Você está na página 1de 4

Pendahuluan

Studi sebelumnya menemukan bukti yang tidak konsisten mengenai pengaruh insentif ekuitas CEO
terhadap kesalahan pelaporan keuangan. Dalam penelitian ini berpendapat bahwa ketidakkonsistenan ini berasal
dari tidak mempertimbangkan mekanisme deteksi yang mengurangi efek insentif ekuitas karena kesalahan
pelaporan dengan membatasi kemampuan manajer untuk melakukan aktivitas manipulatif semacam itu. Dengan
menggunakan keahlian industri auditor sebagai salah satu mekanisme pendeteksian tersebut, penelitian ini
mendokumentasikan bahwa insentif ekuitas CEO berpengaruh secara positif dengan salah pelaporan hanya di sub-
sampel dimana keahlian auditor rendah, namun tidak di tempat keahlian tinggi.
Implikasi yang muncul dari pengujian penelitian ini adalah bahwa audit yang efektif mengurangi biaya
pemberian insentif berbasis ekuitas dengan menghalangi manajer memanipulasi laporan keuangan. Jika itu benar,
maka teori kontrak yang optimal memprediksi bahwa perusahaan-perusahaan ini harus memberikan insentif
berbasis ekuitas kepada CEO mereka. Misalnya, Goldman dan Slezak (2006, Model penelitian mereka memprediksi
bahwa CEO akan diberi lebih banyak insentif ekuitas ketika salah melaporkan kemungkinan besar akan terdeteksi.
Kerangka kerja kita memungkinkan kita untuk menguji prediksi ini.
Penelitian ini menemukan hasil bahwa keahlian auditor menurunkan biaya pemberian insentif berbasis
ekuitas, dan perusahaan yang diaudit oleh pakar industri memberikan insentif ekuitas CEO mereka yang lebih
besar. Penelitian ini menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh pakar industri memberi 14 persen insentif
ekuitas CEO yang lebih dari perusahaan yang diaudit oleh seorang non-pakar. Untuk mengatasi masalah
endogenitas, kita menggunakan jatuhnya Arthur Andersen sebagai eksperimen quasi-natural dan menemukan
bukti yang serupa. Penelitian ini menemukan bahwa perusahaan AA yang diaudit oleh seorang auditor ahli dalam
pengalaman pasca-periode rata-rata meningkatkan 17 persen peningkatan insentif CEO dibandingkan dengan
Perusahaan AA diaudit oleh non-ahli dalam post-period.
Studi penelitian ini pertama kali menunjukkan bahwa mekanisme deteksi seperti keahlian auditor
mengurangi efek insentif ekuitas karena kesalahan pelaporan dengan membatasi kemampuan manajer untuk salah
melaporkan laporan keuangan. Kedua, mendokumentasikan peran penting dalam verifikasi laporan keuangan
dengan cara manajer dihargakan. Sementara konsekuensi ekonomi dari audit berfokus pada perbaikan lingkungan
informasi (Ball, Jayaraman dan Shivakumar, 2012) dan biaya modal yang lebih rendah (Anderson et al., 2004;
Pittman dan Fortin, 2004), penelitian ini memperluas peran Audit dalam fungsi efisien perusahaan. Hubungan
antara keahlian auditor dan insentif manajerial sangat penting karena insentif CEO memiliki implikasi yang luas
bagi pengambilan keputusan manajerial (Coles et al., 2006) dan berfungsinya struktur tata kelola perusahaan
(Admati and Pfleiderer, 2009; Edmans, 2009; Bharath, Jayaraman dan Nagar, 2013. Secara keseluruhan, penelitian
ini mendokumentasikan peran penting mekanisme deteksi dalam kaitan antara kontrak CEO dan kesalahan
pelaporan keuangan.

