Você está na página 1de 238

Laporan Akhir

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT


PEMBIAYAAN INVESTASI LIMBAH MENJADI ENERGI
MELALUI KREDIT PROGRAM

kerjasama

Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral


Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI

dan

UK Low Carbon Support Programme


UK Department for International Development

Tahun 2014
Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya Laporan AKhir Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah
Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini dapat diselesaikan dengan baik. Secara umum,
laporan kegiatan ini dilakukan untuk menilai kelayakan dari usulan pembiayaan investasi
dalam mendukung Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK).
Usulan pembiayaaninvestasi dalam laporan ini lebih diarahkan kepada pemanfaatan limbah
yang diubah menjadi energi (waste to energy - WtE) yang dijadikan alternatif solusi terhadap
berbagai permasalahan terkait dengan energy dan penurunan GRK. Secara spesifik kegiatan
ini mengidentifikai dan melakukan analisis biaya dan manfaat terkait dengan usulan
pembiayaan investasi melalu skim kredit program untuk mendukung pengembangan Waste
to Egergy (WtE) untuk beberapa jenis atau tipe pengembangan WtE.
Tingginya ketergantungan terhadap pemanfaatan energi fosil merupakan salah satu
masalah dan hambatan dalam pelaksanaan RAN-GRK. Semakin tingginya harga energi fosil
juga memberikan beban biaya terhadap aktivitas produksi, baik bagi industri maupun rumah
tangga. Di sisi lain, tingginya harga energi juga semakin meningkatkan beban subsidi energi
yang harus dikeluarkan pemerintah melalui APBN. Pemanfaatan limbah untuk dijadikan
energi (berupa biogas dan biomassa) dapat dilakukan sebagai alternatif solusi permasalahan
krisis energyidan juga sekaligus upaya pelaksanaan RAN-GRK.
Pemanfaatan limbah mempunyai potensi yang besar serta berdampak positif.
Namun pemanfaatan limbah menjadi energi dalam skala kecil dan menengah, baik oleh
industri kecil dan menengah (IKM) maupun rumah tangga, masih relatif sedikit di Indonesia.
Salah satu penyebabnya yakni keterbatasan pendanaan yang dimiliki oleh IKM dan rumah
tangga. Oleh karena itu, diperlukan dukungan pembiayaan investasi limbah menjadi energi,
salah satunya melalui kredit program.
Dalam laporan ini disajikan usulan pembiayaan untuk reaktor biogas limbah industri
tahu, reaktor limbah peternakan sapi, pembangunan PLT biogas POME, pembangunan PLT
biomassa pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk silo/pengering padi/jagung.
Kami menyampaikan terima kasih terhadap semua pihak yang telah membantu dalam
memberikan saran/masukan demi sempurnanya laporan ini. Diharapkan laporan dari
kegiatan Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah menjadi Energi melalui
Kredit Program ini dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan yang terkait.

Jakarta, 31 Maret 2014

Tim Penyusun

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme i


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

RINGKASAN EKSEKUTIF
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PEMBIAYAAN INVESTASI LIMBAH
MENJADI ENERGI MELALUI KREDIT

Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan cukup besar, salah satunya
adalah berasal dari limbah. Limbah berupa limbah perkotaan, sektor pertanian, sektor industri dan
lain-lain dapat dimanfaatkan untuk dikonversikan sebagai energi, baik berupa energi bahan
bakar/pemanas maupun listrik. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
(2011), Indonesia mempunyai potensi limbah berupa biomassa sebesar 885,2 juta Gigajoule (GJ) per
tahun. Potensi kalori sebesar itu diperoleh diantaranya jenis limbah peremajaan kebun karet (496,0
juta GJ per tahun), sisa lodging (11,0 juta GJ per tahun), limbah industri penggergajian kayu (10,6
juta GJ per tahun), tandan kosong kelapa sawit (15,4 juta GJ per tahun), sabut sisa kelapa sawit (35,3
juta GJ per tahun), cangkang buah sawit (17,2 juta GJ pertahun), bagas tebu (78,0 juta GJ pertahun),
sekam padi (179,0 juta GJ per tahun), tempurung kelapa (18,7 juta GJ per tahun) serta sabut kelapa
(24,0 juta GJ per tahun).
Potensi sumber listrik dari limbah tersebut dapat mencapai 50 ribu MW, yang merupakan
potensi sumber daya energi terbesar kedua setelah hidro dalam skala besar. Pemanfaatan limbah
tersebut sampai saat ini masih sekitar 1600 MW atau sekitar 3,25 persen dari potensi yang ada. Dari
Program Pengembangan Pembangkit Tenaga Listrik Berbasis Bio-Energi yang dilakukan oleh PT PLN
(Persero), kondisi kapasistas eksisting pembangkit listrik yang ada yang berasal dari biomasa
(berbasis kelapa sawit), biogas, dan sampah perkotaan yang terhubung dengan jaringan listrik PLN
baru sebesar 61 MW pada bulan Februari 2012, yang akan ditingkatkan kemudian sebesar 197 MW
pada tahun 2013 dan ditingkatkan lagi sebesar 544 MW pada tahun 2014 (sehingga menjadi 741
MW pada tahun 2013/2014)
Harga energi yang meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan semakin tingginya beban
biaya energi pada sektor industri untuk menjalankan aktifitas produksinya dan semakin besarnya
pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan energinya. Di sisi lain, tingginya harga
energi juga semakin meningkatkan beban subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah dari
APBN. Masih tingginya ketergantungan pada energi fosil, menyebabkan upaya penurunan gas rumah
kaca (GRK) juga mengalami kelambatan. Pemanfaatan limbah menjadi energi dapat dijadikan
alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan tersebut.
Pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya sebegai energi alternatif memberikan dampak
positif secara langsung. Pertama, terdapat perbaikan dalam efisiensi energi dikarenakan limbah
pertanian dan lainnya memiliki potensi energi yang besar dan hanya akan menjadi sampah apabila
tidak dimanfaatkan. Kedua, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya dapat menjadi lebih efisien
dikarenakan penanganan limbah secara khusus seringkali lebih mahal biayanya dibandingkan
pemanfaatannya. Ketiga, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya mengurangi penggunaan lahan
khusus untuk penampungan limbah, yang pada akhirnya akan menghemat biaya penanganan
limbah.
Beberapa jenis potensi pemanfaatan limbah yang dapat dikonversikan menjadi
energI (WtE atau bioenergi) di Indonesia adalah pemanfaatan biogas dari limbah industri
tahu, biogas dari limbah peternakan sapi, pembangkit listrik dari biogas limbah industri
kelapa sawit (POME), pembangkit listrik dari biomassa pelepah sawit, pemanfaatan sekam
padi untuk pengering/silo padi/jagung, pemanfaatan sampah perkotaan (urban waste), dan
pemanfaatan biogas dari limbah domestik rumah tangga (kotoran manusia). Berbagai

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme ii


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

potensi tersebut sudah dimanfaatkan dan dikembangkan melalui program-program yang


ada di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian ESDM dengan dukungan baik
melalui APBN, hibah internasional, maupun kredit perbankan. Namun, pengembangannya
masih dirasa terbatas dikarenakan terbatasnya anggaran di APBN, dan beberapa program
bantuan sudah berhenti. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan pembiayaan
pengembangan WtE atau bioenergi yang lebih berkelanjutan.
Terdapat beberapa jenis peluang dalam pembiayaan untuk pengembangan WtE di
Indonesia, antara lain program dari KLH (sudah berhenti), Kementerian ESDM (beberapa
sudah berhenti), Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan, Pusat Investasi
pemerintah (PIP), kredit perbankan (dari Bank Syariah Mandiri dan Bank Bukopin dengan
dukungan AFD), dan juga kredit program eksisting dengan berbagai pola (namun belum
spesifik dapat dimanfaatkan untuk pengembangan WtE). Dari berbagai jenis sumber
pembiayaan tersebut, Kredit Program berupa Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)
merupakan kredit program yang eksisting yang dirasa paling sesuai untuk mendukung
pengembangan WtE dikarenakan untuk merealisasikannya tidak membutuhkan waktu yang
terlalu lama bila dibandingkan dengan pilihan yang lain (yaitu dengan merevisi Peraturan
Menteri Keuangan dan menyusun Pedoman Teknis-nya di KLH atau Kementerian ESDM).
Dikarenakan ada batasan dari skema pembiayaan investasi melalui KKP-E terutama
terkait dengan besaran kredit yang dapat diberikan (yaitu maksimum Rp. 100 juta untuk
individu dan maksimum Rp. 500 juta untuk kelompok) dan juga tenor waktu yang diberikan
(yaitu maksimum 5 tahun), jenis pengembangan WtE yang berpeluang untuk diberikan
kredit program adalah pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu dan
pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi dimana untuk
pengembangannya membutuhkan biaya yang besarnya dapat kurang dari Rp. 100 juta untuk
setip unitnya. Untuk pengembangan jenis WtE yang lain dapat menggunakan sumber
pendanaan yang lain seperti PIP atau skema kredit program yang baru, dikarenakan
pengembangannya dibutuhkan biaya yang lebih besar dari batas maksimum KKP-E.
Fokus dari analisis kelayakan keuangan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi
energi pada berbagai jenis pemanfaatan limbah dalam kajian ini mencakup (a)
pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor
biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari biomassa
perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian
untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi. Secara keuangan,
hampir semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini layak untuk
dikembangkan, namun sangat tergantung dari kondisi awal. Potensi yang layak adalah
pengembangan produk bersih dan biogas dari limbah industri tahu (pengembangan biogas
industri tahu yang dibarengi dengan pengembangan produk bersih), pengembangan biogas
dari limbah/kotoran peternakan sapi (terutama untuk penggantian gas LPG, sementara
untuk penggantian dari bahan bakar kayu sangat tergantung dari harga kayu bakar di
daerahnya), pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas dari limbah industri kelapa
sawit (POME) (terutama untuk penggantian solar, bukan untuk menjual produk listriknya),
pembangkit listrik dari pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk
pemanas/pengering pada silo padi/jagung.
Untuk beberapa jenis WtE yang layak secara keuangan tersebut di atas dapat
dilakukan tanpa diberikan dukungan bantuan subsidi bunga. Sedangkan untuk jenis
pengembangan yang tidak layak secara keuangan, seperti misalnya pengembangan biogas

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme iii


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

industri tahu yang tanpa dibarengi dengan pengembangan produk bersih, pengembangan
biogas dari limbah peternakan sapi untuk penggantian kayu bakar (yang sangat tergantung
harga kayu bakar), dan pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas dari limbah industry
kelapa sawit (POME) dimana produk listriknya dijual, dibutuhkan subsidi bunga atau
bantuan lain dalam pembiayaan pengembangan WtE agar menjadi layak. Namun demikian,
untuk mendorong agar masyarakat tertarik untuk melakukan pengembangan WtE, tetap
dibutuhkan insentif berupa subsidi bunga melalui kredit program untuk semua jenis
pengembangan WtE.
Secara ekonomi, berdasarkan hasil analisis biaya dan manfaat (CBA), semua
pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini (mencakup (a)
pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor
biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari biomassa
perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian
untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi) layak untuk
dikembangkan, dengan rasio manfaat per biayanya (BCR) yang bervariatif. Variasi dari nilai
BCR sangat tergantung dari: (a) besarnya investasi yang dibutuhkan; (b) kondisi awal dari
jenis dan harga energi yang disubstitusi dengan biogas dan biomassa (WtE atau bioenergi);
(c) pemanfaatan/penggunaan dari produk WtE.
Berdasarkan pengalaman dari berbagai negara yang mengembangkan WtE, terdapat
beberapa kunci sukses dalam pengembangan WtE, antara lain: (a) Harga energi fosil dan
listrik yang tinggi dan tidak bersubsidi; (b) Dilakukan untuk mensubstitusi jenis energi fosil
yang digunakan; (c) Keberlanjutan ketersediaan limbah; (d) Terbatasnya lahan untuk
pembuangan limbah; (e) Tingginya tipping fee untuk pembuangan sampah/limbah; (f)
Kebijakan untuk lebih mendukung pengembangan WtE; dan (g) Dukungan public akan
pengembangan WtE.
Saran/rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan dari kegiatan Analisis Biaya
Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini antara
lain:
a. Masih terdapat perbedaan teknis terkait ukuran, spesifikasi, dan standar biaya untuk
pengembangan setiap jenis WtE. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut,
diperlukan koordinasi dan penyepakatan diantara kementerian teknis yang terkait,
yaitu Kementerian ESDM dan KLH.
b. Untuk pengembangan WtE awal, dapat dilakukan melalui kredit program dengan
pola subsidi bunga yang eksisting saat ini, yaitu skema Kredit Ketahanan Pangan dan
Energi (KKP-E) untuk 2 (dua) jenis pengembangan WtE yang potensial, yaitu biogas
dari limbah industri tahu dan biogas dari kotoran sapi.
c. Untuk pengembangan WtE yang lain (pembangkit listrik dari biogas POME dan
biomassa pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk
pemenas/pengering/silo padi/jagung), dapat menggunakan skema PIP, pembiayaan
perbankan atau skema kredit program yang baru.
d. Agar dalam pengembangan WtE melalui kredit program tidak tumpang tindih
dengan program-program yang sudah ada, terutama dari Kementerian ESDM dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan, maka perlu dilakukan

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme iv


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

penentuan kriteria penerima manfaat (beneficiaries) dan pemetaan lokasinya


(zoning), baik oleh Kementerian ESDM maupun KLH.
e. Bank Pelaksana adalah pelaku utama yang menjadi faktor penentu dalam
keberhasilan pelaksanaan program pengembangan WtE melalui kredit program.
Untuk pelibatannya, diperlukan sosialisasi, baik oleh Kementerian Keuangan, KLH
dan Kementerian ESDM untuk mendorong mereka agar tertarik dalam pembiayaan
WtE. Selain sosialisasi, diperlukan juga dukungan teknis dari kementerian teknis (KLH
dan Kementerian ESDM) untuk membantu perbankan, misalnya melalui technical
assistant (TA) dalam pengembangan WtE. Bank Pelaksana yang diprioritaskan adalah
perbankan yang pernah atau sedang melakukan pembiayaan melalui kredit terhadap
pengembangan WtE, antara lain Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan beberapa
Bank Pembangunan Daerah.
f. Sebagai payung hukum pelaksanaan KKP-E untuk pengembangan WtE, dibutuhkan
revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu Perubahan Ketiga atas PMK Nomor
79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) di
Kementerian Keuangan RI. Selain itu, di kementerian teknis (yaitu KLH dan/atau
Kementerian ESDM), dibutuhkan Peraturan Menteri LH atau Peraturan Menteri
ESDM terkait dengan pedoman teknis pelaksanaan KKP-E untuk pengembangan WtE,
seperti yang juga dilakukan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pelaksanaan KKP-E.
Dari hasil pelaksanaan kajian tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan
Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini, masih banyak langkah tindak
lanjut yang diperlukan untuk merealisasikan, baik yang dilakukan oleh kementerian teknis
(yaitu KLH dan Kementerian ESDM), Kementerian Keuangan maupun Bank Pelakana. Guna
menindaklanjuti hasil kajian ini, masih diperlukan FGD kembali dengan pihak perbankan
selaku pelaksana dari rencana kegiatan Kredit Program bagi WtE ini, yang akan dilaksanakan
oleh Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI) Direktorat Jenderal Perbendahaaran
Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI. Beberapa hal yang juga masih perlu dilakukan,
terutama oleh kementerian teknis, antara lain:
a. Penentuan kriteria calon penerima manfaat (beneficiaries) dari program, baik dari
sisi KLH maupun Kementerian ESDM. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih
program ini dengan kegiatan/program serupa yang lain yang sedang dilaksanakan
oleh KLH maupun Kementerian ESDM. Pemetaan (zonasi) penerima manfaat antara
program-program yang sedang berlangsung dengan program yang akan diusulkan
dibiayai dengan kredit program juga menjadi penting. Dengan adanya kriteria
penerima manfaat dan pemetaannya yang jelas, maka diharapkan program ini akan
lebih tepat sasaran.
b. Penyusunan daftar calon bank pelaksana (beserta contact person (CP)-nya) yang
sudah berpengalaman dalam mendukung dan melaksanakan program-program
terkait dengan lingkungan maupun energi yang selama ini telah menjadi mitra baik
KLH, Kementerian ESDM maupun Kementerian Keuuangan. Diharapkan dengan
adanya kesediaan dari bank pelaksana yang berpengalaman, maka program ini akan
lebih mudah untuk dijalankan dan tujuan dari program ini akan lebih tepat sasaran.
c. Dalam menuju proses penyiapan rancangan peraturan berupa Rancangan Peraturan
Menteri Keuangan dan juga peraturan dari kementerian teknis, maka diharapkan

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme v


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

agar KLH dan Kementerian ESDM kiranya dapat mempersiapkan nama dan alamat
calon penerima manfaat (beneficiaries) dalam sebuah daftar yang nantinya dapat
disampaikan kepada Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI), Direktorat
Jenderal Perbendahaaran Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI sebagai dasar
dalam disbursement subsidi nantinya.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme vi


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i


RINGKASAN EKSEKUTIF..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xi
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang.................................................................................................................. 1
1.2. Tujuan .............................................................................................................................. 3
1.3. Ruang Lingkup .................................................................................................................. 3
1.4. Keluaran (Output) yang Diharapkan ................................................................................ 3
1.5. Sistematika Penulisan Laporan ........................................................................................ 4

BAB II POTENSI PENGEMBANGAN WASTE TO ENERGY DI INDONESIA ............................... 6


2.1. Pemanasan Global, Isu Emisi dan Krisis Energi ................................................................ 6
2.2. Limbah Sebagai Sumber Energi dan Implementasi Pengembangan Waste to Energy ... 7
2.3. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu .................................................. 10
2.4. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi ............................................. 11
2.5. Pembangunan Pembangkit Listrik dari Limbah (Biogas) Industri Kelapa Sawit dan
Biomassa dari Pelepah Sawit ......................................................................................... 15
2.6. Penggunaan Limbah Biomassa Pertanian untuk Bahan Bakar Pemanas/Pengering:
Pengeringan/Silo Gabah ................................................................................................ 17
2.7. Pemanfaatan Sampah Perkotaan .................................................................................. 19
2.8. Pemanfaatan Limbah Cair Domestik ............................................................................. 20

BAB III ALTERNATIF PEMBIAYAAN INVESTASI WASTE TO ENERGY ................................... 22


3.1. Kebutuhan Dukungan Pembiayaan ............................................................................... 22
3.2. Program Pinjaman Lunak di KLH .................................................................................... 22
3.2.1. Program Pollution Abatement Equipment (PAE) ................................................ 22
3.2.2. Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 1 ................... 22
3.2.3. Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 2 ................... 23
3.2.4. Program Debt for Nature Swap (DNS)................................................................. 24
3.2.5. Program Emission Reduction Investment (ERI) ................................................... 25
3.3. Program di Kementerian ESDM ..................................................................................... 26
3.4. Kredit Program Eksisting ................................................................................................ 28
3.4.1. Pola Subsidi Bunga (Interest Subsidy Pattern) .................................................... 28
3.4.2. Pola Jasa Penjaminan (Assurance Services Pattern) ........................................... 38
3.4.3. Kredit Program Pola Kombinasi (Combination Pattern) ..................................... 40
3.5. Kredit Perbankan ........................................................................................................... 41
3.6. Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Perdesaan ................................................... 42
3.7. Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ................................................................................... 45

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme vii


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

3.8. Usulan Pembiayaan Waste to Energy Melalui Kredit Program Ketahanan Pangan
dan Energi (KKP-E) ......................................................................................................... 47
3.9. Peran Perbankan dan Konsep Pengembangan Skema Pembiayaan UMKM Ramah
Lingkungan ..................................................................................................................... 52
3.10. Minat Terhadap Pinjaman Ramah Lingkungan (Green Lending) ................................... 53

BAB IV ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PEMBIAYAAN INVESTASI WASTE TO ENERGY


MELALUI KREDIT PROGRAM ................................................................................ 55
4.1. Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost and Benefit Analysis (CBA) .... 55
4.1.1. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu ...... 56
4.1.2. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi . 57
4.1.3. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT dari Biogas Palm Oil Mill Effluent
(POME) ................................................................................................................ 58
4.1.4. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit .................... 60
4.1.5. Asumsi Dasar untuk Pemanfaatan Sekam Padi unruk Silo/Pemanas/
Pengering Gabah/Jagung .................................................................................... 61
4.2. Analisis Kelayakan Keuangan ......................................................................................... 62
4.2.1. Pengembangan Reaktor Biogas dari Limbah Industri Tahu ................................ 62
4.2.2. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi .................................. 64
4.2.3. Pengembangan PLT Biogas dari Limbah Industri Kelapa Sawit (POME) ............. 66
4.2.4. Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit ..................................................... 69
4.2.5. Pemanfaatan Sekam Padi untuk Pengering/Pemanas/Silo Padi/Jagung ............ 69
4.3. Analisis Biaya dan Manfaat ............................................................................................ 70
4.3.1. Pengembangan Reaktor Biogas dari Limbah Industri Tahu ................................ 70
4.3.2. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi .................................. 72
4.3.3. Pengembangan PLT dari Biogas Limbah Industri Kelapa Sawit (POME) ............. 72
4.3.4. Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah Sawit .............................................. 73
4.3.5. Pemanfaatan Sekam Padi untuk Pemanas/Pengering/Silo Padi/Jagung ............ 74
4.4. Mekanisme Pembiayaan Investasi WtE Melalui Kredit Program .................................. 75

BAB V PENUTUP ............................................................................................................ 80


5.1. Kesimpulan..................................................................................................................... 80
5.2. Saran/Rekomendasi Kebijakan ...................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 84
LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................................... 87

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme viii


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ketersediaan Pasokan Energi Fosil Nasional............................................................ 9


Tabel 2.2 Program Nasional Rencana Pengurangan Emisi 2020 ............................................. 9
Tabel 2.3 Persebaran Populasi Sapi Potong Menurut Provinsi 2009 - 2013* (dalam
Ekor) ....................................................................................................................... 12
Tabel 2.4 Produksi Padi dan Jagung Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2011................... 17
Tabel 3.1 Laporan Penyaluran per 31 Mei 2013 dan ............................................................ 50
Tabel 3.2 Analisis Penggabungan WtE ke KKP-E.................................................................... 51
Tabel 4.1 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu ....................................................... 56
Tabel 4.2 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi ..................................... 57
Tabel 4.3 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pengembangan Reaktor Biogas POME .................................................................. 59
Tabel 4.4 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit ........................................................ 60
Tabel 4.5 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pemanfaatan Sekam Padi untuk Silo Gabah/Jagung ............................................. 61
Tabel 4.6 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri
Tahu Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp) dan IRR (Dalam Persen) .... 63
Tabel 4.7 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri
Tahu Berdasarkan Hasil Hitung ROI (dalam Persen) dan PI................................... 63
Tabel 4.8 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp) ......................... 65
Tabel 4.9 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung IRR (Dalam Persen)............................ 65
Tabel 4.10 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung ROI (Dalam Persen) ........................... 66
Tabel 4.11 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung PI........................................................ 66
Tabel 4.12 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME .................. 67
Tabel 4.13 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME .................. 67
Tabel 4.14 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME .................. 68
Tabel 4.15 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME .................. 68
Tabel 4.16 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan PLT Biomassa Pelepah
Sawit Berdasarkan Hasil Hitung NPV, IRR, ROI dan PI ........................................... 69
Tabel 4.17 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Silo Pengering
Padi/Jagung Berdasarkan Hasil Hitung Net Present Value (NPV) dan Internal
Rate of Return (IRR) ............................................................................................... 70
Tabel 4.18 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu .......... 71

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme ix


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel 4.19 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun ..................... 72
Tabel 4.20 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT dari Biogas POME ..................... 73
Tabel 4.21 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah Sawit .... 74
Tabel 4.22 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Silo Pengering Gabah ...................... 75

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme x


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peningkatan Suhu Permukaan Global Tahun 1999 - 2008 ................................ 7
Gambar 2.2 Sektor Penyumbang Emisi Gas CO2 ................................................................... 8
Gambar 2.3 Total Pasokan Sumber Energi Nasional Tahun 2011 ......................................... 8
Gambar 2.4 Komposisi Target Kontribusi Energi Nasional Tahun 2025 .............................. 10
Gambar 2.5 Skema Model IPAL Reaktor Biogas Fixed Bed .................................................. 11
Gambar 2.6 Sebaran Populasi Sapi Perah di Indonesia ....................................................... 12
Gambar 2.7 Perkembangan Populasi Sapi Potong Tahun 2009-2013 ................................. 13
Gambar 2.8 Potensi Nasional Biogas Asal Ternak Tahun 2010 ........................................... 14
Gambar 2.9 Komponen Reaktor Program Biru (Biogas Rumah Indonesia) ......................... 14
Gambar 2.10 Produksi Kelapa Sawit Indonesia (dalam Ton) Tahun 2008 2012 ................. 16
Gambar 2.11 Contoh Model PLTU Mini Berbahan Bakar Limbah Biomassa Kelapa Sawit
Dengan Kapasitas Produksi Listrik 250 KW ...................................................... 17
Gambar 2.12 Model Pengering Gabah .................................................................................. 19
Gambar 2.13 Proses Konversi Biologis .................................................................................. 20
Gambar 2.14 Proporsi Penduduk Tanpa Akses terhadap Sanitasi ....................................... 21
Gambar 2.15 Sanimas Sistem Mix (Gabung) antara Komunal- Perpipaan dan MCK Plus ..... 21
Gambar 3.1 Skema Kredit Ketahanan Pangan Energi.......................................................... 29
Gambar 3.2 Skema Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan
(KPEN-RP) ......................................................................................................... 31
Gambar 3.3 Skema Penyaluran KPP NAD Nias ................................................................. 33
Gambar 3.4 Skema Penyaluran KUPS .................................................................................. 34
Gambar 3.5 Skema Penyaluran S-SRG ................................................................................. 36
Gambar 3.6 Skema instalasi Biogas Skala Rumah Tangga ................................................... 44
Gambar 3.7 Sektor Prioritas Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ........................................... 46
Gambar 3.8 Fokus Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ke Depan........................................... 47
Gambar 3.9 Instrumen Keuangan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) .................................. 47
Gambar 3.10 Skema Intensif Pembiayaan Terkait Target Penurunan Emisi Nasional
2020 ................................................................................................................. 49
Gambar 3.11 Minat UMKM Mendapatkan Pinjaman Ramah Lingkungan ............................ 54
Gambar 4.2 Prosedur Penyaluran KKP-E kepada Petani/ Peternak/Pekebun secara
Individu atau Kelompok Tani/ Koperasi secara Langsung ke Bank.................. 76
Gambar 4.3 Prosedur Penyaluran KKP-E oleh Petani/Kelompok Tani/Koperasi yang
Bekerjasama dengan Mitra Usaha ................................................................... 77
Gambar 4.4 Tugas dan Tanggung Jawab Lembaga yang Terkait ......................................... 79

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme xi


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

DAFTAR SINGKATAN

AFD Agence Franaise de Dveloppement


APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BAU Business As Usual
BBM Bahan Bakar Minyak
BBN Bahan Bakar Nabati
BCA Bank Central Asia
BI Bank Indonesia
BII Bank Internasional Indonesia
BKF Badan Kebijakan Fiskal
BLUD Badan Layanan Umum Daerah
BMKG Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
BNI Bank Negara Indonesia
BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BPD Bank Pembangunan Daerah
BPS Badan Pusat Statistik
BRI Bank Rakyat Indonesia
BUMD Badan Usaha Milik Daerah
BUMN Badan Usaha Milik Negara
CBA Cost and Benefit Analysis
CCFL Caissecentrale de la France Libre
DAK Dana Alokasi Khusus
DIPA Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
DNS Debt for Nature Swap
DPR RI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
ERI Emission Reduction Investment
ESDM Energi dan Sumber Daya Mineral
FGD Focus Group Discussion
GDP Gross Domestic Produc
GJ Gigajoule
Gokaptindo Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia
GRK Gas Rumah Kaca
IDUL Instalasi Daur Ulang Limbah
IEPC Industrial Efficiency and Pollution Control
IJP Imbal Jasa Penjaminan
IKM Industri Kecil dan Menengah
IPAL Instalasi Pengolahan Air Limbah
IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change
IPLP Instalasi Pengolahan Limbah Padat

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme xii


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

IPPU Instalasi Pengendalian Pencemaran Udara


IRR Internal Rate of Return
JBIC Japan Bank for International Cooperation
KfW Kreditanstalt fur Wiederaufbau
KIP Kredit Investasi Pemerintah
KKP-E Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
KLH Kementerian Lingkungan Hidup
KOPTI Koperasi Tahu Tempe Indonesia
KPEN-RP Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan
KPP NAD-Nias Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias
KSRG Kredit Subsidi Resi Gudang
KTS Kotoran Ternak Segar
KUPS Kredit Usaha Pembibitan Sapi
KUR Kredit Usaha Rakyat
LPG Liquefied Petroleum Gas
LPS Lembaga Penjamin Simpanan
LULUCF Land Use, Land-Use Change and Forestry
MW Mega Watt
NAD Nanggroe Aceh Darussalam
NPV Net Present Value
NRE New and Renewable Energy
PAE Pollution Abatement Equipment
PDAM Perusahaan Daerah Air Minum
PI Profitability Index
PIP Pusat Investasi Pemerintah
PKPPIM Pusat Kebijakan Pendanaan Perubahan Iklim dan Multilateral
PLN Perusahaan Milik Negara
PLTMH Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro
PLTS Pembangkit Listrik Tenaga Surya
PLTSa Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
PLTU Pembangkit Listrik Tenaga Uap
PMK Peraturan Menteri Keuangan
POME Palm Oil Mill Effluent
PPP Public Private Partnership
PT Perusahaan Terbatas
RDKK Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok
RKU Rencana Kebutuhan Usaha
ROI Return on Investment
S-SRG Skema Subsidi Resi Gudang
TDL Tarif Dasar Listrik
UMKM Usaha Mikro Kecil dan Menengah
UMKMK Usaha Mikro, Kecil, Menegah dan Koperasi

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme xiii


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

UNEP United Nations Environment Programme


UNICEF United Nations International Children's Emergency Fund
WHO World Health Organization
WMO World Meteorological Organization
WtE Waste to Energy

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme xiv


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan cukup besar, salah
satunya adalah berasal dari limbah. Limbah berupa limbah perkotaan, sektor pertanian,
sektor industri dan lain-lain dapat dimanfaatkan untuk dikonversikan sebagai energi, baik
berupa energi bahan bakar/pemanas maupun listrik. Menurut Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) (2011), Indonesia mempunyai potensi biomassa sebesar 885,2
juta Gigajoule (GJ) pertahun. Potensi kalori sebesar itu diperoleh diantaranya jenis limbah
peremajaan kebun karet (496,0 juta GJ pertahun), sisa lodging (11,0 juta GJ pertahun),
limbah industri penggergajian kayu (10,6 juta GJ pertahun), tandan kosong kelapa sawit
(15,4 juta GJ pertahun), sabut sisa kelapa sawit (35,3 juta GJ pertahun), cangkang buah sawit
(17,2 juta GJ pertahun), bagas tebu (78,0 juta GJ pertahun), sekam padi (179,0 juta GJ
pertahun), tempurung kelapa (18,7 juta GJ pertahun) serta sabut kelapa (24,0 juta GJ
pertahun).
Potensi sumber listrik dari limbah tersebut dapat mencapai 50 ribu MW, yang
merupakan potensi sumber daya energi terbesar kedua setelah hidro dalam skala besar.
Pemanfaatan limbah tersebut sampai saat ini masih sekitar 1600 MW atau sekitar 3,25
persen dari potensi yang ada. Dari Program Pengembangan Pembangkit Tenaga Listrik
Berbasis Bio-Energi yang dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN-Persero), kondisi
kapasistas eksisting pembangkit listrik yang ada yang berasal dari Biomassa (berbasis kelapa
sawit), biogas, dan sampah perkotaan yang terhubung dengan jaringan listrik PLN baru
sebesar 61 MW pada bulan Februari 2012, yang akan ditingkatkan kemudian sebesar 197
MW pada tahun 2013 dan ditingkatkan lagi sebesar 544 MW pada tahun 2014 (sehingga
menjadi 741 MW pada tahun 2013/2014)
Harga energi yang meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan semakin tingginya
beban biaya energi pada sektor industri untuk menjalankan aktifitas produksinya dan
semakin besarnya pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan energinya. Di sisi
lain, tingginya harga energi juga semakin meningkatkan beban subsidi energi yang harus
dikeluarkan pemerintah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Masih
tingginya ketergantungan pada energi fosil, menyebabkan upaya penurunan gas rumah kaca
(GRK) juga mengalami kelambatan. Pemanfaatan Biomassa, salah satunya limbah menjadi
energi dapat dijadikan alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan tersebut.
Pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya sebagai energi alternatif memberikan
dampak positif secara langsung. Pertama, terdapat perbaikan dalam efisiensi energi
dikarenakan limbah pertanian dan lainnya memiliki potensi energi yang besar dan hanya
akan menjadi sampah apabila tidak dimanfaatkan. Kedua, pemanfaatan limbah pertanian
dan lainnya dapat menjadi lebih efisien dikarenakan penanganan limbah secara khusus
seringkali lebih mahal biayanya dibandingkan pemanfaatannya. Ketiga, pemanfaatan limbah
pertanian dan lainnya mengurangi penggunaan lahan khusus untuk penampungan limbah,
yang pada akhirnya akan menghemat biaya penanganan limbah.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 1


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian ESDM telah melaksanakan


studi dan juga telah menjalankan beberapa proyek terkait pemanfaatan limbah untuk
dijadikan energi (waste to energy (WtE)). Khusus dari Kementerian Lingkungan Hidup, studi
tersebut bertujuan untuk mengembangkan program pembiayaan investasi WtE untuk
beberapa hal, antara lain (a) penangkapan gas metan di limbah peternakan sapi (biogas); (b)
efisiensi dan penangkapan gas metan di limbah industri tahu (biogas); (c) limbah pertanian
(biomassa); (d) industri pengolahan (panas menjadi energi); (e) WtE umum (biomassa dari
pelepah pohon kelapa sawit, biogas dari pabrik kelapa sawit, dan limbah domestik (kotoran
manusia)); (f) flaring pada industri minyak dan gas bumi (KLH, 2013). Dari berbagai jenis
WtE, terdapat empat jenis tipe WtE yang diusulkan untuk didukung melalui pembiayaan
investasi, yaitu (a) reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) reaktor biogas dari limbah
industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa
sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya
untuk biomassa sekam padi.
Pemanfaatan limbah menjadi energi dalam skala kecil dan menengah, baik oleh
industri kecil dan menengah (IKM) maupun rumah tangga, masih relatif sedikit di Indonesia,
salah satunya dikarenakan keterbatasan pendanaan yang dimiliki oleh IKM dan rumah
tangga. Oleh karena itu, diperlukan dukungan pembiayaan investasi limbah menjadi energi,
salah satunya melalui kredit program.
Berbagai jenis pembiayaan melalui kredit program yang telah ada (eksisting) saat ini,
baik dengan pola subsidi bunga, pola jasa penjaminan, pola pendanaan sendiri, maupun
pola kombinasi, belum secara spesifik dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan investasi
limbah menjadi energi. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan kebijakan agar kredit
program yang telah ada saat ini, dapat dimanfaatkan secara optimal khususnya untuk
pembiayaan investasi limbah menjadi energi. Terdapat beberapa jenis kredit program yang
didukung oleh Kementerian Keuangan, salah satunya adalah Kredit Ketahanan Pangan dan
Energi (KKP-E) dimana terkait dengan energi masih ditujukan untuk pengembangan bahan
baku Bahan Bakar Nabati (BBN), yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 79/PMK.05/2007 sebagaimana telah diubah dua kali, yaitu melalyi PMK Nomor
48/PMK.05/2009 dan PMK Nomor 198/PMK.05/2010. Kredit program tersebut dilakukan
melalui subsidi bunga, dan sangat dimungkinkan pula bahwa pengembangan WtE dilakukan
dengan mekanisme yang sama, namun perlu dilakukan penyesuaian, khususnya terkait
dengan regulasi yang ada.
Pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program, selain memiliki
manfaat, tentunya memiliki konsekuensi logis terhadap biaya. Manfaat yang diproleh baik
secara keuangan, ekonomi, maupun lingkungan, diharapkan dapat lebih besar dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk membuktikan hal tersebut, dan juga sebagai dasar
pertimbangan untuk pengambilan kebijakan ke depan, diperlukan analisis biaya dan
manfaat yang cukup komperehensif dari pembiayaan investasi limbah menjadi energi
melalui kredit program.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 2


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

1.2. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan
Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program adalah untuk mengidentifikasi dan
melakukan analisis biaya dan manfaat terkait dengan usulan skim pembiayaan investasi
kredit program untuk mendukung pengembangan WtE untuk beberapa jenis atau tipe
pengembangan WtE. Hasil analisis tersebut nantinya akan digunakan oleh Pusat Kebijakan
Pendanaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM)-Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk
menyiapkan kebijakan terkait dengan pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui
kredit program.

1.3. Ruang Lingkup


Ruang lingkup dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan Manfaat
Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini adalah:
a. Mengidentifikasi berbagai jenis potensi pemanfaatan limbah yang dapat
dikonversikan menjadi energi, khususnya yang berasal dari limbah peternakan sapi,
industri tahu, perkebunan/industri kelapa sawit, dan biomassa pertanian padi di
Indonesia;
b. Mengidentifikasi berbagai jenis pembiayaan melalui kredit program yang ada saat ini
dan berpotensi untuk dimanfaatkan dalam pembiayaan investasi limbah menjadi
energi yang didukung oleh Pemerintah, termasuk Kementerian Keuangan;
c. Melakukan analisis kelayakan keuangan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi
energi pada berbagai jenis pemanfaatan limbah, yang mencakup (a) pengembangan
reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari
limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan
industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk
pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi.
d. Melakukan analisis biaya dan manfaat dari pembiayaan investasi limbah menjadi
energi yang nantinya diusulkan, yang mencakup (a) pengembangan reaktor biogas
dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri
tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa
sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering,
khususnya untuk biomassa sekam padi, dan
e. Menyusun draft rekomendasi kebijakan untuk pengembangan pembiayaan investasi
limbah menjadi energi melalui kredit program berdasarkan hasil analisis kelayakan
keuangan dan analisis biaya dan manfaat.

1.4. Keluaran (Output) yang Diharapkan


Keluaran (output) yang diharapkan dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan
Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini adalah:
a. Berbagai jenis pembiayaan investasi limbah menjadi energi (WtE) melalui
mekanisme kredit program dan lainnya yang didukung oleh Pemerintah, termasuk

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 3


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Kementerian Keuangan. Hasil studi ini juga merekomendasikan jensi pembiayaan


investasi yang cocok untuk mendukung pengembangan WtE;
b. Analisis kelayakan keuangan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi
melalui kredit program pada berbagai jenis pemanfaatan limbah, yang mencakup
empat jenis yaitu (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b)
pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan
pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan
biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam
padi
c. Analisis biaya dan manfaat untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi
melalui kredit program pada berbagai jenis pemanfaatan limbah, yang mencakup
empat jenis yaitu (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b)
pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan
pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan
biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam
padi; dan
d. Draft Nota Dinas ke Menteri Keuangan terkait usulan pembiayaan investasi melalui
kredit program untuk mendorong pengembangan WtE di Indonesia.

1.5. Sistematika Penulisan Laporan


Laporan dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan
Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang
tersusun dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisikan tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup, keluaran yang
diharapkan dan sistematika penulisan laporan dari pelaksanaan studi.
Bab II Potensi Pengembangan Waste to Energy di Indonesia
Bab ini menguraikan tentang limbah sebagai sumber energi alternatif, implementasi
pengembangan WtE, dan berbagai potensi pengembangan WtE di Indonesia, yang
mencakup pengembangan reaktor biogas di industri tahu, reaktor biogas limbah
peternakan sapi, pembangkit listrik dari limbah industri kelapa sawit (POME) dan
biomassa pelepah sawit, penggunaan limbah biomassa sekam padi untuk bahan
bakar pemanas/pengering, pemanfaatan limbah cair domestik, dan pemanfaatan
sampah perkotaan.
Bab III Alternatif Pembiayaan Investasi Waste to Energy di Indonesia
Bab ini menjelaskan tentang berabgai alternatif pembiayaan investasi yang eksisting
WtE di Indonesia baik melalui kredit program maupun lainnya, seperti misalnya yang
berasal dari KLH, Kementerian ESDM, dan pihak lainnya. Selain itu, bab ini juga
berisikan tentang usulan pembiayaan investasi WtE melalui Kredit Ketahanan Pangan
dan Energi (KKP-E).

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 4


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Bab IV Analisis Keuangan dan Analisis Biaya Manfaat Pembiayaan Waste to Energy
Melalui Kredit Program
Bab ini berisikan tentang asumsi-asumsi yang digunakan, analisis keuangan, dan
analisis biaya manfaat dari pembiayaan investasi melalui kredit program, yaitu
mencakup pengembangan reaktor biogas di industri tahu, reaktor biogas limbah
peternakan sapi, pembangkit listrik dari limbah industri kelapa sawit (POME) dan
biomassa pelepah sawit, penggunaan limbah biomassa sekam padi untuk bahan
bakar pemanas/pengering seperti yang diusulkan oleh KLH dan Kementerian ESDM.
Bab V Penutup
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dan saran/rekomendasi
kebijakan yang dapat diberikan dari pelaksanaan studi ini terkait dengan dukungan
pembiayaan investasi WtE melalui kredit program. Selain itu, terdapat juga langkah
tindak lanjut dari pelaksanaan kajian ini.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 5


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

BAB II
POTENSI PENGEMBANGAN WASTE TO ENERGY DI INDONESIA

Peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) akibat aktifitas manusia. Indonesia
disinyalir sebagai negara peringkat empat paling berpolusi di dunia (sebagai salah satu
negara penghasil GRK terbesar). Penggunaan energi adalah salah satu sektor penyumbang
emisi CO2. Sampai tahun 2011, energi fosil dikonsumsi hingga 96,21 persen dari total energi
nasional (KLH, 2013). Persoalan energi juga diiringi oleh permasalahan krisis energi dan
komitmen Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 terkait
pengurangan emisi GRK, dimana Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK
sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan mencapai 41 persen jika mendapat bantuan
internasional pada tahun 2020 dari kondisi business as usual (BAU).
Kondisi krisis energi juga menjadi perhatian serius pemerintah. Indonesia sebagai
negara tropis banyak menghasilkan biogas dan biomassa termasuk bioenergi yang
merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable energy). Bioenergi dapat
menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (suistainable). Dengan pendekatan
penggunaan teknologi yang tepat, limbah biogas dan biomassa tersebut termanfaatkan
dengan nilai guna dan nilai ekonomi tinggi (valuable). Upaya-upaya perbaikan lingkungan
dengan mengimplementasikan teknologi waste to energy (pemanfaatan limbah menjadi
energi) memerlukan dukungan untuk mempercepat pengembangannya. Dalam program
pengembangan waste to energy, setidaknya terdapat dua indikator keberhasilan, yaitu (1)
pengurangan emisi dari kegiatan pemanfaatan waste to energy, dan (2) didapatkannya
energi alternatif pengganti bahan bakar fosil bagi masyarakat sebagai hasil dari kegiatan
pemanfaatan waste to energy.

2.1. Pemanasan Global, Isu Emisi dan Krisis Energi


Fenomena perubahan iklim saat ini menjadi perhatian penting bagi Negara-negara
maju maupun berkembang. Bahkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
didirikan pada tahun 1988 oleh Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological
Organization (WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP) menyatakan
bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20
kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia1.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan
yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang
ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang
lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis
hewan2.

1
Summary for Policy Makers: A report of Working Group I of the Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC, 2007.
2
NASA: Global Warming to Cause More Severe Tornadoes, Storms, Fox News, August 31, 2007.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 6


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Gambar 2.1 Peningkatan Suhu Permukaan Global Tahun 1999 - 2008

Upaya untuk mengendalikan pemanasan global dilakukan melalui pengurangan emisi


gas rumah kaca. Protocol Kyoto mengatur enam jenis gas-gas rumah kaca yang memberikan
dampak pemanasan global, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida
(N2O), dan tiga gas-gas industri yang mengandung fluor (HFC,PFC dan SF6)3. Indonesia telah
disinyalir sebagai negara peringkat empat paling berpolusi di seluruh dunia. Berdasarkan
data KLH, emisi GRK nasional Indonesia, dari CO2, CH4, N2O diluar emisi dari Peat Fire dan
Land Use, Land-Use Change and Forestry (LULUCF), meningkat 733.017 KT CO2e di tahun
2000 di tahun 20004.

2.2. Limbah Sebagai Sumber Energi dan Implementasi Pengembangan Waste to Energy
Produksi energi adalah sektor penyumbang emisi CO2 terbesar. Dengan
mengesampingkan sumber emisi dari LULUCF, emisi CO2 menyumbang 85 persen dari total
emisi5. Sedangkan sisanya 15 persen berasal dari agrikultur, industri dan limbah. Sedangkan
sampai tahun 2011, energi didominasi oleh penggunaan minyak bumi, gas alam dan batu
bara. Energi fosil dikonsumsi hingga 96,21 persen dari total energi nasional6. Total pasokan
sumber energi berupa oil sebesar 46,93 persen, batu bara 26,93 persen, dan berupa gas
sebesar 21,90 persen.

3
The Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panei on Climate Change (IPCC) AR4, 2007.
4
Kajian Kementerian Lingkungan Hidup, 2010.
5
Kementerian Lingkungan Hidup, 2010.
6
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 7


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2010


Gambar 2.2 Sektor Penyumbang Emisi Gas CO2

Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, 2012


Gambar 2.3 Total Pasokan Sumber Energi Nasional Tahun 2011

Disamping isu emisi CO2 dan dampak gas rumah kaca, persoalan energi juga diiringi
oleh permasalahan krisis energi dan kebutuhan pasokan dari sumber energi baru.
Penggunaan energi baru dan terbarukan (new and renewable energy, NRE) hanya mengisi
4,79 persen dari total energi nasional. Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar
merupakan pengguna energi fosil yang cukup dominan dipergunakan di banyak sektor.
Dalam beberapa kurun waktu terakhir, harga energi semakin mahal dan mengakibatkan
subsidi energi juga semakin besar Rp. 224,4 Triliun yang dibagi untuk alokasi BBM Rp.
137,38 Triliun dan untuk alokasi Listrik Rp. 64,9 Triliun.
Namun faktanya, Indonesia masih boros dalam pemanfaatan dan pengelolaan
sumber energinya yang ditunjukan dengan intensitas energi yang masih tinggi.
Pertumbuhan konsumsi energi rata-rata 7 persen per tahun ini belum diimbangi dengan
pasokan energi yang cukup. Selain itu keterbatasan pasokan energi nasional juga semakin
menipis. Cadangan sumber energi fosil sebagai pemasok sumber energi terbesar saat ini
hanya bertahan untuk beberapa tahun mendatang. Kondisi konsumsi energi yang terus

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 8


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

meningkat tajam dan cadangan energi nasional dari sumber energi fosil yang semakin
menipis juga menjadi perhatian serius pemerintah.
Tabel 2.1 Ketersediaan Pasokan Energi Fosil Nasional
PRODUCTION RESERVE TO
NO. FOSSIL ENERGY RESERVES
PER YEAR PRODUCTION RATIO
1. Oil 4.0 billion barel 347 million barel 11 years
2. Gas 104.71 TSCF 3212 BSCF 32 years
3. Coal 28 billion ton 329 million ton 85 years
Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, 2012

Pemerintah berkomitmen untuk mendukung pengendalian emisi gas rumahkaca


diantaranya adalah komitmen Pemerintah Indonesia dalam pertemuan G-20 di Pittsburg
untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan
mencapai 41 persen jika mendapatkan bantuan internasional pada tahun 2020 dari kondisi
business as usual (BAU). Pemerintah juga terdorong mengeluarkan kebijakan untuk
meningkatkan porsi NRE (New and Renewable Energy) dalam energi nasional. Kebijakan
global tentang energi nasional menyebutkan bahwa diversifikasi energi dijalankan dengan
meningkatkan kontribusi NRE sebagai pemasok energi nasional, yaitu:
a) Energi Baru
Batu bara cair (Liquefied Coal), Metana batu bara (Coal Bed Methane), gasifikasi batu
bara (Gasified Coal), nuklir (Nuclear), hydrogen (Hydrogen).
b) Energi Terbarukan
geothermal (Geothermal), bioenergi (Bioenergy), air (Hydro), matahari (Solar), angin
(Wind), arus laut (Ocean).
Kebijakan ini diperkuat dengan perundangan melalui Peraturan Presiden Nomor
5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Peraturan ini mendorong NRE berkontribusi
hingga 17 persen di tahun 2025. Melalui visi energi nasional 2025, NRE semakin didorong
untuk berkontribusi hingga 25 persen.
Tabel 2.2 Program Nasional Rencana Pengurangan Emisi 2020
Sectors Emission Reduction Plan
Sectors Agency
(Giga ton CO2e)
26% 15% (total 41%)
Forestry and Peat 0.672 0,367 Ministry of Forestry, Ministry of
Environment, Ministry of Public Works,
Ministry of Agriculture
Waste 0.048 0.03 Ministry of Public Works, Ministry of
Environment
Agriculture 0.008 0.003 Ministry of Agriculture, Ministry of
Environment
Industry 0.001 0.004 Ministry of Industry
Energy and 0.038 0.018 Ministry of Transportation, Ministry of
Transportation Energy and Mining, Ministry of Public
Works
0.767 0.422

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 9


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, 2012


Gambar 2.4 Komposisi Target Kontribusi Energi Nasional Tahun 2025

2.3. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu


Industri tahu di Indonesia mempunyai peran penting, selain makanan yang biasa
dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat, industri tahu merupakan industri berskala kecil
dan rumah tangga yang menghidupi banyak warga masyarakat di kalangan ekonomi
menengah ke bawah. Di Indonesia, tercatat sebanyak 177 koperasi tahu dan tempe (Kopti)
yang tersebar di 18 provinsi. Jumlah perajinnya mencapai 115.000 unit, dengan total jumlah
tenaga kerja 1 juta orang. Industri tahu sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku
kedelai. Kebutuhan bahan baku kedelai untuk perajin tahu dan tempe mencapai 132 ton per
bulan7.
Industri tahu ternyata salah satu industri penyumbang emisi yang signifikan. Jumlah
industri tahu di Indonesia mencapai 84.000 usaha unit. Dengan kapasitas produksi lebih dari
2,56 juta ton per tahun, industri tahu ini memproduksi limbah cair sebanyak 20 juta meter
kubik per tahun dengan menghasilkan emisi sekitar satu juta ton CO2 ekivalen. Sebanyak 80
persen industri tahu berada di Pulau Jawa. Dengan demikian emisi yang dikeluarkan pabrik
tahu di Jawa mencapai 0,8 juta ton CO2 ekivalen8.
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada
umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat
berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Kandungan organik tinggi ini yang
berpotensi melepas emisi metana. Seperti perlakukan limbah kotoran sapi, limbah industri
tahu tersebut juga dapat diolah dengan reaktor biogas. Penataan produksi bersih di bagian
proses perlu dilakukan untuk memastikan kondisi limbah cukup memenuhi syarat untuk
diolah dalam reaktor biogas.

7
Gokaptindo, 2013
8
Asdep Analisis Kebutuhan Iptek, Deputi Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek Kementerian Ristek, 2010

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 10


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Sumber: Sri Subekti UNPAD, 2011


Gambar 2.5 Skema Model IPAL Reaktor Biogas Fixed Bed

Salah satu model pengolahan limbah industri tahu adalah dengan menggunakan
model Fixed Bed Reaktor dan dibangun dengan sistem anerobik. Pertimbangannya, sistem
ini memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi. Keuntungan
lain dari sistem ini adalah dalam prosesnya menghasilkan energi dalam bentuk biogas,
ampas dan air untuk makanan ikan ternak. Selain itu, prosesnya lebih stabil dan lumpur
yang dihasilkan lebih sedikit. Unit pengolahan limbah cair tahu terdiri dari unit utama
digester, jaringan pipa pengumpul limbah, penampung gas, trickling, filter, jaringan sisa
limbah hasil olahan, kolam penampung air hasil proses.

2.4. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi


Sektor peternakan yang berkembang cukup baik di Indonesia salah satunya adalah
peternakan sapi perah. Populasi ternak sapi perah di Indonesia mencapai 597.100 ekor
dengan penyebaran dominan di pulau Jawa. Populasi sapi perah di pulau Jawa mencapai 99
persen dari total populasi sapi perah di Indonesia (592.400 ekor). Selanjutnya populasi
terbesar kedua adalah Sumatera sebesar 0,4 persen (2.400 ekor). Sebaran di pulau Jawa
didominasi wilayah Jawa Timur sebesar 49,61 persen (296.300 ekor), dan selanjutnya Jawa
Tengah 25,11 persen (149.900 ekor) serta Jawa Barat 23,44 persen (140.000 ekor)9.

9
BPS, 2011.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 11


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Sumber: BPS, 2011


Gambar 2.6 Sebaran Populasi Sapi Perah di Indonesia

Apabila kita melihat angka populasi sapi potong di Indonesia, terlihat bahwa terjadi
peningkatan angka populasi sapi potong di Indonesia tiap tahunnya selama periode 2009-
2013. Pada tahun 2009, populasi sapi potong sekitar 12,7 juta ekor. Angka ini kemudian
meningkat sebesar 6,44 persen pada tahun 2010 menjadi sekitar 13,5 juta ekor.
Peningkatan angka populasi terbesar sepanjang lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2011
yang tumbuh sebesar 9,15 persen menjadi sekitar 14,8 juta ekor. Pada tahun 2012, angka
populasi sapi potong juga meningkat menjadi sekitar 15,9 juta ekor, meskipun angka
pertumbuhannya turun sedikit dari tahun sebelumnya, yakni sebesar 7,8 persen. Kemudian,
pada tahun 2013 populasi sapi potong meningkat sedikit menjadi sekitar 16,6 juta ekor,
namun dengan pertumbuhan yang cukup rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,
yakni hanya sebesar 3,92 persen

Tabel 2.3 Persebaran Populasi Sapi Potong Menurut Provinsi 2009 - 2013* (dalam Ekor)
Tahun Pertumbuhan
No. Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013*) 2013 thdp 2012 (%)

1 Nanggroe Aceh Darussalam 669.996 722.501 462.840 505.171 530.999 5,11


2 Sumatera Utara 394.063 412.670 541.698 609.951 625.817 2,60
3 Sumatera Barat 492.272 513.255 327.013 359.233 373.603 4,00
4 Riau 172.394 170.105 159.855 189.060 197.340 4,38
5 Jambi 164.256 177.710 119.888 139.534 151.543 8,61
6 Sumatera Selatan 342.412 347.873 246.295 260.124 277.032 6,50
7 Bengkulu 97.528 103.262 98.948 105.550 111.756 5,88
8 Lampung 463.032 496.066 742.776 778.050 834.154 7,21
9 Bangka Belitung 9.624 9.852 7.733 8.405 9.246 10,00
10 Kepulauan Riau 8.323 8.693 17.338 17.251 17.440 1,10
11 DKI Jakarta 0 0 1.691 1.214 1.214 0,00
12 Jawa Barat 309.609 327.750 422.989 429.637 444.155 3,38
13 Jawa Tengah 1.525.250 1.554.458 1.937.551 2.051.407 2.092.436 2,00
14 DI Yogyakarta 283.043 290.949 375.844 358.387 424.839 18,54
15 Jawa Timur 3.458.948 3.745.453 4.727.298 4.957.478 5.058.853 2,04
16 Banten 73.515 69.727 46.900 55.424 56.942 2,74
17 Bali 675.419 683.800 637.473 651.216 660.984 1,50
18 Nusa Tenggara Barat 592.875 695.951 685.810 916.560 1.002.503 9,38
19 Nusa Tenggara Timur 577.552 600.923 778.633 814.450 817.708 0,40
20 Kalimantan Barat 175.019 176.734 153.320 169.240 171.429 1,29
21 Kalimantan Tengah 68.022 75.098 54.647 59.385 71.922 21,11
22 Kalimantan Selatan 218.065 228.545 138.691 152.495 162.515 6,57
23 Kalimantan Timur 101.176 108.321 90.748 99.986 104.985 5,00
24 Sulawesi Utara 106.598 98.522 105.225 119.889 125.883 5,00

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 12


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program
Tahun Pertumbuhan
No. Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013*) 2013 thdp 2012 (%)
25 Sulawesi Tengah 210.535 211.769 230.682 250.921 257.303 2,54
26 Sulawesi Selatan 729.066 848.916 983.985 1.112.893 1.152.053 3,52
27 Sulawesi Tenggara 253.171 268.138 213.736 236.511 261.008 10,36
28 Gorontalo 240.659 253.411 183.868 202.974 203.582 0,30
29 Sulawesi Barat 124.632 135.770 72.822 79.905 88.208 10,39
30 Maluku 79.162 83.943 73.976 83.866 95.156 13,46
31 Maluku Utara 45.488 45.488 60.840 64.136 68.675 7,08
32 Papua Barat 36.081 37.093 41.464 52.046 62.683 20,44
33 Papua 62.053 78.825 81.796 88.347 92.837 5,08
Indonesia 12.759.838 13.581.570 14.824.373 15.980.697 16.606.803 3,92
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2013
Keterangan: *) Angka Sementara
- ) Data tidak tersedia

Sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang berpotensi menyumbang emisi
metana. Sedangkan metana merupakan emisi terbesar kedua setelah CO2 dengan
memberikan kontribusi 13 persen dari total emisi10. Dengan pertimbangan ini maka emisi
gas metana dan sumber emisi gas metana terbesar dari sektor peternakan perlu mendapat
perhatian serius. Potensi produksi Kotoran Ternak Segar (KTS) sebagai bahan baku biogas
limbah sapi mencapai 88714,88 ribu Ton pada Tahun 2010. Dari potensi produksi KTS
tersebut mampu menghasilkan produksi biogas setara minyak Tanah sebesar 4,43 miliar
liter per tahun. Kemudian potensi pupuk organik yang dihasilkan mencapai 35,48 miliar ton
per Tahun.

18000 10
16000 9,15 9

14000 7,80 8
7
12000 6,44
6
RIBU EKOR

PERSEN

10000
5
8000
3,92 4
6000
3
4000 2
2000 1
0 0
2009 2010 2011 2012 2013

Populasi Sapi Potong Pertumbuhan

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan


Gambar 2.7 Perkembangan Populasi Sapi Potong Tahun 2009-2013

10
Kajian KLH 2010

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 13


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

70,000 3,500,000
60,000 3,000,000
50,000 2,500,000
40,000 2,000,000
30,000 1,500,000
20,000 1,000,000
10,000 500,000
- -
Ruminansia Ruminansia Non
Unggas
Besar Kecil Ruminansia
Produksi KTS (Ribu Ton/th) 66,294 7,152 6,362 8,906
Produksi Pupuk Organik (Ribu
26,518 2,861 2,545 3,563
Ton/Tahun)
Produksi Biogas Setara Minyak
3,314,719 357,623 318,084 445,318
Tanah ( Ribu Liter/Tahun)

Sumber: Kementerian ESDM, 2010


Gambar 2.8 Potensi Nasional Biogas Asal Ternak Tahun 2010

Reaktor biogas merupakan salah satu solusi untuk mengendalikan emisi metana.
Kotoran hewan ternak yang berpotensi mengahasilkan metana, akan diisolasi dalam reaktor
dan ditampung produksi metananya. Gas metana terkandung dalam biogas, sebagai hasil
reaktor biogas, merupakan bahan bakar yang dapat mengkonversi penggunaan minyak
tanah dan elpiji untuk keperluan rumah tangga maupun usaha. Konversi energi dengan
bahan bakar alternatif biogas akan menekan emisi metana yang sangat besar berkontribusi
pada pemanasan global.

