan dan aplikasi teknologi biogas di dunia, dapat dikatakan bahwa teknologi ini
sudah cukup mapan dan terbukti dapat memproduksi energi non BBM yang sekaligus ramah
lingkungan. Bagi masyarakat dan kalangan usaha terutama pelaku usaha mikro kecil,
produksi biogas sangatlah menguntungkan.
Konversi penggunaan biogas sebagai bahan bakar alternatif merupakan
penghematan untuk menggantikan bahan bakar fosil seperti minyak tanah dan elpiji.
Umpan biogas juga merupakan limbah yang dimanfaatkan dengan proses biologi anaerobic
dalam reaktor. Ampas atau limbah buangan reaktor biogas juga memiliki potensi ekonomi
untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik. Reaktor biogas merupakan salah
satu solusi praktis teknologi energi tepat guna yang mudah dan murah diimplementasikan
untuk masyarakat termasuk masyarakat pelosok. Pengoperasian dan perawatannya juga
sangat mudah dan tidak membutuhkan SDM dengan keahlian khusus. Untuk
pembangunannya pun telah banyak SDM di Indonesia yang terlatih dan telah siap
mengaplikasikan beragam teknologi reaktor biogas.
2.5. Pembangunan Pembangkit Listrik dari Limbah (Biogas) Industri Kelapa Sawit dan
Biomassa dari Pelepah Sawit
Komoditas perkebunan yang cukup besar produktifitasnya di Indonesia antara lain
Kelapa Sawit, Kelapa dan Tebu. Selain dari produk utamanya, komoditas tersebut juga
menghasilkan limbah Biomassa yang besar. Limbah biomassa kering kelapa sawit antara lain
berupa tepas/pelepah, angkang, bungkil dan tandan kosong. Dari kelapa terdapat limbah
biomassa kering berupa tempurung, serbuk kayu dan sabut. Sedangkan tebu menghasilkan
limbah kering daun dan bagas/ampas tebu. Dari ketiga komoditas ini, kelapa sawit
berkembang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Produksi limbah cair pabrik kelapa sawit (palm oil mill effluent, POME) di Indonesia
diperkirakan sebesar 28,7 juta ton/tahun. POME adalah limbah cair kelapa sawit yang masih
mengandung banyak padatan terlarut. Sebagian besar padatan terlarut ini berasal dari
material lignoselulosa mengandung minyak yang berasal dari buah sawit. Umumnya
pengolahan POME dilaksanakan secara konvensional yaitu dengan menggunakan sistem
kolam (pond). Selain memerlukan biaya operasional dan memerlukan lahan yang luas,
sistem ini juga menghasilkan emisi gas rumah kaca. Padahal POME merupakan bahan baku
potensial untuk menghasilkan biogas.
Tabel 2.4 Produksi Padi dan Jagung Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2011
Sumber: http://santosorising.blogspot.com
Gambar 2.12 Model Pengering Gabah
Sumber: aneka-sains.blogspot.com
Gambar 2.13 Proses Konversi Biologis
Diantara limbah cair ini, yang paling besar dampak buangannya adalah limbah dari
feces manusia (buangan BAB, buang air besar). Pemanfaatan limbah cair domestik
merupakan salah satu cara untuk memproduksi energi yang terbarukan. Salah satu alternatif
pembuangan limbah feces adalah dengan metode pengolahan reaktor biogas.
Model pengolahan reaktor biogas dari limbah domestik ini telah dikembangkan di
beberapa tempat. Salah satunya adalah reaktor Biogas dari kotoran manusia yang terus
dikembangkan di Pondok Pesantren. Model pengembangan biogas feces di pesantren
merupakan salah satu jalan untuk memenuhi syarat jumlah komoditas di wilayah tertentu.
Pembangunan instalasi biogas di pesantren ini juga berpotensi menciptakan ekopesantren
atau pesantren berwawasan lingkungan yang turut peduli terhadap pengolahan limbah dan
penggunaan energi alternatif.
BAB III
ALTERNATIF PEMBIAYAAN INVESTASI WASTE TO ENERGY
11
Kajian Kesiapan UMKM Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses Pembiayaan, 2012, BI.
Sasaran dari program pinjaman lunak ini adalah industri dengan skala Usaha Kecil
dan Menengah (UKM). Bank pelaksana dari kegiatan program ini terdiri dari 4 BPD, 1 Bank
Nasional yaitu Bank BNI, Bank Jateng, Bank Nagari, Bank Jabar Banten, dan BPD Bali dengan
tingkat suku bunga efektif mencapai 9 14 persen. Tujuan dari pinjaman ini adalah untuk
mendorong agar UMK dapat mengurangi limbah produksi melalui peningkatan efisiensi
dalam penggunaan energi, bahan baku dan pengolahan limbah.
Kemudian komponen investasi yang dapat dibiayai dalam program Industrial Efficiency and
Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2), yaitu :
- Peralatan pencegahan pencemaran (Mesin produksi yang ramah lingkungan, mesin
yang lebih efesien dari segi bahan baku, energi dan berkurangnya cacat serta
kegagalan produk).
- Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Instalasi Pengendalian Pencemaran Udara
(IPPU), Instalasi Pengolahan Limbah Padat (IPLP), Instalasi Daur Ulang Limbah (IDUL);
- Jasa konsultasi desain sistem dan konstruksi sipil, pencegahan dan pengendalian
pencemaran, serta daur ulang;
- Lahan tapak IPAL.
Pada komponen modal kerja yang dapat dibiayai yakni modal kerja permanen yang
terkait investasi seperti bahan kimia, suku cadang dan lain-lain yang terkait dengan mesin
atau alat yang dibiayai oleh IEPC2 (tidak lebih dari 40 persen). Sedangkan komponen
investasi yang tidak dapat dibiayai dalam program Industrial Efficiency and Pollution Control
tahap ke 2 (IEPC2), yaitu :
- Biaya administrasi;
- Pajak;
- Bangunan pabrik, gudang, kantor, kantin;
- Kompensasi dan pembebasan lahan pabrik;
- Biaya operasi dan pemeliharaan;
- Alat transportasi;
- Power plant, genset;
- Alat transportasi;
Bank Pelaksana adalah bank yang menampung dana dari KFW Jerman dan
menyalurkan melalui Bank Penyalur. Bank Pelaksana dalam program Industrial Efficiency
and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2) adalah Bank Negara Indonesia dan Bank Ekspor
Indonesia. Sedangkan bank penyalurnya adalah:
- Bank Negara Indonesia
- Bank Jateng
- Bank BPD Kaltim
- Bank Kalbar
- Bank Bukopin
- Bank Niaga
Program Debt for Nature Swap (DNS) dengan Pemerintah Jerman adalah suatu
program yang memberikan keringanan hutang dari Pemerintah Jerman kepada Pemerintah
Indonesia melalui penyediaan sejumlah dana oleh Pemerintah Indonesia untuk kegiatan
pengelolaan lingkungan hidup. Dana DNS adalah dana program bantuan pendanaan
investasi lingkungan bagi UMK yang bersumber dari DNS Pemerintah Jerman.
Inti dari program DNS-KLH adalah Bank dapat membiayai usaha kecil dan mikro,
dimana sumber pendanaan berasal dari alokasi pembayaran hutang pemerintah sebesar 80
persen dari total pembiayaan dan sisanya 20 persen berasal dari dana komersial perbankan.
Besarnya pembiayaan yang dapat diterima oleh nasabah adalah s.d. Rp. 500 juta. Beberapa
Benefit yang dapat diterima oleh nasabah kecil dan mikro yang dibiayai adalah:
1) Akses ke perbankan bagi usaha kecil dan mikro menjadi lebih mudah. Selama ini
usaha kecil dan mikro mengalami kesulitan dalam mengakses pendanaan dari
perbankan, karena memang sifat usaha mereka yang belum bankable.
2) Tingkat bunga atau margin yang dikenakan lebih murah dari tingkat bunga
perbankan secara umum yaitu setara dengan 12 persen eff.p.a. Sebagai informasi
bahwa tingkat bunga pembiayaan kecil dan mikro di perbankan berada pada kisaran
20 persen eff. p.a. ke atas. Sudah lazim kita ketahui bahwa perbankan
membebankan tingkat bunga yang cukup tingga untuk nasabah kecil dan mikro. Hal
ini sejalan dengan tingkat risiko yang relatif tinggi di segmen ini.
3) Mensukseskan program pemerintah khususnya dalam upaya pelestarian lingkungan.
4) Membantu pemerintah dalam mengurangi hutang kepada pemerintah Jerman.
Sebagai informasi bahwa Rp. 1 dana pembiayaan yang disalurkan akan melunasi Rp.
2 hutang pemerintah Indonesia kepada pemerintah Jerman. Semakin besar
portofolio pembiayaan program ini, maka hutang pemerintah Indonesia akan
semakin cepat terbayar.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rumah
tangga di maksimal delapan provinsi di Indonesia, dengan target konstruksi minimal 8,000
reaktor biogas rumah yang diharapkan dapat memberi beragam manfaat ganda.
Pemanfaatan teknologi biogas secara langsung berkontribusi terhadap naiknya tingkat
kesejahteraan hidup rumah tangga di pedesaan khususnya bagi anak-anak dan perempuan.
Hal ini sekaligus membuka kesempatan kerja dengan membuka sektor bisnis dan usaha
(mulai dari pemasok hingga pekerja). Manfaat lain termasuk metode yang hemat waktu dan
dana seperti pengurangan berbagai bahan bakar yang tidak terbarukan seperti kayu bakar,
batu bara dan bahan bakar fosil yang telah terbukti merusak baik lingkungan dan kesehatan;
mempromosikan hidup organik melalui penggunaan bio-slurry atau ampas biogas yang
menyuburkan tanah sehingga menghasilkan panen perkebunan dan pertanian yang lebih
tinggi hingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi lokal.
Telah diakui secara luas bahwa energi memainkan peran penting dalam mendukung
upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium dan dalam meningkatkan kesejahteraan
hidup masyarakat miskin di seluruh dunia. Sebagai tindak lanjut dari KTT Pembangunan
Berkelanjutan, pemerintah Belanda telah menformulasikan program aksi untuk
pembangunan berkelanjutan. Dengan kemampuan program untuk mengatasi hubungan
antara kemiskinan dan energi yang memungkinkan akses ke jasa energi untuk 10 juta orang
(2 juta rumah tangga) sebagai salah satu hasil yang diinginkan, pemerintah Belanda
menyediakan EUR 500 juta untuk mempromosikan energi terbarukan di sejumlah negara
berkembang.
Melalui Program Biogas Rumah Indonesia, Pemerintah Belanda mengalokasikan EUR
656,535 untuk memungkinkan pembentukan sektor biogas berorientasi pasar yang layak
dan mandiri. Program ini diimplementasikan mulai 15 Mei 2009 hingga 31 Desember 2013.
Dengan sekitar 43 persen atau 92.9 juta penduduk di Indonesia yang terjun dalam
pertanian (FAO, 2005), seperempat dari luas tanah masih diolah dan jumlah kelompok tani
ternak tampaknya bertambah dari 37.000 menjadi 54.600 kelompok antara 1993 dan 1997.
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia berpotensi baik dalam jangka panjang untuk
pengembangkan sektor biogas rumah yang berkelanjutan secara nasional. Sektor pertanian
Indonesia menunjukkan peningkatan substansial sebanyak 56 persen dan jumlah rumah
tangga ternak meningkat 20 persen dari 3,74 juta menjadi 4,49 juta antara 1983 dan 1993.
(Bank Dunia, 2002).
Berdasarkan studi kelayakan yang telah dilakukan sebelum inisiasi program, pulau
Jawa, Sumatera Barat dan Bali menjadi fokus awal program BIRU karena populasi ternak di
lokasi-lokasi ini tinggi dengan sebagian besar hewan ternak dikandangkan. Meski demikian,
keputusan ini tidak hanya mempertimbangkan potensi pasar teknis semata, namun juga
keberadaan dari kemampuan pelaksana untuk segera mengikutsertakan diri dalam
beberapa fungsi primer dari program nasional: konstruksi dan servis pasca penjualan serta
pemberian kredit. Pemilihan provinsi-provinsi target biasanya diawali dengan pelaksanaan
studi pasar. Pada saat ini, Program BIRU beroperasi di tujuh provinsi di Indonesia: Jawa
Barat, DI Yogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan
dan Lampung.
Plafon Peserta KKP-E per individu maksimum sebesar Rp. 100 juta dan untuk
Koperasi, Kelompok Tani dan/atau Gabungan Kelompok Tani (KKP-E Pengadaan pangan
gabah, jagung, dan kedelai serta perikanan) maksimum sebesar Rp. 500 juta. Sedangkan
untuk pengadaan/ peremajaan peralatan dan mesin, batas maksimum kredit adalah sebesar
Rp. 500 juta.
Bank Pelaksana KKP-E sebanyak 22 bank yang menyediakan alokasi kredit KKP-E
dengan plafon total sebesar Rp. 9,34 triliun (posisi per 28 Februari 2013). Outstanding KKP-E
s.d. 28 Februari 2013 adalah sebesar Rp. 4,01 triliun atau sebesar 42,92 persen dari total
plafon. Realisasi subsidi bunga TA 2012 sebesar Rp. 196,08 miliar (87,20 persen) dari alokasi
TA 2012 sebesar Rp. 224,86 miliar. Formulasi perhitungan KKP-E adalah sebagai berikut:
3) Memilih dan mengunjungi satu atau dua sampel peserta KKP-E dengan
mempertimbangkan jarak dan waktu pelaksanaan monitoring KKP-E.
Realisasi penyaluran KPEN-RP masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh berbagai
macam kendala pada proses penyaluran kredit kepada peserta KPEN-RP, salah satunya yang
sangat mengemuka adalah masalah sertifikasi lahan.
Gambar 3.2 Skema Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-
RP)
Plafon Peserta KPEN-RP per individu maksimum seluas 4 ha dengan nominal yang
disesuaikan dengan peraturan Ditjen Perkebunan, Kementerian Keuangan. Untuk
mengetahui kebenaran perhitungan subsidi bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan kepada
Bank Pelaksana, maka perlu dilakukan verifikasi terhadap pembayaran subsidi bunga KPEN-
RP sebagaimana ketentuan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana
KKP-E dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara.
c. Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NAD-Nias) untuk Korban Bencana
Alam Gempa dan Tsunami
Bencana alam gempa dan gelombang tsunami akhir tahun 2004 yang lalu telah
mengakibatkan kerusakan yang luar biasa diberbagai aspek kehidupan masyarakat di
wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias.
Kehilangan/kerusakan aset, ditambah dengan sarana dan prasarana perekonomian yang
belum sepenuhnya pulih, yang mengakibatkan biaya operasional usaha menjadi mahal,
pada akhirnya mengakibatkan pengusaha lokal sulit untuk segera bangkit kembali dari
keterpurukan akibat bencana alam tersebut.
Rapat konsultasi antara Tim Pengawas Penanggulangan Bencana Alam di Propinsi
NAD dan Nias Sumatera Utara - DPR RI dengan Pemerintah c.q. Menteri Keuangan pada
tanggal 27 Maret 2007 disepakati bahwa pengusaha lokal perlu dibantu dan diberdayakan
untuk dapat berperan serta mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi perekonomian Provinsi
NAD dan Kepulauan Nias melalui penyediaan kredit dengan tingkat bunga yang terjangkau
yang mengedepankan pendanaan perbankan dengan subsidi bunga Pemerintah.
Sebagai tindaklanjut hasil Rapat di atas dan sebagai pelaksanaan Kredit
Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias korban bencana Alam Gempa dan Tsunami, telah
ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tanggal 23 Juli 2008 tentang
Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NAD dan Nias). Surat Kuasa Menteri
Keuangan No. SKU-295/MK/2008 tanggal 20 Agustus 2008 tentang pelimpahan kuasa
kepada Dirjen Perbendaharaan dalam rangka KPP NAD dan Nias.
Terkait Pelaksanaan dari kegiatan ini telah dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan No.135/PMK.05/ 2008 pada tanggal 18
Agustus 2008 di Banda Aceh, NAD dan tanggal 24 Agustus 2008 di Nias, Kepulauan
Nias (Sumatera Utara);
2) Penetapan Bank Pelaksana KPP NAD dan Nias, yaitu PT. Bank Sumut dan PT. BPD
Istimewa Aceh, Bank Mandiri dan Bank BNI (Bank BRI menolak untuk menjadi bank
pelaksana);
3) Peraturan Gubernur NAD dan Peraturan Gubernur terkait pelaksanaan teknis KPP
NAD dan Nias.
Realisasi outstanding penyaluran KPP NAD-Nias s/d 28 Februari 2013 oleh BPD Aceh,
BPD Sumatera Utara, BNI dan Bank Mandiri selaku Bank Pelaksana sebesar Rp. 26,33 miliar
(3,13 persen) dari komitmen sebesar Rp. 840 miliar dan realisasi subsidi bunga Tahun
Anggaran 2012 sebesar Rp. 1,39 miliar (27,86 persen) dari alokasi subsidi sebesar Rp. 5
miliar.
Pembayaran subsidi bunga KPP NAD Nias kepada Bank Pelaksana dilakukan
berdasarkan saldo harian KPP-NAD secara bunga tunggal dan dihitung berdasarkan hari
yang sebenarnya dengan ketentuan 1 (satu) tahun dihitung 365 (tiga ratus enam puluh lima)
hari sebagai faktor pembagi tetap, dan dibayarkan setiap 6 bulan, dengan ketentuan:
1) periode bulan Oktober s.d. Maret, subsidi bunga ditagihkan pada bulan April; dan
2) periode bulan April s.d. September, subsidi bunga ditagihkan pada bulan Oktober.
sapi dalam lima tahun. Pelaku Usaha perlu diberikan bantuan tingkat bunga yang memadai
untuk melaksanakan program pemerintah melalui swasembada daging sapi melalui program
subsidi bunga kredit yang disalurkan oleh perbankan pelaksana.
Penyaluran KUPS berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK.05/2009
tanggal 18 Agustus 2009 sebagaimana telah diubah dengan PMK No.241/PMK.05/ 2011
tanggal 27 Desember 2011 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi, yang diantaranya
mengatur tentang pemberian subsidi bunga kepada Pelaku usaha pembibitan sapi.
Realisasi penyaluran KUPS hingga 28 Februari 2013 oleh 12 Bank Pelaksana sebesar
Rp. 575,24 miliar (14,51 persen) dari komitmen pendanaan sebesar Rp. 3,96 triliun.
Sedangkan realisasi pembayaran subsidi bunga KUPS hingga 31 Desember 2012 adalah
sebesar Rp. 26,98 miliar (63,40 persen) dari plafon sebesar Rp. 42,55 miliar. 12 Bank
Pelaksana KUPS adalah Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BPD Sumut, BPD
Sumbar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, BPD Bali, BPD NTB dan BPD Jambi.
Formula Perhitungan Subsidi Bunga KUPS:
Keterangan :
1) Outstanding: penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit
2) Tingkat subsidi bunga: tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan
3) Hari bunga: sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode
4) Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode: tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur sesuai
perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana KUPS
Keterangan:
1. Outstanding = penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit
2. Tingkat subsidi bunga = tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan
3. Hari bunga = sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode
Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode = tanggal terakhir pelunasan kredit oleh
debitur sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana S-SRG.
pengendalian polusi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Usaha Mikro atau Usaha Kecil
yang bertujuan untuk mengurangi tingkat polusi dan meningkatkan efisiensi produksi.
Kegiatan peningkatan produksi merupakan kegiatan pada semua sektor ekonomi yang
dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan Usaha
Mikro atau Usaha Kecil
Pola penyaluran KUMK terbagi dua yaitu langsung dipinjamkan pemerintah kepada
BUMN Pengelola yang selanjutnya diteruspinjamkan kepada LKP untuk dipinjamkan kembali
kepada usaha mikro dan kecil atau pemerintah meminjamkan dana SU-005 kepada LKP yang
ditunjuk langsung oleh Menteri Keuangan untuk dipinjamkan kepada usaha mikro dan kecil.
Atas dana yang diterima, BUMN Pengelola/LKP membayar bunga sebesar BI rate 3 (tiga)
bulan secara triwulanan, dengan ketentuan apabila terjadi keterlambatan pembayaran
pokok/bunga maka akan dikenakan denda sebesar 4% di atas tingkat bunga yang dikenakan.
Guna mendorong penyaluran KUMK dalam rangka peningkatan penyaluran KUMK,
dipersyaratkan bahwa apabila outstanding KUMK kurang dari 80%, maka BUMN
Pengelola/LKP akan dikenakan denda sebesar 4% atas selisih outstanding tersebut. Risiko
KUMK sepenuhnya (100%) ditanggung oleh BUMP Pengelola/LKP.
Usaha yang dapat dibiayai adalah usaha mikro dan kecil pada semua sektor ekonomi,
yang dinilai layak untuk dibiayai sesuai asas-asas perkreditan yang sehat, serta tidak sedang
memperoleh KUMK dari LKP lain atau kredit di luar KUMK dari LKP lain. Dengan plafon
individual untuk usaha kecil maksimal sebesar Rp.500 juta dan usaha mikro maksimal Rp.50
juta. Jangka waktu KUMK untuk kredit investasi maksimal 5 tahun dan kredit modal kerja
maksimal 1 tahun (dapat diperpanjang maksimal 2 kali). Peserta KUMK tidak dikenakan
Biaya Komitmen dan Biaya Provisi.
Pengenaan tingkat bunga kepada Usaha Mikro dan Kecil sebesar:
1. dari BUMN Pengelola kepada LKP:
a. spread bunga dari Bank Mandiri kepada BSM adalah 0% (pass on);
b. spread bunga dari PNM kepada LKP maksimal 4% sedangkan dari LKP kepada
usaha mikro dan kecil maksimal 9%.
2. dari LKP kepada usaha mikro dan kecil:
a. spread bunga dari LKP perbankan kepada:
b. usaha mikro setinggi-tingginya adalah 10%;
c. usaha kecil setinggi-tingginya adalah 7%.
d. spread bunga Pegadaian kepada usaha mikro & kecil maksimal 12%.
Dengan telah diperpanjangnya pinjaman pendanaan KUMK dari Pemerintah kepada
BUMN Pengelola/LKP selama 10 (sepuluh) tahun dari semula 10 Desember 2007 s.d 10
Desember 2009 menjadi 10 Desember 2017 s.d. 10 Desember 2019, dari 31 BUMN
Pengelola/LKP KUMK sebanyak 22 (dua puluh dua) BUMN Pengelola/LKP menyatakan
memperpanjang pinjaman pendanaan KUMK, yang mana 1 (satu) diantaranya mengajukan
pengurangan plafon pinjaman, sedangkan 10 BUMN-P/LKP lainnya menyatakan tidak
memperpanjang pinjamannya atau mengembalikan pinjaman sesuai dengan jadwal
angsuran.
Dari total plafon Rp.9,9 triliun dana SU-005, telah diteruspinjamkan sebesar 3,1
triliun kepada 31 BUMN Pengelola/LKPdan telah dilunasi oleh 10 BUMN. Atas dana angsuran
dari BUMN Pengelola/LKP yang tidak memperpanjang, pada tahun 2011 dilanjutkan dengan
Kredit Investasi Pemerintah (KIP) melalui PMK No.193/PMK.05/2011 tanggal 1 Desember
2011 berupa penambahan pinjaman kepada Bank Sumbar sebesar Rp300 miliar, Bank Jatim
sebesar Rp200 miliar dan pinjaman baru kepada Bank Jateng sebesar Rp 42 miliar, sehingga
s.d 31 Desember 2012 terdapat 2 BUMN Pengelola dan 20 LKP dengan sisa outstanding
pinjaman sebesar Rp.2,72 triliun.
5) Untuk KUR sampai dengan Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan KUR
melalui lembaga linkage sampai dengan Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah)
per UMKM-K, tidak diwajibkan melampirkan hasil Sistem Informasi Debitur.
Pendanaan KUR bersumber dari bank pelaksana, sedangkan penjaminan KUR
dilaksanakan oleh 2 Lembaga Penjaminan Kredit, yaitu PT Askrindo dan Perum Jamkrindo
yang telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober
2008. Atas kredit/pembiayaan yang dijaminkan, lembaga penjaminan kredit mendapat
Imbal Jasa Penjaminan (IJP) atau premi dari Pemerintah.
Penjaminan kredit/pembiayaan kepada UMKMK dilaksanakan secara otomatis
bersyarat, dan UMKMK yang mendapat fasilitas penjaminan adalah usaha produktif yang
layak, namun belum bankable. Tata cara pelaksanaan KUR adalah sebagai berikut:
1) KUR yang disalurkan kepada setiap UMKM-K dapat digunakan baik untuk kredit
modal kerja maupun kredit investasi, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. paling tinggi sebesar Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dengan tingkat
bunga kredit/margin pembiayaan paling tinggi sebesar/setara 22 persen (dua
puluh dua persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan;
b. Di atas Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin
pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14 persen (empat belas
persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas
rekomendasi Komite Kebijakan.