Latar Belakang dan Hipotesis


1. Insentif ekuitas CEO dan kesalahan pelaporan keuangan
Setelah skandal akuntansi banyak yang mempertanyakan apakah kontrak kompensasi manajerial
adalah penyebab di balik tindakan kesalahan pelaporan. Insentif ekuitas yang lebih besar diduga mendorong
manajer untuk menikmati tindakan manipulatif yang bertujuan untuk mempertahankan harga saham dan
pendapatan pada tingkat tinggi secara artifisial dalam waktu dekat.
Craswell, Francis dan Taylor (1995) dan DeFond, Francis dan Wong (2000) menemukan bahwa spesialis
industri mengenakan biaya audit yang lebih tinggi, menunjukkan bahwa mereka menghasilkan audit kualitas
yang lebih tinggi. Solomon et al. (1999) menemukan bahwa auditor yang merupakan pakar industri lebih
cenderung mendeteksi salah saji pelaporan keuangan yang disengaja dan karenanya lebih berkualitas. Gunny
dkk. (2007) menemukan bahwa auditor dengan keahlian industri kurang dapat ditemukan kekurangan atau
kekurangan drastis oleh PCAOB (Dewan Pengawas Akuntansi Perusahaan). Akhirnya, Balsam, Krishnan dan
Yang (2003) dan Krishnan (2003) mendokumentasikan bahwa akrual abnormal lebih kecil untuk perusahaan
yang diaudit oleh pakar industri; Dan Reichelt dan Wang (2010) menunjukkan bahwa keahlian industri auditor
dikaitkan dengan akrual abnormal pendapatan yang meningkat dan penurunan pendapatan dan kemungkinan
yang lebih rendah untuk memenuhi atau mengalahkan perkiraan pendapatan analis dengan satu sen per
saham.
H1: Keahlian auditor mengurangi hubungan positif antara insentif berbasis ekuitas CEO dan kesalahan
pelaporan keuangan.

2. Pengaruh keahlian auditor terhadap insentif CEO


Teori kontrak yang optimal memprediksi bahwa perusahaan-perusahaan harus memberikan insentif
berbasis ekuitas kepada CEO mereka. Prediksi dari model penelitian adalah bahwa perusahaan dengan
kemungkinan deteksi kesalahan yang lebih tinggi memberikan insentif ekuitas CEO mereka lebih banyak.
Hal ini penting untuk membedakan antara keahlian auditor sebagai "mekanisme deteksi" dan bentuk
tata kelola perusahaan lainnya yang bertindak sebagai "mekanisme pemantauan". Mekanisme ini dapat
memantau tindakan manajer, dan dengan demikian mengurangi kebutuhan untuk memberikan insentif
berbasis ekuitas kepada manajer. auditor cenderung tidak mempengaruhi usaha manajer secara langsung,
efeknya keahlian auditor atas insentif ekuitas CEO hanya beroperasi melalui saluran salah pelaporan.
H2: Perusahaan menawarkan lebih banyak insentif ekuitas kepada CEO saat mereka diaudit oleh sebuah
industri ahli.

3. Peranan sensitivitas harga saham terhadap pendapatan


Peneliti mengharapkan pengaruh keahlian auditor terhadap insentif ekuitas CEO bervariasi tergantung
pada sejauh mana pendapatan penting untuk harga saham. Karena insentif manajer untuk memanipulasi
pendapatan berasal dari keinginan mereka untuk mempengaruhi harga saham, peneliti mengharapkan
pengaruh keahlian auditor terhadap insentif CEO agar lebih menonjol di industri dimana pendapatan
memainkan peran yang relatif lebih penting dalam menentukan harga saham.
H3: Pengaruh keahlian auditor terhadap insentif ekuitas CEO lebih terasa di industri dimana pendapatan relatif
lebih penting dalam menentukan harga saham

