Você está na página 1de 30

ANAK DENGAN ASFIKSIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia
dan asidosis. Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir
akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi. Hipoksia yang terdapat pada penderita
asfiksia merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir
terhadap kehidupan ekstra uterin disamping itu juga didapatkan bahwa sindrom gangguan
nafas, infeksi dan kejang merupakan penyakit yang sering terjadi pasca afiksia. Penilaian
statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomi menunjukkan bahwa keadaan ini
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.

Angka kematian tertinggi selama 24 jam pertama masa kehidupan neonatus, pada masa ini terjadi
sekitar 40 % dari seluruh kematian dibawah usia 1 tahun. Dalam 2 dekade terakhir ini, angka
kematian dan kesakitan pada neonatus mulai menurun, demikian pula perubahan tersebut tampak
pada asfiksia neonaturum.Walaupun demikian perubahan ini tampaknya belum dapat memecahkan
permasalahan asfiksia secara tuntas karena keadaan asfiksia ini masih berpengaruh terhadap
kualitas bayi dikemudian hari. Pemantauan jangka panjang perlu dilakukan untuk mengetahui
adanya kelainan neurologi dan gangguan kognitif yang tinggi.Maka dari itu penulis ingin mengetahui
bagaimana perawatan klien dengan asfiksia di rumah sakit agar nantinya akibat yang ditimbulkan
dari asfiksia tersebut dapat diminimalkan dengan adanya perawatan selama di RS.

B. Tujuan

Mengetahui pengertian dan jenis- jenis asfiksia.

Mengetahuai cara menilai apgar score.

Memahami etiologi, manifestasi dan komplikasi dari asfiksia.


Mengetahuan asuhan keperawatan pada anak dengan asfiksia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. (Hanifa Wiknjosastro, 2002)

Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 (A.H Markum, 2002).

Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan
dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga
dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung
terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian serta mempengaruhi fungsi organ
vital lainnya.Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan
PaCO2), dan asidosis (penurunan PH). . (Saiffudin, 2001)

B. JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :

1. Asfiksia livida (biru)

2. Asfiksia pallida (putih)

C. KLSIFIKASI ASFIKSIA

Penilaian apgar score

Score

Angka

Appearence color (warna kulit)

Pucat

bdn merah, extrem biru

seluruh tubuh kemerahan


Pulse(heart rate)

tdk ada

<>

> 100

Grimace (reaksi terhadap rangsang)

tdk ada

sdikit grakan mimik

menangis, batuk/bersin

Activity(tonus otot)

lumpuh

extremitas dalam fleksi sedikit

gerakan aktif

Respiration(usaha nafas)
tidak ada

lemah, tidak teratur

menangis kuat

Jumlah

Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR

a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3

b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6

c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9

d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

D. ETIOLOGI

Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :

1. Asfiksia dalam kehamilan

a. Penyakit infeksi akut


b. Penyakit infeksi kronik

c. Keracunan oleh obat-obat bius

d. Uraemia dan toksemia gravidarum

e. Anemia berat

f. Cacat bawaan

g. Trauma

2. Asfiksia dalam persalinan

a. Kekurangan O2.

Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada
plasenta.

Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasidarah ke
uri.

Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.

Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.

Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.

Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

b. Paralisis pusat pernafasan

Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps

Trauma dari dalam : akibat obet bius.


Penyebab asfiksia menurut Stright (2004)

1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-
obatan iinfeksi.

2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.

3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.

4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.

5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.

E. MANIFESTASI KLINIK

1. Pada Kehamilan

Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta
adanya pengeluaran mekonium.

Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia

Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia

Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

2. Pada bayi setelah lahir

a. Bayi pucat dan kebiru-biruan

b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada


c. Hipoksia

d. Asidosis metabolik atau respiratori

e. Perubahan fungsi jantung

f. Kegagalan sistem multiorgan

g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan
menangis kurang baik/ tidak menangis.

F. PATOFISIOLOGI

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus
sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka
nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga
DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus
neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.

Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun ,
tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin
lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

G. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :


1. Edema otak & Perdarahan otak

Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi
renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.

2. Anuria atau oliguria

Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah
disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan
ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit.