Sumber: http://www.biru.or.id
Gambar 2.9 Komponen Reaktor Program Biru (Biogas Rumah Indonesia)
1 : Inlet (tangki pencampur)
2 : Pipa Inlet (bisa diadaptasi untuk dihubungkan ke toilet)
3 : Digester

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 14


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program
4 : Penampung Gas (Kubah)
5 : Manhole
6 : Outlet & Overflow
7 : Pipa Gas Utama
8 : Katup Gas Utama
9 : Saluran Pipa
10 : Waterdrain
11 : Pengukur Tekanan
12 : Keran Gas
13 : Kompor Gas dengan pipa selang karet
14 : Lampu (opsional)
15 : Lubang Bio-slurry

Reaktor biogas berfungsi mengubah kotoran binatang, kotoran manusia dan materi
organik lainnya, menjadi biogas. Konsumsi biogas untuk skala rumah tangga antara lain
digunakan sebagai bahan bakar alternatif pemanas dan generator listrik. Dari lamanya
pengembangan dan aplikasi teknologi biogas di dunia, dapat dikatakan bahwa teknologi ini
sudah cukup mapan dan terbukti dapat memproduksi energi non BBM yang sekaligus ramah
lingkungan. Bagi masyarakat dan kalangan usaha terutama pelaku usaha mikro kecil,
produksi biogas sangatlah menguntungkan.
Konversi penggunaan biogas sebagai bahan bakar alternatif merupakan
penghematan untuk menggantikan bahan bakar fosil seperti minyak tanah dan elpiji.
Umpan biogas juga merupakan limbah yang dimanfaatkan dengan proses biologi anaerobic
dalam reaktor. Ampas atau limbah buangan reaktor biogas juga memiliki potensi ekonomi
untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik. Reaktor biogas merupakan salah
satu solusi praktis teknologi energi tepat guna yang mudah dan murah diimplementasikan
untuk masyarakat termasuk masyarakat pelosok. Pengoperasian dan perawatannya juga
sangat mudah dan tidak membutuhkan SDM dengan keahlian khusus. Untuk
pembangunannya pun telah banyak SDM di Indonesia yang terlatih dan telah siap
mengaplikasikan beragam teknologi reaktor biogas.

2.5. Pembangunan Pembangkit Listrik dari Limbah (Biogas) Industri Kelapa Sawit dan
Biomassa dari Pelepah Sawit
Komoditas perkebunan yang cukup besar produktifitasnya di Indonesia antara lain
Kelapa Sawit, Kelapa dan Tebu. Selain dari produk utamanya, komoditas tersebut juga
menghasilkan limbah Biomassa yang besar. Limbah biomassa kering kelapa sawit antara lain
berupa tepas/pelepah, angkang, bungkil dan tandan kosong. Dari kelapa terdapat limbah
biomassa kering berupa tempurung, serbuk kayu dan sabut. Sedangkan tebu menghasilkan
limbah kering daun dan bagas/ampas tebu. Dari ketiga komoditas ini, kelapa sawit
berkembang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Produksi limbah cair pabrik kelapa sawit (palm oil mill effluent, POME) di Indonesia
diperkirakan sebesar 28,7 juta ton/tahun. POME adalah limbah cair kelapa sawit yang masih
mengandung banyak padatan terlarut. Sebagian besar padatan terlarut ini berasal dari
material lignoselulosa mengandung minyak yang berasal dari buah sawit. Umumnya
pengolahan POME dilaksanakan secara konvensional yaitu dengan menggunakan sistem
kolam (pond). Selain memerlukan biaya operasional dan memerlukan lahan yang luas,

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 15


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

sistem ini juga menghasilkan emisi gas rumah kaca. Padahal POME merupakan bahan baku
potensial untuk menghasilkan biogas.

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012


Gambar 2.10 Produksi Kelapa Sawit Indonesia (dalam Ton) Tahun 2008 2012

Dari tiga komoditas perkebunan tersebut, terlihat penyebaran budidaya banyak


terdapat di luar Jawa. Limbah biomassa kering yang terbuang memiliki potensi kalori yang
cukup besar sedangkan daerah luar Jawa banyak yang belum terlayani kebutuhan listriknya.
Hal ini merupakan salah satu solusi pemenuhan kebutuhan konsumsi listrik dengan
mengembangkan teknologi pembangkit listrik dari bahan bakar biomassa kering.
Limbah biomassa kering memiliki potensi kalori sebesar 2.000 sampai dengan 3.000
kkal/kg limbah. Dengan proses pembakaran dapat dihasilkan panas yang dapat
dimanfaatkan untuk memproduksi uap serta membangkitkan listrik melalui generator turbin
uap. Komoditas perkebunan terbesar banyak dibudidayakan di luar Jawa. Limbah biomassa
kering yang terbuang memiliki potensi kalori yang cukup besar sedangkan daerah luar Jawa
banyak yang belum terlayani kebutuhan listriknya. Hal ini merupakan salah satu solusi
pemenuhan kebutuhan konsumsi listrik dengan mengembangkan teknologi pembangkit
listrik dari bahan bakar biomassa kering. Potensi listrik dari total seluruh biomassa adalah
sebesar 49.810 MW. Dari potensi ini baru sekitar 3 persen yang telah dimanfaatkan
(1.618MW). Diperkirakan 60 persen dari potensi ini dapat dikelola sebagai sumber energi
alternatif melalui pembangkit listrik tenaga uap.
Kementerian Lingkungan Hidup sendiri dalam menangani energi terbarukan memiliki
pengalaman dalam pengembangan PLT Biomassa dari pelepah sawit dan Kementerian
Eenergi dan Sumber Daya Mineral mengembangkan PLT dari POME (limbah pabrik kelapa
sawit). Untuk mengembangkan PLT Biomassa ukuran mini (misal 200 kW) dari pelepah
sawit, dibutuhkan biaya sekitar Rp. 5 miliar. Sedangkan PLT POME lebih besar dari Rp. 20
miliar, tergantung kapasitas pengolahan sawit (30 ton/jam 1 MW, 45 ton/jam 1,5 MW,
60 ton/jam 2 MW). Pengembangan PLT dari pelepah sawit dan POME dilakukan untuk
memproduksi listrik (dijual untuk penerangan rumah tangga atau digunakan sendiri) dan
menggantikan/menghemat konsumsi solar.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 16


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Sumber: Alcor, 2009


Gambar 2.11 Contoh Model PLTU Mini Berbahan Bakar Limbah Biomassa Kelapa Sawit
Dengan Kapasitas Produksi Listrik 250 KW

2.6. Penggunaan Limbah Biomassa Pertanian untuk Bahan Bakar Pemanas/Pengering:


Pengeringan/Silo Gabah
Pertanian padi dan jagung merupakan komoditas yang cukup dominan
dikembangkan di Indonesia. Dengan kondisi infrastruktur pengairan saat ini maka model
pertanian yang dikembangkan masih mengandalkan kepada musim dan pasokan air hujan.
Model pertanian tersebut tentunya akan menjadi kendala dalam proses penyimpanan pasca
panen. Masa panen yang tidak penuh dalam satu tahun menuntut metode penyimpanan
yang mampu menunjang cadangan komoditas pada masa paceklik. Salah satu teknologi
yang telah dikembangkan adalah teknologi pengeringan hasil panen. Biji produk seperti
gabah dan jagung dikeringkan hingga kadar air tertentu sihingga akan tahan lama untuk
disimpan.

Tabel 2.4 Produksi Padi dan Jagung Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2011

Provinsi Jenis Tanaman Produksi(Ton) Jenis Tanaman Produksi(Ton)


Indonesia Padi 70,866,571 Jagung 18,510,435
Aceh Padi 1,968,474 Jagung 186,761
Sumatera Utara Padi 3,664,588 Jagung 984,453
Sumatera barat Padi 2,373,806 Jagung 525,205
Riau Padi 440,131 Jagung 30,185
Jambi Padi 685,681 Jagung 26,038
Sumatera Selatan Padi 3,593,463 Jagung 147,499
Bengkulu Padi 626,176 Jagung 90,769
Lampung Padi 3,218,232 Jagung 1,725,727
Bangka Belitung Padi 29,087 Jagung 1,061
Kepulauan Riau Padi 1,396 Jagung 818
DKI Jakarta Padi 10,141 Jagung -
Jawa Barat Padi 12,009,422 Jagung 1,113,088
Jawa Tengah Padi 10,295,494 Jagung 3,042,420

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 17


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Provinsi Jenis Tanaman Produksi(Ton) Jenis Tanaman Produksi(Ton)


DI Yogyakarta Padi 891,137 Jagung 271,751
Jawa Timur Padi 12,144,973 Jagung 5,741,833
Banten Padi 2,046,832 Jagung 11,897
Bali Padi 857,157 Jagung 57,954
Nusa Tenggara Barat Padi 2,161,442 Jagung 624,445
Nusa Tenggara Timur Padi 725,507 Jagung 711,278
Kalimantan Barat Padi 1,514,654 Jagung 161,632
Kalimantan Tengah Padi 793,576 Jagung 7,283
Kalimantan Selatan Padi 1,990,788 Jagung 104,402
Kalimantan Timur Padi 573,382 Jagung 8,492
Sulawesi Utara Padi 641,236 Jagung 439,263
Sulawesi Tengah Padi 1,033,241 Jagung 140,304
Sulawesi Selatan Padi 4,911,567 Jagung 1,440,003
Sulawesi Tenggara Padi 562,078 Jagung 69,137
Gorontalo Padi 291,248 Jagung 677,249
Sulawesi Barat Padi 429,006 Jagung 121,232
Maluku Padi 113,178 Jagung 12,315
Maluku Utara Padi 71,002 Jagung 27,146
Papua Barat Padi 26,280 Jagung 1,710
Papua Padi 172,196 Jagung 7,085
Sumber: BPS, 2013

Pengeringan hasil pertanian dimaksudkan untuk mengurangi kadar air yang


terkandung dalam bahan hasil pertanian yang dikeringkan hingga mencapai tinggal 10
persen sampai 12 persen saja, dengan hasil pengeringan seperti ini biji-bijian hasil pertanian
tidak mudah diserang mikroorganisme pembusuk (Lahming, 1993). Mengingat bahwa bahan
bakar biomassa (limbah-limbah pertanian, seperti gabah) dapat dimanfaatkan dalam
peningkatan nilai ekonomi dan pencegahan pencemaran lingkungan. Proses pengeringan
dengan memanfaatkan bahan bakar biomassa pada prinsipnya sama dengan
pemanfaatannya dalam kegiatan pembangkit listrik. Namun dalam alat pengering ini, kalori
yang dihasilkan dari pembakaran limbah dapat langsung dikontakkan dengan bahan/media
yang akan diolah. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memiliki pengalaman dalam
pengembangan sekam padi untuk pengering gabah. Untuk penggunaan sekam padi untuk
pengering gabah, dibutuhkan investasi Rp. 945 juta dengan kapasitas 20 ton/hari.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 18


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Sumber: http://santosorising.blogspot.com
Gambar 2.12 Model Pengering Gabah

2.7. Pemanfaatan Sampah Perkotaan


Pemanfaatan sampah perkotaan merupakan salah satu dari prioritas nasional bidang
energi baru dan terbarukan yang tertuang dalam agenda riset nasional 2010-2014, hal ini
yang juga melatarbelakangi untuk menjadikan sampah sebagai objek penelitian dalam
konversi energi listrik. Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari
suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai
nilai ekonomi. Dalam Undang-Undang No. 18 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan
definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau dari proses alam yang
berbentuk padat.
PLTSa disebut juga sebagai pembangkit listrik tenaga sampah merupakan
pembangkit yang dapat membangkitkan tenaga listrik dengan memanfaatkan sampah
sebagai bahan utamanya, baik dengan memanfaatkan sampah organik maupun anorganik.
Mekanisme pembangkitan dapat dilakukan dengan metode secara pembakaran/thermal
dan secara biologis. Proses konversi melalui metode thermal dapat dicapai melalui beberapa
cara pembangkitan, yaitu dengan metode pirolisis, combustion, Plasma Arc Gasification,
thermal gasifikasi.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 19


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Sumber: aneka-sains.blogspot.com
Gambar 2.13 Proses Konversi Biologis

2.8. Pemanfaatan Limbah Cair Domestik


Selain permasalahan sampah, kawasan pemukiman juga menimbulkan dampak
pembuangan limbah cair domestik. Besarnya jumlah penduduk dan padatnya permukiman
penduduk terutama di perkotaan memberikan dampak negative terhadap lingkungan
sekitar terutama pada limbah cair rumah tangga. Limbah cair rumah tangga pada
permukiman apabila tidak ditangani dengan cukup baik, akan berpengaruh terhadap
kualitas lingkungan diantaranya penurunan kualitas air badan air dan air tanah, penurunan
tingkat kesuburan tanah, maupun penurunan tingkat estetika suatu wilayah. Limbah cair
rumah tangga biasanya dihasilkan dari kegiatan mandi, cuci, kakus, memasak, maupun
kegiatan-kegiatan rumah tangga lainnya. Limbah cair rumah tangga ini juga sering disebut
dengan limbah domestik. Sebagai cirikhas dari limbah ini adalah mempunyai karakteristik
kaya akan zat organik disamping adanya zat padat.
Potensi kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk mencapai US$ 6,3 Miliar atau setara
Rp. 58 Triliun atau 2,3 persen GDP Indonesia. Hal demikian sama saja dengan kebocoran
pada angka pertumbuhan ekonomi Indonesia (World Bank, 2007). Pada tahun 2011,
terdapat peningkatan presentasi jumlah penduduk yang memiliki akses terhadap sanitasi
yang layak di Indonesia, sebesar 55,60 persen. Beberapa permasalahan dalam
pengembangan infrastruktur limbah cair rumah tangga antara lain terbatasnya pendanaan,
terbatasnya sumber daya manusia, persepsi tentang pentingnya sanitasi masih rendah,
belum efisiennya tata kelola dan kelembagaan, Sektor air limbah bukan sektor yang seksi.
Sampai saat ini investasi sanitasi masih jauh dari kondisi ideal. Angka Investasi Sanitasi
tahun 1970 2000 sebesar Rp. 200/kap/tahun. Selama lima tahun terakhir terjadi
peningkatan menjadi Rp. 5000/kap/tahun jauh dari Angka Investasi Sanitasi Ideal yaitu Rp.
47.000/kap/tahun.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 20


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Sumber: WHO/UNICEF, 2012


Gambar 2.14 Proporsi Penduduk Tanpa Akses terhadap Sanitasi

Diantara limbah cair ini, yang paling besar dampak buangannya adalah limbah dari
feces manusia (buangan BAB, buang air besar). Pemanfaatan limbah cair domestik
merupakan salah satu cara untuk memproduksi energi yang terbarukan. Salah satu alternatif
pembuangan limbah feces adalah dengan metode pengolahan reaktor biogas.
Model pengolahan reaktor biogas dari limbah domestik ini telah dikembangkan di
beberapa tempat. Salah satunya adalah reaktor Biogas dari kotoran manusia yang terus
dikembangkan di Pondok Pesantren. Model pengembangan biogas feces di pesantren
merupakan salah satu jalan untuk memenuhi syarat jumlah komoditas di wilayah tertentu.
Pembangunan instalasi biogas di pesantren ini juga berpotensi menciptakan ekopesantren
atau pesantren berwawasan lingkungan yang turut peduli terhadap pengolahan limbah dan
penggunaan energi alternatif.

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 2012


Gambar 2.15 Sanimas Sistem Mix (Gabung) antara Komunal- Perpipaan dan MCK Plus

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 21


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

BAB III
ALTERNATIF PEMBIAYAAN INVESTASI WASTE TO ENERGY

3.1. Kebutuhan Dukungan Pembiayaan


Usaha pelestarian lingkungan hidup membutuhkan penanganan yang sistemik dan
menyeluruh. Terlebih, penanganan pelestarian lingkungan hidup dengan pemanfaatan
Waste to Energy (WtE) memerlukan pendekatan multi-stakeholders. Kegiatan pemanfaatan
WtE memerlukan penanganan dari berbagai pemangku kepentingan. Kesadaran dunia
usaha khususnya UMKM akan pemanfaatan WtE membutuhkan dukungan investasi
tersendiri. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mengurangi kerusakan lingkungan telah
dilakukan oleh pemerintah antara lain melakukan edukasi kepada seluruh pemangku
kepentingan terkait pentingnya pengelolaan lingkungan hidup, pemberian insentif (misal
pembebasan bea impor, pengurangan PPh atas biaya pengolahan limbah, subsidi kompos,
dan lain-lain), dan pemberian pinjaman lunak11.

3.2. Program Pinjaman Lunak di KLH


3.2.1. Program Pollution Abatement Equipment (PAE)
Program PAE (Pollution Abatement Equipment) dimulai dari tahun 1992-2011 dengan
sumber dana dari Jepang melalui JBIC (Japan Bank for International Cooperation)- (JBIC-
PAE). Program ini dilaunching pada tahun 1992. Dana yang telah disalurkan Rp. 407,7 miliar
ke 96 perusahaan semua skala. Dana revolving fund per tahun sekitar Rp. 38 miliar.
Pelaksanaannya empat bank, Danamon, BII, BCA, Lippo, BNI dan Mandiri. Ini kredit investasi
dengan bunga sesuai SBI. Khusus untuk Program PAE, BI bekerjasama dengan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Bank Peserta (BCA, Bank Danamon, BII, Lippo Bank, Bank Umum
Nasional, PT. BBD (Persero), PT. BEII (Persero), PT. BNI (Persero), dan PT. Bapindo (Persero)).
Menurut kajian Kesiapan UMKM Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses
Pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada tahun 2012 menyebutkan bahwa
program tersebut berakhir belum ada lembaga perbankan di Indonesia yang menginisiasi
peluncuran skim pinjaman atau pembiayaan untuk UMKM ramah lingkungan dengan
mengadopsi program sejenis untuk tujuan serupa.

3.2.2. Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 1


Program Kreditanstalt fur Wiederaufbau-Industrial Efficiency And Pollution Control
Tahap I yang selanjutnya disebut Program KfW-IEPC I adalah program yang bersumber dari
hibah Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW) yang dipinjamkan oleh Pemerintah c.q.
Kementerian Keuangan kepada bank pelaksana untuk membiayai kegiatan investasi yang
berorientasi lingkungan hidup dalam rangka pengendalian polusi dan efisiensi industri.
Program IEPC (Industrial Efficiency and Pollution Control) Tahap I dimulai dari Tahun 1998-
2013.

11
Kajian Kesiapan UMKM Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses Pembiayaan, 2012, BI.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 22


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Sasaran dari program pinjaman lunak ini adalah industri dengan skala Usaha Kecil
dan Menengah (UKM). Bank pelaksana dari kegiatan program ini terdiri dari 4 BPD, 1 Bank
Nasional yaitu Bank BNI, Bank Jateng, Bank Nagari, Bank Jabar Banten, dan BPD Bali dengan
tingkat suku bunga efektif mencapai 9 14 persen. Tujuan dari pinjaman ini adalah untuk
mendorong agar UMK dapat mengurangi limbah produksi melalui peningkatan efisiensi
dalam penggunaan energi, bahan baku dan pengolahan limbah.

3.2.3. Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 2


Salah satu permasalahan yang dihadapi Usaha Kecil dan Menengah dalam
pengelolaan lingkungan adalah tidak tersedianya dana untuk pengadaan peralatan
pencegahan dan pengendalian pencemaran. Pemerintah Indonesia menyediakan pinjaman
lunak untuk membantu usaha skala kecil dan menengah dalam:
- Investasi di bidang pencegahan dan pengendalian pencemaran;
- Meningkatkan efisiensi produksi;
- Bantuan teknis.
Dana pinjaman ini bersifat bergulir (Revolving Fund), sehingga akan diterus-
pinjamkan kembali kepada nasabah yang menerapkan upaya pencegahan dan pengendalian
pencemaran lingkungan. Dana ini berasal dari bantuan Pemerintah Jerman melalui program
Industrial Efficiency and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2) Kreditanstalt fr
Wiederaufbau (KfW). Oleh karena itu disebut Program Pinjaman Lunak Lingkungan IEPC-KfW
Phase II.
Sasaran dari dana program pinjaman ini antara lain ditujukan bagi:
- Usaha Kecil dan Menengah (UKM) nasional, yang memiliki aset kurang dari Rp. 10
Miliar (di luar tanah dan bangunan);
- UKM sentra dan/atau individu yang berbadan hukum (CV, PT, koperasi dan lain-lain);
- Potensial mencemari lingkungan.
Dana ini dapat diberikan apabila perusahaan tersebut telah memenuhi kelayakan
teknis yang ditentukan berdasarkan penilaian KLH dan kelayakan finansial yang ditentukan
berdasarkan penilaian Bank Penyalur. Maksimum pinjaman adalah Rp. 5 Miliar (Rp. 10 Miliar
untuk perusahaan sistem kluster) dengan tingkat suku bunga pinjaman yang kompetitif.
Masa pengembalian pinjaman sekitar 3 10 tahun dengan masa tenggang waktu
pembayaran pokok sekitar 0 -1 tahun. Ketentuan pembayaran bunga dan pokok sesuai
dengan ketentuan intern Bank Penyalur.
Mekanisme yang dalam pengajuan dana yang harus diperhatikan dalam program
Industrial Efficiency and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2), yaitu :
- Pengajuan permohonan pinjaman dari Perusahaan kepada Bank Penyalur.
- Penilaian aspek finansial oleh Bank Penyalur.
- Permohonan penilaian aspek teknis dari Bank Penyalur kepada KLH.
- Penilaian aspek teknis oleh KLH.
- Penyampaian hasil penilaian teknis KLH kepada Bank Penyalur.
- Permohonan dana dari Bank Penyalur ke Bank Pelaksana.
- Pencairan dana dari Bank Pelaksana ke Bank Penyalur.
- Pencairan dana dari Bank Penyalur kepada Perusahaan Pemohon.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 23


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Kemudian komponen investasi yang dapat dibiayai dalam program Industrial Efficiency and
Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2), yaitu :
- Peralatan pencegahan pencemaran (Mesin produksi yang ramah lingkungan, mesin
yang lebih efesien dari segi bahan baku, energi dan berkurangnya cacat serta
kegagalan produk).
- Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Instalasi Pengendalian Pencemaran Udara
(IPPU), Instalasi Pengolahan Limbah Padat (IPLP), Instalasi Daur Ulang Limbah (IDUL);
- Jasa konsultasi desain sistem dan konstruksi sipil, pencegahan dan pengendalian
pencemaran, serta daur ulang;
- Lahan tapak IPAL.
Pada komponen modal kerja yang dapat dibiayai yakni modal kerja permanen yang
terkait investasi seperti bahan kimia, suku cadang dan lain-lain yang terkait dengan mesin
atau alat yang dibiayai oleh IEPC2 (tidak lebih dari 40 persen). Sedangkan komponen
investasi yang tidak dapat dibiayai dalam program Industrial Efficiency and Pollution Control
tahap ke 2 (IEPC2), yaitu :
- Biaya administrasi;
- Pajak;
- Bangunan pabrik, gudang, kantor, kantin;
- Kompensasi dan pembebasan lahan pabrik;
- Biaya operasi dan pemeliharaan;
- Alat transportasi;
- Power plant, genset;
- Alat transportasi;
Bank Pelaksana adalah bank yang menampung dana dari KFW Jerman dan
menyalurkan melalui Bank Penyalur. Bank Pelaksana dalam program Industrial Efficiency
and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2) adalah Bank Negara Indonesia dan Bank Ekspor
Indonesia. Sedangkan bank penyalurnya adalah:
- Bank Negara Indonesia
- Bank Jateng
- Bank BPD Kaltim
- Bank Kalbar
- Bank Bukopin
- Bank Niaga

3.2.4. Program Debt for Nature Swap (DNS)


Salah satu aksi kongkret pemerintah adalah melalui kerjasama dengan pemerintah
Jerman, yang juga memberi perhatian serius terhadap pembangunan berwawasan
lingkungan. Aksi kongret tersebut adalah bekerjasama melakukan penyelamatan atau
pelestarian lingkungan melalui program pembiayaan usaha kecil dan mikro yang memberi
perhatian pada pelestarian lingkungan. Sumber dana pembiayaan berasal dari konversi
hutang pemerintah Indonesia kepada pemerintah Jerman yang disalurkan kepada sektor
usaha kecil dan mikro yang peduli terhadap pelestarian lingkungan melalui perbankan.
Program tersebut dinamakan pembiayaan Debt Nature Swap-Kementrian Lingkungan Hidup
(DNS-KLH).

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 24


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Program Debt for Nature Swap (DNS) dengan Pemerintah Jerman adalah suatu
program yang memberikan keringanan hutang dari Pemerintah Jerman kepada Pemerintah
Indonesia melalui penyediaan sejumlah dana oleh Pemerintah Indonesia untuk kegiatan
pengelolaan lingkungan hidup. Dana DNS adalah dana program bantuan pendanaan
investasi lingkungan bagi UMK yang bersumber dari DNS Pemerintah Jerman.
Inti dari program DNS-KLH adalah Bank dapat membiayai usaha kecil dan mikro,
dimana sumber pendanaan berasal dari alokasi pembayaran hutang pemerintah sebesar 80
persen dari total pembiayaan dan sisanya 20 persen berasal dari dana komersial perbankan.
Besarnya pembiayaan yang dapat diterima oleh nasabah adalah s.d. Rp. 500 juta. Beberapa
Benefit yang dapat diterima oleh nasabah kecil dan mikro yang dibiayai adalah:
1) Akses ke perbankan bagi usaha kecil dan mikro menjadi lebih mudah. Selama ini
usaha kecil dan mikro mengalami kesulitan dalam mengakses pendanaan dari
perbankan, karena memang sifat usaha mereka yang belum bankable.
2) Tingkat bunga atau margin yang dikenakan lebih murah dari tingkat bunga
perbankan secara umum yaitu setara dengan 12 persen eff.p.a. Sebagai informasi
bahwa tingkat bunga pembiayaan kecil dan mikro di perbankan berada pada kisaran
20 persen eff. p.a. ke atas. Sudah lazim kita ketahui bahwa perbankan
membebankan tingkat bunga yang cukup tingga untuk nasabah kecil dan mikro. Hal
ini sejalan dengan tingkat risiko yang relatif tinggi di segmen ini.
3) Mensukseskan program pemerintah khususnya dalam upaya pelestarian lingkungan.
4) Membantu pemerintah dalam mengurangi hutang kepada pemerintah Jerman.
Sebagai informasi bahwa Rp. 1 dana pembiayaan yang disalurkan akan melunasi Rp.
2 hutang pemerintah Indonesia kepada pemerintah Jerman. Semakin besar
portofolio pembiayaan program ini, maka hutang pemerintah Indonesia akan
semakin cepat terbayar.

3.2.5. Program Emission Reduction Investment (ERI)


Program Emission Reduction Investment (ERI) adalah program pinjaman lunak
dengan mekanisme two step loan yang bertujuan membiayai investasi pengurangan emisi
bagi industri lokal dalam mendorong penggunaan peralatan efisiensi energi. Program ini
merupakan dana hibah yang berasal dari Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KFW) yang
diberikan kepada Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) yang kemudian diteruspinjamkan kepada Bank Pelaksana.
Program ERI diharapkan memberikan dampak terhadap meningkatkan kesadaran
akan pentingnya investasi pengurangan emisi (Emission Reduction Investment) dan
menyediakan informasi tentang keuntungan komersial dari Program ERI. Selain itu, dapat
mengembangkan suatu fasilitas pendanaan yang berkelanjutan bagi investasi pengurangan
emisi yang disalurkan melalui lembaga keuangan untuk usaha kecil dan menengah yang
ingin berinvestasi dalam pengembangan energi yang berkelanjutan. Tujuan lain dari ERI
adalah meningkatkan kapasitas Lembaga Keuangan yang berpartisipasi dalam program ERI
dan perusahaan lokal, dan membangun portofolio Investasi Pengurangan Emisi pada
lembaga keuangan pelaksana terpilih.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 25


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

ERI program merupakan kesepakatan Pemerintah Jerman dengan Pemerintah


Indonesia yang terdiri dari 3 (tiga) komponen:
- Dana untuk pinjaman sebesar EUR 16.5 juta yang disalurkan kepada Loan
Administrator dan/atau kepada Lembaga Keuangan terpilih untuk membiayai
investasi efisiensi energi bagi usaha kecil dan menengah;
- Unit Bantuan Teknis (Technical assistance unit) sebesar EUR1.5 juta untuk
mendukung pelaksanaan, pemasaran, peningkatan kapasitas, perispan program, dan
portofolio pengembangan bagi lembaga pelaksana dan industri.
- Sebesar EUR 2.0 juta dialokasikan untuk suatu pengembangan skema insentif untuk
mendorong investasi hemat energi/energi efisiensi.
Sedangkan beberapa tipe pinjaman dalam program ERI antara lain sebagai berikut,
yaitu:
a) Tipe 1: Pinjaman sampai Rp. 750 juta untuk Investasi ERI skala kecil yang telah
distandardisasi:
- Skala kecil investasi ERI berdasarkan daftar teknologi dan peralatan (pendekatan
berdasarkan teknologi);
- Jumah pinjaman sampai Rp. 750 juta (mendekati USD 90,000);
- Lama pinjaman sampai 5 tahun;
- Tidak dibutuhkan jasa/input konsultansi.
b) Tipe 2: Pinjaman sampai Rp. 10 Miliar untuk investasi ERI skala usaha menengah
- Skala menengah investasi ERI (pendekatan berdasarkan penilaian/assessment
based approach)
- Jumlah pinjaman sampai Rp. 10 Miliar;
- Lama pinjaman sampai 7 tahun termasuk grace period;
- Kriteria pinjaman : min. 15 persen pengurangan emisi, dan project IRR > 12
persen;
- Dibutuhkan jasa konsultansi (ERI eligibility assessment, project preparation
support)

3.3. Program di Kementerian ESDM


Program Biogas Rumah Indonesia atau biasa disebut dengan Program BIRU adalah
program 4 tahun yang dikelola dan diimplementasikan oleh HIVOS (Institut Kemanusiaan
untuk Kerjasama Pembangunan) dengan bantuan teknis dari SNV (Lembaga Pembangunan
Belanda) yang bertanggung jawab untuk pertukaran pengetahuan selama fase implementasi
program.
Dimulai pada tanggal 15 Mei 2009, program ini didanai seluruhnya oleh Kedutaan
Besar Kerajaan Belanda dan dukungan penuh dari Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan
dan Konservasi Energi dari Kementrian Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.
Tujuan pembangunan program Biogas Rumah secara keseluruhan adalah untuk
mempopulerkan reaktor biogas rumah sebagai sumber energi lokal berkelanjutan melalui
pengembangan sektor komersial berorientasi pasar, pada beberapa provinsi terpilih di
Indonesia.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 26


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rumah
tangga di maksimal delapan provinsi di Indonesia, dengan target konstruksi minimal 8,000
reaktor biogas rumah yang diharapkan dapat memberi beragam manfaat ganda.
Pemanfaatan teknologi biogas secara langsung berkontribusi terhadap naiknya tingkat
kesejahteraan hidup rumah tangga di pedesaan khususnya bagi anak-anak dan perempuan.
Hal ini sekaligus membuka kesempatan kerja dengan membuka sektor bisnis dan usaha
(mulai dari pemasok hingga pekerja). Manfaat lain termasuk metode yang hemat waktu dan
dana seperti pengurangan berbagai bahan bakar yang tidak terbarukan seperti kayu bakar,
batu bara dan bahan bakar fosil yang telah terbukti merusak baik lingkungan dan kesehatan;
mempromosikan hidup organik melalui penggunaan bio-slurry atau ampas biogas yang
menyuburkan tanah sehingga menghasilkan panen perkebunan dan pertanian yang lebih
tinggi hingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi lokal.
Telah diakui secara luas bahwa energi memainkan peran penting dalam mendukung
upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium dan dalam meningkatkan kesejahteraan
hidup masyarakat miskin di seluruh dunia. Sebagai tindak lanjut dari KTT Pembangunan
Berkelanjutan, pemerintah Belanda telah menformulasikan program aksi untuk
pembangunan berkelanjutan. Dengan kemampuan program untuk mengatasi hubungan
antara kemiskinan dan energi yang memungkinkan akses ke jasa energi untuk 10 juta orang
(2 juta rumah tangga) sebagai salah satu hasil yang diinginkan, pemerintah Belanda
menyediakan EUR 500 juta untuk mempromosikan energi terbarukan di sejumlah negara
berkembang.
Melalui Program Biogas Rumah Indonesia, Pemerintah Belanda mengalokasikan EUR
656,535 untuk memungkinkan pembentukan sektor biogas berorientasi pasar yang layak
dan mandiri. Program ini diimplementasikan mulai 15 Mei 2009 hingga 31 Desember 2013.
Dengan sekitar 43 persen atau 92.9 juta penduduk di Indonesia yang terjun dalam
pertanian (FAO, 2005), seperempat dari luas tanah masih diolah dan jumlah kelompok tani
ternak tampaknya bertambah dari 37.000 menjadi 54.600 kelompok antara 1993 dan 1997.
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia berpotensi baik dalam jangka panjang untuk
pengembangkan sektor biogas rumah yang berkelanjutan secara nasional. Sektor pertanian
Indonesia menunjukkan peningkatan substansial sebanyak 56 persen dan jumlah rumah
tangga ternak meningkat 20 persen dari 3,74 juta menjadi 4,49 juta antara 1983 dan 1993.
(Bank Dunia, 2002).
Berdasarkan studi kelayakan yang telah dilakukan sebelum inisiasi program, pulau
Jawa, Sumatera Barat dan Bali menjadi fokus awal program BIRU karena populasi ternak di
lokasi-lokasi ini tinggi dengan sebagian besar hewan ternak dikandangkan. Meski demikian,
keputusan ini tidak hanya mempertimbangkan potensi pasar teknis semata, namun juga
keberadaan dari kemampuan pelaksana untuk segera mengikutsertakan diri dalam
beberapa fungsi primer dari program nasional: konstruksi dan servis pasca penjualan serta
pemberian kredit. Pemilihan provinsi-provinsi target biasanya diawali dengan pelaksanaan
studi pasar. Pada saat ini, Program BIRU beroperasi di tujuh provinsi di Indonesia: Jawa
Barat, DI Yogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan
dan Lampung.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 27


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

3.4. Kredit Program Eksisting


3.4.1. Pola Subsidi Bunga (Interest Subsidy Pattern)
a. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)
Dalam rangka mendukung Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan
Bahan Baku Bahan Bakar Nabati, diperlukan pendanaan yang mengedepankan peran
perbankan nasional dengan subsidi bunga dari Pemerintah. Selain itu, agar penyediaan,
penyaluran dan pertanggungjawaban pendanaan KKP-E dapat berjalan secara tertib,
terkendali, efektif, dan efisien, perlu diciptakan suatu skim dan mekanisme kredit yang
terpadu.
Untuk itu telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007
tanggal 17 Juli 2007 tentang KKP-E sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 tentang Perubahan Pertama Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tanggal 17 Juli 2007 tentang KKP-E dan terakhir kali
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010 tanggal 23
November 2010. Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan atas dasar permohonan bank yang bersangkutan, yang kemudian diatur dalam
Perjanjian Kerjasama Pendanaan (PKP) antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E. Risiko
KKP-E ditanggung Bank Pelaksana, kecuali skim intensifikasi padi, jagung dan kedelai
sebagian dapat dijaminkan ke lembaga penjamin yang didukung oleh Pemerintah. Risiko
KKP-E ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana, kecuali untuk skim intensifikasi
padi/jagung/kedelai, skim hortikultura (ubi kayu dan ubi jalar) serta skim peternakan
khususnya sapi, sebagian risiko bank pelaksana dapat ditanggung secara bersama-sama oleh
lembaga penjamin dan pemerintah.
Plafon KKP-E Per Bank Pelaksana Per Kelompok Kegiatan ditetapkan oleh Menteri
Keuangan dengan mempertimbangkan Program Kementerian Teknis, Komitmen Pendanaan
Bank Pelaksana, Alokasi Subsidi Bunga dalam APBN, dan pendapat Komite Kebijakan.
Peserta KKP-E adalah Petani/Peternak/Pekebun/Nelayan dan Pembudidaya Ikan yang
tergabung dalam Kelompok/Koperasi secara mandiri atau bekerjasama dengan Mitra Usaha.
Calon Peserta KKP-E mengajukan KKP-E kepada Bank Pelaksana dengan dilampiri Rencana
Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang telah disetujui Dinas terkait, diseleksi dan
ditetapkan sebagai Peserta KKP-E oleh Bank Pelaksana.
Kegiatan Usaha yang dibiayai KKP-E adalah:
1) Pengembangan Tanaman Pangan;
2) Pengembangan Hortikultura;
3) Pengembangan Perkebunan;
4) Pengembangan Pengadaan Pangan berupa gabah, jagung, kedelai dan perikanan;
5) Peternakan;
6) Penangkapan dan Pembudidayaan ikan; dan
7) Pengadaaan/peremajaan peralatan, mesin dan sarana lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan usaha dari huruf a s/d f di atas.
Jangka waktu KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus usaha dan
tanam, paling lama 5 (lima) tahun. Tingkat bunga peserta KKP-E ditetapkan sebesar tingkat
bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditambah 5 persen untuk kegiatan usaha
perkebunan (tebu) dan ditambah 6 persen untuk kegiatan usaha non perkebunan (tebu).

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 28


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Plafon Peserta KKP-E per individu maksimum sebesar Rp. 100 juta dan untuk
Koperasi, Kelompok Tani dan/atau Gabungan Kelompok Tani (KKP-E Pengadaan pangan
gabah, jagung, dan kedelai serta perikanan) maksimum sebesar Rp. 500 juta. Sedangkan
untuk pengadaan/ peremajaan peralatan dan mesin, batas maksimum kredit adalah sebesar
Rp. 500 juta.

Gambar 3.1 Skema Kredit Ketahanan Pangan Energi

Bank Pelaksana KKP-E sebanyak 22 bank yang menyediakan alokasi kredit KKP-E
dengan plafon total sebesar Rp. 9,34 triliun (posisi per 28 Februari 2013). Outstanding KKP-E
s.d. 28 Februari 2013 adalah sebesar Rp. 4,01 triliun atau sebesar 42,92 persen dari total
plafon. Realisasi subsidi bunga TA 2012 sebesar Rp. 196,08 miliar (87,20 persen) dari alokasi
TA 2012 sebesar Rp. 224,86 miliar. Formulasi perhitungan KKP-E adalah sebagai berikut:

Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (Hari Bunga/365)


Keterangan:
1. Outstanding = Penyaluran / Mutasi Debet dikurangi Pengembalian / Mutasi Kredit.
2. Hari Bunga = Sejak Tanggal Mutasi s.d. Tanggal Jatuh Tempo / Tanggal Akhir Periode.
3. Tingkat Subsidi Bunga = Tingkat Subsidi Bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan.

Untuk mengetahui kebenaran perhitungan subsidi bunga KKP-E yang telah


dibayarkan kepada Bank Pelaksana, maka perlu dilakukan Monitoring dan Verifikasi
terhadap pembayaran subsidi bunga KKP-E sebagaimana ketentuan Perjanjian Kerjasama
antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara.
Pelaksanaan Monitoring dan Verifikasi dilakukan dengan :
1) Meminta data perkembangan pelaksanaan KKP-E yang meliputi penyaluran,
pengembalian, outstanding, dan jumlah debitur serta informasi lainnya terkait
dengan pelaksanaan KKP-E kepada Bank Pelaksana;
2) Memberikan lembar isian kepada Bank Pelaksana KKP-E untuk diisi oleh petugas
bank yang menangani/memahami masalah KKP-E;

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 29


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

3) Memilih dan mengunjungi satu atau dua sampel peserta KKP-E dengan
mempertimbangkan jarak dan waktu pelaksanaan monitoring KKP-E.

b. Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP)


Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006, Pemerintah
telah mencanangkan program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati.
Guna mempercepat pertumbuhan sektor riil melalui pengembangan perkebunan, Menteri
Pertanian telah menetapkan Peraturan Menteri Pertanian No. 33/Permentan/OT.
140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan.
Pelaksanaan program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati dan
revitalisasi perkebunan didukung pendanaan yang mengedepankan perbankan nasional.
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan 2, Menteri Keuangan
menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.06/2006 tanggal 30 Nopember
2006 tentang Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP).
Pengembangan perkebunan yang dapat didanai melalui KPEN-RP meliputi perluasan,
rehabilitasi, dan peremajaan tanaman kelapa sawit, karet, dan kakao. KPEN-RP diberikan
langsung kepada Petani Peserta atau melalui Mitra Usaha. Menteri Keuangan c.q. Direktur
Jenderal Perbendaharaan menunjuk Bank Pelaksana berdasarkan permohonan bank yang
bersangkutan. Antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Bank
Pelaksana dibuat Perjanjian Kerjasama Pendanaan.
Tingkat bunga KPEN-RP ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk
kredit sejenis dengan ketentuan setinggi-tingginya sebesar suku bunga penjaminan
simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 5
persen (lima per seratus). Menteri Keuangan menetapkan bagian tingkat bunga KPEN-RP
yang dibebankan kepada Petani Peserta atas usul Menteri Pertanian, setelah mendengar
pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga atas KPEN-RP
diberikan sebesar selisih antara tingkat bunga KPEN-RP sebagaimana dimaksud dalam butir
11 dengan tingkat bunga KPEN-RP yang dibebankan kepada Petani Peserta.
Tingkat bunga KPEN-RP ditinjau dan ditetapkan kembali setiap 6 (enam) bulan pada
tanggal 1 April dan 1 Oktober berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah dan
Bank setelah mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi
bunga dibayarkan setiap 3 bulan berdasarkan data penyaluran yang disampaikan Bank
Pelaksana. Pemerintah memberikan Subsidi Bunga selama masa pengembangan. Masa
pengembangan perkebunan yaitu maksimal selama 5 (lima) tahun untuk kelapa sawit dan
kakao, sedangkan untuk karet maksimal selama 7 (tujuh) tahun. Risiko KPEN-RP ditanggung
sepenuhnya oleh Bank Pelaksana, dan/atau bersama dengan Mitra Usaha, dan/atau
bersama dengan lembaga penjamin kredit, atas kesepakatan bersama.
Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana sebanyak 17 bank yang menyediakan
alokasi kredit KPEN-RP sebesar Rp (?) dengan plafon total sebesar Rp. 38,61 triliun (posisi
per 28 Februari 2013). Telah Akad Kredit s.d. 28 Februari 2013 adalah sebesar Rp. 7,32
triliun atau sebesar 18,97 persen dari total plafon. Subsidi Bunga KPEN-RP yang telah
dibayarkan TA 2012 adalah sebesar Rp. 76,99 Miliar (87,40 persen) dari alokasi sebesar Rp.
88,09 Miliar dialokasikan anggaran subsidi bunga KPEN-RP sebesar Rp. 80,313 miliar.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 30


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Realisasi penyaluran KPEN-RP masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh berbagai
macam kendala pada proses penyaluran kredit kepada peserta KPEN-RP, salah satunya yang
sangat mengemuka adalah masalah sertifikasi lahan.

Gambar 3.2 Skema Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-
RP)

Formula Perhitungan Subsidi Bunga KPEN-RP

Plafon Peserta KPEN-RP per individu maksimum seluas 4 ha dengan nominal yang
disesuaikan dengan peraturan Ditjen Perkebunan, Kementerian Keuangan. Untuk
mengetahui kebenaran perhitungan subsidi bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan kepada
Bank Pelaksana, maka perlu dilakukan verifikasi terhadap pembayaran subsidi bunga KPEN-
RP sebagaimana ketentuan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana
KKP-E dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara.

c. Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NAD-Nias) untuk Korban Bencana
Alam Gempa dan Tsunami
Bencana alam gempa dan gelombang tsunami akhir tahun 2004 yang lalu telah
mengakibatkan kerusakan yang luar biasa diberbagai aspek kehidupan masyarakat di
wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias.
Kehilangan/kerusakan aset, ditambah dengan sarana dan prasarana perekonomian yang
belum sepenuhnya pulih, yang mengakibatkan biaya operasional usaha menjadi mahal,

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 31


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

pada akhirnya mengakibatkan pengusaha lokal sulit untuk segera bangkit kembali dari
keterpurukan akibat bencana alam tersebut.
Rapat konsultasi antara Tim Pengawas Penanggulangan Bencana Alam di Propinsi
NAD dan Nias Sumatera Utara - DPR RI dengan Pemerintah c.q. Menteri Keuangan pada
tanggal 27 Maret 2007 disepakati bahwa pengusaha lokal perlu dibantu dan diberdayakan
untuk dapat berperan serta mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi perekonomian Provinsi
NAD dan Kepulauan Nias melalui penyediaan kredit dengan tingkat bunga yang terjangkau
yang mengedepankan pendanaan perbankan dengan subsidi bunga Pemerintah.
Sebagai tindaklanjut hasil Rapat di atas dan sebagai pelaksanaan Kredit
Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias korban bencana Alam Gempa dan Tsunami, telah
ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tanggal 23 Juli 2008 tentang
Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NAD dan Nias). Surat Kuasa Menteri
Keuangan No. SKU-295/MK/2008 tanggal 20 Agustus 2008 tentang pelimpahan kuasa
kepada Dirjen Perbendaharaan dalam rangka KPP NAD dan Nias.
Terkait Pelaksanaan dari kegiatan ini telah dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan No.135/PMK.05/ 2008 pada tanggal 18
Agustus 2008 di Banda Aceh, NAD dan tanggal 24 Agustus 2008 di Nias, Kepulauan
Nias (Sumatera Utara);
2) Penetapan Bank Pelaksana KPP NAD dan Nias, yaitu PT. Bank Sumut dan PT. BPD
Istimewa Aceh, Bank Mandiri dan Bank BNI (Bank BRI menolak untuk menjadi bank
pelaksana);
3) Peraturan Gubernur NAD dan Peraturan Gubernur terkait pelaksanaan teknis KPP
NAD dan Nias.
Realisasi outstanding penyaluran KPP NAD-Nias s/d 28 Februari 2013 oleh BPD Aceh,
BPD Sumatera Utara, BNI dan Bank Mandiri selaku Bank Pelaksana sebesar Rp. 26,33 miliar
(3,13 persen) dari komitmen sebesar Rp. 840 miliar dan realisasi subsidi bunga Tahun
Anggaran 2012 sebesar Rp. 1,39 miliar (27,86 persen) dari alokasi subsidi sebesar Rp. 5
miliar.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 32


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Gambar 3.3 Skema Penyaluran KPP NAD Nias

Pembayaran subsidi bunga KPP NAD Nias kepada Bank Pelaksana dilakukan
berdasarkan saldo harian KPP-NAD secara bunga tunggal dan dihitung berdasarkan hari
yang sebenarnya dengan ketentuan 1 (satu) tahun dihitung 365 (tiga ratus enam puluh lima)
hari sebagai faktor pembagi tetap, dan dibayarkan setiap 6 bulan, dengan ketentuan:
1) periode bulan Oktober s.d. Maret, subsidi bunga ditagihkan pada bulan April; dan
2) periode bulan April s.d. September, subsidi bunga ditagihkan pada bulan Oktober.

Formula Perhitungan Subsidi Bunga KPP NAD-NIAS:


Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (hari bunga/365)
Keterangan :
1) Outstanding: penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit
2) Tingkat subsidi bunga: tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan
3) Hari bunga: sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode
4) Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode: tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur
sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana KKP-E.
Subsidi bunga KPP NAD-Nias diberikan selama jangka waktu pinjaman dan tidak
termasuk untuk perpanjangan jangka waktu pinjaman dan tambahan plafon.

d. Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS)


Berdasarkan surat Menteri Keuangan RI No. 258/KU.300/M/10/2008 tanggal 21
Oktober 2008, diputuskan dalam rakortas Wakil Presiden tanggal 24 Juni 2008 bersama
beberapa Menteri Kabinet dan calon Bank Pelaksana untuk pengadaan satu juta ekor bibit

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 33


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

sapi dalam lima tahun. Pelaku Usaha perlu diberikan bantuan tingkat bunga yang memadai
untuk melaksanakan program pemerintah melalui swasembada daging sapi melalui program
subsidi bunga kredit yang disalurkan oleh perbankan pelaksana.
Penyaluran KUPS berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK.05/2009
tanggal 18 Agustus 2009 sebagaimana telah diubah dengan PMK No.241/PMK.05/ 2011
tanggal 27 Desember 2011 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi, yang diantaranya
mengatur tentang pemberian subsidi bunga kepada Pelaku usaha pembibitan sapi.
Realisasi penyaluran KUPS hingga 28 Februari 2013 oleh 12 Bank Pelaksana sebesar
Rp. 575,24 miliar (14,51 persen) dari komitmen pendanaan sebesar Rp. 3,96 triliun.
Sedangkan realisasi pembayaran subsidi bunga KUPS hingga 31 Desember 2012 adalah
sebesar Rp. 26,98 miliar (63,40 persen) dari plafon sebesar Rp. 42,55 miliar. 12 Bank
Pelaksana KUPS adalah Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BPD Sumut, BPD
Sumbar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, BPD Bali, BPD NTB dan BPD Jambi.
Formula Perhitungan Subsidi Bunga KUPS:

Subsidi bunga = Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (hari bunga/365)

Keterangan :
1) Outstanding: penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit
2) Tingkat subsidi bunga: tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan
3) Hari bunga: sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode
4) Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode: tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur sesuai
perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana KUPS

Gambar 3.4 Skema Penyaluran KUPS

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 34


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

e. Kredit Skema Subsidi Resi Gudang (S-SRG)


Dalam rangka membantu usaha kecil, menengah, petani serta kelompok tani dalam
mendapatkan akses kredit perbankan, maka pada rapat Panitia Anggaran DPR dan
Pemerintah pada tanggal 21-24 Oktober 2008, disepakati untuk memberikan subsidi atas
kepemilikan Resi Gudang yang dimanfaatkan untuk menjaga usaha produksi yang
berkelanjutan.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada bulan November 2008 telah dilaksanakan rapat
antara Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Sistem Manajemen Investasi dengan
Kementerian Perdagangan guna membahas rencana subsidi bunga kredit melalui skim
Kredit Subsidi Resi Gudang (KSRG).
Tujuan Kredit SRG ini antara lain adalah:
1) memfasilitasi petani/poktan/gapoktan dan koperasi agar dapat dengan mudah
mengakses sumber pembiayaan baik bank maupun lembaga keuangan lainnya;
2) petani/poktan/gapoktan dapat memanfaatkan Sistem Resi Gudang (SRG) dalam
upaya menghindari kejadian anjlok harga pada saat panen raya;
3) memfasilitasi petani/poktan/gapoktan agar mendapatkan pembiayaan/harga yang
lebih baik pada saat musim paceklik.
Sasaran yang ingin dicapai melalui program Kredit SRG ini antara lain:
1) Terfasilitasinya petani/poktan/gapoktan dan koperasi dalam mengakses sumber
pembiayaan baik bank maupun lembaga keuangan dalam pelaksanaan SRG di 15
Kabupaten yang tersebar di 7 provinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara dan Lampung.
2) Terfasilitasinya petani/poktan/gapoktan dan koperasi di daerah sentra produksi yang
menghasilkan 8 komoditi yaitu: Gabah, beras, jagung, karet, kakao, kopi, lada dan
rumput laut.
Realisasi penyaluran S-SRG per 28 Februari 2013 oleh 7 bank pelaksana (BPD Jatim,
BPD Jabar, Bank BRI, BPD Kalsel , BPD DIY, BPD Sumut dan BPD Jateng) sebesar Rp. 58,54
miliar(49,19 persen) dari komitmen pendanaan sebesar Rp. 119 miliar. Realisasi
Pembayaran subsidi bunga S-SRG Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 430 juta (40,93 persen)
dari Plafon sebesar Rp. 1,05 miliar.
Rendahnya penyaluran S-SRG ini disebabkan belum tersedianya sarana pergudangan
komoditas yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.
Formula Perhitungan Subsidi Bunga S-SRG:

Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (hari bunga/365)

Keterangan:
1. Outstanding = penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit
2. Tingkat subsidi bunga = tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan
3. Hari bunga = sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 35


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode = tanggal terakhir pelunasan kredit oleh
debitur sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana S-SRG.

Gambar 3.5 Skema Penyaluran S-SRG

f. Kredit Investasi Pemerintah (KIP) untuk UMK


Dalam rangka meningkatkan perkuatan akses permodalan usaha mikro dan kecil bagi
kegiatan usaha produktif, Menteri Negara Koperasi dan UKM melalui surat No.
125/M.KUMK/VIII/2002 tanggal 30 Agustus 2002, mengusulkan penyediaan kredit yang
berasal dari dana SU-005. Setelah medapatkan izin dari DPR melalui Kesepakatan Bersama
antara Pemerintah dengan Komisi IX DPR-RI pada tanggal 19 Desember 2003, Menteri
Keuangan menetapkanKeputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.6/2003 tanggal 29 Januari
2003 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.06/2005 tanggal
14 Pebruari 2005 tentang KUMK. Plafon dana SU-005 untuk pendanaan KUMK pada awalnya
sebesar Rp.3,1 triliunm dan telah dialokasikan kepada 33 BUMN Pengelola/LKP KUMK yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan yang kemudian diatur dalam Perjanjian Pinjaman antara
Pemerintah dan BUMN Pengeloladan LKP.
Dalam perkembangannya, Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.06/2005
tanggal 14 Pebruari 2005 tentang KUMK disempurnakan kembali melalui Peraturan Menteri
Keuangan No. 193/PMK.05/2011 tanggal 1 Desember 2011 tentang Kredit Investasi
Pemerintah (KIP) yang dananya langsung dari APBN. Dari 33 BUMN Pengelola/LKP,saat ini
tinggal 23 BUMN Pengelola/LKP yang menyalurkan KUMK dengan total outstanding
pinjaman Rp 2,9 tiliun, sedang 10 BUMN/LKP telah melunasi dan tidak memperpanjang.
Kredit Investasi Pemerintah, yang selanjutnya disingkat KIP, adalah pembiayaan
Pemerintah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang digunakan
untuk membiayai kegiatan peningkatan produksi dan/atau pengendalian polusi yang
dilakukan oleh usaha mikro dan usaha kecil. KIP disediakan dengan tujuan untuk
meningkatkan akses Usaha Mikro dan Usaha Kecil terhadap pembiayaan kegiatan dalam
rangka peningkatan produksi secara berkelanjutan dan/atau pengendalian polusi. Kegiatan

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 36


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

pengendalian polusi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Usaha Mikro atau Usaha Kecil
yang bertujuan untuk mengurangi tingkat polusi dan meningkatkan efisiensi produksi.
Kegiatan peningkatan produksi merupakan kegiatan pada semua sektor ekonomi yang
dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan Usaha
Mikro atau Usaha Kecil
Pola penyaluran KUMK terbagi dua yaitu langsung dipinjamkan pemerintah kepada
BUMN Pengelola yang selanjutnya diteruspinjamkan kepada LKP untuk dipinjamkan kembali
kepada usaha mikro dan kecil atau pemerintah meminjamkan dana SU-005 kepada LKP yang
ditunjuk langsung oleh Menteri Keuangan untuk dipinjamkan kepada usaha mikro dan kecil.
Atas dana yang diterima, BUMN Pengelola/LKP membayar bunga sebesar BI rate 3 (tiga)
bulan secara triwulanan, dengan ketentuan apabila terjadi keterlambatan pembayaran
pokok/bunga maka akan dikenakan denda sebesar 4% di atas tingkat bunga yang dikenakan.
Guna mendorong penyaluran KUMK dalam rangka peningkatan penyaluran KUMK,
dipersyaratkan bahwa apabila outstanding KUMK kurang dari 80%, maka BUMN
Pengelola/LKP akan dikenakan denda sebesar 4% atas selisih outstanding tersebut. Risiko
KUMK sepenuhnya (100%) ditanggung oleh BUMP Pengelola/LKP.
Usaha yang dapat dibiayai adalah usaha mikro dan kecil pada semua sektor ekonomi,
yang dinilai layak untuk dibiayai sesuai asas-asas perkreditan yang sehat, serta tidak sedang
memperoleh KUMK dari LKP lain atau kredit di luar KUMK dari LKP lain. Dengan plafon
individual untuk usaha kecil maksimal sebesar Rp.500 juta dan usaha mikro maksimal Rp.50
juta. Jangka waktu KUMK untuk kredit investasi maksimal 5 tahun dan kredit modal kerja
maksimal 1 tahun (dapat diperpanjang maksimal 2 kali). Peserta KUMK tidak dikenakan
Biaya Komitmen dan Biaya Provisi.
Pengenaan tingkat bunga kepada Usaha Mikro dan Kecil sebesar:
1. dari BUMN Pengelola kepada LKP:
a. spread bunga dari Bank Mandiri kepada BSM adalah 0% (pass on);
b. spread bunga dari PNM kepada LKP maksimal 4% sedangkan dari LKP kepada
usaha mikro dan kecil maksimal 9%.
2. dari LKP kepada usaha mikro dan kecil:
a. spread bunga dari LKP perbankan kepada:
b. usaha mikro setinggi-tingginya adalah 10%;
c. usaha kecil setinggi-tingginya adalah 7%.
d. spread bunga Pegadaian kepada usaha mikro & kecil maksimal 12%.
Dengan telah diperpanjangnya pinjaman pendanaan KUMK dari Pemerintah kepada
BUMN Pengelola/LKP selama 10 (sepuluh) tahun dari semula 10 Desember 2007 s.d 10
Desember 2009 menjadi 10 Desember 2017 s.d. 10 Desember 2019, dari 31 BUMN
Pengelola/LKP KUMK sebanyak 22 (dua puluh dua) BUMN Pengelola/LKP menyatakan
memperpanjang pinjaman pendanaan KUMK, yang mana 1 (satu) diantaranya mengajukan
pengurangan plafon pinjaman, sedangkan 10 BUMN-P/LKP lainnya menyatakan tidak
memperpanjang pinjamannya atau mengembalikan pinjaman sesuai dengan jadwal
angsuran.
Dari total plafon Rp.9,9 triliun dana SU-005, telah diteruspinjamkan sebesar 3,1
triliun kepada 31 BUMN Pengelola/LKPdan telah dilunasi oleh 10 BUMN. Atas dana angsuran

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 37


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

dari BUMN Pengelola/LKP yang tidak memperpanjang, pada tahun 2011 dilanjutkan dengan
Kredit Investasi Pemerintah (KIP) melalui PMK No.193/PMK.05/2011 tanggal 1 Desember
2011 berupa penambahan pinjaman kepada Bank Sumbar sebesar Rp300 miliar, Bank Jatim
sebesar Rp200 miliar dan pinjaman baru kepada Bank Jateng sebesar Rp 42 miliar, sehingga
s.d 31 Desember 2012 terdapat 2 BUMN Pengelola dan 20 LKP dengan sisa outstanding
pinjaman sebesar Rp.2,72 triliun.