2) KUR yang disalurkan melalui linkage program pola executing, dapat dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Plafon yang diberikan kepada setiap lembaga linkage paling tinggi sebesar Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
b. Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi
sebesar/setara 14 persen (empat belas persen) efektif per tahun atau
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan;
c. Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan lembaga linkage
kepada UMKM-K paling tinggi sebesar/setara 22 persen (dua puluh dua persen)
efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi
Komite Kebijakan.
3) UMKM-K yang telah menerima KUR dapat menerima fasilitas penjaminan dalam
rangka perpanjangan, restrukturisasi, dan tambahan pinjaman (suplesi) dengan
syarat masih dikategorikan belum bankable, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi dapat diberikan
sepanjang tidak melebihi 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan 10
(sepuluh) tahun untuk kredit investasi terhitung sejak tanggal efektifnya
perjanjian kredit awal antara bank pelaksana dan UMKM-K;
b. Dalam hal kredit/pembiayaan investasi untuk usaha perkebunan tanaman keras,
perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi tidak dapat
diberikan;
c. Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat plafon pinjaman dan tingkat
bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
d. Mekanisme pelaksanaan perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan
tambahan pinjaman (suplesi) diatur lebih lanjut dalam perjanjian kredit antara
Bank Pelaksana dan debitur.
4) Besarnya Imbal Jasa Penjaminan yang dibayarkan kepada Perusahaan Penjaminan
ditetapkan sebesar 3,25 persen (tiga koma duapuluh lima persen) per tahun atau
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan, yang
dibayarkan setiap tahun dan dihitung dari KUR yang dijamin, dengan ketentuan:
a. Untuk kredit modal kerja dihitung dari plafon kredit;
b. Untuk kredit investasi dihitung dari realisasi kredit.
5) Persentase jumlah KUR yang dijaminkan kepada Perusahaan Penjaminan ditetapkan
sebesar:
a. 80 persen (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana
kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor pertanian, kelautan dan
perikanan, kehutanan dan industri;
b. 80 persen (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana
kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk KUR Tenaga Kerja Indonesia;
c. 70 persen (tujuh puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana
kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor lainnya.
Pemerintah memberikan Imbal Jasa Penjaminan KUR selama jangka waktu paling
lama 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan paling lama 10 (sepuluh) tahun untuk
kredit investasi termasuk untuk perpanjangan, tambahan pinjaman (suplesi), dan
restrukturisasi. Sedangkan untuk kredit/pembiayaan investasi di sektor tanaman keras,
jangka waktu paling lama adalah 13 tahun dan tidak dapat diperpanjang jangka waktunya.
Formula perhitungan Imbal Jasa Penjaminan KUR adalah sebagai berikut:
pembayaran kembali kredit PDAM kepada bank dan subsidi atas bunga yang dikenakan oleh
bank sebagaimana tercantum dalam peraturan Presiden RI nomor 29 tahun 2009 tentang
pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh pemerintah pusat. Pemberian jaminan atas
utang perusahaan daerah air minum (PDAM) sekaligus memberikan subsidi bunga atas
kredit yang diberikan bank kepada perusahaan daerah tersebut. Langkah ini diharapkan
akan memperbaiki kondisi keuangan perusahaan dan pada akhirnya memperlancar pasokan
air bersih di daerah. Kredit yang diberikan hanya untuk investasi, berdasarkan perjanjian
antara PDAM dan bank. Besaran penjamian oleh pemerintah pusat sebesar 70 persen
dengan pembebanan realisasi pembayaran 40 persen pemerintah pusat dan 30 persen
pemerintah daerah dari jumlah keseluruhan kewajiban pembayaran kembali kredit,
sedangkan 30 persen menjadi resiko bank pemberi kredit.
Jaminan atas pembayaran kembali kredit PDAM kepada bank mencapai 70 persen
dari jumlah kewajiban PDAM yang telah jatuh tempo, sedangkan sisanya 30 persen menjadi
risiko bank pemberi kredit. Adapun subsidi bunga diberikan kepada PDAM sebesar selisih
antara suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) dengan suku bunga kredit investasi yang
disepakati oleh bank pemberi kredit investasi, atau paling tinggi lima persen. Pemberian
jaminan Pemerintah Pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan menerbitkan Surat
Jaminan Pemerintah Pusat.
Setiap pembayaran jaminan Pemerintah Pusat kepada bank harus didahului dan
didasarkan pada perjanjian pinjaman antara PDAM dan Pemerintah Pusat sebesar jumlah
yang akan dibayarkan kepadabank sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak dapat
dipenuhi PDAM. Jaminan dan subsidi diberikan kepada dua jenis PDAM, yakni PDAM yang
tidak memiliki tunggakan kepada pemerintah pusat maupun PDAM yang masih mempunyai
kewajiban kepada pusat.Catatan Kementerian Keuangan menyebutkan, total utang
ditambah bunga dan denda 107 PDAM mencapai Rp. 4,8 triliun. Dalam data yang
dikemukakan Kementerian Pekerjaan Umum dijelaskan, utang 190 PDAM yang jatuh tempo
hingga 2008 mencapai Rp. 4,394 triliun. Utang itu terdiri atas utang pokok Rp. 1,435 triliun
dan tunggakan berupa denda, bunga, serta commitment charge sebesar Rp. 2,959 triliun
berkembang dan masyarakat di luar Prancis selama lebih dari 70 tahun. Negara-negara yang
telah mendapatkan bantuan: Sub-sahara Afrika: Benin, Burkina Faso, Rep. Afrika Tengah,
Chad, Komoros, Kongo, Ghana, Guinea, Madagaskar dll. Lembaga ini mempunyai banyak
proyek di 70 negara dengan besaran pembiayaan 950 miliar euro. Proyek-proyek tersebut
meliputi air minum, transportasi, pengurangan emisi, telekomunikasi, perlistrikan,
pendidikan dasar, pinjaman mikro.
Di Indonesia sendiri, AFD memulai aktivitasnya sejak tahun 2007 dengan fokus untuk
pinjaman program perubahan iklim (Climate Change Program), bantuan teknis dan keahlian
dalam teknologi hijau (Green Technology), serta pendanaan publik dan swasta. Agence
Francaise de Development (AFD) memberikan pinjaman senilai US$ 50 juta (Rp. 500 miliar)
melalui PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) untuk pengembangan energi terbarukan dan efisiensi
energi. Pinjaman tersebut memiliki tenor panjang, yakni maksimum 10 tahun. Pinjaman itu
merupakan nilai maksimum, namun Bank Bukopin dapat meningkatkan seiring dengan
peningkatan kinerja bisnis terkait proyek-proyek energi terbarukan dan efisiensi energi.
Tujuan pinjaman ini adalah memperoleh pendanaan jangka panjang dan peningkatan
pendapatan bunga dan pendapatan non-bunga (fee-base), sekaligus meningkatnya
portofolio energi terbarukan. Proyek-proyek yang akan dibiayai oleh AFD ini sejalan dengan
program 'Protokol Kyoto' yang bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan
industri dunia, terkait dengan perubahan (perbaikan) iklim dunia.
Sebelum dengan Bank Bukopin, guna mendukung pengembangan energi terbarukan
dan proyek efisiensi energi di Indonesia, Agence Francaise de Development (AFD) juga telah
memberikan dana pinjaman kepada PT Bank Mandiri Tbk senilai US$100 juta.
Penandatangan fasilitas kredit ini dilakukan pada bulan November 2013. Fasilitas tersebut
merupakan pinjaman kedua setelah pinjaman pertama pada tahun 2010. Fasilitas ini
memiliki tenor 5 sampai 10 tahun dan akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang
memenuhi kriteria, baik yang diimplementasikan oleh perusahaan milik negara maupun
swasta, terutama untuk sektor energi seperti hydropower, geothermal, biogas, dan lain-lain
dalam berbagai ukuran dan kapasitas.
AFD merupakan lembaga keuangan pemerintah Perancis yang memiliki reputasi baik
di dunia internasional dan kepedulian tinggi terhadap konservasi energi dan lingkungan
hidup. Lembaga ini juga memiliki perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi serta
penghapusan kemiskinan khususnya bagi negara-negara berkembang. Lembaga yang telah
berada di Indonesia sejak 2005 ini sebelumnya juga telah terlibat dalam berbagai proyek
pembiayaan lingkungan hidup, seperti rekonstruksi pasca tsunami di Aceh dan konservasi
kelautan Indonesia.
Bank Mandiri telah memanfaatkan pinjaman pertama sebesar US$97 juta untuk
membiayai proyek nasabah di bidang hydropower, biogas, dan combined-cycle powerplant.
Fasilitas kedua ini juga membantu PT Bank Mandiri Tbk memperkuat struktur pembiayaan
jangka panjang dan meningkatkan pembiayaan untuk proyek ramah lingkungan yang dapat
mendukung peningkatan investasi di Indonesia.
Negara yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan pembangunan energi terbarukan. Pemerintah mengucurkan dana
alokasi khusus (DAK) kepada tujuh puluh satu kabupaten di seluruh Indonesia pada tahun
anggaran 2013. Sejak tahun anggaran 2013, DAK berbeda dengan kegiatan dimana
sebelumnya yang hanya mengeimplementasikan pengembangan energi baru terbarukan
untuk listrik maka untuk kegiatan DAK tahun 2013juga akan memfasilitasi pemanfaatan
biogas. Diharapkan Kabupaten penerima memiliki rencana kegiatan yang akan didanai dari
DAK bidang energi perdesaan secara partisipatif berdasarkan konsultasi dengan berbagai
pemangku kepentingan sehingga kegiatan akan menghasilkan energi yang diprioritaskan
pada desa yang belum terjangkau listrik dari PT PLN (Persero).
DAK ini dialokasikan untuk diversifikasi energi yaitu memanfaatkan sumber energi
terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan, termasuk
masyarakat di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, terhadap energi modern. Dalam
Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2013, DAK Bidang Energi Perdesaan diarahkan
untuk membiayai kegiatan fisik pembangunan instalasi pemanfaatan energi terbarukan yang
meliputi, pembangunan PLTMH baru; kemudian rehabilitasi PLTMH yang rusak,
perluasanatau peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH yang rusak; lalu
pembangunan PLTS Terpusat dan/atau PLTS Tersebar; dan Pembangunan instalasi Biogas
skala rumah tangga. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan program pemerintah melalui
pelaksanaan DAK EBT yang menekankan pada 2 (dua) hal penting, yaitu upaya diversifikasi
energi di sisi penyediaan dengan mengutamakan sumber energi baru terbarukan, serta
mendorong percepatan pembangunan daerah yang rasio elektrifikasinya relatif masih
rendah.(ferial)
Sedangkan dalam Peraturan menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2014, diatur mengenai
spesifikasi umum dan khusus dari pembangunan instalasi biogas skala rumah tangga.
Spesifikasi umumnya adalah sebagai berikut:
4. Instalasi biogas skala rumah tangga dibangun untuk unit tangki pencerna/ digester
anaerob menggunakan tipe kubah tetap (fixed dome) dan diterapkan untuk seluruh
wilayah penerima DAK Bidang Energi Perdesaan;
5. Khusus untuk wilayah di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara,
Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, dapat menggunakan tipe serat kaca
(fiber glass).
6. Untuk wilayah yang rawan bencana alam dimungkinkan untuk melakukan perubahan
tipe tangki pencerna (digesterj Biogas, dengan melampirkan surat konfirmasi adanya
potensi bencana alam oleh kepala desa dan/ atau kepala stasiun Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) yang terdekat.
7. Pembangunan instalasi Biogas skala rumah tangga dilakukan oleh kontraktor
pelaksana yang memiliki tenaga ahli yang ditandai dengan sertifikat atau surat
keterangan pelatihan di bidang Biogas oleh lembaga pelatihan atau institusi
lokal/internasional di bidang pelatihan atau pengembangan instalasi Biogas.
8. Pembangunan unit tangki pencerna (digester) anaerob tipe kubah tetap (fixed dome)
menggunakan material, peralatan dan dimensi material sebagaimana yang
dipersyaratkan untuk menjamin instalasi biogas dapat beroperasi normal.
9. Pembangunan unit tangki pencerna (digester) anaerob menggunakan material serat
kaca (fiberglass) yang memiliki tangki pencerna (digester) Biogas serat kaca
(fiberglass) yang diproduksi sesuai SNI 7639:20 II.
10. Pemasangan sistem pemipaan menggunakan material yang diproduksi dengan SNI
yang berlaku dengan ukuran panjang dan dimensi yang menjamin perangkat
peralatan Biogas dapat beroperasi normal.
11. Kompor Biogas yang digunakan adalah kompor yang khusus diproduksi untuk
pemanfaatan bahan bakar Biogas.
12. Skema instalasi Biogas skala rumah tangga adalah sebagaimana tercantum pada
gambar di bawah ini:
PIP juga dapat melakukan kerja sama investasi atau pembiayaan proyek-proyek
pembangunan terutama di bidang infrastruktur dengan mitra luar negeri. Salah satu fokus
bidang investasi dari PIP adalah program pembangunan yang ramah lingkungan, salah
satunya adalah energi terbarukan,
3.8. Usulan Pembiayaan Waste to Energy Melalui Kredit Program Ketahanan Pangan dan
Energi (KKP-E)
Pendanaan lingkungan merupakan instrumen berbasis intensif sebagai salah satu
strategi pengelolaan lingkungan hidup yang menggunakan pendekatan berbasis pasar
(market based instrument) dan dijalankan sebagai komplementari dari pendekatan
pengaturan dan pengawasan (command and control). Instrumen ini bekerja mempengaruhi
benefit-cost dari pelaku ekonomi melalui market signal.
Gambar 3.10 Skema Intensif Pembiayaan Terkait Target Penurunan Emisi Nasional 2020
Program pinjaman lunak ini direncanakan dibiayai oleh kredit program pemerintah
yang telah bergulir dengan beberapa tambahan insentif dan adaptasi mekanisme
pandanaan. Fasilitas baru ini diimplementasikan untuk lebih mendorong sektor riil berperan
aktif secara mandiri dalam mendukung program penurunan emisi nasional melalui kegiatan
pemanfaatan waste to energy.
Sumber dana pembiayaan program pinjaman lunak lingkungan berasal dari dana
Bank Pelaksana yang dikelola dan disalurkan berdasarkan ketentuan program. Insentif
pembiayaan berupa subsidi bunga diperoleh dari dana APBN yang dikucurkan melalui DIPA
Kementerian Keuangan. Dana subsidi dikucurkan kepada bank pelaksana untuk menutup
selisih yang harus ditanggung Bank Pelaksana atas pengurangan besaran bunga yang
disalurkan terhadap besaran bunga komersial. Dana subsidi juga dipergunakan besaran
bunga yang disalurkan terhadap besaran bunga komersial. Dana subsidi juga dipergunakan
untuk menutup selisih besaran jaminan yang ditanggung nasabah terhadap cover jaminan
sesuai ketentuan Bank Pelaksana.
Dalam rangka mendukung kelancaran program waste to energy, KLH mengalokasikan
dana untuk pelaksanaan kegiatan Pokja Program, assessment, pertemuan teknis, koordinasi,
monitoring dan evaluasi serta pelaporan diperoleh dari dana APBN melalui DIPA KLH.
Disamping itu, untuk meningkatkan kinerja program maka dipandang perlu membentuk TAU
dalam melaksanakan fungsi pendamping terhadap calon nasabah, bank pelaksana,
Kemenkeu dan KLH. Dana ini diperoleh dari dana APBN melalui DIPA KLH yang akan
membiayai kegiatan TAU.
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan Kementerian
Keuangan, KLH, dan Kementerian ESDM, muncul usulan bahwa untuk pengembangan WtE
dengan investasi sampai maksimum Rp. 500 juta (berkelompok), yaitu untuk Biogas Industri
Tahu dan Biogas dari Kotoran Sapi, dapat menggunakan skema KKP-E dikarenakan
membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama dan secara regulasi hanya membutuhkan revisi
PMK berupa Perubahan Ketiga atas PMK No. 79/PMK.05/2007 tentang KKP-E dan
penerbitan Peraturan Menteri LH atau Peraturan Menteri ESDM terkait KKP-E untuk WtE.
Sedangkan untuk pengembangan WtE dengan investasi lebih dari Rp. 500 juta, dapat
menggunakan skema PIP atau skema Kredit Program Baru (membutuhkan waktu yang lebih
lama), yaitu untuk PLT dari POME dan pelepah sawit dan penggunaan sekam padi untuk
pemanas/pengering/silo padi/jagung
Sementara itu, kondisi dari KKP-E sendiri sampai dengan Juni 2013 adalah sebagai
berikut:
- Per 30 Juni 2013 terdapat 22 Bank Pelaksana KKP-E:
a) 3 Bank BUMN, yaitu BRI, BNI, Mandiri
b) 5 Bank Swasta Nasional, yaitu Bukopin, BCA, BRI Agro, BII, CIMB Niaga
c) 14 Bank Pembangunan Daerah, yaitu BPD Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel Babel,
Riau, Jabar Banten, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB, Kalsel, Sulsel, Papua.
- Plafon Pendanaan:
d) KKP-E Tebu : Rp 3,38 T
a) KKP-E Lainnya: Rp 7,23 T
Terkait dengan usulan pembiayaan investasi WtE melalui KKP-E, setidaknya terdapat
beberapa pendapat pro dan kontra-nya, antara lain:
Selain pendapat pro dan kontra, terdapat juga beberapa tantangan penggabungan
usulan pembiayaan WtE melalui KKP-E, antara lain:
1. Pendanaan KKP-E dilakukan oleh perbankan sehingga perlu analisis kelayakan usaha
yang memadai (IRR, NPV, Payback Period, dan lain-lain) agar perbankan tertarik
untuk menyalurkan kredit waste to energy. (Contoh kasus KUPS: kelayakan usaha
pembibitan sapi tidak memadai namun dipaksakan untuk dibiayai dengan kredit
perbankan)
2. Penunjukan calon peserta KKP-E memerlukan rekomendasi dan pengesahan
Kebutuhan Indikatif Kredit/Rencana Kebutuhan Definitif Kelompok dari
kementerian/dinas teknis sehingga perlu disusun mekanisme/SOP penerbitan
rekomendasi oleh Kementerian LH. Kritik: saat ini proses rekomendasi dan
pengesahan RDKK cenderung lambat dan berbiaya.
3. Perlu disusun Nilai Kebutuhan Indikatif Kredit untuk masing-masing jenis proyek
waste to energy sebagai acuan perbankan dalam menganalisa kewajaran pengajuan
kredit.
4. Risiko kegagalan proyek waste to energy akan berbeda dengan risiko di sektor
pertanian sehingga perlu analisa kelayakan tingkat bunga yang akan menjadi beban
debitur
3.9. Peran Perbankan dan Konsep Pengembangan Skema Pembiayaan UMKM Ramah
Lingkungan12
Secara sekilas, lembaga perbankan sepertinya tak terpengaruh atas masalah
lingkungan yang ada saat ini. Meski secara internal, lembaga perbankan itu sendiri
umumnya menerapkan aspek ramah lingkungan dalam menjalankan aktivitasnya. Namun,
secara eksternal, bila disimak lebih mendalam hubungan yang terjadi antara lembaga
perbankan dengan entitas pengguna produk perbankan, maka kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh entitas pengguna jasa perbankan ini sangat signifikan. Dengan kata lain,
lembaga perbankan yang berperan sebagai mediator dalam mempengaruhi kegiatan
industri, secara tidak langsung akan berhadapan dengan risiko terkait dengan kerusakan
lingkungan hidup. Selanjutnya, merosotnya kualitas lingkungan hidup serta daya dukungnya
terhadap kegiatan ekonomi di dalamnya diperkirakan dapat mempengaruhi kualitas aktiva
dan ekspektasi pengembalian pembiayaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu tidak ada
pilihan lain bagi lembaga perbankan untuk menerapkan go green dan berperan pro-aktif.
Bahkan lembaga perbankan dapat berperan sebagai lokomotif dalam aspek kelestarian
lingkungan hidup melalui prinsip pembiayaan yang berpihak pada kelestarian lingkungan.
Kebijakan yang diterapkan lembaga perbankan sedikit banyak akan memaksa
industri (UMKM) untuk melakukan investasi melalui manajemen lingkungan yang tepat
guna. Jika kebijakan ini diimplementasikan secara proporsional sesuai dengan kondisi
UMKM, maka tidak mustahil kebijakan ini menjadi instrumen yang sangat efektif dalam
mencegah kerusakan lingkungan. Bahkan lembaga perbankan dapat berperan dalam
menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan etika dan tanggung jawab sosial
perusahaan melalui penerapan kebijakan investasi yang mempertimbangkan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan citra, daya
saing dan memberi keunggulan komparatif tersendiri bagi perbankan yang bersangkutan.
Menyimak pentingnya peran lembaga perbankan sebagai salah satu institusi yang
turut menentukan arah kebijakan terhadap kelestarian lingkungan, serta memperhatikan
kondisi UMKM yang sangat bervariasi untuk menerapkan usaha ramah lingkungan, maka
konsep pengembangan skema pembiayaan usaha ramah lingkungan adalah:
i. Bekerjasama dengan lembaga terkait seperti dinas-dinas yang mengelola lingkungan
hidup, perindustrian dan perdagangan serta pertambangan untuk melakukan
stratifikasi atau assesment secara berkala atau periodik terhadap UMKM yang
memiliki potensi pencemaran lingkungan. Pihak perbankan juga melakukan
assesment terhadap aspek feasibility usaha dan aspek bankable-nya terhadap
UMKM dimaksud. Hasil assesment akan diperoleh stratifikasi atau pengelompokkan
UMKM berdasarkan aspek kelayakan usaha dan aspek lingkungan yaitu potensi
pencemaran. Selanjutnya, kelompok UMKM dimaksud dapat memiliki kriteria
sebagai UMKM yang feasible dan bankable serta ramah lingkungan, atau kriteria
sebaliknya.
ii. Berdasarkan stratitifikasi tersebut dapat dirancang bentuk bantuan teknis dan skema
pembiayaan yang sesuai dengan kondisi masing-masing strata UMKM atau kriteria
yang dimiliki. Rancangan dimaksud dapat didiskusikan dengan dinas terkait,
sedangkan usulan skema pembiayaan termasuk sumber pembiayaan dapat diusulkan
12
Kajian Kesiapan UMKM Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses Pembiayaan, Bank Indonesia, 2012
melalui pemanfaatan dana dari program CSR dan didiskusikan lebih lanjut dengan
lembaga perbankan.
iii. Rancangan dan implementasi program bantuan teknis dalam rangka pengembangan
UMKM ramah lingkungan merupakan program multi years dan berkesinambungan.
Secara garis besar terdapat kelompok UMKM yang feasible, namun belum memiliki
potensi sebagai usaha ramah lingkungan sehingga diupayakan pemberian
pinjaman/pembiayaan dengan suku bunga yang menarik. Untuk kelompok UMKM
dengan keterbatasan kemampuan dari sisi keuangan dan kemampuan diupayakan
peningkatan kemampuan teknis sehingga akan mendorong UMKM menjadi feasible
seraya diarahkan usahanya memenuhi kriteria ramah lingkungan.
iv. Dukungan pemerintah dan lembaga domestik melalui edukasi dan sosialisasi secara
terencana dan berkesinambungan kepada UMKM dan masyarakat sangat diperlukan
dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap pentingnya
kelestarian lingkungan, diantaranya penggunaan produk-produk ramah lingkungan
serta adanya sanksi yang tegas dan bersifat mendidik bila diperlukan.
13
Ibid.
BAB IV
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PEMBIAYAAN
INVESTASI WASTE TO ENERGY MELALUI KREDIT PROGRAM
4.1. Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost and Benefit Analysis (CBA)
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis keuangan dan analisis biaya dan
manfaat (CBA) proyek pengembangan WtE bersumber dari survei lapangan (primer) dan
sumber data sekunder dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) dan
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Sumber data yang digunakan dalam penyusunan
asumsi dasar yang berasal dari survey adalah survey pada 3 (tiga) lokasi, yaitu pelaku
Industri Tahu di Kabupaten Kulonprogo (untuk biogas limbah industri tahu), Koperasi Setia
Kawan di Kabupaten Pasuruan (untuk biogas limbah peternakan sapi perah), dan PT Pinago
Utama di Kota Palembang (untuk biogas POME). Kemudian sumber data sekunder diperoleh
dari program-program ragam investasi WtE yang pernah dilakukan oleh KLH dan
Kementerian ESDM.
