Você está na página 1de 23

KONSEP PERSIAPAN PASIEN YANG AKAN

DILAKUKAN PROSEDUR DIAGNOSTIK ABORTUS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
2016/2017
KONSEP PERSIAPAN PASIEN YANG AKAN
DILAKUKAN PROSEDUR DIAGNOSTIK ABORTUS

DISUSUN OLEH :

Andzar Syam Mulyadi


Navya Indriyani
Olga Jawda Casmira
Tia Puspita Anzani

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

i
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
2016/2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penyusunan Makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini kami susun sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Maternitas
dengan judul Konsep Persiapan Pasien Yang Akan Dilakukan Prosedur Diagnostik
Abortus.
Terima kasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas
yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya tugas makalah ini.
Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Maternitas dan kami berharap semoga Makalah ini
bermanfaat bagi diri kami dan khususnya untuk pembaca.
Tidak lupa pula kami mengharap kritik dan saran untuk memperbaiki makalah
kami ini, di karenakan banyak kekurangan dalam mengerjakan Makalah ini.

Samarinda, 22 Januari 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................

Kata Pengantar ..................................................................................................

Daftar Isi .............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..............................................................................................

B. Rumusan Masalah .........................................................................................

C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................

D. Manfaat Penulisan ........................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Abortus .......................................................................................

B. Klasifikasi Abortus ........................................................................................

C. Etiologi Abortus ............................................................................................

D. Gambaran Klinis Abortus ............................................................................

E. Diagnosa Abortus ..........................................................................................

F. Penatalaksanaan Abortus .............................................................................

BAB III PEMBAHASAN

A. Kesimpulan ....................................................................................................

B. Saran ...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kita tahu bahwa istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang
terkecil, yang dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan
297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan
berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari
20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan.

Abortus buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat


tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi
medik. Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak
dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi, juga karena sebagian abortus
spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak
diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai haid terlambat. Diperkirakan
frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana konsep persiapan pasien yang akan dilakukan prosedur diagnostik


abortus

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

1
Untuk bagaimana mengetahui konsep persiapan pasien yang akan dilakukan
prosedur diagnostik abortus

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui bagaimana konsep persiapan pasien yang akan dilakukan


prosedur diagnostik abortus yang meliputi:

a. Pengertian Abortus

b. Klasifikasi Abortus

c. Etiologi Abortus

d. Gambaran Klinis Abortus

e. Diagnosa Abortus

f. Penatalaksanaan Abortus

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Bagi Penyusun


Manfaat Bagi Peneliti adalah menambah wawasan mengenai konsep
persiapan pasien yang akan dilakukan prosedur diagnostik abortus
2. Manfaat Bagi Mahasiswa
Manfaat bagi Mahasiswa adalah agar mahasiswa mengetahui dan mengerti
konsep persiapan pasien yang akan dilakukan prosedur diagnostik abortus

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Abortus

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin


dapat hidup di luar kandungan.Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Bantuk Hadijanto,2008).

Terdapat dua jenis abortus, iaitu abortus spontan dan abortus


provokatus. Abortus spontan didefinisikan sebagai abortus yang terjadi
tanpa tindakan mekanis atau medis.Dengan kata lain yang luas digunakan
adalah keguguran (miscarriage).Sedangkan abortus yang terjadi dengan
sengaja dilakukan tindakan disebut sebagai abortus provokatus
(Cunningham dkk.,2010).

B. Klasifikasi Abortus

Klasifikasi abortus menurut Ida Ayu Chandranita dan kawan-kawan ( 2010 )


adalah seperti berikut :

1. Abortus Spontan

Terjadi tanpa intervensi dari luar dan hanya disebabkan oleh


faktor-faktor alamiah. Berdasarkan aspek klinis, abortus spontan dibagi
menjadi :

a. Abortus iminens

b. Abortus insipiens

c. Abortus kompletus

d. Abortus inkompletus

3
e. Abortus tertunda

f. Abortus habitualis

g. Abortus infeksious

h. Abortus sepsis

2. Abortus Provokatus

4
4

Tindakan abortus yang sengaja dilakukan.Dijumpai dua bentuk


abortus buatan :

a. Abortus Provokatus Medisinalis

Abortus yang dilakukan atas dasar indikasi vital. Tindakan itu harus
disetujui oleh tiga orang dokter yang merawat ibu hamil : Dokter yang
sesuai dengan indikasi penyakitnya, dokter anestesi dan dokter ahli
Obstetri dan Ginekologi.

Indikasi vital yang dimaksudkan adalah :

1) Penyakit ginjal

2) Penyakit jantung

3) Penyakit paru berat

4) Diabetes mellitus berat

5) Karsinoma

Indikasi social diantaranya :

1) Kegagalan pemakaian KB

2) Grandemultipara

3) Kehamilan IQ rendah

4) Kehamilan akibat perkosaan

5) Kehamilan dengan penyakit jiwa

b. Abortus Provokatus Kriminalis

Abortus yang dilakukan pada kehamilan yang tidak diinginkan.


Dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih sehingga sering
menimbulkan trias komplikasi iaitu perdarahan, trauma alat
genitalia/jalan lahir, infeksi hingga syok sepsis.
5

C. Etiologi Abortus

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya


terdapat lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah
seperti berikut :

1. Faktor genetik

Separuh dari abortus karena kelainan sitogenik pada trimester


pertama berupa trisomi autosom. Trisomi timbul akibat dari
nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan
kriotip normal. Untuk sebahagian besar trisomi, gangguan miosis
maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi
meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian
sekitar 30 persen dari seluruh trisomi, merupakan penyebab
terbanyak.Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada
trisomi kromosom 1. Pengelolaan standar menyarankan untuk
pemeriksaan genetik amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia
lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1:80,
pada usia di atas 35 tahun karena angka kejadian kelainan
kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun (Bantuk
Hadijanto,2008)

2. Kelainan kongenital uterus

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi


obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi
janin.Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600
perempuan.Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan
anomali uterus pada 27 persen pasien.

Hasil studi oleh Acien (1996) pada 170 pasien hamil dengan
malformasi uterus, mendapatkan hanya 18,8 persen yang bisa bertahan
6

sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5 persen mengalami


persalinan abnormal (prematur, sungsang).Penyebab terbanyak abortus
karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%),
kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis
(10-30%).Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun
abortus berulang.

Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat


implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium.Risiko
abortus antara 25-80%, bergantung pada berat ringannya gangguan
(Prawirohardjo, S.,2008).

3. Autoimun

Terdapat hubungan yang nyata antara abortus yang berulang dan


penyakit autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus
( SLE ) dan antiphospholipid Antibodies ( aPA ). aPA merupakan
antibody spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian
abortus spontan di antara pasien SLE sekitar 10%, disbanding populasi
umum. Bila digabung dengan peluang terjadinya pengakhiran
kehamilan trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75% pasien dengan SLE
akan berakhir dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian
janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi yang
berikatan dengan sisi negative dari fosfolipid ( Bantuk Hadijanto,
2008 ).

4. Defek fase luteal

Wanita dengan diabetes mellitus terkontrol memiliki risiko abortus


yang tidak lebih jelek dibandingkan wanita tanpa diabetes mellitus.
Akan tetapi, terjadi peningkatan signifikan risiko abortus dan
malformasi janin pada wanita-wanita pengidap diabetes dengan kadar
HbA1c tinggi pada trimester pertama.
7

Wanita pengidap DM tipe 1 dengan kontrol glukosa tidak adekuat


mempunyai peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus. Selain itu, kadar
progesteron yang rendah mempengaruhi kepekaan endometrium
terhadap implantasi embrio. Dukungan pada fase luteal mempunyai
peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat di mana
trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan.
Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan
abortus. Apabila progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa
diselamatkan (Bantuk Hadijanto, 2008).

5. Infeksi

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai


diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan
pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata
terpapar brucellosis. Berbagai teori diajukan untuk mencoba
menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaranya sebagai
berikut :

a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin


yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.

b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat
sehingga janin sulit bertahan hidup.

c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa


berlanjut kematian janin.

d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitelia


bawah (misalnya Mikoplasma bominis, Klamidia) yang bisa
mengganggu proses implantasi.

e. Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh


karena virus selama kehamilan awal (misalnya Rubela, Parvovirus
B19, Sitomegalovirus, Koksakie virus B, Varisela-Zoster, HSV).
8

(Prawirohardjo, S.,2008)

6. Hematologik

Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi


dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta.Berbagai
komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada
implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi.Pada kehamilan
terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan peningkatan kadar faktor
prokoagulan, penurunan faktor antikoagulan, dan penurunan aktivitas
fibrinolitik.Kadar faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen meningkat selama
kehamilan normal, terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu
(Prawirohardjo, S.,2008).

Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering


didapatkan defek hemostatik.Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan
menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang,
sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada
usia kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasklin saat
usia kehamilan 8-11 minggu.Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin
memacu vasospasme serta agregrasi trombosit, yang akan menyebabkan
mikrotrombi serta nekrosis plasenta.Juga sering disertai penurunan
kadar protein C dan fibrinopeptida (Prawirohardjo, S.,2008).

Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan trombosis sistemik


ataupun plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan
abortus berulang pada lebih dari 22 persen kasus.Hiperhomosisteinemi
berhubungan dengan trombosis dan penyakit vaskular dini.Kondisi ini
berhubungan dengan 21 persen abortus berulang.Gen pembawa akan
diturunkan secara autosom resesif.Bentuk terbanyak yang didapat
adalah defisiensi folat (Prawirohardjo, S.,2008).

