Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DISUSUN OLEH:
TRESI DELMI DAROSE
G3A016276
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel yaang
tumbuh secara terus menerus , tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan
sekitarnya dan tidak berfungsi secara fisiologis (Price & Wilson, 2005). Menurut
National Cancer Institute (2009), diperkirakan 4% diantaranya adalah kanker anak,
10.370 kasus baru kanker pada anak usia 0-14 tahun di Amerika Serikat.
Permasalahan kanker anak di Indonesia saat ini menjadi persoalan yang cukup
besar. Menurut Gatot (2008), prevalensi kanker anak di Indonesia mencapai 4%,
artinya dari seluruh angka kelahiran hidup di Indonesia. Saat ini kanker menjadi
sepuluh besar penyakit utama yang menyebabkan kematian anak di Indonesia
(Depkes RI, 2011).
Kanker pada anak harus ditangani secara berkualitas. Menurut Hockenberry
dan Wilson (2009), kemoterapi sangat efektif dalam penangan kanker pada anak
terutama leukemia. Kemoterapi adalah pemberian segolongan obat-obatan yang
bersifat sitostatika yang bertujuan untuk menghambat pertumbuhan kanker atau
bahkan membunuh sel kanker ( Chabner, 2005).
Efek samping yang banyak ditemukan pada anak yang mendapatkan
kemoterapi adalah depresi sumsum tulang, diare, kehilangan rambut, masalah-
masalah kulit, mual dan muntah serta disfungsi rongga mulut. Disfungsi rongga mulut
adalah suatu keadaan dimana bibir, mukosa mulut, gusi, gigi, lidah menjadi sakit
karena invasi dari mikroorganisme tertentu (Potter & Perry, 2005). Hal tersebut dapat
menyebabkan berbagai gangguan. Ganggun tersebut diantaranya adalah mukositis,
glositis, gingivitis, kesulitan mengunyah, menelan, berbicara, perdarahan, mulut
keringdan hilangnya sensasi rasa. Bila gangguan ini tidak segera ditangani segera ,
maka akan terjadi gangguan keseimbangan nutrisi dan pada akhirnya dapat
menurunkan kualitas hidup anak penderita kanker (UKCCSG-PONF, 2006).
Menurut studi United Kingdom Childrens Cancer Study Group dan pediatric
Oncology Nurses Forum (2006), prevalensi terjadinya disfungsi rongga mulu akibat
kemoterapi diperkirakan mencapai 30-75% dalam setiap siklusnya. Cancer Care Nova
Stovia (CCNS) tahun 2008, mengatakan bahwa angka prevalensi disfungsi rongga
mulut lebih besar lagi, yaitu sekitar 45-80%. Sebagai tenaga kesehatan profesional
bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan keperawatan yang erkualitas untuk
menangani masalah disfungsi rongga mulut akibat kemoterapi.
Berdasarkan Systematic review yang dilakukan Keefe, et al (2007), intervensi
penanganan disfungsi rongga mulut diantaranya adalah oral care yang berkualitas.
Pemberian agen antiseptik, pembersih mulut, agen anti inflamasi, serta berbagai agen
alamiah lain yaitu chamomile, kamilosan cair dan madu. Beberapa penelitian
menyarankan penggunaan madu sebagai agen dalam manajemen berbagai disfungsi
rongga mulut salah satunya mukositis. Penelitian Mottalebnejad (2008) menunjukan
bahwa tingkat keparahan disfungsi rongga mulut salah satunya mukositis berkurang
secara signifikan pada pasien yang mendapatkan madu dibandingkan dengan pasien
yang tidak mendapatkan madu. Madu memiliki enzim glukosa oksidase yang akan
mengkonversi glukosa menjadi glukosa acid yang akan menghambat pertumbuhan
bakteri. Selain itu madu juga mengandung hidrogen piroksida yang bersifat sebagai
agen antimicroba. Hidrogen piroksida pada madu dapat meningkatkan penyembuhan
disfungsi rongga mulut.