Desain Penelitian
Variabel Primer:
1. Kesalahan Pelaporan Keuangan (LAWSUIT)
Peneliti mengikuti Armstrong dkk. (2010) dan Dyck, Morse dan Zingales (2010) dengan menggunakan
variabel indikator LAWSUIT untuk menunjukkan tahun-tahun perusahaan dimana perusahaan tersebut
menghadapi gugatan class action sekuritas di database Stanford Securities Class Action Clearinghouse (SSCAC).
2. Insentif ekuitas CEO (EQINC)
Peneliti mengukur insentif ekuitas CEO sebagai delta portofolio, yang didefinisikan sebagai perubahan
dolar dalam nilai portofolio ekuitas CEO untuk perubahan harga saham sebesar 1 persen. Kami
memperkirakan delta berdasarkan metodologi di Core dan Guay (1999, 2002) dan menunjukkan ukuran
insentif berbasis ekuitas CEO ini sebagai EQINC.
3. Keahlian auditor (EXPERTISE)
Peneliti menggunakan ukuran komposit keahlian auditor (EXPERTISE) yang ditetapkan ke 1 jika salah
satu ukuran menunjukkan bahwa auditor adalah pakar industri. Peneliti memverifikasi dalam pengujian
berikutnya bahwa hasil peneliti kuat untuk menggunakan ukuran individual dan juga untuk menggunakan
ukuran pangsa pasar yang terus menerus, serupa dengan Reichelt dan Wang (2010).
Peneliti mendefinisikan EXPERTISE selama periode 2003 sampai 2007. Peneliti memulai tahun 2003
karena ini adalah tahun pertama Big Four, dan membatasi periode sampel sampai akhir pada tahun 2007
karena cakupan sampel di Audit Analytics menurun drastis. Untuk memberikan wawasan tentang variabel
keahlian auditor,peneliti menyediakan statistik deskriptif yang serupa dengan Reichelt dan Wang (2010).
Untuk setiap tahun, peneliti menyajikan jumlah industri dua digit unik dimana masing-masing auditor Big Four
(Deloitte, Ernst & Young, KPMG dan PwC) adalah para ahli. Tabel 1 menyajikan nilai-nilai ini untuk setiap
keahlian individu. PwC adalah pakar industri yang paling banyak, diikuti oleh Ernst & Young, Deloitte, dan
KPMG. Peringkat ordinal ini konsisten di dua ukuran dan serupa dengan yang dilaporkan di Reichelt dan Wang
(2010). Dalam sampel peneliti, nilai-nilai ini sesuai dengan 17 industri untuk PwC, 12 industri untuk Ernst &
Young, 9 industri untuk Deloitte dan 4 industri untuk KPMG.
Sample construction
1. Kesalahan Pelaporan Keuangan dan Keahlian Audito
Untuk menguji hipotesis H1 mengenai peran keahlian auditor dalam hubungan antara insentif ekuitas
CEO dan salah pelaporan, peneliti menggabungkan empat database: (i) data tentang tuntutan hukum dari
tahun 1994 sampai 2004 dari Dyck dkk. (2010), (ii) data tentang insentif ekuitas CEO dari Execucomp, (iii) data
tentang keahlian auditor dari tahun 2003 sampai 2007 dari Audit Analytics; Dan (iv) data tentang variabel
kontrol dari Compustat dan IRRC (now Risk Metrics).
Untuk mengatasi keterbatasan tumpang tindih antara database perkara tahun 1994-2004 dan database
keahlian auditor 2003-2007, peneliti berasumsi bahwa auditor yang peneliti identifikasi sebagai pakar industri
di tahun-tahun 2003-2005 berdasarkan Audit Analytics juga merupakan pakar industri selama Tahun 1994-
2002. Dalam sampel gabungan yang mencakup periode 1994-2004, peneliti menetapkan indikator LAWSUIT
kepada 1 jika auditor tetap menjadi ahli industri dalam setiap tahun dari tahun 2003 sampai 2007.
Karena perusahaan yang lebih besar dan mereka yang memiliki kesulitan pemantauan yang lebih besar
memberikan insentif berbasis ekuitas lebih banyak (Demsetz dan Lehn, 1985; Armstrong et al., 2010), peneliti
memasukkan ukuran perusahaan (SIZE), yang didefinisikan sebagai log nilai pasar ekuitas. Peneliti juga