3.4.2. Pola Jasa Penjaminan (Assurance Services Pattern)


Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menegah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan
lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, melalui penerbitan Paket Kebijakan
pemerintah pada tahun 2007 yang bertujuan meningkatkan Sektor Riil dan memberdayakan
UMKMK. Untuk meningkatkan akses UMKMK pada sumber pembiayaan, diperlukan
penyediaan kredit/pembiayaan yang bersumber dari dana perbankan dengan persyaratan
yang ringan dan terjangkau yang didukung fasilitas penjaminan dari Pemerintah.
Pelaksanaan program penjaminan kredit/pembiayaan bagi UMKMK, Pemerintah
yang diwakili oleh 6 (enam) Kementerian Teknis bersama-sama dengan 6 (enam) bank
pelaksana dan 2 (dua) perusahaan penjaminan sepakat menandatangani Nota Kesepahaman
Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2007 yang mengatur tugas dan kewajiban masing-
masing pihak. Pelaksanaan program pejaminan KUR agar dapat berjalan secara tertib,
terkendali, efektif, dan efisien, diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan No.
135/PMK.06/2006 tanggal 24 September 2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha
Rakyat (KUR). Dalam rangka percepatan penyaluran KUR, 13 Bank Pembangunan Daerah
(BPD) kemudian ditetapkan sebagai bank pelaksana KUR berdasarkan Amandemen Kedua
Nota Kesepahamanan Pelaksanaan KUR.
Selain dilakukan penambahan bank pelaksana KUR, Pemerintah melakukan revisi
atas Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.06/2006 tanggal 24 September 2008
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.05/2010
tanggal 2 November 2010. Adapun pokok-pokok perubahan pelaksanaan KUR meliputi:
1) Merupakan calon debitur yang tidak sedang menerima kredit modal kerja dan/atau
investasi dari perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari
Pemerintah yang dibuktikan dengan hasil Sistem Informasi Debitur pada saat
Permohonan KUR diajukan;
2) Debitur yang sedang menerima Kredit Konsumtif (Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit
Kendaraan Bermotor, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya) masih dapat
menerima KUR;
3) Untuk linkage program dengan pola executing, lembaga linkage yang menyalurkan
KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) wajib tidak sedang menerima
Kredit Program;
4) Untuk linkage program dengan pola channeling, lembaga linkage yang menyalurkan
KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dapat sedang menerima Kredit
Program;

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 38


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

5) Untuk KUR sampai dengan Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan KUR
melalui lembaga linkage sampai dengan Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah)
per UMKM-K, tidak diwajibkan melampirkan hasil Sistem Informasi Debitur.
Pendanaan KUR bersumber dari bank pelaksana, sedangkan penjaminan KUR
dilaksanakan oleh 2 Lembaga Penjaminan Kredit, yaitu PT Askrindo dan Perum Jamkrindo
yang telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober
2008. Atas kredit/pembiayaan yang dijaminkan, lembaga penjaminan kredit mendapat
Imbal Jasa Penjaminan (IJP) atau premi dari Pemerintah.
Penjaminan kredit/pembiayaan kepada UMKMK dilaksanakan secara otomatis
bersyarat, dan UMKMK yang mendapat fasilitas penjaminan adalah usaha produktif yang
layak, namun belum bankable. Tata cara pelaksanaan KUR adalah sebagai berikut:
1) KUR yang disalurkan kepada setiap UMKM-K dapat digunakan baik untuk kredit
modal kerja maupun kredit investasi, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. paling tinggi sebesar Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dengan tingkat
bunga kredit/margin pembiayaan paling tinggi sebesar/setara 22 persen (dua
puluh dua persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan;
b. Di atas Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin
pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14 persen (empat belas
persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas
rekomendasi Komite Kebijakan.
2) KUR yang disalurkan melalui linkage program pola executing, dapat dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Plafon yang diberikan kepada setiap lembaga linkage paling tinggi sebesar Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
b. Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi
sebesar/setara 14 persen (empat belas persen) efektif per tahun atau
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan;
c. Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan lembaga linkage
kepada UMKM-K paling tinggi sebesar/setara 22 persen (dua puluh dua persen)
efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi
Komite Kebijakan.
3) UMKM-K yang telah menerima KUR dapat menerima fasilitas penjaminan dalam
rangka perpanjangan, restrukturisasi, dan tambahan pinjaman (suplesi) dengan
syarat masih dikategorikan belum bankable, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi dapat diberikan
sepanjang tidak melebihi 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan 10
(sepuluh) tahun untuk kredit investasi terhitung sejak tanggal efektifnya
perjanjian kredit awal antara bank pelaksana dan UMKM-K;
b. Dalam hal kredit/pembiayaan investasi untuk usaha perkebunan tanaman keras,
perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi tidak dapat
diberikan;

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 39


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

c. Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat plafon pinjaman dan tingkat
bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
d. Mekanisme pelaksanaan perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan
tambahan pinjaman (suplesi) diatur lebih lanjut dalam perjanjian kredit antara
Bank Pelaksana dan debitur.
4) Besarnya Imbal Jasa Penjaminan yang dibayarkan kepada Perusahaan Penjaminan
ditetapkan sebesar 3,25 persen (tiga koma duapuluh lima persen) per tahun atau
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan, yang
dibayarkan setiap tahun dan dihitung dari KUR yang dijamin, dengan ketentuan:
a. Untuk kredit modal kerja dihitung dari plafon kredit;
b. Untuk kredit investasi dihitung dari realisasi kredit.
5) Persentase jumlah KUR yang dijaminkan kepada Perusahaan Penjaminan ditetapkan
sebesar:
a. 80 persen (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana
kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor pertanian, kelautan dan
perikanan, kehutanan dan industri;
b. 80 persen (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana
kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk KUR Tenaga Kerja Indonesia;
c. 70 persen (tujuh puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana
kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor lainnya.
Pemerintah memberikan Imbal Jasa Penjaminan KUR selama jangka waktu paling
lama 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan paling lama 10 (sepuluh) tahun untuk
kredit investasi termasuk untuk perpanjangan, tambahan pinjaman (suplesi), dan
restrukturisasi. Sedangkan untuk kredit/pembiayaan investasi di sektor tanaman keras,
jangka waktu paling lama adalah 13 tahun dan tidak dapat diperpanjang jangka waktunya.
Formula perhitungan Imbal Jasa Penjaminan KUR adalah sebagai berikut:

- Untuk Kredit Modal Kerja : 3,25% x 70% x 1 tahun x plafon kredit


- Untuk Kredit Investasi : 3,25% x 70% x 1 tahun x realisasi kredit

Plafon kredit/pembiayaan kepada UMKM:


1) s.d Rp. 20 jt dengan tingkat bunga 22 persen effektif per tahun;
2) diatas Rp. 20 jt s.d Rp. 500 jt dengan tingkat bunga 14 persen effektif per tahun.
Realisasi penyaluran KUR s.d. 28 Februari 2013 sebesar Rp. 103,20 triliun oleh 33
bank pelaksana KUR. Dari realisasi penyaluran KUR yang telah dijamin, telah dibayarkan
subsidi IJP KUR kepada PT Askrindo(Persero) dan Perum Jamkrindo untuk TA 2012 sebesar
Rp. 801,13 miliar (100 persen) dari alokasi anggaran sebesar Rp. 801,13 miliar.

3.4.3. Kredit Program Pola Kombinasi (Combination Pattern)


Dalam rangka percepatan penyediaan air minum, Pemerintah Pusat dengan
memperhatikan kemampuan keuangan negara dapat memberikan jaminan atas

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 40


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

pembayaran kembali kredit PDAM kepada bank dan subsidi atas bunga yang dikenakan oleh
bank sebagaimana tercantum dalam peraturan Presiden RI nomor 29 tahun 2009 tentang
pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh pemerintah pusat. Pemberian jaminan atas
utang perusahaan daerah air minum (PDAM) sekaligus memberikan subsidi bunga atas
kredit yang diberikan bank kepada perusahaan daerah tersebut. Langkah ini diharapkan
akan memperbaiki kondisi keuangan perusahaan dan pada akhirnya memperlancar pasokan
air bersih di daerah. Kredit yang diberikan hanya untuk investasi, berdasarkan perjanjian
antara PDAM dan bank. Besaran penjamian oleh pemerintah pusat sebesar 70 persen
dengan pembebanan realisasi pembayaran 40 persen pemerintah pusat dan 30 persen
pemerintah daerah dari jumlah keseluruhan kewajiban pembayaran kembali kredit,
sedangkan 30 persen menjadi resiko bank pemberi kredit.
Jaminan atas pembayaran kembali kredit PDAM kepada bank mencapai 70 persen
dari jumlah kewajiban PDAM yang telah jatuh tempo, sedangkan sisanya 30 persen menjadi
risiko bank pemberi kredit. Adapun subsidi bunga diberikan kepada PDAM sebesar selisih
antara suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) dengan suku bunga kredit investasi yang
disepakati oleh bank pemberi kredit investasi, atau paling tinggi lima persen. Pemberian
jaminan Pemerintah Pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan menerbitkan Surat
Jaminan Pemerintah Pusat.
Setiap pembayaran jaminan Pemerintah Pusat kepada bank harus didahului dan
didasarkan pada perjanjian pinjaman antara PDAM dan Pemerintah Pusat sebesar jumlah
yang akan dibayarkan kepadabank sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak dapat
dipenuhi PDAM. Jaminan dan subsidi diberikan kepada dua jenis PDAM, yakni PDAM yang
tidak memiliki tunggakan kepada pemerintah pusat maupun PDAM yang masih mempunyai
kewajiban kepada pusat.Catatan Kementerian Keuangan menyebutkan, total utang
ditambah bunga dan denda 107 PDAM mencapai Rp. 4,8 triliun. Dalam data yang
dikemukakan Kementerian Pekerjaan Umum dijelaskan, utang 190 PDAM yang jatuh tempo
hingga 2008 mencapai Rp. 4,394 triliun. Utang itu terdiri atas utang pokok Rp. 1,435 triliun
dan tunggakan berupa denda, bunga, serta commitment charge sebesar Rp. 2,959 triliun

3.5. Kredit Perbankan


Agence Franaise de Dveloppement (AFD, atau Agen Pengembangan Perancis)
adalah suatu institusi publik yang menyediakan pembiayaan pembangunan. AFD merupakan
suatu lembaga keuangan khusus, yang mendukung pembayaran pengembangan proyek
yang dilakukan oleh pemerintah otoritas lokal, perusahaan umum, dan pribadi dan sektor
asositif pada lima benua dengan memberikan keutamaan pada benua afrika yang
memperoleh dua per tiga komitment dari AFD. Fokus Proyek ini pada tata kota dan
infrastruktur, pembangunan masyarakat desa, industri, sistem keuangan, dan pendidikan
dan kesehatan.
AFD mulai beroperasi pada saat Jendral Charles de Gaulle mengungsi ke London dan
mendirikan organisasi ini pada 2 Desember 1941 dengan nama The Central Fund of Free
France (Caissecentrale de la France libre or CCFL). Peran utama organisasi ini sebagai tresuri
Negara dan bank sentral. Pada tahun 1943, kantor pusatnya dipindahkan ke Algeria.
AFD adalah suatu institusi pengembangan keuangan publik Prancis yang bertugas
untuk mengurangi kemiskinan dan mendukung pertumbuhan ekonomi di negara-negara

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 41


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

berkembang dan masyarakat di luar Prancis selama lebih dari 70 tahun. Negara-negara yang
telah mendapatkan bantuan: Sub-sahara Afrika: Benin, Burkina Faso, Rep. Afrika Tengah,
Chad, Komoros, Kongo, Ghana, Guinea, Madagaskar dll. Lembaga ini mempunyai banyak
proyek di 70 negara dengan besaran pembiayaan 950 miliar euro. Proyek-proyek tersebut
meliputi air minum, transportasi, pengurangan emisi, telekomunikasi, perlistrikan,
pendidikan dasar, pinjaman mikro.
Di Indonesia sendiri, AFD memulai aktivitasnya sejak tahun 2007 dengan fokus untuk
pinjaman program perubahan iklim (Climate Change Program), bantuan teknis dan keahlian
dalam teknologi hijau (Green Technology), serta pendanaan publik dan swasta. Agence
Francaise de Development (AFD) memberikan pinjaman senilai US$ 50 juta (Rp. 500 miliar)
melalui PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) untuk pengembangan energi terbarukan dan efisiensi
energi. Pinjaman tersebut memiliki tenor panjang, yakni maksimum 10 tahun. Pinjaman itu
merupakan nilai maksimum, namun Bank Bukopin dapat meningkatkan seiring dengan
peningkatan kinerja bisnis terkait proyek-proyek energi terbarukan dan efisiensi energi.
Tujuan pinjaman ini adalah memperoleh pendanaan jangka panjang dan peningkatan
pendapatan bunga dan pendapatan non-bunga (fee-base), sekaligus meningkatnya
portofolio energi terbarukan. Proyek-proyek yang akan dibiayai oleh AFD ini sejalan dengan
program 'Protokol Kyoto' yang bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan
industri dunia, terkait dengan perubahan (perbaikan) iklim dunia.
Sebelum dengan Bank Bukopin, guna mendukung pengembangan energi terbarukan
dan proyek efisiensi energi di Indonesia, Agence Francaise de Development (AFD) juga telah
memberikan dana pinjaman kepada PT Bank Mandiri Tbk senilai US$100 juta.
Penandatangan fasilitas kredit ini dilakukan pada bulan November 2013. Fasilitas tersebut
merupakan pinjaman kedua setelah pinjaman pertama pada tahun 2010. Fasilitas ini
memiliki tenor 5 sampai 10 tahun dan akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang
memenuhi kriteria, baik yang diimplementasikan oleh perusahaan milik negara maupun
swasta, terutama untuk sektor energi seperti hydropower, geothermal, biogas, dan lain-lain
dalam berbagai ukuran dan kapasitas.
AFD merupakan lembaga keuangan pemerintah Perancis yang memiliki reputasi baik
di dunia internasional dan kepedulian tinggi terhadap konservasi energi dan lingkungan
hidup. Lembaga ini juga memiliki perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi serta
penghapusan kemiskinan khususnya bagi negara-negara berkembang. Lembaga yang telah
berada di Indonesia sejak 2005 ini sebelumnya juga telah terlibat dalam berbagai proyek
pembiayaan lingkungan hidup, seperti rekonstruksi pasca tsunami di Aceh dan konservasi
kelautan Indonesia.
Bank Mandiri telah memanfaatkan pinjaman pertama sebesar US$97 juta untuk
membiayai proyek nasabah di bidang hydropower, biogas, dan combined-cycle powerplant.
Fasilitas kedua ini juga membantu PT Bank Mandiri Tbk memperkuat struktur pembiayaan
jangka panjang dan meningkatkan pembiayaan untuk proyek ramah lingkungan yang dapat
mendukung peningkatan investasi di Indonesia.

3.6. Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Perdesaan


Dana Alokasi Khusus Bidang Energi Perdesaan yang selanjutnya disebut DAK Bidang
Energi Perdesaan adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 42


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Negara yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan pembangunan energi terbarukan. Pemerintah mengucurkan dana
alokasi khusus (DAK) kepada tujuh puluh satu kabupaten di seluruh Indonesia pada tahun
anggaran 2013. Sejak tahun anggaran 2013, DAK berbeda dengan kegiatan dimana
sebelumnya yang hanya mengeimplementasikan pengembangan energi baru terbarukan
untuk listrik maka untuk kegiatan DAK tahun 2013juga akan memfasilitasi pemanfaatan
biogas. Diharapkan Kabupaten penerima memiliki rencana kegiatan yang akan didanai dari
DAK bidang energi perdesaan secara partisipatif berdasarkan konsultasi dengan berbagai
pemangku kepentingan sehingga kegiatan akan menghasilkan energi yang diprioritaskan
pada desa yang belum terjangkau listrik dari PT PLN (Persero).

DAK ini dialokasikan untuk diversifikasi energi yaitu memanfaatkan sumber energi
terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan, termasuk
masyarakat di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, terhadap energi modern. Dalam
Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2013, DAK Bidang Energi Perdesaan diarahkan
untuk membiayai kegiatan fisik pembangunan instalasi pemanfaatan energi terbarukan yang
meliputi, pembangunan PLTMH baru; kemudian rehabilitasi PLTMH yang rusak,
perluasanatau peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH yang rusak; lalu
pembangunan PLTS Terpusat dan/atau PLTS Tersebar; dan Pembangunan instalasi Biogas
skala rumah tangga. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan program pemerintah melalui
pelaksanaan DAK EBT yang menekankan pada 2 (dua) hal penting, yaitu upaya diversifikasi
energi di sisi penyediaan dengan mengutamakan sumber energi baru terbarukan, serta
mendorong percepatan pembangunan daerah yang rasio elektrifikasinya relatif masih
rendah.(ferial)

Sedangkan dalam Peraturan menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2014, diatur mengenai
spesifikasi umum dan khusus dari pembangunan instalasi biogas skala rumah tangga.
Spesifikasi umumnya adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan instalasi Biogas skala rumah tangga ditujukan untuk pembangunan


perangkat peralatan Biogas baru untuk rumah tangga dengan volume 4 (empat) m3
sampai dengan 6 (enam) m3 ;
2. Instalasi Biogas skala rumah tangga yang dibangun meliputi:
a) tangki pencerna (digesteli, dengan bak dan saluran pemasukan bahan baku
maupun bak dan saluran pengeluaran bahan organik;
b) penyaluran biogas terdiri atas pemipaan, penguras air (water drain), keran gas,
dan manometer;
c) kompor terdiri atas kompor biogas dan pemantik api;
d) lampu Biogas (apabila diperlukan).
3. Untuk menjamin ketersediaan limbah kotoran ternak, rumah tangga penerima
bantuan perangkat peralatan Biogas harus memiliki hewan ternak paling sedikit 2
(dua) ekor sapi atau 7 (tujuh) ekor babi (tangki pencerna/ digester ukuran 4 m3) dan
3 (tiga) ekor sapi atau 10 (sepuluh) ekor babi (tangki pencerna/ digester ukuran 6
m3) serta membuat surat pernyataan jaminan ketersediaan ternak minimal selama 2
(dua) tahun;

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 43


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

4. Instalasi biogas skala rumah tangga dibangun untuk unit tangki pencerna/ digester
anaerob menggunakan tipe kubah tetap (fixed dome) dan diterapkan untuk seluruh
wilayah penerima DAK Bidang Energi Perdesaan;
5. Khusus untuk wilayah di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara,
Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, dapat menggunakan tipe serat kaca
(fiber glass).
6. Untuk wilayah yang rawan bencana alam dimungkinkan untuk melakukan perubahan
tipe tangki pencerna (digesterj Biogas, dengan melampirkan surat konfirmasi adanya
potensi bencana alam oleh kepala desa dan/ atau kepala stasiun Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) yang terdekat.
7. Pembangunan instalasi Biogas skala rumah tangga dilakukan oleh kontraktor
pelaksana yang memiliki tenaga ahli yang ditandai dengan sertifikat atau surat
keterangan pelatihan di bidang Biogas oleh lembaga pelatihan atau institusi
lokal/internasional di bidang pelatihan atau pengembangan instalasi Biogas.
8. Pembangunan unit tangki pencerna (digester) anaerob tipe kubah tetap (fixed dome)
menggunakan material, peralatan dan dimensi material sebagaimana yang
dipersyaratkan untuk menjamin instalasi biogas dapat beroperasi normal.
9. Pembangunan unit tangki pencerna (digester) anaerob menggunakan material serat
kaca (fiberglass) yang memiliki tangki pencerna (digester) Biogas serat kaca
(fiberglass) yang diproduksi sesuai SNI 7639:20 II.
10. Pemasangan sistem pemipaan menggunakan material yang diproduksi dengan SNI
yang berlaku dengan ukuran panjang dan dimensi yang menjamin perangkat
peralatan Biogas dapat beroperasi normal.
11. Kompor Biogas yang digunakan adalah kompor yang khusus diproduksi untuk
pemanfaatan bahan bakar Biogas.
12. Skema instalasi Biogas skala rumah tangga adalah sebagaimana tercantum pada
gambar di bawah ini:

Gambar 3.6 Skema instalasi Biogas Skala Rumah Tangga

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 44


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

3.7. Pusat Investasi Pemerintah (PIP)


Pusat Investasi Pemerintah (PIP) merupakan lembaga di bawah Kementerian
Keuangan yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1005/KMK.05/2006
tentang Penetapan Badan Investasi Pemerintah pada Kementerian Keuangan sebagai
instansi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
dan dirubah dengan KMK Nomor 497/KMK.05/2007 sehingga menjadi Pusat Investasi
Pemerintah. Berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, Investasi
Pemerintah dilakukan dalam bentuk Investasi Surat Berharga dan Investasi Langsung.
Investasi Surat Berharga meliputi investasi dengan cara pembelian saham dan surat utang.
Sementara Investasi Langsung meliputi Penyertaan Modal dan/atau Pemberian Pinjaman.
Investasi Langsung dilakukan dengan cara kerjasama investasi antara PIP dengan Badan
Usaha dan/atau BLU dengan pola Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private
Partnership atau PPP) dan/atau antara PIP dengan Badan Usaha, BLUD, Pemprov/Pemkab/
Pemkot, BLUD, dan/atau badan hukum asing dengan pola selain PPP (Non-PPP).
Dasar hukum pembiayaan dari PIP adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2011.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Presiden nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Nota Kesepahaman antara Menteri Keuangan, Kepala Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tanggal 18
Agustus 2010.
Skema Pembiayaan yang dapat diberikan, antara lain:
- Penyediaan lahan infrastruktur
- Pembiayaan konstruksi infrastruktur
- Pembiayaan melalui joint venture dengan Badan Usaha

PIP juga dapat melakukan kerja sama investasi atau pembiayaan proyek-proyek
pembangunan terutama di bidang infrastruktur dengan mitra luar negeri. Salah satu fokus
bidang investasi dari PIP adalah program pembangunan yang ramah lingkungan, salah
satunya adalah energi terbarukan,

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 45


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Gambar 3.7 Sektor Prioritas Pusat Investasi Pemerintah (PIP)

Ketenagalistrikan merupakan salah satu target investasi PIP pada proyek


infrastruktur guna mempercepat laju ekonomi dan transaksi bisnis bagi masyarakat
Indonesia. Selain itu, investasi PIP pada proyek ketenagalistrikan juga mendukung
percepatan program sejuta listrik pemerintah. Khusus untuk ketenagalistrikan, sumber daya
kelistrikan adalah dari pembangkit listrik dengan energi terbarukan seperti pembangkit
listrik tenaga air (hydro power), pembangkit listrik tenaga gas maupun sumber energi listrik
lainnya yang ramah lingkungan.
Prioritas PIP atas rencana proyek ketenagalistrikan di tahun 2013 adalah proyek yang
tujuannya untuk pembangunan atau penambahan daya dalam rangka menunjang
kebutuhan pasokan listrik untuk rumah tangga, industri maupun bisnis. Investasi pada
sektor teknologi ramah lingkungan untuk tahun 2013 dilaksanakan melalui
skema/instrument investasi berupa pinjaman daerah maupun kerjasama dengan pihak
BUMN/D dan swasta. Skema pinjaman daerah diprioritaskan mengingat bahwa investor/
pengembang teknologi ramah lingkungan di Indonesia masih relative baru (2 s/d 3 tahun)
sehingga diperlukan adanya peran pemerintah daerah berada pada lokasi sumber proyek/
kegiatan investasi energi terbarukan dan secara langsung mendapat manfaat dari investasi
tersebut.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 46


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Gambar 3.8 Fokus Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ke Depan

Gambar 3.9 Instrumen Keuangan Pusat Investasi Pemerintah (PIP)

3.8. Usulan Pembiayaan Waste to Energy Melalui Kredit Program Ketahanan Pangan dan
Energi (KKP-E)
Pendanaan lingkungan merupakan instrumen berbasis intensif sebagai salah satu
strategi pengelolaan lingkungan hidup yang menggunakan pendekatan berbasis pasar
(market based instrument) dan dijalankan sebagai komplementari dari pendekatan
pengaturan dan pengawasan (command and control). Instrumen ini bekerja mempengaruhi
benefit-cost dari pelaku ekonomi melalui market signal.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 47


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Pendanaan lingkungan telah menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan dalam


mendukung pengembangan inventasi lingkungan. Investasi lingkungan yang telah terbukti
memberikan keuntungan signifikan bagi pelaku usaha baik dari sisi ekonomi maupun
lingkungan akan terdorong tumbuh lebih cepat dengan program intensif pendanaan
lingkungan. Dukungan intensif ini akan semakin mendorong peran aktif pelaku usaha untuk
secara mandiri melakukan perbaikan kualitas lingkungan.
KLH telah menggulirkan program pinjaman lunak sebagai bagian dari pelayanan
intensif pendanaan untuk investasi lingkungan. Sebanyak Rp. 727,7 Miliar telah disalurkan
kepada 401 usaha dimana diantaranya adalah 84 usaha skala besar dan 317 Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi telah menerima pembagian berupa pinjaman
lunak untuk pembiayaan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan. Program pinjaman
lunak ini yaitu :
a) Program Pollution Abatement Equipment (PAE) bagi semua skala usaha, yang dibiayai
dari pinjaman lunak Pemerintah Jepang melalui Bank International Coperation (JBIC);
b) Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 1 bagi usaha skala
kecil dan menengah, yang didukung oleh Pemerintah Jerman melalui Kreditanstalt
fur Wiederaufbau (WfK) berupa hibah;
c) Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 2 bagi usaha skala
kecil dan menengah, yang bersumber dari pinjaman lunak dari Pemerintah Jerman
melalui Kreditanstalt fur Wiederaufbau (WfK); dan
d) Program Debt for Nature Swap (DNS) bagi usaha skala mikro dan kecil, yang dibiayai
melalui pertukaran hutang Pemerintah Jerman.
Terkait dengan program nasional penurunan emisi 26 persen di tahun 2020,
Kementerian lingkungan hidup telah mengembangkan program pinjaman lunak baru yaitu
Program Emision Reduction Investment (ERI). Program ini memberikan insentif pembiayaan
bagi pelaku usaha skala kecil, menengah dan besar (untuk chiller) yang berinfestasi untuk
menurunkan konsumsi energinya.
Terkait limbah biomassa dan sumber energy alternative, Kementerian lingkungan
hidup mengajukan pengembangan program pinjaman lunak baru untuk kegiatan
pemanfaatan waste to energy . Program ini diperuntukkan bagi usaha skala mikro, kecil dan
menengah.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 48


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Gambar 3.10 Skema Intensif Pembiayaan Terkait Target Penurunan Emisi Nasional 2020

Program pinjaman lunak ini direncanakan dibiayai oleh kredit program pemerintah
yang telah bergulir dengan beberapa tambahan insentif dan adaptasi mekanisme
pandanaan. Fasilitas baru ini diimplementasikan untuk lebih mendorong sektor riil berperan
aktif secara mandiri dalam mendukung program penurunan emisi nasional melalui kegiatan
pemanfaatan waste to energy.
Sumber dana pembiayaan program pinjaman lunak lingkungan berasal dari dana
Bank Pelaksana yang dikelola dan disalurkan berdasarkan ketentuan program. Insentif
pembiayaan berupa subsidi bunga diperoleh dari dana APBN yang dikucurkan melalui DIPA
Kementerian Keuangan. Dana subsidi dikucurkan kepada bank pelaksana untuk menutup
selisih yang harus ditanggung Bank Pelaksana atas pengurangan besaran bunga yang
disalurkan terhadap besaran bunga komersial. Dana subsidi juga dipergunakan besaran
bunga yang disalurkan terhadap besaran bunga komersial. Dana subsidi juga dipergunakan
untuk menutup selisih besaran jaminan yang ditanggung nasabah terhadap cover jaminan
sesuai ketentuan Bank Pelaksana.
Dalam rangka mendukung kelancaran program waste to energy, KLH mengalokasikan
dana untuk pelaksanaan kegiatan Pokja Program, assessment, pertemuan teknis, koordinasi,
monitoring dan evaluasi serta pelaporan diperoleh dari dana APBN melalui DIPA KLH.
Disamping itu, untuk meningkatkan kinerja program maka dipandang perlu membentuk TAU
dalam melaksanakan fungsi pendamping terhadap calon nasabah, bank pelaksana,
Kemenkeu dan KLH. Dana ini diperoleh dari dana APBN melalui DIPA KLH yang akan
membiayai kegiatan TAU.
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan Kementerian
Keuangan, KLH, dan Kementerian ESDM, muncul usulan bahwa untuk pengembangan WtE
dengan investasi sampai maksimum Rp. 500 juta (berkelompok), yaitu untuk Biogas Industri
Tahu dan Biogas dari Kotoran Sapi, dapat menggunakan skema KKP-E dikarenakan
membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama dan secara regulasi hanya membutuhkan revisi
PMK berupa Perubahan Ketiga atas PMK No. 79/PMK.05/2007 tentang KKP-E dan
penerbitan Peraturan Menteri LH atau Peraturan Menteri ESDM terkait KKP-E untuk WtE.
Sedangkan untuk pengembangan WtE dengan investasi lebih dari Rp. 500 juta, dapat

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 49


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

menggunakan skema PIP atau skema Kredit Program Baru (membutuhkan waktu yang lebih
lama), yaitu untuk PLT dari POME dan pelepah sawit dan penggunaan sekam padi untuk
pemanas/pengering/silo padi/jagung
Sementara itu, kondisi dari KKP-E sendiri sampai dengan Juni 2013 adalah sebagai
berikut:
- Per 30 Juni 2013 terdapat 22 Bank Pelaksana KKP-E:
a) 3 Bank BUMN, yaitu BRI, BNI, Mandiri
b) 5 Bank Swasta Nasional, yaitu Bukopin, BCA, BRI Agro, BII, CIMB Niaga
c) 14 Bank Pembangunan Daerah, yaitu BPD Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel Babel,
Riau, Jabar Banten, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB, Kalsel, Sulsel, Papua.
- Plafon Pendanaan:
d) KKP-E Tebu : Rp 3,38 T
a) KKP-E Lainnya: Rp 7,23 T

Tabel 3.1 Laporan Penyaluran per 31 Mei 2013 dan


Rencana Tahunan Penyaluran (RTP) KKP-E (dalam Rp. Juta)
TOTAL
No Bank Pelaksana % Outstanding RTP 2013
Plafon Outstanding
Thd Plafon
1. BRI 6,783,000.00 2,776,390.59 40.90% 4,100,000.00
2. BNI 627,000.00 335,228.03 53.50% 432,850.00
3. Bank Mandiri 500,000.00 206,671.25 41.30% 228,000.00
4. Bukopin 745,000.00 201,764.20 27.10% 735,000.00
5. BCA 55,000.00 8,817.00 16.00% 15,000.00
6. Bank Agroniaga 438,000.00 54,920.60 12.50% 301,900.00
7. BII 105,000.00 11,389.30 10.80% 55,000.00
8. Bank CIMB Niaga 190,000.00 62,050.41 32.70% 28,900.00
9. BPD Sumut 24,050.00 12,041.56 50.10% 3,230.00
10. BPD Sumbar 100,000.00 51,617.73 51.60% 26,811.00
11. BPD Sumsel 20,000.00 - 0.00% 11,000.00
12. BPD Jabar 105,500.00 66,400.44 62.90% 26,740.00
13. BPD Jateng 100,000.00 64,077.86 64.10% 77,182.00
14. BPD DIY 25,000.00 20,913.30 83.70% 10,318.00
15. BPD Jatim 375,000.00 183,637.54 49.00% 67,650.00
16. BPD Bali 278,755.00 190,845.75 68.50% 61,000.00
17. BPD Sulsel 1,100.00 - 0.00% -
18. BPD Kalsel 7,114.50 3,082.66 43.30% 8,340.00
19. BPD Papua 65,000.00 26,648.82 41.00% 5,600.00
20. BPD Riau 50,000.00 28,298.37 56.60% -
21. BPD NTB 9,812.00 280.41 2.90% 7,256.00
22. BPD Jambi 13,400.00 - 0.00% -
JUMLAH 10,617,731.50 4,305,075.82 40.50% 6,201,777.00
Sumber: Dit SMI, Dirjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan RI, 2013

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 50


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Terkait dengan usulan pembiayaan investasi WtE melalui KKP-E, setidaknya terdapat
beberapa pendapat pro dan kontra-nya, antara lain:

Tabel 3.2 Analisis Penggabungan WtE ke KKP-E


Pros Cons
Semangat Waste to Energy sejalan dengan Skema-skema kredit program direncanakan
program ketahanan energi nasional, walaupun untuk di sederhanakan menjadi satu skema
lingkup KKP-E saat ini baru sebatas sehingga perlu sdipertimbangkan kemungkinan
Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan skema KKP-E akan ikut digabungkan ke dalam
Bakar Nasional. skema baru.
Penyaluran kredit melalui mekanisme perbankan Beberapa jenis proyek Waste to Energy
memiliki governance dan manajemen risiko yang membutuhkan biaya lebih dari Rp 100 juta
lebih baik sehingga tidak dapat dibiayai melalui KKP-E.
(Dapat dimungkinkan melalui KUR)
Tidak perlu penyusunan PMK baru, dimungkinkan Mekanisme penyaluran mengikuti komoditas/
dengan revisi PMK KKP-E dan revisi Perjanjian kegiatan usaha lainnya yang telah ada misal
Kerjasama. Walaupun tetap diperlukan Peraturan maksimal jangka waktu kredit, maksimal plafon,
Menteri LH. dsb

Sumber: Dit SMI, Dirjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan RI, 2013

Selain pendapat pro dan kontra, terdapat juga beberapa tantangan penggabungan
usulan pembiayaan WtE melalui KKP-E, antara lain:
1. Pendanaan KKP-E dilakukan oleh perbankan sehingga perlu analisis kelayakan usaha
yang memadai (IRR, NPV, Payback Period, dan lain-lain) agar perbankan tertarik
untuk menyalurkan kredit waste to energy. (Contoh kasus KUPS: kelayakan usaha
pembibitan sapi tidak memadai namun dipaksakan untuk dibiayai dengan kredit
perbankan)
2. Penunjukan calon peserta KKP-E memerlukan rekomendasi dan pengesahan
Kebutuhan Indikatif Kredit/Rencana Kebutuhan Definitif Kelompok dari
kementerian/dinas teknis sehingga perlu disusun mekanisme/SOP penerbitan
rekomendasi oleh Kementerian LH. Kritik: saat ini proses rekomendasi dan
pengesahan RDKK cenderung lambat dan berbiaya.
3. Perlu disusun Nilai Kebutuhan Indikatif Kredit untuk masing-masing jenis proyek
waste to energy sebagai acuan perbankan dalam menganalisa kewajaran pengajuan
kredit.
4. Risiko kegagalan proyek waste to energy akan berbeda dengan risiko di sektor
pertanian sehingga perlu analisa kelayakan tingkat bunga yang akan menjadi beban
debitur

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 51


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

3.9. Peran Perbankan dan Konsep Pengembangan Skema Pembiayaan UMKM Ramah
Lingkungan12
Secara sekilas, lembaga perbankan sepertinya tak terpengaruh atas masalah
lingkungan yang ada saat ini. Meski secara internal, lembaga perbankan itu sendiri
umumnya menerapkan aspek ramah lingkungan dalam menjalankan aktivitasnya. Namun,
secara eksternal, bila disimak lebih mendalam hubungan yang terjadi antara lembaga
perbankan dengan entitas pengguna produk perbankan, maka kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh entitas pengguna jasa perbankan ini sangat signifikan. Dengan kata lain,
lembaga perbankan yang berperan sebagai mediator dalam mempengaruhi kegiatan
industri, secara tidak langsung akan berhadapan dengan risiko terkait dengan kerusakan
lingkungan hidup. Selanjutnya, merosotnya kualitas lingkungan hidup serta daya dukungnya
terhadap kegiatan ekonomi di dalamnya diperkirakan dapat mempengaruhi kualitas aktiva
dan ekspektasi pengembalian pembiayaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu tidak ada
pilihan lain bagi lembaga perbankan untuk menerapkan go green dan berperan pro-aktif.
Bahkan lembaga perbankan dapat berperan sebagai lokomotif dalam aspek kelestarian
lingkungan hidup melalui prinsip pembiayaan yang berpihak pada kelestarian lingkungan.
Kebijakan yang diterapkan lembaga perbankan sedikit banyak akan memaksa
industri (UMKM) untuk melakukan investasi melalui manajemen lingkungan yang tepat
guna. Jika kebijakan ini diimplementasikan secara proporsional sesuai dengan kondisi
UMKM, maka tidak mustahil kebijakan ini menjadi instrumen yang sangat efektif dalam
mencegah kerusakan lingkungan. Bahkan lembaga perbankan dapat berperan dalam
menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan etika dan tanggung jawab sosial
perusahaan melalui penerapan kebijakan investasi yang mempertimbangkan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan citra, daya
saing dan memberi keunggulan komparatif tersendiri bagi perbankan yang bersangkutan.
Menyimak pentingnya peran lembaga perbankan sebagai salah satu institusi yang
turut menentukan arah kebijakan terhadap kelestarian lingkungan, serta memperhatikan
kondisi UMKM yang sangat bervariasi untuk menerapkan usaha ramah lingkungan, maka
konsep pengembangan skema pembiayaan usaha ramah lingkungan adalah:
i. Bekerjasama dengan lembaga terkait seperti dinas-dinas yang mengelola lingkungan
hidup, perindustrian dan perdagangan serta pertambangan untuk melakukan
stratifikasi atau assesment secara berkala atau periodik terhadap UMKM yang
memiliki potensi pencemaran lingkungan. Pihak perbankan juga melakukan
assesment terhadap aspek feasibility usaha dan aspek bankable-nya terhadap
UMKM dimaksud. Hasil assesment akan diperoleh stratifikasi atau pengelompokkan
UMKM berdasarkan aspek kelayakan usaha dan aspek lingkungan yaitu potensi
pencemaran. Selanjutnya, kelompok UMKM dimaksud dapat memiliki kriteria
sebagai UMKM yang feasible dan bankable serta ramah lingkungan, atau kriteria
sebaliknya.
ii. Berdasarkan stratitifikasi tersebut dapat dirancang bentuk bantuan teknis dan skema
pembiayaan yang sesuai dengan kondisi masing-masing strata UMKM atau kriteria
yang dimiliki. Rancangan dimaksud dapat didiskusikan dengan dinas terkait,
sedangkan usulan skema pembiayaan termasuk sumber pembiayaan dapat diusulkan

12
Kajian Kesiapan UMKM Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses Pembiayaan, Bank Indonesia, 2012

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 52


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

melalui pemanfaatan dana dari program CSR dan didiskusikan lebih lanjut dengan
lembaga perbankan.
iii. Rancangan dan implementasi program bantuan teknis dalam rangka pengembangan
UMKM ramah lingkungan merupakan program multi years dan berkesinambungan.
Secara garis besar terdapat kelompok UMKM yang feasible, namun belum memiliki
potensi sebagai usaha ramah lingkungan sehingga diupayakan pemberian
pinjaman/pembiayaan dengan suku bunga yang menarik. Untuk kelompok UMKM
dengan keterbatasan kemampuan dari sisi keuangan dan kemampuan diupayakan
peningkatan kemampuan teknis sehingga akan mendorong UMKM menjadi feasible
seraya diarahkan usahanya memenuhi kriteria ramah lingkungan.
iv. Dukungan pemerintah dan lembaga domestik melalui edukasi dan sosialisasi secara
terencana dan berkesinambungan kepada UMKM dan masyarakat sangat diperlukan
dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap pentingnya
kelestarian lingkungan, diantaranya penggunaan produk-produk ramah lingkungan
serta adanya sanksi yang tegas dan bersifat mendidik bila diperlukan.

3.10. Minat Terhadap Pinjaman Ramah Lingkungan (Green Lending)13


Berkaitan dengan upaya perintisan pinjaman yang mengarah pada upaya untuk
mendorong UMKM agar ramah lingkungan bahwa 77 persen responden UMKM menyatakan
minatnya untuk mendapatkan pinjaman jenis ini. Meskipun demikian terdapat sekitar 17,4
persen UMKM lainnya dengan tegas menyatakan tidak berminat. Total responen dari survey
berjumlah 283 pelaku UMKM yang terdiri dari sektor Industri Pengolahan 141 responden,
sektor pertanian 81 responden, sektor transportasi 51 responden dan sektor pertambangan
10 responden.
Hampir semua UMKM dari berbagai sektor usaha berminat mendapatkan pinjaman
ramah lingkungan. Hal ini menunjukkan adanya niatan dari para pelaku UMKM untuk
mengarahkan usahanya pada kelestarian lingkungan. Namun demikian informasi ini perlu
dicermati dengan hati-hati, karena konsep ramah lingkungan belum dipahami dengan baik
oleh pelaku UMKM. Temuan dalam kajian yang dilakukan BI menunjukan bahwa bank dalam
menjalankan program pinjaman kepada UMKM lebih berorientasi pada aspek kelayakan
usaha, artinya isu lingkungan belum menjadi aspek yang menjadi pertimbangan. Hal ini
terungkap saat wawancara dengan pihak perbankan bahwa azas 5C menjadi dasar utama
dalam penyaluran kreditnya.
Pinjaman ramah lingkungan yang akan ditawarkan kepada UMKM tersebut
direncanakan akan digunakan untuk menambah modal (57 persen), dan investasi 21 persen.
Hanya sebagian saja yang menyatakan secara eksplisit bahwa pinjaman tersebut akan
diperuntukan guna pengadaan peralatan (13 persen) dan kegiatan pengendalian dan
pencegahan pencemaran (7 persen). Fakta ini menunjukkan bahwa pinjaman ramah
lingkungan harus dirancang sedemikian rupa agar peruntukannya sesuai dengan target yang
diharapkan. Bila tidak maka para pelaku UMKM akan menggunakan pinjaman tersebut
seperti layaknya pinjaman konvensional.

13
Ibid.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 53


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Sumber: Bank Indonesia, 2012


Gambar 3.11 Minat UMKM Mendapatkan Pinjaman Ramah Lingkungan

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 54


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

BAB IV
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PEMBIAYAAN
INVESTASI WASTE TO ENERGY MELALUI KREDIT PROGRAM

4.1. Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost and Benefit Analysis (CBA)
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis keuangan dan analisis biaya dan
manfaat (CBA) proyek pengembangan WtE bersumber dari survei lapangan (primer) dan
sumber data sekunder dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) dan
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Sumber data yang digunakan dalam penyusunan
asumsi dasar yang berasal dari survey adalah survey pada 3 (tiga) lokasi, yaitu pelaku
Industri Tahu di Kabupaten Kulonprogo (untuk biogas limbah industri tahu), Koperasi Setia
Kawan di Kabupaten Pasuruan (untuk biogas limbah peternakan sapi perah), dan PT Pinago
Utama di Kota Palembang (untuk biogas POME). Kemudian sumber data sekunder diperoleh
dari program-program ragam investasi WtE yang pernah dilakukan oleh KLH dan
Kementerian ESDM.
Studi kasus atau program-program ragam investasi yang menjadi pijakan dasar
dalam penyusunan asumsi dasar analisis perhitungan keuangan dan analisis biaya-manfaat
(CBA) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu antara lain :
a) Studi kasus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yaitu
pembangunan biodigester limbah industri tahu ukuran 40 m3 di Kabuaten Klaten;
b) Studi kasus Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yaitu pembangunan biodigaster
limbah industri tahu ukuran 94 m3 di Kabuaten Klaten;
c) Studi kasus Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yaitu pembangunan biodigaster
limbah industri tahu ukuran 84 m3 di Kota Bekasi.
d) Studi Kasus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yaitu
pembangunan biodigaster limbah industri tahu ukuran 90 m3 di Kabupaten
Kulonprogo;
Studi kasus atau program-program ragam investasi yang menjadi pijakan dalam
penyusunan asumsi dasar analisis perhitungan keuangan dan analisis biaya-manfaat (CBA)
pengembangan reaktor biogas POME yakni studi kasus Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM), yaitu dari studi kasus Tandun PTPN V, PT. Nubika, Lada Kalteng PT
SSS, dan Sei Mangkei Sumatera Utara. Kemudian penyusunan asumsi pada pengembangan
PLT biomassa pelepah sawit didasarkan pada studi kasus Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH) yakni Koperasi Primer Malolo, Kec. Sarudu, Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi
Sulawesi Barat. Sedangkan studi kasus yang dijadikan pijakan penyusunan asumsi analisis
perhitungan keuangan dan analisisi biaya-manfaat (CBA) pengembangan silo/pengering/
pemanas gabah/jagung yakni berasal pengalaman Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
pada CV Pesona, Dusun Kabuyit RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape/Lapok, Kab.
Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Selain berdasarkan studi kasus, terdapat asumsi umum yang digunakan untuk semua
perhitungan analisa kelayakan keuangan dan analisa biaya dan manfaat (CBA) untuk setiap
jenis pengembangan WtE. Asumsi umum tersebut antara lain:

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 55


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

- Jangka waktu pinjaman (5 tahun)


- Umur ekonomis (20 tahun),
- Suku bunga perbankan sebesar suku bunga penjaminan LPS (7,5%) + 6%, yakni
sebesar 13,5%)
- Kurs Rp/USD adalah sebesar Rp. 11.500/USD
- Pajak UMKM adalah sebesar 1% dari omset
- Pajak industri besar totalnya adalah sebesar 35% dari keuntungan kena pajak
- Gas LPG yang disubsitusi adalah LPG bersubsidi
- Solar yang disubstitusi adalah Solar Industri (non subsidi)
- Tidak Ada Perdagangan Karbon
- Kelayakan keuangan jika NPV positif, IRR > suku bunga pinjaman bank umum (12%),
ROI positif, dan Profitability Index > 1

4.1.1. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu
Untuk pengembangan reaktor biogas dari limbah industry tahu, asumsi yang
dibangun dalam analisis ini terdiri dari berbagai ukuran reaktor biogas berdasarkan
pengalaman Kementerian ESDM yaitu ukuran 40 m3 dan 90 m3 (tanpa perbaikan produksi
bersih) dan pengalaman KLH untuk ukuran 94 m3 dan 84 m3 (dengan perbaikan produksi
bersih). Secara rinci, berikut adalah asumsinya:

Tabel 4.1 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu
KESDM: KLH: KLH: KESDM:
No. Asumsi Satuan Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3
40 m 94 m 84 m 90 m
1. Investasi Awal Rp. 103,627,000 148,000,000 105,720,000 120,000,000
2. Jangka Waktu Investasi Tahun 5 5 5 5
3. Umur Ekonomis Tahun 20 20 20 20
4. Volume Kedelai Kg per Hari 600 300 300
5. Limbah yang Dimanfaatkan M3 40 94.3 84 90
6. Biogas yang Dihasilkan M3 Biogas 4.50 10.6 9.4 10.12
7. Biogas ke LPG Kg per 1 M3 0.46 0.52 0.46 0.46
Biogas per Hari
8. Setara LPG Kg 2.07 5.5 2.30 4.65
9. Biogas ke Kayu Bakar Kg per 1 M3 3.5 3.5 3.5 3.5
Biogas per Hari
10. Setara Kayu Bakar Kg pe Hari 133.33 25.0 65.75
11. Harga Gas LPG atau Solar Rp./1 Kg 6,000 5,500 6,000 6,000
(Tabung)
12. Subsidi Gas LPG Rp./Kg 6,855 4,500 4,500 4,500
13. Harga Kayu Bakar Atau Serbuk Gergaji Rp. Per Kg 67.5 5,250 300
14. Kebutuhan Rumah Tangga
Gas LPG Kg per Hari per 0.465
RT
Kayu Bakar Kg per Hari per
RT
15. Jumlah Rumah Tangga Rumah Tangga 5 17
16. Hemat LPG (Volume) Kg per Tahun 755 2008 840 2491
17. Hemat LPG (Rp) Rp. Per Tahun 4,529,873 11,041,250 5,037,000 14,946,000
18. Hemat Kayu Bakar (Volume) Kg per Tahun - 48,665 9,125 24,000
19. Hemat Kayu Bakar (Rp) Rp. Per Tahun - 3,285,000 47,906,250 7,200,000

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 56


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program
KESDM: KLH: KLH: KESDM:
No. Asumsi Satuan Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3
40 m 94 m 84 m 90 m
20. Suku Bunga Pinjaman ke Persen 0% 0% 0% 0%
Industri/Kelompok*)
21. Subsidi Bunga*) Persen 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
22. Bunga yang Diterima Bank Persen 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
23. Bunga Penjaminan LPS Persen 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%
24. Tambahan Bunga Persen 6% 6% 6% 6%
25. Karbon Dioksida dari LPG Kg CO2/Kg LPJ 3 2.6873 3 3
26. Karbon Dioksida dari Kayu Bakar Kg CO2/Kg Kayu 1.52 1.52 1.52 1.52
Bakar
27. Karbon Dioksida dari LPG yang Dihemat Ton CO2/Tahun 2.26 5.39 2.52 7.47
28. Karbon Dioksida dari Kayu Bakar yang Ton CO2/Tahun - 74.13 13.90 36.56
Dihemat
29. Pupuk yang Dihasilkan Kg per Bulan
30. Harga Pupuk Rp/Kg
31. Pendapatan dari Pupuk Rp/ per Tahun - -
32. Tingkat Diskonto (Suku Bunga Pinjaman) Persen 12.0% 12.00% 12.00% 12.00%
33. Depresiasi Persen per 5% 5% 5% 5%
Tahun
34. Sisa dalam 20 Tahun (dari umur Persen di Tahun 0% 0% 0% 0%
ekonomis 20 tahun) ke 5
35. Waktu Bangun sampai siap Pakai Hari 153 153 153 153
36. Asumsi Penghindaran Polusi: Biaya EUR Rp/Ton 313,500 313,500 313,500 313,500
19/Ton dan Kurs: 1 EUR: Rp. 16,500
37. Pengeluaran Usaha dalam Setahun Rp. 160,920,000
38. Pendapatan usaha dalam Setahun Rp. 197,100,000
*) Dapat Dirubah untuk Simulasi

Sumber: KLH dan KESDM, 2013

4.1.2. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi
Untuk pengembangan reaktor biogas limbah peternakan/kotoran sapi, asumsi yang
dibangun dalam analisis ini terdari dari berbagai ukuran reaktor biogas, yaitu 6 m3, 8 m3, 10
m3, dan 12 m3 berdasarkan pengalaman Kementerian ESDM. Sebenarnya juga ada ukuran 4
m3, namun dari kunjungan lapangan di Koperasi Setia Kawan di Kabupaten Pasuruan (untuk
biogas limbah peternakan sapi perah), ukuran tersebut banyak yang tidak berfungsi karena
hasil produksi biogasnya kurang optimal. Secara rinci, berikut adalah asumsi-asumsi yang
digunakan:

Tabel 4.2 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Asumsi Satuan 3 3 3 3
6m 8m 10 m 12 m
1. Investasi Awal Rp. 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000
2. Jangka Waktu Investasi Tahun 5 5 5 5
3. Umur Ekonomis Tahun 20 20 20 20
4. Jumlah Sapi Ekor 6-8 8 - 10 10 - 12 12 -14
5. Kotoran yang Dimanfaatkan kg 60 80 100 120
6. Biogas yang Dihasilkan M3 Biogas 1.8 2.4 3 3.6
7. Biogas ke LPG Kg per 1 M3 0.46 0.46 0.46 0.46
Biogas per Hari

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 57


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Asumsi Satuan 3 3 3 3
6m 8m 10 m 12 m
8. Setara LPG Kg 0.828 1.104 1.38 1.656
9. Biogas ke Kayu Bakar Kg per 1 M3 3.5 3.5 3.5 3.5
Biogas per Hari
10. Setara Kayu Bakar Kg 6.3 8.4 10.5 12.6
11. Harga Gas LPG Rp./1 Kg 6,000 6,000 6,000 6,000
(Tabung)
12. Subsidi Gas LPG Rp./Kg 6,855 6,855 6,855 6,855
13. Harga Kayu Bakar Rp. Per Kg 600 600 600 600
14. Kebutuhan Rumah Tangga
Gas LPG Kg per Hari per 0.465 0.465 0.465 0.465
RT
Kayu Bakar Kg per Hari per 3.185 3.185 3.185 3.185
RT
15. Jumlah Rumah Tangga Rumah Tangga 2 2 3 4
16. Hemat LPG (Volume) Kg per Tahun 302 403 504 604
17. Hemat LPG (Rp) Rp. Per Tahun 1,813,320 2,417,760 3,022,200 3,626,640
18. Hemat Kayu Bakar (Volume) Kg per Tahun 2,300 3,066 3,833 4,599
19. Hemat Kayu Bakar (Rp) Rp. Per Tahun 1,379,700 1,839,600 2,299,500 2,759,400
20. Suku Bunga Pinjaman ke Persen 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
Industri/Kelompok*)
21. Subsidi Bunga*) Persen 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
22. Bunga yang Diterima Bank Persen 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
23. Bunga Penjaminan LPS Persen 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%
24. Tambahan Bunga Persen 6% 6% 6% 6%
25. Karbon Dioksida dari LPG Kg CO2/Kg LPJ 3 3 3 3
26. Karbon Dioksida dari Kayu Bakar Kg CO2/Kg 1.52 1.52 1.52 1.52
Kayu Bakar
27. Karbon Dioksida dari LPG yang Ton 0.91 1.21 1.51 1.81
Dihemat CO2/Tahun
28. Karbon Dioksida dari Kayu Bakar Ton 3.50 4.67 5.84 7.01
yang Dihemat CO2/Tahun
29. Pupuk yang Dihasilkan Kg per Bulan 15 20 25 30
30. Harga Pupuk Rp/Kg 2,500 2,500 2,500 2,500
31. Pendapatan dari Pupuk Rp/ per Tahun 450,000 600,000 750,000 900,000
32. Tingkat Diskonto untuk IRR (Suku Persen 12.0% 12.00% 12.00% 12.00%
Bunga)
33. Depresiasi Persen per 5% 5% 5% 5%
Tahun
34. Sisa dalam 20 Tahun (dari umur Persen di 0% 0% 0% 0%
ekonomis 20 tahun) Tahun ke 5
35. Waktu Bangun sampai siap Pakai Hari 15 15 15 15
36. Asumsi Penghindaran Polusi: Rp/Ton 313,500 313,500 313,500 313,500
Biaya EUR 19/Ton dan Kurs: 1
EUR: Rp. 16,500
*) Dapat Dirubah untuk Simulasi

Sumber: KESDM, 2013

4.1.3. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT dari Biogas Palm Oil Mill Effluent (POME)
Untuk pengembangan PLT dari biogas POME, asumsi yang dibangun dalam analisis
ini terdari dari berbagai ukuran reaktor biogas, yaitu 45 Ton TBS (dari Tandun PTPN V), 45
Ton TBS (dari PT Nubika), 60 Ton TBS (dari Lada Kalteng PT SSS), dan 75 Ton TBS (dari Sei
Mangkei Sumatera Utara) berdasarkan pengalaman dari Kementerian ESDM. Secara rinci,
asumsi yang digunakan untuk setiap ukuran tersebut adalah:

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 58


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel 4.3 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pengembangan Reaktor Biogas POME
Tandun: PT Nubika: PT SSS: Sei Mangkei:
No. Asumsi Satuan Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
1. Investasi Awal (Jual Listrik) USD 3,214,297 3,686,668 3,843,190 8,019,205
Investasi Awal (Pengganti Solar) USD 2,162,375 2,572,286 2,697,269 6,157,083
2. Jangka Waktu Investasi Tahun 5 5 5 5
3. Umur Ekonomis Tahun 20 20 20 20
4. Kurs Rupiah Rp./USD 11,500 11,500 11,500 11,500
5. Laju Limbah M3/hari 630 600 600 975
ppm atau
6. Kualitas COD 45,000 53,000 54,500 54,500
mg/l
7. HRT Hari 63 63 18 18
8. Kadar CH4 dalam Biogas Persen 65.0% 60% 60% 60%
9. Produksi CH4 Nm3/hari 8,930 8,930 9,728 15,808
10. Volume Reaktor M3 39,690 39,690 10,800 17,550
11. Biogas yang Diproduksi M3/hari 13,739 14,884 16,214 26,347
12. Power plant capacity kW 1,415 1,415 1,415 2,504
13. Listrik yang Dihasilkan KWh/Tahun 11,772,182 11,772,182 12,824,135 20,839,220
14. Harga Listrik Rp/KwH 1,325 1,325 1,325 1,325
15. Penjualan Listrik Rp. 15,598,141,761 15,598,141,761 16,991,979,237 27,611,966,261
16. Biaya Working Capital (Jual listrik) USD 292,209 292,209 349,381 729,019
Biaya Working Capital (Pengganti
17. USD 196,580 233,844 245,206 559,735
Solar)
18. Variabel Cost USD 38,594 38,594 44,813 67,861
19. Fixed Cost USD 225,001 225,001 269,023 561,344
Liter per
20. Penghematan Solar per Hari 8,377 8,875 9,126 14,830
Hari
Liter per
21. Penghematan Solar per Tahun 3,057,710 3,239,267 3,330,944 5,412,784
Tahun
Rp. Per
22. Harga Solar Industri 13,665 13,665 13,665 13,665
Liter
Rp. Per
23. Hemat Solar (Rp) 41,782,991,920 44,263,933,827 45,516,686,671 73,964,615,841
Tahun
ton CO2eq
24. Metana Baseline 38,379 38,379 44,328 72,034
per Tahun
ton CO2eq
25. Metana After Project 3,567 3,567 6,406 10,409
per Tahun
ton CO2eq
26. Saving Metana 34,812 34,812 37,923 61,624
per Tahun
Suku Bunga Pinjaman ke
27. Persen 0% 0% 0% 0%
Industri/Kelompok*)
28. Subsidi Bunga*) Persen 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
29. Bunga yang Diterima Bank Persen 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
30. Bunga Penjaminan LPS Persen 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%
31. Tambahan Bunga Persen 6% 6% 6% 6%
Kg
Karbon Dioksida dari Solar per
32. CO2/Liter 2.6873 2.6873 2.6873 2.6873
Liter Solar
Solar
Karbon Dioksida dari Solar dalam ton CO2eq
33. 8,217 8,705 8,951 14,546
Setahun per Tahun
ton CO2eq
34. Karbon Dioksida Total 43,029 43,517 46,874 76,170
per Tahun
Tingkat Diskonto (Suku Bunga
35. Persen 12.0% 12.00% 12.00% 12.00%
Pinjaman)
Persen per
36. Depresiasi 5% 5% 5% 5%
Tahun

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 59


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program
Tandun: PT Nubika: PT SSS: Sei Mangkei:
No. Asumsi Satuan Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
Sisa dalam 20 Tahun (dari umur Persen di
37. 5% 5% 5% 5%
ekonomis 20 tahun) Tahun ke 5
38. Waktu Bangun sampai siap Pakai Tahun 1 1 1 1
Asumsi Penghindaran Polusi:
39. Biaya EUR 19/Ton dan Kurs: 1 Rp/Ton 313,500 313,500 313,500 313,500
EUR: Rp. 16,500
40. Variabel Cost - Solar USD 12,867 12,867 12,957 12,957
41. Fixed Cost - Solar USD 151,366 180,060 188,809 430,996
*) Dapat Dirubah untuk Simulasi

Sumber: KESDM, 2013

4.1.4. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit


Untuk pengembangan PLT biomassa dari pelepah sawit, studi kasus yang digunakan
adalah berdasarkan pengalaman dari KLH pada Koperasi Primer Malolo, Kec. Sarudu
Mamuju Utara, Sulawesi Barat (Jl. Trans Sulawesi, Desa Sarudu, Kab. Mamuju Utara
Sulawesi Barat). Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit
No. Deskripsi Satuan Nilai
1. Investasi Awal Rp 4,886,108,000
2. Jangka Waktu Investasi tahun 20
3. Depresiasi % 5%
4. Kapasitas Reaktor akan Pelepah Sawit kg/jam 170
9. Harga Bahan Bakar Solar Rp/liter 13,665
10. Subsidi Bahan Bakar Solar Rp/liter 0
11. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/jam 50
12. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/bulan 18,000
11. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/tahun 219,000
12. Discount rate % 12.0%
13. Marjin bunga yang diterima bank % 13.5%
14. Bunga yang diterima debitur*) % 0%
15. Subsidi bunga*) % 13.5%
16. Pajak Persen dari Omset 1%
17. Kapasitas Produksi % 100%
18. Faktor Emsisi CO2 Solar Kg/Liter 2.6873
19. Penurunan emisi CO2 Ton/Tahun 589
20. Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Euro/ton 19
21. Kurs Euro Rp/Euro 16,500
22. Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Rp/Tahun 184,500,612
23. Pelepah Sawit kg/hari 2040
24. Kapasitas Pembangkit KW 200
25. Konsumsi Rumah Tangga Watt 200
26. Jumlah Rumah Tangga KK 737
27. Jam Operasional Jam 12

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 60


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

No. Deskripsi Satuan Nilai


28. Biaya Bahan Baku Rp./Bulan 12,240,000
29. Upah Tenaga Kerja Rp./Bulan 12,000,000
30. Maintenance Rp./Tahun 20,000,000
31. O&M Rp./Tahun 310,880,000
32. Pendapatan Koperasi dari Listrik Rp./Bulan 184,250,000
*) Dapat Dirubah untuk Simulasi

Sumber: KLH, 2013

4.1.5. Asumsi Dasar untuk Pemanfaatan Sekam Padi unruk Silo/Pemanas/Pengering


Gabah/Jagung
Untuk pemanfaatan sekam padi untuk silo/pemanas/pengering gabah/jagung, studi
kasus yang digunakan berdasarkan pengalaman dari KLH pada CV Pesona, Dusun Kabuyit
RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape/Lapok, Kab. Sumbawa. Asumsi rinci yang
digunakan adalah:

Tabel 4.5 Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis
Pemanfaatan Sekam Padi untuk Silo Gabah/Jagung
No. Deskripsi Satuan Nilai
1. Investasi Awal Rp 945,000,000
2. Jangka Waktu Investasi Tahun 20
3. Depresiasi % 5%
4. Kapasitas Reaktor ton 3
5. Harga Bahan Bakar Solar (dengan Pajak) Rp/liter 13,665
6. Subsidi Bahan Bakar Solar Rp/liter 0
7. Penghematan Bahan Bakar Solar Liter per Hari 150
8. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/bulan 4,500
9. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/tahun 54,000
10. DiscountFactor % 12.0%
11. Marjin bunga yang diterima bank % 13.5%
12. Bunga yang diterima debitur*) % 0%
13. Subsidi bunga*) % 13.5%
14. Pajak Persen dari Omset 1%
15. Kapasitas Produksi % 100%
16. Faktor Emsisi CO2 Solar Kg/Liter 2.6873
17. Penurunan emisi CO2 Ton/Tahun 145
18. Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Euro/ton 19
19. Kurs Euro Rp/Euro 16,500
20. Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Rp/Tahun 45,493,302
21. Biomassa Sekam kg/hari 3000
22. Jam Operasional Jam per Hari 10
23. Biaya Maintenance Rp./Tahun 20,000,000
*) Dapat Dirubah untuk Simulasi

Sumber: KLH, 2013

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 61


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

4.2. Analisis Kelayakan Keuangan


Dalam rangka mencari indikator yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau
penolakan suatu proyek, terdapat beberapa kriteria investasi yang perlu diperhatikan.
Kriteria investasi yang akandigunakan pada analisis keuangan ini adalah net present value
(NPV) dan internal rate of return (IRR). NPV merupakan selisih nilai sekarang (present value)
dari arus manfaat terhadap arus biaya. Di sisi lain, IRR menggambarkan tingkat rendemen
(rate of return) dari investasi netto. Dalam evaluasi proyek, diperlukan NPV yang lebih besar
atau sama sama dengan nol dan IRR yang lebih besar dibandingkan tingkat diskonto agar
suatu proyek layak untuk dilaksanakan secara finansial.
Indikator keuangan lainnya yang dapat juga digunakan adalah Indeks Profitabilitas
(Profitability Index/PI) dan Return on Investment (ROI). Indeks Profitabilitas (PI)
dimaksudkan untuk menghitung perbandingan antara nilai arus kas bersih yang akan datang
dengan nilai investasi yang sekarang. Jika PI > 1, maka investasi layak dijalankan dan jika PI <
1 maka investasi tidak layak dijalankan. Kemudian, ROI adalah rasio laba bersih terhadap
biaya. ROI digunakan untuk membandingkan laba atas investasi antara investasi-investasi
yang sulit dibandingkan dengan menggunakan nilai moneter. ROI yang positif menunjukan
bahwa investasi layak untuk dilaksanakan.