7. Lingkungan
9

Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan


obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan
abortus.Rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain
nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga
menghambat sirkulasi uteroplasenta.Karbon monoksida juga
menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu
neurotoksin.Dengan terjadinya gangguan pada sistem sirkulasi
fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat
terjadinya abortus (Prawirohardjo, S.,2008).

D. Gambaran Klinis Abortus

Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened


abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus
inkompletus(incomplete abortion) atau abortus kompletus (complete abortion),
abortus tertunda (missed abortion), abortus habitualis (recurrent abortion),
dan abortus septik (septic abortion) (Cunningham et al., 2005; Griebel et al.,
2005).

1. Abortus Iminens (Threatened abortion)

Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi


selamakehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau
minggu serta dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita
hamil. Secara keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan ini akan
berakhir dengan abortus (Cunningham et al., 2005).

Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang


daripada 20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina.
Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula
disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti
10

saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks,


kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus
iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina.
Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau
karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan
ultrasonografi (Sastrawinata et al., 2005).

2. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)

Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan


perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai
nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks
sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba.
Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan
jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi
harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan
kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi (Sastrawinata et
al., 2005).

3. Abortus Inkompletus atau Abortus Kompletus

Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil


konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal
(biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung,
banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena
masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing
(corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha
mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu
merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil
11

konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada


keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan.

Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi


rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan
berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan
epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali.
Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus
inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan
(Sastrawinata et al., 2005).

4. Abortus Tertunda (Missed abortion)

Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada
abortus tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang
berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah
tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan
ada darah sedikit (Mochtar, 2000).

5. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)

Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil,


dan kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada
abortus habitualis (Jauniaux et al., 2006). Menurut Mochtar (2000),
abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut
atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau
spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah
patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan
kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan
12

progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi


dari abortus habitualis.

6. Abortus Septik (Septic abortion)

Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan


penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau
peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau
abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan
syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat
menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli,
Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan
Staphylococci (Mochtar, 2000; Dulay, 2010)

E. Diagnosa Abortus

Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), diagnosa abortus


menurut gambaran klinis adalah seperti berikut:

1. Abortus Iminens (Threatened abortion)

a. Anamnesis perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada
atau ringan.

b. Pemeriksaan dalam fluksus ada (sedikit), ostium uteri


tertutup, dan besar uterus sesuai dengan umur kehamilan.

c. Pemeriksaan penunjang hasil USG.

2. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)

a. Anamnesis perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri /


kontraksi rahim.
13

b. Pemeriksaan dalam ostium terbuka, buah kehamilan masih


dalam rahim, dan ketuban utuh (mungkin menonjol).

3. Abortus Inkompletus atau abortus kompletus

a. Anamnesis perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak),


nyeri / kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak
dapat terjadi syok.

b. Pemeriksaan dalam ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan


buah kehamilan.

4. Abortus Tertunda (Missed abortion)

a. Anamnesis - perdarahan bisa ada atau tidak.

b. Pemeriksaan obstetri fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan
bunyi jantung janin tidak ada.

c. Pemeriksaan penunjang USG, laboratorium (Hb, trombosit, fibrinogen,


waktu perdarahan, waktu pembekuan dan waktu protrombin).

Diagnosa abortus habitualis (recurrent abortion) dan abortus


septik (septic abortion) menurut Mochtar (2000) adalah seperti
berikut:

1. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)

a. Histerosalfingografi untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus


submukosa dan anomali kongenital.

b. BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau
tidak gangguan glandula thyroidea.

2. Abortus Septik (Septic abortion)


14

a. Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong


di luar rumah sakit.

b. Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan


sebagainya.

c. Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri


tekan dan leukositosis.

d. Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi
kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai syok.

F. Penatalaksanaan Abortus

Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologi yang mendasari


timbulnya suatu abortus.

Penatalaksanaan Umum:

1. Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan,


karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsang mekanik.

2. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan infus oksitosin dimulai 8 tetes
permenit dan naikkan sesuai kontraksi uterus.

Medikamentosa:

1. Simptomatik : Analgesic (a5, metenamat)

500 gram (3x1)

2. Antibiotik : Amoksilin 500 mg (3x1)

3. Education : Kontrol 3-4 hari setelah keluar


15

setelah keluar dari rumah sakit. 3. Bila


pasien syok
karena pendarahan berikan infus ringer taktat dan selekas mungkin tranfusi
darah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

14
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Manuaba , I.B.G. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta : EGC

Supriyadi, Teddy. 2006. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC

USU. 2010. Penatalaksanaan Abortus. Diakses pada 20 Januari 2017 Pukul 02:00

Alamat:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23479/4/Chapter%20II.p

df

Você também pode gostar