Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Recormon
Epodion
Eprex
Hemapo
Eritropoietin
Eritropoetin (EPO) merupakan produk penting yang disintesis di dalam ginjal.
Kekurangan di dalam produksi EPO pada tubuh menyebabkan penurunan sel darah merah atau
mengalami anemia akibat dari penyakit ginjal kronik, kemoterapi, dan
pengobatan azidothymidine pada HIV. EPO juga tidak memiliki aktivitas in vivo secara
efisien. (Cohan et al., 2011). Hal yang penting dari EPO itu sendiri yaitu dapat melihat
perkembangan anemia karena jumlah sirkulasi sel darah merah dihambat atau dirusak. Oleh
karena itu, fungsi dari EPO adalah sebagai obat anti-anemia yang dibantu dengan pemeriksaan
medis. Namun, jumlah EPO di dalam cairan tubuh sangatlah rendah. Sumber alami EPO
terdapat di dalam urin. Preparasi penyelidikan dimungkinkan untuk mengidentifikasi sekuen
asam amino dan DNA EPO manusia yang akan diisolasi dan dikloning dari mRNA ginjal dan
hati yang adalah tempat EPO dihasilkan (Bustami, et al., 2009).
Diperkenalkannya rekombinan eritropoetin manusia sekitar tahun 1980-an, secara drastis
merubah terapi anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Semenjak itu dijadikan terapi
anemia utama pada pasien gagal ginjal kronik (Lankhorst dan Wish, 2010). Food Drug and
Administration (FDA) telah memperkenalkan Erythropoiesis-Stimulating Agents (ESA) yang
digunakan sebagai standar terapi pada kasus defisiensi eritropoietin dan normositik anemia
yang banyak terjadi pada GGK.
rhEPO (Recombinant Human EPO (rhEPO)) memiliki tiga jenis farmasetika yang
digunakan untuk klinik, yaitu epoetin alfa, epoetin beta, dan epoetin omega menurut metode
manufaktur. Epoetin alfa dan epoetin beta diproduksi di dalam sel CHO (Chinese Hamster
Ovary). Sedangkan untuk epoetin omega diproduksi di dalam sel BHK (Baby Hamster Kidney).
Kedua sel ini akan digunakan untuk tujuan terapetik. Pada jaman sekarang, mayoritas
komposisi biofarmasetika rekombinan yang sukses, digunakan untuk pengobatan pada
manusia yang diproduksi dalam sel CHO (Santoso, 2013).
Obat yang tergolong kelas ESA antara lain epoetin alfa/EPO (merek dagang Epogen,
Procrit), darbopoetin alfa/DPO (merek dagang Aranesp), dan methoxy polyethylene
glycol-epoetin beta. Jenis eritropoietin yang banyak dipakai di Indonesia adalah epoetin alfa
(merek dagang Hemapo, dan Eprex), serta epoetin beta (merek dagang Recormon). ESA
bekerja dengan menstimulasi sumsum tulang untuk mempoduksi sel darah merah. Terapi ini
bersifat individual dan digunakan dosis sekecil mungkin sudah cukup menurunkan kebutuhan
transfusi darah (Masood, 2012).
Terapi eritropoietin diberikan jika kadar Hb jauh dibawah 10 g/dL, dengan target terapi
menurut FDA kadar Hb mencapai 10-12 g/dL. Eritropoietin alfa dengan beta jika dibandingkan
akan sama-sama mencapai target yang diinginkan, tetapi dosis eritropoietin beta yang dipakai
lebih rendah. Berdasar clinical trial, terapi pemeliharaan dengan eritropoietin untuk anemia
dengan gagal ginjal kronik tidak dilakukan jika kadar Hb >13 g/dL, karena beresiko terhadap
gangguan kardiovaskuler (Lankhorst dan Wish, 2010).