3.Kejang

Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2
sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.

4. Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa
hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

H. PENATALAKSANAAN

Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia ) :
Siapkan obat

Periksa alat yang akan digunakan, antara lain :

Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup

Tabung O2 terisi

Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat.

Pada waktu bayi lahir :

Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara hati-hati.

Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring.

Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal.

Apgar Score I 7 10 :

a. Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane,
kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada
bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum.

b. Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala.

c. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 4 jam.

Apgar Score I 4 6 :

a. Seperti a , jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala.

b. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,


maksimum 15 30 detik.

c. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong

( lebih baik yang dihangatkan )

Apgar Score I 4 6 dengan detik jantung > 100

Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung.

Apgar Score I 1 3 :

Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan

hipotermia dengan segala akibatnya.

Jangan diberi rangsangan taktil.

Jangan diberi obat perangsang napas.

Segera lakukan resusitasi.

Resusitasi :

Apgar Score 1 3 :

Jangan diberi rangsangan taktil

Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi

Mouth to tube atau pulmonator to tube


Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth

respiration atau mask and pulmonator respiration, kemudian bawa ke ICU.

Ventilasi Biokemial :

Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas
blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2 4 mEq/ kg BB,
maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.

Ventilasi tetap dilakukan.

Pada detik jantung

I. ASUHAN KEPERWATANPADA BAYI DENGAN ASFIKSIA

PENGKAJIAN

1. Sirkulasi

Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg
(sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).

Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari
mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.

Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.

Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.

2. Eliminasi

Dapat berkemih saat lahir.

3. Makanan/ cairan
Berat badan : 2500-4000 gram

Panjang badan : 44-45 cm

Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)

Neurosensori

Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.

Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran
(periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).

Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik,
hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)

Pernafasan

Skor APGAR : 1 menit5 menit. skor optimal harus antara 7-10.

Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.

Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid
menonjol, umum terjadi.

Keamanan

Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia
gestasi).

Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau
kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps),
atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan
tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis
(kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung
bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)

J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah
menunjukkan asfiksia bermakna.

Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.

Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen antibodi pada
membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
K. PRIORITAS KEPERAWATAN

Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.

Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh.

Mencegah cidera atau komplikasi.

Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.

Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.

Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d penurunan fungsi otak.

Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh.

Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen
infeksius.

Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.

INTERVENSI

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas
lancar.

NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas

Kriteria Hasil :

1. Tidak menunjukkan demam.

2. Tidak menunjukkan cemas.


3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.

4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.

5. Tidak ada suara nafas tambahan.

NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran GasKriteria Hasil :

1. Mudah dalam bernafas.

2. Tidak menunjukkan kegelisahan.

3. Tidak adanya sianosis.

4. PaCO2 dalam batas normal.

5. PaO2 dalam batas normal.

6. Keseimbangan perfusi ventilasi

Keterangan skala :

1 : Selalu Menunjukkan

2 : Sering Menunjukkan

3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan

5 : Tidak Menunjukkan

NIC I : Suction jalan nafasIntevensi :

1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.

2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .

3. Beritahu keluarga tentang suction.

4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.

5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.

NIC II : Resusitasi : Neonatus

1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.

2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.

3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.

4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.

5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.

7. Monitor respirasi.

8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.

2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas
menjadi efektif.

NOC : Status respirasi : Ventilasi

Kriteria hasil :

1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.

2. Ekspansi dada simetris.

3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.

4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.

Keterangan skala :

1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan

3 : Kadang Menunjukkan

4 : Jarang Menunjukkan

5 : Tidak Menunjukkan

NIC : Manajemen jalan nafasIntervensi :

1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.

2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.

3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.

4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas

5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.

6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.

3. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d penurunan suplai oksigen ke otak.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakankeperawatan selama proses keperawatan diharapkan gangguan


perfusi jaringan cerebral teratasi.

NOC: Status respiratorius : Pertukaran gas.

Kriteria hasil:
Tidak ada penurunan kesadaran.

Tidak menunjukan tanda-tanda apnoe.

CRT < 2 detik

NIC: manajemen asam basa

Intervensi :

Kaji keadaan umum pasien.