Studi kasus atau program-program ragam investasi yang menjadi pijakan dasar
dalam penyusunan asumsi dasar analisis perhitungan keuangan dan analisis biaya-manfaat
(CBA) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu antara lain :
a) Studi kasus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yaitu
pembangunan biodigester limbah industri tahu ukuran 40 m3 di Kabuaten Klaten;
b) Studi kasus Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yaitu pembangunan biodigaster
limbah industri tahu ukuran 94 m3 di Kabuaten Klaten;
c) Studi kasus Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yaitu pembangunan biodigaster
limbah industri tahu ukuran 84 m3 di Kota Bekasi.
d) Studi Kasus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yaitu
pembangunan biodigaster limbah industri tahu ukuran 90 m3 di Kabupaten
Kulonprogo;
Studi kasus atau program-program ragam investasi yang menjadi pijakan dalam
penyusunan asumsi dasar analisis perhitungan keuangan dan analisis biaya-manfaat (CBA)
pengembangan reaktor biogas POME yakni studi kasus Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM), yaitu dari studi kasus Tandun PTPN V, PT. Nubika, Lada Kalteng PT
SSS, dan Sei Mangkei Sumatera Utara. Kemudian penyusunan asumsi pada pengembangan
PLT biomassa pelepah sawit didasarkan pada studi kasus Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH) yakni Koperasi Primer Malolo, Kec. Sarudu, Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi
Sulawesi Barat. Sedangkan studi kasus yang dijadikan pijakan penyusunan asumsi analisis
perhitungan keuangan dan analisisi biaya-manfaat (CBA) pengembangan silo/pengering/
pemanas gabah/jagung yakni berasal pengalaman Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
pada CV Pesona, Dusun Kabuyit RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape/Lapok, Kab.
Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Selain berdasarkan studi kasus, terdapat asumsi umum yang digunakan untuk semua
perhitungan analisa kelayakan keuangan dan analisa biaya dan manfaat (CBA) untuk setiap
jenis pengembangan WtE. Asumsi umum tersebut antara lain:
4.1.1. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu
Untuk pengembangan reaktor biogas dari limbah industry tahu, asumsi yang
dibangun dalam analisis ini terdiri dari berbagai ukuran reaktor biogas berdasarkan
pengalaman Kementerian ESDM yaitu ukuran 40 m3 dan 90 m3 (tanpa perbaikan produksi
bersih) dan pengalaman KLH untuk ukuran 94 m3 dan 84 m3 (dengan perbaikan produksi
bersih). Secara rinci, berikut adalah asumsinya:
Tabel 4.1 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu
KESDM: KLH: KLH: KESDM:
No. Asumsi Satuan Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3
40 m 94 m 84 m 90 m
1. Investasi Awal Rp. 103,627,000 148,000,000 105,720,000 120,000,000
2. Jangka Waktu Investasi Tahun 5 5 5 5
3. Umur Ekonomis Tahun 20 20 20 20
4. Volume Kedelai Kg per Hari 600 300 300
5. Limbah yang Dimanfaatkan M3 40 94.3 84 90
6. Biogas yang Dihasilkan M3 Biogas 4.50 10.6 9.4 10.12
7. Biogas ke LPG Kg per 1 M3 0.46 0.52 0.46 0.46
Biogas per Hari
8. Setara LPG Kg 2.07 5.5 2.30 4.65
9. Biogas ke Kayu Bakar Kg per 1 M3 3.5 3.5 3.5 3.5
Biogas per Hari
10. Setara Kayu Bakar Kg pe Hari 133.33 25.0 65.75
11. Harga Gas LPG atau Solar Rp./1 Kg 6,000 5,500 6,000 6,000
(Tabung)
12. Subsidi Gas LPG Rp./Kg 6,855 4,500 4,500 4,500
13. Harga Kayu Bakar Atau Serbuk Gergaji Rp. Per Kg 67.5 5,250 300
14. Kebutuhan Rumah Tangga
Gas LPG Kg per Hari per 0.465
RT
Kayu Bakar Kg per Hari per
RT
15. Jumlah Rumah Tangga Rumah Tangga 5 17
16. Hemat LPG (Volume) Kg per Tahun 755 2008 840 2491
17. Hemat LPG (Rp) Rp. Per Tahun 4,529,873 11,041,250 5,037,000 14,946,000
18. Hemat Kayu Bakar (Volume) Kg per Tahun - 48,665 9,125 24,000
19. Hemat Kayu Bakar (Rp) Rp. Per Tahun - 3,285,000 47,906,250 7,200,000
4.1.2. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi
Untuk pengembangan reaktor biogas limbah peternakan/kotoran sapi, asumsi yang
dibangun dalam analisis ini terdari dari berbagai ukuran reaktor biogas, yaitu 6 m3, 8 m3, 10
m3, dan 12 m3 berdasarkan pengalaman Kementerian ESDM. Sebenarnya juga ada ukuran 4
m3, namun dari kunjungan lapangan di Koperasi Setia Kawan di Kabupaten Pasuruan (untuk
biogas limbah peternakan sapi perah), ukuran tersebut banyak yang tidak berfungsi karena
hasil produksi biogasnya kurang optimal. Secara rinci, berikut adalah asumsi-asumsi yang
digunakan:
Tabel 4.2 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Asumsi Satuan 3 3 3 3
6m 8m 10 m 12 m
1. Investasi Awal Rp. 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000
2. Jangka Waktu Investasi Tahun 5 5 5 5
3. Umur Ekonomis Tahun 20 20 20 20
4. Jumlah Sapi Ekor 6-8 8 - 10 10 - 12 12 -14
5. Kotoran yang Dimanfaatkan kg 60 80 100 120
6. Biogas yang Dihasilkan M3 Biogas 1.8 2.4 3 3.6
7. Biogas ke LPG Kg per 1 M3 0.46 0.46 0.46 0.46
Biogas per Hari
4.1.3. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT dari Biogas Palm Oil Mill Effluent (POME)
Untuk pengembangan PLT dari biogas POME, asumsi yang dibangun dalam analisis
ini terdari dari berbagai ukuran reaktor biogas, yaitu 45 Ton TBS (dari Tandun PTPN V), 45
Ton TBS (dari PT Nubika), 60 Ton TBS (dari Lada Kalteng PT SSS), dan 75 Ton TBS (dari Sei
Mangkei Sumatera Utara) berdasarkan pengalaman dari Kementerian ESDM. Secara rinci,
asumsi yang digunakan untuk setiap ukuran tersebut adalah:
Tabel 4.3 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pengembangan Reaktor Biogas POME
Tandun: PT Nubika: PT SSS: Sei Mangkei:
No. Asumsi Satuan Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
1. Investasi Awal (Jual Listrik) USD 3,214,297 3,686,668 3,843,190 8,019,205
Investasi Awal (Pengganti Solar) USD 2,162,375 2,572,286 2,697,269 6,157,083
2. Jangka Waktu Investasi Tahun 5 5 5 5
3. Umur Ekonomis Tahun 20 20 20 20
4. Kurs Rupiah Rp./USD 11,500 11,500 11,500 11,500
5. Laju Limbah M3/hari 630 600 600 975
ppm atau
6. Kualitas COD 45,000 53,000 54,500 54,500
mg/l
7. HRT Hari 63 63 18 18
8. Kadar CH4 dalam Biogas Persen 65.0% 60% 60% 60%
9. Produksi CH4 Nm3/hari 8,930 8,930 9,728 15,808
10. Volume Reaktor M3 39,690 39,690 10,800 17,550
11. Biogas yang Diproduksi M3/hari 13,739 14,884 16,214 26,347
12. Power plant capacity kW 1,415 1,415 1,415 2,504
13. Listrik yang Dihasilkan KWh/Tahun 11,772,182 11,772,182 12,824,135 20,839,220
14. Harga Listrik Rp/KwH 1,325 1,325 1,325 1,325
15. Penjualan Listrik Rp. 15,598,141,761 15,598,141,761 16,991,979,237 27,611,966,261
16. Biaya Working Capital (Jual listrik) USD 292,209 292,209 349,381 729,019
Biaya Working Capital (Pengganti
17. USD 196,580 233,844 245,206 559,735
Solar)
18. Variabel Cost USD 38,594 38,594 44,813 67,861
19. Fixed Cost USD 225,001 225,001 269,023 561,344
Liter per
20. Penghematan Solar per Hari 8,377 8,875 9,126 14,830
Hari
Liter per
21. Penghematan Solar per Tahun 3,057,710 3,239,267 3,330,944 5,412,784
Tahun
Rp. Per
22. Harga Solar Industri 13,665 13,665 13,665 13,665
Liter
Rp. Per
23. Hemat Solar (Rp) 41,782,991,920 44,263,933,827 45,516,686,671 73,964,615,841
Tahun
ton CO2eq
24. Metana Baseline 38,379 38,379 44,328 72,034
per Tahun
ton CO2eq
25. Metana After Project 3,567 3,567 6,406 10,409
per Tahun
ton CO2eq
26. Saving Metana 34,812 34,812 37,923 61,624
per Tahun
Suku Bunga Pinjaman ke
27. Persen 0% 0% 0% 0%
Industri/Kelompok*)
28. Subsidi Bunga*) Persen 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
29. Bunga yang Diterima Bank Persen 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
30. Bunga Penjaminan LPS Persen 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%
31. Tambahan Bunga Persen 6% 6% 6% 6%
Kg
Karbon Dioksida dari Solar per
32. CO2/Liter 2.6873 2.6873 2.6873 2.6873
Liter Solar
Solar
Karbon Dioksida dari Solar dalam ton CO2eq
33. 8,217 8,705 8,951 14,546
Setahun per Tahun
ton CO2eq
34. Karbon Dioksida Total 43,029 43,517 46,874 76,170
per Tahun
Tingkat Diskonto (Suku Bunga
35. Persen 12.0% 12.00% 12.00% 12.00%
Pinjaman)
Persen per
36. Depresiasi 5% 5% 5% 5%
Tahun
Tabel 4.4 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit
No. Deskripsi Satuan Nilai
1. Investasi Awal Rp 4,886,108,000
2. Jangka Waktu Investasi tahun 20
3. Depresiasi % 5%
4. Kapasitas Reaktor akan Pelepah Sawit kg/jam 170
9. Harga Bahan Bakar Solar Rp/liter 13,665
10. Subsidi Bahan Bakar Solar Rp/liter 0
11. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/jam 50
12. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/bulan 18,000
11. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/tahun 219,000
12. Discount rate % 12.0%
13. Marjin bunga yang diterima bank % 13.5%
14. Bunga yang diterima debitur*) % 0%
15. Subsidi bunga*) % 13.5%
16. Pajak Persen dari Omset 1%
17. Kapasitas Produksi % 100%
18. Faktor Emsisi CO2 Solar Kg/Liter 2.6873
19. Penurunan emisi CO2 Ton/Tahun 589
20. Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Euro/ton 19
21. Kurs Euro Rp/Euro 16,500
22. Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Rp/Tahun 184,500,612
23. Pelepah Sawit kg/hari 2040
24. Kapasitas Pembangkit KW 200
25. Konsumsi Rumah Tangga Watt 200
26. Jumlah Rumah Tangga KK 737
27. Jam Operasional Jam 12
Tabel 4.5 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pemanfaatan Sekam Padi untuk Silo Gabah/Jagung
No. Deskripsi Satuan Nilai
1. Investasi Awal Rp 945,000,000
2. Jangka Waktu Investasi Tahun 20
3. Depresiasi % 5%
4. Kapasitas Reaktor ton 3
5. Harga Bahan Bakar Solar (dengan Pajak) Rp/liter 13,665
6. Subsidi Bahan Bakar Solar Rp/liter 0
7. Penghematan Bahan Bakar Solar Liter per Hari 150
8. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/bulan 4,500
9. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/tahun 54,000
10. DiscountFactor % 12.0%
11. Marjin bunga yang diterima bank % 13.5%
12. Bunga yang diterima debitur*) % 0%
13. Subsidi bunga*) % 13.5%
14. Pajak Persen dari Omset 1%
15. Kapasitas Produksi % 100%
16. Faktor Emsisi CO2 Solar Kg/Liter 2.6873
17. Penurunan emisi CO2 Ton/Tahun 145
18. Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Euro/ton 19
19. Kurs Euro Rp/Euro 16,500
20. Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Rp/Tahun 45,493,302
21. Biomassa Sekam kg/hari 3000
22. Jam Operasional Jam per Hari 10
23. Biaya Maintenance Rp./Tahun 20,000,000
*) Dapat Dirubah untuk Simulasi
Tabel 4.6 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu
Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp) dan IRR (Dalam Persen)
Suku NPV (Rp Juta) IRR (Persen)
Bunga Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3 3 3 3 3
Debitur 40 m 94 m 84 m 90 m 40 m 94 m 84 m 90 m
0% -146.20 103.65 193.7 -49.38 #DIV/0! 19.13% 30.28% 7.50%
1% -148.61 100.21 191.24 -52.18 #DIV/0! 18.83% 29.88% 7.29%
2% -151.02 96.77 188.79 -54.97 #DIV/0! 18.53% 29.49% 7.09%
3% -153.43 93.32 186.33 -57.76 #DIV/0! 18.24% 29.11% 6.89%
4% -155.84 89.88 183.87 -60.55 #DIV/0! 17.96% 28.73% 6.69%
5% -158.25 86.44 181.41 -63.34 #DIV/0! 17.67% 28.36% 6.50%
6% -160.66 83.00 178.95 -66.13 #DIV/0! 17.40% 27.99% 6.31%
7% -163.07 79.56 176.49 -68.92 #DIV/0! 17.13% 27.63% 6.12%
8% -165.47 76.12 174.04 -71.71 #DIV/0! 16.86% 27.28% 5.94%
9% -167.88 72.68 171.58 -74.50 #DIV/0! 16.60% 26.93% 5.76%
10% -170.29 69.23 169.12 -77.29 #DIV/0! 16.30% 26.58% 5.58%
11% -172.70 65.79 166.66 -80.08 #DIV/0! 16.10% 26.25% 5.41%
12% -175.11 62.35 164.2 -82.87 #DIV/0! 15.80% 25.91% 5.24%
13% -177.52 58.91 161.74 -85.66 #DIV/0! 15.60% 25.59% 5.07%
13.5% -178.73 57.19 160.51 -87.06 #DIV/0! 15.50% 25.43% 4.99%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
Dari indikator NPV, IRR, ROI, dan PI, terlihat bahwa semakin besar pembebanan suku
bunga terhadap debitur akan memberikan kesempatan lebih kecil terhadap kelayakan dari
pembangunan reaktor biogas industri tahu, dan juga sebaliknya. Senada dengan hasil
perhitungan indikator NPV dan IRR, hasil perhitungan indikator ROI dan PI dari
pembangunan reaktor biogas pada industri tahu menunjukkan bahwa ukuran 94 m3 dan 84
m3 merupakan jenis biogas pada industri tahu yang layak untuk dikembangkan, yaitu yang
dibarengi dengan perbaikan proses produksi bersih pada industri tahu, seperti pengalaman
KLH.
Tabel 4.7 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu
Berdasarkan Hasil Hitung ROI (dalam Persen) dan PI
Suku ROI (Persen) PI
Bunga Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3 3 3 3 3
Debitur 40 m 94 m 84 m 90 m 40 m 94 m 84 m 90 m
0% -57.20% 20.10% 390.29% 80.68% -0.41 1.70 2.83 0.59
1% -57.84% 19.95% 383.05% 78.01% -0.43 1.68 2.81 0.57
2% -58.45% 19.79% 376.01% 75.42% -0.46 1.65 2.79 0.54
3% -59.05% 19.64% 369.18% 72.90% -0.48 1.63 2.76 0.52
4% -59.63% 19.49% 362.54% 70.45% -0.50 1.61 2.74 0.5
5% -60.19% 19.33% 356.09% 68.08% -0.53 1.58 2.72 0.47
6% -60.74% 19.18% 349.81% 65.76% -0.55 1.56 2.69 0.45
7% -61.27% 19.03% 343.70% 63.51% -0.57 1.54 2.67 0.43
8% -61.79% 18.88% 337.76% 61.32% -0.60 1.51 2.65 0.4
9% -62.29% 18.73% 331.97% 59.19% -0.62 1.49 2.62 0.38
10% -62.79% 18.58% 326.34% 57.11% -0.64 1.47 2.60 0.36
11% -63.26% 18.43% 320.85% 55.09% -0.67 1.44 2.58 0.33
12% -63.73% 18.28% 315.50% 53.12% -0.69 1.42 2.55 0.31
Tabel 4.8 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp)
Suku NPV dari LPG ke Biogas (Rp. Juta) NPV dari Kayu Bakar ke Biogas (Rp Juta)
Bunga Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3 3 3 3 3
Debitur 6m 8m 10 m 12 m 6m 8m 10 m 12 m
0.0% 3.05 5.22 7.38 9.55 (0.17) 0.92 2.01 3.10
1.0% 2.87 4.99 7.11 9.22 (0.35) 0.69 1.73 2.78
2.0% 2.68 4.75 6.83 8.90 (0.54) 0.46 1.46 2.45
3.0% 2.50 4.52 6.55 8.57 (0.73) 0.22 1.18 2.13
4.0% 2.31 4.29 6.27 8.25 (0.91) (0.01) 0.90 1.80
5.0% 2.12 4.06 5.99 7.92 (1.10) (0.24) 0.62 1.48
6.0% 1.94 3.82 5.71 7.60 (1.29) (0.47) 0.34 1.15
7.0% 1.75 3.59 5.43 7.27 (1.47) (0.71) 0.06 0.83
8.0% 1.57 3.36 5.15 6.95 (1.66) (0.94) (0.22) 0.50
9.0% 1.38 3.13 4.87 6.62 (1.84) (1.17) (0.50) 0.17
10.0% 1.19 2.89 4.59 6.29 (2.03) (1.40) (0.78) (0.15)
11.0% 1.01 2.66 4.31 5.97 (2.22) (1.64) (1.06) (0.48)
12.0% 0.82 2.43 4.04 5.64 (2.40) (1.87) (1.34) (0.80)
13.0% 0.64 2.20 3.76 5.32 (2.59) (2.10) (1.61) (1.13)
13.5% 0.54 2.08 3.62 5.15 (2.68) (2.22) (1.75) (1.29)
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
Tabel 4.9 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung IRR (Dalam Persen)
IRR Dari LPG ke Biogas IRR Dari Kayu Bakar ke Biogas
Suku Bunga
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
Debitur 3 3 3 3 3 3 3 3
6m 8m 10 m 12 m 6m 8m 10 m 12 m
0.0% 16.17% 17.69% 18.70% 19.42% 11.77% 13.02% 13.84% 14.43%
1.0% 15.88% 17.38% 18.38% 19.09% 11.51% 12.75% 13.57% 14.15%
2.0% 15.59% 17.08% 18.07% 18.77% 11.27% 12.49% 13.30% 13.88%
3.0% 15.31% 16.78% 17.76% 18.46% 11.02% 12.24% 13.04% 13.62%
4.0% 15.03% 16.49% 17.46% 18.15% 10.79% 11.99% 12.79% 13.36%
5.0% 14.76% 16.20% 17.17% 17.85% 10.55% 11.75% 12.54% 13.10%
6.0% 14.49% 15.92% 16.88% 17.56% 10.33% 11.51% 12.29% 12.85%
7.0% 14.23% 15.65% 16.59% 17.27% 10.10% 11.27% 12.05% 12.60%
8.0% 13.97% 15.38% 16.32% 16.98% 9.88% 11.05% 11.81% 12.36%
9.0% 13.72% 15.12% 16.04% 16.70% 9.67% 10.82% 11.58% 12.12%
10.0% 13.48% 14.86% 15.78% 16.43% 9.45% 10.60% 11.35% 11.89%
11.0% 13.24% 14.60% 15.51% 16.16% 9.25% 10.38% 11.13% 11.66%
12.0% 13.00% 14.35% 15.26% 15.90% 9.04% 10.17% 10.91% 11.44%
13.0% 12.76% 14.11% 15.00% 15.64% 8.84% 9.96% 10.70% 11.22%
13.5% 12.65% 13.99% 14.88% 15.51% 8.74% 9.86% 10.59% 11.11%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
Tabel 4.10 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung ROI (Dalam Persen)
Suku Bunga ROI Dari LPG ke Biogas ROI Dari Kayu Bakar ke Biogas
Debitur Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3 3 3 3 3
6m 8m 10 m 12 m 6m 8m 10 m 12 m
0.0% 182.33% 201.15% 213.70% 222.66% 128.24% 143.45% 153.60% 160.84%
1.0% 178.15% 196.70% 209.06% 217.89% 124.86% 139.85% 149.85% 156.99%
2.0% 174.10% 192.38% 204.56% 213.26% 121.59% 136.36% 146.21% 153.24%
3.0% 170.17% 188.18% 200.19% 208.76% 118.41% 132.97% 142.68% 149.61%
4.0% 166.34% 184.10% 195.94% 204.39% 115.32% 129.67% 139.24% 146.08%
5.0% 162.63% 180.14% 191.81% 200.15% 112.31% 126.47% 135.90% 142.64%
6.0% 159.01% 176.28% 187.79% 196.02% 109.39% 123.35% 132.66% 139.30%
7.0% 155.50% 172.53% 183.89% 192.00% 106.55% 120.32% 129.50% 136.06%
8.0% 152.08% 168.88% 180.08% 188.09% 103.78% 117.37% 126.42% 132.89%
9.0% 148.75% 165.33% 176.38% 184.28% 101.09% 114.49% 123.43% 129.82%
10.0% 145.50% 161.87% 172.78% 180.57% 98.47% 111.70% 120.52% 126.82%
11.0% 142.34% 158.50% 169.27% 176.96% 95.91% 108.97% 117.68% 123.90%
12.0% 139.26% 155.21% 165.84% 173.44% 93.42% 106.32% 114.91% 121.05%
13.0% 136.26% 152.01% 162.51% 170.01% 90.99% 103.73% 112.21% 118.28%
13.5% 134.78% 150.43% 160.87% 168.32% 89.80% 102.45% 110.89% 116.92%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
Tabel 4.11 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung PI
Suku Bunga Profitability Index Dari LPG ke Biogas Profitability Index Dari Kayu Bakar ke Biogas
Debitur Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3 3 3 3 3
6m 8m 10 m 12 m 6m 8m 10 m 12 m
0.0% 1.38 1.52 1.62 1.68 0.98 1.09 1.17 1.22
1.0% 1.36 1.50 1.59 1.66 0.96 1.07 1.14 1.20
2.0% 1.34 1.48 1.57 1.64 0.93 1.05 1.12 1.18
3.0% 1.31 1.45 1.55 1.61 0.91 1.02 1.10 1.15
4.0% 1.29 1.43 1.52 1.59 0.89 1.00 1.07 1.13
5.0% 1.27 1.41 1.50 1.57 0.86 0.98 1.05 1.11
6.0% 1.24 1.38 1.48 1.54 0.84 0.95 1.03 1.08
7.0% 1.22 1.36 1.45 1.52 0.82 0.93 1.00 1.06
8.0% 1.20 1.34 1.43 1.50 0.79 0.91 0.98 1.04
9.0% 1.17 1.31 1.41 1.47 0.77 0.88 0.96 1.01
10.0% 1.15 1.29 1.38 1.45 0.75 0.86 0.94 0.99
11.0% 1.15 1.29 1.38 1.45 0.72 0.84 0.91 0.97
12.0% 1.10 1.24 1.34 1.40 0.70 0.81 0.89 0.94
13.0% 1.08 1.22 1.31 1.38 0.68 0.79 0.87 0.92
13.5% 1.07 1.21 1.30 1.37 0.66 0.78 0.85 0.91
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
4.2.3. Pengembangan PLT Biogas dari Limbah Industri Kelapa Sawit (POME)
Dalam pengembangan PLT biogas dari limbah industri kelapa sawit, secara umum
terdapat dua asumsi kondisi yang berbeda yang menentukan kelayakan pengembangannya
secara keuangan, yaitu i) apabila pengembangan PLT biogas dari POME dilakukan untuk
memproduksi listrik dan selanjutnya listrik tersebut dijual; dan ii) apabila pengembangan
PLT biogas dari POME dilakukan untuk menggantikan atau menghemat penggunaan solar
(dalam hal ini solar industri yang tidak bersubsidi).
Dari hasil perhitungan berbagai indikator keuangan, dapat ditunjukkan bahwa
pengembangan PLT biogas dari limbah industri sawit (POME) dalam berbagai ukuran
kapasitas akan layak secara keuangan apabila dilakukan untuk pengganti solar yang
digunakan untuk pembangkit listrik. Sedangkan untuk pengembangan PLT biogas dari
limbah industri sawit (POME) yang dilakukan dengan tujuan untuk memproduksi listrik dan
nantinya dijual ke masyarakat, secara umum relatif tidak layak. Kelayakan secara keuangan
hanya terjadi untuk studi kasus Tandun PTPN V, dan hal itupun layak apabila debitur hanya
menanggung maksimum 1 persen dari beban bunga yang diberlakukan oleh perbankan.
Apabila ditinjau lebih jauh, penyebab utama ketidaklayakan tersebut berasal dari produksi
listrik yang masih relatif kecil dan harga jual listrik yang masih relatif rendah.