3. Produk mana yang mempunyai permintaan paling banyak di IGD RSUP SANGLAH?
Juni
Juni
Juli
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Juli
Juli
Juli
Juni
Pustaka :
Bustami, Y., Yahya, A., Muhammad, T., Shu-Chien, A., Abdullah, A., Noor, M., et al., 2009,
PCR Assembly of Synthetic Human Erythropoietin Gene, Electronic Journal of
Biotechnology, 12 (3), 2-4.
Lankhorst, C.E. & Wish, J.B., 2010, Anemia in renal disease: Diagnosis and management,
Division of Nephrology, University Hospitals Case Medical Center, United States.
Ohan, R. A., Madadkar-Sobhani, A., Khanahmad, H., Roohvand, F., Aghasadeghi, M. R.,
Hedayati, M. H., et al., 2011, Design, Modelling, Expression, and Chemoselective
PEGylation of a New Nanosize Cystein Analog of Erythropoietin, International
Journal of Nanomedicine, 6, 1217-1221.
Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany, Desember, 2012.
Santoso, A., Rubiyana, Y., Wijaya, S. K., Herawati, N., Wardiana, A., Ningrum, R. A., 2013,
Heterologous Expression and Characterization of Human Erythropoietin in Pichia
pastoris, International Journal of Pharma and Bio Sciences, 4 (4), 188.
Pasien dengan kondisi uremia ditentukan dari kadar BUN. Pasien dengan kadar BUN tinggi
memiliki rata-rata Hb yang lebih rendah, pasien dengan kadar BUN <100 mg/dL memiliki
rata-rata kadar Hb (0,150,66 g/dL), kadar BUN 100 mg/dL memiliki rata-rata kadar Hb
(0,130,67 g/dL).
KDIGO definition of anemia: Hemoglobin (Hb) less than 13 g/dL (130 g/L; 8.07 mmol/L) for
adult males and less than 12 g/dL (120 g/L; 7.45 mmol/L) for adult females.
Iron Status
Defisiensi zat besi merupakan penyebab utama hyporesponsive ESA, mengukur kadar zat
besi sangat penting sebelum memulai terapi erythropoietic. Dua tes yang paling baik untuk
mengevaluasi status kadar zat besi yaitu TSAT (transferrin saturation percent), a measure of
iron immediately available for erythro- poiesis, and serum ferritin, a measure of storage
iron.85 Trans- ferrin is a carrier protein and its concentration depends on nutritional status.
The TSAT indicates the saturation of the protein transferrin with iron and is determined as:
Dimana TIBC merupakan kapasitas total ikatan zat besi pada protein transferrin. Serum
ferritin merupakan penanda tidak langsung dari jumlah total zat besi , dimana yang tersimpan
dalam sistem reticuloendothelial (liver, limpa). Tujuan dari terapi pergantian zat besi adalah
untuk mempertahankan kadar TSAT>20% dan serum ferritin >100ng/mL untuk CKD stages
2 - 4 dan >200 ng/mL untuk CKD stage 5 untuk menyediakan cukup zat besi untuk produksi
erythrocyte. Defisiensi fungsional zat besi mungkin ada saat kadar ferritin >500 ng/mL,TSAT
<20% dan anemia terus ada walaupun terapi ESA sesuai. Dalam hal tersebut, meningkatkan
asupan zat besi dapat meningkatkan proses erythropoiesis.
where TIBC is the total iron-binding capacity of the transferrin protein. Serum ferritin is a
marker for iron reserves, which are stored primarily in the reticuloendothelial system (e.g.,
liver, spleen). The goal of iron replacement therapy is to maintain the TSAT >20% and a
serum ferritin >100 ng/mL for CKD stages 2 through 4 and >200 ng/mL for CKD stage 5 to
pro- vide sufficient iron for erythrocyte production.85 Values below these targets are
indicative of absolute iron deficiency. A func- tional iron deficiency may exist when ferritin
is >500 ng/mL, TSAT is <20%, and anemia persists despite appropriate ESA therapy. In
these cases, iron supplementation may lead to im- proved erythropoiesis. (koda kimble)