Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Tempat Presentasi:
Obyektif Presentasi:
Deskripsi : Wanita 24 tahun dengan UK 10 11 minggu dengan abortus Inkomplit. HPHT : 17-2-2016. TP: 24-11-2016
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keluhan utama:
Ibu dengan G1 P0 A0 mengeluh keluar darah bergumpal dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Tanggal 24-04-2016 pasien mengaku keluar flek-flek disertai nyeri perut baigan bawah
Tanggal 28-05-2016 pasien mengaku keluar darah seperti warna darah haid disertai gumpalan dan diikuti nyeri perut bagian bawah serta sedikit
Tanggal 29-04-2016 pukul 05.00 pasien datang ke UGD RSUD Ploso dengan keluhan perdarahan pervaginam, lemas dan pusing lalu dilakukan
VT didapatkan portio lunak, pembukaan 1 cm, dilakukan observasi perdarahan, TTV, pemeriksaan laboratorium (terlampir), pemberian infus,
Tanggal 29-04-2016 pukul 09.00 pasien di bawa ke poli obgyn dan dilakukan USG, (hasil terlampir), rencana kuretase pkl 11.00
Tanggal 17-05-2016 Pasien MRS pukul 07.30 WIB BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 2
2. Riwayat Pengobatan :
Selama hamil ini pasien minum tablet multivitamin daribidan. Periksa kehamiln 1x di bidan
6. Riwayat kehamilan : Pasien belum pernah hamil sebelumnya. Ini kehamilan pertama pasien. G1 P0 A0 UK 10 11 Minggu
7. Riwayat pernikahan : Pernikahan pertama. Suami menikah saat usia 27 tahun dan istri usia 20 tahun. Lama pernikahan 4 tahun
8. Lain-lain : menarche : 11 tahun. Siklus haid : 28 hari. Lama haid : 7 hari. Dismenorrhoe : disangkal, HPHT : 17-2-2016. TP: 24-11-2016
Daftar Pustaka:
1. Wiknajosastro, Hanifa. Prof.dr.DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2007
2. Cunningham, Macdonald. William Obstetrics. 22th edition. Appleton and Lange. Stanford Connecticut. 2007
3. Safuddin, Abdul bari. Prof. Dr. DSOG. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. 2004
Hasil Pembelajaran:
Subyektif :
Pasien G1 P0 A0 hamil 10 11 minggu datang dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir yang disertai gumpalan dan nyeri
perut bagian bawah sejak 1 hari SMRS.
Obyektif :
Vital Sign : N=80x/mnt regular kuat, RR= 20x/mnt Tax=36.6C TD=110/70 mmHg
Status General
: Pulmo / Stem fremitus D = S, sonor, vesikuler (+/+), Rh (-) di semua lapangan paru, Wh (-) di semua
lapangan paru
: Cor / ictus palpable @ ICS V MCL sinistra, not visible, S1-S2 single, regular, murmur(-), gallop (-)
Abdomen : TFU 3 jari diatas simfisis, nyeri tekan perut bagian bawah, BU (+) normal
Ekstremitas atas dan bawah : Akral hangat, edema (-/-), pucat (-) , RCT < 2 detik
Assesment :
G1 P0 A0 UK 10-11 minggu dengan abortus inkomplit
Planning Diagnosis:
DL, Golongan Darah, Bleeding time, clothing time, USG
Planning Terapi:
Follow up (29/04/2016)
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 7
Follow up pasca kuret, pukul Follow up pukul 13.00 Follow up pukul 14.00
12.00 S : pusing sedikit berkurang S :-
S : pusing O : TD : 100/70 N: 64 RR: 20 O : TD : 110/80 N: 82 RR: 20
O : TD : 100/70 mmHg N: 83 S: 36,6 perdarahan berkurang S: 36,6, perdarahan -
RR: 18 S: 36,6, perdarahan 5cc A : 2 jam post kuret A : 3 jam post kuret
A : 1 jam post kuret P : Bed Rest, Inf. RL 20 tpm, P : Rencana Pulang methergin
P : Bed Rest, Inf. RL 20 tpm, Inj. methergin 3x1, antalgin 3x1 3x1, antalgin 3x1
Cefotaxime 2g i.v (s.d), methergin
3x1, antalgin 3x1
1 Definisi
Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil konsepsi, sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum
berat janin 500 gram (SPMPOGI, 2006). Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada
yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
(Prawirorahardjo, 2009).
a. Klasifikasi Abortus
1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih
tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan
tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.
b. Etiologi
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11
12 minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal .
Faktor ovofetal :
Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk
berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan
chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat.
Faktor maternal :
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik
maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa,
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 11
inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk
dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.
Penyebab abortus inkompletus bervariasi, Penyebab terbanyak di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Faktor genetik.
Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus inkompletus disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian
abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama
berupa trisomi autosom. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas
35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun. Selain itu abortus berulang biasa
disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak
diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan
berikutnya juga berisiko abortus.