4.2.1. Pengembangan Reaktor Biogas dari Limbah Industri Tahu


Pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu umumnya dilakukan untuk
menggantikan atau menghemat penggunaan gas LPG dan/atau kayu bakar, baik oleh
industri tahu itu sendiri maupun rumah tangga pemiliki industri tahu dan/atau tetangganya.
Kelayakan secara keuangan sangat ditentukan oleh seberapa besar produk biogas yang
dihasilkan mampu menggantikan atau menghemat penggunaan gas LPG dan/atau kayu
bakar. Gas LPG dan kayu bakar umumnya bersama-sama digunakan sebagai bahan bakar
pada industri tahu, dengan kondisi proporsi yang bervariatif.
Pilihan suku bunga yang ditanggung debitur mulai dari 0 persen sampai dengan 13,5
persen menentukan nilai berbagai indikator keuangan. Dari hasil perhitungan NPV dan IRR
di bawah ini, terlihat bahwa ukuran reaktor biogas industri tahu yang layak untuk
dikembangkan yakni ukuran 84 m3 dan 94 m3, dimana keduanya adalah pengembangan
biogas industri tahu yang merupakan pengalaman dari KLH, dimana dalam prosesnya
dibarengi pula dengan perbaikan proses bersih produksi pada industri tahu. Sedangkan
untuk ukuran 40 m3 dan 90 m3 merupakan pengalaman dari Kementerian ESDM, dimana
dalam proses pengembangan biogasnya tidak disertai dengan perbaikan proses produksi
pada industri tahu. Selain itu juga, pada ukuran 40 m3, informasi yang digunakan untuk
analisis keuangan tidak lengkap, terutama dari sisi penerimaan.
Hal yang menjadi catatan penting dalam analisa kelayakan pengembangan raktor
biogas dari limbah industri tahu adalah bahwa kelayakan sangat dipengaruhi oleh harga
kayu bakar yang ada di daerah masing-masing dan seberapa besar kebutuhannya, dimana
kondisinya sangat berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Semakin tinggi
harga dan volume kayu bakar yang digantikan dengan biogas di suatu daerah, semakin layak
juga pengembangan biogas dari limbah industri tahu secara keuangan, dan begitu juga
sebaliknya.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 62


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel 4.6 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu
Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp) dan IRR (Dalam Persen)
Suku NPV (Rp Juta) IRR (Persen)
Bunga Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3 3 3 3 3
Debitur 40 m 94 m 84 m 90 m 40 m 94 m 84 m 90 m
0% -146.20 103.65 193.7 -49.38 #DIV/0! 19.13% 30.28% 7.50%
1% -148.61 100.21 191.24 -52.18 #DIV/0! 18.83% 29.88% 7.29%
2% -151.02 96.77 188.79 -54.97 #DIV/0! 18.53% 29.49% 7.09%
3% -153.43 93.32 186.33 -57.76 #DIV/0! 18.24% 29.11% 6.89%
4% -155.84 89.88 183.87 -60.55 #DIV/0! 17.96% 28.73% 6.69%
5% -158.25 86.44 181.41 -63.34 #DIV/0! 17.67% 28.36% 6.50%
6% -160.66 83.00 178.95 -66.13 #DIV/0! 17.40% 27.99% 6.31%
7% -163.07 79.56 176.49 -68.92 #DIV/0! 17.13% 27.63% 6.12%
8% -165.47 76.12 174.04 -71.71 #DIV/0! 16.86% 27.28% 5.94%
9% -167.88 72.68 171.58 -74.50 #DIV/0! 16.60% 26.93% 5.76%
10% -170.29 69.23 169.12 -77.29 #DIV/0! 16.30% 26.58% 5.58%
11% -172.70 65.79 166.66 -80.08 #DIV/0! 16.10% 26.25% 5.41%
12% -175.11 62.35 164.2 -82.87 #DIV/0! 15.80% 25.91% 5.24%
13% -177.52 58.91 161.74 -85.66 #DIV/0! 15.60% 25.59% 5.07%
13.5% -178.73 57.19 160.51 -87.06 #DIV/0! 15.50% 25.43% 4.99%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Dari indikator NPV, IRR, ROI, dan PI, terlihat bahwa semakin besar pembebanan suku
bunga terhadap debitur akan memberikan kesempatan lebih kecil terhadap kelayakan dari
pembangunan reaktor biogas industri tahu, dan juga sebaliknya. Senada dengan hasil
perhitungan indikator NPV dan IRR, hasil perhitungan indikator ROI dan PI dari
pembangunan reaktor biogas pada industri tahu menunjukkan bahwa ukuran 94 m3 dan 84
m3 merupakan jenis biogas pada industri tahu yang layak untuk dikembangkan, yaitu yang
dibarengi dengan perbaikan proses produksi bersih pada industri tahu, seperti pengalaman
KLH.

Tabel 4.7 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu
Berdasarkan Hasil Hitung ROI (dalam Persen) dan PI
Suku ROI (Persen) PI
Bunga Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3 3 3 3 3
Debitur 40 m 94 m 84 m 90 m 40 m 94 m 84 m 90 m
0% -57.20% 20.10% 390.29% 80.68% -0.41 1.70 2.83 0.59
1% -57.84% 19.95% 383.05% 78.01% -0.43 1.68 2.81 0.57
2% -58.45% 19.79% 376.01% 75.42% -0.46 1.65 2.79 0.54
3% -59.05% 19.64% 369.18% 72.90% -0.48 1.63 2.76 0.52
4% -59.63% 19.49% 362.54% 70.45% -0.50 1.61 2.74 0.5
5% -60.19% 19.33% 356.09% 68.08% -0.53 1.58 2.72 0.47
6% -60.74% 19.18% 349.81% 65.76% -0.55 1.56 2.69 0.45
7% -61.27% 19.03% 343.70% 63.51% -0.57 1.54 2.67 0.43
8% -61.79% 18.88% 337.76% 61.32% -0.60 1.51 2.65 0.4
9% -62.29% 18.73% 331.97% 59.19% -0.62 1.49 2.62 0.38
10% -62.79% 18.58% 326.34% 57.11% -0.64 1.47 2.60 0.36
11% -63.26% 18.43% 320.85% 55.09% -0.67 1.44 2.58 0.33
12% -63.73% 18.28% 315.50% 53.12% -0.69 1.42 2.55 0.31

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 63


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Suku ROI (Persen) PI


Bunga Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3 3 3 3 3
Debitur 40 m 94 m 84 m 90 m 40 m 94 m 84 m 90 m
13% -64.19% 18.13% 310.29% 51.20% -0.71 1.40 2.53 0.29
13.5% -64.41% 18.05% 307.73% 50.26% -0.72 1.39 2.52 0.27
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.2.2. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi


Dalam pengembangan reaktor biogas limbah peternakan sapi, terdapat dua kondisi
awal yang menentukan hasil perhitungan, yaitu kondisi pengembangan reaktor biogas
limbah peternakan sapi untuk menggantikan salah satu dari: i) penggunaan gas LPG atau ii)
penggunaan kayu bakar. Berbeda halnya dengan pengembangan reaktor biogas dari limbah
industri tahu yang secara bersamaan dapat menggantikan atau menghemat penggunaan gas
LPG dan kayu bakar, pengembangan reaktor biogas limbah peternakan hanya dapat
menggantikan salah satu jenis penggunaan dikarenakan karakteristik dari rumah tangga
yang memang awalnya hanya menggunakansalah satu jenis bahan bakar saja, dimana
sebagian rumah tangga hanya menggunakan gas LPG saja, dan sebagian rumah tangga
hanya menggunakan kayu bakar saja.
Dari hasil perhitungan terhadap berbagai indikator keuangan yang digunakan, dapat
ditunjukkan bahwa pengembangan reaktor biogas limbah peternakan sapi akan layak
dilakukan untuk semua ukuran (6m3, 8m3, 10m3, dan 12m3) apabila produk biogas dari
limbah peternakan sapi tersebut digunakan untuk mensubstitusi gas LPG yang selama ini
digunakan oleh rumah tangga para peternak untuk kepentingan keseharian di rumah.
Sedangkan apabila produk biogas dari limbah peternakan sapi tersebut hanya digunakan
untuk mensubstitusi kayu bakar yang selama ini digunakan oleh rumah tangga, kelayakan
secara keuangannya sangat tergantung dari besaran suku bunga yang harus ditanggung oleh
debitur dan ukuran dari reaktor biogas limbah peternakan sapi yang dibangun. Semakin
kecil suku bunga yang harus ditanggung debitur dan semakin besar ukuran reaktornya,
semakin layak juga secara keuangan untuk pengembangan biogas dari limbah peternakan
sapi.
Dari indikator keuangan yang ada, biogas dari limbah peternakan sapi layak secara
keuangan digunakan untuk mensubstitusi penggunaan kayu bakar jika debitur hanya
menanggung beban bunga maksimal sebesar 3 persen untuk ukuran 8 m3, menangung
beban bunga sebesar maksimal 7 persen untuk ukuran 10 m3 dan menanggung beban
bunga sebesar 9 persen untuk ukuran 12 m3. Sementara itu, untuk ukuran 6 m3
berdasarkan indikator NPV, IRR, dan PI tidak layak secara keuangan, namun secara ROI
layak. Bila dilihat secara umum untuk semua ukuran biogas dari limbah kotoran sapi,
kelayakan secara keuangan sangat ditentukan oleh pemanfaatan dari produk biogas yang
dihasilkan dan juga produk sampingannya, yaitu pupuk.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 64


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel 4.8 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp)
Suku NPV dari LPG ke Biogas (Rp. Juta) NPV dari Kayu Bakar ke Biogas (Rp Juta)
Bunga Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3 3 3 3 3
Debitur 6m 8m 10 m 12 m 6m 8m 10 m 12 m
0.0% 3.05 5.22 7.38 9.55 (0.17) 0.92 2.01 3.10
1.0% 2.87 4.99 7.11 9.22 (0.35) 0.69 1.73 2.78
2.0% 2.68 4.75 6.83 8.90 (0.54) 0.46 1.46 2.45
3.0% 2.50 4.52 6.55 8.57 (0.73) 0.22 1.18 2.13
4.0% 2.31 4.29 6.27 8.25 (0.91) (0.01) 0.90 1.80
5.0% 2.12 4.06 5.99 7.92 (1.10) (0.24) 0.62 1.48
6.0% 1.94 3.82 5.71 7.60 (1.29) (0.47) 0.34 1.15
7.0% 1.75 3.59 5.43 7.27 (1.47) (0.71) 0.06 0.83
8.0% 1.57 3.36 5.15 6.95 (1.66) (0.94) (0.22) 0.50
9.0% 1.38 3.13 4.87 6.62 (1.84) (1.17) (0.50) 0.17
10.0% 1.19 2.89 4.59 6.29 (2.03) (1.40) (0.78) (0.15)
11.0% 1.01 2.66 4.31 5.97 (2.22) (1.64) (1.06) (0.48)
12.0% 0.82 2.43 4.04 5.64 (2.40) (1.87) (1.34) (0.80)
13.0% 0.64 2.20 3.76 5.32 (2.59) (2.10) (1.61) (1.13)
13.5% 0.54 2.08 3.62 5.15 (2.68) (2.22) (1.75) (1.29)
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Tabel 4.9 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung IRR (Dalam Persen)
IRR Dari LPG ke Biogas IRR Dari Kayu Bakar ke Biogas
Suku Bunga
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
Debitur 3 3 3 3 3 3 3 3
6m 8m 10 m 12 m 6m 8m 10 m 12 m
0.0% 16.17% 17.69% 18.70% 19.42% 11.77% 13.02% 13.84% 14.43%
1.0% 15.88% 17.38% 18.38% 19.09% 11.51% 12.75% 13.57% 14.15%
2.0% 15.59% 17.08% 18.07% 18.77% 11.27% 12.49% 13.30% 13.88%
3.0% 15.31% 16.78% 17.76% 18.46% 11.02% 12.24% 13.04% 13.62%
4.0% 15.03% 16.49% 17.46% 18.15% 10.79% 11.99% 12.79% 13.36%
5.0% 14.76% 16.20% 17.17% 17.85% 10.55% 11.75% 12.54% 13.10%
6.0% 14.49% 15.92% 16.88% 17.56% 10.33% 11.51% 12.29% 12.85%
7.0% 14.23% 15.65% 16.59% 17.27% 10.10% 11.27% 12.05% 12.60%
8.0% 13.97% 15.38% 16.32% 16.98% 9.88% 11.05% 11.81% 12.36%
9.0% 13.72% 15.12% 16.04% 16.70% 9.67% 10.82% 11.58% 12.12%
10.0% 13.48% 14.86% 15.78% 16.43% 9.45% 10.60% 11.35% 11.89%
11.0% 13.24% 14.60% 15.51% 16.16% 9.25% 10.38% 11.13% 11.66%
12.0% 13.00% 14.35% 15.26% 15.90% 9.04% 10.17% 10.91% 11.44%
13.0% 12.76% 14.11% 15.00% 15.64% 8.84% 9.96% 10.70% 11.22%
13.5% 12.65% 13.99% 14.88% 15.51% 8.74% 9.86% 10.59% 11.11%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 65


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel 4.10 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung ROI (Dalam Persen)
Suku Bunga ROI Dari LPG ke Biogas ROI Dari Kayu Bakar ke Biogas
Debitur Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3 3 3 3 3
6m 8m 10 m 12 m 6m 8m 10 m 12 m
0.0% 182.33% 201.15% 213.70% 222.66% 128.24% 143.45% 153.60% 160.84%
1.0% 178.15% 196.70% 209.06% 217.89% 124.86% 139.85% 149.85% 156.99%
2.0% 174.10% 192.38% 204.56% 213.26% 121.59% 136.36% 146.21% 153.24%
3.0% 170.17% 188.18% 200.19% 208.76% 118.41% 132.97% 142.68% 149.61%
4.0% 166.34% 184.10% 195.94% 204.39% 115.32% 129.67% 139.24% 146.08%
5.0% 162.63% 180.14% 191.81% 200.15% 112.31% 126.47% 135.90% 142.64%
6.0% 159.01% 176.28% 187.79% 196.02% 109.39% 123.35% 132.66% 139.30%
7.0% 155.50% 172.53% 183.89% 192.00% 106.55% 120.32% 129.50% 136.06%
8.0% 152.08% 168.88% 180.08% 188.09% 103.78% 117.37% 126.42% 132.89%
9.0% 148.75% 165.33% 176.38% 184.28% 101.09% 114.49% 123.43% 129.82%
10.0% 145.50% 161.87% 172.78% 180.57% 98.47% 111.70% 120.52% 126.82%
11.0% 142.34% 158.50% 169.27% 176.96% 95.91% 108.97% 117.68% 123.90%
12.0% 139.26% 155.21% 165.84% 173.44% 93.42% 106.32% 114.91% 121.05%
13.0% 136.26% 152.01% 162.51% 170.01% 90.99% 103.73% 112.21% 118.28%
13.5% 134.78% 150.43% 160.87% 168.32% 89.80% 102.45% 110.89% 116.92%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Tabel 4.11 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah
Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung PI
Suku Bunga Profitability Index Dari LPG ke Biogas Profitability Index Dari Kayu Bakar ke Biogas
Debitur Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3 3 3 3 3
6m 8m 10 m 12 m 6m 8m 10 m 12 m
0.0% 1.38 1.52 1.62 1.68 0.98 1.09 1.17 1.22
1.0% 1.36 1.50 1.59 1.66 0.96 1.07 1.14 1.20
2.0% 1.34 1.48 1.57 1.64 0.93 1.05 1.12 1.18
3.0% 1.31 1.45 1.55 1.61 0.91 1.02 1.10 1.15
4.0% 1.29 1.43 1.52 1.59 0.89 1.00 1.07 1.13
5.0% 1.27 1.41 1.50 1.57 0.86 0.98 1.05 1.11
6.0% 1.24 1.38 1.48 1.54 0.84 0.95 1.03 1.08
7.0% 1.22 1.36 1.45 1.52 0.82 0.93 1.00 1.06
8.0% 1.20 1.34 1.43 1.50 0.79 0.91 0.98 1.04
9.0% 1.17 1.31 1.41 1.47 0.77 0.88 0.96 1.01
10.0% 1.15 1.29 1.38 1.45 0.75 0.86 0.94 0.99
11.0% 1.15 1.29 1.38 1.45 0.72 0.84 0.91 0.97
12.0% 1.10 1.24 1.34 1.40 0.70 0.81 0.89 0.94
13.0% 1.08 1.22 1.31 1.38 0.68 0.79 0.87 0.92
13.5% 1.07 1.21 1.30 1.37 0.66 0.78 0.85 0.91
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.2.3. Pengembangan PLT Biogas dari Limbah Industri Kelapa Sawit (POME)
Dalam pengembangan PLT biogas dari limbah industri kelapa sawit, secara umum
terdapat dua asumsi kondisi yang berbeda yang menentukan kelayakan pengembangannya
secara keuangan, yaitu i) apabila pengembangan PLT biogas dari POME dilakukan untuk
memproduksi listrik dan selanjutnya listrik tersebut dijual; dan ii) apabila pengembangan

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 66


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

PLT biogas dari POME dilakukan untuk menggantikan atau menghemat penggunaan solar
(dalam hal ini solar industri yang tidak bersubsidi).
Dari hasil perhitungan berbagai indikator keuangan, dapat ditunjukkan bahwa
pengembangan PLT biogas dari limbah industri sawit (POME) dalam berbagai ukuran
kapasitas akan layak secara keuangan apabila dilakukan untuk pengganti solar yang
digunakan untuk pembangkit listrik. Sedangkan untuk pengembangan PLT biogas dari
limbah industri sawit (POME) yang dilakukan dengan tujuan untuk memproduksi listrik dan
nantinya dijual ke masyarakat, secara umum relatif tidak layak. Kelayakan secara keuangan
hanya terjadi untuk studi kasus Tandun PTPN V, dan hal itupun layak apabila debitur hanya
menanggung maksimum 1 persen dari beban bunga yang diberlakukan oleh perbankan.
Apabila ditinjau lebih jauh, penyebab utama ketidaklayakan tersebut berasal dari produksi
listrik yang masih relatif kecil dan harga jual listrik yang masih relatif rendah.

Tabel 4.12 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME


Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rupiah)
NPV Jual Listrik (Rp. Juta) NPV dari Penggantian Solar (Rp. Juta)
Suku Bunga Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei: Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei:
Debitur Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS 45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
0.0% 938.71 (7,296.95) (6,597.40) (55,908.40) 148,844.29 153,806.63 157,441.26 231,419.57
1.0% 264.48 (8,265.99) (7,607.59) (58,052.88) 148,390.71 153,267.07 156,875.49 230,128.06
2.0% (409.75) (9,235.03) (8,617.77) (60,197.36) 147,937.13 152,727.51 156,309.71 228,836.56
3.0% (1,083.98) (10,204.07) (9,627.95) (62,341.84) 147,483.55 152,187.95 155,743.93 227,545.05
4.0% (1,758.21) (11,173.11) (10,638.13) (64,486.32) 147,029.98 151,648.39 155,178.16 226,253.55
5.0% (2,432.43) (12,142.16) (11,648.32) (66,630.80) 146,576.40 151,108.83 154,612.38 224,962.04
6.0% (3,106.66) (13,111.20) (12,658.50) (68,775.28) 146,122.82 150,569.27 154,046.60 223,670.54
7.0% (3,780.89) (14,080.24) (13,668.68) (70,919.76) 145,669.24 150,029.71 153,480.83 222,379.04
8.0% (4,455.12) (15,049.28) (14,678.87) (73,064.23) 145,215.66 149,490.15 152,915.05 221,087.53
9.0% (5,129.35) (16,018.32) (15,689.05) (75,208.71) 144,762.09 148,950.59 152,349.27 219,796.03
10.0% (5,803.58) (16,987.36) (16,699.23) (77,353.19) 144,308.51 148,411.03 151,783.50 218,504.52
11.0% (6,477.80) (17,956.40) (17,709.42) (79,497.67) 143,854.93 147,871.47 151,217.72 217,213.02
12.0% (7,152.03) (18,925.44) (18,719.60) (81,642.15) 143,401.35 147,331.91 150,651.94 215,921.51
13.0% (7,826.26) (19,894.48) (19,729.78) (83,786.63) 142,947.77 146,792.35 150,086.16 214,630.01
13.5% (8,163.37) (20,379.00) (20,234.87) (84,858.87) 142,720.99 146,522.57 149,803.28 213,984.26
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Tabel 4.13 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME


Berdasarkan Hasil Hitung IRR (Dalam Persen)
IRR Jual Listrik IRR Penggantian Solar
Suku Bunga Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei: Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei:
Debitur Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS 45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
0.0% 12.26% 10.19% 10.44% 5.55% 58.02% 52.96% 52.15% 39.60%
1.0% 12.07% 9.97% 10.22% 5.37% 57.64% 52.60% 51.79% 39.27%
2.0% 11.89% 9.75% 10.00% 5.19% 57.27% 52.24% 51.43% 38.95%
3.0% 11.70% 9.54% 9.79% 5.01% 56.90% 51.88% 51.07% 38.64%
4.0% 11.52% 9.33% 9.57% 4.84% 56.53% 51.52% 50.72% 38.32%
5.0% 11.34% 9.12% 9.37% 4.67% 56.16% 51.17% 50.36% 38.01%
6.0% 11.17% 8.92% 9.16% 4.50% 55.80% 50.82% 50.02% 37.71%

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 67


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

IRR Jual Listrik IRR Penggantian Solar


Suku Bunga Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei: Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei:
Debitur Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS 45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
7.0% 11.00% 8.72% 8.97% 4.33% 55.44% 50.47% 49.67% 37.40%
8.0% 10.83% 8.53% 8.77% 4.16% 55.08% 50.12% 49.33% 37.10%
9.0% 10.66% 8.33% 8.58% 3.99% 54.72% 49.78% 48.99% 36.80%
10.0% 10.49% 8.15% 8.39% 3.84% 54.37% 49.44% 48.65% 36.51%
11.0% 10.33% 7.96% 8.20% 3.68% 54.02% 49.11% 48.32% 36.21%
12.0% 10.17% 7.78% 8.02% 3.52% 53.67% 48.77% 47.99% 35.93%
13.0% 10.01% 7.60% 7.88% 3.37% 53.33% 48.44% 47.66% 35.64%
13.5% 9.93% 7.51% 7.75% 3.21% 53.16% 48.28% 47.49% 35.50%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Tabel 4.14 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME


Berdasarkan Hasil Hitung ROI (Dalam Persen)
ROI Jual Listrik ROI Penggantian Solar
Suku Bunga Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei: Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei:
Debitur Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS 45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
0.0% 54.32% 48.29% 47.45% 28.12% 121.62% 115.98% 115.01% 96.47%
1.0% 53.64% 47.38% 46.58% 27.27% 121.27% 115.60% 114.63% 96.02%
2.0% 52.97% 46.48% 45.73% 26.43% 120.92% 115.23% 114.25% 95.58%
3.0% 52.31% 45.59% 44.89% 25.60% 120.57% 114.86% 113.87% 95.14%
4.0% 51.65% 44.72% 44.06% 24.78% 120.22% 114.48% 113.50% 94.70%
5.0% 51.00% 43.85% 43.24% 23.97% 119.87% 114.11% 113.12% 94.26%
6.0% 50.35% 42.99% 42.43% 23.17% 119.52% 113.74% 112.75% 93.83%
7.0% 49.71% 42.15% 41.62% 22.38% 119.18% 113.38% 112.38% 93.40%
8.0% 49.07% 41.31% 40.83% 21.61% 118.83% 113.01% 112.01% 92.96%
9.0% 48.44% 40.49% 40.04% 20.84% 118.49% 112.64% 111.64% 92.53%
10.0% 47.82% 39.67% 39.26% 20.08% 118.14% 112.28% 111.27% 92.11%
11.0% 47.20% 38.86% 38.50% 19.33% 117.80% 111.91% 110.90% 91.68%
12.0% 46.58% 38.07% 37.74% 18.59% 117.46% 111.55% 110.54% 91.26%
13.0% 45.97% 37.28% 36.98% 17.86% 117.12% 111.19% 110.17% 90.84%
13.5% 45.67% 36.89% 36.61% 17.50% 116.95% 111.01% 109.99% 90.63%
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Tabel 4.15 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME


Berdasarkan Hasil Hitung PI
Profitability Index Jual Listrik Profitability Index Penggantian Solar
Suku Bunga Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei: Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei:
Debitur Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS 45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
0.0% 1.03 0.83 0.85 0.39 6.99 6.20 6.08 4.27
1.0% 1.01 0.81 0.83 0.37 6.97 6.18 6.06 4.25
2.0% 0.99 0.78 0.81 0.35 6.95 6.16 6.04 4.23
3.0% 0.97 0.76 0.78 0.32 6.93 6.14 6.02 4.21
4.0% 0.95 0.74 0.76 0.30 6.91 6.13 6.00 4.20
5.0% 0.93 0.71 0.74 0.28 6.89 6.11 5.98 4.18
6.0% 0.92 0.69 0.71 0.25 6.88 6.09 5.97 4.16
7.0% 0.90 0.67 0.69 0.23 6.86 6.07 5.95 4.14
8.0% 0.88 0.65 0.67 0.21 6.84 6.05 5.93 4.12
9.0% 0.86 0.62 0.65 0.18 6.82 6.04 5.91 4.10

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 68


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Profitability Index Jual Listrik Profitability Index Penggantian Solar


Suku Bunga Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei: Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei:
Debitur Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS 45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
10.0% 0.84 0.60 0.62 0.16 6.80 6.02 5.89 4.09
11.0% 0.84 0.60 0.62 0.16 6.78 6.00 5.88 4.07
12.0% 0.81 0.55 0.58 0.11 6.77 5.98 5.86 4.05
13.0% 0.79 0.53 0.55 0.09 6.75 5.96 5.84 4.03
13.5% 0.78 0.52 0.54 0.08 6.74 5.95 5.83 4.02
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.2.4. Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit


Berdasarkan hasil perhitungan indikator keuangan untuk studi kasus pengembangan
PLT biomassa dari pelepah sawit di Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat
(pengalaman KLH), semua indikator yang ada baik NPV, IRR, ROI maupun PI menunjukkan
layak secara keuangan. Sama halnya dalam pengembangan PLT biogas dari limbah industri
kelapa sawit (POME) yang layak secara keuangan, pengembangan PLT biomassa pelepah
sawit layak secara keuangan dikarenakan produknya digunakan sebagai pengganti solar
daripembangkit listrik yang ada sebelumnya.

Tabel 4.16 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit
Berdasarkan Hasil Hitung NPV, IRR, ROI dan PI
Suku Bunga NPV IRR ROI Profitability Index
Debitur Rp. Juta Persen Persen Indeks
0% 3,967.45 19.37% 162.46% 1.8120
1% 3,853.83 19.09% 160.09% 1.7887
2% 3,740.21 18.83% 157.76% 1.7655
3% 3,626.59 18.56% 155.48% 1.7422
4% 3,512.97 18.30% 153.24% 1.7190
5% 3,399.35 18.05% 151.03% 1.6957
6% 3,285.73 17.80% 148.86% 1.6725
7% 3,172.11 17.55% 146.73% 1.6492
8% 3,058.49 17.31% 144.64% 1.6260
9% 2,944.87 17.07% 142.58% 1.6027
10% 2,831.25 16.83% 140.56% 1.5794
11% 2,717.63 16.60% 138.57% 1.5562
12% 2,604.01 16.38% 136.61% 1.5329
13% 2,490.39 16.15% 134.68% 1.5097
13.5% 2,433.58 16.04% 133.73% 1.4981
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.2.5. Pemanfaatan Sekam Padi untuk Pengering/Pemanas/Silo Padi/Jagung


Pengembangan pemanfaatan sekam padi untuk pengeriang/pemanas/silo
padi/jagung secara umum dari indikator keuangan yang ada menunjukan bahwa hal
tersebut layak untuk dikembangkan secara keuangan. Pemanfaatan sekam padi dilakukan
untuk mengganti solar yang selama ini digunakan dalam pengering/pemanas/silo
padi/jagung.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 69


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel 4.17 Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Silo Pengering Padi/Jagung
Berdasarkan Hasil Hitung Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR)
Suku Bunga NPV IRR ROI Profitability Index
Debitur Rp. Juta Persen Persen Indeks
0.0% 3,723.08 59.00% 505.44% 4.9398
1.0% 3,689.01 58.14% 493.92% 4.9037
2.0% 3,654.95 57.29% 482.84% 4.8677
3.0% 3,620.88 56.44% 472.16% 4.8316
4.0% 3,586.81 55.59% 461.87% 4.7956
5.0% 3,552.75 54.76% 451.94% 4.7595
6.0% 3,518.68 53.93% 442.36% 4.7235
7.0% 3,484.62 53.12% 433.10% 4.6874
8.0% 3,450.55 52.30% 424.15% 4.6514
9.0% 3,416.49 51.50% 415.50% 4.6153
10.0% 3,382.42 50.71% 407.13% 4.5793
11.0% 3,348.36 49.92% 399.03% 4.5432
12.0% 3,314.29 49.15% 391.18% 4.5072
13.0% 3,280.23 48.38% 383.58% 4.4711
13.5% 3,263.20 48.00% 379.86% 4.4531
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.3. Analisis Biaya dan Manfaat


Analisis biaya dan manfaat adalah proses identifikasi, pengukuran, dan
pembandingan biaya dan manfaat sosial yang dihasilkan oleh suatu proyek atau kegiatan
investasi. Titik awal dari diperlukannya analisis biaya dan manfaat dalam analisis proyek
adalah ketidakmampuan analisis finansial secara tunggal menangkap keseluruhan
keuntungan dan kerugian yang dirasakan oleh masyarakat akibat dilakukannya suatu proyek
atau investasi. Indikator-indikator yang digunakan dalam analisis finansial dapat
menyesatkan apabila dijadikan indikator kesejahteraan sosial sebab sebagian besar proyek
publik menghasilkan barang yang tidak dapat diperdagangkan secara bebas di pasar, seperti
pengelolaan sampah, pengurangan polusi, atau perbaikan sarana kesehatan.
Salah satu metode analisis biaya dan manfaat yang lazim digunakan adalah benefit-
cost ratio (BCR). Benefit-cost ratio (BCR) ini pada dasarnya adalah perbandingan antara nilai
sekarang dari valuasi manfaat yang diterima masyarakat terhadap biaya yang harus
ditanggung masyarakat dari pelaksanaan suatu proyek. Suatu proyek dinyatakan layak untuk
dilaksanakan apabila B/C ratio lebih besar dibandingkan satu, yang mana valuasi manfaat
lebih besar jika dibandingkan dengan valuasi biaya.

4.3.1. Pengembangan Reaktor Biogas dari Limbah Industri Tahu


Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pelaku industri tahu bahwa masa
manfaat reaktor biogas industri tahu mampu bertahan sampai 20 tahun. Maka dengan
demikian asumsi yang dibangun dalam analisis biaya dan manfaat pada reaktor biogas
industri tahu memberikan masa manfaat selama 20 tahun. Reaktor biogas merupakan
bentuk kekayaan (aktiva) tetap yang memiliki umur jangka panjang dan tidak habis pakai.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 70


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Dalam analisis biaya dan manfaat ini, pinjaman yang akan diberikan memiliki asumsi jangka
waktu pengembalian selama lima tahun.
Analisis biaya dan manfaat pengembangan reaktor biogas industri tahu terdapat
beberapa ukuran yang umumnya digunakan oleh para pemilik pabrik tahu, yakni ukuran 40
m3, 94 m3, 84 m3, dan ukuran 90 m3. Berdasarkan analisis biaya dan manfaat dari semua
skenario terhadap masing-masing ukuran reaktor biogas pada industri tahu memberikan
kesimpulan layak untuk dijalankan karena nilai BCR menghasilkan nilai yang lebih besar dari
satu, kecuali pada ukuran 40 m3 dimana informasi nilai manfaatnya tidak lengkap (dari
Kementerian ESDM). Ukuran 40 m3 memiliki BCR sebesar 0.86, ukuran 94 m3 memiliki nilai
sebesar 2.49, ukuran 84 m3 memiliki nilaisebesar 2.55, dan ukuran 90 m3 memiliki nilai 1.89.
Dalam perhitungan CBA, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga
tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya
bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban
subsidi bunga oleh pemerintah. Dari hasil CBA tersebut, dan apabila informasi manfaat yang
diperoleh cukup lengkap, secara umum semua ukuran pengembangan reaktor biogas dari
limbah industri tahu layak secara ekonomi untuk dikembangkan.

Tabel 4.18 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu
Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun
KESDM: KLH: KLH: KESDM:
No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
3 3 3 3
40 m 94 m 84 m 90 m
1 Biaya Awal (Rp) 103,627,000 148,000,000 105,720,000 120,000,000
2 Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
3 Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
4 Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
A. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 44 1,557 321 862
B. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 44 1,557 321 862
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 71


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

4.3.2. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi


Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pemilik reaktor biogas limbah
peternakan sapi bahwa masa manfaat reaktor biogas limbah peternakan sapi mampu
bertahan sampai 20 tahun. Sama halnya dengan pengembangan reaktor bioas dari limbah
industri tahu, dalam analisis biaya dan manfaat untuk pengembangan reaktor biogas dari
limbah peternaan sapi ini, pinjaman yang akan diberikan memiliki asumsi jangka waktu
pengembalian selama lima tahun.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis biaya dan manfaat untuk semua ukuran
reaktor biogas limbah peternakan sapi, dari nilai BCR yang dihasilkan menunjukkan bahwa
pengembangan tersebut layak secara ekonomi untuk dijalankan karena nilainya lebih besar
dari 1, baik untuk yang sebelumnya menggunakan gas LPG maupun kayu bakar sebagai
bahan bakar untuk keperluan rumah tangganya. Dalam perhitungan CBA ini, besaran beban
bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara
ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga
yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh pemerintah.

Tabel 4.19 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan
Sapi Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Indikator 3 3 3 3
6m 8m 10 m 12 m
1. Biaya Awal (Rp) 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000
2. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
3. Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
4. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
A. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
- Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
- Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
- Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 18 24 30 36
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
- Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
- Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
- Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 70 93 117 140
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.3.3. Pengembangan PLT dari Biogas Limbah Industri Kelapa Sawit (POME)
Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pengembang PLT dari biogas limbah
industry kelapa sawit (POME) bahwa masa manfaat reaktor biogas POME mampu bertahan
sampai 20 tahun. Sama seperti dalam pengembangan jenis WtE yang lain, dalam analisis

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 72


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

biaya dan manfaat untuk pengembangan jenis WtE ini, pinjaman yang akan diberikan
memiliki asumsi jangka waktu pengembalian selama lima tahun.
Dari hasil analisis biaya dan manfaat untuk pengembangan PLT dari biogas POME
berdasarkan ukuran kapasitas pengolahan sawit, yaitu untuk ukuran 45 Ton TBS (Tandun
PTPN V), 45 Ton TBS (PT Nubika), 60 Ton TBS (PT. SSS), dan 75 Ton TBS per jam (Sei
Mangkei), ditunjukan bahwa nilai BCR-nya lebih besar dari 1, yang berarti pengembangan
tersebut layak secara ekonomi, baik untuk tujuan penjualan listrik maupun
penggantian/penghematan solar industri yang selama ini digunakan. Dalam perhitungan
CBA ini, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap
kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan,
antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh
pemerintah.

Tabel 4.20 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT dari Biogas POME
Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun
Tandun: PT Nubika: PT. SSS: Sei Mangkei:
No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
1. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 36,964,416,510 42,396,678,573 44,196,687,578 92,220,853,048
2. Biaya Awal - Penghematan Solar (Rp) 24,867,310,067 29,581,284,210 31,018,593,375 70,806,449,968
3. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
4. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
5. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
A. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
a. Asumsi Jual Listrik
- Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
- Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
- Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 817,548.80 826,818.86 890,604.30 1,447,231.98
b. Asumsi Penghematan Solar
- Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
- Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
- Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 817,548.79 826,818.86 890,604.30 1,447,231.98
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.3.4. Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah Sawit


Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pengembang PLT biomassa pelepah
sawit bahwa masa manfaat PLT biomassa pelapah sawit mampu bertahan sampai 20 tahun.
Dari studi kasus yang digunakan, ukuran dari PLT biomassa yang dikembangkan adalah
berdaya 200 KV, yang mampu untuk menerangi hampir 800 rumah penduduk. Dari hasil
analisa CBA, pengembangan PLT biomassa dari pelepah sawit layak secara ekonomi untuk

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 73


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

dikembangkan, dimana nilai BCR-nya lebih besar dari 1. Dalam perhitungan CBA ini juga,
besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap
kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan,
antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh
pemerintah.

Tabel 4.21 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah Sawit
Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun
Ukuran
No. Indikator
200 KV
1. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 4,886,108,000
2. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5
3. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5%
4. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
A. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0%
Subsidi Bunga 13.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 11,181.85
B. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0%
Subsidi Bunga 12.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 11,181.85
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.3.5. Pemanfaatan Sekam Padi untuk Pemanas/Pengering/Silo Padi/Jagung


Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh KLH, pemanfaatan sekam padi untuk
pemanas/pengering/silo padi/jagung mampu memberikan masa manfaat sampai 20 tahun.
Dari studi kasus yang digunakan, yaitu berupa silo padi dengan kapasitas 20 ton per hari,
pemanfaatan sekam padi digunakan untuk menggantikan solar yang selama ini digunakan
sebagai bahan bakar. Dari hasil analisa CBA, diperoleh bahwa nilai BCR-nya lebih besar dari
satu yang menunjukkan bahwa pemanfaatan sekam padi untuk pemanas/pengering/silo
padi/jagung layak secara ekonomi untuk dikembangkan. Sama halnya dalam perhitungan
analisis CBA jenis WtE yang lainnya, dalam perhitungan CBA ini juga, besaran beban bunga
debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi,
dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang
ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh pemerintah.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 74


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel 4.22 Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Silo Pengering Gabah
Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun
Ukuran
No. Indikator
200 KV
1. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 945,000,000
2. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5
3. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5%
4. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
A. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0%
Subsidi Bunga 13.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
Penurunan Emisi C02 (ton) 2,886.73
Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.4. Mekanisme Pembiayaan Investasi WtE Melalui Kredit Program


Pasca UU Nomor 23 Tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999 tentang BI sebagaimana
terakhir diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004, Bank Sentral tidak diperkenankan lagi
memberikan kredit likuiditas untuk mendukung pengembangan sektor-sektor prioritas yang
ditetapkan pemerintah. Selanjutnya, peran tersebut dilakukan oleh pemerintah melalui
pemberian kredit program. Kredit program adalah kredit/pembiayaan yang ditujukan untuk
pengembangan sektor prioritas, sumber dananya seratus persen menggunakan dana bank
dengan suku bunga rendah yang ditetapkan oleh pemerintah. Selisih antara suku bunga
kredit program dengan suku bunga pasar yang seharusnya diterima oleh bank, disubsidi
oleh pemerintah.
Beberapa kredit program yang diluncurkan oleh pemerintah antara lain kredit-kredit
yang terkait dengan sektor pertanian dan perkebunan, misalnya, Kredit Ketahanan Pangan
dan Energi (KKP-E), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan Kredit Pengembangan Energi
Nabati & Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Selain itu, terdapat kredit program yang
menggunakan pola penjaminan, yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR merupakan
kredit/pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi yang usahanya layak dibiayai (feasible)
namun belum memenuhi persyaratan bank (unbankable).
Senada dengan tujuan kredit program lainnya, bahwa tujuan dari pembiayaan
investasi WtE juga mempunyai semangan dan tujuan yang sama. Tujuan dari pembiayaan
investasi WtE melalui kredit program antara lain:
a) Mendukung program pemerintah dalam pengendalian pencemaran termasuk
mendukung komitmen Pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah
kaca sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan mencapai 41 persen jika mendapat
bantuan internasional pada tahun 2020;

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 75


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

b) Mendorong proyek investasi lingkungan waste to energy sehingga dapat


memberikan kontribusi perbaikan kualitas lingkungan secara signifikan dan
berkelanjutan serta memberikan penambahan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha;
c) Meningkatkan jumlah pendanaan untuk investasi lingkungan waste to energy bagi
industri dan usaha produktif; dan
d) Memberikan kemudahan akses pembiayaan investasi lingkungan waste to energy
bagi usaha skala mikro, kecil, menengah dan koperasi.
Yang lebih spesifik dari pembiayaan investasi WtE yakni lebih mengerucut pada
investasi dalam memberikan kontribusi perbaikan kualitas lingkungan secara signifikan dan
berkelanjutan serta memberikan penambahan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha. Meski
demikian sasaran pembiayaan investasi WtE sama dengan sasaran kredit program lainnya,
yakni petani dan UKM.

Gambar 4.1 Prosedur Penyaluran KKP-E kepada Petani/ Peternak/Pekebun secara Individu
atau Kelompok Tani/ Koperasi secara Langsung ke Bank
Keterangan :
1. Petani/peternak/pekebun yang langsung mengajukan kredit secara
individu menyusun Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) dan bagi kelompok
Tani menyusun menyusun RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok)
dibantu oleh Petugas Dinas Teknis /Badan setempat atau Penyuluh
Pertanian;
2. Pejabat Dinas Teknis/Badan setempat atau Penyuluh Pertanian
mensahkan RKU atau RDKK;
3. Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) petani/peternak/pekebunan dan atau
RDKK yang sudah disahkan diajukan langsung ke Bank Pelaksana;
4. Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen usulan kredit, dan apabila
dinilai layak dan memenuhi syarat, kemudian petani/peternak
menandatangani akad kredit dengan cabang Bank Pelaksana dan
menyalurkan kredit ke petani/peternak.
5. Jika petani mengajukan kredit melalui Kelompok Tani maka RDKK
diajukan ke bank pelaksana, jika memenuhi syarat kelompok tani

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 76


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

menandatangi akad kredit dan KKP-E akan disalurkan kepada petani


anggota kelompok.
6. Petani/ peternak/ pekebun yang secara individu langsung mengembalikan
kredit kepada Bank pelaksana sesuai jadwal, dan bila melalui
kelompoktani anggota mengembalikan kepada kelompoktani;
7. Kelompok tani mengembalikan KKP-E langsung kepada Bank Pelaksana
sesuai jadwal yang disepakati dalam akad kredit.

Gambar 4.2 Prosedur Penyaluran KKP-E oleh Petani/Kelompok Tani/Koperasi yang


Bekerjasama dengan Mitra Usaha
Keterangan :
1. Petani menyusun Rencana Kebutuhan Usaha dan Kelompok Tani
menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok RDKK dibantu oleh
Petugas Dinas Teknis setempat/Badan atau Penyuluh Pertanian.
2. Pejabat yang diberi kuasa Dinas Teknis/Badan setempat/Penyuluh
Pertanian terkait mensahkan RKU atau RDKK yang diketahui oleh Mitra
Usaha.
3. RDKK yang sudah disahkan diajukan langsung ke Bank Pelaksana.
4. Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen RKU/RDKK, dan apabila
dinilai layak kemudian bank menandatangani akad kredit dengan
petani/kelompok tani, selanjutnya menyalurkan KKP-E kepada Kelompok
Tani.
5. Dalam hal petani/kelompoktani/koperasi bekerjasama dengan Mitra
Usaha (Perusahaan BUMN, BUMD, Koperasi, Swasta lain yang memiliki
usaha bidang pertanian), maka mitra usaha dapat bertindak sebagai
penjamin pasar atau kredit (avalis) sesuai perjanjian pihak yang bermitra.
6. Jika mitra usaha sebagai avalis sebagian pengelolaan kredit sesuai
perjanjian dapat dikuasakan kepada mitra usaha. Bagi mitra usaha
berbentuk koperasi maka koperasi bertindak sebagai penjamin pasar atau
kredit (avalis) terhadap anggotanya.
7. Mitra usaha menjamin pemasaran hasil produksi petani/kelompoktani/
koperasi dan membantu kelancaran pengembalian kreditnya yang
berkoordinasi dengan Bank Pelaksana.
8. Petani/kelompoktani/koperasi mengembalikan KKP-E langsung kepada
Bank pelaksana sesuai jadwal yang disepakati dalam akad kredit.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 77


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Untuk mewujudkan pembiayaan WtE melalui kredit program, diusulkan adanya


pembagian tugas dan tanggung jawab menurut lembag sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya, antara lain mencakup:
a. KLH atau Kementerian ESDM bertugas dan bertanggung jawab dalam hal berikut:
1. Membantu menyusun dan mengembangkan pedoman daftar investasi lingkungan
waste to energy yang berhak mendapatkan fasilitas program insentif lingkungan
2. Memberikan arahan aspek teknis terkait pemenuhan kriteria lingkungan dalam
penyaluran program
3. Menerbitkan panduan teknis obyek investasi yang berhak mendapatkan insentif
pembiayaan
4. Melakukan peningkatan kapasitas dan koordinasi hal teknis terkait pemahaman
terhadap penilaian kontribusi terhadap lingkungan dan pemenuhan kriteria
program
5. Melakukan sosialisasi program pembiayaan WtE
6. Melakukan monitoring terhadap realisasi pengadaan investasi dan pencapaian
kontribusi terhadap lingkungan terkait kriteria program

b. Kementerian Keuangan bertugas dan bertanggung jawab dalam hal berikut:


1. Menyediakan dana APBN sebagai fasilitas subsidi bunga
2. Menetapkan besaran subsidi suku bunga pinjaman
3. Menunjuk bank pelaksana
4. Memberikan persetujuan plafon masing-masing bank

c. Komite Kredit Program, berwenang untuk melakukan evaluasi dan membahas perubahan
dalam kebijakan program yang menjadi acuan pelaksanaan bagi stakeholder.

d. Bank Pelaksana bertugas dan bertanggung jawab untuk menyalurkan pembiayaan


program sesuai mekanisme dan kriteria yang telah ditetapkan. Tugas dan tanggung jawab
Bank Pelaksana secara detail adalah sebagai berikut
1. Menyampaikan komitmen target penyaluran kepada Kementerian Keuangan dan
mempersiapkan dana pembiayaan yang akan disalurkan pada calon Nasabah
2. Melaksanakan pembiayaan program sesuai syarat dan ketentuan
3. Mengidentifikasi calon potensial nasabah baik secara mandiri maupun bersama-
sama dengan TAU.
4. Menganalisa sesuai dengan prosedur dan ketentuan Bank Pelaksana untuk
menentukan apakah pembiayaan kepada calon Nasabah layak untuk dilakukan.
5. Melakukan pencairan pembiayaan kepada Nasabah.
6. Melakukan manajemen risiko atau pembiayaan kepada Nasabah.
7. Menatausahakan dan menagih kewajiban Nasabah.
8. Melakukan monitoring dan evaluasi pembiayaan kepada Nasabah.
9. Melakukan pembinaan bersama dengan KLH atau Kementerian ESDM, untuk
memastikan pembiayaan tersebut sesuai dengan tujuan yang disepakati.
10. Mempunyai komitmen jangka panjang untuk memastikan indikator keberhasilan
program terpenuhi.
11. Menyusun laporan kepada KLH atau Kementerian ESDM atas penyaluran dan
perkembangan usaha Nasabah yang dilaporkan secara periodik.
12. Melakukan hal-hal lain yang sesuai dengan ketentuan pembiayaan Bank Pelaksana.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 78


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

e. Pokja program adalah badan bentukan KLH atau Kementerian ESDM yang bertugas dan
bertanggung jawab untuk melakukan evaluasi dan memberikan masukan di internal KLH
atau Kementerian ESDM terhadap pelaksanaan program.

f. Unit Pendamping Teknis (TAU), dimana tugas dan tanggung jawab utama Unit
Pendamping Teknis atau Technical Assistance Unit (TAU) adalah sebagai berikut :
1. Membantu KLH atau Kementerian ESDM, Kemenkeu, Bank Pelaksana dan calon
nasabah dalam pengembangan waste to energy
2. Mengenalkan dan meningkatkan pemahaman UMKM tentang waste to energy
3. Bersama-sama KLH atau Kementerian ESDM menyusun dan mengembangkan daftar
investasi lingkungan waste to energy yang berhak mendapatkan fasilitas program
insentif lingkungan.
4. Mengembangkan konsep evaluasi dan monitoring KLH atau Kementerian ESDM serta
membantu KLH atau Kementerian ESDM dalam kegiatan monitoring, evaluasi dan
pelaporan
5. Membantu serta memfasilitasi kegiatan sosialisasi dan capacity building stakeholder
termasuk Kemenkeu, Bank Pelaksana dan pihak terkait
6. Membantu studi kelayakan, identifikasi kegiatan dan pengembangan pipeline di Bank
Pelaksana
7. Menyusun laporan kegiatan TAU secara periodik (semester dan tahunan)

Komite Kredit Program

Kementerian Keuangan KLH/KESDM

Pokja Program

Program Pembiayaan TAU


WTE

Nasabah

Gambar 4.3 Tugas dan Tanggung Jawab Lembaga yang Terkait

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 79


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari kegiatan Analisis Biaya Manfaat
Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini antara lain:
b. Beberapa jenis potensi pemanfaatan limbah yang dapat dikonversikan menjadi
energy (WtE atau bioenergi) di Indonesia adalah pemanfaatan biogas dari limbah
industri tahu, biogas dari limbah peternakan sapi, pembangkit listrik dari biogas
limbah industri kelapa sawit (POME), pembangkit listrik dari biomassa pelepah sawit,
pemanfaatan sekam padi untuk pengering/silo padi/jagung, pemanfaatan sampah
perkotaan (urban waste), dan pemanfaatan biogas dari limbah domestik rumah
tangga (kotoran manusia). Berbagai potensi tersebut sudah dimanfaatkan dan
dikembangkan melalui program-program yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH) dan Kementerian ESDM dengan dukungan baik melalui APBN, hibah
internasional, maupun kredit perbankan. Namun, pengembangannya masih dirasa
terbatas dikarenakan terbatasnya anggaran di APBN, dan beberapa program
bantuan sudah berhenti. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan pembiayaan
pengembangan WtE atau bioenergi yang lebih berkelanjutan.
c. Terdapat beberapa jenis peluang dalam pembiayaan untuk pengembangan WtE di
Indonesia, antara lain program dari KLH (sudah berhenti), Kementerian ESDM
(beberapa sudah berhenti), Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan,
Pusat Investasi pemerintah (PIP), kredit perbankan (dari Bank Syariah Mandiri dan
Bank Bukopin dengan dukungan AFD), dan juga kredit program eksisting dengan
berbagai pola (namun belum secara spesifik dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan WtE). Dari berbagai jenis sumber pembiayaan tersebut, Kredit
Program berupa Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) merupakan kredit
program yang eksisting yang dirasa paling sesuai untuk mendukung pengembangan
WtE dikarenakan untuk merealisasikannya tidak membutuhkan waktu yang terlalu
lama bila dibandingkan dengan pilihan yang lain (yaitu dengan merevisi Peraturan
Menteri Keuangan dan menyusun Pedoman Teknis-nya di KLH atau Kementerian
ESDM).
d. Dikarenakan ada batasan dari skema pembiayaan investasi melalui KKP-E terutama
terkait dengan besaran kredit yang dapat diberikan (yaitu maksimum Rp. 100 juta
untuk individu dan maksimum Rp. 500 juta untuk kelompok) dan juga tenor waktu
yang diberikan (yaitu maksimum 5 tahun), jenis pengembangan WtE yang
berpeluang untuk diberikan kredit program adalah pengembangan reaktor biogas
dari limbah industri tahu dan pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan
sapi dimana untuk pengembangannya membutuhkan biaya yang besarnya dapat
kurang dari Rp. 100 juta untuk setip unitnya. Untuk pengembangan jenis WtE yang
lain dapat menggunakan sumber pendanaan yang lain seperti PIP atau skema kredit
program yang baru, dikarenakan pengembangannya dibutuhkan biaya yang lebih
besar dari batas maksimum KKP-E.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 80


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

e. Fokus dari analisis kelayakan keuangan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi
energi pada berbagai jenis pemanfaatan limbah dalam kajian ini mencakup (a)
pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan
reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari
biomassa perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan
biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam
padi. Secara keuangan, hampir semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus
dalam kajian ini layak untuk dikembangkan, namun sangat tergantung dari kondisi
awal. Potensi yang layak adalah pengembangan produk bersih dan biogas dari
limbah industri tahu (pengembangan biogas industri tahu yang dibarengi dengan
pengembangan produk bersih), pengembangan biogas dari limbah/kotoran
peternakan sapi (terutama untuk penggantian gas LPG, sementara untuk
penggantian dari bahan bakar kayu sangat tergantung dari harga kayu bakar di
daerahnya), pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas dari limbah industri
kelapa sawit (POME) (terutama untuk penggantian solar, bukan untuk menjual
produk listriknya), pembangkit listrik dari pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam
padi untuk pemanas/pengering pada silo padi/jagung.
f. Untuk beberapa jenis WtE yang layak secara keuangan tersebut di atas dapat
dilakukan tanpa diberikan dukungan bantuan subsidi bunga. Sedangkan untuk jenis
pengembangan yang tidak layak secara keungan, seperti misalnya pengembangan
biogas industri tahu yang tanpa dibarengi dengan pengembangan produk bersih,
pengembangan biogas dari limbah peternakan sapi untuk penggantian kayu bakar
(yang sangat tergantung harga kayu bakar), dan pengembangan pembangkit listrik
tenaga biogas dari limbah industry kelapa sawit (POME) dimana produk listriknya
dijual, dibutuhkan subsidi bunga atau bantuan lain dalam pembiayaan
pengembangan WtE agar menjadi layak. Namun demikian, untuk mendorong agar
masyarakat tertarik untuk melakukan pengembangan WtE, tetap dibutuhkan insentif
berupa subsidi bunga melalui kredit program untuk semua jenis pengembangan WtE.
g. Secara ekonomi, berdasarkan hasil analisis biaya dan manfaat (CBA), semua
pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini (mencakup (a)
pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan
reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari
biomassa perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan
biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam
padi) layak untuk dikembangkan, dengan rasio manfaat per biayanya (BCR) yang
bervariatif. Variasi dari nilai BCR sangat tergantung dari: (a) besarnya investasi yang
dibutuhkan; (b) kondisi awal dari jenis dan harga energi yang disubstitusi dengan
biogas dan biomassa (WtE atau bioenergi); (c) pemanfaatan/penggunaan dari
produk WtE.
h. Berdasarkan pengalaman dari berbagai negara yang mengembangkan WtE, terdapat
beberapa kunci sukses dalam pengembangan WtE, antara lain: (a) Harga energi fosil
dan listrik yang tinggi dan tidak bersubsidi; (b) Dilakukan untuk mensubstitusi jenis
energi fosil yang digunakan; (c) Keberlanjutan ketersediaan limbah; (d) Terbatasnya
lahan untuk pembuangan limbah; (e) Tingginya tipping fee untuk pembuangan
sampah/limbah; (f) Kebijakan untuk lebih mendukung pengembangan WtE; dan (g)
Dukungan public akan pengembangan WtE.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 81


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

5.2. Saran/Rekomendasi Kebijakan


Saran/rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan dari kegiatan Analisis Biaya
Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini antara
lain:
a. Masih terdapat perbedaan teknis terkait ukuran, spesifikasi, dan standar biaya untuk
pengembangan setiap jenis WtE. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut,
diperlukan koordinasi dan penyepakatan diantara kementerian teknis yang terkait,
yaitu Kementerian ESDM dan KLH.
b. Untuk pengembangan WtE awal, dapat dilakukan melalui kredit program dengan
pola subsidi bunga yang eksisting saat ini, yaitu skema Kredit Ketahanan Pangan dan
Energi (KKP-E) untuk 2 (dua) jenis pengembangan WtE yang potensial, yaitu biogas
dari limbah industri tahu dan biogas dari kotoran sapi.
c. Untuk pengembangan WtE yang lain (pembangkit listrik dari biogas POME dan
biomassa pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk
pemenas/pengering/silo padi/jagung), dapat menggunakan skema PIP, pembiayaan
perbankan atau skema kredit program yang baru.
d. Agar dalam pengembangan WtE melalui kredit program tidak tumpang tindih
dengan program-program yang sudah ada, terutama dari Kementerian ESDM dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan, maka perlu dilakukan
penentuan kriteria penerima manfaat (beneficiaries) dan pemetaan lokasinya
(zoning), baik oleh Kementerian ESDM maupun KLH.
e. Bank Pelaksana adalah pelaku utama yang menjadi faktor penentu dalam
keberhasilan pelaksanaan program pengembangan WtE melalui kredit program.
Untuk pelibatannya, diperlukan sosialisasi, baik oleh Kementerian Keuangan, KLH
dan Kementerian ESDM untuk mendorong mereka agar tertarik dalam pembiayaan
WtE. Selain sosialisasi, diperlukan juga dukungan teknis dari kementerian teknis (KLH
dan Kementerian ESDM) untuk membantu perbankan, misalnya melalui technical
assistant (TA) dalam pengembangan WtE. Bank Pelaksana yang diprioritaskan adalah
perbankan yang pernah atau sedang melakukan pembiayaan melalui kredit terhadap
pengembangan WtE, antara lain Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan beberapa
Bank Pembangunan Daerah.
f. Sebagai payung hukum pelaksanaan KKP-E untuk pengembangan WtE, dibutuhkan
revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu Perubahan Ketiga atas PMK Nomor
79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) di
Kementerian Keuangan RI. Selain itu, di kementerian teknis (yaitu KLH dan/atau
Kementerian ESDM), dibutuhkan Peraturan Menteri LH atau Peraturan Menteri
ESDM terkait dengan pedoman teknis pelaksanaan KKP-E untuk pengembangan WtE,
seperti yang juga dilakukan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pelaksanaan KKP-E.