memasukkan rasio market to book (MB), leverage (LEV), yang didefinisikan sebagai total hutang dibagi dengan
total aset, dan volatilitas return saham (RETVOL) sebagai kontrol untuk lingkungan ekonomi yang
mendasarinya.
Mengikuti Core, Holthausen dan Larcker (1999) dan Armstrong dkk. (2010) peneliti menyertakan
variabel untuk menangkap perbedaan dalam lingkungan tata kelola perusahaan. Kami menggunakan Gompers
et al. (2003) G-index (GINDEX), ukuran dewan direksi (BOARDSIZE), jumlah direktur terafiliasi di dewan direksi
(AFFLDIR), adanya direksi interlocking (INTLCKDIR), apakah CEO juga ketua dewan direksi (CEO_COB), apakah
pemegang saham substansial di perusahaan diperbolehkan memberikan suara kumulatif (CUMVOTE), proporsi
kepemilikan institusional (INSTOWN), dan masa jabatan CEO (TENURE).
2. Kesalahan pelaporan keuangan dan keahlian auditor
Untuk menguji hipotesis H2, yang memprediksi pengaruh positif keahlian auditor terhadap insentif
ekuitas CEO, peneliti menggunakan sampel yang terdiri dari persimpangan semua perusahaan dengan data
kompensasi dari ExecuComp, data keahlian auditor dari Audit Analytics, data akuntansi dari Compustat, dan
harga saham.
Sebagai variabel kontrol, kita memasukkan log total penjualan (LNSALE) karena penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan merupakan penentu penting dari insentif ekuitas. Karena perusahaan
yang lebih besar memberi kompensasi kepada eksekutif mereka lebih banyak (Gabaix dan Landier, 2008),
peneliti memperkirakan koefisien LNSALE akan positif. Mengikuti Ittner et al. (2003), peneliti menggunakan
leverage (LEV) untuk menangkap pemantauan oleh pemegang hutang dan mengharapkan hubungan negatif
dengan insentif ekuitas. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa set kesempatan investasi mempengaruhi
insentif ekuitas (Clinch, 1991; Smith dan Watts, 1992; Gaver and Gaver, 1993; dan Baber et al, 1996), jadi
peneliti memasukkan rasio market-to-book (MB), Rasio biaya penelitian dan pengembangan terhadap
penjualan (R & D) dan rasio biaya iklan terhadap penjualan (ADVT) untuk menangkap set kesempatan
investasi. Peneliti mengharapkan Koefisien positif pada MB, R & D, dan ADVT. Peneliti menggunakan langkah-
langkah berbasis akuntansi (ROA) dan harga saham (RET) untuk menangkap kinerja sebelumnya.
Peneliti juga memasukkan volatilitas pendapatan (ROAVOL) dan volatilitas return saham (RETVOL)
untuk menangkap fitur lingkungan operasi. ROAVOL dan RETVOL dihitung sebagai standar deviasi dari lima
pengamatan tahunan ROA dan RET. Peneliti memasukkan omset saham (LIQ) karena Jayaraman dan Milbourn
(2012) menunjukkan bahwa perusahaan dengan likuiditas saham yang lebih tinggi memberi eksekutif lebih
banyak insentif berbasis ekuitas. Mereka berpendapat bahwa dengan meningkatkan harga informativeness
saham, likuiditas saham yang lebih besar memberi para pemegang saham sinyal yang lebih informatif tentang
tindakan manajer.
Mengikuti Petersen (2009), peneliti memperkirakan regresi dengan indikator tahun dan industri, dan
mengelompokkan kesalahan standar menurut perusahaan. Dengan semua variabel kontrol yang didefinisikan
pada awal tahun, spesifikasi empiris penelitian ini adalah:
EQINCi , t = 0 + 1EXPERTISEi , t 1 + 2 LNSALEi , t 1 + 3 LEVi , t 1 + 4 MBi , t 1 + 5 R & Di , t 1

+ 6 ADVTi , t 1 + 7 ROAi , t 1 + 8 RETi , t 1 + 9 ROAVOLi , t 1 + 10 RETVOLi , t 1

+ 11 LIQi , t 1 + Year + Industry +

Hipotesis H2 memprediksi 1> 0 karena keahlian auditor memungkinkan adanya insentif ekuitas lebih banyak.

Você também pode gostar