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600
perempuan dengan riwayat abortus, dimana ditemukan anomaly uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus karena kelainan
anatomik uterus adalah septum uterus (40 - 80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 - 30%). Mioma uteri
juga bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya 10 - 30% pada perempuan usia reproduksi. Selain itu
Sindroma Asherman bias menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus
antara 25 80%, bergantung pada berat ringannya gangguan.
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 12
3. Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan
kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran
infeksi terhadap risiko abortus, diantaraya sebagai berikut.
a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup.
c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bias berlanjut kematian janin.
d. nfeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang bias mengganggu proses implantasi.
4. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek plesentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Bukti lain
menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan
bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan
4 6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8 11 minggu. Hiperhomosisteinemi, bisa congenital ataupun
akuisita juga berhubungan dengan thrombosis dan penyakit vascular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21% abortus berulang.
Diperkirakan 1 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya
paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang
telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan
oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan
pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
6. Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu
perhatian langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar
progesterone.
Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama , risiko abortus meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen
dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2 3 kali lipat mengalami abortus. Pada tahun 1929, allen dan Corner mempublikasikan
tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus.
Sedangkan pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17% kejadian defek
fase luteal. Dan, 50% perempuan dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesterone yang normal
Menurut Hertig dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan, termasuk abortus inkompletus. Menurut
penyelidikan mereka dari 1000 abortus inkompletus:
Abortus inkompletus yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu
bulan, artinya makin muda kehamilan waktu terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50 80 %).
Kita jumpai pada penyakit nefritis, hipertensi, toksemia-gravidarum, anomaly plasenta dan endartritis oleh lues.
4. Penyakit-penyakit ibu
Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi : pneumonia, tifoid, pielitis, rubeola, demam malta dan sebagainya. Berdasarkan faktor
ibu yang paling sering menyebabkan abortus adalah infeksi. Sesuai dengan keluhan yang biasa ibu alami kemungkinan penyebab terjadinya
abortus adalah infeksi pada alat genital. Tapi bisa saja juga dipengaruhi oleh faktor- faktor yang lain. Infeksi vagina pada kehamilan sangat
berhubungan dengan terjadinya abortus atau partus sebelum waktunya.
a. Infeksi vagina akibat bakteri disebabkan karena tidak seimbangnya ekosistem bakteri pada vagina. Biasanya ditandai dengan adanya
keputihan yang encer dan berbau busuk/ amis.
b. Infeksi vagina akibat trikomonas disebabkan oleh parasit yang berflagela yaitu trikhomonas. Keputihan yang ditimbulkan sangat
banyak, purulen, berbau busuk dan disertai rasa gatal.
c. Infeksi vulva dan vagina akibat jamur penyebabnya candida albicans yang merupakan 90 % infeksi jamur di vagina. Faktor
predisposisinya adalah penggunaan antibiotik pada kehamilan dan diabetes melitus . Keputihan yang terjadi sangat khas seperti
bubuk keju dan sangat gatal. Bila perjalanan penyakitnya kronik dapat menyebabkan rasa nyeri dan panas.
d. Infeksi akibat proses peradangan pada vagina penyebab pasti belum diketahui. Gejala yang ditimbulkan keputihan yang banyak,
purulen dan menimbulkan gejala iritasi/ panas pada vulva dan vagina disertai nyeri panggul.
Pada rhesus antagonism darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus sehingga terjadinya anemi pada fetus yang menyebabkan-
nya mati.
c. Patogenesis
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.
Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses
abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis
cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan
pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis
atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke
14 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 17
tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan
umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan
uterus dan nyeri dengan intensitas beragam.
1. Amenorea
2. Perdarahan yang bias sedikit dan bias banyak, perdarahan biasanya berupa darah beku
3. Sakit perut dan mulas mulas dan sudah ada keluar fetus atau jaringan
4. Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang kadang dapat diraba sisa sisa jaringan dalam kantung
servikalis atau kavum uteri dan uterus lebih kecil dari seharusnya kehamilan.
e. Diagnosis
1. Anamnesis
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu bekuan, waktu perdarahan, dan trombosit.
b. Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi
1. Kuretase
Kuretase adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus
melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus.
2. Vacum kuretase adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat vakum.
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 19
g. Penanganan
Jika perdarahan (pervaginam) sudah sampai menimbulkan gejala klinis syok, tindakan pertama ditujukan untuk perbaikan keadaan umum.
Tindakan selanjutnya adalah untuk menghentikan sumber perdarahan.