5.3. Langkah Tindak Lanjut


Dari hasil pelaksanaan kajian tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan
Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini, masih banyak langkah tindak

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 82


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

lanjut yang diperlukan untuk merealisasikan, baik yang dilakukan oleh kementerian teknis
(yaitu KLH dan Kementerian ESDM), Kementerian Keuangan maupun Bank Pelakana. Guna
menindaklanjuti hasil kajian ini, masih diperlukan FGD kembali dengan pihak perbankan
selaku pelaksana dari rencana kegiatan Kredit Program bagi WtE ini, yang akan dilaksanakan
oleh Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI) Direktorat Jenderal Perbendahaaran
Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI.
Beberapa hal yang juga masih perlu dilakukan, terutama oleh kementerian teknis,
antara lain:
a. Penentuan kriteria calon penerima manfaat (beneficiaries) dari program, baik dari
sisi KLH maupun Kementerian ESDM. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih
program ini dengan kegiatan/program serupa yang lain yang sedang dilaksanakan
oleh KLH maupun Kementerian ESDM. Pemetaan (zonasi) penerima manfaat antara
program-program yang sedang berlangsung dengan program yang akan diusulkan
dibiayai dengan kredit program juga menjadi penting. Dengan adanya kriteria
penerima manfaat dan pemetaannya yang jelas, maka diharapkan program ini akan
lebih tepat sasaran.
b. Penyusunan daftar calon bank pelaksana (beserta contact person (CP)-nya) yang
sudah berpengalaman dalam mendukung dan melaksanakan program-program
terkait dengan lingkungan maupun energi yang selama ini telah menjadi mitra baik
KLH, Kementerian ESDM maupun Kementerian Keuuangan. Diharapkan dengan
adanya kesediaan dari bank pelaksana yang berpengalaman, maka program ini akan
lebih mudah untuk dijalankan dan tujuan dari program ini akan lebih tepat sasaran.
c. Dalam menuju proses penyiapan rancangan peraturan berupa Rancangan Peraturan
Menteri Keuangan dan juga peraturan dari kementerian teknis, maka diharapkan
agar KLH dan Kementerian ESDM kiranya dapat mempersiapkan nama dan alamat
calon penerima manfaat (beneficiaries) dalam sebuah daftar yang nantinya dapat
disampaikan kepada Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI), Direktorat
Jenderal Perbendahaaran Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI sebagai dasar
dalam disbursement subsidi nantinya.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 83


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2012. Implementasi Rencana Aksi


Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK), Jakarta; Direktorat
Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Bank Indonesia, 2010. Studi Kelayakan Usaha Sapi Potong di Kabupaten Langkat Sumatera
Utara, Medan: Bank Indonesia Medan.
_________, 2012. Kajian Kesiapan Umkm Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses
Pembiayaan, Jakarta: Bank Indonesia.
Husnan, Suad dan Suwarsono Muhammad (2000). Studi Kelayakan Proyek, Edisi-4,
Yogyakarta; UPP AMP YKPN.
Ibrahim, Yacob. 2003. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi revisi. Jakarta ; Rineka Cipta.
Intergovernmental Panel on Climate Change, 2007. Summary for Policymakers : A report of
Working Group I of the Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC.
Kamaluddin, 2004. Studi Kelayakan Bisnis, Malang; Dioma.
Kasmir, Jakfar, 2003. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi-1, Jakarta; Prenada Media.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012. Kajian Teknis Peluang Pemanfaatan
Biogas Untuk Pembangkit Sendiri Pada Industri, Jakarta ; Direktorat Jenderal Energi
Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.
_________, 2012. Kajian Kelayakan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Dari Limbah Cair PKS
Di Kabupaten Rokan Hulu, Jakarta ; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan
dan Konservasi Energi.
_________, 2012. Studi Kelayakan : Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas Tandun
PTPN V Riau, Jakarta ; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi
Energi.
_________, 2012. Studi Kelayakan : Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT
Nubika, Jakarta ; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi
Energi.
_________, 2012. Studi Kelayakan : Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas Se
Mangkei Sumut, Jakarta ; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi.
_________, 2012. Program Pengembangan Bioenergi di Indonesia, Jakarta ; Direktorat
Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.
_________, 2013. Peluang dan Tantangan Pengembangan WtE di Indonesia, Jakarta;
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.
Kementerian Keuangan, 2013. Peluang Pemanfaatan KKP-E Untuk Pembiayaan
Waste to Energy, Jakarta; Direktorat Sistem Manajemen Investasi Kementerian
Keuangan.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 84


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Kementerian Lingkungan Hidup, 2009. Ragam Investasi WtE : PLTU Mini dengan Pelepah
Sawit di Mamaju, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.
_________, 2009. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2009
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 10A Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Penyaluran Pembiayaan Bagi
Kegiatan Debt for Nature Swap (DNS) Dengan Pemerintah Jerman Untuk Investasi
Lingkungan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK), Jakarta; Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan
_________, 2010. Ragam Investasi WtE : Industri Tahu dan Reaktor Biogas di Bekasi,
Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.
_________, 2010. Ragam Investasi Industri WtE: Ragam Investasi WtE : Industri Tahu dan
Reaktor Biogas di Klaten, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.
_________, 2010. Ragam Investasi Industri WtE : Ragam Investasi WtE : Pengering Gabah
dan Sekam di Sumbawa, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.
_________, 2012. Ragam Investasi Industri WtE : Reaktor Biogas Limbah Kotoran Sapi di
Pasuruan, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.
_________, 2013. Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi (Waste to Energy), Jakarta;
Asdep Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan, Kementerian
Lingkungan Hidup.
Kementerian Pekerjaan Umum, 2001. Kajian Metode Analisis Biaya-manfaat Hasil Litbang,
Jakarta : Puslitbang Sosial, Ekonomi dan Lngkungan.
Kementerian Pertanian, 2012. Pedoman Teknis Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E),
Jakarta. Direktorat Pembiayaan Pertanian Kementerian Pertanian.
Kuncoro. Kukuh Siwi, 2010. Studi Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah 10 MWe
di Kota Medan ditinjau dari Aspek Teknis, Ekonomi dan Lingkungan, Medan:
Fakultas Teknologi Industri ITS.
Lahming, 2012. Rancang Bangun Alat Pengering Biji-Bijian Hasil Pertanian Tipe Kontinyu
Bahan Bakar Biomassa Ramah Lingkungan, Makassar : Universitas Negeri
Makassar
Mulyantara. Lilik T, dkk, 2008. Simulasi Pengering Jagung Pipilan Menggunakan Alat
Pengering Surya Tipe Rumah Kaca (ERK) - Hybrid Dengan Pengering Silinder
Berputar, Bogor : Institut Pertanian Bogor .
NASA, 2007. Global Warming to Cause More Severe Tornadoes, Storms, Fox News: August
31, 2007.
Putri, Agita Kirana, 2008. Studi Kelayakan Usaha Ternak Sapi Perah Rakyat di Wilayah
Kabupaten Bogor, Bogor ; Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Sugiarto, Lilik, dkk, 2008. Studi Kelayakan Pembuatan Biogas dari Fases Sapi sebagai Sumber
Energi Alternatif, Yogyakarta; Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri
Institut Sains & Teknologi AKPRIND.
Sutoyo, S, 2003. Studi Kelayakan Proyek : Konsep dan Teknik, Jakarta: Badan Penerbit LPPM.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 85


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Umar, Husein, 2005. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi-3, Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.
Zubir, Z., 2006. Studi Kelayakan Usaha, Jakarta ; Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,.

Web :
Asep Budi Brata, RMOL : Upaya BI dalam Mendongkrak Peningkatan Penyaluran Kredit
Program Melalui Kemitraan Strategis
http://www.rmol.co/read/2011/12/01/47602/Upaya-BI-dalam-Mendongkrak-
Peningkatan-Penyaluran-Kredit--Program-Melalui-Kemitraan-Strategis-
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia
http://www.menlh.go.id/
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
http://www.esdm.go.id/
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
http://www.bappenas.go.id/

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 86


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

LAMPIRAN-LAMPIRAN

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 87


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Lampiran 1 : Hasil Survey Lapangan Pengembangan Waste to Energy: Yogyakarta,


Pasuruan (via Malang), dan Palembang

A. Yogyakarta:
Rangkuman Laporan Kegiatan Survei Penggunaan Limbah Tahu
di Kabupaten Kulonprogo, Provinsi DI Yogyakarta
Latar Belakang
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada
umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik dalam air buangan tersebut dapat
berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Kandungan organik tinggi ini yang
berpotensi melepas emisi metana. Seperti perlakukan limbah kotoran sapi, limbah industri
tahu tersebut juga dapat diolah dengan reaktor biogas. Penataan produksi bersih di bagian
proses perlu dilakukan untuk memastikan kondisi limbah cukup memenuhi syarat untuk
diolah dalam reaktor biogas.
- Industri tahu adalah industri berbasis UMK, bertempat di pemukiman, menggunakan
banyak sumber daya air dan berpotensi mengakibatkan pencemaran, disamping sifat
industrinya sendiri yang telah turun-menurun memberi manfaat bagi kehidupan
masyarakat sekitarnya;
- Industri ini sangat tipis dalam permodalan dan omset yang dijalankan, sehingga
permasalahan tambahan seperti air buangan dan bau, belumlah menjadi perhatian
serius. Di sisi lain, industri ini telah banyak memberi kontribusi bagi pembangunan
gizi masyarakat, dengan mengolah bahan berprotein tinggi (kedelai), menjadi bahan
makanan murah yang berpotensi cukup luas dapat dinikmati masyarakat golongan
ekonomi apapun;
- Perlu adanya perbaikan dalam proses-peralatan-tata/ruang, diharapkan efisiensi
proses akan meningkat, termasuk efisiensi penggunaan air;
- Diharapkan juga pendapatan bertambah, sehingga permasalahan lingkungan akan
semakin dekat untuk diselesaikan, setelah semakin terpenuhinya harapan terbesar
industriawan dalam meraih laba;
- Perlu adanya teknologi pengolahan limbah, yang sebisa mungkin sekaligus
memanfaatkan buangan tersebut, sehingga dengan nilai tambah yang diperoleh,
mendorong upaya penangulangan pencemaran akibat buangan industri ini akan
teratasi dengan kesadaran dari pemilik.

Investasi Produksi Bersih dan Reaktor Biogas Tahu


- Kedelai diproses dengan kaidah produksi bersih yaitu mengefisiensikan ruang proses,
mendorong perilaku penghematan air dan energi, merubah cara produksi sehingga
lebih bersih dan efisien, mengendalikan pencemaran, memanfaatkan buangan.
- Mengoptimalkan ruang pengolahan 100 kg kedelai per hari dapat dimaksimalkan
menjadi 400 kg kedelai per hari dengan nilai investasi yang sama karena faktor
penghematan waktu kerja

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 88


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

- Penghematan konsumsi air (menghemat biaya listrik)


- Menurunkan konsumsi bahan bakar lebih dari 20 persen (menghemat biaya
produksi)
- Perbaikan kualitas tahu dari sisi tampilan dan cita rasa karena perubahan cara masak
- Mendapat nilai ekonomi tambahan dari pemanfaatan buangan limbah cair yang
diproduksi menjadi biogas sebagai sumber bahan bakar pengganti di rumah tangga
untuk memenuhi kebutuhan 4 KK
- Menyelesaikan permasalahan limbah dan dampak lingkungan sehingga industri tahu
dapat diterima di pemukiman

Deskripsi Usaha Tahu Tradisional


Usaha tahu tradisional menggunakan metode masakan langsung. Bubur tahu di
campur air dan dipanaskan langsung di atas api dengan pengadukan terus menerus. Proses
masakan menggunakan bahan bakar kayu bakar. Proses penggumpalan telah menggunakan
air asaman dari buangan hasil penggumpalan. Hasil gumpalan tahu dicetak lempengan dan
dipotong sesuai ukuran pesanan.
Dari sisi konsumsi air, pengerajin masih menggunakan air tanpa kontrol ukuran
terutama di bagian pencucian dan pembilasan awal kedelai. Air buangan juga tercampur
antara air buangan netral dari cucian dan air buangan asam dari pasca proses masakan.
Dalam sistem produksi tradisional ini, produsen tahu relatif lebih besar mengkonsumsi air
dan energi. Bahan bakar saat ini menggunakan kayu bakar yang relatif semakin langka dan
harga relatif mahal.
Dengan kondisi ini, maka perlu dilakukan pembenahan proses produksi, mengatur
konsumsi air, mendapatkan bahan bakar alternatif pengganti kayu bakar dan berupaya
mengolah limbah cair dengan biodegester. Upaya pengolahan limbah cair dengan
biodegester juga memberi nilai tambah ekonomi dengan dihasilkannya biogas yang dapat
menjadi energi alternatif rumah tangga.

Reduce Limbah Tahu


Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) menjadi sebuah tatanan yang memiliki
keterkaitan antara proses satu dengan lainnya. Pengelohan Limbah terpadu saat ini
cenderung mengarah pada sebuah pengolahan yang bisa menghasilkan sebuah benefit
finansial yang menguntungkan untuk semua pihak. Prinsip terpadu dalam pengolahan
limbah diterapkan dalam sebuah siklus ekologi industri. Konsep ini berawal dari sistem
biologi yang dikenal dengan sebuah ekosistem yang didalamnya terdapat sebuah rantai
makanan bagi spesies yang ada di dalamnya. Upaya penerapan produksi bersih (cleaner
production) dengan cara penataan proses produksi yang baik dari mulai tempat proses
pencucian, penempatan peralatan yang tepat, penggunaan air yang bersih sehingga limbah
padat maupun limbah cair berkurang merupakan salah satu dari upaya pengelolaan limbah
yang mengacu pada prinsip 3R yaitu Reduce (upaya pengurangan). Selain itu, upaya Reduce
yang lainnya dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikroalga dapat mengatasi limbah

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 89


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

pabrik tahu. Teknologi pembiakan Chlorella sp. dapat dikembangkan sehingga secara terus-
menerus dapat mengubah limbah cair tahu menjadi biomassa.

Desain Ideal
Adanya perubahan konsep proses pengolahan kedelai, untuk mendorong
tercapainya laba yang berlipat. Proses pembuatan tahu banyak menggunakan air sehingga
limbah cair lebih banyak dibandingkan limbah padat tahu Limbah cair dari industri tahu
banyak mengandung bahan organik yang baik untuk perkembangan mikroorganisme,
limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu sekitar 15-20 liter/kg bahan baku kedelai.
Total Suspended Solid (TSS) sekitar 30 Kg/Kg bahan baku kedelai, Biological Oxygen Demnad
(BOD) 65 g/ Kg bahan baku kedelai dan Chemical Oxygen Demand (COD) 130 g/ Kg bahan
baku kedelai. Pengolahan limbah cair secara biologi dengan menggunakan mikroorganisme
dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
- Pengolahan limbah secara anaerob. Limbah cair mengalami proses penguraian
dengan bantuan mikroorganisme anaerob, mikroorganisme yang dapat hidup tanpa
memerlukan oksigen bebas.
- Pengolahan limbah secara aerob. Limbah cair mengalami proses penguraian dengan
bantuan mikroorganisme aerob, mikroorganisme yang memerlukan oksigen bebas
untuk hidup.
Mikroorganisme, seperti bakteri dapat berkembang biak dengan baik menghasilkan
biogas. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses pembusukkan bahan organik oleh
bakteri pada kondisi anaerob.
Salah satu sumber energi yang ramah lingkungan dan murah adalah biogas. Biogas
dapat diperoleh dari proses fermentasi limbah organik dengan bantuan mikroorganisme.
Limbah cair tahu memungkinkan untuk dijadikan penghasil biogas.

Keadaan di Lapangan (Lokasi Survei)


- Kapasitas Biodigaster 90M3
- Dengan adanya pemanfaatan limbah tahu sebagai sumber energi alternatif
memberikan dampak terhadap peralihan penggunaan dari gas LPG ke gas limbah
tahu. Tidak menggunakan lagi gas LPG 3Kg;
- Pemanfaatan biogas dari biodigaseter :
a) Menyalurkan 15 tungku kompor yang didistribusikan ke rumah tangga setara
dengan penggunaan gas LPG 3Kg. Untuk menunjang kebutuhan masak rumah
tangga membutuhkan 1 - 2 tabung gas LPG 3Kg dalam 1 minggu. Harga gas LPG
tabung ukuran 3Kg sebesar Rp. 18.000,00.
b) Menyalurkan 3 tungku kompor yang digunakan untuk kegiatan industri tahu
setara dengan gas @12Kg. Untuk menunjang kegiatn industri tahu membutuhkan
2 tabung gas @12Kg dalam 1 bulan. Harga LPG 12Kg mencapai Rp. 72.000,00.
c) Jika penggorengan tahu dilakukan dengan kayu bakar tanpa biogas maka setiap
bulannya membutuhkan kayu 5 rit kayu dengan harga kayu sebesar Rp.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 90


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

1.000.000 per rit. Sedangakan jika penggorengan tahu hanya mengandalkan


biogas maka hanya membutuhkan bahan bakar kayu sebanyak 1 rit dalam setiap
bulannya. Dengan kata lain, penggunaan biogas dari limbah tahu dapat
menghemat kayu sebanyak 4 rit per bulannya.
- Dengan adanya pemanfaatan limbah tahu sebagai sumber energy alternative
memberikan dampak penghematan biaya pada industri tahu dan rumah tangga
sebesar 90 persen.
- Kapasitas produksi tahu di lokasi survei sebanyak 250 300 Kg per hari.
- Potensi penggunaan biogas yang berasal dari limbah tahu di wilayah survei antara
lain terdapat 15 pengrajin tahu dalam satu dusun yang belum memanfaatkan limbah
tahu sebagai sumber energy alternative.

Bentuk Investasi yang dapat diberikan


Refinancing dan penambahan beberapa peralatan untuk optimasi, penataan dan
relokasi proses-peralatan-tata/ruang serta penanganan dan pemanfaatan limbah dengan
instalasi reaktor biogas.

Kesimpulan
Perubahan peralatan dan penataan ruang produksi sesuai cara kerja proses produksi
bersih memberikan keuntungan lingkungan dan ekonomi. Tujuan perubahan peralatan dan
penataan ruangan adalah untuk menjadikan proses produksi tahu lebih ramah lingkungan
dan efisien (ekoefisiensi) menggunakan sumber daya bahan baku kedelai, bahan bakar
pemanas dan terutama konsumsi air. Pada ujung proses tujuan utamanya adalah menekan
jumlah limbah baik padat (ampas tahu) dan limbah cair sebagai upaya menekan dampak
negatif keberadaan industri tahu. Pemanfaatan limbah dengan instalasi reaktor biogas,
penambahan unit reaktor biogas untuk memanfaatkan buangan air asam sebagai sumber
produksi biogas. Gas tersebut dapat dipergunakan sebagai energi alternatif untuk kompor
rumah tangga atau tambahan panas untuk tungku ketel uap.

Responden : Bapak Adjid


CP : 081215510111

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 91


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

B. Pasuruan (via Malang)

Laporan Kegiatan
Pengumpulan Data dan Peninjauan Lapangan
Atas Pembiayaan Program Waste to Energy (WtE)
Selasa s.d. Rabu / 11 s.d. 12 Desember 2013

Waktu dan Tempat Pelaksanaan


- Hari/tanggal : Selasa s.d. Rabu / 11 s.d. 12 Desember 2013
- Tempat : Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan, Nongkojajar,
Pasuruan, Jawa Timur
- Kontak : Responden 1. H. Hariyanto (08125228446)
Responden 2. Tri (085234095571)
Responden 3. Mukhlisin (085646711797)

Pada tanggal 11 s.d. 12 Desember 2013 bertempat di Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP)
Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur, PKPPIM yang diwakili oleh Staf Bidang
Perubahan Iklim I mengikuti kegiatan lapangan bersama perwakilan dari Direktorat
Bioenergi Kementerian ESDM, perwakilan dari Asdep Ekonomi Lingkungan Kementerian
Lingkungan Hidup, dan konsultan dari Universitas Indonesia untuk pengumpulan data dan
peninjauan lapangan tahap II atas pembiayaan program Waste to Energy (WtE) pada para
peternak sapi yang telah berhasil mengimplementasikan pengelolaan biogas skala rumah
tangga (Biogas Rumah/BIRU).

A. Pendahuluan
Agenda pokok kegiatan adalah menghimpun segala data yang ada untuk mendukung
penyusunan kajian pembiayaan WtE yang sedang dilaksanakan. Sebelumnya PKPPIM
bersama dengan Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan, Direktorat Bioenergi, dan Konsultan
dari Universitas Indonesia pada tanggal 23 November 2013 telah melaksanakan
pengumpulan data dan peninjauan lapangan tahap I atas pembiayaan program Waste to
Energy (WtE) pada para pengusaha tahu/tempe di Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. Kegiatan
tahap II ini merupakan kelanjutan dari kegiatan tahap I tersebut.

B. Pembahasan
Sekilas tentang KPSP Setia Kawan
1) Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan Nongkojajar merupakan
koperasi terbesar di Provinsi Jawa Timur yang berdiri tahun 1967. Hasil utamanya
adalah susu sapi segar. Berada di lereng sebelah barat Pegunungan Tengger di
ketinggian 400-2.000 meter, wilayah kerja KPSP Setia Kawan meliputi 12 desa yang
termasuk pada Kecamatan Tutur Nongkojajar. Sejak tahun 1979, PT.Nestle Indonesia
merupakan perusahaan yang menampung seluruh produksi susu segar dari Anggota

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 92


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

KPSP Setia Kawan Nongkojajar. Tingkat produksi saat ini telah meningkat secara
signifikan dan sekarang mampu meng-output sekitar 50.000-60.000 liter susu per
harinya. Sampai dengan saat ini, KPSP Setia Kawan memiliki anggota terdaftar
sebanyak 8.094 peternak sapi yang terbagi menjadi 63 kelompok perwakilan, dimana
yang masih aktif yaitu sebanyak 4.352 peternak. Simpanan wajib bagi anggota
sebesar Rp. 31.000 dimana sebesar Rp. 25.000 untuk simpanan pokok dan Rp. 6.000
untuk administrasi.
2) Usaha ternak sapi perah di Nongkojajar Pasuruan Jawa Timur tidak hanya
menghasilkan produk utama susu segar, tapi juga mampu menghasilkan produk
sampingan berupa energi alternatif biogas dan pupuk organik, sehingga siklus
kegiatan peternakan selain mampu meningkatkan nilai ekonomi juga menjaga
kelestarian lingkungan.
3) KPSP Setia Kawan pada awalnya hanya bergerak di bidang penampungan susu segar,
simpan pinjam, serta perdagangan dan jasa. Seiring dengan kemajuaan usahanya,
perkembangan populasi sapi perah dari tahun ke tahun juga semakin bertambah.
Diakui peningkatan populasi sapi perah juga berhasil meningkatkan pendapatan
peternak. Namun di sisi lain, peningkatan populasi sapi perah juga meningkatkan
produksi kotoran sapi yang berdampak menimbulkan masalah polusi lingkungan dan
mengganggu kesehatan.
4) Berangkat dari pertimbangan tersebut maka koperasi kemudian mengajak para
anggotanya untuk memanfaatkan kotoran sapi perahnya menjadi energi alternatif
melalui proses reaktor biogas. Maka, sejak tahun 1989 koperasi merintis
membangun dua unit reaktor biogas skala rumah tangga untuk dimanfaatkan dua
keluarga di Desa Tutur dan Desa Gendro.
5) Biogas yang dihasilkan sangat membantu kebutuhan energi rumah tangga peternak.
Biogas dimanfaatkan untuk bahan bakar genset, lampu penerangan, memasak, serta
water heater (pemanas air) yang sangat dibutuhkan bagi warga yang berada di
kawasan kaki Gunung Bromo yang dingin.
6) Limbah kotoran sapi yang telah diambil gasnya (bio-slurry) yang jumlahnya
melimpah juga bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik yang sangat dibutuhkan para
petani maupun peternak sebagai pupuk tanaman bunga krisan, cabe, paprika, apel,
tebu, pembibitan pohon keras, serta rumput Setia, yakni rumput jenis gajah yang
daunnya halus tak berbulu dan disukai sapi. Sehingga dengan melimpahnya produk
pupuk organik juga berdampak pada pelestarian lingkungan dan peningkatan
pendapatan peternak maupun petani.
7) Dengan ketersediaan energi alternatif biogas, warga juga tidak lagi merambah hutan
guna menebang tanaman keras untuk kayu bakar, sehingga berdampak pula pada
pelestarian sumber air yang juga sangat dibutuhkan peternak dalam memelihara sapi
perahnya. Disebutkan, setiap ekor sapi perah setiap harinya membutuhkan air
antara 80 hingga 150 liter. Sementara itu, sekitar separuh dari 150 sumber air yang
ada sempat kering. Namun setelah adanya pengembangan energi alternatif biogas
yang berdampak pada pelestarian lingkungan, kini banyak sumber air di Nongkojajar
yang sempat mati telah kembali mengalirkan air lagi.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 93


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

8) KPSP Setia Kawan pernah meraih beberapa penghargaan pada tahun 2012, yaitu di
antaranya: Penghargaan Pemasok Susu Terbaik dan wawasan lingkungan dari PT.
Nestle Indonesia; Penghargaan Energi Prakarsa dari Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral Republik Indonesia; dan Penghargaan Kalpataru kategori
Penyelamat lingkungan dari Presiden RI dalam rangka Hari Lingkungan Hidup
Sedunia. KPSP Setia Kawan, Nongkojajar memperoleh Kalpataru kategori kelompok
penyelamat lingkungan karena keberhasilannya membangun 883 unit biogas untuk
mengolah kotoran sapi yang populasinya mencapai 17.765 ekor yang bisa
dimanfaatkan untuk 1.253 rumah tangga, dan menghasilkan pupuk organik, serta
melestarikan lingkungan.

Sekilas tentang Biogas Rumah (BIRU)


1) Rata-rata setiap rumah tangga di Nongkojajar mempunyai 3 s.d. 4 ekor sapi. Setiap
ekor sapi dapat menghasilkan rata-rata 11 liter susu/hari.
2) Sebagai gambaran, 1 kg kotoran ternak sapi menghasilkan sekitar 37 liter biogas.
Satu buah kompor dalam waktu 1 jam menghabiskan 400 liter biogas atau 0,22
1,10 m3 per jam dan satu buah lampu dalam waktu 1 jam menghabiskan 100 -150
liter biogas atau 0,07 0,14 m3 per jam. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan biogas,
peternak setiap harinya membutuhkan sekitar 50-60 kg kotoran sapi, atau setara
dengan 1 ember cat ukuran 50 kg diisi penuh. Satu ekor sapi perah secara normal
menghasilkan 25-30 kg kotoran setiap harinya.
3) Setiap 30 kg kotoran sapi pada biodigester tipe 8m3 akan mengasilkan pupuk slurry
(kotoran kering) sebanyak 10 kg. Dimana setiap 1 kg pupuk slurry dihargai Rp. 1.500.
4) Reaktor biogas berfungsi mengubah kotoran binatang, kotoran manusia dan materi
organik lainnya menjadi biogas. Konsumsi biogas untuk skala rumah tangga antara
lain digunakan sebagai bahan bakar memasak dan lampu untuk penerangan.
5) Teknologi reaktor BIRU adalah reaktor kubah beton (fixed-dome) yang diadaptasi
dari sistem yang telah digunakan di negara lain seperti Bangladesh, Kamboja, Laos,
Pakistan, Nepal, dan Vietnam. Reaktor kubah beton ini terbuat dari batu-bata dan
beton yang tertutup di bawah tanah. Sistem ini terbukti aman bagi lingkungan dan
berfungsi sebagai sumber energi yang bersih. Di Nepal, teknologi ini telah digunakan
oleh lebih dari 200 ribu rumah tangga selama lebih dari 15 tahun dengan 95 persen
reaktor masih berfungsi.
6) Bangunan kubah beton biogas ini dapat bertahan minimal 15 tahun dengan
penggunaan dan perawatan benar. Perawatannya mudah, hanya membutuhkan
pemeriksaan sesekali dan jika butuh penggantian pipa dan perlengkapan. Untuk
mengoperasikan satu unit, dibutuhkan setidaknya dua sapi atau tujuh babi (atau 170
ayam) untuk memproduksi bahan baku (kotoran) yang cukup agar reaktor dapat
memproduksi gas yang dapat mencukupi kebutuhan dasar memasak dan
penerangan lampu rumah tangga (petromak).
7) Ada 6 bagian utama dari reaktor BIRU yaitu: Inlet (tangki pencampur) tempat bahan
baku kotoran dimasukkan, reaktor (ruang anaerobik/hampa udara), penampung gas
(kubah penampung), outlet (ruang pemisah), sistem pipa penyalur gas dan lubang

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 94


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

penampung ampas biogas atau lubang pupuk kotoran yang telah terfementasi.
Campuran kotoran dan air (yang bercampur dalam inlet atau tangki pencampur)
mengalir melalui saluran pipa menuju kubah. Campuran tersebut lalu memproduksi
gas setelah melalui proses pencernaan di dalam reaktor. Gas yang dihasilkan lalu
ditampung di dalam ruang penampung gas (bagian atas kubah). Kotoran yang sudah
berfermentasi dialirkan keluar dari kubah menuju outlet. Ampas ini dinamakan bio-
slurry. Ia akan mengalir keluar melalui overflow outlet ke lubang penampung slurry.
Gas yang dihasilkan di dalam kubah lalu mengalir ke dapur melalui pipa.
8) Reaktor Biodigester yang biasanya dibuat oleh KPSP Nongkojajar terdiri dari
Biodigester tipe 6m3 untuk 1 rumah tangga, 8m3 untuk 2 rumah tangga, 10m3 untuk
3 rumah tangga, dan 12m3 untuk 4 rumah tangga. KPSP Setia Kawan paling banyak
melayani permintaan anggota untuk membangun Biodigester yang tipe 8m3.
9) Untuk reaktor berkapasitas 6 m3 membutuhkan bahan baku kotoran sebanyak 40
60 kg/hari dan jumlah tersebut masih bisa dipenuhi dari 3 ekor sapi perah.
10) Dengan pemeliharaan yang baik, umur reaktor bisa mencapai 15 tahun.

Sekilas tentang Pendanaan Reaktor BIRU di KPSP Setia Kawan


1) KPSP Setia Kawan mempunyai suatu divisi simpan pinjam yang mana salah satu
pembiayaannya adalah adanya kredit pengadaan reaktor biogas.
2) Harga rata-rata sapi per ekor yakni mencapai Rp. 10 juta Rp. 15 juta per ekor.
Kebutuhan ekor sapi untuk membangun Biodigester :
- Tipe 6m3 membutuhkan 5-8 ekor sapi;
- Tipe 8m3 membutuhkan 8-10 ekor sapi;
- Tipe 10m3 membutuhkan 10-12 ekor sapi; dan
- Tipe 12m3 membutuhkan 12-14 ekor sapi.
3) Biaya untuk membangun Biodigester :
- Tipe 6m3 sebesar Rp. 10 juta;
- Tipe 8m3 sebesar Rp. 12 juta;
- Tipe 10m3 sebesar Rp. 14 juta; dan

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 95


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

- Tipe 12m3 sebesar Rp. 16 juta.


4) Misal untuk pembangunan tipe 8 m3, HIVOS (organisasi pembangunan nirlaba non-
pemerintah dai Belanda) mensubsidi 2 juta, dimana dibayarkan sebesar Rp. 1,9 juta
pada waktu awal dan sisanya pada saat inspeksi dalam dua semester pertama. Untuk
biaya yang tidak disubsidi HIVOS, Nestle memberikan kredit pinjaman tanpa bunga
yang harus dilunasi selama 3 tahun dan BSM (Bank Syariah Mandiri) melalui
pendanaan DNS (debt nature swap) KLH memberikan kredit pinjaman yang berbunga
lunak dengan jangka waktu pelunasan lebih panjang yaitu 5 tahun.
5) Seluruh pembiayaan tersebut dikelola oleh koperasi dan kemudian disalurkan
kepada masyarakat dengan iuran wajib ke koperasi sebesar Rp. 42.000/10 hari
dengan jangka waktu pelunasan selama 5 tahun. Kredit pinjaman dari BSM ini yang
dinilai lebih menarik karena walaupun berbunga lunak, namun jangka waktu
pelunasannya lebih panjang dari jangka waktu Nestle sehingga yang dibayarkan
bulanan oleh peternak ke koperasi tidaklah terlalu besar. Hal ini dirasa tidak
memberatkan oleh para peternak karena peternak rata-rata memiliki 3 ekor sapi
dimana tiap ekornya dapat menghasilkan 13 liter susu/hari, dan dapat menghasilkan
pendapatan Rp. 1.250.000/10 hari dengan biaya perawatan dan pakan sebesar Rp.
350.000/10 hari.
6) Mekanisme koperasi untuk mendapatkan pendanaan pun juga tidaklah gampang.
Untuk pengajuan pendanaan ke BSM, koperasi harus menanggung biaya
pembangunan terlebih dahulu, baru setelah reaktor selesai dibangun, baru dapat
diajukan pembiayaanya ke BSM.
7) Aspek Manfaat :
- Penghematan konsumsi Gas LPG
Dengan adanya pemanfaatan kotoran sapi menjadi gas, rumah tangga tidak lagi
menggunakan gas LPG sebagai bahan bakar untuk memasak. Pemanfaatan gas
biodigaster dapat memberikan manfaat penghematan pengeluaran untuk
membeli gas. Setiap rumah tangga membutuhkan 3 tabung gas LPG/10 hari.
Harga gas LPG Rp. 18.000. Maka rumah tangga dapat menghemat pengeluaran
sebesar RP. 54.000/10 hari.
Masing-masing ukuran biodigaster dapat menghasilkan titik penggunaan kompor
(Asumsi bahwa setiap rumah tangga memiliki 2 titik komor):
 Tipe 6m3 menghasilkan 2 titik kompor untuk 1 rumah tangga;
 Tipe 8m3 menghasilkan 4 titik kompor untuk 2 rumah tangga;
 Tipe 10m3 menghasilkan 6 titik kompor untuk 3 rumah tangga; dan
 Tipe 12m3 menghasilkan 8 titik kompor untuk 4 rumah tangga.
- Penghematan Penggunaan Kayu Bakar
Dengan menggunakan gas yang dihasilkan dari biodigaster, rumah tangga
berkesempatan untuk tidak lagi menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar
untuk memasak. Setiap rumah tangga membutuhkan 8 Kg/hari kayu untuk
kebutuhan memasak. Harga kayu pada umumnya Rp. 30.000/pikul dengan berat
+/- 50 Kg. Maka pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga untuk

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 96


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

memasak menggunakan kayu bakar sebesar Rp. 4.500/hari atau Rp. 45.000/10
hari.
- Pupuk
Limbah bodigaster dapat digunakan sebagai pupuk. Harga pupuk kering biasanya
terjual dengan harga Rp. 2.500/Kg. Masing-masing ukuran biodigaster mampu
menghasilan pupuk :
 Tipe 6m3 menghasilkan 15 Kg pupuk kering/30 hari;
 Tipe 8m3 menghasilkan 20 Kg pupuk kering/30 hari;
 Tipe 10m3 menghasilkan 25 Kg pupuk kering/30 hari; dan
 Tipe 12m3 menghasilkan 30 Kg.

C. Kesimpulan
1) Sampai dengan saai ini KPSP Setia Kawan telah membangun sebanyak 1.300 buah
biodigester bagi anggotanya. Biogas yang dihasilkan sampai dengan saat ini masih
dialirkan langsung ke rumah warga melalui pipa, belum dapat dimasukkan ke dalam
tabung dikarenakan belum terdapatnya alat untuk dapat memasukkan biogas ke
dalam tabung dan sekaligus memampatkannya. Apabila biogas ini nantinya dapat
dimasukkan dalam tabung, besar kemungkinan dimana tabung gas nantinya dapat
diperjualbelikan di pasar sehingga menambah manfaat ekonomi yang didapatkan
warga yang memiliki reaktor biogas. Selain itu, sedang dikembangkan suatu genset
modifikasi yang dapat memurnikan biogas yang ada agar tidak menyebabkan korosi
sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik rumahan warga dan
menghemat biaya listrik PLN.
2) Kandungan air dalam biogas membuat nyala api merah/kuning dan menimbulkan
korosi. Untuk mencegah korosi, ada beberapa komponen peralatan biogas yang
harus dilindungi terutama pada bagian kritis kebocoran, misalnya pada pipa gas
utama yang harus di galvanis, burner cup pada kompor yang harus kuningan dan
keran gas utama yang juga mesti kuningan.
3) Warga mengungkapkan sejak menggunakan energi alternatif biogas tidak lagi
dibayang-bayangi rasa was-was, karena meski sifat biogas mudah terbakar, jika
terjadi kebocoran tidak sampai menimbulkan ledakan. Selain itu, warga dapat
berhemat dalam hal pengeluaran untuk membeli elpiji. Lokasi pemukiman warga
yang berada di daerah pegunungan tinggi membuat harga elpiji mahal karena biaya
distribusi. Apalagi pada saat terjadi kelangkaan elpiji atau permainan pasar yang
mengakibatkan warga tidak mampu untuk membelinya, maka biogas sangat dapat
diandalkan. Sehingga biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk membeli elpiji setiap
bulannya dapat dialihkan untuk investasi penambahan sapi.
4) Kendala yang kami hadapi adalah tidak didapatnya laporan keuangan koperasi
dikarenakan laporan keuangan tersebut disimpan oleh pengurus.
5) Saran dan masukan dari responden antara lain bukan hanya biodigaster yang menadi
sasaran pembiayaan namun demikian diharapkan lebih diperluas dengan program
pembangunan sistem kandang ternak yang lebih memperhatikan sanitasi dan
manajemen operasional yang lebih memadai. Kebanyakan yang menjadi anggota

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 97


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

koperasi merupakan petani kecil yang belum terlalu memperhatikan sanitasi dan
sistem manajemen operasi kandang yang baik.
6) Saran dan masukan selanjutnya yaitu terkait dengan jaminan (collateral).
Memperhatikan bahwa sebagian besar anggota koperasi adalah petani kecil yang
tidak terlalu mempunyai jaminan yang besar. Oleh karena itu, reaktor/biodigaster
dan sapi dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 98


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

C. Palembang

Methane Recovery and Utilisation at PT Pinago Utama Sugihwaras Palm Oil Mill,
Pelembang, Sumatera Selatan, Indonesia.

Latar Belakang
Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism) di PT.Pinago
Utama dilatarbelakangi oleh keinginan besar manajemen Perusahaan untuk membantu
pemerintah dalam pelestarian lingkungan dan penurunan kadar pencemaran dengan
melakukan pengurangan emisi karbon dari kegiatan industri pengolahan yang sejalan
dengan tujuan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change)
(sebuah organisasi internasional yang dibentuk pasca protokol Kyoto dengan tujuan untuk
membuat desain kegiatan dalam rangka penurunan emisi).

Rencana Proyek
Dari Latar belakang tersebut diperoleh rencana pengembangan proyek:
- Methane Recovery & Utilisation for Thermal Energy Generation
- Methane Emissions Avoidance from EFB Biomass Composting
- Biomass Power Plant for the new Palm Kernel Oil Processing Plant
Setelah melalui tahapan Audit, Validasi dan pemeriksaan Fisik, maka diputuskan untuk skala
prioritas diutamakan pengajuan proposal proyek Methane Recovery & Utilisation for
Thermal Energy Generation

Tujuan :
Untuk mengurangi Gas methan hasil pengolahan Limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit yang
terlepas ke atmosfer dan dimanfaatkan menjadi sumber Energi.

Data Fisik Sebelum Pengembangan Proyek CDM


- Kapasitas pabrik Terpasang = 120 ton TBS/jam
- Jumlah TBS rata-rata yang diproses dari tahun 2005 2008 = 310,000 ton/tahun
- Menghasilkan air limbah (POME) rata-rata sebanyak 186,000 m3/tahun
- COD bagi POME dalam lingkungan sebesar 45 80 kg/m3;
- Cara pengolahan air limbah menggunakan system Kolam Air Limbah Anaerobik
Terbuka.
Baseline: Pengeluaran Gas Metan (GHG) dari Kolam Air Limbah Anaerobik Terbuka

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 99


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Prinsip Kerja
Kegiatan proyek Clean Development Mechanism (CDM) ini akan menggantikan system
pengolahan air limbah kolam terbuka seperti yang sudah ada saat ini digantikan dengan
Digester Anaerobik tanki tertutup (CSTR = Closed Tank Anaerobic Digester & Biogas
Recovery) dengan tujuan untuk menangkap gas metan dalam proses pengolahan air limbah
Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) menggunakan tanki besi pengolah limbah.

Perbandingan prinsip kerja


Deskripsi Konvensional Proyek CDM
Cara pengelolaan air limbah Kolam Air Limbah Anaerobik System Anaerobik tanki
POME terbuka tertutup ( Technology CSTR)
Pembuangan Limbah Cair Mematuhi baku mutuMematuhi Baku mutu
pembuangan Limbah Cair pembuangan limbah cair
dengan mutu yang lebih
konsisten dan rendah
Gas Methan Akan terlepas ke atmosfer Gas Methan ditangkap dalam
tanki tertutup system
anaerobik dan dimanfaatkan
menjadi sumber energi
pengganti solar
Sludge Akan mempengaruhi kualitas Akan dipisahkan dan dapat
tanah dimanfaatkan sebagai bahan
kompos

Penurunan Emisi Dicapai oleh Proyek CDM


Anggaran/ Target penurunan emisi (ER) pertahun dalam pengembangan proyek CDM (t
CO2-e):
2009 (Apr-Dec) ~ 29,326
2010 ~ 44,069
2011 ~ 49,036
2012 ~ 54,003
2013 onwards ~ 58,970

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 100


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Gambar A Lokasi Proyek

Gambar B Lokasi Baseline (kolam lama) dan Proyek

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 101


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Keunggulan System CSTR


1. Sudah terbukti berhasil dikembangkan di negara negara lain
2. Mampu menurunkan COD hingga 90-95%
3. Anti Bocor
4. Dapat menampung seluruh produksi biogas yang dihasilkan
5. Gas Metan yang tertangkap dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi pengganti
Bahan Bakar Solar.

Efek Lingkungan
- Dengan penangkapan Gas methan secara sempurna akan mengurangi pelepasan
methan dan H2S (Hydrogen Sulphide) ke atmosfer sehingga pencemaran udara
dapat dikurangi.
- Dengan penerapan system tangki tertutup, maka pengolahan limbah cair lebih
konsisten dan efisien sehingga menghasilkan limbah yang memiliki baku mutu yang
lebih baik. Dengan demikian pencemaran air dapat lebih dieliminir.
- Sludge dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar kompos sehingga tidak
mempengaruhi kondisi kestabilan tanah dan hidrologis lokal.

Gambar C. Diagram Skematik


Project Boundary
Drying of Drying
of Drying
crumb rubber
compost of RSS

Biogas Burners Biogas Package Enclosed


Burners steam boiler flare system

Biogas

Cooling & Sludge Final


POME Closed tank Aerobic
acidification Separation effluent to
- Anaerobic ponds
pond system river
Digester

POME
Sludge use for co-
composting with
EFB

Baseline Anaerobic Facultative


ponds (2) ponds (2)

POME flow under project activity

POME flow under baseline scenario


Biogas flow under project activity

Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)


Kriteria L.1 : Keberlanjutan lingkungan dengan menerapkan konservasi atau diversifikasi
pemanfaatan sumber daya alam
Kriteria L.2 : Keselamatan dan kesehatan masyarakat lokal

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 102


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Aktivitas proyek tidak akan menyebabkan dampak negatif terhadap ekologis lokal dan
pencemaran lingkungan (udara, air dan tanah)
Deskripsi:
1. Proyek dikembangkan dengan memanfaatkan gas metan hasil pengolahan Pabrik
yang biasanya terlepas ke atmosfer menjadi sumber energi baru (pengganti solar)
sehingga pencemaran udara tidak terjadi.
2. Sludge dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan kompos (pupuk Organik)
sehingga membantu mengembalikan kualitas tanah.
3. System pengolahan Limbah cair menggunakan system CSTR menghasilkan output
limbah buangan yang berkualitas sangat baik.

Aktivitas proyek tidak akan menyebabkan gangguan kesehatan terhadap pekerja atau
masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi.
Deskripsi:
1. Perusahaan menerapkan prinsip Utamakan Keselamatan Kerja sehingga dalam
setiap kegiatan dilengkapi dengan alat keselamatan kerja yang memadai dan fasilitas
kesehatan berupa klinik perusahaan lengkap dengan dokter dan perawat yang
terampil.
2. Perusahaan melakukan pengecekan kesehatan seluruh karyawan tanpa terkecuali
setiap tahunnya bekerjasama dengan Disnaker dan Balai Hiperkes Kabupaten untuk
memantau tingkat kesehatan karyawan.
3. Final Effluent yang sudah melalui tahapan proses pengolahan limbah memiliki
kualitas yang sangat baik sehingga aman untuk dibuang ke sungai dan tidak
menyebabkan kerusakan ekosistem air maupun penurunan kualitas air untuk
dimanfaatkan masyarakat sekitar pabrik.

Keberlanjutan Ekonomi
Kriteria E.1 Kesejahteraan masyarakat lokal
1. Aktivitas proyek mengakibatkan pembukaan peluang kesempatan kerja dan
lapangan pekerjaan baru karena diperlukannya penambahan tenaga kerja. Dalam
recruitmenttenaga kerja, masyarakat lokal diberikan prioritas yang utama dalam
penerimaan tenaga kerja dimana sistem recruitment akan memakai sistem yang
transparan, sehingga tidak timbul kecemburuan atau prasangka ketidakadilan.
2. PT Pinago Utama memiliki Kesepakatan Kerja Bersama dan Lembaga Bipartit untuk
menyelesaikan keluhan dan permasalahan menyangkut kepegawaian sehingga
proses pemutusan kerja (bila terjadi) menggunakan peraturan perundangan yang
berlaku dan menerapkan pola persuasif konstitusional.
3. PT.Pinago Utama mengembangkan budidaya Jamur Tiram Putih dengan
memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit (Empty Bunch) sebagai media tanamnya.
Budidaya jamur ini targetnya dikembangkan sebagai industri rumah tangga

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 103


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

masyarakat sekitar pabrik sehingga bisa menjadi komoditas andalan masyarakat dan
menopang sendi perekonomian masyarakat untuk jangka panjang.

Budidaya Jamur Tiram Putih


Budidaya yang dilakukan dimulai dari skala laboratorium (Skala percobaan) hingga skala
menengah. Dalam jangka pendek, usaha dan produksi yang dikembangkan akan diarahkan
pada skala komersil.
Dengan system pembinaan dan transfer ilmu yang berkelanjutan akan menciptakan sebuah
unit usaha budidaya jamur masyarakat yang menjadi komoditas andalan daerah dan mampu
menopang sendi perekonomian masyarakat secara berkelanjutan dan jangka panjang
disamping pekerjaan disektor perkebunan dan industri pabrik minyak kelapa sawit.

Keberlanjutan Sosial
Kriteria S.1 Partisipasi masyarakat
Kriteria S.2 Proyek tidak merusak integritas sosial masyarakat
1. Forum konsultasi masyarakat lokal telah diadakan pada tanggal 15 Oktober 2008
dimana para pemangku kepentingan (Stakeholders) seperti Bupati Kabupaten Musi
Banyuasin, Camat, Kepala Desa, Tokoh Agama dan Masyarakat, LSM dan
perusahaan-perusahaan perkebunan telah menghadiri dan tidak ada komentar
negatif atau bantahan mengenai rencana pengembangan proyek tersebut.
2. Proyek dibangun diatas lahan perusahaan sendiri sehingga tidak ada pihak-pihak
yang dirugikan dalam proses pembebasan lahan dan pembangunan pabrik. Dengan
pembangunan proyek CDM tidak akan merusak Integritas sosial masyarakat.

Keberlanjutan Teknologi
Kriteria T.1 Terjadi alih teknologi
1. Teknologi ini berdasarkan Teknologi Novaviro-KS Anaerobic Digester yang telah
menerima penghargaan ASEAN Energy Award tahun 2003.
2. Teknologi yang diterapkan merupakan suatu teknologi yang sudah terbukti dan
efisien dan sudah diaplikasikan pada beberapa perusahaan di Indonesia dan
Malaysia.
3. Proses transfer teknologi akan dilakukan dari awal kegiatan instalasi sampai dengan
perngoperasian dan perawatan kepada enginer, teknisi dan tenaga kerja lokal
sehingga tidak terjadi ketergantungan terhadap tenaga kerja asing/ expatriat dan
terjadi peningkatan kualitas skill individual tenaga kerja lokal.
4. Teknologi ini akan menjadi proyek percontohan bagi Pabrik minyak kelapa sawit
lainnya di indonesia untuk pemanfaatan Biogas melalui penangkapan gas metan.

Corporate Social Responsibility


1. Pembangunan Sekolah Dasar SD Pinago Mulya dengan Jumlah Murid sebanyak 135
Siswa dan sudah meluluskan sebanyak 64 murid. Sekolahan ini terdiri dari 6 lokal

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 104


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

kelas dan 1 unit bangunan kantor. Disamping itu juga disediakan 2 (Dua) unit bus
sekolah untuk layanan antar jemput anak karyawan dan masyarakat.
2. Pembangunan Klinik/ Puskesbun yang melayani masyarakat sekitar dan seluruh
karyawan perusahaan yang bisa diakses pelayanan 24 jam. Layanan ini Bekerjasama
dengan klinik dan puskesmas kecamatan terdekat.
3. Bekerjasama dengan PU Binamarga, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah
Kabupaten dalam rangka Perbaikan jalan kabupaten dengan pembuatan konsorsium
perbaikan jalan dan jembatan. Dalam hal ini PT. Pinago Utama membantu dalam
penyediaan material maupun penyediaan unit alat berat.
4. Bantuan dalam proses site preparation pembuatan pasar kecamatan.
5. Pembuatan dermaga Pontoon Penyeberangan untuk membantu akses desa Sungai
Napal di Kec. Batang harileko Kab. Musi Banyuasin
6. Bantuan-bantuan tentatif berupa sumbangan kegiatan sosial, keagamaan, olahraga,
penyediaan fasilitas perangkat desa, sekolah dan lain sebagainya.
7. Pembagian hewan kurban, pelaksanaan acara sunatan masal dan kegiatan rutin
lainnya.
8. Dan Saat ini pemerintah kabupaten sedang menyusun forum CSR dimana PT. Pinago
Utama sebagai anggotanya akan menyusun program-program pendanaan kegiatan
masyarakat baik dalam bidang infrastruktur maupun bidang-bidang lainnya.
Diharapkan dengan adanya forum ini, arah pembangunan dan bentuk kepedulian
dunia usaha dapat diimplementasikan secara lebih efektif dan terarah.
9. Bekerja sama dengan Assesor dari PT. Surveyor Indonesia untuk melakukan
assesment terkait kebutuhan CSR desa-desa Ring 1 diwilayah kerja perusahaan.

Kesimpulan
1. PT.Pinago Utama concern pada kegiatan penurunan emisi karbon dan pencemaran
lingkungan dengan penerapan sistem CSTR dalam pengolahan limbah PMKS.
2. PT. Pinago Utama berusaha menerapkan konsep Reduce, Recovery, Recycle & Reuse
dalam pengelolaan limbah pabrik.
3. PT. Pinago Utama menerapkan pola pembangunan berkelanjutan ( Sustainable
Development) dan Program Corporate Social Responsibility (CRS) dalam kegiatan
pengembangan proyek.
4. Proyek tersebut dianggap sebagai Clean Development Mechanism karena mampu
menyumbang penurunan emisi GHG.

Estimated amount of emission reductions over the chosen crediting period:


The estimated amount of emission reductions over the first of the 3 x 7 years crediting
period is summarised in the table below:
Estimation of annual emission reductions
Years
(tCO2-e)
2010 (Aug Dec) 17,756
2011 47,502
2012 52,392
2013 57,281
2014 57,281

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 105


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Estimation of annual emission reductions


Years
(tCO2-e)
2015 57,281
2016 57,281
2017 (Jan July) 33,414
Total estimated reductions 380,186
Total number of crediting years in 7 years
the first crediting period
Annual average over the crediting 54,312
period of estimated reductions

Summary of sources and gases included in the project boundary


Source Gas Included? Justification/Explanation
CH4 Yes Emissions from anaerobic digestion of
wastewaterfrom open lagoons treatment
system.
Wastewater
N2O No Excluded for simplification. This is
treatment
conservative.
processes
CO2 No CO2 emissions from the decomposition of
organicwaste are considered as carbon
neutral.
CH4 No Excluded for simplification. This is
conservative.
Electricity
N2O No Excluded for simplification. This is
consumption /
conservative.
generation
CO2 No Electricity used is from the Biomass Power
Baseline

Plant of themill, which is carbon neutral.


CH4 No The final sludge generated under the baseline
scenario is disposed off at the disposal site
and might be subject to anaerobic decay.
Decay of final However this source of emissions is excluded
sludge for simplification. This is conservative.
generated N2O No Excluded for simplification. This is
conservative.
CO2 No Excluded for simplification. This is
conservative.
CH4 No Excluded for simplification. This is
conservative.
N2O No Excluded for simplification. This is
Thermal energy
conservative.
generation
CO2 Yes Emissions from combustion of fossil fuel for
thermal energy generation at the Crumb
Rubber Factory.
CH4 Yes The treatment of wastewater under the
proposed project activity may cause
Project Activity

emissions:
Wastewater
a) physical leakage of methane from the
treatment
digester system;
processes
b) methane emissions from discharged
wastewater where treatment may be
incomplete.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 106


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

N2O No Excluded for simplification. This emission


source is assumed to be very small.
CO2 No CO2 emissions from the decomposition of
organic waste are considered as carbon
neutral.
On-site CH4 No Excluded for simplification. This emission
electricity use. source is assumed to be very small.
N2O No Excluded for simplification. This emission
source is assumed to be very small.
CO2 No Electricity consumed for the operation of the
wastewater treatment system under the
project activity is from the Biomass Power
Plant of the mill, which is carbon neutral.
On-site fossil CH4 No No equipment or systems under the project
fuel activity require the combustion of fossil fuel.
consumption.
N2O No No equipment or systems under the project
activity require the combustion of fossil fuel.
CO2 No No equipment or systems under the project
activity require the combustion of fossil fuel.
CH4 No The final sludge generated under the project
Decay of final scenario would be sent for aerobic co-
sludge composting with EFB at a composting facility
generated adjacent to the project site. Excess sludge
would be directed to soil application.
N2O No The final sludge generated under the project
scenario would be sent for aerobic co-
composting with EFB at a composting facility
adjacent to the project site. Excess sludge
would be directed to soil application.
CO2 No CO2 emissions from the decomposition of
organic waste are considered as carbon
neutral.
Utilisation or CH4 Yes Emissions from incomplete combustion of the
combustion of biogas.
biogas
N2O No Excluded for simplification. This emission
source is assumed to be very small.
CO2 No CO2 emissions from the combustion of organic
waste are considered as carbon neutral.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 107


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

CDM Executive Board

Description of how the anthropogenic emissions of GHG by sources are reduced below
those that would have occurred in the absence of the registered small-scale CDM project
activity:
The project would not have occurred without the additional financial support expected from
the CDM project activity. The project proponent has considered CDM support available to
the project financing at the early stage of project planning. The following is a summary of
the efforts undertaken by the project developer for the CDM project activity development:

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 108


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Date Event

16 October 2006 Review proposal from technology provider on the development of POME Biogas
Recovery and Utilisation project as a CDM project.
21 May 2007 Review Letter of Intent for CDM Projects from AES AgriVerde, Indonesia.
26 October 2007 Board of Directors decided to proceed with the development of the POME Biogas
Recovery and Utilisation Project provided that CDM Support can be achieved.
20 November 2007 Review biogas CDM Project Development Proposal from EcoSecurities, Indonesia
8 January 2008 Proposal on the POME Biogas Recovery and Utilisation project was received from
technology provider for evaluation.
18 January 2008 Project Idea Note (PIN) was prepared and sent to potentialAnnex I entities to
participate in the proposed projectactivity. Several offers were received.
19 February 2008 Nordjysk Elhandel A/S (NE) arranged by the Royal Danish Embassy at Kuala
Lumpur was short-listed. General terms and conditions of offer for the
participation by Nordjysk Elhandel has been agreed upon.
31 March 2008 The project developer signed the contract for the project on implementation of
the Anaerobic Digester Plant with Aquarius Systems Sdn Bhd.
9 June 2008 Letter of Intent (LoI) was signed with Nordjysk Elhandel A/S (NE)
19 June 2008 NE Contract with CDM Consultant was signed.
20 Oct 2008 Draft ERPA has been prepared by NE and forwarded to PT Pinago Utama for
consideration.
15 Dec 2008 NE has signed contract with DOE for CDM project validation.