Berdasarkan latar belakang hasil jurnal penelitian di atas, penulis tertarik
untuk mengaplikasikannya kepada pasien yang mendapatkan terapi kemoterapi di
ruang anak RSUP Dr Kariadi Semarang.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menerapkan aplikasi Evidence Based Nursing Pengaruh
systematic oral care dengan madu terhadap disfungsi rongga mulut akibat
kemoterapi pada asuhan keperawatan anak dengan ALL
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian anak dengan ALL.
b. Penulis mampu menegakkan diagnosa keperawatan anak dengan ALL.
c. Penulis mampu membuat rencana tindakan keperawatan anak dengan ALL.
d. Penulis mampu melakukan implementasi sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan yang teleh ditentukan pada pasien dengan ALL
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan ALL
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. DEFINISI
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175). Leukimia adalah proliferasi tak
teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sum-
sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 : 248 ). Leukimia adalah suatu
keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda
yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal
dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
Leukemia adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada sumsum tulang dan
sistem limpatik (Wong, 1995). Sedangkan menurut Robbins & Kummar (1995), leukemia
adalah neoplasma ganas sel induk hematopoesis yang ditandai oelh penggantian secara
merata sumsum tulang oleh sel neoplasi.
Acute lympobastic leukemia adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan
menurut cell yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa lymphoblasts. Pada
keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan
anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Ngastiyah, 1997). Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan sel limfosit, berupa proliferasi
patologis sel sel hematopoietik mudah ditandai dengan kegagalan sumsum tulang
memproduksi sel darah (I Hartantyo, 1997).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel sel prekursor
limfoid yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan
limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak anak yakni 75%, sedangkan sisanya
terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan
pada sel T dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun
dan didominasi oleh anak anak usia < 15 tahun dengan insiden tertinggi pada usia 3 5
tahun. Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun dengan 75 % berusia 15 tahun,
insidensi puncaknya usia 3 5 tahun. LLA lebih banyak di temukan pada pria dari pada
perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk
berkembang menjadi, LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai
resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.
2. ETIOLOGI
Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak di ketahui. Faktor keturunan dan
sindroma redisposisi genetik lebih berhubungn dengan LLA yang terjadi pada anak
anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungna dengan LLA
adalah :
1. Radiasi Ionik.
2. Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang,
kerusakan kromosom dan leukemia.
3. Merokok sedikit meningkatkan resiko LLA pada usia 60 tahun.
4. Obat kemoterapi.
5. Infeksi virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA L3
6. Pasien dengan sindrom down dan wiskott Aldrich mempunyai resiko yang
meningkat untuk menjadi LLA.
Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga kemungkinan karena
virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan, yaitu:
1. Faktor eksogen
a. Sinar x, sinar radioaktif.
b. Hormon.
c. Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti
neoplastic agent).
2. Faktor endogen
a. Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)
b. Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom Down).
c. Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).
(Ngastiyah,2005)
3. KLASIFIKASI AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA
1. Klasifikasi Imunologi
a. Precursor B Acute Lymploblastic Leukaemia (ALL) 70% : common ALL
(50%), null ALL, pre B ALL.
b. T ALL (25%).
c. B ALL (5%).
Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak adanya berbagai
antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan
adalah common ALL, Null cell. ALL berasal dari sel yang sangat primitif dan lebih
banyak pada dewasa.B ALL merupakan penyakit yang jarang dengan morfologi L3
yang sering berperilaku sebagai limfoma agresif (varian Burkirtt).
2. Klasifikasi Morfologi [(the French American British (FAB)]
a. L1 : sel blas berukuiran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan nukleoli
yang tidak jelas.
b. L2 : sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas dan rasio
inti sitoplasma yang rendah.
c. L3 : sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofalik.
Kebanyakan LLA pada dewasa mempunyai morfologi L2, sedangkan L1
paling sering ditemukan pada anak anak. Sekitar 95% dari tipe LLA kecualai sel B
mempunyai ekspresi yang meningkat dari terminal deoxynucleotidyl
transferasi (TdT), suatu enzim nukklear yang terlibat dalam pengaturan kembali gen
reseptor sel T dan immunoglobulin. Peningkatan ini sangat berguna dalam diagnosis.