Tahap Pertama :
Tujuan dari penanganan tahap pertama adalah, agar penderita tidak jatuh ke tingkat syok yang lebih berat, dan keadaan umumnya ditingkatkan
menuju keadaan yang lebih balk. Dengan keadaan umum yang lebih baik (stabil), tindakan tahap ke dua umumnya akan berjalan dengan baik
pula.
a. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut nadi, frekuensi pernafasan, dan suhu badan).
b. Pengawasan pernafasan (Jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanya takipnu, sianosis, saluran nafas harus bebas dari
hambatan. Dan diberi oksigen melalui kateter nasal).
c. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi Trendelenburg.
d. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan NaCl 0,9%, Ringer laktat).
e. Pengawasan jantung (Fungsi jantung dapat dipantau dengan elektrokardiografi dan dengan pengukuran tekanan vena sentral).
f. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, jenis Rhesus, Tes kesesuaian darah penderita dengan darah donor,
pemeriksaan pH darah, pO2, pCO2 darah arterial. Jika dari pemeriksaan ini dijumpai tanda-tanda anemia sedang sampai berat, infus cairan
diganti dengan transfusi darah atau infus cairan bersamaan dengan transfusi darah. Darah yang diberikan dapat berupa eritrosit, jika sudah
timbul gangguan pembekuan darah, sebaiknya diberi darah segar. Jika sudah timbul tanda-tanda asidosis harus segera dikoreksi.
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 20
Tahap kedua :
Setelah keadaan umum penderita stabil, penanganan tahap ke dua dilakukan. Penanganan tahap ke dua meliputi menegakkan diagnosis dan
tindakan menghentikan perdarahan yang mengancam jiwa ibu. Tindakan menghentikan perdarahan ini dilakukan berdasarkan etiologinya.
Pada keadaan abortus inkompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah keluar atau perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil konsepsi
segera diindikasikan untuk meminimalkan perdarahan dan risiko infeksi pelvis. Sebaiknya evakuasi dilakukan dengan aspirasi vakum, karena
tidak memerlukan anestesi.
h. penatalaksanaan obat-obatan
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif. Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan
sebesar 98% pada kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit, metode ini tidak memberikan keuntungan
yang signifikan. Untuk mencapai ekspulsi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol) diperlukan waktu rata-rata
selama 9 hari. Regimen mifepriston, antiprogesteron, bekerja dengan cara mengikat reseptor progesteron, sehingga terjadi inhibisi efek
progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36 - 48 jam) dengan pemberian
prostaglandin 800 g insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut yang kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi.
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi
namun dengan fase yang memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari. Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut
adalah pada keadaan dengan gagal ginjal akut, kelainan fungsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi.
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian
terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-
alat lain.
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu
staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas
vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili, streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides
sp, Listeria dan jamur.
j. Faktor Risiko
1. Umur
Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia ibu. Insiden abortus dengan trisomi meningkat dengan bertambahnya
usia ibu. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan
meningkat setelah usia 35 tahun.
2. Usia Kehamilan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester
pertama merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom.
3. Paritas
Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula
dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang terjadinya abortus.
5. Riwayat Abortus
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3 5 %. Data dari
beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila
pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30
45%.
k. Prognosis
Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70
dan 85% tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan
prognosis yang baik terhadap ibu.
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, dengan usia kurang dari 20 minggu dan berat janin belum
mencapai 500 gram. Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil konsepsi, sebelum umur kehamilan lengkap 20
minggu dan sebelum berat janin 500 gram (SPMPOGI, 2006)
Pada kasus ini keluhan utama pasien adalah keluarnya darah disertai gumpalan dari jalan lahir, keluhan ini semakin diperkuat dengan nyeri perut
yang merupakan salah satu gejala dari abortus inkomplit.
Terdapat beberapa kemungkinan penyebab terjadinya abortus inkomplit seperti faktor usia, paritas dan riwayat kehamilan, pada kasus ini perlu di
teliti lebih lanjut etiolgi adanya abortus pada pasien dengan harapan bisa di jadikan bahan edukasi terhadap pasien akan kemungkinan timbulnya
kembali abortus inkomplit.
Langkah diagnostik yang diperlukan pada kasus abortus harus secara sistematis dan jelas dilakukan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik sampai
pemeriksaan penunjang, karena beberapa kemungkinan penyakit dapat terjadi pada kasus ini seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) atau
Mola Hidatidosa hal ini terkait dengan gejalanya seperti nyeri perut dan perdarahan yang juga sering ditemukan pada kasus KET atau mola. pada
kasus ini langkah diagnostik yang dilakukan cukup sistematis, mulai dari anamnesis sampai pemeriksaan penunjang sehingga kemungkinan akan
penyakit lain dapat terhapuskan. Pada KET biasanya terdapat tanda-tanda akut abdomen yang menonjol juga ditemukan nyeri goyang portio pada
pemeriksaan fisik sedangkan pada kasus ini tidak didapatkan gejala atau tanda yang mengarah pada KET. Sedangkan pada mola biasanya
ditemukan gambaran snow flake pattern pada pemeriksaan USG yang merupakan tanda pasti dari penyakit ini, tapi pada kasus ini tidak ditemukan
tanda yang mengarah pada mola hidatidosa. Dalam kasus ini juga, pasien mengeluh kelurnya gumpalan disertai darah dari jalan lahir dan
Penatalaksaan pada kasus ini lebih mengarah kepada kuretase karena berdasarkan hasil USG didapatkan bahwa masih terdapat sisa hasil konsepsi
sehingga perlu dikeluarkan secara keseluruhan dengan teknik kuretase. Observasi kondisi pasien juga perlu dilakukan sampai dilakukannya
kuretase.