Input data in financial analysis


Parameter Value ( 000 USD)

Capital cost inclusive of: 3,187


Engineering, procurement, construction, installation and biogas piping
system of anaerobic digester plant, biogas burners and dual fuel package
boiler.
Capital cost for CDM Monitoring Equipment 150
Annual Salary cost 105
Annual Operation & maintenance cost inclusive of monitoring, testing &
calibration, parts & repairs and consumables for:
1. Biogas Plant 34
2. Biogas thermal energy generation systems (biogas burners and 20
package boiler)
3. CDM monitoring equipment 15
Insurance 5
Annual CDM Monitoring Consultancy fees and expenses 27
14
Revenue diesel saving 311
CER price 17.34

14
Bank of Indonesia, 2006 Economic Report on Indonesia, page 4.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 109


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Lampiran 2 : Ragam Investasi Waste to Energy: Pengalaman KLH dan Kementerian


ESDM

A. Biogas Industri Tahu


1. Pengalaman Kementerian ESDM
Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan Bio-Digester Limbah Industri Tahu
Kapasitas 40 M3 Di Dk Pandansari Ds Somopuro Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten

No. Pekerjaan Unit Harga


1. Digaster 1 Rp 87,861,067.50
2. Pemipaan 1 Rp 6,344,568.50
3. Komisioning dan Pelatihan Termasuk Pencetakan Buku 1 Rp 2,000,000.00
Manual
Jumlah Biaya Konstruksi Rp 94,205,636.00
PPN 10 % Rp 9,420,563.60
Total Rp 103,626,199.60
DIBULATKAN Rp 103,627,000.00

Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan Bio-Digester Limbah Industri Tahu Kapasitas 40 M3
Di Dk Pandansari Ds Somopuro Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten

Harga Satuan Jumlah


No Uraian Pekerjaan Analisa Volume
(Rp) (Rp)
I PEKERJAAN TANAH
3
1. Galian tanah B.6.3 198.57 m 45,685.00 9,071,555.51
3
2. Urugan pasir B.6.11 4.74 m 132,605.00 628,268.17
3
3. Urugan tanah B.6.9 94.66 m 8,736.00 826,960.61
3
4. Buang galian tanah B.6.8 103.91 m 23,350.00 2,426,210.75
12,952,995.04
II PEKERJAAN PASANGAN DAN PLESTERAN
3
1. Lantai Kerja 1:3:5 G.6.1 4.74 m 571,917.50 2,709,683.35
3
2. Beton bertulang G.6.28 10.13 m 3,309,960.00 33,529,894.80
3. Pasangan batu bata 1 pc : 4 ps 1 batu D.6.3 DG 88.56 m2 201,048.00 17,804,810.88
3
4. Pasangan batu bata 1 pc : 4 ps 1/2 batu D.6.9 DG 17.40 m 133,690.00 2,326,206.00
2
5. Plesteran 1:3 E.6.14 160.19 m 26,384.30 4,226,511.78
2
6. Plesteran 1:2 kedap gas E.6.2 45.78 m 90,037.00 4,122,001.90
3
7. Pemasangan Batu Vulkano T6 11.50 m 291,375.00 3,350,812.50
64,719,108.71
III PERLENGKAPAN
1. Pemasangan Pipa PVC 6" J.6.33 2.00 m' 73,843.75 147,687.50
2. Pemasangan Pipa PVC 4" J.6.33 18.00 m' 42,103.75 757,867.50
3. Pemasangan Pipa PVC D 2" J.6.29 4.00 m' 21,659.00 86,636.00
4. Pemsangan Tee 4" T2 8.00 Bh 31,334.00 250,672.00
5. Pemasangan man hole plat baja T1 1.00 Bh 366,968.75 366,968.75
6. Pemasangan Kompor Biogas + Pemantik T8 8.00 Bh 256,997.13 2,055,977.00
7. Pemsngn Slang kompor 3/8" T7 40.00 m' 9,997.13 399,885.00
8. Pemasngn Pipa PVC Inst gas 3/4" J.6.25 80.00 m' 8,384.63 670,770.00
9. Pemasangan Kran KITZ 3/4" J.6.36 1.00 Bh 208,300.00 208,300.00
10. Pemasangan Kran KITZ 1/2" J.6.36 16.00 Bh 174,637.50 2,794,200.00
11. Pemasangan Manometer Paket 8.00 Bh 200,000.00 1,600,000.00
12. Test kebocoran Paket 1.00 ls 350,000.00 350,000.00
13. Papan Nama - 1.00 unit 500,000.00 500,000.00

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 110


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program
Harga Satuan Jumlah
No Uraian Pekerjaan Analisa Volume
(Rp) (Rp)
10,188,963.75
JUMLAH 87,861,067.50

Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan Pemipaan Bio-Digester Limbah Industri Tahu 40 M3
Di Dk Pandansari Ds Somopuro Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten
Harga Satuan Jumlah
No Uraian Pekerjaan Analisa Volume
(Rp) (Rp)
I PEKERJAAN TANAH
1. Galian tanah B.6.3 18.00 m3 45,685.00 822,330.00
2. Urugan tanah B.6.9 13.50 m3 8,736.00 117,936.00
3. Urugan pasir B.6.11 3.00 m3 132,605.00 397,815.00
1,338,081.00
II PEKERJAAN PASANGAN DAN PLESTERAN
1. Bak kontrol 60x60 J.6.15E 3.00 bh 438,100.00 1,314,300.00
1,314,300.00
III PEMIPAAN
1. Pemasangan PVC D 6' J.6.33 50.00 m' 73,843.75 3,692,187.50
3,692,187.50
JUMLAH 6,344,568.50

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 111


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

2. Pengalaman KLH

Minimalisasi Buangan Proses Melalui Optimasi, Penataan dan Relokasi Proses-Peralatan-


Tata/Ruang Serta Penanganan dan Pemanfaatan Limbah dengan Instalasi Reaktor Biogas
Menjadi Sumber Energi dan Pupuk Alam Klaten Jawa Tengah

Pemilik :
Bapak Marno
Desa Pandean, Kelurahan Karang Anom, Klaten Utara
Klaten Jawa Tengah
Jenis UMK :
Industri tahu (industri makanan)
Bentuk Investasi :
Refinancing dan penambahan beberapa peralatan untuk optimasi, penataan dan relokasi
proses-peralatan-tata/ruang serta penanganan dan pemanfaatan limbah dengan instalasi
reaktor biogas

RAB Refinancing dan Penambahan Peralatan untuk Optimasi, Penataan dan Relokasi Proses-
Peralatan-Tata/Ruang dan Penanganan dan Pemanfaatan Limbah dengan Instalasi Reaktor
Biogas
No Perincian Item Total
1. - Tata ruang lama meliputi rekondisi ruang produksi Rp 21,600,000.00 Rp 21,600,000.00
meliputi fondasi, lantai, tembok, atap, ventilasi, pintu
dan lain-lain kelengkapan bangunan pabrik. Termasuk
tenaga borongan untuk membangun;
- Pemasangan serta penataan perpipaan air bersih dan
jalur-jalur air buangan;
- Lantai dan lubang peresapan air cucian;
- Fondasi mesin giling berbahan concrete.
2. - Bak cuci (3 buah) berbahan concrete ukuran 60 x 60 x Rp 850,000.00 Rp 850,000.00
80 cm;
- Bak rendam (1 buah) berbahan concrete ukuran 175 x
120 x 80 cm.
3. Ayakan kedelai double screen stainless steel Rp 4,500,000.00 Rp 4,500,000.00
4. Mesin giling berikut motor diesel 7.5 PK untuk penggerak Rp 13,750,000.00 Rp 13,750,000.00
mesin giling
5. Bak buat masakan (2 buah) berbahan concrete dilapis Rp 2,500,000.00 Rp 5,000,000.00
stainless steel di dasar dengan dasar mendatar ukuran
diameter 80 x 80 cm
6. Gantungan kain-rantai-kain (2 set) Rp 250,000.00 Rp 500,000.00
7. Bak buat pengasaman (2 buah) berbahan concrete dilapis Rp 3,000,000.00 Rp 6,000,000.00
stainless steel dengan dasar melengkung ukuran diameter
80 x 80 cm
8. Bak tampungan air bersih (2 buah) berbahan concrete Rp 600,000.00 Rp 3,600,000.00
dilapis porcelain ukuran 60 x 60 x 80 cm
9. - Bak tampungan air asam (4 buah) berbahan concrete Rp 700,000.00 Rp 700,000.00

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 112


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

No Perincian Item Total


ukuran 60 x 60 x 80 cm;
- Bak pengepresan berbahan concrete;
10. Pemotong tahu berbahan stainless steel Rp 850,000.00 Rp 850,000.00
11. Serok berbahan stainless steel Rp 200,000.00 Rp 200,000.00
12. Ketel uap dan Tungku ketel Rp 9,500,000.00 Rp 9,500,000.00
13. Biogas Rp 26,750,000.00 Rp 26,450,000.00
14. Menara dan Bak tampungan air bersih (1 buah) berikut Rp 3,500,000.00 Rp 3,500,000.00
sumur dan pompa
15. Sosialisa perubahan dan upgrade proses Rp 10,000,000.00 Rp 10,000,000.00
16. Jasa Pelatihan dan Pendampingan Rp 10,000,000.00 Rp 10,000,000.00
17. Jasa konsultan penyelenggara Rp 6,000,000.00 Rp 6,000,000.00
Total Pinjaman Investasi Persiapan, Fasilitasi Proses dan Rp 123,000,000.00
Pekerjaan
Modal Kerja dan Pengembangan Usaha Rp 25,000,000.00 Rp 25,000,000.00
Total Pinjaman Rp 148,000,000.00 Rp 148,000,000.00

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 113


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Peralatan dan Tata Ruang Produksi Bersih pada Industri Tahu


Bekasi Jawa Barat

Bank Pelaksana : PT. BSM Cabang Bekasi


No./Tgl Surat : B-/Dep-VII-3/LH/04/2010, April 2010
Pemohon : H. Mamik M. K.
Alamat Kantor/ : Perum Margahayu Jaya, Jl Pinus IV Blok A No. 535, Bekasi Timur
Bidang Usaha : Industri Tahu Pabrik

Daftar Komponen Yang Secara Teknis Dinilai Layak Mendapatkan Pinjaman Program DNS
No. Komponen Spesifikasi Teknis Satuan Harga Satuan Total
A Investasi Peralatan / Mesin Kapasitas produksi 300 kg kedelai per hari Rp 74,050,000.00
1 Bak perendaman kedelai Bak ukuran 600 liter, pasangan bata 1 LS Rp 1,500,000.00 Rp 1,500,000.00
berlapis keramik
2 Bak cucian kedelai Bak ukuran 100 liter, pasangan bata 3 LS Rp 400,000.00 Rp 1,200,000.00
berlapis keramik
3 Ketel uap dan tungku Diameter 80 cm tinggi 120 cm, steinless 1 LS Rp 22,000,000.00 Rp 22,000,000.00
steel tebal 2 mm, pipa saluran uap galvanis
diameter 1", tungku pasangan bata lapis
semen api horisontal dengan 2 pipa api
4 Bak pemanas dan Bejana 250 liter pasangan bata dan besi 4 LS Rp 800,000.00 Rp 3,200,000.00
penggumpalan bubur beton berlapis steinless steel tebal 0,8 mm
kedelai
5 Bak air bersih dan asaman Bak 200 liter, pasangan bata berlapis 6 LS Rp 450,000.00 Rp 2,700,000.00
keramik
6 Tempat cetakan tahu Meja ukuran @ 0,5 m2, beton dan 1 LS Rp 750,000.00 Rp 750,000.00
pasangan bata berlapis keramik dan pipa
air buangan
7 Peralatan tambahan Saringan gantung, press ampas dan tahu 1 LS Rp 1,700,000.00 Rp 1,700,000.00
8 Alat gilingan kedelai Gilingan 12' merk panda, Motor diesel 15 1 LS Rp 9,000,000.00 Rp 9,000,000.00
PK merk dompeng, fondasi alat dan motor
bata plester
9 Reaktor Biogas Bak biodegester 36 m3, Diameter 5m dan 1 LS Rp 32,000,000.00 Rp 32,000,000.00
kedalama 3m, bentuk kubah dengan dasar
silindris

B Investasi Bangunan Rp 24,500,000.00


Pekerjaan sipil ruang
produksi bersih Industri kapasitas produksi 300 kg kedelai per hari
Tahu

1 Lantai kerja Plesteran lapis keramik anti licin 1 LS Rp 3,000,000.00 Rp 3,000,000.00


2 Saluran buang air limbah Kemiringan 1 derajat, rolak dan plester 1 LS Rp 500,000.00 Rp 500,000.00
3 Pekerjaan bongkaran Pekerjaan bongkaran tembok bata, 1 LS Rp 5,000,000.00 Rp 5,000,000.00
tembok pembersihan dan perataan lantai serta
pendirian tembok sekat baru dengan bata
plester
4 Ruang penyimpanan bahan Ukuran ruang 16 m2, fondasi, cor ringan, 1 LS Rp 16,000,000.00 Rp 16,000,000.00
bakar alternatif lantai plester, tembok bata, atap genteng
C. Modal Kerja Rp 7,170,000.00
1 Pembelian Kedelai 300 kg/hari x 4 hari x Rp 5.100,-/kg 1200 Rp 5,100.00 Rp 6,120,000.00
LS
2 Pembelian Serbuk 1 karung/hari x 3 hari x Rp 350.000,- 3 LS Rp 350,000.00 Rp 1,050,000.00
gergaji/sekam /karung
TOTAL (A+B+C) Rp 105,720,000.00

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 114


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

B. Biogas Limbah Kotoran Sapi: Pengalaman Kementerian KLH

Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi Pasuruan Jawa Timur

Nama Calon Nasabah : Koperasi Setia Kawan (Tahap VI)


Alamat Nasabah : Jl. Raya Nongkojajar No. 38 Pasuruan
Kontak Personal : Hariyanto
Telp/HP : 0343-499099
Tanggal Aplikasi : -
Bidang Usaha : Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi
Bank Pelaksana : BSM KC Malang
Koperasi Setia Kawan merupakan koperasi dengan 7.000 anggota dan mempunyai 16.000
sapi perah yang berlokasi di 12 desa di Kecamatan Tutu Nongkojajar, Pasuruan - Jawa Timur.
Koperasi ini mendapatkan program subsidi biogas bantuan Pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan Pemerintah Jerman yang disebut dengan Program BIRU (Biogas
Rumah).
Untuk pengajuan tahap VI ini, Koperasi Setia kawan mengajukan 126 unit biogas untuk 126
peternak sapi dengan reaktor volume 6 12 m3. Kebutuhan pembiayaan total seluruh
reaktor setelah dipenuhi selfinancing sebesar Rp. 252 juta adalah :

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 115


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

C. Biogas Limbah Industri Kelapa Sawit: Pengalaman Kementerian ESDM

1. Biogas PTPN V di Riau


Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Biogas PTPN V Riau
No. Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah)
1. Purchased Equipment 1 2,864,792.41 Rp 25,783,131,721
2. Piping 0 0.00 Rp -
3. Electrical 0 0.00 Rp -
4. Instrumentation 0 0.00 Rp -
5. Utilities 0 0.00 Rp -
6. Foundations 0 0.00 Rp -
7. Insulations 0 0.00 Rp -
8. Painting, fireprofing, safety 0 0.00 Rp -
9. Yard Improvement 0 0.00 Rp -
10. Environmental 0.02 57,295.85 Rp 515,662,634
11. Building 0 0.00 Rp -
12. Land 0 0.00 Rp -
13. Subtotal 1 1.02 2,922,088.26 Rp 26,298,794,355
14. Construction, engineering 0 0.00 Rp -
15. Contractors fee 0 0.00 Rp -
16. Contigency 0 0.00 Rp -
17. Subtotal 2 0 0.00 Rp -
18. Total Plant Cost 1.02 2,922,088.26 Rp 26,298,794,355
19. Other Capital Requirements
20. Off-site Facilities 0% 0.00 Rp -
21. Plant start-up 0% 0.00 Rp -
22. Working capital 10% 292,208.83 Rp 2,629,879,436
23. Total Plant Investment 3,214,297.09 Rp 28,928,673,791

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 116


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PTPN V Riau


(Pengganti Solar)
No. Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah)
1. Purchased Equipment 1 1,927,250.26 Rp 17,345,252,313
2. Piping 0 0 Rp -
3. Electrical 0 0 Rp -
4. Instrumentation 0 0 Rp -
5. Utilities 0 0 Rp -
6. Foundations 0 0 Rp -
7. Insulations 0 0 Rp -
8. Painting, fireprofing, safety 0 0 Rp -
9. Yard Improvement 0 0 Rp -
10. Environmental 0.02 38,545.01 Rp 346,905,046
11. Building 0 0 Rp -
12. Land 0 0 Rp -
13. Subtotal 1 1.02 1,965,795.26 Rp 17,692,157,360
14. Construction, engineering 0 0 Rp -
15. Contractors fee 0 0 Rp -
16. Contigency 0 0 Rp -
17. Subtotal 2 0 0 Rp -
18. Total Plant Cost 1.02 1,965,795.26 Rp 17,692,157,360
19. Other Capital Requirements
20. Off-site Facilities 0% 0 Rp -
21. Plant start-up 0% 0 Rp -
22. Working capital 10% 196,579.53 Rp 1,769,215,736
23. Total Plant Investment 2,162,374.79 Rp 19,461,373,096

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 117


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

2. Biogas PT Nubika

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT Nubika

No. Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah)


1. Purchased Equipment 1 3,285,800.09 Rp 29,572,200,818
2. Piping 0 0 Rp -
3. Electrical 0 0 Rp -
4. Instrumentation 0 0 Rp -
5. Utilities 0 0 Rp -
6. Foundations 0 0 Rp -
7. Insulations 0 0 Rp -
8. Painting, fireprofing, safety 0 0 Rp -
9. Yard Improvement 0 0 Rp -
10. Environmental 0.02 65,716.00 Rp 591,444,016
11. Building 0 0 Rp -
12. Land 0 0 Rp -
13. Subtotal 1 1.02 3,351,516.09 Rp 30,163,644,835
14. Construction, engineering 0 0 Rp -
15. Contractors fee 0 0 Rp -
16. Contigency 0 0 Rp -
17. Subtotal 2 0 0 Rp -
18. Total Plant Cost 1.02 3,351,516.09 Rp 30,163,644,835
19. Other Capital Requirements
20. Off-site Facilities 0% 0 Rp -
21. Plant start-up 0% 0 Rp -
22. Working capital 10% 335,151.61 Rp 3,016,364,483
23. Total Plant Investment 3,686,667.70 Rp 33,180,009,318

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 118


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT Nubika


(Pengganti Solar)
No Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah)
1. Purchased Equipment 1 2,292,589.65 Rp 20,633,306,820
2. Piping 0 0 Rp -
3. Electrical 0 0 Rp -
4. Instrumentation 0 0 Rp -
5. Utilities 0 0 Rp -
6. Foundations 0 0 Rp -
7. Insulations 0 0 Rp -
8. Painting, fireprofing, safety 0 0 Rp -
9. Yard Improvement 0 0 Rp -
10. Environmental 0.02 45,851.79 Rp 412,666,136
11. Building 0 0 Rp -
12. Land 0 0 Rp -
13. Subtotal 1 1.02 2,338,441.44 Rp 21,045,972,956
14. Construction, engineering 0 0 Rp -
15. Contractors fee 0 0 Rp -
16. Contigency 0 0 Rp -
17. Subtotal 2 0 0 Rp -
18. Total Plant Cost 1.02 2,338,441.44 Rp 21,045,972,956
19. Other Capital Requirements
20. Off-site Facilities 0% 0 Rp -
21. Plant start-up 0% 0 Rp -
22. Working capital 10% 233,844.14 Rp 2,104,597,296
23. Total Plant Investment 2,572,285.58 Rp 23,150,570,252

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 119


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

3. PT SSS Kalimantan Tengah

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT SSS Kalimantan Tengah


No Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah)
1. Purchased Equipment 1 3,425,303.23 Rp 30,827,729,071
2. Piping 0 0.00 Rp -
3. Electrical 0 0.00 Rp -
4. Instrumentation 0 0.00 Rp -
5. Utilities 0 0.00 Rp -
6. Foundations 0 0.00 Rp -
7. Insulations 0 0.00 Rp -
8. Painting, fireprofing, safety 0 0.00 Rp -
9. Yard Improvement 0 0.00 Rp -
10. Environmental 0.02 68,506.06 Rp 616,554,581
11. Building 0 0.00 Rp -
12. Land 0 0.00 Rp -
13. Subtotal 1 1.02 3,493,809.29 Rp 31,444,283,652
14. Construction, engineering 0 0.00 Rp -
15. Contractors fee 0 0.00 Rp -
16. Contigency 0 0.00 Rp -
17. Subtotal 2 0 0.00 Rp -
18. Total Plant Cost 1.02 3,493,809.29 Rp 31,444,283,652
19. Other Capital Requirements
20. Off-site Facilities 0% 0.00 Rp -
21. Plant start-up 0% 0.00 Rp -
22. Working capital 10% 349,380.93 Rp 3,144,428,365
23. Total Plant Investment 3,843,190.22 Rp 34,588,712,017

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 120


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT SSS Kalimantan Tengah


(Penghemat Solar)
No Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah)
1. Purchased Equipment 1 2,403,983.06 Rp 21,635,847,506
2. Piping 0 0 Rp -
3. Electrical 0 0 Rp -
4. Instrumentation 0 0 Rp -
5. Utilities 0 0 Rp -
6. Foundations 0 0 Rp -
7. Insulations 0 0 Rp -
8. Painting, fireprofing, safety 0 0 Rp -
9. Yard Improvement 0 0 Rp -
10. Environmental 0.02 48,079.66 Rp 432,716,950
11. Building 0 0 Rp -
12. Land 0 0 Rp -
13. Subtotal 1 1.02 2,452,062.72 Rp 22,068,564,456
14. Construction, engineering 0 0 Rp -
15. Contractors fee 0 0 Rp -
16. Contigency 0 0 Rp -
17. Subtotal 2 0 0 Rp -
18. Total Plant Cost 1.02 2,452,062.72 Rp 22,068,564,456
19. Other Capital Requirements
20. Off-site Facilities 0% 0 Rp -
21. Plant start-up 0% 0 Rp -
22. Working capital 10% 245,206.27 Rp 2,206,856,446
23. Total Plant Investment 2,697,268.99 Rp 24,275,420,902

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 121


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

4. Biogas di Sei Mangkei, Sumatera Utara

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas Sei Mangke Sumatera Utara


No. Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah)
1. Purchased Equipment 1 7,147,241.19 Rp 64,325,170,692
2. Piping 0 0 Rp -
3. Electrical 0 0 Rp -
4. Instrumentation 0 0 Rp -
5. Utilities 0 0 Rp -
6. Foundations 0 0 Rp -
7. Insulations 0 0 Rp -
8. Painting, fireprofing, safety 0 0 Rp -
9. Yard Improvement 0 0 Rp -
10. Environmental 0.02 142,944.82 Rp 1,286,503,414
11. Building 0 0 Rp -
12. Land 0 0 Rp -
13. Subtotal 1 1.02 7,290,186.01 Rp 65,611,674,105
14. Construction, engineering 0 0 Rp -
15. Contractors fee 0 0 Rp -
16. Contigency 0 0 Rp -
17. Subtotal 2 0 0 Rp -
18. Total Plant Cost 1.02 7,290,186.01 Rp 65,611,674,105
19. Other Capital Requirements
20. Off-site Facilities 0% 0 Rp -
21. Plant start-up 0% 0 Rp -
22. Working capital 10% 729,018.60 Rp 6,561,167,411
23. Total Plant Investment 8,019,204.61 Rp 72,172,841,516

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 122


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas Sei Mangke Sumatera Utara


(Pengganti Solar)
No. Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah)
1. Purchased Equipment 1 5,487,595.91 Rp 49,388,363,149
2. Piping 0 0.00 Rp -
3. Electrical 0 0.00 Rp -
4. Instrumentation 0 0.00 Rp -
5. Utilities 0 0.00 Rp -
6. Foundations 0 0.00 Rp -
7. Insulations 0 0.00 Rp -
8. Painting, fireprofing, safety 0 0.00 Rp -
9. Yard Improvement 0 0.00 Rp -
10. Environmental 0.02 109,751.92 Rp 987,767,263
11. Building 0 0.00 Rp -
12. Land 0 0.00 Rp -
13. Subtotal 1 1.02 5,597,347.82 Rp 50,376,130,412
14. Construction, engineering 0 0.00 Rp -
15. Contractors fee 0 0.00 Rp -
16. Contigency 0 0.00 Rp -
17. Subtotal 2 0 0.00 Rp -
18. Total Plant Cost 1.02 5,597,347.82 Rp 50,376,130,412
19. Other Capital Requirements
20. Off-site Facilities 0% 0.00 Rp -
21. Plant start-up 0% 0.00 Rp -
22. Working capital 10% 559,734.78 Rp 5,037,613,041
23. Total Plant Investment 6,157,082.61 Rp 55,413,743,453

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 123


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

D. Biomassa Pelepah Sawit: Pengalaman KLH

Investasi dan Modal (Pendanaan) Kerja yang Direkomendasi PLT Biomassa Pelepah Sawit

Spesifikasi (Engineering,
No Uraian Jumlah Satuan Harga/unit Total Pengajuan
Kapasitas)
(Rp) (Rp)
Peralatan Mesin PLTU
A
Mini
Bangunan gudang ukuran 25
1 Bangunan dan Gudang 2 1 Unit 250,000,000.00 250,000,000.00
X 100 m
2 Mesin Perajang Pelepah Terdiri dari: 1 Unit 25,000,000.00 25,000,000.00
dan Daun Kelapa Sawit 1. Corong kerucut
2. Dimensi p x l = 110 x 330
mm
3. Berat: 270 kg
4. Kapasitas perajang: 170 kg
pelepah sawit/jam
5. Perajang daun dan pelepah
sawit sekaligus
6. Mesin 12 PK sistem starter
atau sistem manual
7. Konsumsi bahan bakar solar
2,5 jam/liter
Bahan Perajang:
1. Plat UNP 8
2. Plat DLM 10 mm untuk
dudukan pisau diameter 500
mm
3. Tebal plat tabung 3 mm
4. Pisau pemotong HSS 18%
5. Pisau perajang berbahan
baja intan
3 Screw Feeding Machine Kapasitas : 750 kg/jam 16,500,000.00 16,500,000.00
4 Screw Press Machine Kapasitas : 750 kg/jam 19,000,000.00 19,000,000.00
Screw Drier Conveyor
5 Kapasitas : 60 kg/jam 11,250,000.00 11,250,000.00
Machine
6 Bio Pallet Machine Kapasitas : 100 - 200 kg/jam 21,000,000.00 21,000,000.00
3
7 Solar Pumping System Kapasitas : 2 m 120,000,000.00 120,000,000.00
Boiler Feed Water
8 Condensing Sytem 92,500,000.00 92,500,000.00
System
A. JARINGAN TR JALUR
9 Pekerjaan Jaringan 1 Unit 452,250,000.00 452,250,000.00
UTAMA 5 KM
- Tiang Listrik 126 buah
seharga Rp. 189,000,000
- Kabel TIC 70 sebanyak 5000
m seharga Rp. 225,000,000
B. JARINGAN TR JALUR SUB
1 Unit 802,875,000.00 802,875,000.00
10 KM
- Tiang Listrik 251 buah
seharga Rp. 376,500,000
- Kabel TIC 25 sebanyak
10000 m seharga Rp.
350,000,000
Steam Boiler Unit 2000 feeding, automatic water
10 1 1,530,000,000.00 1,530,000,000.00
kg/jam control, sertifikat Depnaker.
Konsumsi pelepah sawit
Pressure 6 bar automatic
(2.000 kkal/kg) 170 kg/jam
Steam Turbine, Pressure
11 Electrical Output 200 kW 1,545,733,000.00 1,545,733,000.00
nett
5 bar, 2 ton/jam steam Condesor unit
Mechanical Transmission,
Coupling and Safety Guard
Synchronous Generator, 250

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 124


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program
Spesifikasi (Engineering,
No Uraian Jumlah Satuan Harga/unit Total Pengajuan
Kapasitas)
(Rp) (Rp)
kVA/200 kW, 230/400V
3P 50 Hz, 1.500 rpm, Brussles,
class H.Including base frame
Controller, 200 kW/ 250 kVA,
230/400 V 50 Hz, Merk
Renerconsys, Digital Power
Metering : voltage, 3P
Current, frequensi. Contactor,
circuit breaker,
Transducer and Lighting
arrester
Suvervision of erection,
commisioning
Total Investasi
4,886,108,000
Peralatan/Mesin
B Modal Kerja 0
C Total Kebutuhan Dana 4,886,108,000
D Self financing
- Bangunan dan gudang 250,000,000
E Pembiayaan 4,636,108,000
1. DNS-KLH (80%) 3,708,886,400
2. BSM (20%) 927,221,600

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 125


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

E. Biomassa Sekam Padi: Pengalaman KLH

PENGGANTIAN SOLAR DENGAN SEKAM PADI


PADA PROSES PENGERINGAN GABAH SUMBAWA

Nama Nasabah : CV Pesona


Alamat Nasabah : Dusun Kabuyit RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape /
Lapok, Kab. Sumbawa
Alamat Usaha : Dusun Kabuyit RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape /
Lapok, Kab. Sumbawa
Telephone/Fax : 0818-03666716
Contact Person : H.A. Karim Maula
Bidang Usaha : Penggilingan Padi
BSM Pelaksana : BSM KCP Sumbawa

CV. Pesona adalah perusahaan penggilingan padi yang sudah berjalan sejak tahun 2007,
saat ini berproduksi 20 ton beras/hari. Bahan baku penggilingan yaitu gabah hasil panen
dibeli dari petani lokal dari kecamatan Lape.dengan harga Rp. 3.250/kg dan dari kecamatan
Klunyuk juga harga dengan harga Rp. 3.250/kg tetapi ditambah biaya BBM karena
kecamatan Klunyuk berjarak 80 Km dari lokasi usaha.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 126


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Lampiran 3 : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit


Ketahanan Pangan dan Energi

SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 79/PMK.05/2007
TENTANG
KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI
MENTERI KEUANGAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dan energi nasional,
diperlukan pendanaan yang mengedepankan peran perbankan nasional
dengan subsidi bunga dari Pemerintah;
b. bahwa agar penyediaan, penyaluran dan pertanggungjawaban
pendanaan sebagaimana tersebut pada huruf a dapat berjalan secara
tertib, terkendali, efektif, dan efisien, perlu diciptakan suatu skim dan
mekanisme kredit yang terpadu;
c. bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.017/2000 tentang
Pendanaan Kredit Ketahanan Pangan, sebagaimana telah tiga kali diubah
terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.06/2004
dinilai tidak dapat memenuhi upaya peningkatan ketahanan pangan dan
energi;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3472), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3790);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia 'Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3502);

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 127


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
6. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional;
7. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KREDIT KETAHANAN
PANGAN DAN ENERGI.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
1. Program Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas usaha
pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan yang
menghasilkan pangan nabati dan/atau hewani.
2. Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati adalah upaya
peningkatan produksi dan produktivitas tanaman penghasil bahan baku bahan bakar
nabati untuk memenuhi kebutuhan sumber energi lain.
3. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, selanjutnya disingkat KKP-E, adalah kredit investasi
dan/atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan Program
Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar
Nabati.
4. Kredit Ketahanan Pangan, selanjutnya disingkat KKP, adalah kredit investasi dan atau
modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada petani, peternak, nelayan dan
pembudidaya ikan, kelompok (tani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan) dalam
rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar,
pengembangan budidaya tanaman tebu, peternakan sapi potong, ayam buras dan itik,
usaha penangkapan dan budidaya ikan, serta kepada koperasi dalam rangka pengadaan
pangan berupa gabah, jagung, dan kedelai.
5. Menteri Teknis adalah Menteri yang membidangi sektor/sub-sektor tertentu yang
tercakup dalam program dibiayai KKP-E.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 128


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

6. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok, selanjutnya disingkat RDKK, adalah rencana


kebutuhan kredit kelompok dalam rangka Program Ketahanan Pangan dan Program
Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati, untuk 1 (satu) periode
tertentu, yang disusun melalui musyawarah anggota kelompok atas dasar program
kelompok dan satuan biaya, dan dilengkapi dengan rencana pembayaran kembali kredit
yang akan diperoleh.
7. Calon Peserta KKP-E adalah petani, peternak, pekebun, nelayan, pembudidaya ikan,
dan/atau koperasi yang memenuhi kriteria untuk dapat menjadi Peserta KKP-E yang
RDKK-nya telah disetujui oleh pejabat yang diberi kuasa oleh dinas teknis setempat.
8. Peserta KKP-E adalah calon peserta KKP-E yang disetujui oleh Bank Pelaksana sebagai
penerima KKP-E.
9. Kelompok Tani adalah kumpulan petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya
ikan yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan
(sosial, ekonomi, sumber daya, tempat) dan keakraban untuk meningkatkan dan
mengembangkan usaha anggota.
10. Mitra Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta
dan/atau Badan Usaha Milik Daerah, atau Koperasi yang berbadan hukum dan memiliki
usaha di bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan,
perikanan, dan/atau industri bahan bakar nabati.
11. Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih
antara tingkat bunga KKP-E yang berlaku dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada
Peserta KKP-E.
12. Kebutuhan Indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap komoditas yang didanai KKP-E
per satuan luas dan/atau per unit usaha yang ditetapkan oleh Menteri Teknis.
13. Bank Indonesia adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004.
14. Bank Pelaksana adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998.
15. Koperasi adalah Koperasi Primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang anggotanya terdiri dari Calon
Peserta/Peserta KKP-E.
16. Perjanjian Kerjasama Pendanaan, selanjutnya disingkat PKP, adalah perjanjian antara
Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan mewakili Pemerintah
dengan Bank Pelaksana.
17. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
18. Komite Kebijakan dan Komite Teknis adalah komite yang dibentuk oleh Menteri
Keuangan, yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil Departemen Keuangan, Departemen
Teknis, Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kantor Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 129


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

BAB II
TUJUAN
Pasal 2
KKP-E disediakan dalam rangka mendukung pendanaan pelaksanaan Program Ketahanan
Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati.

BAB III
OBJEK PENDANAAN
Pasal 3
Kegiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E meliputi :
a. Pengembangan Padi, Jagung, Kedelai, Ubi Jalar, Tebu, Ubi Kayu (Singkong), Kacang
Tanah, dan Sorgum;
b. Pengembangan Tanaman Hortikultura berupa: Cabe, Bawang Merah, Jahe, Kentang,
dan Pisang;
c. Pengadaan Pangan berupa: Gabah, Jagung, dan Kedelai;
d. Peternakan Sapi Potong, Sapi Perah, Pembibitan Sapi, Ayam Ras Petelur, Ayam Ras
Pedaging, Ayam Buras, Itik, dan Burung Puyuh;
e. Penangkapan Ikan, Budidaya Udang, Nila, Gurame, Patin, Lele, Kerapu Macan, dan
Ikan Mas, serta pengembangan Rumput Laut; dan
f. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan usaha sebagaimana tersebut pada huruf d dan e.

Pasal 4
Kegiatan usaha dalam rangka Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan
Tanaman Bahan Baku Bakar Nabati dapat dilakukan secara mandiri atau bekerjasama
dengan Mitra Usaha.

BAB IV
SUMBER PENDANAAN
Pasal 5
(1) Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana.
(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan dan ditatausahakan oleh
Bank Pelaksana.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 130


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

BAB V
MEKANISME PENDANAAN
Pasal 6
(1) Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan menunjuk Bank Pelaksana
berdasarkan permohonan bank yang bersangkutan.
(2) Bank Pelaksana sekurang-kurangnya memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Menyampaikan l:omitmen tertulis penyediaan dana sejumlah tertentu guna
pendanaan KKP-E.
b. Berkedudukan atau memiliki kantor operasional atau memiliki kerjasama
operasional dengan lembaga keuangan lain yang berkedudukan di wilayah provinsi
penyaluran KKP-E.
(3) Bank Pelaksana KKP, yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat langsung menjadi Bank Pelaksana KKP-E tanpa penunjukan baru, dengan
menyampaikan pernyataan kesediaan untuk menjadi Bank Pelaksana KKP-E secara
tertulis kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Pasal 7
Menteri Keuangan memberikan persetujuan plafon KKP-E untuk masing-masing Bank
Pelaksana, dengan didasarkan pada pertimbangan :
a. Program dan Pembiayaan Peningkatan Ketahanan Pangan dan Pengembangan
Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati untuk sektornya masing-masing, yang
dirinci per tahun, per wilayah propinsi dan per komoditi/kelompok kegiatan usaha,
yang disampaikan oleh Menteri Teknis;
b. kemampuan Pemerintah menyediakan Subsidi Bunga;
c. usul/komitmen penyediaan dana KKP-E oleh Bank Pelaksana; dan
d. pendapat Komite Kebijakan.

Pasal 8
(1) Alokasi plafon KKP-E masing-masing Bank Pelaksana, yang dirinci per
komoditi/kelompok kegiatan usaha, dituangkan dalam PKP.
(2) Berdasarkan alokasi plafon KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Pelaksana
menyusun Rencana Tahunan Penyaluran KKP-E yang dirinci per komoditi/kelompok
kegiatan usaha dan per wilayah provinsi.
(3) Rencana Tahunan Penyaluran KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
oleh Bank Pelaksana kepada Menteri dan Menteri Teknis.

Pasal 9
Bank Pelaksana menetapkan Peserta KKP-E berdasarkan penilaian terhadap kelayakan Calon
Peserta KKP-E dan kegiatan usaha yang diusulkan Calon Peserta KKP-E yang bersangkutan

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 131


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, serta dengan memperhatikan ketentuan
yang berlaku.

Pasal 10
(1) KKP-E diberikan kepada Peserta KKP-E melalui Kelompok Tani dan/atau Koperasi.
(2) Penyaluran KKP-E dilakukan dengan ketentuan :
a. Volume kegiatan usaha yang dibiayai, paling tinggi sebesar batas tertinggi volume
kegiatan usaha per Peserta KKP-E yang ditetapkan oleh Menteri Teknis atau
pejabat yang dikuasakan.
b. Realisasi KKP-E, paling tinggi sebesar Kebutuhan Indikatif.
c. Besarnya plafon individual KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana dengan
memperhatikan Kebutuhan Indikatif, dengan ketentuan :
- untuk petani, peternak, pekebun, dan nelayan paling tinggi sebesar Rp.
25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah); dan
- untuk koperasi dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung, dan kedelai)
paling tinggi sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
d. Besarnya batas tertinggi plafon individual sebagaimana dimaksud pada huruf c
ditinjau kembali setiap tanggal 1 April.
(3) Total baki debet penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana, dari waktu ke waktu untuk
masing-masing komoditi/kelompok kegiatan usaha paling tinggi sebesar plafon KKP-E
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
Pasal 11
Bank Pelaksana wajib mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menjamin
penyediaan dan penyaluran KKP-E yang menjadi tanggung jawabnya secara tepat jumlah
dan tepat waktu sesuai program yang ditetapkan Pemerintah, serta mematuhi semua
ketentuan tatacara penatausahaan yang berlaku.

BAB VI
PERSYARATAN KREDIT
Pasal 12
(1) Tingkat bunga KKP-E ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit
sejenis dengan ketentuan :
a. untuk KKP-E pengembangan Tebu paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan
simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan
ditambah 5 persen (lima perseratus); dan
b. untuk KKP-E lainnya paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada
Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 6 persen
(enam per seratus).

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 132


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

(2) Tingkat bunga KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau dan ditetapkan
kembali setiap 6 (enam) bulan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober berdasarkan
kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana dengan mendengar
pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis.
(3) Tingkat bunga KKP-E untuk pertama kali ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang
berlaku untuk kredit sejenis dengan batas paling tinggi didasarkan pada suku bunga
penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin
Simpanan yang berlaku pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini, dan
dicantumkan dalam PKP.
(4) Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan memberitahukan secara
tertulis penetapan tingkat bunga KKP-E pada setiap terjadi perubahan kepada Bank
Pelaksana dengan tembusan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri
Teknis, dan selanjutnya tindasan surat pemberitahuan tersebut setelah ditandatangani
Direksi Bank Pelaksana sebagai tanda persetujuan disampaikan kembali kepada
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(5) Menteri Keuangan sewaktu-waktu dapat mengusulkan dilakukannya peninjauan
kembali/penyesuaian tingkat bunga KKP-E, dengan mempertimbangkan pendapat
Komite Kebijakan.

Pasal 13
(1) Risiko KKP-E ditanggung oleh Bank Pelaksana.
(2) Sebagian risiko KKP-E tertentu yang ditetapkan Pemerintah dapat dijaminkan oleh Bank
Pelaksana dengan membayar premi kepada lembaga penjamin yang didukung oleh
Pemerintah.

Pasal 14
Jangka waktu KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus tanam atau siklus
usaha, paling lama 5 (lima) tahun.

Pasal 15
Bank Pelaksana KKP-E tidak mengenakan provisi kredit dan biaya komitmen kepada Peserta
KKP-E.

BAB VII
SUBSIDI BUNGA
Pasal 16
(1) Bagian tingkat bunga KKP-E yang dibebankan kepada Peserta KKP-E ditetapkan oleh
Menteri Keuangan berdasarkan :

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 133


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

a. usul Menteri Teknis; dan


b. pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis.
(2) Penetapan bagian tingkat bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan
secara tertulis oleh Menteri Keuangan kepada Bank Pelaksana, dengan tembusan
kepada :
a. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
b. Menteri Teknis; dan
c. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.

Pasal 17
Pemerintah memberikan Subsidi Bunga selama masa jangka waktu KKP-E, tidak termasuk
perpanjangan jangka waktu pinjaman.

Pasal 18
(1) Pengalokasian Subsidi Bunga dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN) dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan mengacu pada program
sebagaimana dimaksud dalam Basal 7 huruf a dan plafon KKP-E sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1).
(2) Atas alokasi Subsidi Bunga yang tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), Menteri Keuangan menerbitkan Surat Penetapan Satuan Anggaran per
Satuan Kerja (SP-SAPSK) dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Subsidi Bunga.

Pasal 19
(1) Subsidi bunga KKP-E dibayarkan setiap 3 (tiga) bulan sekali.
(2) Permintaan pembayaran Subsidi Bunga KKP-E diajukan oleh Bank Pelaksana kepada
Menteri Keuangan u.p. Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan dilampiri :
a. rincian perhitungan tagihan Subsidi Bunga KKP-E;
b. rincian mutasi rekening pinjaman masing-masing penerima KKP-E; dan
c. tanda terima pembayaran Subsidi Bunga KKP-E yang ditandatangani Direksi Bank
Pelaksana atau pejabat yang dikuasakan.
(3) Pembayaran Subsidi Bunga KKP-E dilakukan berdasarkan data penyaluran KKP-E yang
disampaikan oleh Bank Pelaksana.
(4) Dalam rangka meneliti kebenaran perhitungan Subsidi Bunga yang telah dibayarkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan verifikasi oleh Departemen Keuangan
c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, secara periodik atau sewaktu-waktu.
(5) Dalam hal diperlukan, pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat mengikutsertakan Departemen Teknis.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 134


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

BAB VIII
PEDOMAN PELAKSANAAN, PEMBINAAN,
PENGENDALIAN, DAN EVALUASI
Pasal 20
(1) Pedoman pelaksanaan KKP-E ditetapkan oleh Menteri Teknis.
(2) Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan KKP-E dilakukan oleh Menteri Keuangan,
Menteri Teknis, dan Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan bidang tugas dan
wewenang masing-masing.
(3) Rapat Evaluasi Penyelenggaraan KKP-E dilaksanakan secara periodik atau sewaktu-
waktu atas prakarsa Menteri Keuangan dan/atau Menteri Teknis, dengan
mengikutsertakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Direksi/Pengurus Mitra Usaha,
dan Direksi Bank Pelaksana, atau yang mewakili.

BAB IX
PEMERIKSAAN
Pasal 21
(1) Menteri Keuangan dan/atau Menteri Teknis, sewaktu-waktu dapat mengadakan
pemeriksaan atas realisasi penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana dan penggunaannya
oleh Peserta KKP-E.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
Keuangan dan/atau Menteri Teknis dapat meminta bantuan aparat fungsional
pemeriksa internal atau eksternal.
(3) Pemeriksaan atas realisasi penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia.
(4) Bank Pelaksana dan/atau Peserta KKP-E dan/atau Mitra Usaha berkewajiban :
a. menyampaikan data dan dokumen terkait;
b. memberikan tanggapan atau jawaban terhadap hal-hal ditanyakan atau diperlukan
kejelasan; dan
c. bersikap kooperatif dalam pelaksanaan pemeriksaan.

BAB X
LAPORAN
Pasal 22
(1) Bank Pelaksana wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Bulanan Penyaluran dan
Pengembalian KKP-E kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan
dan Menteri Teknis paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 135


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

(2) Bank Pelaksana wajjb menyampaikan laporan lain terkait dengan penyelenggaraan KKP-
E dalam hal diperlukan dan diminta secara khusus oleh Menteri Keuangan dan/atau
Menteri Teknis.
(3) Kewajiban penyampaian laporan kegiatan oleh Mitra Usaha diatur oleh Menteri Teknis.

BAB XI
SANKSI
Pasal 23
(1) Dalam hal Bank Pelaksana melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, maka Bank Pelaksana dikenakan
sanksi:
a. administratif berupa teguran tertulis;
b. penundaan pembayaran Subsidi Bunga; atau
c. penghentian pembayaran Subsidi Bunga.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengenaan sanksi diatur dalam
PKP.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
Memorandum Kesepakatan Bersama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 11
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.017/2000 tentang Pendanaan Kredit
Ketahanan Pangan sebagaimana telah tiga kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 559/KMK.06/2004, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
tanggal 31 Desember 2007 atau sampai dengan tangga1 berlakunya PKP.

Pasal 25
KKP yang masih tersalur pada saat diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan ini,
dialihkan dan diperlakukan sebagai bagian KKP-E sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan ini.

Pasal 26
Selama tingkat bunga KKP-E dan bagian tingkat bunga KKP-E yang dibebankan kepada
Peserta KKP-E belum ditetapkan, maka ketentuan mengenai tingkat bunga dan bagian
tingkat bunga KKP pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini diberlakukan
untuk Peraturan Menteri Keuangan ini.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 136


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

BAB XIIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, maka Keputusan Menteri Keuangan
Nomur 345/KMK.017/2000 tentang Pendanaan Kredit Ketahanan Pangan sebagaimana telah
tiga kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.06/2004
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban, hak, tugas, dan tanggung jawab Bank Pelaksana
serta mekanisme dan tata cara pendanaan, penyaluran, persyaratan, penatausahaan,
pembayaran subsidi bunga, Pelaporan, pengawasan, dan ketentuan-ketentuan lain yang
diperlukan dalam pelaksanaan KKP-E, diatur dalam PKP.

Pasal 29
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri
Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Juli 2007

MENTERI KEUANGAN,
SRI MULYANI INDRAWATI

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 137


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Lampiran 4 : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 tentang Perubahan


Pertama Peraturan Menteri Keungan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 48 / PMK.05/ 2009
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007
TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI
MENTERI KEUANGAN,

Menimbang : a. bahwa untuk pendanaan dalam rangka program peningkatan ketahanan


pangan dan energi nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan
Energi, diperlukan penyesuaian tingkat plafond individual Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi;
b. bahwa sehubungan dengan penyesuaian tingkat plafond individual Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
dipandang perlu untuk mengubah ketentuan yang mengatur mengenai
plafond individual dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007
tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7);
2. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2008);

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 138


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit


Ketahanan Pangan dan Energi;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007 TENTANG
KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI.

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/ PMK.05/ 2007 tentang
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga keseluruhan Pasal 3 menjadi berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 3
(1) Kegiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E meliputi:
a. Pengembangan Tanaman Pangan;
b. Pengembangan Tanaman Hortikultura;
c. Pengembangan Perkebunan;
d. Pengadaan Pangan berupa: Gabah, Jagung, dan Kedelai;
e. Peternakan;
f. Penangkapan dan Pembudidayaan Ikan; dan
g. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan usaha sebagaimana tersebut pada huruf a sampai dengan e.
(2) Uraian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lebih lanjut diatur
dalam Peraturan Menteri Teknis terkait.

2. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga keseluruhan Pasal 10 menjadi berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 10
(1) KKP-E diberikan kepada Peserta KKP-E melalui Kelompok Tani dan/atau Koperasi.
(2) Penyaluran KKP-E dilakukan dengan ketentuan:
a. Volume kegiatan usaha yang dibiayai, paling tinggi sebesar batas tertinggi
volume kegiatan usaha per Peserta KKP-E yang ditetapkan oleh Menteri Teknis
atau pejabat yang dikuasakan;
b. Realisasi KKP-E paling tinggi sebesar Kebutuhan Indikatif;
c. Besarnya plafon individual KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana dengan
memperhatikan Kebutuhan Indikatif, dengan ketentuan:
1) untuk petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya ikan paling
tinggi sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
2) untuk koperasi dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung, dan kedelai)
paling tinggi sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 139


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

3) untuk kelompok tarsi dalam rangka pengadaan/ peremajaan peralatan,


mesin, dan sarana lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, paling tinggi
sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
d. Besarnya batas tertinggi plafon individual sebagaimana dimaksud pada huruf c
ditinjau, kembali setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober.
(3) Total baki debet penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana, dari waktu ke waktu untuk
masing-masing komoditi/kelompok kegiatan usaha paling tinggi sebesar plafond
KKP-E sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

3. Di antara Bab XII dan Bab XIII disisipkan 1 (satu) Bab baru, yaitu Bab XIIA yang berbunyi
sebagai berikut:
BAB XIIa
KETENTUAN PERALIHAN
4. Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 1 (satu) pasal baru, yakni Pasal 26a, yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 26a
Penentuan besarnya plafon individual KKP-E oleh Bank Pelaksana yang diputuskan mulai
tanggal 1 April 2009, dapat menggunakan skema seperti yang diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan ini.

Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri
Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Maret 2009

MENTERI KEUANGAN
SRI MULYANI INDRAWATI

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 140


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Lampiran 5 : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010 tentang


Perubahan Kedua Peraturan Menteri Keungan Nomor 79/PMK.05/2007
tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

PERATURAN MENTERI KEUANGAN


NOMOR 198/PMK.05/2010
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
79/PMK.05/2007 TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi pendanaan untuk program peningkatan


ketahanan pangan dan energi nasional sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit
Ketahanan Pangan Dan Energi sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009, perlu dilakukan
penyesuaian jenis kegiatan usaha yang dapat dibiayai, skema penyaluran,
dan tingkat plafon individual Kredit Ketahanan Pangan dan Energi;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007
Tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi;
Mengingat : 1. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007 TENTANG
KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI.

Pasal I

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 141


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang


Kredit Ketahanan Pangan dan Energi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 diubah sebagai berikut:
5. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Kegiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E meliputi:
a. Pengembangan Tanaman Pangan;
b. Pengembangan Tanaman Hortikultura;
c. Pengembangan Perkebunan;
d. Pengadaan Pangan berupa gabah, jagung, kedelai, dan perikanan;
e. Peternakan;
f. Penangkapan dan Pembudidayaan Ikan; dan
g. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan
huruf f.
(2) Uraian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Teknis.
6. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
(1) KKP-E diberikan kepada Peserta KKP-E melalui Kelompok Tani, dan/atau Koperasi.
(2) KKP-E dapat diberikan secara langsung kepada petani, peternak, pekebun, nelayan,
dan pembudidaya ikan untuk jenis kegiatan usaha tertentu yang telah ditetapkan
oleh Menteri Teknis.
(3) Penyaluran KKP-E dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Volume kegiatan usaha yang dibiayai, paling tinggi sebesar batas tertinggi
volume kegiatan usaha per Peserta KKP-E yang ditetapkan oleh Menteri Teknis
atau pejabat yang dikuasakan;
b. Realisasi KKP-E paling tinggi sebesar Kebutuhan Indikatif;
c. Besarnya plafon individual KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana dengan
memerhatikan Kebutuhan Indikatif, dengan ketentuan:
1) untuk petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya ikan paling
banyak sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
2) untuk pengajuan plafon kredit lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), calon peserta KKP-E wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) dan persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana;
3) untuk koperasi, kelompok tani, dan/atau gabungan kelompok tani dalam
rangka pengadaan pangan (gabah, jagung, kedelai, dan perikanan) paling
banyak sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan
4) untuk kelompok tani dalam rangka pengadaan/ peremajaan peralatan,
mesin, dan sarana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g,
paling banyak sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 142


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

d. Besarnya batas tertinggi plafon individual sebagaimana dimaksud pada huruf c


ditinjau kembali setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober.
(4) Total baki debet penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana dari waktu ke waktu untuk
masing-masing komoditas/kelompok kegiatan usaha paling banyak sebesar plafon
KKP-E sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 November 2010
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 November 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 562

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 143


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Lampiran 6 : Draft Peraturan Menteri Keuangan Nomor /PMK.011/2014 tentang


Perubahan Ketiga Peraturan Menteri Keungan Nomor 79/PMK.05/2007
tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

USULAN DRAFT
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR /PMK.011/2014

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007


TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi dan perluasan obyek pendanaan


untuk program peningkatan ketahanan pangan dan energi nasional
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 48/PMK.05/2009, perlu dilakukan penyesuaian jenis kegiatan
usaha yang dapat dibiayai, skema penyaluran, dan tingkat plafon
individual Kredit Ketahanan Pangan dan Energi;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf


a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007
Tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi;

Mengingat : 1. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit


Ketahanan Pangan dan Energi sebagaimana terakhir diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010;

MEMUTUSKAN:

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 144


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS


PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007 TENTANG
KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor


79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
48/PMK.05/2009 diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :


1. Program Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan produksi
dan produktivitas usaha pertanian tanaman pangan,
hortikultura, peternakan dan perkebunan yang menghasilkan
pangan nabati dan/atau hewani.
2. Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar
Nabati adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas
tanaman penghasil bahan baku bahan bakar nabati untuk
memenuhi kebutuhan sumber energi lain.
3. Program Waste to Energy adalah upaya perbaikan lingkungan
dengan mengimplementasikan teknologi pemanfaatan limbah
menjadi energi pada industri tahu serta peternakan sapi potong
dan/atau sapi perah.
4. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, selanjutnya disingkat KKP-
E, adalah kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan
dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Ketahanan
Pangan, Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan
Bakar Nabati dan Program Waste to Energy.
5. Kredit Ketahanan Pangan, selanjutnya disingkat KKP, adalah
kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank
Pelaksana kepada petani, peternak, nelayan dan pembudidaya
ikan, kelompok (tani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan)
dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi
kayu, dan ubi jalar, pengembangan budidaya tanaman tebu,
peternakan sapi potong, ayam buras dan itik, usaha
penangkapan dan budidaya ikan, serta kepada koperasi dalam
rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung, dan kedelai.
6. Menteri Teknis adalah Menteri yang membidangi sektor/sub-
sektor tertentu yang tercakup dalam program dibiayai KKP-E.
7. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok, selanjutnya disingkat
RDKK, adalah rencana kebutuhan kredit kelompok dalam rangka
Program Ketahanan Pangan, Program Pengembangan Tanaman
Bahan Baku Bahan Bakar Nabati dan Program Waste to Energy

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 145


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

untuk 1 (satu) periode tertentu, yang disusun melalui


musyawarah anggota kelompok atas dasar program kelompok
dan satuan biaya, dan dilengkapi dengan rencana pembayaran
kembali kredit yang akan diperoleh.
8. Calon Peserta KKP-E adalah petani, peternak, pekebun, nelayan,
pembudidaya ikan, dan/atau koperasi yang memenuhi kriteria
untuk dapat menjadi Peserta KKP-E yang RDKK-nya telah
disetujui oleh pejabat yang diberi kuasa oleh dinas teknis
setempat.
9. Peserta KKP-E adalah calon peserta KKP-E yang disetujui oleh
Bank Pelaksana sebagai penerima KKP-E.
10. Kelompok Tani adalah kumpulan petani, peternak, pekebun,
nelayan, dan pembudidaya ikan yang dibentuk atas dasar
kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial,
ekonomi, sumber daya, tempat) dan keakraban untuk
meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
11. Mitra Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Swasta dan/atau Badan Usaha Milik Daerah, atau
Koperasi yang berbadan hukum dan memiliki usaha di bidang
pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
peternakan, perikanan, dan/atau industri bahan bakar nabati.
12. Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban
Pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga KKP-E yang
berlaku dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada Peserta
KKP-E.
13. Kebutuhan Indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap
komoditas yang didanai KKP-E per satuan luas dan/atau per unit
usaha yang ditetapkan oleh Menteri Teknis.
14. Bank Indonesia adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004.
15. Bank Pelaksana adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998.
16. Koperasi adalah Koperasi Primer sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,
yang anggotanya terdiri dari Calon Peserta/Peserta KKP-E.
17. Perjanjian Kerjasama Pendanaan, selanjutnya disingkat PKP,
adalah perjanjian antara Direktur Jenderal Perbendaharaan atas
nama Menteri Keuangan mewakili Pemerintah dengan Bank
Pelaksana.
18. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan.
19. Komite Kebijakan dan Komite Teknis adalah komite yang

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 146


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

dibentuk oleh Menteri Keuangan, yang anggotanya terdiri dari


wakil-wakil Kemeterian Keuangan, Kementerian Teknis,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional.

2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 2
KKP-E disediakan dalam rangka mendukung pendanaan pelaksanaan
Program Ketahanan Pangan, Program Pengembangan Tanaman Bahan
Baku Bahan Bakar Nabati dan Program Waste to Energy.
3. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3

(1) Kegiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E meliputi:


a. Pengembangan Tanaman Pangan;
b. Pengembangan Tanaman Hortikultura;
c. Pengembangan Perkebunan;
d. Pengadaan Pangan berupa gabah, jagung, kedelai, dan
perikanan;
e. Peternakan;
f. Penangkapan dan Pembudidayaan Ikan; dan
g. Pengembangan Biogas dari limbah industri tahu serta kotoran
sapi;
h. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain
yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf g.

(2) Uraian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Teknis.

3. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 10

(1) KKP-E diberikan kepada Peserta KKP-E melalui Kelompok Tani,


dan/atau Koperasi.

(2) KKP-E dapat diberikan secara langsung kepada petani,


peternak,pekebun, nelayan, pembudidaya ikan, pengusaha tahu
dan/atau tempe, dan peternak sapi potong dan/atau perah untuk
jenis kegiatan usaha tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri
Teknis.

(3) Penyaluran KKP-E dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Volume kegiatan usaha yang dibiayai, paling tinggi sebesar


batas tertinggi volume kegiatan usaha per Peserta KKP-E yang

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 147


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

ditetapkan oleh Menteri Teknis atau pejabat yang dikuasakan;


b. Realisasi KKP-E paling tinggi sebesar Kebutuhan Indikatif;
c. Besarnya plafon individual KKP-E ditetapkan oleh Bank
Pelaksana dengan memerhatikan Kebutuhan Indikatif, dengan
ketentuan:
1) untuk petani, peternak, pekebun, nelayan, dan
pembudidaya ikan paling banyak sebesar Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
2) untuk pengajuan plafon kredit lebih dari Rp. 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah), calon peserta KKP-E wajib
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana;
3) untuk koperasi, kelompok tani, dan/atau gabungan
kelompok tani dalam rangka pengadaan pangan (gabah,
jagung, kedelai, dan perikanan) paling banyak sebesar Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan
4) untuk kelompok tani dalam rangka pengadaan/
peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h, paling banyak
sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
d. Besarnya batas tertinggi plafon individual sebagaimana
dimaksud pada huruf c ditinjau kembali setiap tanggal 1 April
dan 1 Oktober.