Tabel 4.16 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit
Berdasarkan Hasil Hitung NPV, IRR, ROI dan PI
Suku Bunga NPV IRR ROI Profitability Index
Debitur Rp. Juta Persen Persen Indeks
0% 3,967.45 19.37% 162.46% 1.8120
1% 3,853.83 19.09% 160.09% 1.7887
2% 3,740.21 18.83% 157.76% 1.7655
3% 3,626.59 18.56% 155.48% 1.7422
4% 3,512.97 18.30% 153.24% 1.7190
5% 3,399.35 18.05% 151.03% 1.6957
6% 3,285.73 17.80% 148.86% 1.6725
7% 3,172.11 17.55% 146.73% 1.6492
8% 3,058.49 17.31% 144.64% 1.6260
9% 2,944.87 17.07% 142.58% 1.6027
10% 2,831.25 16.83% 140.56% 1.5794
11% 2,717.63 16.60% 138.57% 1.5562
12% 2,604.01 16.38% 136.61% 1.5329
13% 2,490.39 16.15% 134.68% 1.5097
13.5% 2,433.58 16.04% 133.73% 1.4981
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
Tabel 4.17 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Silo Pengering Padi/Jagung
Berdasarkan Hasil Hitung Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR)
Suku Bunga NPV IRR ROI Profitability Index
Debitur Rp. Juta Persen Persen Indeks
0.0% 3,723.08 59.00% 505.44% 4.9398
1.0% 3,689.01 58.14% 493.92% 4.9037
2.0% 3,654.95 57.29% 482.84% 4.8677
3.0% 3,620.88 56.44% 472.16% 4.8316
4.0% 3,586.81 55.59% 461.87% 4.7956
5.0% 3,552.75 54.76% 451.94% 4.7595
6.0% 3,518.68 53.93% 442.36% 4.7235
7.0% 3,484.62 53.12% 433.10% 4.6874
8.0% 3,450.55 52.30% 424.15% 4.6514
9.0% 3,416.49 51.50% 415.50% 4.6153
10.0% 3,382.42 50.71% 407.13% 4.5793
11.0% 3,348.36 49.92% 399.03% 4.5432
12.0% 3,314.29 49.15% 391.18% 4.5072
13.0% 3,280.23 48.38% 383.58% 4.4711
13.5% 3,263.20 48.00% 379.86% 4.4531
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
Dalam analisis biaya dan manfaat ini, pinjaman yang akan diberikan memiliki asumsi jangka
waktu pengembalian selama lima tahun.
Analisis biaya dan manfaat pengembangan reaktor biogas industri tahu terdapat
beberapa ukuran yang umumnya digunakan oleh para pemilik pabrik tahu, yakni ukuran 40
m3, 94 m3, 84 m3, dan ukuran 90 m3. Berdasarkan analisis biaya dan manfaat dari semua
skenario terhadap masing-masing ukuran reaktor biogas pada industri tahu memberikan
kesimpulan layak untuk dijalankan karena nilai BCR menghasilkan nilai yang lebih besar dari
satu, kecuali pada ukuran 40 m3 dimana informasi nilai manfaatnya tidak lengkap (dari
Kementerian ESDM). Ukuran 40 m3 memiliki BCR sebesar 0.86, ukuran 94 m3 memiliki nilai
sebesar 2.49, ukuran 84 m3 memiliki nilaisebesar 2.55, dan ukuran 90 m3 memiliki nilai 1.89.
Dalam perhitungan CBA, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga
tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya
bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban
subsidi bunga oleh pemerintah. Dari hasil CBA tersebut, dan apabila informasi manfaat yang
diperoleh cukup lengkap, secara umum semua ukuran pengembangan reaktor biogas dari
limbah industri tahu layak secara ekonomi untuk dikembangkan.
Tabel 4.18 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu
Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun
KESDM: KLH: KLH: KESDM:
No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3
40 m 94 m 84 m 90 m
1 Biaya Awal (Rp) 103,627,000 148,000,000 105,720,000 120,000,000
2 Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
3 Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
4 Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
A. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 44 1,557 321 862
B. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 44 1,557 321 862
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
Tabel 4.19 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan
Sapi Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Indikator 3 3 3 3
6m 8m 10 m 12 m
1. Biaya Awal (Rp) 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000
2. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
3. Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
4. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
A. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
- Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
- Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
- Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 18 24 30 36
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
- Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
- Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
- Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 70 93 117 140
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
4.3.3. Pengembangan PLT dari Biogas Limbah Industri Kelapa Sawit (POME)
Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pengembang PLT dari biogas limbah
industry kelapa sawit (POME) bahwa masa manfaat reaktor biogas POME mampu bertahan
sampai 20 tahun. Sama seperti dalam pengembangan jenis WtE yang lain, dalam analisis
biaya dan manfaat untuk pengembangan jenis WtE ini, pinjaman yang akan diberikan
memiliki asumsi jangka waktu pengembalian selama lima tahun.
Dari hasil analisis biaya dan manfaat untuk pengembangan PLT dari biogas POME
berdasarkan ukuran kapasitas pengolahan sawit, yaitu untuk ukuran 45 Ton TBS (Tandun
PTPN V), 45 Ton TBS (PT Nubika), 60 Ton TBS (PT. SSS), dan 75 Ton TBS per jam (Sei
Mangkei), ditunjukan bahwa nilai BCR-nya lebih besar dari 1, yang berarti pengembangan
tersebut layak secara ekonomi, baik untuk tujuan penjualan listrik maupun
penggantian/penghematan solar industri yang selama ini digunakan. Dalam perhitungan
CBA ini, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap
kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan,
antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh
pemerintah.
Tabel 4.20 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT dari Biogas POME
Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun
Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei:
No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
1. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 36,964,416,510 42,396,678,573 44,196,687,578 92,220,853,048
2. Biaya Awal - Penghematan Solar (Rp) 24,867,310,067 29,581,284,210 31,018,593,375 70,806,449,968
3. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
4. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
5. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
A. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
a. Asumsi Jual Listrik
- Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
- Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
- Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 817,548.80 826,818.86 890,604.30 1,447,231.98
b. Asumsi Penghematan Solar
- Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
- Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
- Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 817,548.79 826,818.86 890,604.30 1,447,231.98
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
dikembangkan, dimana nilai BCR-nya lebih besar dari 1. Dalam perhitungan CBA ini juga,
besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap
kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan,
antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh
pemerintah.
Tabel 4.21 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah Sawit
Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun
Ukuran
No. Indikator
200 KV
1. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 4,886,108,000
2. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5
3. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5%
4. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
A. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0%
Subsidi Bunga 13.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 11,181.85
B. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0%
Subsidi Bunga 12.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 11,181.85
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
Tabel 4.22 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Silo Pengering Gabah
Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun
Ukuran
No. Indikator
200 KV
1. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 945,000,000
2. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5
3. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5%
4. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
A. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0%
Subsidi Bunga 13.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 2,886.73
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013
Gambar 4.1 Prosedur Penyaluran KKP-E kepada Petani/ Peternak/Pekebun secara Individu
atau Kelompok Tani/ Koperasi secara Langsung ke Bank
Keterangan :
1. Petani/peternak/pekebun yang langsung mengajukan kredit secara
individu menyusun Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) dan bagi kelompok
Tani menyusun menyusun RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok)
dibantu oleh Petugas Dinas Teknis /Badan setempat atau Penyuluh
Pertanian;
2. Pejabat Dinas Teknis/Badan setempat atau Penyuluh Pertanian
mensahkan RKU atau RDKK;
3. Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) petani/peternak/pekebunan dan atau
RDKK yang sudah disahkan diajukan langsung ke Bank Pelaksana;
4. Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen usulan kredit, dan apabila
dinilai layak dan memenuhi syarat, kemudian petani/peternak
menandatangani akad kredit dengan cabang Bank Pelaksana dan
menyalurkan kredit ke petani/peternak.
5. Jika petani mengajukan kredit melalui Kelompok Tani maka RDKK
diajukan ke bank pelaksana, jika memenuhi syarat kelompok tani
c. Komite Kredit Program, berwenang untuk melakukan evaluasi dan membahas perubahan
dalam kebijakan program yang menjadi acuan pelaksanaan bagi stakeholder.
e. Pokja program adalah badan bentukan KLH atau Kementerian ESDM yang bertugas dan
bertanggung jawab untuk melakukan evaluasi dan memberikan masukan di internal KLH
atau Kementerian ESDM terhadap pelaksanaan program.
f. Unit Pendamping Teknis (TAU), dimana tugas dan tanggung jawab utama Unit
Pendamping Teknis atau Technical Assistance Unit (TAU) adalah sebagai berikut :
1. Membantu KLH atau Kementerian ESDM, Kemenkeu, Bank Pelaksana dan calon
nasabah dalam pengembangan waste to energy
2. Mengenalkan dan meningkatkan pemahaman UMKM tentang waste to energy
3. Bersama-sama KLH atau Kementerian ESDM menyusun dan mengembangkan daftar
investasi lingkungan waste to energy yang berhak mendapatkan fasilitas program
insentif lingkungan.
4. Mengembangkan konsep evaluasi dan monitoring KLH atau Kementerian ESDM serta
membantu KLH atau Kementerian ESDM dalam kegiatan monitoring, evaluasi dan
pelaporan
5. Membantu serta memfasilitasi kegiatan sosialisasi dan capacity building stakeholder
termasuk Kemenkeu, Bank Pelaksana dan pihak terkait
6. Membantu studi kelayakan, identifikasi kegiatan dan pengembangan pipeline di Bank
Pelaksana
7. Menyusun laporan kegiatan TAU secara periodik (semester dan tahunan)
Pokja Program
Nasabah
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari kegiatan Analisis Biaya Manfaat
Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini antara lain:
b. Beberapa jenis potensi pemanfaatan limbah yang dapat dikonversikan menjadi
energy (WtE atau bioenergi) di Indonesia adalah pemanfaatan biogas dari limbah
industri tahu, biogas dari limbah peternakan sapi, pembangkit listrik dari biogas
limbah industri kelapa sawit (POME), pembangkit listrik dari biomassa pelepah sawit,
pemanfaatan sekam padi untuk pengering/silo padi/jagung, pemanfaatan sampah
perkotaan (urban waste), dan pemanfaatan biogas dari limbah domestik rumah
tangga (kotoran manusia). Berbagai potensi tersebut sudah dimanfaatkan dan
dikembangkan melalui program-program yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH) dan Kementerian ESDM dengan dukungan baik melalui APBN, hibah
internasional, maupun kredit perbankan. Namun, pengembangannya masih dirasa
terbatas dikarenakan terbatasnya anggaran di APBN, dan beberapa program
bantuan sudah berhenti. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan pembiayaan
pengembangan WtE atau bioenergi yang lebih berkelanjutan.
c. Terdapat beberapa jenis peluang dalam pembiayaan untuk pengembangan WtE di
Indonesia, antara lain program dari KLH (sudah berhenti), Kementerian ESDM
(beberapa sudah berhenti), Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan,
Pusat Investasi pemerintah (PIP), kredit perbankan (dari Bank Syariah Mandiri dan
Bank Bukopin dengan dukungan AFD), dan juga kredit program eksisting dengan
berbagai pola (namun belum secara spesifik dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan WtE). Dari berbagai jenis sumber pembiayaan tersebut, Kredit
Program berupa Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) merupakan kredit
program yang eksisting yang dirasa paling sesuai untuk mendukung pengembangan
WtE dikarenakan untuk merealisasikannya tidak membutuhkan waktu yang terlalu
lama bila dibandingkan dengan pilihan yang lain (yaitu dengan merevisi Peraturan
Menteri Keuangan dan menyusun Pedoman Teknis-nya di KLH atau Kementerian
ESDM).
d. Dikarenakan ada batasan dari skema pembiayaan investasi melalui KKP-E terutama
terkait dengan besaran kredit yang dapat diberikan (yaitu maksimum Rp. 100 juta
untuk individu dan maksimum Rp. 500 juta untuk kelompok) dan juga tenor waktu
yang diberikan (yaitu maksimum 5 tahun), jenis pengembangan WtE yang
berpeluang untuk diberikan kredit program adalah pengembangan reaktor biogas
dari limbah industri tahu dan pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan
sapi dimana untuk pengembangannya membutuhkan biaya yang besarnya dapat
kurang dari Rp. 100 juta untuk setip unitnya. Untuk pengembangan jenis WtE yang
lain dapat menggunakan sumber pendanaan yang lain seperti PIP atau skema kredit
program yang baru, dikarenakan pengembangannya dibutuhkan biaya yang lebih
besar dari batas maksimum KKP-E.
e. Fokus dari analisis kelayakan keuangan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi
energi pada berbagai jenis pemanfaatan limbah dalam kajian ini mencakup (a)
pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan
reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari
biomassa perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan
biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam
padi. Secara keuangan, hampir semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus
dalam kajian ini layak untuk dikembangkan, namun sangat tergantung dari kondisi
awal. Potensi yang layak adalah pengembangan produk bersih dan biogas dari
limbah industri tahu (pengembangan biogas industri tahu yang dibarengi dengan
pengembangan produk bersih), pengembangan biogas dari limbah/kotoran
peternakan sapi (terutama untuk penggantian gas LPG, sementara untuk
penggantian dari bahan bakar kayu sangat tergantung dari harga kayu bakar di
daerahnya), pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas dari limbah industri
kelapa sawit (POME) (terutama untuk penggantian solar, bukan untuk menjual
produk listriknya), pembangkit listrik dari pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam
padi untuk pemanas/pengering pada silo padi/jagung.
f. Untuk beberapa jenis WtE yang layak secara keuangan tersebut di atas dapat
dilakukan tanpa diberikan dukungan bantuan subsidi bunga. Sedangkan untuk jenis
pengembangan yang tidak layak secara keungan, seperti misalnya pengembangan
biogas industri tahu yang tanpa dibarengi dengan pengembangan produk bersih,
pengembangan biogas dari limbah peternakan sapi untuk penggantian kayu bakar
(yang sangat tergantung harga kayu bakar), dan pengembangan pembangkit listrik
tenaga biogas dari limbah industry kelapa sawit (POME) dimana produk listriknya
dijual, dibutuhkan subsidi bunga atau bantuan lain dalam pembiayaan
pengembangan WtE agar menjadi layak. Namun demikian, untuk mendorong agar
masyarakat tertarik untuk melakukan pengembangan WtE, tetap dibutuhkan insentif
berupa subsidi bunga melalui kredit program untuk semua jenis pengembangan WtE.
g. Secara ekonomi, berdasarkan hasil analisis biaya dan manfaat (CBA), semua
pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini (mencakup (a)
pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan
reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari
biomassa perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan
biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam
padi) layak untuk dikembangkan, dengan rasio manfaat per biayanya (BCR) yang
bervariatif. Variasi dari nilai BCR sangat tergantung dari: (a) besarnya investasi yang
dibutuhkan; (b) kondisi awal dari jenis dan harga energi yang disubstitusi dengan
biogas dan biomassa (WtE atau bioenergi); (c) pemanfaatan/penggunaan dari
produk WtE.
h. Berdasarkan pengalaman dari berbagai negara yang mengembangkan WtE, terdapat
beberapa kunci sukses dalam pengembangan WtE, antara lain: (a) Harga energi fosil
dan listrik yang tinggi dan tidak bersubsidi; (b) Dilakukan untuk mensubstitusi jenis
energi fosil yang digunakan; (c) Keberlanjutan ketersediaan limbah; (d) Terbatasnya
lahan untuk pembuangan limbah; (e) Tingginya tipping fee untuk pembuangan
sampah/limbah; (f) Kebijakan untuk lebih mendukung pengembangan WtE; dan (g)
Dukungan public akan pengembangan WtE.
lanjut yang diperlukan untuk merealisasikan, baik yang dilakukan oleh kementerian teknis
(yaitu KLH dan Kementerian ESDM), Kementerian Keuangan maupun Bank Pelakana. Guna
menindaklanjuti hasil kajian ini, masih diperlukan FGD kembali dengan pihak perbankan
selaku pelaksana dari rencana kegiatan Kredit Program bagi WtE ini, yang akan dilaksanakan
oleh Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI) Direktorat Jenderal Perbendahaaran
Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI.
Beberapa hal yang juga masih perlu dilakukan, terutama oleh kementerian teknis,
antara lain:
a. Penentuan kriteria calon penerima manfaat (beneficiaries) dari program, baik dari
sisi KLH maupun Kementerian ESDM. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih
program ini dengan kegiatan/program serupa yang lain yang sedang dilaksanakan
oleh KLH maupun Kementerian ESDM. Pemetaan (zonasi) penerima manfaat antara
program-program yang sedang berlangsung dengan program yang akan diusulkan
dibiayai dengan kredit program juga menjadi penting. Dengan adanya kriteria
penerima manfaat dan pemetaannya yang jelas, maka diharapkan program ini akan
lebih tepat sasaran.
b. Penyusunan daftar calon bank pelaksana (beserta contact person (CP)-nya) yang
sudah berpengalaman dalam mendukung dan melaksanakan program-program
terkait dengan lingkungan maupun energi yang selama ini telah menjadi mitra baik
KLH, Kementerian ESDM maupun Kementerian Keuuangan. Diharapkan dengan
adanya kesediaan dari bank pelaksana yang berpengalaman, maka program ini akan
lebih mudah untuk dijalankan dan tujuan dari program ini akan lebih tepat sasaran.
c. Dalam menuju proses penyiapan rancangan peraturan berupa Rancangan Peraturan
Menteri Keuangan dan juga peraturan dari kementerian teknis, maka diharapkan
agar KLH dan Kementerian ESDM kiranya dapat mempersiapkan nama dan alamat
calon penerima manfaat (beneficiaries) dalam sebuah daftar yang nantinya dapat
disampaikan kepada Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI), Direktorat
Jenderal Perbendahaaran Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI sebagai dasar
dalam disbursement subsidi nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Lingkungan Hidup, 2009. Ragam Investasi WtE : PLTU Mini dengan Pelepah
Sawit di Mamaju, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.
_________, 2009. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2009
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 10A Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Penyaluran Pembiayaan Bagi
Kegiatan Debt for Nature Swap (DNS) Dengan Pemerintah Jerman Untuk Investasi
Lingkungan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK), Jakarta; Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan
_________, 2010. Ragam Investasi WtE : Industri Tahu dan Reaktor Biogas di Bekasi,
Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.
_________, 2010. Ragam Investasi Industri WtE: Ragam Investasi WtE : Industri Tahu dan
Reaktor Biogas di Klaten, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.
_________, 2010. Ragam Investasi Industri WtE : Ragam Investasi WtE : Pengering Gabah
dan Sekam di Sumbawa, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.
_________, 2012. Ragam Investasi Industri WtE : Reaktor Biogas Limbah Kotoran Sapi di
Pasuruan, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.
_________, 2013. Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi (Waste to Energy), Jakarta;
Asdep Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan, Kementerian
Lingkungan Hidup.
Kementerian Pekerjaan Umum, 2001. Kajian Metode Analisis Biaya-manfaat Hasil Litbang,
Jakarta : Puslitbang Sosial, Ekonomi dan Lngkungan.
Kementerian Pertanian, 2012. Pedoman Teknis Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E),
Jakarta. Direktorat Pembiayaan Pertanian Kementerian Pertanian.
Kuncoro. Kukuh Siwi, 2010. Studi Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah 10 MWe
di Kota Medan ditinjau dari Aspek Teknis, Ekonomi dan Lingkungan, Medan:
Fakultas Teknologi Industri ITS.
Lahming, 2012. Rancang Bangun Alat Pengering Biji-Bijian Hasil Pertanian Tipe Kontinyu
Bahan Bakar Biomassa Ramah Lingkungan, Makassar : Universitas Negeri
Makassar
Mulyantara. Lilik T, dkk, 2008. Simulasi Pengering Jagung Pipilan Menggunakan Alat
Pengering Surya Tipe Rumah Kaca (ERK) - Hybrid Dengan Pengering Silinder
Berputar, Bogor : Institut Pertanian Bogor .
NASA, 2007. Global Warming to Cause More Severe Tornadoes, Storms, Fox News: August
31, 2007.
Putri, Agita Kirana, 2008. Studi Kelayakan Usaha Ternak Sapi Perah Rakyat di Wilayah
Kabupaten Bogor, Bogor ; Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Sugiarto, Lilik, dkk, 2008. Studi Kelayakan Pembuatan Biogas dari Fases Sapi sebagai Sumber
Energi Alternatif, Yogyakarta; Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri
Institut Sains & Teknologi AKPRIND.
Sutoyo, S, 2003. Studi Kelayakan Proyek : Konsep dan Teknik, Jakarta: Badan Penerbit LPPM.
Umar, Husein, 2005. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi-3, Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.
Zubir, Z., 2006. Studi Kelayakan Usaha, Jakarta ; Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,.
Web :
Asep Budi Brata, RMOL : Upaya BI dalam Mendongkrak Peningkatan Penyaluran Kredit
Program Melalui Kemitraan Strategis
http://www.rmol.co/read/2011/12/01/47602/Upaya-BI-dalam-Mendongkrak-
Peningkatan-Penyaluran-Kredit--Program-Melalui-Kemitraan-Strategis-
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia
http://www.menlh.go.id/
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
http://www.esdm.go.id/
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
http://www.bappenas.go.id/
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Yogyakarta:
Rangkuman Laporan Kegiatan Survei Penggunaan Limbah Tahu
di Kabupaten Kulonprogo, Provinsi DI Yogyakarta
Latar Belakang
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada
umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik dalam air buangan tersebut dapat
berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Kandungan organik tinggi ini yang
berpotensi melepas emisi metana. Seperti perlakukan limbah kotoran sapi, limbah industri
tahu tersebut juga dapat diolah dengan reaktor biogas. Penataan produksi bersih di bagian
proses perlu dilakukan untuk memastikan kondisi limbah cukup memenuhi syarat untuk
diolah dalam reaktor biogas.
- Industri tahu adalah industri berbasis UMK, bertempat di pemukiman, menggunakan
banyak sumber daya air dan berpotensi mengakibatkan pencemaran, disamping sifat
industrinya sendiri yang telah turun-menurun memberi manfaat bagi kehidupan
masyarakat sekitarnya;
- Industri ini sangat tipis dalam permodalan dan omset yang dijalankan, sehingga
permasalahan tambahan seperti air buangan dan bau, belumlah menjadi perhatian
serius. Di sisi lain, industri ini telah banyak memberi kontribusi bagi pembangunan
gizi masyarakat, dengan mengolah bahan berprotein tinggi (kedelai), menjadi bahan
makanan murah yang berpotensi cukup luas dapat dinikmati masyarakat golongan
ekonomi apapun;
- Perlu adanya perbaikan dalam proses-peralatan-tata/ruang, diharapkan efisiensi
proses akan meningkat, termasuk efisiensi penggunaan air;
- Diharapkan juga pendapatan bertambah, sehingga permasalahan lingkungan akan
semakin dekat untuk diselesaikan, setelah semakin terpenuhinya harapan terbesar
industriawan dalam meraih laba;
- Perlu adanya teknologi pengolahan limbah, yang sebisa mungkin sekaligus
memanfaatkan buangan tersebut, sehingga dengan nilai tambah yang diperoleh,
mendorong upaya penangulangan pencemaran akibat buangan industri ini akan
teratasi dengan kesadaran dari pemilik.
pabrik tahu. Teknologi pembiakan Chlorella sp. dapat dikembangkan sehingga secara terus-
menerus dapat mengubah limbah cair tahu menjadi biomassa.
Desain Ideal
Adanya perubahan konsep proses pengolahan kedelai, untuk mendorong
tercapainya laba yang berlipat. Proses pembuatan tahu banyak menggunakan air sehingga
limbah cair lebih banyak dibandingkan limbah padat tahu Limbah cair dari industri tahu
banyak mengandung bahan organik yang baik untuk perkembangan mikroorganisme,
limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu sekitar 15-20 liter/kg bahan baku kedelai.
Total Suspended Solid (TSS) sekitar 30 Kg/Kg bahan baku kedelai, Biological Oxygen Demnad
(BOD) 65 g/ Kg bahan baku kedelai dan Chemical Oxygen Demand (COD) 130 g/ Kg bahan
baku kedelai. Pengolahan limbah cair secara biologi dengan menggunakan mikroorganisme
dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
- Pengolahan limbah secara anaerob. Limbah cair mengalami proses penguraian
dengan bantuan mikroorganisme anaerob, mikroorganisme yang dapat hidup tanpa
memerlukan oksigen bebas.
- Pengolahan limbah secara aerob. Limbah cair mengalami proses penguraian dengan
bantuan mikroorganisme aerob, mikroorganisme yang memerlukan oksigen bebas
untuk hidup.
Mikroorganisme, seperti bakteri dapat berkembang biak dengan baik menghasilkan
biogas. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses pembusukkan bahan organik oleh
bakteri pada kondisi anaerob.
Salah satu sumber energi yang ramah lingkungan dan murah adalah biogas. Biogas
dapat diperoleh dari proses fermentasi limbah organik dengan bantuan mikroorganisme.
Limbah cair tahu memungkinkan untuk dijadikan penghasil biogas.