Jika konsentrasi enzim ini tidak meningkat, diagnosis LLA dicurigai.
7. PENATALAKSANAAN
1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit
dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai
remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase,
siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan
dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi
sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang
dari 2.000/mm3.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan.
Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan
Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat
daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia
yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik
terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga
diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
6. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan
masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya
dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat
tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang
lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6
bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah
leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk
mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang
pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan
demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(Sutarni Nani 2003)
A. Pengkajian keperawatan
1. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah
15 tahun (85%) , puncaknya berada pada usia 2 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi
pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah
demam, lesudan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan
kecenderungan terjadi perdarahan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat
keluarga yang erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus
(epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatann
seperti phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
Pola sehari-hari
a.Pola Persepsi mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan berhubungan
dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan
kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan
kimia dari orangtua.
b. Pola Latihan dan Aktivitas : Anak penderita ALL sering ditemukan
mengalami penurunan kordinasi dalam pergerakan, keluhan nyeri pada sendi atau
tulang. Anak sering dalam keadaan umum lemah, rewel, dan ketidakmampuan
melaksanakan aktivitas rutin seperti berpakaian, mandi, makan, toileting secara
mandiri. Dari pemeriksaan fisik dedapatkan penurunan tonus otot, kesadaran
somnolence, keluhan jantung berdebar-debar (palpitasi), adanya murmur, kulit
pucat, membran mukosa pucat, penurunan fungsi saraf kranial dengan atau
disertai tanda-tanda perdarahan serebral.Anak mudah mengalami kelelahan serta
sesak saat beraktifitas ringan, dapat ditemukan adanya dyspnea, tachipnea, batuk,
crackles, ronchi dan penurunan suara nafas. Penderita ALL mudah mengalami
perdarahan spontan yang tak terkontrol dengan trauma minimal, gangguan visual
akibat perdarahan retina, , demam, lebam, purpura, perdarahan gusi, epistaksis.
c. Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta
pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen,
penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-
sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi
oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic
leukemia)
d. Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal,
nyeri abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam
urin, serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses
perianal, serta adanya hematuria.
e. Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih
banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami
kelelahan.
f. Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami
penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan seizure activity, adanya
keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal
berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
g.Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah
dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan
adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan
peerubahan suasana hati, dan bingung.
h. Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
i. Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan
kesempatan bermain dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
j. Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan
ketidakberdayaan melakukan ibadah.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Gagguan perfusi jarinagn berhunbungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk mengirim oksigen/nutrien ke se (Hb menurun)
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan perubahan maturitas sel darah
merah, peningkatan jumlah limfosit imatur, imunosupresi
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah, perdarahan, diare, penurunan intake cairan
d. Nyeri akut berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian
anti leukemic agents
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energi,
peningkatan laju metabolik akibat produksi lekosit yang berlebihan,
ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan
f. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
g. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
inakudate
C. Rencana Keperawatan
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran berlebihan seperti
muntah, perdarahan, diare, penurunan intake cairan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x jam, diharapkan
kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil :
- Memperlihatkan keadaaan volume cairan yang adekuat
- Memperlihatkan tanda-tanda vital dalam bataas normal
- Memperlihatkan urine output, PH dalam batas normal
Intervensi Rasional
1. Monitor intake dan output . 1. Penurunan sirkulasi sekunder dapat
Catat penurunan urin, dan menyebabkan berkurangnya sirkulasi ke ginjal
Nyeri akut berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian anti
leukemic agents
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x jam, diharapkan nyeri hilang atau
berkurang.
Kriteria hasil :
- Melaporkan nyeri berkurang atau hilang. Skala nyeri 0-2
- Memperlihatkan perilaku positif dalam mengatasi nyeri
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang inakudet
Tujuan : Setelah dilakaukan tindakan keperawtan selama x jam, diharapkan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria Hasil : menunjukan peningkatan berat badan atau berat badan stabil, dengan nilai
laboratorium normal
Intervensi Rasional
I. IDENTITAS DATA
Nama : An. M.