Pantau saturasi O2 dengan oksimetri.

Pantau hasil Analisa Gas Darah.

4. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan


pertukaran gas teratasi.

NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas

Kriteria hasil :

1. Tidak sesak nafas

2. Fungsi paru dalam batas normal

Keterangan skala :

1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan

3 : Kadang Menunjukkan

4 : Jarang Menunjukkan

5 : Tidak Menunjukkan

NIC : Manajemen asam basa

Intervensi :

1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.

2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri.

3) Pantau hasil Analisa Gas Darah.

5. Resiko infeksi b.d defisiensi tubuh imatur

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil :

suhu 36,5-37,5 C

tidak ada tanda-tanda infeksi

leukosit 5.000 10.000


Intervensi :

kaji tanda-tanda infeksi

isolasi bayi dengan bayi yang lain

cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

gunakan masker setiap kontak dengan bayi

cegah kontak dengan orang yang terkontaminasi.

5. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-
agen infeksius.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko
cidera dapat dicegah.

NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak

Kriteria hasil :

1. Bebas dari cidera/ komplikasi.

2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.

3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.

Keterangan Skala :

1 : Tidak sama sekali

2 : Sedikit
3 : Agak

4 : Kadang

5 : Selalu

NIC : Kontrol Infeksi

Intervensi :

1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.

2. Pakai sarung tangan steril.

3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh

darah tali pusat dan adanya anomali.

4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan
kesehatan.

5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum
ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau
antigen E (Hbe Ag).
6. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.

NOC I : Termoregulasi : Neonatus

Kriteria Hasil :

1. Temperatur badan dalam batas normal.

2. Tidak terjadi distress pernafasan.

3. Tidak gelisah.

4. Perubahan warna kulit.

5. Bilirubin dalam batas normal.

Keterangan skala :

1 : Selalu Menunjukkan

2 : Sering Menunjukkan

3 : Kadang Menunjukkan

4 : Jarang Menunjukkan

5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi

Intervensi :

1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.

2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit
dll.

3. Monitor temperatur dan warna kulit.

4. Monitor TTV.

5. Monitor adanya bradikardi.

6. Monitor status pernafasan.

NIC II : Temperatur Regulasi

Intervensi :

1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.

2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.

3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.

L. EVALUASI
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.

NOC I

Kriteria Hasil :

1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)

2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)

3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)

4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)

5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)

NOC II

Kriteria Hasil :

1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)

2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)

3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)

4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)


5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)

2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.

Kriteria hasil :

1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)

2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)

3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)

4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)

3. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d penurunan suplai oksigen ke otak.

Criteria hasil:

Tidak ada penurunan kesadaran. (skala 3)

Tidak adanya sianosis.(skala 3)

PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)

PaO2 dalam batas normal.(skala 3)

4. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

Kriteria hasil :

1. Tidak sesak nafas.(skala 3)


2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)

Resiko infeksi b.d defisiensi tubuh imatur

Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37,5c)

Bebas dari tanda-tanda infeksi

Lekukosit dalam batas norma(5000-10000)

6. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-
agen infeksius.

1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)

2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala3)

3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)

7. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.

NOC I

Kriteria Hasil :

1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)

2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)

3. Tidak gelisah. (skala 3)


4. Perubahan warna kulit. (skala 3)

5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)

NOC II

Kriteria Hasil :

1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)

2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)

3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)

4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)

8. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-
agen infeksius.

NOC I

Kriteria Hasil :

1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)

2. Kestabilan prioritas. (skala 3)

3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)


4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)

NOC II

Kriteria Hasil :

1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)

2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)

3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)

4. Kesehatan fisik anggota keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

A.H Markum.( 2002 ). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI

Berhman, Kliegman & Arvin.( 1996 ). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Alih Bahasa:

A. Samik Wahab. Jilid 1. Jakarta : EGC


Manuaba, 1998.Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 3. Jakarta: FKUI

Staf pengajar IKA FKUI. ( 1995 ). Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta : IKA

FKUI

Parcis mary H. (1999). Dasar Dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta :

EGC

Purnawan J, DKK.(1989). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : media

aeusculapius FKU

Você também pode gostar