Kesimpulan
Perubahan peralatan dan penataan ruang produksi sesuai cara kerja proses produksi
bersih memberikan keuntungan lingkungan dan ekonomi. Tujuan perubahan peralatan dan
penataan ruangan adalah untuk menjadikan proses produksi tahu lebih ramah lingkungan
dan efisien (ekoefisiensi) menggunakan sumber daya bahan baku kedelai, bahan bakar
pemanas dan terutama konsumsi air. Pada ujung proses tujuan utamanya adalah menekan
jumlah limbah baik padat (ampas tahu) dan limbah cair sebagai upaya menekan dampak
negatif keberadaan industri tahu. Pemanfaatan limbah dengan instalasi reaktor biogas,
penambahan unit reaktor biogas untuk memanfaatkan buangan air asam sebagai sumber
produksi biogas. Gas tersebut dapat dipergunakan sebagai energi alternatif untuk kompor
rumah tangga atau tambahan panas untuk tungku ketel uap.
Laporan Kegiatan
Pengumpulan Data dan Peninjauan Lapangan
Atas Pembiayaan Program Waste to Energy (WtE)
Selasa s.d. Rabu / 11 s.d. 12 Desember 2013
Pada tanggal 11 s.d. 12 Desember 2013 bertempat di Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP)
Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur, PKPPIM yang diwakili oleh Staf Bidang
Perubahan Iklim I mengikuti kegiatan lapangan bersama perwakilan dari Direktorat
Bioenergi Kementerian ESDM, perwakilan dari Asdep Ekonomi Lingkungan Kementerian
Lingkungan Hidup, dan konsultan dari Universitas Indonesia untuk pengumpulan data dan
peninjauan lapangan tahap II atas pembiayaan program Waste to Energy (WtE) pada para
peternak sapi yang telah berhasil mengimplementasikan pengelolaan biogas skala rumah
tangga (Biogas Rumah/BIRU).
A. Pendahuluan
Agenda pokok kegiatan adalah menghimpun segala data yang ada untuk mendukung
penyusunan kajian pembiayaan WtE yang sedang dilaksanakan. Sebelumnya PKPPIM
bersama dengan Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan, Direktorat Bioenergi, dan Konsultan
dari Universitas Indonesia pada tanggal 23 November 2013 telah melaksanakan
pengumpulan data dan peninjauan lapangan tahap I atas pembiayaan program Waste to
Energy (WtE) pada para pengusaha tahu/tempe di Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. Kegiatan
tahap II ini merupakan kelanjutan dari kegiatan tahap I tersebut.
B. Pembahasan
Sekilas tentang KPSP Setia Kawan
1) Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan Nongkojajar merupakan
koperasi terbesar di Provinsi Jawa Timur yang berdiri tahun 1967. Hasil utamanya
adalah susu sapi segar. Berada di lereng sebelah barat Pegunungan Tengger di
ketinggian 400-2.000 meter, wilayah kerja KPSP Setia Kawan meliputi 12 desa yang
termasuk pada Kecamatan Tutur Nongkojajar. Sejak tahun 1979, PT.Nestle Indonesia
merupakan perusahaan yang menampung seluruh produksi susu segar dari Anggota
KPSP Setia Kawan Nongkojajar. Tingkat produksi saat ini telah meningkat secara
signifikan dan sekarang mampu meng-output sekitar 50.000-60.000 liter susu per
harinya. Sampai dengan saat ini, KPSP Setia Kawan memiliki anggota terdaftar
sebanyak 8.094 peternak sapi yang terbagi menjadi 63 kelompok perwakilan, dimana
yang masih aktif yaitu sebanyak 4.352 peternak. Simpanan wajib bagi anggota
sebesar Rp. 31.000 dimana sebesar Rp. 25.000 untuk simpanan pokok dan Rp. 6.000
untuk administrasi.
2) Usaha ternak sapi perah di Nongkojajar Pasuruan Jawa Timur tidak hanya
menghasilkan produk utama susu segar, tapi juga mampu menghasilkan produk
sampingan berupa energi alternatif biogas dan pupuk organik, sehingga siklus
kegiatan peternakan selain mampu meningkatkan nilai ekonomi juga menjaga
kelestarian lingkungan.
3) KPSP Setia Kawan pada awalnya hanya bergerak di bidang penampungan susu segar,
simpan pinjam, serta perdagangan dan jasa. Seiring dengan kemajuaan usahanya,
perkembangan populasi sapi perah dari tahun ke tahun juga semakin bertambah.
Diakui peningkatan populasi sapi perah juga berhasil meningkatkan pendapatan
peternak. Namun di sisi lain, peningkatan populasi sapi perah juga meningkatkan
produksi kotoran sapi yang berdampak menimbulkan masalah polusi lingkungan dan
mengganggu kesehatan.
4) Berangkat dari pertimbangan tersebut maka koperasi kemudian mengajak para
anggotanya untuk memanfaatkan kotoran sapi perahnya menjadi energi alternatif
melalui proses reaktor biogas. Maka, sejak tahun 1989 koperasi merintis
membangun dua unit reaktor biogas skala rumah tangga untuk dimanfaatkan dua
keluarga di Desa Tutur dan Desa Gendro.
5) Biogas yang dihasilkan sangat membantu kebutuhan energi rumah tangga peternak.
Biogas dimanfaatkan untuk bahan bakar genset, lampu penerangan, memasak, serta
water heater (pemanas air) yang sangat dibutuhkan bagi warga yang berada di
kawasan kaki Gunung Bromo yang dingin.
6) Limbah kotoran sapi yang telah diambil gasnya (bio-slurry) yang jumlahnya
melimpah juga bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik yang sangat dibutuhkan para
petani maupun peternak sebagai pupuk tanaman bunga krisan, cabe, paprika, apel,
tebu, pembibitan pohon keras, serta rumput Setia, yakni rumput jenis gajah yang
daunnya halus tak berbulu dan disukai sapi. Sehingga dengan melimpahnya produk
pupuk organik juga berdampak pada pelestarian lingkungan dan peningkatan
pendapatan peternak maupun petani.
7) Dengan ketersediaan energi alternatif biogas, warga juga tidak lagi merambah hutan
guna menebang tanaman keras untuk kayu bakar, sehingga berdampak pula pada
pelestarian sumber air yang juga sangat dibutuhkan peternak dalam memelihara sapi
perahnya. Disebutkan, setiap ekor sapi perah setiap harinya membutuhkan air
antara 80 hingga 150 liter. Sementara itu, sekitar separuh dari 150 sumber air yang
ada sempat kering. Namun setelah adanya pengembangan energi alternatif biogas
yang berdampak pada pelestarian lingkungan, kini banyak sumber air di Nongkojajar
yang sempat mati telah kembali mengalirkan air lagi.
8) KPSP Setia Kawan pernah meraih beberapa penghargaan pada tahun 2012, yaitu di
antaranya: Penghargaan Pemasok Susu Terbaik dan wawasan lingkungan dari PT.
Nestle Indonesia; Penghargaan Energi Prakarsa dari Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral Republik Indonesia; dan Penghargaan Kalpataru kategori
Penyelamat lingkungan dari Presiden RI dalam rangka Hari Lingkungan Hidup
Sedunia. KPSP Setia Kawan, Nongkojajar memperoleh Kalpataru kategori kelompok
penyelamat lingkungan karena keberhasilannya membangun 883 unit biogas untuk
mengolah kotoran sapi yang populasinya mencapai 17.765 ekor yang bisa
dimanfaatkan untuk 1.253 rumah tangga, dan menghasilkan pupuk organik, serta
melestarikan lingkungan.
penampung ampas biogas atau lubang pupuk kotoran yang telah terfementasi.
Campuran kotoran dan air (yang bercampur dalam inlet atau tangki pencampur)
mengalir melalui saluran pipa menuju kubah. Campuran tersebut lalu memproduksi
gas setelah melalui proses pencernaan di dalam reaktor. Gas yang dihasilkan lalu
ditampung di dalam ruang penampung gas (bagian atas kubah). Kotoran yang sudah
berfermentasi dialirkan keluar dari kubah menuju outlet. Ampas ini dinamakan bio-
slurry. Ia akan mengalir keluar melalui overflow outlet ke lubang penampung slurry.
Gas yang dihasilkan di dalam kubah lalu mengalir ke dapur melalui pipa.
8) Reaktor Biodigester yang biasanya dibuat oleh KPSP Nongkojajar terdiri dari
Biodigester tipe 6m3 untuk 1 rumah tangga, 8m3 untuk 2 rumah tangga, 10m3 untuk
3 rumah tangga, dan 12m3 untuk 4 rumah tangga. KPSP Setia Kawan paling banyak
melayani permintaan anggota untuk membangun Biodigester yang tipe 8m3.
9) Untuk reaktor berkapasitas 6 m3 membutuhkan bahan baku kotoran sebanyak 40
60 kg/hari dan jumlah tersebut masih bisa dipenuhi dari 3 ekor sapi perah.
10) Dengan pemeliharaan yang baik, umur reaktor bisa mencapai 15 tahun.
memasak menggunakan kayu bakar sebesar Rp. 4.500/hari atau Rp. 45.000/10
hari.
- Pupuk
Limbah bodigaster dapat digunakan sebagai pupuk. Harga pupuk kering biasanya
terjual dengan harga Rp. 2.500/Kg. Masing-masing ukuran biodigaster mampu
menghasilan pupuk :
Tipe 6m3 menghasilkan 15 Kg pupuk kering/30 hari;
Tipe 8m3 menghasilkan 20 Kg pupuk kering/30 hari;
Tipe 10m3 menghasilkan 25 Kg pupuk kering/30 hari; dan
Tipe 12m3 menghasilkan 30 Kg.
C. Kesimpulan
1) Sampai dengan saai ini KPSP Setia Kawan telah membangun sebanyak 1.300 buah
biodigester bagi anggotanya. Biogas yang dihasilkan sampai dengan saat ini masih
dialirkan langsung ke rumah warga melalui pipa, belum dapat dimasukkan ke dalam
tabung dikarenakan belum terdapatnya alat untuk dapat memasukkan biogas ke
dalam tabung dan sekaligus memampatkannya. Apabila biogas ini nantinya dapat
dimasukkan dalam tabung, besar kemungkinan dimana tabung gas nantinya dapat
diperjualbelikan di pasar sehingga menambah manfaat ekonomi yang didapatkan
warga yang memiliki reaktor biogas. Selain itu, sedang dikembangkan suatu genset
modifikasi yang dapat memurnikan biogas yang ada agar tidak menyebabkan korosi
sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik rumahan warga dan
menghemat biaya listrik PLN.
2) Kandungan air dalam biogas membuat nyala api merah/kuning dan menimbulkan
korosi. Untuk mencegah korosi, ada beberapa komponen peralatan biogas yang
harus dilindungi terutama pada bagian kritis kebocoran, misalnya pada pipa gas
utama yang harus di galvanis, burner cup pada kompor yang harus kuningan dan
keran gas utama yang juga mesti kuningan.
3) Warga mengungkapkan sejak menggunakan energi alternatif biogas tidak lagi
dibayang-bayangi rasa was-was, karena meski sifat biogas mudah terbakar, jika
terjadi kebocoran tidak sampai menimbulkan ledakan. Selain itu, warga dapat
berhemat dalam hal pengeluaran untuk membeli elpiji. Lokasi pemukiman warga
yang berada di daerah pegunungan tinggi membuat harga elpiji mahal karena biaya
distribusi. Apalagi pada saat terjadi kelangkaan elpiji atau permainan pasar yang
mengakibatkan warga tidak mampu untuk membelinya, maka biogas sangat dapat
diandalkan. Sehingga biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk membeli elpiji setiap
bulannya dapat dialihkan untuk investasi penambahan sapi.
4) Kendala yang kami hadapi adalah tidak didapatnya laporan keuangan koperasi
dikarenakan laporan keuangan tersebut disimpan oleh pengurus.
5) Saran dan masukan dari responden antara lain bukan hanya biodigaster yang menadi
sasaran pembiayaan namun demikian diharapkan lebih diperluas dengan program
pembangunan sistem kandang ternak yang lebih memperhatikan sanitasi dan
manajemen operasional yang lebih memadai. Kebanyakan yang menjadi anggota
koperasi merupakan petani kecil yang belum terlalu memperhatikan sanitasi dan
sistem manajemen operasi kandang yang baik.
6) Saran dan masukan selanjutnya yaitu terkait dengan jaminan (collateral).
Memperhatikan bahwa sebagian besar anggota koperasi adalah petani kecil yang
tidak terlalu mempunyai jaminan yang besar. Oleh karena itu, reaktor/biodigaster
dan sapi dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.
C. Palembang
Methane Recovery and Utilisation at PT Pinago Utama Sugihwaras Palm Oil Mill,
Pelembang, Sumatera Selatan, Indonesia.
Latar Belakang
Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism) di PT.Pinago
Utama dilatarbelakangi oleh keinginan besar manajemen Perusahaan untuk membantu
pemerintah dalam pelestarian lingkungan dan penurunan kadar pencemaran dengan
melakukan pengurangan emisi karbon dari kegiatan industri pengolahan yang sejalan
dengan tujuan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change)
(sebuah organisasi internasional yang dibentuk pasca protokol Kyoto dengan tujuan untuk
membuat desain kegiatan dalam rangka penurunan emisi).
Rencana Proyek
Dari Latar belakang tersebut diperoleh rencana pengembangan proyek:
- Methane Recovery & Utilisation for Thermal Energy Generation
- Methane Emissions Avoidance from EFB Biomass Composting
- Biomass Power Plant for the new Palm Kernel Oil Processing Plant
Setelah melalui tahapan Audit, Validasi dan pemeriksaan Fisik, maka diputuskan untuk skala
prioritas diutamakan pengajuan proposal proyek Methane Recovery & Utilisation for
Thermal Energy Generation
Tujuan :
Untuk mengurangi Gas methan hasil pengolahan Limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit yang
terlepas ke atmosfer dan dimanfaatkan menjadi sumber Energi.
Prinsip Kerja
Kegiatan proyek Clean Development Mechanism (CDM) ini akan menggantikan system
pengolahan air limbah kolam terbuka seperti yang sudah ada saat ini digantikan dengan
Digester Anaerobik tanki tertutup (CSTR = Closed Tank Anaerobic Digester & Biogas
Recovery) dengan tujuan untuk menangkap gas metan dalam proses pengolahan air limbah
Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) menggunakan tanki besi pengolah limbah.
Efek Lingkungan
- Dengan penangkapan Gas methan secara sempurna akan mengurangi pelepasan
methan dan H2S (Hydrogen Sulphide) ke atmosfer sehingga pencemaran udara
dapat dikurangi.
- Dengan penerapan system tangki tertutup, maka pengolahan limbah cair lebih
konsisten dan efisien sehingga menghasilkan limbah yang memiliki baku mutu yang
lebih baik. Dengan demikian pencemaran air dapat lebih dieliminir.
- Sludge dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar kompos sehingga tidak
mempengaruhi kondisi kestabilan tanah dan hidrologis lokal.
Biogas
POME
Sludge use for co-
composting with
EFB
Aktivitas proyek tidak akan menyebabkan dampak negatif terhadap ekologis lokal dan
pencemaran lingkungan (udara, air dan tanah)
Deskripsi:
1. Proyek dikembangkan dengan memanfaatkan gas metan hasil pengolahan Pabrik
yang biasanya terlepas ke atmosfer menjadi sumber energi baru (pengganti solar)
sehingga pencemaran udara tidak terjadi.
2. Sludge dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan kompos (pupuk Organik)
sehingga membantu mengembalikan kualitas tanah.
3. System pengolahan Limbah cair menggunakan system CSTR menghasilkan output
limbah buangan yang berkualitas sangat baik.
Aktivitas proyek tidak akan menyebabkan gangguan kesehatan terhadap pekerja atau
masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi.
Deskripsi:
1. Perusahaan menerapkan prinsip Utamakan Keselamatan Kerja sehingga dalam
setiap kegiatan dilengkapi dengan alat keselamatan kerja yang memadai dan fasilitas
kesehatan berupa klinik perusahaan lengkap dengan dokter dan perawat yang
terampil.
2. Perusahaan melakukan pengecekan kesehatan seluruh karyawan tanpa terkecuali
setiap tahunnya bekerjasama dengan Disnaker dan Balai Hiperkes Kabupaten untuk
memantau tingkat kesehatan karyawan.
3. Final Effluent yang sudah melalui tahapan proses pengolahan limbah memiliki
kualitas yang sangat baik sehingga aman untuk dibuang ke sungai dan tidak
menyebabkan kerusakan ekosistem air maupun penurunan kualitas air untuk
dimanfaatkan masyarakat sekitar pabrik.
Keberlanjutan Ekonomi
Kriteria E.1 Kesejahteraan masyarakat lokal
1. Aktivitas proyek mengakibatkan pembukaan peluang kesempatan kerja dan
lapangan pekerjaan baru karena diperlukannya penambahan tenaga kerja. Dalam
recruitmenttenaga kerja, masyarakat lokal diberikan prioritas yang utama dalam
penerimaan tenaga kerja dimana sistem recruitment akan memakai sistem yang
transparan, sehingga tidak timbul kecemburuan atau prasangka ketidakadilan.
2. PT Pinago Utama memiliki Kesepakatan Kerja Bersama dan Lembaga Bipartit untuk
menyelesaikan keluhan dan permasalahan menyangkut kepegawaian sehingga
proses pemutusan kerja (bila terjadi) menggunakan peraturan perundangan yang
berlaku dan menerapkan pola persuasif konstitusional.
3. PT.Pinago Utama mengembangkan budidaya Jamur Tiram Putih dengan
memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit (Empty Bunch) sebagai media tanamnya.
Budidaya jamur ini targetnya dikembangkan sebagai industri rumah tangga
masyarakat sekitar pabrik sehingga bisa menjadi komoditas andalan masyarakat dan
menopang sendi perekonomian masyarakat untuk jangka panjang.
Keberlanjutan Sosial
Kriteria S.1 Partisipasi masyarakat
Kriteria S.2 Proyek tidak merusak integritas sosial masyarakat
1. Forum konsultasi masyarakat lokal telah diadakan pada tanggal 15 Oktober 2008
dimana para pemangku kepentingan (Stakeholders) seperti Bupati Kabupaten Musi
Banyuasin, Camat, Kepala Desa, Tokoh Agama dan Masyarakat, LSM dan
perusahaan-perusahaan perkebunan telah menghadiri dan tidak ada komentar
negatif atau bantahan mengenai rencana pengembangan proyek tersebut.
2. Proyek dibangun diatas lahan perusahaan sendiri sehingga tidak ada pihak-pihak
yang dirugikan dalam proses pembebasan lahan dan pembangunan pabrik. Dengan
pembangunan proyek CDM tidak akan merusak Integritas sosial masyarakat.
Keberlanjutan Teknologi
Kriteria T.1 Terjadi alih teknologi
1. Teknologi ini berdasarkan Teknologi Novaviro-KS Anaerobic Digester yang telah
menerima penghargaan ASEAN Energy Award tahun 2003.
2. Teknologi yang diterapkan merupakan suatu teknologi yang sudah terbukti dan
efisien dan sudah diaplikasikan pada beberapa perusahaan di Indonesia dan
Malaysia.
3. Proses transfer teknologi akan dilakukan dari awal kegiatan instalasi sampai dengan
perngoperasian dan perawatan kepada enginer, teknisi dan tenaga kerja lokal
sehingga tidak terjadi ketergantungan terhadap tenaga kerja asing/ expatriat dan
terjadi peningkatan kualitas skill individual tenaga kerja lokal.
4. Teknologi ini akan menjadi proyek percontohan bagi Pabrik minyak kelapa sawit
lainnya di indonesia untuk pemanfaatan Biogas melalui penangkapan gas metan.
kelas dan 1 unit bangunan kantor. Disamping itu juga disediakan 2 (Dua) unit bus
sekolah untuk layanan antar jemput anak karyawan dan masyarakat.
2. Pembangunan Klinik/ Puskesbun yang melayani masyarakat sekitar dan seluruh
karyawan perusahaan yang bisa diakses pelayanan 24 jam. Layanan ini Bekerjasama
dengan klinik dan puskesmas kecamatan terdekat.
3. Bekerjasama dengan PU Binamarga, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah
Kabupaten dalam rangka Perbaikan jalan kabupaten dengan pembuatan konsorsium
perbaikan jalan dan jembatan. Dalam hal ini PT. Pinago Utama membantu dalam
penyediaan material maupun penyediaan unit alat berat.
4. Bantuan dalam proses site preparation pembuatan pasar kecamatan.
5. Pembuatan dermaga Pontoon Penyeberangan untuk membantu akses desa Sungai
Napal di Kec. Batang harileko Kab. Musi Banyuasin
6. Bantuan-bantuan tentatif berupa sumbangan kegiatan sosial, keagamaan, olahraga,
penyediaan fasilitas perangkat desa, sekolah dan lain sebagainya.
7. Pembagian hewan kurban, pelaksanaan acara sunatan masal dan kegiatan rutin
lainnya.
8. Dan Saat ini pemerintah kabupaten sedang menyusun forum CSR dimana PT. Pinago
Utama sebagai anggotanya akan menyusun program-program pendanaan kegiatan
masyarakat baik dalam bidang infrastruktur maupun bidang-bidang lainnya.
Diharapkan dengan adanya forum ini, arah pembangunan dan bentuk kepedulian
dunia usaha dapat diimplementasikan secara lebih efektif dan terarah.
9. Bekerja sama dengan Assesor dari PT. Surveyor Indonesia untuk melakukan
assesment terkait kebutuhan CSR desa-desa Ring 1 diwilayah kerja perusahaan.
Kesimpulan
1. PT.Pinago Utama concern pada kegiatan penurunan emisi karbon dan pencemaran
lingkungan dengan penerapan sistem CSTR dalam pengolahan limbah PMKS.
2. PT. Pinago Utama berusaha menerapkan konsep Reduce, Recovery, Recycle & Reuse
dalam pengelolaan limbah pabrik.
3. PT. Pinago Utama menerapkan pola pembangunan berkelanjutan ( Sustainable
Development) dan Program Corporate Social Responsibility (CRS) dalam kegiatan
pengembangan proyek.
4. Proyek tersebut dianggap sebagai Clean Development Mechanism karena mampu
menyumbang penurunan emisi GHG.
emissions:
Wastewater
a) physical leakage of methane from the
treatment
digester system;
processes
b) methane emissions from discharged
wastewater where treatment may be
incomplete.
Description of how the anthropogenic emissions of GHG by sources are reduced below
those that would have occurred in the absence of the registered small-scale CDM project
activity:
The project would not have occurred without the additional financial support expected from
the CDM project activity. The project proponent has considered CDM support available to
the project financing at the early stage of project planning. The following is a summary of
the efforts undertaken by the project developer for the CDM project activity development:
Date Event
16 October 2006 Review proposal from technology provider on the development of POME Biogas
Recovery and Utilisation project as a CDM project.
21 May 2007 Review Letter of Intent for CDM Projects from AES AgriVerde, Indonesia.
26 October 2007 Board of Directors decided to proceed with the development of the POME Biogas
Recovery and Utilisation Project provided that CDM Support can be achieved.
20 November 2007 Review biogas CDM Project Development Proposal from EcoSecurities, Indonesia
8 January 2008 Proposal on the POME Biogas Recovery and Utilisation project was received from
technology provider for evaluation.
18 January 2008 Project Idea Note (PIN) was prepared and sent to potentialAnnex I entities to
participate in the proposed projectactivity. Several offers were received.
19 February 2008 Nordjysk Elhandel A/S (NE) arranged by the Royal Danish Embassy at Kuala
Lumpur was short-listed. General terms and conditions of offer for the
participation by Nordjysk Elhandel has been agreed upon.
31 March 2008 The project developer signed the contract for the project on implementation of
the Anaerobic Digester Plant with Aquarius Systems Sdn Bhd.
9 June 2008 Letter of Intent (LoI) was signed with Nordjysk Elhandel A/S (NE)
19 June 2008 NE Contract with CDM Consultant was signed.
20 Oct 2008 Draft ERPA has been prepared by NE and forwarded to PT Pinago Utama for
consideration.
15 Dec 2008 NE has signed contract with DOE for CDM project validation.
14
Bank of Indonesia, 2006 Economic Report on Indonesia, page 4.
Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan Bio-Digester Limbah Industri Tahu Kapasitas 40 M3
Di Dk Pandansari Ds Somopuro Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten
Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan Pemipaan Bio-Digester Limbah Industri Tahu 40 M3
Di Dk Pandansari Ds Somopuro Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten
Harga Satuan Jumlah
No Uraian Pekerjaan Analisa Volume
(Rp) (Rp)
I PEKERJAAN TANAH
1. Galian tanah B.6.3 18.00 m3 45,685.00 822,330.00
2. Urugan tanah B.6.9 13.50 m3 8,736.00 117,936.00
3. Urugan pasir B.6.11 3.00 m3 132,605.00 397,815.00
1,338,081.00
II PEKERJAAN PASANGAN DAN PLESTERAN
1. Bak kontrol 60x60 J.6.15E 3.00 bh 438,100.00 1,314,300.00
1,314,300.00
III PEMIPAAN
1. Pemasangan PVC D 6' J.6.33 50.00 m' 73,843.75 3,692,187.50
3,692,187.50
JUMLAH 6,344,568.50
2. Pengalaman KLH
Pemilik :
Bapak Marno
Desa Pandean, Kelurahan Karang Anom, Klaten Utara
Klaten Jawa Tengah
Jenis UMK :
Industri tahu (industri makanan)
Bentuk Investasi :
Refinancing dan penambahan beberapa peralatan untuk optimasi, penataan dan relokasi
proses-peralatan-tata/ruang serta penanganan dan pemanfaatan limbah dengan instalasi
reaktor biogas
RAB Refinancing dan Penambahan Peralatan untuk Optimasi, Penataan dan Relokasi Proses-
Peralatan-Tata/Ruang dan Penanganan dan Pemanfaatan Limbah dengan Instalasi Reaktor
Biogas
No Perincian Item Total
1. - Tata ruang lama meliputi rekondisi ruang produksi Rp 21,600,000.00 Rp 21,600,000.00
meliputi fondasi, lantai, tembok, atap, ventilasi, pintu
dan lain-lain kelengkapan bangunan pabrik. Termasuk
tenaga borongan untuk membangun;
- Pemasangan serta penataan perpipaan air bersih dan
jalur-jalur air buangan;
- Lantai dan lubang peresapan air cucian;
- Fondasi mesin giling berbahan concrete.
2. - Bak cuci (3 buah) berbahan concrete ukuran 60 x 60 x Rp 850,000.00 Rp 850,000.00
80 cm;
- Bak rendam (1 buah) berbahan concrete ukuran 175 x
120 x 80 cm.
3. Ayakan kedelai double screen stainless steel Rp 4,500,000.00 Rp 4,500,000.00
4. Mesin giling berikut motor diesel 7.5 PK untuk penggerak Rp 13,750,000.00 Rp 13,750,000.00
mesin giling
5. Bak buat masakan (2 buah) berbahan concrete dilapis Rp 2,500,000.00 Rp 5,000,000.00
stainless steel di dasar dengan dasar mendatar ukuran
diameter 80 x 80 cm
6. Gantungan kain-rantai-kain (2 set) Rp 250,000.00 Rp 500,000.00
7. Bak buat pengasaman (2 buah) berbahan concrete dilapis Rp 3,000,000.00 Rp 6,000,000.00
stainless steel dengan dasar melengkung ukuran diameter
80 x 80 cm
8. Bak tampungan air bersih (2 buah) berbahan concrete Rp 600,000.00 Rp 3,600,000.00
dilapis porcelain ukuran 60 x 60 x 80 cm
9. - Bak tampungan air asam (4 buah) berbahan concrete Rp 700,000.00 Rp 700,000.00
Daftar Komponen Yang Secara Teknis Dinilai Layak Mendapatkan Pinjaman Program DNS
No. Komponen Spesifikasi Teknis Satuan Harga Satuan Total
A Investasi Peralatan / Mesin Kapasitas produksi 300 kg kedelai per hari Rp 74,050,000.00
1 Bak perendaman kedelai Bak ukuran 600 liter, pasangan bata 1 LS Rp 1,500,000.00 Rp 1,500,000.00
berlapis keramik
2 Bak cucian kedelai Bak ukuran 100 liter, pasangan bata 3 LS Rp 400,000.00 Rp 1,200,000.00
berlapis keramik
3 Ketel uap dan tungku Diameter 80 cm tinggi 120 cm, steinless 1 LS Rp 22,000,000.00 Rp 22,000,000.00
steel tebal 2 mm, pipa saluran uap galvanis
diameter 1", tungku pasangan bata lapis
semen api horisontal dengan 2 pipa api
4 Bak pemanas dan Bejana 250 liter pasangan bata dan besi 4 LS Rp 800,000.00 Rp 3,200,000.00
penggumpalan bubur beton berlapis steinless steel tebal 0,8 mm
kedelai
5 Bak air bersih dan asaman Bak 200 liter, pasangan bata berlapis 6 LS Rp 450,000.00 Rp 2,700,000.00
keramik
6 Tempat cetakan tahu Meja ukuran @ 0,5 m2, beton dan 1 LS Rp 750,000.00 Rp 750,000.00
pasangan bata berlapis keramik dan pipa
air buangan
7 Peralatan tambahan Saringan gantung, press ampas dan tahu 1 LS Rp 1,700,000.00 Rp 1,700,000.00
8 Alat gilingan kedelai Gilingan 12' merk panda, Motor diesel 15 1 LS Rp 9,000,000.00 Rp 9,000,000.00
PK merk dompeng, fondasi alat dan motor
bata plester
9 Reaktor Biogas Bak biodegester 36 m3, Diameter 5m dan 1 LS Rp 32,000,000.00 Rp 32,000,000.00
kedalama 3m, bentuk kubah dengan dasar
silindris
2. Biogas PT Nubika
Investasi dan Modal (Pendanaan) Kerja yang Direkomendasi PLT Biomassa Pelepah Sawit
Spesifikasi (Engineering,
No Uraian Jumlah Satuan Harga/unit Total Pengajuan
Kapasitas)
(Rp) (Rp)
Peralatan Mesin PLTU
A
Mini
Bangunan gudang ukuran 25
1 Bangunan dan Gudang 2 1 Unit 250,000,000.00 250,000,000.00
X 100 m
2 Mesin Perajang Pelepah Terdiri dari: 1 Unit 25,000,000.00 25,000,000.00
dan Daun Kelapa Sawit 1. Corong kerucut
2. Dimensi p x l = 110 x 330
mm
3. Berat: 270 kg
4. Kapasitas perajang: 170 kg
pelepah sawit/jam
5. Perajang daun dan pelepah
sawit sekaligus
6. Mesin 12 PK sistem starter
atau sistem manual
7. Konsumsi bahan bakar solar
2,5 jam/liter
Bahan Perajang:
1. Plat UNP 8
2. Plat DLM 10 mm untuk
dudukan pisau diameter 500
mm
3. Tebal plat tabung 3 mm
4. Pisau pemotong HSS 18%
5. Pisau perajang berbahan
baja intan
3 Screw Feeding Machine Kapasitas : 750 kg/jam 16,500,000.00 16,500,000.00
4 Screw Press Machine Kapasitas : 750 kg/jam 19,000,000.00 19,000,000.00
Screw Drier Conveyor
5 Kapasitas : 60 kg/jam 11,250,000.00 11,250,000.00
Machine
6 Bio Pallet Machine Kapasitas : 100 - 200 kg/jam 21,000,000.00 21,000,000.00
3
7 Solar Pumping System Kapasitas : 2 m 120,000,000.00 120,000,000.00
Boiler Feed Water
8 Condensing Sytem 92,500,000.00 92,500,000.00
System
A. JARINGAN TR JALUR
9 Pekerjaan Jaringan 1 Unit 452,250,000.00 452,250,000.00
UTAMA 5 KM
- Tiang Listrik 126 buah
seharga Rp. 189,000,000
- Kabel TIC 70 sebanyak 5000
m seharga Rp. 225,000,000
B. JARINGAN TR JALUR SUB
1 Unit 802,875,000.00 802,875,000.00
10 KM
- Tiang Listrik 251 buah
seharga Rp. 376,500,000
- Kabel TIC 25 sebanyak
10000 m seharga Rp.
350,000,000
Steam Boiler Unit 2000 feeding, automatic water
10 1 1,530,000,000.00 1,530,000,000.00
kg/jam control, sertifikat Depnaker.
Konsumsi pelepah sawit
Pressure 6 bar automatic
(2.000 kkal/kg) 170 kg/jam
Steam Turbine, Pressure
11 Electrical Output 200 kW 1,545,733,000.00 1,545,733,000.00
nett
5 bar, 2 ton/jam steam Condesor unit
Mechanical Transmission,
Coupling and Safety Guard
Synchronous Generator, 250
CV. Pesona adalah perusahaan penggilingan padi yang sudah berjalan sejak tahun 2007,
saat ini berproduksi 20 ton beras/hari. Bahan baku penggilingan yaitu gabah hasil panen
dibeli dari petani lokal dari kecamatan Lape.dengan harga Rp. 3.250/kg dan dari kecamatan
Klunyuk juga harga dengan harga Rp. 3.250/kg tetapi ditambah biaya BBM karena
kecamatan Klunyuk berjarak 80 Km dari lokasi usaha.
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 79/PMK.05/2007
TENTANG
KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dan energi nasional,
diperlukan pendanaan yang mengedepankan peran perbankan nasional
dengan subsidi bunga dari Pemerintah;
b. bahwa agar penyediaan, penyaluran dan pertanggungjawaban
pendanaan sebagaimana tersebut pada huruf a dapat berjalan secara
tertib, terkendali, efektif, dan efisien, perlu diciptakan suatu skim dan
mekanisme kredit yang terpadu;
c. bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.017/2000 tentang
Pendanaan Kredit Ketahanan Pangan, sebagaimana telah tiga kali diubah
terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.06/2004
dinilai tidak dapat memenuhi upaya peningkatan ketahanan pangan dan
energi;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3472), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3790);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia 'Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KREDIT KETAHANAN
PANGAN DAN ENERGI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
1. Program Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas usaha
pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan yang
menghasilkan pangan nabati dan/atau hewani.
2. Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati adalah upaya
peningkatan produksi dan produktivitas tanaman penghasil bahan baku bahan bakar
nabati untuk memenuhi kebutuhan sumber energi lain.
3. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, selanjutnya disingkat KKP-E, adalah kredit investasi
dan/atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan Program
Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar
Nabati.
4. Kredit Ketahanan Pangan, selanjutnya disingkat KKP, adalah kredit investasi dan atau
modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada petani, peternak, nelayan dan
pembudidaya ikan, kelompok (tani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan) dalam
rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar,
pengembangan budidaya tanaman tebu, peternakan sapi potong, ayam buras dan itik,
usaha penangkapan dan budidaya ikan, serta kepada koperasi dalam rangka pengadaan
pangan berupa gabah, jagung, dan kedelai.
5. Menteri Teknis adalah Menteri yang membidangi sektor/sub-sektor tertentu yang
tercakup dalam program dibiayai KKP-E.
BAB II
TUJUAN
Pasal 2
KKP-E disediakan dalam rangka mendukung pendanaan pelaksanaan Program Ketahanan
Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati.
BAB III
OBJEK PENDANAAN
Pasal 3
Kegiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E meliputi :
a. Pengembangan Padi, Jagung, Kedelai, Ubi Jalar, Tebu, Ubi Kayu (Singkong), Kacang
Tanah, dan Sorgum;
b. Pengembangan Tanaman Hortikultura berupa: Cabe, Bawang Merah, Jahe, Kentang,
dan Pisang;
c. Pengadaan Pangan berupa: Gabah, Jagung, dan Kedelai;
d. Peternakan Sapi Potong, Sapi Perah, Pembibitan Sapi, Ayam Ras Petelur, Ayam Ras
Pedaging, Ayam Buras, Itik, dan Burung Puyuh;
e. Penangkapan Ikan, Budidaya Udang, Nila, Gurame, Patin, Lele, Kerapu Macan, dan
Ikan Mas, serta pengembangan Rumput Laut; dan
f. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan usaha sebagaimana tersebut pada huruf d dan e.
Pasal 4
Kegiatan usaha dalam rangka Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan
Tanaman Bahan Baku Bakar Nabati dapat dilakukan secara mandiri atau bekerjasama
dengan Mitra Usaha.
BAB IV
SUMBER PENDANAAN
Pasal 5
(1) Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana.
(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan dan ditatausahakan oleh
Bank Pelaksana.
BAB V
MEKANISME PENDANAAN
Pasal 6
(1) Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan menunjuk Bank Pelaksana
berdasarkan permohonan bank yang bersangkutan.
(2) Bank Pelaksana sekurang-kurangnya memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Menyampaikan l:omitmen tertulis penyediaan dana sejumlah tertentu guna
pendanaan KKP-E.
b. Berkedudukan atau memiliki kantor operasional atau memiliki kerjasama
operasional dengan lembaga keuangan lain yang berkedudukan di wilayah provinsi
penyaluran KKP-E.
(3) Bank Pelaksana KKP, yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat langsung menjadi Bank Pelaksana KKP-E tanpa penunjukan baru, dengan
menyampaikan pernyataan kesediaan untuk menjadi Bank Pelaksana KKP-E secara
tertulis kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 7
Menteri Keuangan memberikan persetujuan plafon KKP-E untuk masing-masing Bank
Pelaksana, dengan didasarkan pada pertimbangan :
a. Program dan Pembiayaan Peningkatan Ketahanan Pangan dan Pengembangan
Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati untuk sektornya masing-masing, yang
dirinci per tahun, per wilayah propinsi dan per komoditi/kelompok kegiatan usaha,
yang disampaikan oleh Menteri Teknis;
b. kemampuan Pemerintah menyediakan Subsidi Bunga;
c. usul/komitmen penyediaan dana KKP-E oleh Bank Pelaksana; dan
d. pendapat Komite Kebijakan.
Pasal 8
(1) Alokasi plafon KKP-E masing-masing Bank Pelaksana, yang dirinci per
komoditi/kelompok kegiatan usaha, dituangkan dalam PKP.
(2) Berdasarkan alokasi plafon KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Pelaksana
menyusun Rencana Tahunan Penyaluran KKP-E yang dirinci per komoditi/kelompok
kegiatan usaha dan per wilayah provinsi.
(3) Rencana Tahunan Penyaluran KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
oleh Bank Pelaksana kepada Menteri dan Menteri Teknis.
Pasal 9
Bank Pelaksana menetapkan Peserta KKP-E berdasarkan penilaian terhadap kelayakan Calon
Peserta KKP-E dan kegiatan usaha yang diusulkan Calon Peserta KKP-E yang bersangkutan
sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, serta dengan memperhatikan ketentuan
yang berlaku.
Pasal 10
(1) KKP-E diberikan kepada Peserta KKP-E melalui Kelompok Tani dan/atau Koperasi.
(2) Penyaluran KKP-E dilakukan dengan ketentuan :
a. Volume kegiatan usaha yang dibiayai, paling tinggi sebesar batas tertinggi volume
kegiatan usaha per Peserta KKP-E yang ditetapkan oleh Menteri Teknis atau
pejabat yang dikuasakan.
b. Realisasi KKP-E, paling tinggi sebesar Kebutuhan Indikatif.
c. Besarnya plafon individual KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana dengan
memperhatikan Kebutuhan Indikatif, dengan ketentuan :
- untuk petani, peternak, pekebun, dan nelayan paling tinggi sebesar Rp.
25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah); dan
- untuk koperasi dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung, dan kedelai)
paling tinggi sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
d. Besarnya batas tertinggi plafon individual sebagaimana dimaksud pada huruf c
ditinjau kembali setiap tanggal 1 April.
(3) Total baki debet penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana, dari waktu ke waktu untuk
masing-masing komoditi/kelompok kegiatan usaha paling tinggi sebesar plafon KKP-E
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
Pasal 11
Bank Pelaksana wajib mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menjamin
penyediaan dan penyaluran KKP-E yang menjadi tanggung jawabnya secara tepat jumlah
dan tepat waktu sesuai program yang ditetapkan Pemerintah, serta mematuhi semua
ketentuan tatacara penatausahaan yang berlaku.
BAB VI
PERSYARATAN KREDIT
Pasal 12
(1) Tingkat bunga KKP-E ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit
sejenis dengan ketentuan :
a. untuk KKP-E pengembangan Tebu paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan
simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan
ditambah 5 persen (lima perseratus); dan
b. untuk KKP-E lainnya paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada
Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 6 persen
(enam per seratus).
(2) Tingkat bunga KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan ditetapkan
kembali setiap 6 (enam) bulan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober berdasarkan
kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana dengan mendengar
pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis.
(3) Tingkat bunga KKP-E untuk pertama kali ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang
berlaku untuk kredit sejenis dengan batas paling tinggi didasarkan pada suku bunga
penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin
Simpanan yang berlaku pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini, dan
dicantumkan dalam PKP.
(4) Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan memberitahukan secara
tertulis penetapan tingkat bunga KKP-E pada setiap terjadi perubahan kepada Bank
Pelaksana dengan tembusan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri
Teknis, dan selanjutnya tindasan surat pemberitahuan tersebut setelah ditandatangani
Direksi Bank Pelaksana sebagai tanda persetujuan disampaikan kembali kepada
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(5) Menteri Keuangan sewaktu-waktu dapat mengusulkan dilakukannya peninjauan
kembali/penyesuaian tingkat bunga KKP-E, dengan mempertimbangkan pendapat
Komite Kebijakan.
Pasal 13
(1) Risiko KKP-E ditanggung oleh Bank Pelaksana.
(2) Sebagian risiko KKP-E tertentu yang ditetapkan Pemerintah dapat dijaminkan oleh Bank
Pelaksana dengan membayar premi kepada lembaga penjamin yang didukung oleh
Pemerintah.
Pasal 14
Jangka waktu KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus tanam atau siklus
usaha, paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 15
Bank Pelaksana KKP-E tidak mengenakan provisi kredit dan biaya komitmen kepada Peserta
KKP-E.
BAB VII
SUBSIDI BUNGA
Pasal 16
(1) Bagian tingkat bunga KKP-E yang dibebankan kepada Peserta KKP-E ditetapkan oleh
Menteri Keuangan berdasarkan :
Pasal 17
Pemerintah memberikan Subsidi Bunga selama masa jangka waktu KKP-E, tidak termasuk
perpanjangan jangka waktu pinjaman.
Pasal 18
(1) Pengalokasian Subsidi Bunga dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN) dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan mengacu pada program
sebagaimana dimaksud dalam Basal 7 huruf a dan plafon KKP-E sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1).
(2) Atas alokasi Subsidi Bunga yang tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), Menteri Keuangan menerbitkan Surat Penetapan Satuan Anggaran per
Satuan Kerja (SP-SAPSK) dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Subsidi Bunga.
Pasal 19
(1) Subsidi bunga KKP-E dibayarkan setiap 3 (tiga) bulan sekali.
(2) Permintaan pembayaran Subsidi Bunga KKP-E diajukan oleh Bank Pelaksana kepada
Menteri Keuangan u.p. Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan dilampiri :
a. rincian perhitungan tagihan Subsidi Bunga KKP-E;
b. rincian mutasi rekening pinjaman masing-masing penerima KKP-E; dan
c. tanda terima pembayaran Subsidi Bunga KKP-E yang ditandatangani Direksi Bank
Pelaksana atau pejabat yang dikuasakan.
(3) Pembayaran Subsidi Bunga KKP-E dilakukan berdasarkan data penyaluran KKP-E yang
disampaikan oleh Bank Pelaksana.
(4) Dalam rangka meneliti kebenaran perhitungan Subsidi Bunga yang telah dibayarkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan verifikasi oleh Departemen Keuangan
c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, secara periodik atau sewaktu-waktu.
(5) Dalam hal diperlukan, pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat mengikutsertakan Departemen Teknis.
BAB VIII
PEDOMAN PELAKSANAAN, PEMBINAAN,
PENGENDALIAN, DAN EVALUASI
Pasal 20
(1) Pedoman pelaksanaan KKP-E ditetapkan oleh Menteri Teknis.
(2) Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan KKP-E dilakukan oleh Menteri Keuangan,
Menteri Teknis, dan Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan bidang tugas dan
wewenang masing-masing.
(3) Rapat Evaluasi Penyelenggaraan KKP-E dilaksanakan secara periodik atau sewaktu-
waktu atas prakarsa Menteri Keuangan dan/atau Menteri Teknis, dengan
mengikutsertakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Direksi/Pengurus Mitra Usaha,
dan Direksi Bank Pelaksana, atau yang mewakili.
BAB IX
PEMERIKSAAN
Pasal 21
(1) Menteri Keuangan dan/atau Menteri Teknis, sewaktu-waktu dapat mengadakan
pemeriksaan atas realisasi penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana dan penggunaannya
oleh Peserta KKP-E.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
Keuangan dan/atau Menteri Teknis dapat meminta bantuan aparat fungsional
pemeriksa internal atau eksternal.
(3) Pemeriksaan atas realisasi penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia.
(4) Bank Pelaksana dan/atau Peserta KKP-E dan/atau Mitra Usaha berkewajiban :
a. menyampaikan data dan dokumen terkait;
b. memberikan tanggapan atau jawaban terhadap hal-hal ditanyakan atau diperlukan
kejelasan; dan
c. bersikap kooperatif dalam pelaksanaan pemeriksaan.
BAB X
LAPORAN
Pasal 22
(1) Bank Pelaksana wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Bulanan Penyaluran dan
Pengembalian KKP-E kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan
dan Menteri Teknis paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya.
(2) Bank Pelaksana wajjb menyampaikan laporan lain terkait dengan penyelenggaraan KKP-
E dalam hal diperlukan dan diminta secara khusus oleh Menteri Keuangan dan/atau
Menteri Teknis.
(3) Kewajiban penyampaian laporan kegiatan oleh Mitra Usaha diatur oleh Menteri Teknis.
BAB XI
SANKSI
Pasal 23
(1) Dalam hal Bank Pelaksana melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, maka Bank Pelaksana dikenakan
sanksi:
a. administratif berupa teguran tertulis;
b. penundaan pembayaran Subsidi Bunga; atau
c. penghentian pembayaran Subsidi Bunga.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengenaan sanksi diatur dalam
PKP.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
Memorandum Kesepakatan Bersama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 11
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.017/2000 tentang Pendanaan Kredit
Ketahanan Pangan sebagaimana telah tiga kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 559/KMK.06/2004, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
tanggal 31 Desember 2007 atau sampai dengan tangga1 berlakunya PKP.
Pasal 25
KKP yang masih tersalur pada saat diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan ini,
dialihkan dan diperlakukan sebagai bagian KKP-E sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan ini.
Pasal 26
Selama tingkat bunga KKP-E dan bagian tingkat bunga KKP-E yang dibebankan kepada
Peserta KKP-E belum ditetapkan, maka ketentuan mengenai tingkat bunga dan bagian
tingkat bunga KKP pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini diberlakukan
untuk Peraturan Menteri Keuangan ini.
BAB XIIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, maka Keputusan Menteri Keuangan
Nomur 345/KMK.017/2000 tentang Pendanaan Kredit Ketahanan Pangan sebagaimana telah
tiga kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.06/2004
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban, hak, tugas, dan tanggung jawab Bank Pelaksana
serta mekanisme dan tata cara pendanaan, penyaluran, persyaratan, penatausahaan,
pembayaran subsidi bunga, Pelaporan, pengawasan, dan ketentuan-ketentuan lain yang
diperlukan dalam pelaksanaan KKP-E, diatur dalam PKP.
Pasal 29
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri
Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Juli 2007
MENTERI KEUANGAN,
SRI MULYANI INDRAWATI
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 48 / PMK.05/ 2009
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007
TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI
MENTERI KEUANGAN,
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/ PMK.05/ 2007 tentang
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga keseluruhan Pasal 3 menjadi berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 3
(1) Kegiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E meliputi:
a. Pengembangan Tanaman Pangan;
b. Pengembangan Tanaman Hortikultura;
c. Pengembangan Perkebunan;
d. Pengadaan Pangan berupa: Gabah, Jagung, dan Kedelai;
e. Peternakan;
f. Penangkapan dan Pembudidayaan Ikan; dan
g. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan usaha sebagaimana tersebut pada huruf a sampai dengan e.
(2) Uraian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lebih lanjut diatur
dalam Peraturan Menteri Teknis terkait.
3. Di antara Bab XII dan Bab XIII disisipkan 1 (satu) Bab baru, yaitu Bab XIIA yang berbunyi
sebagai berikut:
BAB XIIa
KETENTUAN PERALIHAN
4. Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 1 (satu) pasal baru, yakni Pasal 26a, yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 26a
Penentuan besarnya plafon individual KKP-E oleh Bank Pelaksana yang diputuskan mulai
tanggal 1 April 2009, dapat menggunakan skema seperti yang diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan ini.
Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri
Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Maret 2009
MENTERI KEUANGAN
SRI MULYANI INDRAWATI
Pasal I
Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 November 2010
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 November 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
USULAN DRAFT
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR /PMK.011/2014
TENTANG
MEMUTUSKAN:
Pasal I
(4) Total baki debet penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana dari
waktu ke waktu untuk masing-masing komoditas/kelompok
kegiatan usaha paling banyak sebesar plafon KKP-E sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
Pasal II
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
M. Chatib Basri
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan pertanian tetap memegang peran strategis dalam perekonomian
nasional. Peran strategis tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui
pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio
energi, penyerapan tenaga kerja, sumber devisa negara dan sumber pendapatan serta
pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan.