(4) Total baki debet penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana dari
waktu ke waktu untuk masing-masing komoditas/kelompok
kegiatan usaha paling banyak sebesar plafon KKP-E sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

Pasal II

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
M. Chatib Basri

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 148


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 149


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Lampiran 7 : Juknis KKP-E di Kementerian Pertanian

Pedoman Teknis Kredit Ketahanan Pangan dan Energi


Sistem Kredit Bersubsidi untuk Petani dan Peternak

Direktorat Pembiayaan Pertanian


Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian
Kementerian Pertanian
2012

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan pertanian tetap memegang peran strategis dalam perekonomian
nasional. Peran strategis tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui
pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio
energi, penyerapan tenaga kerja, sumber devisa negara dan sumber pendapatan serta
pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan.
Pembangunan pertanian diharapkan dapat memperbaiki pendapatan penduduk
secara merata dan berkelanjutan, karena sebagian besar penduduk Indonesia memiliki mata
pencaharian di sektor pertanian. Sejalan dengan target utama Kementerian Pertanian 2010-
2014 meliputi: (1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan; (2)
peningkatan diversifikasi pangan; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor dan
(4) peningkatan kesejahteraan petani. Strategi yang akan dilaksanakan adalah melakukan
revitalisasi pertanian dengan fokus tujuh aspek dasar yang dinamakan dengan Tujuh Gema
Revitalisasi, yang terdiri atas: (1) lahan; (2) perbenihan dan perbibitan; (3) infrastruktur dan
sarana; (4) sumber daya manusia, (5) pembiayaan petani; (6) kelembagaan petani dan (7)
teknologi dan industri hilir.
Keberhasilan peningkatan produksi pangan di masa lalu dalam hal pencapaian
swasembada pangan, tidak terlepas dari peran pemerintah melalui penyediaan kredit
program dengan suku bunga rendah, fasilitas Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) sampai
dengan tahun 1998 dan subsidi sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida). Semenjak
diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia maka tidak tersedia lagi
sumber dana dari KLBI, oleh karena itu mulai tahun 2000 telah diluncurkan Skim Kredit
Ketahanan Pangan (KKP) yang sumber dananya berasal dari Perbankan dengan subsidi suku
bunga bagi petani dan peternak yang disediakan oleh pemerintah.
Dalam perkembangannya KKP mengalami penyesuaian dari tahun ke tahun, mulai
Oktober 2007 KKP disempurnakan menjadi KKP-E (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi). Hal
ini mengadopsi upaya mengurangi ketergantungan energi berbahan baku fosil dan
perkembangan teknologi energi dikembangkan energi lain yang berbasis sumber energi
nabati. Energi alternatif dimaksud disini berbasis ubi kayu/singkong dan tebu diintegrasikan

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 150


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

dengan Skim KKP yang telah ada sehingga berubah menjadi Skim Kredit Ketahanan Pangan
dan Energi (KKP-E).
KKP-E merupakan skim kredit yang ditetapkan Pemerintah dengan pola penyaluran
executing. Untuk kelancaran pelaksanaan KKP-E penyaluran dan pengembaliannya dapat
berjalan dengan baik ditingkat lapangan perlu disusun Pedoman Teknis Skim Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi yang disempurnakan sesuai perkembangan dan kebutuhan.

1.2. Pengertian
1) Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga tercermin
dari tersedianya pangan yang cukup, baik, jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau;
2) Pangan adalah sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah
maupun tidak diolah diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi
manusia;
3) Program Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas
usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan yang
menghasilkan pangan nabati dan/atau hewani;
4) Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati adalah upaya
peningkatan produksi dan produktivitas tanaman penghasil bahan baku bahan bakar
nabati untuk memenuhi kebutuhan sumber energi lain;
5) Kredit Ketahanan Pangan dan Energi yang selanjutnya disebut KKP-E, adalah kredit
investasi dan/ atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan
Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan
Bakar Nabati;
6) Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok yang selanjutnya disebut RDKK, adalah rencana
kebutuhan modal kerja dan atau investasi kelompok untuk usaha pertanian yang
disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok dalam satu periode tertentu yang
dilengkapi dengan jadwal pencairan dan pengembalian kredit;
7) Rencana Kebutuhan Usaha Petani yang selanjutnya disebut RKU petani adalah rencana
kebutuhan modal kerja atau investasi petani untuk usaha pertanian dalam satu periode
tertentu yang dilengkapi jadwal pencairan dan pengembalian kredit;
8) Petani adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengelola usaha di bidang
pertanian;
9) Kelompok Tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar
kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya,
tempat) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota;
10) Gabungan Kelompoktani (Gapoktan) adalah kumpulan beberapa kelompoktani yang
bergabung dan berkerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.
11) Calon peserta KKP-E adalah petani/peternak/pekebun yang tergabung dalam kelompok
tani dan/atau koperasi;
12) Peserta KKP-E adalah calon peserta KKP-E yang disetujui oleh Bank Pelaksana sebagai
penerima KKP-E;

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 151


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

13) Mitra Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta
dan/atau Badan Usaha Milik Daerah, atau Koperasi yang berbadan hukum dan memiliki
usaha di bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan
dan/atau industri bahan bakar nabati;
14) Koperasi adalah Koperasi Primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang anggotanya terdiri dari Peserta KKP-E;
15) Penyuluh Pertanian, yang selanjutnya disebut penyuluh adalah petugas yang diberi
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat Dinas Teknis
setempat untuk mengesahkan RDKK;
16) Kebutuhan indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap komoditas yang didanai KKP-E
per satuan luas dan/atau per unit usaha yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian;
17) Bank Pelaksana adalah Bank Umum yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri
Keuangan untuk menyediakan, menyalurkan, dan menatausahakan KKP-E.

1.3. Tujuan
1) Memberikan acuan bagi pemangku kepentingan di pusat dan daerah dalam
pelaksanaan penyaluran dan pengembalian KKP-E;
2) Mengoptimalkan pemanfaatan dana kredit yang disediakan oleh perbankan untuk
petani/peternak/pekebun yang memerlukan pembiayaan usahanya secara efektif,
efisien dan berkelanjutan;
3) Mendukung peningkatan produksi dalam peningkatan ketahanan pangan nasional dan
ketahanan energi lain melalui pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati.

1.4. Sasaran
1) Terlaksananya penyaluran KKP-E kepada petani/peternak/pekebun dan
pengembalian kredit tepat waktu;
2) Terpenuhinya modal bagi petani/peternak/pekebun dalam melaksanakan usaha
taninya;
3) Meningkatnya penerapan teknologi anjuran bagi petani/peternak /pekebun yang
memanfaatkan kredit.

1.5. Landasan Hukum


1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 juncto Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 dan juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor
198/PMK.05 / 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan
Tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, antara lain menetapkan obyek
pendanaan, sumber pendanaan, mekanisme pendanaan, persyaratan kredit, suku
bunga, subsidi bunga, sanksi dan ketentuan peralihan;
2) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 57/Permentan/KU.430/2007 juncto Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 21/Permentan/ KU.430/4/2009 tanggal 21 April 2009 dan

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 152


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Juncto Nomor 08/ Permentan / KU.430 /2 / 2011 tentang Peraturan Menteri


Pertanian Perubahan Kedua Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Tentang
Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, antara lain menetapkan
pengertian, obyek yang dibiayai, persyaratan dan kewajiban penerima KKP-E,
persyaratan dan kewajiban mitra usaha, plafon, kebutuhan indikatif, mekanisme
pengajuan, penyaluran dan pengembalian, pembinaan, monitoring dan evaluasi
serta pelaporan.

BAB II KETAHANAN PANGAN DAN KETAHANAN ENERGI


2.1. Ketahanan Pangan
Program Ketahanan Pangan Tahun 2010-2014 difokuskan pada 5 (lima) komoditas pangan
utama yaitu: padi (beras), jagung, kedelai, tebu (gula) dan daging sapi.
Dalam rangka mencukupi kebutuhan bahan pangan utama dalam negeri dan mengurangi
ketergantungan impor pangan maka pemerintah telah mencanangkan program pencapaian
swasembada dan swasembada berkelanjutan. Swasembada berkelanjutan ditargetkan
untuk komoditas padi dan jagung, dengan sasaran peningkatan produksi dapat
dipertahankan minimal sesuai dengan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Sedangkan
pencapaian swasembada yang ditargetkan untuk Tahun 2014, untuk tiga komoditas pangan
utama yaitu kedelai, gula dan daging sapi.

Tabel 1 Sasaran Produksi Komoditas Utama Tahun 2010 2014

Sumber: Rentra 2010-2014 Kementerian Pertanian


1) Gabah Kering Giling (GKG); 2) Pipilan Kering (PK);
2) Hablur

Disamping lima komoditas pangan utama tersebut di atas, juga dikembangan 34 komoditas
unggulan nasional baik komoditas pangan dan non pangan. Untuk mencapai sasaran
produksi tahun 2010-2014 yang telah ditetapkan diperlukan upaya-upaya sebagai berikut :
A. Sub Sektor Tanaman Pangan
Upaya pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan tanaman pangan ditempuh
melalui :
4) Peningkatan produktivitas hasil dengan meningkatkan mutu intensifikasi, penerapan
teknologi unggul tepat guna dan spesifik lokasi, penggunaan benih varietas unggul
bermutu, penerapan pupuk berimbang dan organik;
5) Perluasan areal tanam melalui upaya khusus dengan peningkatan intensisitas tanaman,
tumpang sari, cetak sawah baru, optimalisasi pemanfaatan Jaringan Irigasi Tingkat Usaha

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 153


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tani (JITUT), Jaringan Irigasi Desa (JIDES), Tata Air Mikro (TAM) serta pompa, sumur dan
embung;
6) Pengamanan produksi melalui : Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT),
Penanganan Panen dan Pasca Panen, serta Pemanfaatan Alsintan melalui pola UPJA;
7) Program peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan kemampuan
kelembagaan kelompok tani dan Gabungan Kelompoktani (Gapoktan), manajemen
usaha tani, kemampuan penangkar benih, penerapan Sekolah Lapangan Pengelolaan
Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) dan Magang Sekolah Lapang Pelatihan
Pendidikan Pertanian dan Kewirausahaan;
8) Dukungan pembiayaan melalui : Bantuan Sosial, Lembaga Mandiri Mengakar di
Masyarakat (LM3), Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM), Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dan optimalisasi pemanfaatan Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi (KKP-E).

B. Sub Sektor Hortikultura


Pengembangan hortikultura tidak hanya berfokus produksi saja tetapi juga terkait
peningkatan mutu, keamanan pangan dan lingkungan. Upaya peningkatan produksi dan
mutu melalui :
1) Pengembangan dan pengutuhan kawasan , baik melalui perluasan areal, peningkatan
produktivitas dan mutu;
2) Penyediaan (bantuan) benih hortikultura bermutu varietas unggul.
3) Penerapan budidaya yang baik (Good Agriculture Practices);
4) Revitalisasi sistem pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), penyakit
hewan karantina dan peningkatan keamanan pangan;
5) Peningkatan dan pemberdayaan kelembagaan petani melalui gapoktan, asosiasi,
koperasi atau usaha lain berbadan hukum;
6) Penyediaan sarana produksi dan dukungan infrastruktur guna mendukung
pengembangan agribisnis;
7) Penguatan kelembagaan ekonomi petani melalui PMUK, LM3 dan Sekolah Lapangan
Hortikultura;
8) Peningkatan fasilitasi investasi hortikultura melalui peningkatan koodinasi, kerjasama
dan promosi;
9) Pemasyarakatan produk hortikultura dari tingkat pengelola produksi hingga ke pusat
promosi;
10) Optimalisasi pemanfaatan KKP-E.

C. Sub Sektor Perkebunan Khusus Tebu (Gula)


Upaya pencapaian swasembada gula melalui :
1) Pelaksanaan bongkar ratoon dan rawat ratoon dalam upaya peningkatan produktivitas;
2) Perluasan kebun bibit;
3) Perluasan areal pertanaman utamanya ke luar Jawa khususnya lahan kering;
4) Penyediaan air melalui penyiapan embung-embung dan sumber-sumber air serta
pompanisasi;

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 154


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

5) Penerapan pupuk berimbang dan pupuk organik;


6) Peningkatan/pemanfaatan idle capacity pabrik gula untuk mengolah raw sugar;
7) Pengaturan tata niaga gula;
8) Dukungan pembiayaan melalui : Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), dan
Optimalisasi Pemanfaatan KKP-E;

D. Sub Sektor Peternakan


Upaya percepatan swasembada daging sapi dan kerbau melalui :
1) Peningkatan produksi daging sapi, unggas dan ketersediaan susu dalam negeri;
2) Peningkatan ketersediaan pakan dan bibit sapi;
3) Peningkatan mutu bibit ternak sapi potong dan sapi perah ditempuh dengan
pengembangan mutu genetik dengan pendekatan bioteknologi, inseminasi buatan dan
atau embrio transfer;
4) Peningkatan populasi dan optimalisasi produksi ternak ruminansia melalui penerapan
Good Farming Practices (GFP);
5) Pengembangan pakan sapi potong melalui perbaikan padang penggembalaan dan
pemanfaatan hasil samping pertanian serta hasil samping industri pertanian maupun
pengembangan industri pakan ternak.
6) Pengendalian gangguan reproduksi dan penyakit hewan menular melalui pemantauan
terhadap kesehatan ternak khususnya kesehatan reproduksinya, serta penanganan
kesehatan hewan mulai dari pedet hingga ternak melahirkan.
7) Peningkatan mutu daging sapi potong dengan melengkapai sarana pendukung Rumah
Potong Hewan (RPH) dengan melengkapi sarana pendukungnya dalam upaya
penyediaan Aman Sehat Utuh Dan Halal (ASUH).
8) Pencegahan pemotongan sapi betina produktif.
9) Optimalisasi pemanfaatan Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), Lembaga Mandiri
Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa
10) (SMD)/Pemuda Membangun Desa (PMD), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).

2.2. Ketahanan Energi


Kebijakan energi nasional ditujukan untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam
negeri dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu program
ketahanan energi diarahkan untuk mengurangi ketergantungan sumber energi bahan bakar
minyak yang tak terbarukan. Untuk itu pemerintah mendorong penggunaan sumber energi
dari bahan bakar nabati (biofuel) yang terbarukan yang antara lain komoditas ubi kayu,
jagung dan tetes tebu untuk dijadikan bioethanol.
Untuk menggerakkan pemanfaatan komoditas ubi kayu, jagung dan tetes tebu sebagai
bahan bakar nabati maka diperlukan langkah-langkah dan upaya antara lain : (1) mendorong
penyediaan tanaman biofuel termasuk benih dan bibitnya, (2) melakukan penyuluhan
pengembangan biofuel, (3) memanfaatkan lahan terlantar, dan (4) melakukan sosialisasi
pemanfaatan biofuel.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 155


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Komoditas ubi kayu dan tebu dapat secara bersama-sama dapat digunakan untuk
mendukung ketahanan pangan nasional dan ketahanan energi. Pengembangan komoditas
ubi kayu dan tebu dapat digunakan sebagai bahan baku energi nabati (biofuel). Produksi ubi
kayu di beberapa daerah sudah dikembangan sebagai bahan baku pabrik yang menghasilkan
ethanol. Pada saat sekarang terdapat sekitar 85 pabrik yang tersebar di 12 propinsi yaitu :
Lampung, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera
Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan
Kalimantan Timur. Sasaran produksi ubi kayu Tahun 2012 sebanyak 25.000.000 ton dan
Tahun 2013 sebanyak 26.300.000 ton.
Untuk komoditas tebu diprioritaskan untuk sawasembada gula, baru kemudian untuk
mendukung ketahanan energi. Diharapkan melalui optimalisasi pemanfaatan KKP-E
khususnya ubi kayu dan tebu dapat mendukung ketahanan energi nasional.

BAB III BANK PELAKSANA KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI


3.1. Bank Pelaksana
Bank Pelaksana KKP-E meliputi 22 Bank yaitu 9 (sembilan) Bank Umum : Bank BRI, Mandiri,
BNI, Bukopin, CIMB Niaga, Agroniaga, BCA, BII, dan Artha Graha serta 13 (tiga belas) Bank
Pembangunan Daerah (BPD) yaitu : BPD Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan
Selatan, Papua , Riau dan Nusa Tenggara Barat.

3.2. Plafon KKP-E


Plafon KKP-E secara nasional sebesar Rp. 8,806 Triliun yang meliputi untuk sub sektor
tanaman pangan : Rp. 2,730 Triliun, hortikultura: Rp. 725,330 Miliar, perkebunan (tebu) Rp.
2,993 Triliun, peternakan : Rp. 2,046 Triliun dan pengadaan pangan: Rp. 310,830 Miliar.
Alokasi plafon KKP-E per sub sektor per wilayah (propinsi) secara rinci terdapat pada
lampiran 1. Alokasi tersebut sifatnya fleksible dan dinamis yaitu dapat bergerak antar
propinsi, tergantung kebutuhan dan propinsi yang bersangkutan pada Bank Pelaksana yang
sama.

3.3. Suku Bunga


Besarnya tingkat bunga kredit bank, tingkat bunga kepada peserta KKP-E, dan subsidi bunga
adalah sebagai berikut pada tabel 3 berikut.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 156


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel 3. Tingkat Bunga Bank, Tingkat Bunga Peserta KKP-E dan Subsidi Bunga

Ketentuan tingkat bunga tersebut mulai berlaku tanggal


1 Oktober 2011 s.d 31 Maret 2012.

3.4. Sumber Dana dan Resiko Kredit


1) Sumber dana KKP-E berasal dari Bank Pelaksana;
2) Resiko KKP-E ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana;
3) Peran pemerintah antara lain menyediakan subsidi suku bunga dan risk sharing untuk
komoditas padi, jagung dan kedelai;
4) Keputusan akhir kredit ada pada bank mengingat resiko kredit sepenuhnya ditanggung
Bank.

BAB IV KETENTUAN POKOK KKP-E


4.1. Usaha dan Komoditas yang dibiayai KKP-E
KKP-E digunakan untuk :
1) Petani, dalam rangka pengembangan tanaman padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar,
kacang tanah, kacang hijau, koro dan/atau perbenihan (padi, jagung dan/atau kedelai);
2) Petani, dalam rangka pengembangan tanaman bawang merah, cabai, kentang, bawang
putih, tomat, jahe, kunyit, kencur, pisang, salak, nenas, buah naga, melon, semangka,
pepaya, strawberi, pemeliharaan manggis, mangga, durian, jeruk, apel dan/atau melinjo;
3) Petani, dalam rangka pengembangan tebu, pemeliharaan teh, kopi arabika, kopi robusta
dan atau lada;
4) Peternak, dalam rangka pengembangan peternakan sapi potong, sapi perah, kerbau,
kambing/domba, ayam ras, ayam buras, itik, burung puyuh , kelinci dan atau babi;
5) Kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi, dalam rangka pengadaan gabah,
jagung dan kedelai;
6) Kelompoktani, dalam rangka pengadaan/peremajaan alat dan mesin untuk mendukung
usaha tanaman pangan, hortikultura, tebu dan peternakan meliputi meliputi traktor,
power threser, tracer (alat tebang), corn sheller, pompa air, dryer, vacuum fryer,
chopper, mesin tetas, pendingin susu, biodigester, mesin pembibitan (seedler),alat
tanam biji-bijian (seeder), mesin panen (paddy mower, reaper, combine harvester),
mesin penggilingan padi (rice miling unit), mesin pengupas kacang tanah (peanut shell),
mesin penyawut singkong, juicer, mesin pengolah biji jarak, mesin pengolah pakan
(mixer, penepung, pelet) dan atau kepras tebu.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 157


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

4.2. Petani, Kelompoktani dan Koperasi Penerima KKP-E


Persyaratan Petani, Kelompoktani dan Koperasi Penerima KKP-E :
A. Persyaratan Petani penerima KKP-E, sebagai berikut :
1) Petani/peternak/pekebun mempunyai identitas diri.
2) Petani/peternak/pekebun dapat secara individu dan atau menjadi anggota Kelompok
Tani.
3) Menggarap sendiri lahannya (petani pemilik penggarap) atau menggarap lahan orang
lain (petani penggarap).
4) Apabila menggarap lahan orang lain diperlukan surat kuasa/ keterangan dari pemilik
lahan yang diketahui oleh Kepala Desa.
5) Luas lahan petani yang dibiayai maksimum 4 (empat) Ha dan tidak melebihi plafon kredit
Rp. 100 juta per petani/peternak/pekebun.
6) Bagi petani/peternak/pekebun yang mengajukan plafon kredit lebih dari Rp. 50 juta
harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan persyaratan lain sesuai ketentuan
Bank Pelaksana.
7) Petani peserta paling kurang berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah.
8) Bersedia mengikuti petunjuk Dinas Teknis atau Penyuluh Pertanian dan mematuhi
ketentuan-ketentuan sebagai peserta KKP-E.

B. Persyaratan Kelompok Tani penerima KKP-E sebagaiberikut :


1) Kegiatan usaha kelompok dapat dilakukan secara mandiri dan atau bekerjasama dengan
mitra usaha. Apabila kelompoktani bekerjasama dengan Mitra Usaha agar membuat
kesepatan secara tertulis dalam bentuk perjanjian kerjasama antara pihak-pihak yang
bermitra;
2) Kelompok tani telah terdaftar pada Balai Penyuluhan Pertanian/ Dinas Teknis terkait
setempat;
3) Mempunyai anggota yang melaksanakan budidaya komoditas yang dapat dibiayai KKP-E;
4) Mempunyai organisasi dengan pengurus yang aktif, paling kurang ketua, sekretaris dan
bendahara;
5) Mempunyai aturan kelompok yang disepakati oleh seluruh anggota.

C. Persyaratan Koperasi penerima KKP-E, sebagai berikut :


1) Berbadan hukum;
2) Memiliki pengurus yang aktif;
3) Memenuhi persyaratan dari Bank Pelaksana;
4) Memiliki anggota yang terdiri dari petani/peternak/pekebun;
5) Memiliki bidang usaha di sektor pertanian.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 158


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Kewajiban Petani, Kelompoktani dan Koperasi Penerima KKP-E:


A. Kewajiban Petani penerima KKP-E :
1) Petani /peternak/ pekebun yang mengajukan kredit secara individu perlu menyusun
rencana kebutuhan usahanya yang disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa oleh dinas
teknis setempat/penyuluh pertanian;
2) Petani/ peternak/ pekebun yang menjadi anggota kelompok tani, menghadiri
musyawarah Kelompok Tani dalam penyusunan RDKK untuk mengajukan kebutuhan
kredit dalam musyawarah Kelompok Tani;
3) Menandatangani RDKK sekaligus sebagai pemohon kebutuhan KKP-E;
4) Menandatangani daftar penerimaan kredit dari pengurus Kelompok Tani;
5) Memanfaatkan KKP-E sesuai peruntukan dengan menerapkan anjuran teknologi
budidaya dari dinas teknis;
6) Membayar kewajiban pengembalian KKP-E sesuai jadwal.

B. Kewajiban Kelompok Tani penerima KKP-E sebagai berikut:


1) Menyediakan formulir RDKK;
2) Menyeleksi petani anggotanya calon penerima KKP-E;
3) Menyusun RDKK bersama anggotanya dan disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa oleh
Dinas Teknis setempat/ Penyuluh Pertanian;
4) Permohonan KKP-E yang dilakukan secara mandiri, RDKK yang sudah disahkan langsung
diajukan kredit kepada Bank Pelaksana berdasarkan kuasa dari anggota kelompok;
5) Bagi kelompoktani yang mengajukan langsung kredit langsung ke Bank, kelompoktani
menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana;
6) Menerima dan menyalurkan kredit kepada anggota kelompok;
7) Melaksanakan administrasi kredit sesuai ketentuan yang berlaku;
8) Mengawasi penggunaan kredit oleh anggota kelompok;
9) Melakukan penagihan kepada anggota kelompok dan menyetorkan pengembalian sesuai
jadwal yang ditetapkan, serta bertanggung jawab penuh atas pelunasan kredit petani
kepada Bank Pelaksana.

C. Kewajiban Koperasi penerima KKP-E sebagai berikut :


1) Menyeleksi kelompok tani anggota koperasi sebagai calon peserta KKP-E;
2) Memeriksa kebenaran RDKK yang diajukan oleh Kelompok Tani;
3) Menyusun dan menandatangani rekapitulasi RDKK berdasarkan RDKK yang diajukan
Kelompok Tani;
4) Pengurus Koperasi mengajukan permohonan KKP-E langsung kepada Bank Pelaksana
dan dilampiri rekapitulasi RDKK yang telah disahkan pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas
Teknis setempat/Penyuluh Pertanian;
5) Menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana;
6) Menerima dan menyalurkan KKP-E dari Bank Pelaksana kepada anggotanya melalui
Kelompok Tani;
7) Melaksanakan administrasi kredit sesuai pedoman dan peraturan yang ditetapkan oleh
Bank Pelaksana;
8) Mengawasi penggunaan kredit petani /kelompoktani anggotanya;

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 159


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

9) Melakukan penagihan kepada kelompok tani dan menyetorkan pengembalian sesuai


jadwal yang ditetapkan, serta bertanggung jawab penuh atas pelunasan kredit petani
kepada Bank Pelaksana;
10) Memberikan bukti pelunasan kredit dari Bank kepada Kelompok Tani;
11) Dalam hal koperasi sebagai penerima kredit pengadaan pangan, koperasi mengajukan
dan menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana dan mengembalikan kredit
sesuai jadwal.

4.3. Mitra Usaha Dalam Pelaksanaan KKP-E


A. Persyaratan Mitra Usaha :
1) Berbadan hukum dan memiliki usaha terkait dengan bidang tanaman pangan,
hortikultura, peternakan, perkebunan, dan atau di bidang pengolahan energi lain;
2) Bermitra dengan petani/kelompoktani/Gapoktan dan atau koperasi. Jika mitra
usahanya koperasi harus bermitra dengan petani/ kelompoktani/ Gapoktan;
3) Bertindak sebagai penjamin pasar dan atau penjamin kredit (avalis) sesuai
kesepakatan antara petani/kelompok tani/ Gapoktan dan atau koperasi,
kesepakatan antara petani/ kelompoktani/ Gapoktan dengan mitra usaha dibuat
secara tertulis dalam bentuk perjanjian kerjasama sesuai kesepakatan pihak-pihak
bermitra.
B. Kewajiban Mitra Usaha :
1) Membantu Kelompok Tani menyusun rencana usaha yang dituangkan dalam RDKK.
2) Menandatangani RDKK yang disusun oleh kelompok tani.
3) Mendorong Kelompok Tani untuk melaksanakan kegiatan produksi dengan
menerapkan teknologi anjuran.
4) Membina kelompok tani/Gapoktan dan atau koperasi di wilayah kerjanya guna
mengoptimalkan pemanfaatan kredit secara tepat.
5) Mengawasi atas penggunaan dan pengembalian KKP-E.
6) Menampung dan atau mengolah hasil produksi dari kelompok
tani/Gapoktan/koperasi.
7) Menjamin pemasaran hasil produksi dan atau menjamin pengembalian kredit
kelompoktani/Gapoktan dan atau koperasi apabila mitra usaha sebagai avalis.
8) Melakukan koordinasi dengan Dinas Teknis terkait setempat.
9) Membuat dan menandatangani perjanjian kerjasama antara kelompok
tani/gapoktan dan atau koperasi.

4.4. Kebutuhan Indikatif


1) Besarnya KKP-E maksimal untuk komoditas tanaman pangan per ha, yaitu padi sawah
irigasi Rp. 8,637 juta, padi gogo rancah/ladang Rp. 11,110 juta, padi hibrida Rp. 9,200
juta, jagung Rp. 7,265 juta, kedelai Rp. 6,010 juta, ubi kayu Rp. 5,992 juta dan ubi jalar
Rp. 8,840 juta, kacang tanah Rp. 7,637 juta, kacang hijau Rp. 5,040 juta, koro Rp. 5,830
juta per Ha, perbenihan padi Rp. 9,875 juta, padi hibrida Rp. 26,880 juta, jagung Rp.
8,675 juta dan kedelai Rp. 6,945 juta.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 160


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

2) Besarnya KKP-E maksimal untuk komoditas hortikultura per ha, yaitu cabai Rp. 62,082
juta,bawang merah Rp. 54,224 juta, kentang Rp. 61,856 juta, bawang putih Rp. 44,690
juta, tomat Rp. 50.330 juta, Jahe Rp. 38,950 juta, kencur Rp. 36,950 juta, kunyit Rp.
31,950 juta, pisang Rp. 18,0 juta, nenas Rp. 38,0 juta, buah naga Rp. 97,529 juta, melon
Rp. 52,739 juta, semangka Rp. 30,324 juta, papaya Rp. 19,0 juta, salak Rp. 49,125 juta,
strawberi Rp. 98,464 juta, pemeliharaan durian Rp. 35,168 juta, mangga Rp. 22,595 juta,
manggis Rp. 27,775 juta, jeruk Rp. 74,900 juta, apel Rp. 62,062 juta dan melinjo Rp.
40,575 per ha.
3) Besarnya KKP-E maksimal untuk pengembangan budidaya tebu per ha Rp. 18 juta,
pemeliharaan teh Rp. 7,663 juta, kopi robusta Rp. 9,186 juta, kopi arabika Rp. 12,885
juta dan lada Rp. 32,250 juta.
4) Besarnya KKP-E maksimal untuk peternak, yaitu ayam buras Rp. 100 juta, ayam ras
petelur Rp. 100 juta, ayam ras pedaging Rp. 100 juta, Itik Rp. 100 juta, burung puyuh Rp.
100 juta, kelinci Rp. 100 juta, sapi potong dan sapi perah Rp. 100 juta, penggemukan
sapi perah jantan/sapi potong Rp. 100 juta, kambing/domba Rp. 100 juta, kerbau Rp.
100 juta, dan babi Rp. 100 juta per satuan unit usaha.
5) Besarnya KKP-E untuk kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi dalam
rangka pengadaan pangan (gabah, jagung dan kedelai) setinggi-tingginya Rp. 500 juta.
6) Besarnya KKP-E untuk kelompoktani dalam rangka pengadaan/peremajaan alat dan
mesin untuk mendukung usaha tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan
perkebunan setinggi-tingginya Rp. 500 juta.

BAB V MEKANISME PENCAIRAN DAN PENGEMBALIAN KKP-E


Prosedur pencairan dan pengembalian KKP-E sebagai berikut :
Prosedur awal pengajuan permohonan KKP-E sama untuk semua kegiatan usaha, baik
dilaksanakan oleh petani/ peternak/ pekebun secara individu, kelompoktani/ secara mandiri
dan yang bekerjasama dengan mitra usaha yaitu petani / peternak/ pekebun, kelompoktani/
koperasi yang membutuhkan pembiayaan KKP-E melakukan melakukan penyusunan
Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) sebagai dasar perencanaan kebutuhan KKP-E, dengan
memperhatikan kebutuhan indikatif yang telah ditetapkan.

5.1. Kegiatan Usaha dilaksanakan secara mandiri


1) Permohonan KKP-E yang kegiatan usahanya mandiri yang dilaksanakan petani/
peternak/ pekebun secara individu atau kelompok tani dapat langsung diajukan kepada
Bank Pelaksana dengan dilampiri RKU yang telah ditandatangani
petani/peternak/pekebun/kelompok tani dan disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa
oleh Dinas Teknis setempat/Penyuluh Pertanian.
2) Permohonan kredit diteliti oleh Bank Pelaksana dan apabila memenuhi syarat, maka
petani/ peternak/pekebun/ Kelompoktani melakukan akad kredit dengan Bank
Pelaksana.
3) Bank Pelaksana merealisasikan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan kepada
petani/ peternak/pekebun atau Kelompoktani/ Koperasi untuk diteruskan kepada
anggotanya.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 161


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

4) Kelompok Tani/koperasi meneruskan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan
kepada petani/anggota Kelompoktani.
5) Petani/ Kelompoktani harus mengembalikan kewajiban KKP-E kepada Bank Pelaksana
sesuai dengan jadwal, tanpa harus menunggu saat jatuh tempo.

5.2. Kegiatan Usaha melalui Koperasi


1) Permohonan KKP-E yang diajukan melalui Koperasi disampaikan kepada Bank Pelaksana
dilampiri dengan Rekapitulasi RDKK dan RDKK yang telah ditandatangani Kelompoktani
dan telah disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis setempat/Penyuluh
Pertanian;
2) Pengurus koperasi menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana;
3) Bank Pelaksana merealisasikan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan kepada
koperasi untuk diteruskan kepada kelompok tani anggotanya;
4) Kelompok Tani meneruskan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan kepada
Petani/anggota Kelompok Tani;
5) Petani/ Kelompok Tani harus mengembalikan kewajiban KKP-E melalui koperasi kepada
Bank Pelaksana sesuai dengan jadwal, tanpa harus menunggu saat jatuh tempo.

Gambar 1. Prosedur Penyaluran KKP-E melalui petani/ peternak/pekebun secara individu


atau Kelompok Tani/Koperasi.

1. Petani/peternak/pekebun yang lansung mengajukan kredit secara individu menyusun Rencana


Kebutuhan Usaha (RKU) dan atau bagi kelompok Tani menyusun menyusun RDKK (Rencana
Definitif Kebutuhan Kelompok) dibantu oleh Petugas Dinas Teknis setempat/ Penyuluh Pertanian;
2. Pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis/ Penyuluh Pertanian terkait mensahkan rencana
kebutuhan usaha dan atau RDKK;
3. Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) petani/peternak/pekebunan dan atau RDKK yang sudah
disahkan diajukan langsung ke Bank Pelaksana;
4. Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen usulan kredit, dan apabila dinilai layak kemudian
bank menandatangani akad kredit dengan petani/peternak/pekebun yang langsung mengajukan
mengajukan kredit dan atau dengan kelompoktani, selanjutnya menyalurkan KKP-E kepada
Kelompoktani;
5. Kelompok Tani meneruskan KKP-E kepada petani anggota kelompok.
6. Petani/ peternak/ pekebun yang secara individu langsung mengembalikan kredit kepada Bank
pelaksana sesuai jadwal, dan bila melalui kelompoktani anggota mengembalikan kepada
kelompoktani;
7. Kelompok tani mengembalikan KKP-E langsung kepada Bank Pelaksana sesuai jadwal yang
disepakati dalam akad kredit.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 162


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

5.3. Kegiatan Usaha bekerjasama dengan Mitra Usaha


1) Kegiatan usaha yang dilaksanakan bekerjasama dengan mitra usaha baik petani,
kelompok tani dan atau koperasi, maka Rencana Definitive Usaha Petani (RDUP) / RDKK
yang telah disusun oleh kelompoktani dan telah disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa
oleh Dinas Teknis setempat/Penyuluh Pertanian dan Mitra Usaha diajukan kepada Bank
Pelaksana.
2) Kelompok tani dan atau koperasi menandatangani akad kredit.
3) Bank Pelaksana merealisasikan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan kepada
petani/kelompok tani dan atau koperasi untuk diteruskan kepada petani anggota
kelompok tani atau anggota koperasi.
4) Dalam hal mitra usaha sebagai avalis kredit, pengelolaan kredit diatur sesuai
kesepakatan pihak-pihak yang bermitra yang dituangkan pada perjanjian kerjasama.

Gambar 2. Prosedur Penyaluran KKP-E Bekerjasama dengan Mitra Usaha

Keterangan :
1. Petani menyusun Rencana Kebutuhan Usaha dan Kelompok Tani menyusun Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok RDKK (dibantu oleh Petugas Dinas Teknis setempat/Penyuluh Pertanian.
2. Pejabat yang diberi kuasa Dinas Teknis setempat /Penyuluh Pertanian terkait mensahkan RKU
usaha petani RDKK yang diketahui oleh Mitra usaha.
3. RDKK yang sudah disahkan diajukan langsung ke Bank Pelaksana.
4. Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen RKU/RDKK, dan apabila dinilai layak kemudian
bank menandatangani akad kredit dengan Kelompok tani, selanjutnya menyalurkan KKP-E kepada
Kelompok Tani.
5. Dalam hal petani/ kelompok tani/koperasi bekerjasama dengan Mitra Usaha (Perusahaan BUMN,
BUMD, Koperasi, Swasta lain yang memiliki usaha bidang pertanian), maka mitra usaha dapat
bertindak sebagai penjamin pasar atau kredit (avalis) sesuai perjanjian pihak yang bermitra. Jika
mitra usaha berbentuk koperasi maka koperasi bertindak sebagai penjamin pasar atau kredit
(avalis) terhadap anggotanya.
6. Mitra usaha menjamin pemasaran hasil produksi petani/kelompok tani/ koperasi dan membantu
kelancaran pengembalian kreditnya yang berkoordinasi dengan Bank Pelaksana.
7. Petani/ kelompok tani/ koperasi mengembalikan KKP-E langsung kepada Bank pelaksana sesuai
jadwal yang disepakati dalam akad kredit.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 163


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

BAB VI PEMBINAAN, MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN


Dalam rangka mengantisipasi agar penyaluran, pemanfaatan dan pengembalian KKP-E
berjalan lancar, aman dan terkendali serta dapat memberikan manfaat bagi penerimanya
maka diperlukan adanya upaya-upaya pembinaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan
secara rutin.

6.1. Pembinaan
1) Pembinaan dalam pelaksanaan KKP-E di tingkat pusat dilakukan oleh Direktorat
Pembiayaan Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian bersama Instansi terkait
lainnya dan Bank Pelaksana KKP-E. Pembinaan di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota
dilakukan Dinas Teknis berkoordinasi dengan instansi tekait lainnya dan Cabang Bank
Pelaksana setempat.
2) Pembinaan diarahkan dalam hal :
- Menginventarisir petani/peternak/pekebun dan kelompoktani yang layak usahanya
untuk dibiayai KKP-E;
- Membimbing petani/ peternak/ pekebun, dan kelompoktani dalam penyusunan
rencana kebutuhan usaha dan atau RDKK;
- Melakukan sosialisasi sumber pembiyaan pertanian kepada petani/ peternak/
pekebun dan penyuluh pertanian di tingkat lapangan;
- Melakukan intermediasi akses pembiyaan ke lembaga perbankan;
- Memfasilitasi mencarikan penjamin pasar hasil produksi atau penjamin kredit;
- Membimbing, mendampingi dan mengawal petani/peternak/ pekebun dan
kelompoktani dalam pemanfaatan KKP-E secara optimal, sehingga mau dan mampu
menerapkan teknologi anjuran guna meningkatkan mutu intensifikasinya;
- Memberikan pemahaman kepada petani/peternak/pekebun dan kelompoktani
bahwa kredit yang diterima wajib dikembalikan sesuai jadwal.

6.2. Monitoring dan Evaluasi


1) Monitoring secara terencana dan teratur mulai dari aspek rencana penyaluran,
perkembangan penyaluran, kelompok sasaran dan pengembalian KKP-E dilakukan secara
periodik berjenjang dari tingkat kabupaten/ kota, propinsi dan Pusat;
2) Monitoring di tingkat pusat dilakukan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi KKP-E (Tim
Monev KKP-E), dan di tingkat Propinsi serta Kabupaten/Kota dilakukan Tim Teknis
Propinsi/Kabupaten/Kota, yang dibentuk beraggotakan instansi terkait dan
berkoordinasi dengan Cabang Bank Pelaksana setempat;
3) Monitoring dan evaluasi diarahkan pada pelaksanaan KKP-E secara menyeluruh mulai
dari (a) pemahaman terhadap penyampaian pedoman /petunjuk teknis, (b) mekanisme
pengajuan, penyaluran dan pengembalian KKP-E, (c) pelaksanaan koordinasi dengan
instansi terkait, (d) melakukan identifikasi dan upaya pemecahan permasalahan
dilapangan, (d) mengevaluasi dan merumuskan saran penyempurnaan skim KKP-E dan
(e) menyampaikan laporan secara berkala sesuai tugas dan tanggung jawabmya.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 164


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

6.3. Pelaporan
1) Bank Pelaksana wajib menyusun dan menyampaikan laporan bulanan kepada Direktorat
Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian
Pertanian paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya secara rutin.
2) Cabang Bank Pelaksana KKP-E wajib menyampaikan laporan bulanan perkembangan
penyaluran dan pengembalian KKP-E yang dikelolanya kepada Dinas Teknis (Tanaman
Pangan dan Hortikultura, Perkebunan, Peternakan) setempat selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya.
3) Dinas Teknis (Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan, Peternakan)
menyampaikan laporan penyaluran dan pengembalian KKP-E kepada Direktorat
Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian,
Kementerian Pertanian.

6.4. Indikator keberhasilan


1) Plafon KKP-E yang telah disediakan Bank Pelaksana dapat dimanfaatkan dan disalurkan
kepada petani/peternak/pekebun, Kelompoktani atau koperasi.
2) Petani/peternak/pekebun mendapatkan subsidi suku bunga dari pemerintah.
3) Peningkatan penerapan teknologi anjuran
4) Peningkatan produktivitas hasil diatas rata-rata.

BAB VII PENUTUP


Pedoman Teknis Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi merupakan tindak lanjut
diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/ 2007 juncto Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 juncto Peraturan Menteri Keuangan Nomor
198/PMK.05/2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan tentang
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor
57/Permentan/ KU.430/7/2007 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21/Permentan/
KU.430/ 4/2009 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan/
KU.430/02/2011 tentang Perubahan Kedua Atas Lampiran Peraturan Menteri Pertanian
Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi.
Pedoman Teknis Skim KKP-E terus mengalami penyempurnaan dari tahun ke tahun
sesuai perkembangan dan kebutuhan di lapangan. Pedoman Teknis ini sebagai acuan bagi
pemangku kepentingan dalam pelaksanaan KKP-E baik di pusat dan daerah, sehingga
penyaluran dan pengembalian KKP-E dapat berjalan lancar, baik dan tepat sasaran.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 165


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Lampiran 8 : Juknis KKP-E di Kementerian Kelautan dan Perikanan

PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER.03/MEN/2012
TENTANG
PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI
DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pendanaan program peningkatan ketahanan pangan


dan energi di bidang kelautan dan perikanan serta dengan ditetapkannya
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, perlu
dilakukan penyesuaian terhadap kegiatan usaha, subjek penerima, dan
tingkat plafon yang dapat didanai melalui kredit ketahanan pangan dan
energi di bidang kelautan dan perikanan;
b. bahwa dalam rangka optimalisasi pendanaan untuk program peningkatan
ketahanan pangan dan energi di bidang kelautan dan perikanan, perlu
meninjau kembali Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.06/MEN/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan
Pangan di Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.01/MEN/2010;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan tentang Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi di
Bidang Kelautan dan Perikanan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 166


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara


Republik Indonesia Nomor 3790);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660);
5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5073);
6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas,
dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan
Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009,
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor
59/P Tahun 2011;
9. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 79/PMK.05/2007
tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
198/PMK.05/2010;
10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kelautan dan Perikanan;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG
PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI BIDANG
KELAUTAN DAN PERIKANAN.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 167


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Program ketahanan pangan adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas
usaha perikanan yang menghasilkan pangan ikan.
2. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi di Bidang Kelautan dan Perikanan, yang
selanjutnya disingkat KKP-E, adalah kredit investasi dan/atau modal kerja yang
diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan program ketahanan pangan dan
energi di bidang kelautan dan perikanan.
3. Rencana definitif kebutuhan kelompok, yang selanjutnya disingkat RDKK, adalah
rencana kebutuhan kredit kelompok dalam rangka program ketahanan pangan, untuk 1
(satu) periode tertentu, yang disusun melalui musyawarah anggota kelompok atas
dasar program kelompok dan satuan biaya, dan dilengkapi dengan rencana
pembayaran kembali kredit yang akan diperoleh.
4. Rencana definitif kebutuhan perseorangan, yang selanjutnya disingkat RDKP, adalah
rencana kebutuhan kredit perseorangan dalam rangka program ketahanan pangan,
untuk 1 (satu) periode tertentu, program perseorangan dan satuan biaya, dan
dilengkapi dengan rencana pembayaran kembali kredit yang akan diperoleh.
5. Kebutuhan indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap komoditas yang didanai KKP-
E per satuan luas dan/atau per unit usaha yang ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan.
6. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak
dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.
7. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau
membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk
kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
8. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
9. Pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan
ikan.
10. Kelompok usaha bersama, yang selanjutnya disingkat KUB, adalah kelompok usaha di
bidang penangkapan ikan yang beranggotakan minimal 10 (sepuluh) orang nelayan
yang berada di sentra-sentra nelayan dan/atau pelabuhan perikanan.
11. Kelompok pembudidaya ikan, yang selanjutnya disingkat Pokdakan, adalah kelompok
usaha di bidang pembudidayaan ikan sejenis yang beranggotakan minimal 10 (sepuluh)
pembudidaya ikan.
12. Koperasi adalah koperasi primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang anggotanya terdiri dari Calon
peserta/peserta KKP-E, yang bergerak di bidang kelautan dan perikanan.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 168


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

13. Mitra usaha adalah badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik swasta
dan/atau badan usaha milik daerah (BUMD), atau koperasi yang berbadan hukum dan
memiliki usaha di bidang kelautan dan perikanan.
14. Tenaga pendamping adalah penyuluh perikanan dan/atau petugas konsultan keuangan
mitra bank yang telah dilatih oleh Bank Indonesia dan diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, serta hak secara penuh untuk membantu pelaksanaan program KKP-E
15. Bank pelaksana adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998.
16. Dinas adalah dinas provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi perikanan.
17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap atau Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya sesuai dengan kewenangannya.
18. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.

BAB II
USAHA YANG DIBIAYAI
Pasal 2
KKP-E di bidang kelautan dan perikanan digunakan untuk kegiatan usaha:
a. Pengadaan pangan di bidang perikanan meliputi pembelian ikan hasil tangkapan dan
ikan hasil budidaya untuk menjamin stabilitas harga.
b. Penangkapan ikan, meliputi kegiatan usaha penangkapan dengan menggunakan alat
penangkapan ikan (API):
1) jaring lingkar (surrounding nets);
2) pukat tarik (seine nets);
3) pukat hela (trawls);
4) penggaruk (dredges);
5) jaring angkat (lift nets);
6) jaring insang (gillnets and entangling nets);
7) perangkap (traps);
8) pancing (hooks and lines);
c. Pembudidayaan ikan, meliputi:
1) kegiatan usaha pembenihan:
a) air tawar, yaitu ikan lele, mas, nila, patin, dan gurame;
b) air payau, yaitu udang, dan bandeng;
c) air laut, yaitu rumput laut, kerapu, dan kakap.
2) kegiatan usaha pembesaran:
a) air tawar, yaitu ikan lele, nila, mas, patin, gurame, dan ikan hias;
b) air payau, yaitu udang, kerapu, kakap, dan bandeng;
c) air laut, yaitu rumput laut (eucheuma atau gracilllaria), kerapu, dan kakap.
d. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan usaha penangkapan ikan, meliputi kapal, mesin, peralatan seperti
navigasi dan komunikasi, keselamatan, power blok, alat penangkapan ikan (API), dan

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 169


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

alat bantu penangkapan ikan (ABPI) berupa rumpon, lampu dan/atau suku cadang yang
disesuaikan dengan kegiatan usahanya.
e. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan usaha pembudidayaan ikan, meliputi:
1) pembenihan:
a) ikan air tawar, meliputi traktor kecil/penggaruk, bak plastik, alat grading,
timbangan, aerator/hyblower, hypophisa, freezer, happa, kakaban, corong
penetasan, akuarium, water quality teskit, tabung oksigen, kendaraan
pengangkut, dan/atau peralatan pendukung usahanya;
b) ikan air payau dan laut, meliputi traktor kecil/penggaruk, bak plastik, alat
grading, penetasan artemia, genset, pompa air laut, pompa air tawar, pompa
celup, blower, aerator listrik, tabung oksigen, kendaraan pengangkut, dan/atau
peralatan pendukung usahanya;
2) pembesaran:
a) ikan air tawar, meliputi pengadaan dan/atau perbaikan karamba jarring apung
(KJA), karamba, kolam, kolam plastik, generator (genset), perahu ketinting,
perbaikan rumah jaga, mesin pembuat pellet, dan/atau peralatan pendukung
usahanya;
b) ikan air payau, meliputi perbaikan tambak, kolam, kincir air, generator (genset),
pompa, mesin pembuat pellet, dan/atau peralatan pendukung usahanya;
c) ikan air laut, meliputi pengadaan dan/atau perbaikan KJA (HDPE), generator
(genset), perahu, mesin pembuat pellet, rumah jaga, dan/atau peralatan
pendukung usahanya.
d) ikan hias, yaitu pengadaan dan/atau perbaikan bak, akuarium,
aerator/hyblower, heater, generator (genset), dan/atau peralatan pendukung
usahanya.
e) rumput laut, yaitu perbaikan bagan apung/long line, perahu, gerobak, para-
para, mesin pengepres, dan/atau peralatan pendukung usahanya.

BAB III
CALON PESERTA
Pasal 3
(1) Calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan terdiri dari:
a. perorangan, yaitu nelayan atau pembudidaya ikan;
b. kelompok, yaitu KUB, Pokdakan, atau koperasi.
(2) Persyaratan nelayan perseorangan calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan
perikanan:
a. memiliki identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP)/kartu nelayan yang
diterbitkan oleh dinas kabupaten/kota;
b. memiliki atau mengelola usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal
berukuran sampai dengan 60 (enam puluh) gross tonage (GT) dengan alat
penangkapan ikan yang sesuai dengan ketentuan usaha yang dibiayai KKP-E;

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 170


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi yang mengajukan plafon kredit
lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan
d. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
(3) Persyaratan nelayan anggota KUB calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan
perikanan:
a. memiliki identitas diri berupa KTP/kartu nelayan yang diterbitkan oleh dinas
kabupaten/kota;
b. menjadi anggota KUB;
c. memiliki atau mengelola usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal
berukuran sampai dengan 60 (enam puluh) gross tonage (GT) dengan alat
penangkapan ikan yang sesuai dengan ketentuan usaha yang dibiayai KKP-E; dan
d. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
(4) Persyaratan KUB calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan:
a. KUB telah terdaftar pada dinas kabupaten/kota;
b. memiliki anggota yang melaksanakan usaha penangkapan ikan dengan alat
penangkapan ikan sesuai dengan ketentuan usaha yang dibiayai KKP-E;
c. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD-ART);
d. memiliki pengurus aktif minimal terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan
mendapat pengukuhan dari dinas kabupaten/kota; dan
e. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.

Pasal 4
(1) Persyaratan pembudidaya ikan perseorangan calon peserta KKP-E di bidang kelautan
dan perikanan:
a. memiliki identitas diri berupa KTP;
b. memiliki hak atas lahan, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau perjanjian
sewa lahan atau surat kuasa dari pemilik yang dipergunakan untuk usaha
pembudidayaan ikan atau surat keterangan hak guna lahan/surat keterangan
lainnya dari Lurah/Kepala Desa setempat;
c. memiliki NPWP bagi yang mengajukan plafon kredit lebih dari Rp. 50.000.000,00;
dan
d. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
(2) Persyaratan pembudidaya ikan anggota pokdakan calon peserta KKP-E di bidang
kelautan dan perikanan:
a. memiliki identitas diri berupa KTP;
b. merupakan anggota pokdakan;
c. memiliki hak atas lahan, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau perjanjian
sewa lahan atau surat kuasa dari pemilik yang dipergunakan untuk usaha
pembudidayaan ikan atau surat keterangan hak guna lahan/surat keterangan
lainnya dari Lurah/Kepala Desa setempat; dan
d. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.
(3) Persyaratan pokdakan calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan:

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 171


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

a. Pokdakan telah terdaftar pada dinas kabupaten/kota;


b. memiliki anggota yang melaksanakan usaha pembudidayaan ikan sesuai dengan
ketentuan usaha yang dibiayai KKP-E;
c. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD-ART);
d. memiliki pengurus aktif, minimal terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara dan
mendapat pengukuhan dari dinas kabupaten/kota; dan
e. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.

Pasal 5
Persyaratan koperasi calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan:
a. telah terdaftar pada dinas kabupaten/kota;
b. memiliki anggota yang melaksanakan usaha di bidang kelautan dan perikanan yang
dibiayai KKP-E;
c. memiliki pengurus aktif, minimal ketua, sekretaris, dan bendahara dan mendapat
pengukuhan dari dinas kabupaten/kota;
d. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD-ART); dan
e. memiliki persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana.

BAB IV
TUGAS DAN KEWAJIBAN CALON PESERTA KKP-E
Pasal 6
(1) Tugas dan kewajiban nelayan perseorangan dan pembudidaya ikan perseorangan calon
peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan, meliputi:
a. menyusun dan menandatangani RDKP;
b. mengajukan permohonan kredit kepada Bank Pelaksana;
c. menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana;
d. mengembalikan KKP-E sesuai jadwal; dan
e. mengikuti segala ketentuan sebagai peserta KKP-E.
(2) Tugas dan Kewajiban KUB/Pokdakan calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan
perikanan:
a. melakukan seleksi anggota yang layak untuk dibiayai;
b. menyusun RDKK berdasarkan musyawarah;
c. menandatangani RDKK;
d. mengajukan permohonan kredit melalui musyawarah KUB/Pokdakan;
e. menandatangani akad kredit dengan bank pelaksana atas nama anggota
berdasarkan surat kuasa;
f. memantau, mengawasi dan mengendalikan pemanfaatan dan penggunaan kredit
anggota;
g. membantu pelaksanaan penagihan dan pengembalian KKP-E;
h. melakukan pembinaan dan bimbingan kepada anggota;
i. mengembalikan KKP-E sesuai jadwal; dan
j. mengikuti segala ketentuan sebagai peserta KKP-E.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 172


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

(3) Tugas dan Kewajiban koperasi calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan:
a. melakukan seleksi anggota yang layak untuk dibiayai;
b. menyusun dan menandatangani RDKK;
c. mengajukan permohonan kredit kepada bank pelaksana;
d. menandatangani akad kredit dengan bank pelaksana;
e. menerima dan menyalurkan kredit kepada anggota;
f. memantau, mengawasi dan mengendalikan pemanfaatan dan penggunaan kredit
anggota;
g. melakukan penagihan dan pengembalian KKP-E;
h. memberikan bukti pelunasan kredit kepada anggota;
i. melakukan pembinaan dan bimbingan kepada anggota;
j. melaksanakan administrasi kredit sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
bank pelaksana;
k. bertanggung jawab secara penuh atas pelunasan kredit dari anggota kepada bank
pelaksana; dan
l. mengikuti segala ketentuan sebagai peserta KKP-E.
(4) Format RDKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan format RDKK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 7
Calon peserta KKP-E yang disetujui oleh Bank Pelaksana untuk menerima KKP-E di bidang
kelautan dan perikanan ditetapkan sebagai peserta KKP-E.

BAB V
PERSYARATAN DAN KEWAJIBAN MITRA USAHA
Pasal 8
Dalam melakukan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
peserta KKP-E dapat melakukan kemitraan usaha.
Pasal 9
(1) Persyaratan mitra usaha adalah:
a. badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta dan/atau badan usaha milik
daerah, dan/atau koperasi yang berbadan hukum dan memiliki usaha di bidang
perikanan; dan
b. bertindak sebagai pembeli dan/atau penjamin pasar sesuai kesepakatan.
(2) Kewajiban mitra usaha adalah:
a. membina secara teknis dan manajemen usaha kepada peserta KKP-E yang menjadi
mitranya;
b. membeli hasil produksi perikanan dengan harga sesuai kesepakatan bersama antara
mitra usaha dengan nelayan, pembudidaya ikan, KUB/Pokdakan/koperasi; dan

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 173


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

c. membuat dan menandatangani perjanjian kerja sama antara nelayan, pembudidaya


ikan, KUB/Pokdakan/koperasi dengan mitra usaha dan diketahui oleh dinas
kabupaten/kota.

BAB VI
PENDAMPINGAN
Pasal 10
(1) Dalam pemanfaatan KKP-E dapat dilakukan pendampingan oleh tenaga pendamping.
(2) Tenaga pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas yaitu:
a. membimbing secara teknis nelayan dan pembudidaya ikan baik individu dan/atau
KUB/Pokdakan/Koperasi dalam menyusun RDKP atau RDKK, pemanfaatan serta
kewajiban pengembalian KKP-E di bidang kelautan dan perikanan; dan
b. menyampaikan laporan bulanan perkembangan pemanfaatan KKP-E kepada dinas
kabupaten/kota selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(3) Tenaga pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh dinas
kabupaten/kota.

BAB VII
KEWAJIBAN DINAS KABUPATEN/KOTA
Pasal 11
Dinas kabupaten/kota dalam pelaksanaan KKP-E di bidang kelautan dan perikanan
mempunyai kewajiban:
a. memberikan rekomendasi terhadap RDKP atau RDKK yang akan diajukan oleh
nelayan, pembudidaya ikan, KUB/Pokdakan/Koperasi untuk disampaikan kepada
Bank Pelaksana;
b. memonitor kesesuaian penyaluran, pemanfaatan, dan pengembalian KKP-E;
c. menyampaikan laporan bulanan mengenai pelaksanaan KKP-E kepada dinas provinsi
dan tembusan kepada Menteri selambat-lambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya;
d. menetapkan tenaga pendamping; dan
e. melaksanakan pendampingan apabila di kabupaten/kota setempat tidak tersedia
tenaga pendamping.

BAB VIII
PLAFON, JANGKA WAKTU KKP-E DAN KEBUTUHAN INDIKATIF KKP-E
Pasal 12
(1) Besarnya plafon KKP-E di bidang kelautan dan perikanan untuk perseorangan baik
nelayan atau pembudidaya ikan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 174


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

(2) Besarnya plafon KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dan huruf c.
(3) Besarnya plafon KKP-E di bidang kelautan dan perikanan untuk KUB/Pokdakan/Koperasi
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Besarnya plafon KKP-E di bidang kelautan dan perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diberikan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, huruf d
dan huruf e.
(5) Jangka waktu pengembalian KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus
tanam atau siklus usaha dengan ketentuan paling lama 5 (lima) tahun.
(6) Besaran kebutuhan indikatif KKP-E di bidang kelautan dan perikanan untuk usaha
pengadaan pangan perikanan (hasil tangkapan), penangkapan ikan, dan
pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan usaha penangkapan ikan sebagaimana tersebut dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Besaran kebutuhan indikatif KKP-E di bidang kelautan dan perikanan pengadaan pangan
perikanan (hasil budidaya), pembudidayaan ikan, dan pengadaan/peremajaan
peralatan, mesin, dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha
pembudidayaan ikan sebagaimana tersebut dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IX
PENGAJUAN, PENYALURAN DAN PENGEMBALIAN KKP-E
Bagian Kesatu
Pengajuan
Pasal 13
(1) Calon peserta KKP-E perseorangan atau KUB/Pokdakan/koperasi yang telah memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 mengajukan
permohonan persetujuan RDKP atau RDKK kepada dinas kabupaten/kota.
(2) Dinas kabupaten/kota berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melakukan verifikasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak RDKP atau
RDKK diterima, yang hasilnya berupa rekomendasi persetujuan atau penolakan
terhadap RDKP atau RDKK kepada pemohon.
(3) Calon peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan yang telah memperoleh
rekomendasi persetujuan RDKP atau RDKK dari dinas kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), selanjutnya mengajukan permohonan KKP-E kepada Bank
pelaksana dengan melampirkan persyaratan:
a. persyaratan calon peserta KKP-E sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan
Pasal 5; dan
b. RDKP atau RDKK yang telah mendapat rekomendasi persetujuan dari dinas
kabupaten/kota.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 175


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank pelaksana dalam
jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja melakukan pemeriksaan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang hasilnya berupa persetujuan atau penolakan
sebagai peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan.
(5) Peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan yang telah disetujui oleh Bank
Pelaksana, selanjutnya melakukan penandatanganan akad kredit.

