Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia
dan asidosis. Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir
akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi. Hipoksia yang terdapat pada penderita
asfiksia merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir
terhadap kehidupan ekstra uterin disamping itu juga didapatkan bahwa sindrom gangguan
nafas, infeksi dan kejang merupakan penyakit yang sering terjadi pasca afiksia. Penilaian
statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomi menunjukkan bahwa keadaan ini
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.
Angka kematian tertinggi selama 24 jam pertama masa kehidupan neonatus, pada masa ini terjadi
sekitar 40 % dari seluruh kematian dibawah usia 1 tahun. Dalam 2 dekade terakhir ini, angka
kematian dan kesakitan pada neonatus mulai menurun, demikian pula perubahan tersebut tampak
pada asfiksia neonaturum.Walaupun demikian perubahan ini tampaknya belum dapat memecahkan
permasalahan asfiksia secara tuntas karena keadaan asfiksia ini masih berpengaruh terhadap
kualitas bayi dikemudian hari. Pemantauan jangka panjang perlu dilakukan untuk mengetahui
adanya kelainan neurologi dan gangguan kognitif yang tinggi.Maka dari itu penulis ingin mengetahui
bagaimana perawatan klien dengan asfiksia di rumah sakit agar nantinya akibat yang ditimbulkan
dari asfiksia tersebut dapat diminimalkan dengan adanya perawatan selama di RS.
B. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. (Hanifa Wiknjosastro, 2002)
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 (A.H Markum, 2002).
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan
dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga
dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung
terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian serta mempengaruhi fungsi organ
vital lainnya.Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan
PaCO2), dan asidosis (penurunan PH). . (Saiffudin, 2001)
B. JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
C. KLSIFIKASI ASFIKSIA
Score
Angka
Pucat
tdk ada
<>
> 100
tdk ada
menangis, batuk/bersin
Activity(tonus otot)
lumpuh
gerakan aktif
Respiration(usaha nafas)
tidak ada
menangis kuat
Jumlah
D. ETIOLOGI
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
a. Kekurangan O2.
Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada
plasenta.
Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasidarah ke
uri.
Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-
obatan iinfeksi.
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta
adanya pengeluaran mekonium.
Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan
menangis kurang baik/ tidak menangis.
F. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus
sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka
nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga
DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus
neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun ,
tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin
lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi
renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah
disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan
ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3.Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2
sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa
hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
H. PENATALAKSANAAN
Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia ) :
Siapkan obat
Tabung O2 terisi
Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara hati-hati.
Apgar Score I 7 10 :
a. Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane,
kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada
bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum.
Apgar Score I 4 6 :
Apgar Score I 1 3 :
Resusitasi :
Apgar Score 1 3 :
Ventilasi Biokemial :
Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas
blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2 4 mEq/ kg BB,
maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.
PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg
(sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari
mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
2. Eliminasi
3. Makanan/ cairan
Berat badan : 2500-4000 gram
Neurosensori
Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran
(periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik,
hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
Pernafasan
Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid
menonjol, umum terjadi.
Keamanan
Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia
gestasi).
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau
kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps),
atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan
tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis
(kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung
bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah
menunjukkan asfiksia bermakna.
Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen antibodi pada
membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
K. PRIORITAS KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen
infeksius.
INTERVENSI
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas
lancar.
Kriteria Hasil :
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas
menjadi efektif.
Kriteria hasil :
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
Kriteria hasil:
Tidak ada penurunan kesadaran.
Intervensi :
Kriteria hasil :
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
Kriteria hasil :
suhu 36,5-37,5 C
5. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-
agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko
cidera dapat dicegah.
Kriteria hasil :
Keterangan Skala :
2 : Sedikit
3 : Agak
4 : Kadang
5 : Selalu
Intervensi :
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan
kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum
ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau
antigen E (Hbe Ag).
6. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
Kriteria Hasil :
3. Tidak gelisah.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit
dll.
4. Monitor TTV.
Intervensi :
L. EVALUASI
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
NOC II
Kriteria Hasil :
Kriteria hasil :
Criteria hasil:
Kriteria hasil :
6. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-
agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
NOC II
Kriteria Hasil :
8. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-
agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
NOC II
Kriteria Hasil :
DAFTAR PUSTAKA
Berhman, Kliegman & Arvin.( 1996 ). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Alih Bahasa:
Staf pengajar IKA FKUI. ( 1995 ). Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta : IKA
FKUI
EGC
aeusculapius FKU