Pembangunan pertanian diharapkan dapat memperbaiki pendapatan penduduk
secara merata dan berkelanjutan, karena sebagian besar penduduk Indonesia memiliki mata
pencaharian di sektor pertanian. Sejalan dengan target utama Kementerian Pertanian 2010-
2014 meliputi: (1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2)
peningkatan diversifikasi pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor dan
(4) peningkatan kesejahteraan petani. Strategi yang akan dilaksanakan adalah melakukan
revitalisasi pertanian dengan fokus tujuh aspek dasar yang dinamakan dengan Tujuh Gema
Revitalisasi, yang terdiri atas: (1) lahan; (2) perbenihan dan perbibitan; (3) infrastruktur dan
sarana; (4) sumber daya manusia, (5) pembiayaan petani; (6) kelembagaan petani dan (7)
teknologi dan industri hilir.
Keberhasilan peningkatan produksi pangan di masa lalu dalam hal pencapaian
swasembada pangan, tidak terlepas dari peran pemerintah melalui penyediaan kredit
program dengan suku bunga rendah, fasilitas Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sampai
dengan tahun 1998 dan subsidi sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida). Semenjak
diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia maka tidak tersedia lagi
sumber dana dari KLBI, oleh karena itu mulai tahun 2000 telah diluncurkan Skim Kredit
Ketahanan Pangan (KKP) yang sumber dananya berasal dari Perbankan dengan subsidi suku
bunga bagi petani dan peternak yang disediakan oleh pemerintah.
Dalam perkembangannya KKP mengalami penyesuaian dari tahun ke tahun, mulai
Oktober 2007 KKP disempurnakan menjadi KKP-E (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi). Hal
ini mengadopsi upaya mengurangi ketergantungan energi berbahan baku fosil dan
perkembangan teknologi energi dikembangkan energi lain yang berbasis sumber energi
nabati. Energi alternatif dimaksud disini berbasis ubi kayu/singkong dan tebu diintegrasikan
dengan Skim KKP yang telah ada sehingga berubah menjadi Skim Kredit Ketahanan Pangan
dan Energi (KKP-E).
KKP-E merupakan skim kredit yang ditetapkan Pemerintah dengan pola penyaluran
executing. Untuk kelancaran pelaksanaan KKP-E penyaluran dan pengembaliannya dapat
berjalan dengan baik ditingkat lapangan perlu disusun Pedoman Teknis Skim Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi yang disempurnakan sesuai perkembangan dan kebutuhan.
1.2. Pengertian
1) Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga tercermin
dari tersedianya pangan yang cukup, baik, jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau;
2) Pangan adalah sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah
maupun tidak diolah diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi
manusia;
3) Program Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas
usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan yang
menghasilkan pangan nabati dan/atau hewani;
4) Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati adalah upaya
peningkatan produksi dan produktivitas tanaman penghasil bahan baku bahan bakar
nabati untuk memenuhi kebutuhan sumber energi lain;
5) Kredit Ketahanan Pangan dan Energi yang selanjutnya disebut KKP-E, adalah kredit
investasi dan/ atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan
Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan
Bakar Nabati;
6) Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok yang selanjutnya disebut RDKK, adalah rencana
kebutuhan modal kerja dan atau investasi kelompok untuk usaha pertanian yang
disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok dalam satu periode tertentu yang
dilengkapi dengan jadwal pencairan dan pengembalian kredit;
7) Rencana Kebutuhan Usaha Petani yang selanjutnya disebut RKU petani adalah rencana
kebutuhan modal kerja atau investasi petani untuk usaha pertanian dalam satu periode
tertentu yang dilengkapi jadwal pencairan dan pengembalian kredit;
8) Petani adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengelola usaha di bidang
pertanian;
9) Kelompok Tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar
kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya,
tempat) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota;
10) Gabungan Kelompoktani (Gapoktan) adalah kumpulan beberapa kelompoktani yang
bergabung dan berkerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.
11) Calon peserta KKP-E adalah petani/peternak/pekebun yang tergabung dalam kelompok
tani dan/atau koperasi;
12) Peserta KKP-E adalah calon peserta KKP-E yang disetujui oleh Bank Pelaksana sebagai
penerima KKP-E;
13) Mitra Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta
dan/atau Badan Usaha Milik Daerah, atau Koperasi yang berbadan hukum dan memiliki
usaha di bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan
dan/atau industri bahan bakar nabati;
14) Koperasi adalah Koperasi Primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang anggotanya terdiri dari Peserta KKP-E;
15) Penyuluh Pertanian, yang selanjutnya disebut penyuluh adalah petugas yang diberi
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat Dinas Teknis
setempat untuk mengesahkan RDKK;
16) Kebutuhan indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap komoditas yang didanai KKP-E
per satuan luas dan/atau per unit usaha yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian;
17) Bank Pelaksana adalah Bank Umum yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri
Keuangan untuk menyediakan, menyalurkan, dan menatausahakan KKP-E.
1.3. Tujuan
1) Memberikan acuan bagi pemangku kepentingan di pusat dan daerah dalam
pelaksanaan penyaluran dan pengembalian KKP-E;
2) Mengoptimalkan pemanfaatan dana kredit yang disediakan oleh perbankan untuk
petani/peternak/pekebun yang memerlukan pembiayaan usahanya secara efektif,
efisien dan berkelanjutan;
3) Mendukung peningkatan produksi dalam peningkatan ketahanan pangan nasional dan
ketahanan energi lain melalui pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati.
1.4. Sasaran
1) Terlaksananya penyaluran KKP-E kepada petani/peternak/pekebun dan
pengembalian kredit tepat waktu;
2) Terpenuhinya modal bagi petani/peternak/pekebun dalam melaksanakan usaha
taninya;
3) Meningkatnya penerapan teknologi anjuran bagi petani/peternak /pekebun yang
memanfaatkan kredit.
Disamping lima komoditas pangan utama tersebut di atas, juga dikembangan 34 komoditas
unggulan nasional baik komoditas pangan dan non pangan. Untuk mencapai sasaran
produksi tahun 2010-2014 yang telah ditetapkan diperlukan upaya-upaya sebagai berikut :
A. Sub Sektor Tanaman Pangan
Upaya pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan tanaman pangan ditempuh
melalui :
4) Peningkatan produktivitas hasil dengan meningkatkan mutu intensifikasi, penerapan
teknologi unggul tepat guna dan spesifik lokasi, penggunaan benih varietas unggul
bermutu, penerapan pupuk berimbang dan organik;
5) Perluasan areal tanam melalui upaya khusus dengan peningkatan intensisitas tanaman,
tumpang sari, cetak sawah baru, optimalisasi pemanfaatan Jaringan Irigasi Tingkat Usaha
Tani (JITUT), Jaringan Irigasi Desa (JIDES), Tata Air Mikro (TAM) serta pompa, sumur dan
embung;
6) Pengamanan produksi melalui : Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT),
Penanganan Panen dan Pasca Panen, serta Pemanfaatan Alsintan melalui pola UPJA;
7) Program peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan kemampuan
kelembagaan kelompok tani dan Gabungan Kelompoktani (Gapoktan), manajemen
usaha tani, kemampuan penangkar benih, penerapan Sekolah Lapangan Pengelolaan
Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) dan Magang Sekolah Lapang Pelatihan
Pendidikan Pertanian dan Kewirausahaan;
8) Dukungan pembiayaan melalui : Bantuan Sosial, Lembaga Mandiri Mengakar di
Masyarakat (LM3), Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM), Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dan optimalisasi pemanfaatan Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi (KKP-E).
Komoditas ubi kayu dan tebu dapat secara bersama-sama dapat digunakan untuk
mendukung ketahanan pangan nasional dan ketahanan energi. Pengembangan komoditas
ubi kayu dan tebu dapat digunakan sebagai bahan baku energi nabati (biofuel). Produksi ubi
kayu di beberapa daerah sudah dikembangan sebagai bahan baku pabrik yang menghasilkan
ethanol. Pada saat sekarang terdapat sekitar 85 pabrik yang tersebar di 12 propinsi yaitu :
Lampung, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera
Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan
Kalimantan Timur. Sasaran produksi ubi kayu Tahun 2012 sebanyak 25.000.000 ton dan
Tahun 2013 sebanyak 26.300.000 ton.
Untuk komoditas tebu diprioritaskan untuk sawasembada gula, baru kemudian untuk
mendukung ketahanan energi. Diharapkan melalui optimalisasi pemanfaatan KKP-E
khususnya ubi kayu dan tebu dapat mendukung ketahanan energi nasional.
Tabel 3. Tingkat Bunga Bank, Tingkat Bunga Peserta KKP-E dan Subsidi Bunga
2) Besarnya KKP-E maksimal untuk komoditas hortikultura per ha, yaitu cabai Rp. 62,082
juta,bawang merah Rp. 54,224 juta, kentang Rp. 61,856 juta, bawang putih Rp. 44,690
juta, tomat Rp. 50.330 juta, Jahe Rp. 38,950 juta, kencur Rp. 36,950 juta, kunyit Rp.
31,950 juta, pisang Rp. 18,0 juta, nenas Rp. 38,0 juta, buah naga Rp. 97,529 juta, melon
Rp. 52,739 juta, semangka Rp. 30,324 juta, papaya Rp. 19,0 juta, salak Rp. 49,125 juta,
strawberi Rp. 98,464 juta, pemeliharaan durian Rp. 35,168 juta, mangga Rp. 22,595 juta,
manggis Rp. 27,775 juta, jeruk Rp. 74,900 juta, apel Rp. 62,062 juta dan melinjo Rp.
40,575 per ha.
3) Besarnya KKP-E maksimal untuk pengembangan budidaya tebu per ha Rp. 18 juta,
pemeliharaan teh Rp. 7,663 juta, kopi robusta Rp. 9,186 juta, kopi arabika Rp. 12,885
juta dan lada Rp. 32,250 juta.
4) Besarnya KKP-E maksimal untuk peternak, yaitu ayam buras Rp. 100 juta, ayam ras
petelur Rp. 100 juta, ayam ras pedaging Rp. 100 juta, Itik Rp. 100 juta, burung puyuh Rp.
100 juta, kelinci Rp. 100 juta, sapi potong dan sapi perah Rp. 100 juta, penggemukan
sapi perah jantan/sapi potong Rp. 100 juta, kambing/domba Rp. 100 juta, kerbau Rp.
100 juta, dan babi Rp. 100 juta per satuan unit usaha.
5) Besarnya KKP-E untuk kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi dalam
rangka pengadaan pangan (gabah, jagung dan kedelai) setinggi-tingginya Rp. 500 juta.
6) Besarnya KKP-E untuk kelompoktani dalam rangka pengadaan/peremajaan alat dan
mesin untuk mendukung usaha tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan
perkebunan setinggi-tingginya Rp. 500 juta.
4) Kelompok Tani/koperasi meneruskan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan
kepada petani/anggota Kelompoktani.
5) Petani/ Kelompoktani harus mengembalikan kewajiban KKP-E kepada Bank Pelaksana
sesuai dengan jadwal, tanpa harus menunggu saat jatuh tempo.
Keterangan :
1. Petani menyusun Rencana Kebutuhan Usaha dan Kelompok Tani menyusun Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok RDKK (dibantu oleh Petugas Dinas Teknis setempat/Penyuluh Pertanian.
2. Pejabat yang diberi kuasa Dinas Teknis setempat /Penyuluh Pertanian terkait mensahkan RKU
usaha petani RDKK yang diketahui oleh Mitra usaha.
3. RDKK yang sudah disahkan diajukan langsung ke Bank Pelaksana.
4. Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen RKU/RDKK, dan apabila dinilai layak kemudian
bank menandatangani akad kredit dengan Kelompok tani, selanjutnya menyalurkan KKP-E kepada
Kelompok Tani.
5. Dalam hal petani/ kelompok tani/koperasi bekerjasama dengan Mitra Usaha (Perusahaan BUMN,
BUMD, Koperasi, Swasta lain yang memiliki usaha bidang pertanian), maka mitra usaha dapat
bertindak sebagai penjamin pasar atau kredit (avalis) sesuai perjanjian pihak yang bermitra. Jika
mitra usaha berbentuk koperasi maka koperasi bertindak sebagai penjamin pasar atau kredit
(avalis) terhadap anggotanya.
6. Mitra usaha menjamin pemasaran hasil produksi petani/kelompok tani/ koperasi dan membantu
kelancaran pengembalian kreditnya yang berkoordinasi dengan Bank Pelaksana.
7. Petani/ kelompok tani/ koperasi mengembalikan KKP-E langsung kepada Bank pelaksana sesuai
jadwal yang disepakati dalam akad kredit.
6.1. Pembinaan
1) Pembinaan dalam pelaksanaan KKP-E di tingkat pusat dilakukan oleh Direktorat
Pembiayaan Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian bersama Instansi terkait
lainnya dan Bank Pelaksana KKP-E. Pembinaan di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota
dilakukan Dinas Teknis berkoordinasi dengan instansi tekait lainnya dan Cabang Bank
Pelaksana setempat.
2) Pembinaan diarahkan dalam hal :
- Menginventarisir petani/peternak/pekebun dan kelompoktani yang layak usahanya
untuk dibiayai KKP-E;
- Membimbing petani/ peternak/ pekebun, dan kelompoktani dalam penyusunan
rencana kebutuhan usaha dan atau RDKK;
- Melakukan sosialisasi sumber pembiyaan pertanian kepada petani/ peternak/
pekebun dan penyuluh pertanian di tingkat lapangan;
- Melakukan intermediasi akses pembiyaan ke lembaga perbankan;
- Memfasilitasi mencarikan penjamin pasar hasil produksi atau penjamin kredit;
- Membimbing, mendampingi dan mengawal petani/peternak/ pekebun dan
kelompoktani dalam pemanfaatan KKP-E secara optimal, sehingga mau dan mampu
menerapkan teknologi anjuran guna meningkatkan mutu intensifikasinya;
- Memberikan pemahaman kepada petani/peternak/pekebun dan kelompoktani
bahwa kredit yang diterima wajib dikembalikan sesuai jadwal.
6.3. Pelaporan
1) Bank Pelaksana wajib menyusun dan menyampaikan laporan bulanan kepada Direktorat
Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian
Pertanian paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya secara rutin.
2) Cabang Bank Pelaksana KKP-E wajib menyampaikan laporan bulanan perkembangan
penyaluran dan pengembalian KKP-E yang dikelolanya kepada Dinas Teknis (Tanaman
Pangan dan Hortikultura, Perkebunan, Peternakan) setempat selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya.
3) Dinas Teknis (Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan, Peternakan)
menyampaikan laporan penyaluran dan pengembalian KKP-E kepada Direktorat
Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian,
Kementerian Pertanian.
PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER.03/MEN/2012
TENTANG
PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI
DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG
PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI BIDANG
KELAUTAN DAN PERIKANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Program ketahanan pangan adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas
usaha perikanan yang menghasilkan pangan ikan.
2. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi di Bidang Kelautan dan Perikanan, yang
selanjutnya disingkat KKP-E, adalah kredit investasi dan/atau modal kerja yang
diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan program ketahanan pangan dan
energi di bidang kelautan dan perikanan.
3. Rencana definitif kebutuhan kelompok, yang selanjutnya disingkat RDKK, adalah
rencana kebutuhan kredit kelompok dalam rangka program ketahanan pangan, untuk 1
(satu) periode tertentu, yang disusun melalui musyawarah anggota kelompok atas
dasar program kelompok dan satuan biaya, dan dilengkapi dengan rencana
pembayaran kembali kredit yang akan diperoleh.
4. Rencana definitif kebutuhan perseorangan, yang selanjutnya disingkat RDKP, adalah
rencana kebutuhan kredit perseorangan dalam rangka program ketahanan pangan,
untuk 1 (satu) periode tertentu, program perseorangan dan satuan biaya, dan
dilengkapi dengan rencana pembayaran kembali kredit yang akan diperoleh.
5. Kebutuhan indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap komoditas yang didanai KKP-
E per satuan luas dan/atau per unit usaha yang ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan.
6. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak
dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.
7. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau
membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk
kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
8. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
9. Pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan
ikan.
10. Kelompok usaha bersama, yang selanjutnya disingkat KUB, adalah kelompok usaha di
bidang penangkapan ikan yang beranggotakan minimal 10 (sepuluh) orang nelayan
yang berada di sentra-sentra nelayan dan/atau pelabuhan perikanan.
11. Kelompok pembudidaya ikan, yang selanjutnya disingkat Pokdakan, adalah kelompok
usaha di bidang pembudidayaan ikan sejenis yang beranggotakan minimal 10 (sepuluh)
pembudidaya ikan.
12. Koperasi adalah koperasi primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang anggotanya terdiri dari Calon
peserta/peserta KKP-E, yang bergerak di bidang kelautan dan perikanan.
13. Mitra usaha adalah badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik swasta
dan/atau badan usaha milik daerah (BUMD), atau koperasi yang berbadan hukum dan
memiliki usaha di bidang kelautan dan perikanan.
14. Tenaga pendamping adalah penyuluh perikanan dan/atau petugas konsultan keuangan
mitra bank yang telah dilatih oleh Bank Indonesia dan diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, serta hak secara penuh untuk membantu pelaksanaan program KKP-E
15. Bank pelaksana adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998.
16. Dinas adalah dinas provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi perikanan.
17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap atau Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya sesuai dengan kewenangannya.
18. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.
BAB II
USAHA YANG DIBIAYAI
Pasal 2
KKP-E di bidang kelautan dan perikanan digunakan untuk kegiatan usaha:
a. Pengadaan pangan di bidang perikanan meliputi pembelian ikan hasil tangkapan dan
ikan hasil budidaya untuk menjamin stabilitas harga.
b. Penangkapan ikan, meliputi kegiatan usaha penangkapan dengan menggunakan alat
penangkapan ikan (API):
1) jaring lingkar (surrounding nets);
2) pukat tarik (seine nets);
3) pukat hela (trawls);
4) penggaruk (dredges);
5) jaring angkat (lift nets);
6) jaring insang (gillnets and entangling nets);
7) perangkap (traps);
8) pancing (hooks and lines);
c. Pembudidayaan ikan, meliputi:
1) kegiatan usaha pembenihan:
a) air tawar, yaitu ikan lele, mas, nila, patin, dan gurame;
b) air payau, yaitu udang, dan bandeng;
c) air laut, yaitu rumput laut, kerapu, dan kakap.
2) kegiatan usaha pembesaran:
a) air tawar, yaitu ikan lele, nila, mas, patin, gurame, dan ikan hias;
b) air payau, yaitu udang, kerapu, kakap, dan bandeng;
c) air laut, yaitu rumput laut (eucheuma atau gracilllaria), kerapu, dan kakap.
d. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan usaha penangkapan ikan, meliputi kapal, mesin, peralatan seperti
navigasi dan komunikasi, keselamatan, power blok, alat penangkapan ikan (API), dan
alat bantu penangkapan ikan (ABPI) berupa rumpon, lampu dan/atau suku cadang yang
disesuaikan dengan kegiatan usahanya.
e. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan usaha pembudidayaan ikan, meliputi:
1) pembenihan:
a) ikan air tawar, meliputi traktor kecil/penggaruk, bak plastik, alat grading,
timbangan, aerator/hyblower, hypophisa, freezer, happa, kakaban, corong
penetasan, akuarium, water quality teskit, tabung oksigen, kendaraan
pengangkut, dan/atau peralatan pendukung usahanya;
b) ikan air payau dan laut, meliputi traktor kecil/penggaruk, bak plastik, alat
grading, penetasan artemia, genset, pompa air laut, pompa air tawar, pompa
celup, blower, aerator listrik, tabung oksigen, kendaraan pengangkut, dan/atau
peralatan pendukung usahanya;
2) pembesaran:
a) ikan air tawar, meliputi pengadaan dan/atau perbaikan karamba jarring apung
(KJA), karamba, kolam, kolam plastik, generator (genset), perahu ketinting,
perbaikan rumah jaga, mesin pembuat pellet, dan/atau peralatan pendukung
usahanya;
b) ikan air payau, meliputi perbaikan tambak, kolam, kincir air, generator (genset),
pompa, mesin pembuat pellet, dan/atau peralatan pendukung usahanya;
c) ikan air laut, meliputi pengadaan dan/atau perbaikan KJA (HDPE), generator
(genset), perahu, mesin pembuat pellet, rumah jaga, dan/atau peralatan
pendukung usahanya.
d) ikan hias, yaitu pengadaan dan/atau perbaikan bak, akuarium,
aerator/hyblower, heater, generator (genset), dan/atau peralatan pendukung
usahanya.
e) rumput laut, yaitu perbaikan bagan apung/long line, perahu, gerobak, para-
para, mesin pengepres, dan/atau peralatan pendukung usahanya.
BAB III
CALON PESERTA
Pasal 3
(1) Calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan terdiri dari:
a. perorangan, yaitu nelayan atau pembudidaya ikan;
b. kelompok, yaitu KUB, Pokdakan, atau koperasi.
(2) Persyaratan nelayan perseorangan calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan
perikanan:
a. memiliki identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP)/kartu nelayan yang
diterbitkan oleh dinas kabupaten/kota;
b. memiliki atau mengelola usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal
berukuran sampai dengan 60 (enam puluh) gross tonage (GT) dengan alat
penangkapan ikan yang sesuai dengan ketentuan usaha yang dibiayai KKP-E;
c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi yang mengajukan plafon kredit
lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan
d. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
(3) Persyaratan nelayan anggota KUB calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan
perikanan:
a. memiliki identitas diri berupa KTP/kartu nelayan yang diterbitkan oleh dinas
kabupaten/kota;
b. menjadi anggota KUB;
c. memiliki atau mengelola usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal
berukuran sampai dengan 60 (enam puluh) gross tonage (GT) dengan alat
penangkapan ikan yang sesuai dengan ketentuan usaha yang dibiayai KKP-E; dan
d. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
(4) Persyaratan KUB calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan:
a. KUB telah terdaftar pada dinas kabupaten/kota;
b. memiliki anggota yang melaksanakan usaha penangkapan ikan dengan alat
penangkapan ikan sesuai dengan ketentuan usaha yang dibiayai KKP-E;
c. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD-ART);
d. memiliki pengurus aktif minimal terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan
mendapat pengukuhan dari dinas kabupaten/kota; dan
e. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
Pasal 4
(1) Persyaratan pembudidaya ikan perseorangan calon peserta KKP-E di bidang kelautan
dan perikanan:
a. memiliki identitas diri berupa KTP;
b. memiliki hak atas lahan, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau perjanjian
sewa lahan atau surat kuasa dari pemilik yang dipergunakan untuk usaha
pembudidayaan ikan atau surat keterangan hak guna lahan/surat keterangan
lainnya dari Lurah/Kepala Desa setempat;
c. memiliki NPWP bagi yang mengajukan plafon kredit lebih dari Rp. 50.000.000,00;
dan
d. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
(2) Persyaratan pembudidaya ikan anggota pokdakan calon peserta KKP-E di bidang
kelautan dan perikanan:
a. memiliki identitas diri berupa KTP;
b. merupakan anggota pokdakan;
c. memiliki hak atas lahan, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau perjanjian
sewa lahan atau surat kuasa dari pemilik yang dipergunakan untuk usaha
pembudidayaan ikan atau surat keterangan hak guna lahan/surat keterangan
lainnya dari Lurah/Kepala Desa setempat; dan
d. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
(3) Persyaratan pokdakan calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan:
Pasal 5
Persyaratan koperasi calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan:
a. telah terdaftar pada dinas kabupaten/kota;
b. memiliki anggota yang melaksanakan usaha di bidang kelautan dan perikanan yang
dibiayai KKP-E;
c. memiliki pengurus aktif, minimal ketua, sekretaris, dan bendahara dan mendapat
pengukuhan dari dinas kabupaten/kota;
d. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD-ART); dan
e. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
BAB IV
TUGAS DAN KEWAJIBAN CALON PESERTA KKP-E
Pasal 6
(1) Tugas dan kewajiban nelayan perseorangan dan pembudidaya ikan perseorangan calon
peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan, meliputi:
a. menyusun dan menandatangani RDKP;
b. mengajukan permohonan kredit kepada Bank Pelaksana;
c. menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana;
d. mengembalikan KKP-E sesuai jadwal; dan
e. mengikuti segala ketentuan sebagai peserta KKP-E.
(2) Tugas dan Kewajiban KUB/Pokdakan calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan
perikanan:
a. melakukan seleksi anggota yang layak untuk dibiayai;
b. menyusun RDKK berdasarkan musyawarah;
c. menandatangani RDKK;
d. mengajukan permohonan kredit melalui musyawarah KUB/Pokdakan;
e. menandatangani akad kredit dengan bank pelaksana atas nama anggota
berdasarkan surat kuasa;
f. memantau, mengawasi dan mengendalikan pemanfaatan dan penggunaan kredit
anggota;
g. membantu pelaksanaan penagihan dan pengembalian KKP-E;
h. melakukan pembinaan dan bimbingan kepada anggota;
i. mengembalikan KKP-E sesuai jadwal; dan
j. mengikuti segala ketentuan sebagai peserta KKP-E.