Bagian Kedua
Penyaluran
Pasal 14
(1) Bank Pelaksana menyalurkan KKP-E di bidang kelautan dan perikanan setelah
penandatanganan akad kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) kepada:
a. perseorangan nelayan atau pembudidaya ikan; atau
b. Anggota KUB/POKDAKAN/koperasi melalui KUB/POKDAKAN/koperasi.
(2) Penyaluran kredit KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan
langsung oleh Bank Pelaksana kepada perseorangan nelayan atau pembudidaya ikan.
(3) Penyaluran kredit KKP-E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan oleh
Bank Pelaksana kepada KUB/Pokdakan/koperasi untuk kemudian disalurkan kepada
anggotanya dengan jumlah dana yang utuh dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari sejak diterimanya kredit dari Bank pelaksana.

Bagian Ketiga
Pengembalian
Pasal 15
(1) Pengembalian pinjaman dari perseorangan nelayan atau pembudidaya ikan dilakukan
secara langsung kepada Bank Pelaksana.
(2) Pengembalian pinjaman anggota KUB/POKDAKAN/koperasi dilakukan melalui pengurus
KUB/POKDAKAN/koperasi untuk selanjutnya disetorkan kepada Bank Pelaksana.

BAB X
PEMBINAAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI
Pasal 16
(1) Pembinaan pelaksanaan KKP-E di bidang kelautan dan perikanan di tingkat pusat
dilakukan oleh Menteri dan di tingkat daerah oleh gubernur/bupati/walikota melalui
dinas.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyaluran, pemanfaatan,
dan pengembalian KKP-E di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan
kewenangannya.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 176


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Pasal 17
(1) Pemantauan dan evaluasi terhadap penyaluran, pemanfaatan, dan pengembalian KKP-E
dilakukan secara berjenjang dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan pusat secara
periodik.
(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim
pemantauan dan evaluasi yang dibentuk oleh Menteri dengan melibatkan Pemerintah
dan pemerintah daerah, yang dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan bank
pelaksana.

BAB XI
PELAPORAN
Pasal 18
Bank pelaksana menyampaikan laporan bulanan perkembangan penyaluran dan
pengembalian KKP-E yang dikelolanya kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal
Perbendaharaan dan Menteri, paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan berikutnya.
Pasal 19
(1) Dinas Kabupaten/Kota menyampaikan laporan pemanfaatan KKP-E kepada Dinas
Provinsi paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas Provinsi
menyampaikan laporan kepada Menteri paling lambat tanggal 20 (dua puluh) pada
bulan yang sama.
(3) Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 20
Mitra Usaha menyampaikan laporan perkembangan pembinaan teknis dan manajemen
usaha terhadap peserta KKP-E di bidang kelautan dan perikanan kepada Menteri up.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap atau Direktur Jenderal Perikanan Budidaya sesuai
kewenangannya paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan berikutnya.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka pengajuan KKP-E yang diajukan sebelum
ditetapkannya Peraturan Menteri ini, diproses sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.06/MEN/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 177


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Kredit Ketahanan Pangan di Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana diubah dengan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.01/MEN/2010.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.06/MEN/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kredit Ketahanan Pangan di Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana diubah dengan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.01/MEN/2010
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 23
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Januari 2012
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SHARIF C. SUTARDJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Januari 2012 6 Juni 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 117 326

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 178


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Lampiran 9 : Notulensi Focus Group Discussion (FGD) Analisis Biaya-Manfaat


Pembiayaan
Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Notulensi Focus Group Discussion (FGD)


Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit
Program
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
A. Kegiatan
Focus Group Discussion (FGD) Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah
Menjadi Energi Melalui Kredit Program

B. Tempat, Waktu, dan Fasilitator


Tempat : Ruang Rapat Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan
Multilateral Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Gedung Radius Prawiro, lt 6, Jalan Dr. Wahidin No. 1, Jakarta 10710
Waktu : Kamis, 27 Maret 2014
Pukul : 15.00 18.00 WIB
Fasilitator : Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral -
Kementerian Keuangan RI

C. Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan ini yakni memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan kepada terhadap hasil kajian pada Analisis Biaya dan Manfaat
Pembiayaan Investasi Limbah menjadi Energi melalui Kredit Program. Dengan adanya
kegiatan FGD ini diharapkan dari berbagai pemangku kepentingan memberikan kritik,
saran serta masukan dari hasil kegiatan ini.

D. Peserta
FGD Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit
Program dihadiri oleh :
1. Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan,
Kementerian Lingkungan Hidup;
2. Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian
Sumber Daya Energi dan Mineral;
3. Direktorat Sistem Manajemen Investasi, Kementerian Keuangan;
4. Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Kementerian
Keuangan;
5. Tim Pengkaji dari Universitas Indonesia.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 179


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

E. Diskusi
Dalam kegiatan FGD Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi
Energi Melalui Kredit Program, terbagi dalam beberapa termin yaitu :
1. Pembukaan Kepala Bidang II PKPPIM
Kegiatan FGD ini dibuka dan dipimpin langsung oleh Bapak S. Haryo Suwakhyo
Kepala Bidang I PKPPIM. Dalam pembukaan FGD ini mengemukaan bahwa Indonesia
mempunyai potensi pengembangan limbah menjadi energi yang nantinya akan
berdampak pada pngurangan subsidi pada penggunaan energi fosil.
Harga energi yang meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan semakin tingginya
beban biaya energi pada sektor industri untuk menjalankan aktifitas produksinya dan
semakin besarnya pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan
energinya. Di sisi lain, tingginya harga energi juga semakin meningkatkan beban
subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah dari APBN. Masih tingginya
ketergantungan pada energi fosil, menyebabkan upaya penurunan gas rumah kaca
(GRK) juga mengalami kelambatan. Pemanfaatan Biomassa, salah satunya limbah
menjadi energi dapat dijadikan alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan
tersebut.
Pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya sebegai energi alternatif memberikan
dampak positif secara langsung. Pertama, terdapat perbaikan dalam efisiensi energi
dikarenakan limbah pertanian dan lainnya memiliki potensi energi yang besar dan
hanya akan menjadi sampah apabila tidak dimanfaatkan. Kedua, pemanfaatan
limbah pertanian dan lainnya dapat menjadi lebih efisien dikarenakan penanganan
limbah secara khusus seringkali lebih mahal biayanya dibandingkan
pemanfaatannya. Ketiga, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya mengurangi
penggunaan lahan khusus untuk penampungan limbah, yang pada akhirnya akan
menghemat biaya penanganan limbah.
Oleh karena itu membutuhkan kajian pembiayaan limbah energi melalui kredit
program. Pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program, selain
memiliki manfaat, tentunya memiliki konsekuensi logis terhadap biaya. Manfaat
yang diproleh baik secara keuangan, ekonomi, maupun lingkungan, diharapkan
dapat lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk membuktikan
hal tersebut, dan juga sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan kebijakan ke
depan, diperlukan analisis biaya dan manfaat yang cukup komperehensif dari
pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program.
2. Pemaparan Laporan Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi
Energi Melalui Kredit Program
Pemaparan laporan kegiatan ini disampaikan oleh tim kajian Analisis Biaya dan
Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program yang
disampaikan oleh Bapak Nurkholis. Beberapa point yang dipaparkan oleh tim
pengkaji antara lain sebagai berikut :
- Dari pengalaman Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ukuran reaktor biogas dari kotoran sapi

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 180


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

umumnya: 4 m3, 6 m3, 8 m3, 10 m3, dan 12 m3, namun yang ukuran 4 m3 banyak
yang tidak aktif.
- Ukuran reaktor biogas pada limbah peternakan sapi ditentukan berdasarkan
jumlah kepemilikan peternak sapi yakni : 6 m3 (6 8 ekor), 8 m3 (8- 10 ekor), 10
m3 (10-12 ekor), dan 12 m3 (12-14 ekor).
- Kebutuhan pembiayaan per unit reaktor biogas: 6 m3 (Rp. 6,5 8 juta), 8 m3 (Rp.
10 juta), 10 m3 (Rp. 12 juta), dan 12 m3 (Rp. 14 juta)
- Pengembangan biogas limbah kotoran sapi dilakukan untuk menggantikan/
menghemat konsumsi gas LPG dan/atau kayu bakar oleh rumah tangga.
- Dari pengalaman KLH dan KESDM, ukuran reaktor biogas dari industri tahu
sangat bervariasi, tergantung dari kapasitas kedelai yang diproduksi tahu.
- Pengalaman dari KLH, pengembangan biogas industri tahu juga dilakukan dengan
perbaikan pada proses produksi tahu, sedangkan pengalaman dari KESDM hanya
pengembangan biogas saja.
- Dengan ukuran dari 40 s.d. 94 m3, dibutuhkan investasi sekitar Rp. 90 s.d. 170
juta per unit reaktor biogas.
- Pengembangan biogas industri tahu dilakukan untuk menggantikan/menghemat
konsumsi gas LPG dan/atau kayu bakar/serbuk gergaji oleh industri tahu dan
rumah tangga.
- KLH memiliki pengalaman dalam pengembangan PLT Biomassa dari pelepah
sawit, dan KESDM mengembangkan PLT dari biogas POME (limbah pabrik kelapa
sawit -PKS).
- Untuk mengembangkan PLT Biomassa ukuran mini (misal 200 kW) dari pelepah
sawit, dibutuhkan biaya sekitar Rp. 5 miliar. Sedangkan PLT Biogas POME lebih
besar dari Rp. 20 miliar, tergantung kapasitas pengolahan sawit (30 ton/jam 1
MW, 45 ton/jam 1,5 MW, 60 ton/jam 2 MW).
- Pengembangan PLT dari pelepah sawit dan POME dilakukan untuk produksi listrik
(dijual untuk penerangan rumah tangga atau digunakan sendiri) dan/atau
menggantikan / menghemat konsumsi solar di PKS atau pembangkit listrik.
- KLH memiliki pengalaman dalam pengembangan sekam padi untuk pengering
gabah.
- Untuk penggunaan sekam padi untuk pengering gabah, dibutuhkan investasi Rp.
945 juta dengan kapasitas 20 ton/hari.
- Penggunaan silo pengering Padi/jagug dapat dilakukan untuk menggantikan/
menghemat konsumsi solar.
- Secara keuangan, tidak semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus
dalam kajian ini layak untuk dikembangkan. Potensi yang layak adalah:
pengembangan produk bersih dan biogas tahu (KLH), biogas kotoran sapi
(terutama penggantian LPG), POME (untuk penggantian solar), pembangkit listrik
dari pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam untuk pemanas/pengering pada silo
padi/jagung.
- Untuk menjadikan semakin layak secara keuangan, dibutuhkan subsidi bunga
dalam pembiayaan pengembangan WtE
- Secara ekonomi (CBA), semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus
dalam kajian ini layak untuk dikembangkan.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 181


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

- Apabila menggunakan skema kredit eksisting, yaitu KKP-E (dengan sedikit


merevisi PMK), terdapat 2 jenis pengembangan WtE yang potensial, yaitu biogas
dari limbah industri tahu dan biogas dari kotoran sapi , dimana pertimbangan
utamanya adalah besarnya investasi yang dibutuhkan yang besarnya bisa
maksimal Rp. 100 juta.
- Untuk pengembangan WtE yang lain (POME, pelepah sawit, dan sekam untuk
silo), dapat menggunakan skema PIP atau pembiayaan perbankan (misal AFD
Bukopin) atau skema kredit program yang baru dikarenakan besarnya investasi
yang lebih besar dari Rp. 100 juta.

3. Masukan dari Pemangku Kepentingan :


Beberapa point penting disampaikan oleh para pemangku kepentingan yang hadir
dalam FGD ini, yaitu :
a) Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan,
Kementerian Lingkungan Hidup;
- Asdep Deputi Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup yang fokus terhadap pennganan investasi dan
penanganan teknis pada pengembangan pengolahan limbah menjadi energi
ramah lingkungan. Investasi lingkungan ini bermaksud juga investasi terhadap
tekhnologi bersih, CBHF, penyajian bahan-bahan ramah lingkungan.
- Dengan banyaknya permintaan dari berbagai pihak untuk memfasilitasi
pengolahan limbah bisa menjadi energi, Asdep Deputi Ekonomi Lingkungan
Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup
berusaha untuk mengajukan kembali program khusus pembiayaan
pengolahan limbah baik padat maupun cair menjadi energi. Oleh karena itu
lebih baik untuk terlebih dahulu fokus terhadap biogas untuk produksi tahu.
- Selain fokus pada pengembangan dan fasilitasi pengolahan limbah menjadi
energi itu sendiri tapi juga fokus terhadap proses produksi bersih. Hal
tersebut dilakukan supaya mitigasi dari sektor biogas terus berkelanjutan.
Diharapkan dengan adanya penanganan pengolahan limbah secara
keseluruhan dari proses produksi sampai dengan pengolahan limbahnya akan
mampu memberikan efisiensi dan produksi yang sehat.
- Dengan demikian, mengusulkan program pinjaman dengan asumsi intervensi
dari proses produksinya. Penangnan produksi dapat dilakukan pada
peternakan sapi, tahu, dll.
- Penyeragaman dan spesifikasi dari pengembangan reaktor biogas akan
didiskusikan lebih lanjut dengan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan
dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral. Pada
umunya spesifikasi investasi pengembangan pengolahan limbah menjadi
energi yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral tidak berbeda jauh.

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 182


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

- Pelaksanaan pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit


program akan terdistorsi oleh adanya program-program lain yang bersumber
dari dana hibah.
b) Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian
Sumber Daya Energi dan Mineral;
- Program yang telah berhasil dijalankan oleh Direktorat Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan
Mineral yakni program pembiayaan dari HIVOS.
- Program pinjaman dari HIVOS yang difasilitasi oleh Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) mempuyai rata-rata pembebanan biaya bunga
10 persen. Para peternak umumnya mempunyai kemampuan untuk terus
mengembangkan usahanya sendiri. Peternak, misalnya telah mempunyai
kemampuan dalam proses produksi dan telah mempunyai pasar sendiri.
Namun di sisi lain, tidak tahu bagaimana cara mengubah limbah menjadi
biogas yang dapat dimanfaatkan. Oleh karenanya, membutuhkan fasilitasi
dalam bentuk kerja sama pembiayaan dan kerja sama terhadap teknik
pembangunan alat pengolahan limbah menjadi biogas. Program pembiayaan
tersebut dimasukkan dalam kategori shoft loan bukan hibah.
- Peternak yang sudah mempunyai kemampuan produksi secara efisien hanya
perlu didorong pada bentuk pinajaman, kemudian diperbaiki dari segi
produksinya sehingga bisa lebih efisien dan limbahnya dapat diubah menjadi
biogas. Hanya peternak yang tidak mempunyai kemampuan membayar serta
tidak tahu bagaimana cara mengolah limbah itulah yang berhak
mendapatkan dana hibah. Oleh karena itu, perlu dipetakan kriteria siapa yang
berhak mendapatkan hibah dan siapa yang mendapatkan soft loan.
- Kami memberikan dalam bentuk soft loan entah dalam bentuk pinjaman
bunga rendah ataupun subsidi bunga karena di lapangan banyak peternak
yang telah maju dimana mereka telah berinteraksi dengan pasar dan
mempunyai income yang baik. Kami mendorong mereka bisa lebih
professional sehingga bisa masuk dalam skala komersial. Intervensi kita
dalam hal pengembangan sehingga lebih mengenal pasar. Kalaupun
kemudian program ini untuk mengubah limbah menjadi biogas, maka perlu
dilakukan pemetaan sehingga program ini tepat sasaran.
- Sampai tahun 2014, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral masih
mempunyai program pemban pengembangan limbah menjadi energi melalui
program non pembiayaan (hibah). Dengan adanya kegiatan ini nantinya akan
mendistorsi program pembiayaan limbah menjadi energi melalui kredit
program. Oleh karena itu, program yang akan dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian
Sumber Daya Energi dan Mineral akan dilakukan dengan memperhatikan
aspek kewilayahan yang mempunyai elektrifikasi yang masih rendah dan
daerah yang terpencil.
c) Direktorat Sistem Manajemen Investasi, Kementerian Keuangan;

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 183


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

- Lembaga Keuangan Perbankan merupakan salah satu pihak yang


berkepentingan terhadap pelaksanaan pembiayaan investasi limbah menjadi
energi melalui kredit program. Oleh karena itu, membutuhkan forum
tersendiri dalam rangka menyampaikan usulan pembiayaan investasi limbah
energi menjadi energi melalui redit program.
- Selain itu, memerlukan informasi terkait dengan ketertarikan pihak
perbankan terhadap pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui
kredit program. Paling tidak dengan mengundang pelalu perbankan yang
sudah memiliki pengalaman dalam pembiayaan investasi limbah menjadi
energi.
d) Bidang I PKPPIM
- Pengalaman pengembangan sarana pengolahan limbah menjadi energi
mempunyai variasi dan/atau ukuran yang berbeda. Oleh karena itu
membutuhkan standardisasi atau penyeragaman dalam pelaksanaan
pembangunan reaktor biogas. Dengan adanya penyeragaman/standardisasi
pengembangan dalam pengolahan limbah menjadi energi akan mudah dalam
memberikan pembiayaan pengolahan limbah.
- Supaya pembahasan menjadi lebih jelas, membutuhkan koordinasi antara
Kemen LH, Kemen ESDM dan Pemda terhadap pelaksanaan program masing-
masing. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan kegiatan program
dan dapat dilaksanakan tepat sasaran.
- ESDM, Pemda dan KLH yang akan atau sudah melakukan bernagai kegiatan
pengembangan dalam pengolahan limbah menjadi biogas mungkin bisa
memberitahukan sumber pembiayaan, mekanisme serta tipe pembiayaan
investasi limbah menjadi energi melalui kredit program.
- Membutuhkan Pemetaan secara kewilayahan dalam pelaksanaan program
pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program. Karena
hal tersebut dilakukan untuk menghindari distrorsi program lainnya, seperti
program hibah pengolahan limbah menjadi energi.

F. Penutup
Kegitan ini tutup oleh Bapak S. Haryo Suwakhyo Kepala Bidang I PKPPIM Kementerian
Keuangan. Diharapkan dari kegiatan ini dapat memberikan perbaikan laporan kegiatan
dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari pemangku kepentingan pada
kegiatan Analisis Biaya-Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui
Kredit Program. Harapan lainnya yakni hasil kegiatan ini dapat diimplementasikan dalam
sebuah kebijakan yang tepat sasaran.

Jakarta, 27 Maret 2014


Tim Penyusun

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 184


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Lampiran 10 : Contoh Perhitungan Kelayakan Keuangan dan Analisa Biaya Manfaat

A. Biogas Industri Tahu


Tabel Analisis Keuangan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu
(Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Indikator
40 M3 94 M3 84 M3 90 M3
A Biaya Awal (Rp) 103,627,000 148,000,000 105,720,000 120,000,000
B Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
C Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
D Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
Nilai NPV (Rp) (146,197,172) 103,649,432 193,702,367 (49,384,828)
IRR #DIV/0! 19.1% 30.3% 7.5%
ROI -57.2% 20.1% 390.3% 80.7%
Profitability Index -41.1% 170.0% 283.2% 58.8%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%
Nilai NPV (Rp) (148,606,887) 100,207,880 191,243,983 (52,175,276)
IRR #DIV/0! 18.8% 29.9% 7.3%
ROI -57.8% 19.9% 383.0% 78.0%
Profitability Index -43.4% 167.7% 280.9% 56.5%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0%
Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%
Nilai NPV (Rp) (151,016,601) 96,766,328 188,785,598 (54,965,724)
IRR #DIV/0! 18.5% 29.5% 7.1%
ROI -58.4% 19.8% 376.0% 75.4%
Profitability Index -45.7% 165.4% 278.6% 54.2%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
4. Skenario 4:
Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% 3.0%
Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% 10.5%
Nilai NPV (Rp) (153,426,315) 93,324,776 186,327,214 (57,756,171)
IRR #DIV/0! 18.2% 29.1% 6.9%
ROI -59.0% 19.6% 369.2% 72.9%
Profitability Index -48.1% 163.1% 276.2% 51.9%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
5. Skenario 5:
Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% 4.0%
Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5% 9.5%
Nilai NPV (Rp) (155,836,030) 89,883,224 183,868,830 (60,546,619)

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 185


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
40 M3 94 M3 84 M3 90 M3
IRR #DIV/0! 18.0% 28.7% 6.7%
ROI -59.6% 19.5% 362.5% 70.5%
Profitability Index -50.4% 160.7% 273.9% 49.5%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% 5.0%
Subsidi Bunga 8.5% 8.5% 8.5% 8.5%
Nilai NPV (Rp) (158,245,744) 86,441,672 181,410,445 (63,337,066)
IRR #DIV/0! 17.7% 28.4% 6.5%
ROI -60.2% 19.3% 356.1% 68.1%
Profitability Index -52.7% 158.4% 271.6% 47.2%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0% 6.0% 6.0% 6.0%
Subsidi Bunga 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%
Nilai NPV (Rp) (160,655,458) 83,000,120 178,952,061 (66,127,514)
IRR #DIV/0! 17.4% 28.0% 6.3%
ROI -60.7% 19.2% 349.8% 65.8%
Profitability Index -55.0% 156.1% 269.3% 44.9%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0% 7.0% 7.0% 7.0%
Subsidi Bunga 6.5% 6.5% 6.5% 6.5%
Nilai NPV (Rp) (163,065,172) 79,558,568 176,493,677 (68,917,962)
IRR #DIV/0! 17.1% 27.6% 6.1%
ROI -61.3% 19.0% 343.7% 63.5%
Profitability Index -57.4% 153.8% 266.9% 42.6%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0% 8.0% 8.0% 8.0%
Subsidi Bunga 5.5% 5.5% 5.5% 5.5%
Nilai NPV (Rp) (165,474,887) 76,117,016 174,035,292 (71,708,409)
IRR #DIV/0! 16.9% 27.3% 5.9%
ROI -61.8% 18.9% 337.8% 61.3%
Profitability Index -59.7% 151.4% 264.6% 40.2%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0% 9.0% 9.0% 9.0%
Subsidi Bunga 4.5% 4.5% 4.5% 4.5%
Nilai NPV (Rp) (167,884,601) 72,675,464 171,576,908 (74,498,857)
IRR #DIV/0! 16.6% 26.9% 5.8%
ROI -62.3% 18.7% 332.0% 59.2%
Profitability Index -62.0% 149.1% 262.3% 37.9%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
11. Skenario 11:
Beban Bunga Debitur 10.0% 10.0% 10.0% 10.0%
Subsidi Bunga 3.5% 3.5% 3.5% 3.5%
Nilai NPV (Rp) (170,294,315) 69,233,912 169,118,524 (77,289,304)

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 186


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
40 M3 94 M3 84 M3 90 M3
IRR #DIV/0! 16.3% 26.6% 5.6%
ROI -62.8% 18.6% 326.3% 57.1%
Profitability Index -64.3% 146.8% 260.0% 35.6%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
12. Skenario 12:
Beban Bunga Debitur 11% 11% 11% 11%
Subsidi Bunga 3% 3% 3% 3%
Nilai NPV (Rp) (172,704,030) 65,792,360 166,660,139 (80,079,752)
IRR #DIV/0! 16.1% 26.2% 5.4%
ROI -63.3% 18.4% 320.9% 55.1%
Profitability Index -66.7% 144.5% 257.6% 33.3%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0% 12.0% 12.0% 12.0%
Subsidi Bunga 1.5% 1.5% 1.5% 1.5%
Nilai NPV (Rp) (175,113,744) 62,350,808 164,201,755 (82,870,200)
IRR #DIV/0! 15.8% 25.9% 5.2%
ROI -63.7% 18.3% 315.5% 53.1%
Profitability Index -69.0% 142.1% 255.3% 30.9%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0% 13.0% 13.0% 13.0%
Subsidi Bunga 0.5% 0.5% 0.5% 0.5%
Nilai NPV (Rp) (177,523,458) 58,909,256 161,743,371 (85,660,647)
IRR #DIV/0! 15.6% 25.6% 5.1%
ROI -64.2% 18.1% 310.3% 51.2%
Profitability Index -71.3% 139.8% 253.0% 28.6%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 14% 14% 14% 14%
Subsidi Bunga 0% 0% 0% 0%
Nilai NPV (Rp) (178,728,315) 57,188,480 160,514,179 (87,055,871)
IRR #DIV/0! 15.5% 25.4% 5.0%
ROI -64.4% 18.1% 307.7% 50.3%
Profitability Index -72.5% 138.6% 251.8% 27.5%
Kelayakan #DIV/0! Layak Layak Tidak Layak

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 187


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk Reaktor Biogas Industri Tahu
(Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Indikator
40 M3 94 M3 84 M3 90 M3
A. Biaya Awal (Rp) 103,627,000 148,000,000 105,720,000 120,000,000
B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
C. Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0%
Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
4. Skenario 4:
Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% 3.0%
Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% 10.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
5. Skenario 5:
Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% 4.0%
Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5% 9.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% 5.0%

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 188


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
40 M3 94 M3 84 M3 90 M3
Subsidi Bunga 8.5% 8.5% 8.5% 8.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0% 6.0% 6.0% 6.0%
Subsidi Bunga 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0% 7.0% 7.0% 7.0%
Subsidi Bunga 6.5% 6.5% 6.5% 6.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0% 8.0% 8.0% 8.0%
Subsidi Bunga 5.5% 5.5% 5.5% 5.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0% 9.0% 9.0% 9.0%
Subsidi Bunga 4.5% 4.5% 4.5% 4.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
11. Skenario 11:
Beban Bunga Debitur 10.0% 10.0% 10.0% 10.0%
Subsidi Bunga 3.5% 3.5% 3.5% 3.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
12. Skenario 12:
Beban Bunga Debitur 11.0% 11.0% 11.0% 11.0%

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 189


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
40 M3 94 M3 84 M3 90 M3
Subsidi Bunga 2.5% 2.5% 2.5% 2.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0% 12.0% 12.0% 12.0%
Subsidi Bunga 1.5% 1.5% 1.5% 1.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0% 13.0% 13.0% 13.0%
Subsidi Bunga 0.5% 0.5% 0.5% 0.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
Subsidi Bunga 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 301,162,328 215,127,576 244,185,671
Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 752,492,942 547,826,431 462,564,344
Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672
B per C Ratio (BCR) 0.86 2.50 2.55 1.89
Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 190


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

B. Biogas Limbah Kotoran Sapi


Tabel Analisis Keuangan Pengembangan Reaktor Limbah Kotoran Sapi
(Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Indikator
6 M3 8 M3 10 M3 12 M3
A. Biaya Awal (Rp) 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000
B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
C. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 3,053,898 5,219,168 7,384,438 9,549,707
IRR 16.2% 17.7% 18.7% 19.4%
ROI 182.3% 201.1% 213.7% 222.7%
Profitability Index 1.3817 1.5219 1.6154 1.6821
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (168,870) 922,143 2,013,157 3,104,170
IRR 11.8% 13.0% 13.8% 14.4%
ROI 128.2% 143.5% 153.6% 160.8%
Profitability Index 0.9789 1.0922 1.1678 1.2217
Kelayakan Tidak Layak Layak Layak Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 2,867,868 4,986,631 7,105,393 9,224,155
IRR 15.9% 17.4% 18.4% 19.1%
ROI 178.2% 196.7% 209.1% 217.9%
Profitability Index 1.3585 1.4987 1.5921 1.6589
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (354,900) 689,606 1,734,112 2,778,618
IRR 11.5% 12.8% 13.6% 14.2%
ROI 124.9% 139.9% 149.8% 157.0%
Profitability Index 0.9556 1.0690 1.1445 1.1985
Kelayakan Tidak Layak Layak Layak Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0%
Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 2,681,839 4,754,093 6,826,348 8,898,603

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 191


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
6 M3 8 M3 10 M3 12 M3
IRR 15.6% 17.1% 18.1% 18.8%
ROI 174.1% 192.4% 204.6% 213.3%
Profitability Index 1.3352 1.4754 1.5689 1.6356
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (540,930) 457,069 1,455,067 2,453,066
IRR 11.3% 12.5% 13.3% 13.9%
ROI 121.6% 136.4% 146.2% 153.2%
Profitability Index 0.9324 1.0457 1.1213 1.1752
Kelayakan Tidak Layak Layak Layak Layak
4 Skenario 4:
Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% 3.0%
Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% 10.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 2,495,809 4,521,556 6,547,303 8,573,050
IRR 15.3% 16.8% 17.8% 18.5%
ROI 170.2% 188.2% 200.2% 208.8%
Profitability Index 1.3120 1.4522 1.5456 1.6124
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (726,960) 224,531 1,176,023 2,127,514
IRR 11.0% 12.2% 13.0% 13.6%
ROI 118.4% 133.0% 142.7% 149.6%
Profitability Index 0.9091 1.0225 1.0980 1.1520
Kelayakan Tidak Layak Layak Layak Layak
5. Skenario 5:
Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% 4.0%
Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5% 9.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 2,309,779 4,289,019 6,268,258 8,247,498
IRR 15.0% 16.5% 17.5% 18.2%
ROI 166.3% 184.1% 195.9% 204.4%
Profitability Index 1.2887 1.4289 1.5224 1.5891
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (912,989) (8,006) 896,978 1,801,961
IRR 10.8% 12.0% 12.8% 13.4%
ROI 115.3% 129.7% 139.2% 146.1%
Profitability Index 0.8859 0.9992 1.0747 1.1287
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Layak Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% 5.0%
Subsidi Bunga 8.5% 8.5% 8.5% 8.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 192


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
6 M3 8 M3 10 M3 12 M3
Nilai NPV (Rp) 2,123,749 4,056,481 5,989,214 7,921,946
IRR 14.8% 16.2% 17.2% 17.9%
ROI 162.6% 180.1% 191.8% 200.1%
Profitability Index 1.2655 1.4056 1.4991 1.5659
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (1,099,019) (240,543) 617,933 1,476,409
IRR 10.6% 11.7% 12.5% 13.1%
ROI 112.3% 126.5% 135.9% 142.6%
Profitability Index 0.8626 0.9759 1.0515 1.1055
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Layak Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0% 6.0% 6.0% 6.0%
Subsidi Bunga 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 1,937,719 3,823,944 5,710,169 7,596,394
IRR 14.5% 15.9% 16.9% 17.6%
ROI 159.0% 176.3% 187.8% 196.0%
Profitability Index 1.2422 1.3824 1.4758 1.5426
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (1,285,049) (473,080) 338,888 1,150,857
IRR 10.3% 11.5% 12.3% 12.8%
ROI 109.4% 123.4% 132.7% 139.3%
Profitability Index 0.8394 0.9527 1.0282 1.0822
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Layak Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0% 7.0% 7.0% 7.0%
Subsidi Bunga 6.5% 6.5% 6.5% 6.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 1,751,689 3,591,407 5,431,124 7,270,842
IRR 14.2% 15.6% 16.6% 17.3%
ROI 155.5% 172.5% 183.9% 192.0%
Profitability Index 1.2190 1.3591 1.4526 1.5193
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (1,471,079) (705,618) 59,843 825,305
IRR 10.1% 11.3% 12.1% 12.6%
ROI 106.5% 120.3% 129.5% 136.1%
Profitability Index 0.8161 0.9294 1.0050 1.0590
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Layak Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0% 8.0% 8.0% 8.0%
Subsidi Bunga 5.5% 5.5% 5.5% 5.5%

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 193


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
6 M3 8 M3 10 M3 12 M3
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 1,565,660 3,358,870 5,152,079 6,945,289
IRR 14.0% 15.4% 16.3% 17.0%
ROI 152.1% 168.9% 180.1% 188.1%
Profitability Index 1.1957 1.3359 1.4293 1.4961
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (1,657,109) (938,155) (219,201) 499,752
IRR 9.9% 11.0% 11.8% 12.4%
ROI 103.8% 117.4% 126.4% 132.9%
Profitability Index 0.7929 0.9062 0.9817 1.0357
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0% 9.0% 9.0% 9.0%
Subsidi Bunga 4.5% 4.5% 4.5% 4.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 1,379,630 3,126,332 4,873,035 6,619,737
IRR 13.7% 15.1% 16.0% 16.7%
ROI 148.7% 165.3% 176.4% 184.3%
Profitability Index 1.1725 1.3126 1.4061 1.4728
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (1,843,139) (1,170,692) (498,246) 174,200
IRR 9.7% 10.8% 11.6% 12.1%
ROI 101.1% 114.5% 123.4% 129.8%
Profitability Index 0.7696 0.8829 0.9585 1.0124
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Layak
11. Skenario 11:
Beban Bunga Debitur 10.0% 10.0% 10.0% 10.0%
Subsidi Bunga 3.5% 3.5% 3.5% 3.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 1,193,600 2,893,795 4,593,990 6,294,185
IRR 13.5% 14.9% 15.8% 16.4%
ROI 145.5% 161.9% 172.8% 180.6%
Profitability Index 1.1492 1.2894 1.3828 1.4496
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (2,029,169) (1,403,230) (777,291) (151,352)
IRR 9.5% 10.6% 11.4% 11.9%
ROI 98.5% 111.7% 120.5% 126.8%
Profitability Index 0.7464 0.8597 0.9352 0.9892
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak
12. Skenario 12:
Beban Bunga Debitur 11% 11% 11% 11%

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 194


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
6 M3 8 M3 10 M3 12 M3
Subsidi Bunga 3% 3% 3% 3%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 1,007,570 2,661,258 4,314,945 5,968,633
IRR 13.2% 14.6% 15.5% 16.2%
ROI 142.3% 158.5% 169.3% 177.0%
Profitability Index 1.1259 1.2661 1.3596 1.4263
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (2,215,198) (1,635,767) (1,056,336) (476,904)
IRR 9.2% 10.4% 11.1% 11.7%
ROI 95.9% 109.0% 117.7% 123.9%
Profitability Index 0.7231 0.8364 0.9120 0.9659
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0% 12.0% 12.0% 12.0%
Subsidi Bunga 1.5% 1.5% 1.5% 1.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 821,540 2,428,720 4,035,900 5,643,081
IRR 13.0% 14.4% 15.3% 15.9%
ROI 139.3% 155.2% 165.8% 173.4%
Profitability Index 1.1027 1.2429 1.3363 1.4031
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (2,401,228) (1,868,304) (1,335,380) (802,456)
IRR 9.0% 10.2% 10.9% 11.4%
ROI 93.4% 106.3% 114.9% 121.1%
Profitability Index 0.6998 0.8132 0.8887 0.9427
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0% 13.0% 13.0% 13.0%
Subsidi Bunga 0.5% 0.5% 0.5% 0.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 635,510 2,196,183 3,756,856 5,317,528
IRR 12.8% 14.1% 15.0% 15.6%
ROI 136.3% 152.0% 162.5% 170.0%
Profitability Index 1.0794 1.2196 1.3131 1.3798
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (2,587,258) (2,100,842) (1,614,425) (1,128,009)
IRR 8.8% 10.0% 10.7% 11.2%
ROI 91.0% 103.7% 112.2% 118.3%
Profitability Index 0.6766 0.7899 0.8655 0.9194
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak
15. Skenario 15:

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 195


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
6 M3 8 M3 10 M3 12 M3
Beban Bunga Debitur 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
Subsidi Bunga 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai NPV (Rp) 542,495 2,079,914 3,617,333 5,154,752
IRR 12.6% 14.0% 14.9% 15.5%
ROI 134.8% 150.4% 160.9% 168.3%
Profitability Index 1.0678 1.2080 1.3014 1.3682
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai NPV (Rp) (2,680,273) (2,217,110) (1,753,947) (1,290,785)
IRR 8.7% 9.9% 10.6% 11.1%
ROI 89.8% 102.5% 110.9% 116.9%
Profitability Index 0.6650 0.7783 0.8538 0.9078
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 196


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk Reaktor Limbah Kotoran Sapi
(Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Indikator
6 M3 8 M3 10 M3 12 M3
A. Biaya Awal (Rp) 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000
B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
C. Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0%
Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 197


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
6 M3 8 M3 10 M3 12 M3
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
4. Skenario 4:
Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% 3.0%
Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% 10.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
5. Skenario 5:
Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% 4.0%
Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5% 9.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% 5.0%
Subsidi Bunga 8.5% 8.5% 8.5% 8.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 198


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
6 M3 8 M3 10 M3 12 M3
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0% 6.0% 6.0% 6.0%
Subsidi Bunga 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0% 7.0% 7.0% 7.0%
Subsidi Bunga 6.5% 6.5% 6.5% 6.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0% 8.0% 8.0% 8.0%
Subsidi Bunga 5.5% 5.5% 5.5% 5.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0% 9.0% 9.0% 9.0%

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 199


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
6 M3 8 M3 10 M3 12 M3
Subsidi Bunga 4.5% 4.5% 4.5% 4.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
11. Skenario 11:
Beban Bunga Debitur 10.0% 10.0% 10.0% 10.0%
Subsidi Bunga 3.5% 3.5% 3.5% 3.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
12. Skenario 12:
Beban Bunga Debitur 11.0% 11.0% 11.0% 11.0%
Subsidi Bunga 2.5% 2.5% 2.5% 2.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0% 12.0% 12.0% 12.0%
Subsidi Bunga 1.5% 1.5% 1.5% 1.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 200


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
6 M3 8 M3 10 M3 12 M3
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0% 13.0% 13.0% 13.0%
Subsidi Bunga 0.5% 0.5% 0.5% 0.5%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
Subsidi Bunga 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
a. Pengalihan dari LPG ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147
B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas
Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400
Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 63,176,189 60,426,106
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 36,684,988 29,519,706
B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 2.38 1.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 201


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

C. Biogas POME
Tabel Analisis Keuangan Pengembangan PLT Biomassa POME
(Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Indikator
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
A. Biaya Awal-Jual Listrik (Rp) 36,964,416,510 42,396,678,573 44,196,687,578 92,220,853,048
Biaya Awal-Penghematan Solar (Rp) 24,867,310,067 29,581,284,210 31,018,593,375 70,806,449,968
B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
C. Suku Bunga Bank/Tingkat Diskonto 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) 938,705,875 (7,296,950,934) (6,597,403,119) (55,908,403,315)
IRR 12.3% 10.2% 10.4% #NUM!
ROI 54.3% 48.3% 47.4% 28.1%
Profitability Index 1.0254 0.8279 0.8507 0.3938
Kelayakan Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 148,844,286,995 153,806,633,540 157,441,263,213 231,419,565,237
IRR 58.0% 53.0% 52.1% 39.6%
ROI 121.6% 116.0% 115.0% 96.5%
Profitability Index 6.9855 6.1995 6.0757 4.2683
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) 264,477,709 (8,265,991,939) (7,607,586,086) (58,052,882,129)
IRR 12.1% 10.0% 10.2% 5.4%
ROI 53.6% 47.4% 46.6% 27.3%
Profitability Index 1.0072 0.8050 0.8279 0.3705
Kelayakan Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 148,390,709,137 153,267,073,150 156,875,486,413 230,128,060,937
IRR 57.6% 52.6% 51.8% 39.3%
ROI 121.3% 115.6% 114.6% 96.0%
Profitability Index 6.9673 6.1812 6.0575 4.2501
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0%
Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (409,750,456) (9,235,032,944) (8,617,769,053) (60,197,360,943)
IRR 11.9% 9.8% 10.0% 5.2%
ROI 53.0% 46.5% 45.7% 26.4%
Profitability Index 0.9889 0.7822 0.8050 0.3472

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 202


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 147,937,131,280 152,727,512,760 156,309,709,612 228,836,556,637
IRR 57.3% 52.2% 51.4% 39.0%
ROI 120.9% 115.2% 114.3% 95.6%
Profitability Index 6.9491 6.1630 6.0392 4.2319
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
4. Skenario 4:
Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% 3.0%
Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% 10.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (1,083,978,621) (10,204,073,949) (9,627,952,019) (62,341,839,756)
IRR 11.7% 9.5% 9.8% #NUM!
ROI 52.3% 45.6% 44.9% 25.6%
Profitability Index 0.9707 0.7593 0.7822 0.3240
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 147,483,553,422 152,187,952,370 155,743,932,812 227,545,052,338
IRR 56.9% 51.9% 51.1% 38.6%
ROI 120.6% 114.9% 113.9% 95.1%
Profitability Index 6.9308 6.1447 6.0210 4.2136
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
5. Skenario 5:
Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% 4.0%
Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5% 9.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (1,758,206,787) (11,173,114,953) (10,638,134,986) (64,486,318,570)
IRR 11.5% 9.3% 9.6% #NUM!
ROI 51.7% 44.7% 44.1% 24.8%
Profitability Index 0.9524 0.7365 0.7593 0.3007
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 147,029,975,565 151,648,391,981 155,178,156,011 226,253,548,038
IRR 56.5% 51.5% 50.7% 38.3%
ROI 120.2% 114.5% 113.5% 94.7%
Profitability Index 6.9126 6.1265 6.0027 4.1954
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% 5.0%
Subsidi Bunga 8.5% 8.5% 8.5% 8.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (2,432,434,952) (12,142,155,958) (11,648,317,953) (66,630,797,383)
IRR 11.3% 9.1% 9.4% #NUM!
ROI 51.0% 43.9% 43.2% 24.0%
Profitability Index 0.9342 0.7136 0.7364 0.2775
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 146,576,397,707 151,108,831,591 154,612,379,211 224,962,043,738

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 203


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
IRR 56.2% 51.2% 50.4% 38.0%
ROI 119.9% 114.1% 113.1% 94.3%
Profitability Index 6.8943 6.1083 5.9845 4.1771
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0% 6.0% 6.0% 6.0%
Subsidi Bunga 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (3,106,663,118) (13,111,196,963) (12,658,500,920) (68,775,276,197)
IRR 11.2% 8.9% 9.2% #NUM!
ROI 50.4% 43.0% 42.4% 23.2%
Profitability Index 0.9160 0.6907 0.7136 0.2542
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 146,122,819,850 150,569,271,201 154,046,602,410 223,670,539,438
IRR 55.8% 50.8% 50.0% 37.7%
ROI 119.5% 113.7% 112.7% 93.8%
Profitability Index 6.8761 6.0900 5.9663 4.1589
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0% 7.0% 7.0% 7.0%
Subsidi Bunga 6.5% 6.5% 6.5% 6.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (3,780,891,283) (14,080,237,968) (13,668,683,887) (70,919,755,010)
IRR 11.0% 8.7% 9.0% #NUM!
ROI 49.7% 42.1% 41.6% 22.4%
Profitability Index 0.8977 0.6679 0.6907 0.2310
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 145,669,241,992 150,029,710,811 153,480,825,610 222,379,035,139
IRR 55.4% 50.5% 49.7% 37.4%
ROI 119.2% 113.4% 112.4% 93.4%
Profitability Index 6.8579 6.0718 5.9480 4.1407
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0% 8.0% 8.0% 8.0%
Subsidi Bunga 5.5% 5.5% 5.5% 5.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (4,455,119,448) (15,049,278,973) (14,678,866,854) (73,064,233,824)
IRR 10.8% 8.5% 8.8% 4.2%
ROI 49.1% 41.3% 40.8% 21.6%
Profitability Index 0.8795 0.6450 0.6679 0.2077
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 145,215,664,135 149,490,150,421 152,915,048,810 221,087,530,839
IRR 55.1% 50.1% 49.3% 37.1%
ROI 118.8% 113.0% 112.0% 93.0%
Profitability Index 6.8396 6.0535 5.9298 4.1224

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 204


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0% 9.0% 9.0% 9.0%
Subsidi Bunga 4.5% 4.5% 4.5% 4.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (5,129,347,614) (16,018,319,978) (15,689,049,821) (75,208,712,637)
IRR 10.7% 8.3% #NUM! 4.0%
ROI 48.4% 40.5% 40.0% 20.8%
Profitability Index 0.8612 0.6222 0.6450 0.1845
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak #NUM! Tidak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 144,762,086,277 148,950,590,031 152,349,272,009 219,796,026,539
IRR 54.7% 49.8% 49.0% 36.8%
ROI 118.5% 112.6% 111.6% 92.5%
Profitability Index 6.8214 6.0353 5.9115 4.1042
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
11. Skenario 11:
Beban Bunga Debitur 10.0% 10.0% 10.0% 10.0%
Subsidi Bunga 3.5% 3.5% 3.5% 3.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (5,803,575,779) (16,987,360,983) (16,699,232,788) (77,353,191,451)
IRR 10.5% 8.1% 8.4% 3.8%
ROI 47.8% 39.7% 39.3% 20.1%
Profitability Index 0.8430 0.5993 0.6222 0.1612
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 144,308,508,420 148,411,029,641 151,783,495,209 218,504,522,240
IRR 54.4% 49.4% 48.7% 36.5%
ROI 118.1% 112.3% 111.3% 92.1%
Profitability Index 6.8031 6.0171 5.8933 4.0859
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
12. Skenario 12:
Beban Bunga Debitur 11% 11% 11% 11%
Subsidi Bunga 3% 3% 3% 3%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (6,477,803,945) (17,956,401,988) (17,709,415,754) (79,497,670,264)
IRR 10.3% #NUM! 8.2% #NUM!
ROI 47.2% 38.9% 38.5% 19.3%
Profitability Index 0.8248 0.5765 0.5993 0.1380
Kelayakan Tidak Layak #NUM! Tidak Layak #NUM!
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 143,854,930,562 147,871,469,252 151,217,718,408 217,213,017,940
IRR 54.0% 49.1% 48.3% 36.2%
ROI 117.8% 111.9% 110.9% 91.7%
Profitability Index 6.7849 5.9988 5.8751 4.0677
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0% 12.0% 12.0% 12.0%

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 205


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
Subsidi Bunga 1.5% 1.5% 1.5% 1.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (7,152,032,110) (18,925,442,993) (18,719,598,721) (81,642,149,078)
IRR 10.2% 7.8% 8.0% #NUM!
ROI 46.6% 38.1% 37.7% 18.6%
Profitability Index 0.8065 0.5536 0.5764 0.1147
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 143,401,352,704 147,331,908,862 150,651,941,608 215,921,513,640
IRR 53.7% 48.8% 48.0% 35.9%
ROI 117.5% 111.6% 110.5% 91.3%
Profitability Index 6.7667 5.9806 5.8568 4.0495
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0% 13.0% 13.0% 13.0%
Subsidi Bunga 0.5% 0.5% 0.5% 0.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (7,826,260,275) (19,894,483,998) (19,729,781,688) (83,786,627,892)
IRR 10.0% 7.6% #NUM! 3.4%
ROI 46.0% 37.3% 37.0% 17.9%
Profitability Index 0.7883 0.5308 0.5536 0.0915
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak #NUM! Tidak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 142,947,774,847 146,792,348,472 150,086,164,807 214,630,009,340
IRR 53.3% 48.4% 47.7% 35.6%
ROI 117.1% 111.2% 110.2% 90.8%
Profitability Index 6.7484 5.9623 5.8386 4.0312
Kelayakan Layak Layak Layak Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
Subsidi Bunga 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai NPV (Rp) (8,163,374,358) (20,379,004,501) (20,234,873,172) (84,858,867,298)
IRR 9.9% 7.5% 7.7% #NUM!
ROI 45.7% 36.9% 36.6% 17.5%
Profitability Index 0.7792 0.5193 0.5422 0.0798
Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai NPV (Rp) 142,720,985,918 146,522,568,277 149,803,276,407 213,984,257,191
IRR 53.2% 48.3% 47.5% 35.5%
ROI 117.0% 111.0% 110.0% 90.6%
Profitability Index 6.7393 5.9532 5.8295 4.0221
Kelayakan Layak Layak Layak Layak

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 206


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk PLT Biomassa POME


(sumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran
No. Indikator
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
A. Biaya Awal-Jual Listrik (Rp) 36,964,416,510 42,396,678,573 44,196,687,578 92,220,853,048
Biaya Awal-Penghematan Solar (Rp) 24,867,310,067 29,581,284,210 31,018,593,375 70,806,449,968
B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5
C. Suku Bunga Bank/Tingkat Diskonto 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0%
Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 207


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
4. Skenario 4:
Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% 3.0%
Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% 10.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
5. Skenario 5:
Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% 4.0%
Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5% 9.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% 5.0%
Subsidi Bunga 8.5% 8.5% 8.5% 8.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 208


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0% 6.0% 6.0% 6.0%
Subsidi Bunga 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0% 7.0% 7.0% 7.0%
Subsidi Bunga 6.5% 6.5% 6.5% 6.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0% 8.0% 8.0% 8.0%
Subsidi Bunga 5.5% 5.5% 5.5% 5.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
10. Skenario 10:

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 209


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
Beban Bunga Debitur 9.0% 9.0% 9.0% 9.0%
Subsidi Bunga 4.5% 4.5% 4.5% 4.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
11. Skenario 11:
Beban Bunga Debitur 10.0% 10.0% 10.0% 10.0%
Subsidi Bunga 3.5% 3.5% 3.5% 3.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
12. Skenario 12:
Beban Bunga Debitur 11.0% 11.0% 11.0% 11.0%
Subsidi Bunga 2.5% 2.5% 2.5% 2.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0% 12.0% 12.0% 12.0%
Subsidi Bunga 1.5% 1.5% 1.5% 1.5%
a. Asumsi Jual Listrik

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 210


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran


No. Indikator
45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0% 13.0% 13.0% 13.0%
Subsidi Bunga 0.5% 0.5% 0.5% 0.5%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%
Subsidi Bunga 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
a. Asumsi Jual Listrik
Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012
Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673
B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak
b. Asumsi Penghematan Solar
Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481
Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674
B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 211


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

D. PLT Biomassa Pelepah Sawit


Tabel Analisis Keuangan Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit
(Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran
No. Indikator
200 KV
A. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 4,886,108,000
B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5
C. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5%
D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0%
Subsidi Bunga 13.5%
Nilai NPV (Rp) 3,967,448,360
IRR 19.4%
ROI 162.5%
Profitability Index 1.8120
Kelayakan Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0%
Subsidi Bunga 12.5%
Nilai NPV (Rp) 3,853,828,124
IRR 19.1%
ROI 160.1%
Profitability Index 1.7887
Kelayakan Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0%
Subsidi Bunga 11.5%
Nilai NPV (Rp) 3,740,207,888
IRR 18.8%
ROI 157.8%
Profitability Index 1.7655
Kelayakan Layak
4. Skenario 4:
Beban Bunga Debitur 3.0%
Subsidi Bunga 10.5%
Nilai NPV (Rp) 3,626,587,653
IRR 18.6%
ROI 155.5%
Profitability Index 1.7422
Kelayakan Layak
5. Skenario 5:
Beban Bunga Debitur 4.0%
Subsidi Bunga 9.5%

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 212


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran
No. Indikator
200 KV
Nilai NPV (Rp) 3,512,967,417
IRR 18.3%
ROI 153.2%
Profitability Index 1.7190
Kelayakan Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0%
Subsidi Bunga 8.5%
Nilai NPV (Rp) 3,399,347,181
IRR 18.0%
ROI 151.0%
Profitability Index 1.6957
Kelayakan Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0%
Subsidi Bunga 7.5%
Nilai NPV (Rp) 3,285,726,945
IRR 17.8%
ROI 148.9%
Profitability Index 1.6725
Kelayakan Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0%
Subsidi Bunga 6.5%
Nilai NPV (Rp) 3,172,106,709
IRR 17.6%
ROI 146.7%
Profitability Index 1.6492
Kelayakan Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0%
Subsidi Bunga 5.5%
Nilai NPV (Rp) 3,058,486,473
IRR 17.3%
ROI 144.6%
Profitability Index 1.6260
Kelayakan Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0%
Subsidi Bunga 4.5%
Nilai NPV (Rp) 2,944,866,237
IRR 17.1%
ROI 142.6%
Profitability Index 1.6027

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 213


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran
No. Indikator
200 KV
Kelayakan Layak
11. Skenario 11:
Beban Bunga Debitur 10.0%
Subsidi Bunga 3.5%
Nilai NPV (Rp) 2,831,246,001
IRR 16.8%
ROI 140.6%
Profitability Index 1.5794
Kelayakan Layak
12. Skenario 12:
Beban Bunga Debitur 11%
Subsidi Bunga 3%
Nilai NPV (Rp) 2,717,625,765
IRR 16.6%
ROI 138.6%
Profitability Index 1.5562
Kelayakan Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0%
Subsidi Bunga 1.5%
Nilai NPV (Rp) 2,604,005,529
IRR 16.4%
ROI 136.6%
Profitability Index 1.5329
Kelayakan Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0%
Subsidi Bunga 0.5%
Nilai NPV (Rp) 2,490,385,293
IRR 16.2%
ROI 134.7%
Profitability Index 1.5097
Kelayakan Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 13.5%
Subsidi Bunga 0%
Nilai NPV (Rp) 2,433,575,175
IRR 16.0%
ROI 133.7%
Profitability Index 1.4981
Kelayakan Layak

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 214


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk PLT Biomassa Pelepah Sawit
(Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran
No. Indikator
200 KV
A. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 4,886,108,000
B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5
C. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5%
D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0%
Subsidi Bunga 13.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0%
Subsidi Bunga 12.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0%
Subsidi Bunga 11.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
4. Skenario 4:
Beban Bunga Debitur 3.0%
Subsidi Bunga 10.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
5. Skenario 5:
Beban Bunga Debitur 4.0%
Subsidi Bunga 9.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 215


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran
No. Indikator
200 KV
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0%
Subsidi Bunga 8.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0%
Subsidi Bunga 7.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0%
Subsidi Bunga 6.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0%
Subsidi Bunga 5.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0%
Subsidi Bunga 4.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
11. Skenario 11:

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 216


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran
No. Indikator
200 KV
Beban Bunga Debitur 10.0%
Subsidi Bunga 3.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
12. Skenario 12:
Beban Bunga Debitur 11.0%
Subsidi Bunga 2.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0%
Subsidi Bunga 1.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0%
Subsidi Bunga 0.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 13.5%
Subsidi Bunga 0.0%
Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477
Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329
B per C Ratio (BCR) 2.96
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 217


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

E. Silo Pengering Padi/Jagung


Tabel Analisis Keuangan Pengembangan Silo Pengering/Jagung
(Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran
No. Indikator
200 KV
1. Biaya Awal (Rp) 945,000,000
2. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5
3. Suku Bunga Bank 13.5%
4. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0%
Subsidi Bunga 13.5%
Nilai NPV (Rp) 3,723,075,435
IRR 59.0%
ROI 505.4%
Profitability Index 4.9398
Kelayakan Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0%
Subsidi Bunga 12.5%
Nilai NPV (Rp) 3,689,010,300
IRR 58.1%
ROI 493.9%
Profitability Index 4.9037
Kelayakan Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0%
Subsidi Bunga 11.5%
Nilai NPV (Rp) 3,654,945,165
IRR 57.3%
ROI 482.8%
Profitability Index 4.8677
Kelayakan Layak
4. Skenario 4:
Beban Bunga Debitur 3.0%
Subsidi Bunga 10.5%
Nilai NPV (Rp) 3,620,880,030
IRR 56.4%
ROI 472.2%
Profitability Index 4.8316
Kelayakan Layak
5. Skenario 5:
Beban Bunga Debitur 4.0%
Subsidi Bunga 9.5%

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 218


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran
No. Indikator
200 KV
Nilai NPV (Rp) 3,586,814,895
IRR 55.6%
ROI 461.9%
Profitability Index 4.7956
Kelayakan Layak
6. Skenario 6:
Beban Bunga Debitur 5.0%
Subsidi Bunga 8.5%
Nilai NPV (Rp) 3,552,749,760
IRR 54.8%
ROI 451.9%
Profitability Index 4.7595
Kelayakan Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0%
Subsidi Bunga 7.5%
Nilai NPV (Rp) 3,518,684,625
IRR 53.9%
ROI 442.4%
Profitability Index 4.7235
Kelayakan Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0%
Subsidi Bunga 6.5%
Nilai NPV (Rp) 3,484,619,490
IRR 53.1%
ROI 433.1%
Profitability Index 4.6874
Kelayakan Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0%
Subsidi Bunga 5.5%
Nilai NPV (Rp) 3,450,554,354
IRR 52.3%
ROI 424.2%
Profitability Index 4.6514
Kelayakan Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0%
Subsidi Bunga 4.5%
Nilai NPV (Rp) 3,416,489,219
IRR 51.5%
ROI 415.5%
Profitability Index 4.6153

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 219


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran
No. Indikator
200 KV
Kelayakan Layak
11. Skenario 11:
Beban Bunga Debitur 10.0%
Subsidi Bunga 3.5%
Nilai NPV (Rp) 3,382,424,084
IRR 50.7%
ROI 407.1%
Profitability Index 4.5793
Kelayakan Layak
12. Skenario 12:
Beban Bunga Debitur 11%
Subsidi Bunga 3%
Nilai NPV (Rp) 3,348,358,949
IRR 49.9%
ROI 399.0%
Profitability Index 4.5432
Kelayakan Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0%
Subsidi Bunga 1.5%
Nilai NPV (Rp) 3,314,293,814
IRR 49.1%
ROI 391.2%
Profitability Index 4.5072
Kelayakan Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0%
Subsidi Bunga 0.5%
Nilai NPV (Rp) 3,280,228,679
IRR 48.4%
ROI 383.6%
Profitability Index 4.4711
Kelayakan Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 13.5%
Subsidi Bunga 0%
Nilai NPV (Rp) 3,263,196,111
IRR 48.0%
ROI 379.9%
Profitability Index 4.4531
Kelayakan Layak

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 220


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk Silo Pengering/Jagung


(Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun)
Ukuran
No. Indikator
200 KV
A. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 945,000,000
B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5
C. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5%
D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur
1. Skenario 1:
Beban Bunga Debitur 0.0%
Subsidi Bunga 13.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
2. Skenario 2:
Beban Bunga Debitur 1.0%
Subsidi Bunga 12.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
3. Skenario 3:
Beban Bunga Debitur 2.0%
Subsidi Bunga 11.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
4. Skenario 4:
Beban Bunga Debitur 3.0%
Subsidi Bunga 10.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
5. Skenario 5:
Beban Bunga Debitur 4.0%
Subsidi Bunga 9.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
6. Skenario 6:

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 221


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran
No. Indikator
200 KV
Beban Bunga Debitur 5.0%
Subsidi Bunga 8.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
7. Skenario 7:
Beban Bunga Debitur 6.0%
Subsidi Bunga 7.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
8. Skenario 8:
Beban Bunga Debitur 7.0%
Subsidi Bunga 6.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
9. Skenario 9:
Beban Bunga Debitur 8.0%
Subsidi Bunga 5.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
10. Skenario 10:
Beban Bunga Debitur 9.0%
Subsidi Bunga 4.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
11. Skenario 11:
Beban Bunga Debitur 10.0%
Subsidi Bunga 3.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
12. Skenario 12:

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 222


Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi
Melalui Kredit Program

Ukuran
No. Indikator
200 KV
Beban Bunga Debitur 11.0%
Subsidi Bunga 2.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
13. Skenario 13:
Beban Bunga Debitur 12.0%
Subsidi Bunga 1.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
14. Skenario 14:
Beban Bunga Debitur 13.0%
Subsidi Bunga 0.5%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak
15. Skenario 15:
Beban Bunga Debitur 13.5%
Subsidi Bunga 0.0%
Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075
Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005
Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930
B per C Ratio (BCR) 2.67
Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

PKPPIM BKF Kementerian Keuangan RI dan UK LCS Programme 223

Você também pode gostar