Umur : 25 bulan
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Genogram
Keterangan :
: Perempuan
: Laki-laki
: An. M
Intra Natal
An.M. lahir normal spontan, langsung menangis, berat badan lahir 3000 gram,
panjang badan 50 cm, umur kehamilan 38 minggu.
Post Natal
An.M diasuh sendiri oleh orang tuanya dan terkadang dibantu oleh neneknya, An.M
mendapatkan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dan ibu An. M. umur 7 bulan
diberikan makanan tambahan seperti bubur sumsum dan bubur cair serta buah.
Obat obatan
Sebelumnya anak M tidak pernah sakit dan tidak pernah berobat
Riwayat Alergi
An. M. tidak pernah punya riwayat alergi terhadap obat obatan, makanan maupun
udara.
Riwayat imunisasi
An. M.R sudah lengkap mendapatkan imunisasi dasar
Usia 1 bulan : BCG
VII.PENGKAJIAN FISIK
a) Keadaan Umum : Baik
b) Kesadaran : composmentis
c) Pengukuran Umum :
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 83,5 cm
Lingkar lengan : 14 cm
Lingkar kepala : 48 cm
Lingkar dada : 47 cm
Tanda Vital : HR : 112 /mnt, Rr : 25/ mnt, Suhu :36,5 C.
d). Head to toe
Ekstremitas
Akral hangat, tidak ada oedema, An.M mengalami penurunan tonus otot dan
kelemahan otot pada ekstremitas bawah. Ibu mengatakan An.M sudah bisa berjalan
saat usia 11 bulan, namun 1 bulan terakhir kaki An. M mengecil dan tidak mampu
berdiri dan berjalan.
Kulit
Tampak putih bersih, elastis, turgor kulit baik
Pola kebersihan
An. M. biasa mandi 2 x dalam sehari, gigi 2 x dalam sehari dilakukan dengan
bantuan ibunya dengan menggunakan kain lembut basah, Selama sakit An. M.R tetap
mandi dengan waslap.
Pola eliminasi
An. M. BAK (5-6/hari) dirumah, saat di kaji An.M. BAK 8-10 x/hari. BAB sekali
sehari saat masuk ke RS. An. M akan meminta ke toilet saat terasa ingin BAB.
Diet khusus
Sebelum dan selama sakit, An. M. tidak sedang menjalani diet khusus.
Haemotokrit : 30.2 %
Trombosit : 64.000 / ul
Leukosit : 1.200 / ul
X. TINGKAT PERKEMBANGAN
Personal Sosial
Motorik Halus
Bahasa
XI. TERAPI
Program kemoterapi minggu ke 5 L.asparginase 2760 unit intra vena
Infus D5 NS 480/20/5TPM
Obat peroral :
- An. M tampak
terbaring ditempat
tidur
- An. M tampak tidak
mampu berdiri dan
tidak dapat berjalan
- An. M sedang
program
Kemoterapi ke 5
K/u baik Suhu 36,5oC RR
25x/menit HR 112x/menit
2. DS:
Perubahan membran
- Ibu mengatakan Perubahan membran proses
mukosa oral
an.M mengalami mukosa oral peradangan
berhubungan dengan
bibir kering dan akibat invasi
proses peradangan
sariawan sejak mikroorganisme
akibat invasi
program yang terjadi
mikroorganisme yang
kemoterapi minggu selama proses
terjadi selama proses
kedua. kemoterapi.
kemoterapi.
-
DO:
- Terdapat lesi dan
bercak putih di
bibir bagian bawah
an.M
- Mukosa bibir
tampak kering
PRIORITAS MASALAH
1. Ganggun tumbuh kembang anak usia Toddler berhubungan dengan proses penyakit dan
program perawatan yang lama dan berulang dirumah sakit
2. Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses peradangan akibat invasi
mikroorganisme yang terjadi selama proses kemoterapi.
RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/ Dx Intervensi
No
Jam Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
1 8 okt 1 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji hambatan pertumbuhan dan
2017 keperawatan selama 1x24 perkembangan an.M
jam (30 menit) dapat 2. Kaji faktor penyebab gangguan
dicapai: pertumbuhan perkembangan dan an.M
- Keluarga mampu 3. Berikan edukasi pada keluarga tentang
menggunakan koping pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia
terhadap tantangan karena anak
adanya ketidakmampuan 4. Berikan penjelasan tentang faktor-faktor
- Keluarga mengerti tentang yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
Tgl/ Dx Intervensi
No
Jam Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
pertumbuhan dan 5. Kaji kemampuan motorik halus dan kasar
perkembangan anak usia 2 anak
tahun keatas. 6. Beri pujian atas kemampuan yang dicapai
- Keluarga mengerti faktor- oleh an.M dan keluarga
faktor yang 7. Kaji asupan nutrisi an.M
mempengaruhi tumbuh 8. Berikan keluarga motivasi untuk selalu
kembang menstimulasi tumbuh kembang anak M
- Keluarga mengungkapkan sesuai usianya.
secara verbal mau dan
mampu melatih dan
menstimulasi An,M untuk
berdiri dan berjalan
2 8 okt 2 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji luas lesi di bibir, dan mukosa di mulut
2017 keperawatan selama 1 x 2. Kaji adanya perluasan atau komplikasi
24 jam mukosa oral akibat kerusakan membran mukosa oral
kembali normal dan lesi 3. jelaskan ibu menghindari makanan yang
berangsur sembuh dengan dapat menimbulkan reaksi misalnya
kriteria hasil: makanan pedas dan asam
- Lesi dibibir berkurang 4. ajarkan ibu cara oral hygiene yang baik
- Mukosa bibir lembab 5. mengajarkan ibu memberikan memberikan
- Mukosa tidak ada madu sebagai terapi alami non farmakologi
pembengkakan dan jelaskan manfaat madu untuk
membantu mengobati sariawan
6. kolaborasi pemberian antibiotik dan obat
kumur
Tgl/ Dx Intervensi
No
Jam Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
IMPLEMENTASI
10
S:
oktober
- Ibu mengatakan masih ada seperti sariawan dan
2017
putih-putih di bibir an.M
- Ibu mengatakan memberikan madu
- Ibu mangatakan An. M mau makan.
O:
PEMBAHASAN
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : An. M.
Umur : 25 bulan
Nama Orang tua : Ny. K
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dukuh seti, Pati Jawa Tengah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan Ibu : SMA
Tanggal Masuk RS : 4 Oktober 2017
Tanggal Pengkajian : 8 oktober 2017
Diagnosa Medis : Acut Limfositik Leukemia
DS:
- Ibu mengatakan an.M mengalami bibir kering dan sariawan sejak program
kemoterapi minggu kedua.
DO:
- Terdapat lesi dan bercak putih di bibir bagian bawah an.M
- Mukosa bibir tampak kering
Kemoterapi
2. SARAN
Diharapkan penggunaan madu dapat menjadi salah satu intervensi yang
dapat diterapkan diruangan berupa perawatan gigi dan mulut pada anak selama
menjalani proses kemoterapi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin H. Dan Hardhi K (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic Noc. Jogjakarta: Medication Publishing
Evans,J.,& Flavin S (2008). Honey: A guide for heatlhcare professionals. Britis Journal of
Nursing, 17 (15), 24-30.
Betz & Sowden. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC;2002
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius
Potter, A.G. & Perry (2005). Fundamnetal Keperawatan Konsep Proses dan Praktis. Edisi 4
Jakarta: EGC
Rashad, U.M (2008). Honey As Topical Prophilaxis Against Radiochemoterapy Induced
Mucocitis in Head and Neck Cancer. 123(1) , 223-228
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta
: Salemba Medika; 2005
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001
Sutari, Gunahariati (2011). Pengaruh systematic Oral Care Dengan Madu Terhadap
Disfungsi Rongga Mulut Akibat Kemoterapi Pada Anak Usia 3-12 Tahun. Jurnal
Keperawatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Tahun 2011