(3) Tugas dan Kewajiban koperasi calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan:
a. melakukan seleksi anggota yang layak untuk dibiayai;
b. menyusun dan menandatangani RDKK;
c. mengajukan permohonan kredit kepada bank pelaksana;
d. menandatangani akad kredit dengan bank pelaksana;
e. menerima dan menyalurkan kredit kepada anggota;
f. memantau, mengawasi dan mengendalikan pemanfaatan dan penggunaan kredit
anggota;
g. melakukan penagihan dan pengembalian KKP-E;
h. memberikan bukti pelunasan kredit kepada anggota;
i. melakukan pembinaan dan bimbingan kepada anggota;
j. melaksanakan administrasi kredit sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
bank pelaksana;
k. bertanggung jawab secara penuh atas pelunasan kredit dari anggota kepada bank
pelaksana; dan
l. mengikuti segala ketentuan sebagai peserta KKP-E.
(4) Format RDKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan format RDKK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 7
Calon peserta KKP-E yang disetujui oleh Bank Pelaksana untuk menerima KKP-E di bidang
kelautan dan perikanan ditetapkan sebagai peserta KKP-E.
BAB V
PERSYARATAN DAN KEWAJIBAN MITRA USAHA
Pasal 8
Dalam melakukan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
peserta KKP-E dapat melakukan kemitraan usaha.
Pasal 9
(1) Persyaratan mitra usaha adalah:
a. badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta dan/atau badan usaha milik
daerah, dan/atau koperasi yang berbadan hukum dan memiliki usaha di bidang
perikanan; dan
b. bertindak sebagai pembeli dan/atau penjamin pasar sesuai kesepakatan.
(2) Kewajiban mitra usaha adalah:
a. membina secara teknis dan manajemen usaha kepada peserta KKP-E yang menjadi
mitranya;
b. membeli hasil produksi perikanan dengan harga sesuai kesepakatan bersama antara
mitra usaha dengan nelayan, pembudidaya ikan, KUB/Pokdakan/koperasi; dan
BAB VI
PENDAMPINGAN
Pasal 10
(1) Dalam pemanfaatan KKP-E dapat dilakukan pendampingan oleh tenaga pendamping.
(2) Tenaga pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas yaitu:
a. membimbing secara teknis nelayan dan pembudidaya ikan baik individu dan/atau
KUB/Pokdakan/Koperasi dalam menyusun RDKP atau RDKK, pemanfaatan serta
kewajiban pengembalian KKP-E di bidang kelautan dan perikanan; dan
b. menyampaikan laporan bulanan perkembangan pemanfaatan KKP-E kepada dinas
kabupaten/kota selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(3) Tenaga pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh dinas
kabupaten/kota.
BAB VII
KEWAJIBAN DINAS KABUPATEN/KOTA
Pasal 11
Dinas kabupaten/kota dalam pelaksanaan KKP-E di bidang kelautan dan perikanan
mempunyai kewajiban:
a. memberikan rekomendasi terhadap RDKP atau RDKK yang akan diajukan oleh
nelayan, pembudidaya ikan, KUB/Pokdakan/Koperasi untuk disampaikan kepada
Bank Pelaksana;
b. memonitor kesesuaian penyaluran, pemanfaatan, dan pengembalian KKP-E;
c. menyampaikan laporan bulanan mengenai pelaksanaan KKP-E kepada dinas provinsi
dan tembusan kepada Menteri selambat-lambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya;
d. menetapkan tenaga pendamping; dan
e. melaksanakan pendampingan apabila di kabupaten/kota setempat tidak tersedia
tenaga pendamping.
BAB VIII
PLAFON, JANGKA WAKTU KKP-E DAN KEBUTUHAN INDIKATIF KKP-E
Pasal 12
(1) Besarnya plafon KKP-E di bidang kelautan dan perikanan untuk perseorangan baik
nelayan atau pembudidaya ikan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Besarnya plafon KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dan huruf c.
(3) Besarnya plafon KKP-E di bidang kelautan dan perikanan untuk KUB/Pokdakan/Koperasi
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Besarnya plafon KKP-E di bidang kelautan dan perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diberikan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, huruf d
dan huruf e.
(5) Jangka waktu pengembalian KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus
tanam atau siklus usaha dengan ketentuan paling lama 5 (lima) tahun.
(6) Besaran kebutuhan indikatif KKP-E di bidang kelautan dan perikanan untuk usaha
pengadaan pangan perikanan (hasil tangkapan), penangkapan ikan, dan
pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan usaha penangkapan ikan sebagaimana tersebut dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Besaran kebutuhan indikatif KKP-E di bidang kelautan dan perikanan pengadaan pangan
perikanan (hasil budidaya), pembudidayaan ikan, dan pengadaan/peremajaan
peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha
pembudidayaan ikan sebagaimana tersebut dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IX
PENGAJUAN, PENYALURAN DAN PENGEMBALIAN KKP-E
Bagian Kesatu
Pengajuan
Pasal 13
(1) Calon peserta KKP-E perseorangan atau KUB/Pokdakan/koperasi yang telah memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 mengajukan
permohonan persetujuan RDKP atau RDKK kepada dinas kabupaten/kota.
(2) Dinas kabupaten/kota berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melakukan verifikasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak RDKP atau
RDKK diterima, yang hasilnya berupa rekomendasi persetujuan atau penolakan
terhadap RDKP atau RDKK kepada pemohon.
(3) Calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan yang telah memperoleh
rekomendasi persetujuan RDKP atau RDKK dari dinas kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), selanjutnya mengajukan permohonan KKP-E kepada Bank
pelaksana dengan melampirkan persyaratan:
a. persyaratan calon peserta KKP-E sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan
Pasal 5; dan
b. RDKP atau RDKK yang telah mendapat rekomendasi persetujuan dari dinas
kabupaten/kota.
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank pelaksana dalam
jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja melakukan pemeriksaan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang hasilnya berupa persetujuan atau penolakan
sebagai peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan.
(5) Peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan yang telah disetujui oleh Bank
Pelaksana, selanjutnya melakukan penandatanganan akad kredit.
Bagian Kedua
Penyaluran
Pasal 14
(1) Bank Pelaksana menyalurkan KKP-E di bidang kelautan dan perikanan setelah
penandatanganan akad kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) kepada:
a. perseorangan nelayan atau pembudidaya ikan; atau
b. Anggota KUB/POKDAKAN/koperasi melalui KUB/POKDAKAN/koperasi.
(2) Penyaluran kredit KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan
langsung oleh Bank Pelaksana kepada perseorangan nelayan atau pembudidaya ikan.
(3) Penyaluran kredit KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan oleh
Bank Pelaksana kepada KUB/Pokdakan/koperasi untuk kemudian disalurkan kepada
anggotanya dengan jumlah dana yang utuh dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari sejak diterimanya kredit dari Bank pelaksana.
Bagian Ketiga
Pengembalian
Pasal 15
(1) Pengembalian pinjaman dari perseorangan nelayan atau pembudidaya ikan dilakukan
secara langsung kepada Bank Pelaksana.
(2) Pengembalian pinjaman anggota KUB/POKDAKAN/koperasi dilakukan melalui pengurus
KUB/POKDAKAN/koperasi untuk selanjutnya disetorkan kepada Bank Pelaksana.
BAB X
PEMBINAAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI
Pasal 16
(1) Pembinaan pelaksanaan KKP-E di bidang kelautan dan perikanan di tingkat pusat
dilakukan oleh Menteri dan di tingkat daerah oleh gubernur/bupati/walikota melalui
dinas.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyaluran, pemanfaatan,
dan pengembalian KKP-E di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 17
(1) Pemantauan dan evaluasi terhadap penyaluran, pemanfaatan, dan pengembalian KKP-E
dilakukan secara berjenjang dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan pusat secara
periodik.
(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim
pemantauan dan evaluasi yang dibentuk oleh Menteri dengan melibatkan Pemerintah
dan pemerintah daerah, yang dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan bank
pelaksana.
BAB XI
PELAPORAN
Pasal 18
Bank pelaksana menyampaikan laporan bulanan perkembangan penyaluran dan
pengembalian KKP-E yang dikelolanya kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal
Perbendaharaan dan Menteri, paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan berikutnya.
Pasal 19
(1) Dinas Kabupaten/Kota menyampaikan laporan pemanfaatan KKP-E kepada Dinas
Provinsi paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas Provinsi
menyampaikan laporan kepada Menteri paling lambat tanggal 20 (dua puluh) pada
bulan yang sama.
(3) Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 20
Mitra Usaha menyampaikan laporan perkembangan pembinaan teknis dan manajemen
usaha terhadap peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan kepada Menteri up.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap atau Direktur Jenderal Perikanan Budidaya sesuai
kewenangannya paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan berikutnya.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka pengajuan KKP-E yang diajukan sebelum
ditetapkannya Peraturan Menteri ini, diproses sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.06/MEN/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kredit Ketahanan Pangan di Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana diubah dengan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.01/MEN/2010.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.06/MEN/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kredit Ketahanan Pangan di Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana diubah dengan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.01/MEN/2010
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 23
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Januari 2012
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SHARIF C. SUTARDJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Januari 2012 6 Juni 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 117 326
C. Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan ini yakni memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan kepada terhadap hasil kajian pada Analisis Biaya dan Manfaat
Pembiayaan Investasi Limbah menjadi Energi melalui Kredit Program. Dengan adanya
kegiatan FGD ini diharapkan dari berbagai pemangku kepentingan memberikan kritik,
saran serta masukan dari hasil kegiatan ini.
D. Peserta
FGD Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit
Program dihadiri oleh :
1. Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan,
Kementerian Lingkungan Hidup;
2. Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian
Sumber Daya Energi dan Mineral;
3. Direktorat Sistem Manajemen Investasi, Kementerian Keuangan;
4. Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Kementerian
Keuangan;
5. Tim Pengkaji dari Universitas Indonesia.
E. Diskusi
Dalam kegiatan FGD Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi
Energi Melalui Kredit Program, terbagi dalam beberapa termin yaitu :
1. Pembukaan Kepala Bidang II PKPPIM
Kegiatan FGD ini dibuka dan dipimpin langsung oleh Bapak S. Haryo Suwakhyo
Kepala Bidang I PKPPIM. Dalam pembukaan FGD ini mengemukaan bahwa Indonesia
mempunyai potensi pengembangan limbah menjadi energi yang nantinya akan
berdampak pada pngurangan subsidi pada penggunaan energi fosil.
Harga energi yang meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan semakin tingginya
beban biaya energi pada sektor industri untuk menjalankan aktifitas produksinya dan
semakin besarnya pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan
energinya. Di sisi lain, tingginya harga energi juga semakin meningkatkan beban
subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah dari APBN. Masih tingginya
ketergantungan pada energi fosil, menyebabkan upaya penurunan gas rumah kaca
(GRK) juga mengalami kelambatan. Pemanfaatan Biomassa, salah satunya limbah
menjadi energi dapat dijadikan alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan
tersebut.
Pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya sebegai energi alternatif memberikan
dampak positif secara langsung. Pertama, terdapat perbaikan dalam efisiensi energi
dikarenakan limbah pertanian dan lainnya memiliki potensi energi yang besar dan
hanya akan menjadi sampah apabila tidak dimanfaatkan. Kedua, pemanfaatan
limbah pertanian dan lainnya dapat menjadi lebih efisien dikarenakan penanganan
limbah secara khusus seringkali lebih mahal biayanya dibandingkan
pemanfaatannya. Ketiga, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya mengurangi
penggunaan lahan khusus untuk penampungan limbah, yang pada akhirnya akan
menghemat biaya penanganan limbah.
Oleh karena itu membutuhkan kajian pembiayaan limbah energi melalui kredit
program. Pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program, selain
memiliki manfaat, tentunya memiliki konsekuensi logis terhadap biaya. Manfaat
yang diproleh baik secara keuangan, ekonomi, maupun lingkungan, diharapkan
dapat lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk membuktikan
hal tersebut, dan juga sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan kebijakan ke
depan, diperlukan analisis biaya dan manfaat yang cukup komperehensif dari
pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program.
2. Pemaparan Laporan Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi
Energi Melalui Kredit Program
Pemaparan laporan kegiatan ini disampaikan oleh tim kajian Analisis Biaya dan
Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program yang
disampaikan oleh Bapak Nurkholis. Beberapa point yang dipaparkan oleh tim
pengkaji antara lain sebagai berikut :
- Dari pengalaman Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ukuran reaktor biogas dari kotoran sapi
umumnya: 4 m3, 6 m3, 8 m3, 10 m3, dan 12 m3, namun yang ukuran 4 m3 banyak
yang tidak aktif.
- Ukuran reaktor biogas pada limbah peternakan sapi ditentukan berdasarkan
jumlah kepemilikan peternak sapi yakni : 6 m3 (6 8 ekor), 8 m3 (8- 10 ekor), 10
m3 (10-12 ekor), dan 12 m3 (12-14 ekor).
- Kebutuhan pembiayaan per unit reaktor biogas: 6 m3 (Rp. 6,5 8 juta), 8 m3 (Rp.
10 juta), 10 m3 (Rp. 12 juta), dan 12 m3 (Rp. 14 juta)
- Pengembangan biogas limbah kotoran sapi dilakukan untuk menggantikan/
menghemat konsumsi gas LPG dan/atau kayu bakar oleh rumah tangga.
- Dari pengalaman KLH dan KESDM, ukuran reaktor biogas dari industri tahu
sangat bervariasi, tergantung dari kapasitas kedelai yang diproduksi tahu.
- Pengalaman dari KLH, pengembangan biogas industri tahu juga dilakukan dengan
perbaikan pada proses produksi tahu, sedangkan pengalaman dari KESDM hanya
pengembangan biogas saja.
- Dengan ukuran dari 40 s.d. 94 m3, dibutuhkan investasi sekitar Rp. 90 s.d. 170
juta per unit reaktor biogas.
- Pengembangan biogas industri tahu dilakukan untuk menggantikan/menghemat
konsumsi gas LPG dan/atau kayu bakar/serbuk gergaji oleh industri tahu dan
rumah tangga.
- KLH memiliki pengalaman dalam pengembangan PLT Biomassa dari pelepah
sawit, dan KESDM mengembangkan PLT dari biogas POME (limbah pabrik kelapa
sawit -PKS).
- Untuk mengembangkan PLT Biomassa ukuran mini (misal 200 kW) dari pelepah
sawit, dibutuhkan biaya sekitar Rp. 5 miliar. Sedangkan PLT Biogas POME lebih
besar dari Rp. 20 miliar, tergantung kapasitas pengolahan sawit (30 ton/jam 1
MW, 45 ton/jam 1,5 MW, 60 ton/jam 2 MW).
- Pengembangan PLT dari pelepah sawit dan POME dilakukan untuk produksi listrik
(dijual untuk penerangan rumah tangga atau digunakan sendiri) dan/atau
menggantikan / menghemat konsumsi solar di PKS atau pembangkit listrik.
- KLH memiliki pengalaman dalam pengembangan sekam padi untuk pengering
gabah.
- Untuk penggunaan sekam padi untuk pengering gabah, dibutuhkan investasi Rp.
945 juta dengan kapasitas 20 ton/hari.
- Penggunaan silo pengering Padi/jagug dapat dilakukan untuk menggantikan/
menghemat konsumsi solar.
- Secara keuangan, tidak semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus
dalam kajian ini layak untuk dikembangkan. Potensi yang layak adalah:
pengembangan produk bersih dan biogas tahu (KLH), biogas kotoran sapi
(terutama penggantian LPG), POME (untuk penggantian solar), pembangkit listrik
dari pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam untuk pemanas/pengering pada silo
padi/jagung.
- Untuk menjadikan semakin layak secara keuangan, dibutuhkan subsidi bunga
dalam pembiayaan pengembangan WtE
- Secara ekonomi (CBA), semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus
dalam kajian ini layak untuk dikembangkan.
F. Penutup
Kegitan ini tutup oleh Bapak S. Haryo Suwakhyo Kepala Bidang I PKPPIM Kementerian
Keuangan. Diharapkan dari kegiatan ini dapat memberikan perbaikan laporan kegiatan
dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari pemangku kepentingan pada
kegiatan Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui
Kredit Program. Harapan lainnya yakni hasil kegiatan ini dapat diimplementasikan dalam
sebuah kebijakan yang tepat sasaran.
Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk Reaktor Biogas Industri Tahu
(Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Indikator
40 M3 94 M3 84 M3 90 M3
A. Biaya Awal (Rp) 103,627,000 148,000,000 105,720,000 120,000,000
B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
C. Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0%
Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
4. Skenario 4:
Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% 3.0%
Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% 10.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
5. Skenario 5:
Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% 4.0%
Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5% 9.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% 5.0%
Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk Reaktor Limbah Kotoran Sapi
(Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Indikator
6 M3 8 M3 10 M3 12 M3
A. Biaya Awal (Rp) 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000
B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
C. Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0%
Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
C. Biogas POME
Tabel Analisis Keuangan Pengembangan PLT Biomassa POME
(Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Indikator
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
A. Biaya Awal-Jual Listrik (Rp) 36,964,416,510 42,396,678,573 44,196,687,578 92,220,853,048
Biaya Awal-Penghematan Solar (Rp) 24,867,310,067 29,581,284,210 31,018,593,375 70,806,449,968
B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
C. Suku Bunga Bank/Tingkat Diskonto 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) 938,705,875 (7,296,950,934) (6,597,403,119) (55,908,403,315)
IRR 12.3% 10.2% 10.4% #NUM!
ROI 54.3% 48.3% 47.4% 28.1%
Profitability Index 1.0254 0.8279 0.8507 0.3938
Kelayakan Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 148,844,286,995 153,806,633,540 157,441,263,213 231,419,565,237
IRR 58.0% 53.0% 52.1% 39.6%
ROI 121.6% 116.0% 115.0% 96.5%
Profitability Index 6.9855 6.1995 6.0757 4.2683
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) 264,477,709 (8,265,991,939) (7,607,586,086) (58,052,882,129)
IRR 12.1% 10.0% 10.2% 5.4%
ROI 53.6% 47.4% 46.6% 27.3%
Profitability Index 1.0072 0.8050 0.8279 0.3705
Kelayakan Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 148,390,709,137 153,267,073,150 156,875,486,413 230,128,060,937
IRR 57.6% 52.6% 51.8% 39.3%
ROI 121.3% 115.6% 114.6% 96.0%
Profitability Index 6.9673 6.1812 6.0575 4.2501
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0%
Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (409,750,456) (9,235,032,944) (8,617,769,053) (60,197,360,943)
IRR 11.9% 9.8% 10.0% 5.2%
ROI 53.0% 46.5% 45.7% 26.4%
Profitability Index 0.9889 0.7822 0.8050 0.3472
Ukuran
No. Indikator
200 KV
Nilai NPV (Rp) 3,512,967,417
IRR 18.3%
ROI 153.2%
Profitability Index 1.7190
Kelayakan Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0%
Subsidi Bunga 8.5%
Nilai NPV (Rp) 3,399,347,181
IRR 18.0%
ROI 151.0%
Profitability Index 1.6957
Kelayakan Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0%
Subsidi Bunga 7.5%
Nilai NPV (Rp) 3,285,726,945
IRR 17.8%
ROI 148.9%
Profitability Index 1.6725
Kelayakan Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0%
Subsidi Bunga 6.5%
Nilai NPV (Rp) 3,172,106,709
IRR 17.6%
ROI 146.7%
Profitability Index 1.6492
Kelayakan Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0%
Subsidi Bunga 5.5%
Nilai NPV (Rp) 3,058,486,473
IRR 17.3%
ROI 144.6%
Profitability Index 1.6260
Kelayakan Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0%
Subsidi Bunga 4.5%
Nilai NPV (Rp) 2,944,866,237
IRR 17.1%
ROI 142.6%
Profitability Index 1.6027
Ukuran
No. Indikator
200 KV
Kelayakan Layak
11. Skenario 11:
Beban Bunga Debitur 10.0%
Subsidi Bunga 3.5%
Nilai NPV (Rp) 2,831,246,001
IRR 16.8%
ROI 140.6%
Profitability Index 1.5794
Kelayakan Layak
12. Skenario 12:
Beban Bunga Debitur 11%
Subsidi Bunga 3%
Nilai NPV (Rp) 2,717,625,765
IRR 16.6%
ROI 138.6%
Profitability Index 1.5562
Kelayakan Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0%
Subsidi Bunga 1.5%
Nilai NPV (Rp) 2,604,005,529
IRR 16.4%
ROI 136.6%
Profitability Index 1.5329
Kelayakan Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0%
Subsidi Bunga 0.5%
Nilai NPV (Rp) 2,490,385,293
IRR 16.2%
ROI 134.7%
Profitability Index 1.5097
Kelayakan Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 13.5%
Subsidi Bunga 0%
Nilai NPV (Rp) 2,433,575,175
IRR 16.0%
ROI 133.7%
Profitability Index 1.4981
Kelayakan Layak
Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk PLT Biomassa Pelepah Sawit
(Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran
No. Indikator
200 KV
A. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 4,886,108,000
B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5
C. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5%
D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0%
Subsidi Bunga 13.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0%
Subsidi Bunga 12.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0%
Subsidi Bunga 11.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
4. Skenario 4:
Beban Bunga Debitur 3.0%
Subsidi Bunga 10.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
5. Skenario 5:
Beban Bunga Debitur 4.0%
Subsidi Bunga 9.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Ukuran
No. Indikator
200 KV
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0%
Subsidi Bunga 8.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0%
Subsidi Bunga 7.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0%
Subsidi Bunga 6.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0%
Subsidi Bunga 5.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0%
Subsidi Bunga 4.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
11. Skenario 11:
Ukuran
No. Indikator
200 KV
Beban Bunga Debitur 10.0%
Subsidi Bunga 3.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
12. Skenario 12:
Beban Bunga Debitur 11.0%
Subsidi Bunga 2.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0%
Subsidi Bunga 1.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0%
Subsidi Bunga 0.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 13.5%
Subsidi Bunga 0.0%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
Ukuran
No. Indikator
200 KV
Nilai NPV (Rp) 3,586,814,895
IRR 55.6%
ROI 461.9%
Profitability Index 4.7956
Kelayakan Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0%
Subsidi Bunga 8.5%
Nilai NPV (Rp) 3,552,749,760
IRR 54.8%
ROI 451.9%
Profitability Index 4.7595
Kelayakan Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0%
Subsidi Bunga 7.5%
Nilai NPV (Rp) 3,518,684,625
IRR 53.9%
ROI 442.4%
Profitability Index 4.7235
Kelayakan Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0%
Subsidi Bunga 6.5%
Nilai NPV (Rp) 3,484,619,490
IRR 53.1%
ROI 433.1%
Profitability Index 4.6874
Kelayakan Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0%
Subsidi Bunga 5.5%
Nilai NPV (Rp) 3,450,554,354
IRR 52.3%
ROI 424.2%
Profitability Index 4.6514
Kelayakan Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0%
Subsidi Bunga 4.5%
Nilai NPV (Rp) 3,416,489,219
IRR 51.5%
ROI 415.5%
Profitability Index 4.6153
Ukuran
No. Indikator
200 KV
Kelayakan Layak
11. Skenario 11:
Beban Bunga Debitur 10.0%
Subsidi Bunga 3.5%
Nilai NPV (Rp) 3,382,424,084
IRR 50.7%
ROI 407.1%
Profitability Index 4.5793
Kelayakan Layak
12. Skenario 12:
Beban Bunga Debitur 11%
Subsidi Bunga 3%
Nilai NPV (Rp) 3,348,358,949
IRR 49.9%
ROI 399.0%
Profitability Index 4.5432
Kelayakan Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0%
Subsidi Bunga 1.5%
Nilai NPV (Rp) 3,314,293,814
IRR 49.1%
ROI 391.2%
Profitability Index 4.5072
Kelayakan Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0%
Subsidi Bunga 0.5%
Nilai NPV (Rp) 3,280,228,679
IRR 48.4%
ROI 383.6%
Profitability Index 4.4711
Kelayakan Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 13.5%
Subsidi Bunga 0%
Nilai NPV (Rp) 3,263,196,111
IRR 48.0%
ROI 379.9%
Profitability Index 4.4531
Kelayakan Layak
Ukuran
No. Indikator
200 KV
Beban Bunga Debitur 5.0%
Subsidi Bunga 8.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0%
Subsidi Bunga 7.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0%
Subsidi Bunga 6.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0%
Subsidi Bunga 5.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0%
Subsidi Bunga 4.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
11. Skenario 11:
Beban Bunga Debitur 10.0%
Subsidi Bunga 3.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
12. Skenario 12:
Ukuran
No. Indikator
200 KV
Beban Bunga Debitur 11.0%
Subsidi Bunga 2.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0%
Subsidi Bunga 1.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0%
Subsidi Bunga 0.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 13.5%
Subsidi Bunga 0.0%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak