Você está na página 1de 43

APLIKASI ORAL CARE DENGAN MADU DALAM ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN.M DENGAN AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA DI RUANG ANAK


RSUP DR KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH:
TRESI DELMI DAROSE
G3A016276

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel yaang
tumbuh secara terus menerus , tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan
sekitarnya dan tidak berfungsi secara fisiologis (Price & Wilson, 2005). Menurut
National Cancer Institute (2009), diperkirakan 4% diantaranya adalah kanker anak,
10.370 kasus baru kanker pada anak usia 0-14 tahun di Amerika Serikat.
Permasalahan kanker anak di Indonesia saat ini menjadi persoalan yang cukup
besar. Menurut Gatot (2008), prevalensi kanker anak di Indonesia mencapai 4%,
artinya dari seluruh angka kelahiran hidup di Indonesia. Saat ini kanker menjadi
sepuluh besar penyakit utama yang menyebabkan kematian anak di Indonesia
(Depkes RI, 2011).
Kanker pada anak harus ditangani secara berkualitas. Menurut Hockenberry
dan Wilson (2009), kemoterapi sangat efektif dalam penangan kanker pada anak
terutama leukemia. Kemoterapi adalah pemberian segolongan obat-obatan yang
bersifat sitostatika yang bertujuan untuk menghambat pertumbuhan kanker atau
bahkan membunuh sel kanker ( Chabner, 2005).
Efek samping yang banyak ditemukan pada anak yang mendapatkan
kemoterapi adalah depresi sumsum tulang, diare, kehilangan rambut, masalah-
masalah kulit, mual dan muntah serta disfungsi rongga mulut. Disfungsi rongga mulut
adalah suatu keadaan dimana bibir, mukosa mulut, gusi, gigi, lidah menjadi sakit
karena invasi dari mikroorganisme tertentu (Potter & Perry, 2005). Hal tersebut dapat
menyebabkan berbagai gangguan. Ganggun tersebut diantaranya adalah mukositis,
glositis, gingivitis, kesulitan mengunyah, menelan, berbicara, perdarahan, mulut
keringdan hilangnya sensasi rasa. Bila gangguan ini tidak segera ditangani segera ,
maka akan terjadi gangguan keseimbangan nutrisi dan pada akhirnya dapat
menurunkan kualitas hidup anak penderita kanker (UKCCSG-PONF, 2006).
Menurut studi United Kingdom Childrens Cancer Study Group dan pediatric
Oncology Nurses Forum (2006), prevalensi terjadinya disfungsi rongga mulu akibat
kemoterapi diperkirakan mencapai 30-75% dalam setiap siklusnya. Cancer Care Nova
Stovia (CCNS) tahun 2008, mengatakan bahwa angka prevalensi disfungsi rongga
mulut lebih besar lagi, yaitu sekitar 45-80%. Sebagai tenaga kesehatan profesional
bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan keperawatan yang erkualitas untuk
menangani masalah disfungsi rongga mulut akibat kemoterapi.
Berdasarkan Systematic review yang dilakukan Keefe, et al (2007), intervensi
penanganan disfungsi rongga mulut diantaranya adalah oral care yang berkualitas.
Pemberian agen antiseptik, pembersih mulut, agen anti inflamasi, serta berbagai agen
alamiah lain yaitu chamomile, kamilosan cair dan madu. Beberapa penelitian
menyarankan penggunaan madu sebagai agen dalam manajemen berbagai disfungsi
rongga mulut salah satunya mukositis. Penelitian Mottalebnejad (2008) menunjukan
bahwa tingkat keparahan disfungsi rongga mulut salah satunya mukositis berkurang
secara signifikan pada pasien yang mendapatkan madu dibandingkan dengan pasien
yang tidak mendapatkan madu. Madu memiliki enzim glukosa oksidase yang akan
mengkonversi glukosa menjadi glukosa acid yang akan menghambat pertumbuhan
bakteri. Selain itu madu juga mengandung hidrogen piroksida yang bersifat sebagai
agen antimicroba. Hidrogen piroksida pada madu dapat meningkatkan penyembuhan
disfungsi rongga mulut.
Berdasarkan latar belakang hasil jurnal penelitian di atas, penulis tertarik
untuk mengaplikasikannya kepada pasien yang mendapatkan terapi kemoterapi di
ruang anak RSUP Dr Kariadi Semarang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menerapkan aplikasi Evidence Based Nursing Pengaruh
systematic oral care dengan madu terhadap disfungsi rongga mulut akibat
kemoterapi pada asuhan keperawatan anak dengan ALL
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian anak dengan ALL.
b. Penulis mampu menegakkan diagnosa keperawatan anak dengan ALL.
c. Penulis mampu membuat rencana tindakan keperawatan anak dengan ALL.
d. Penulis mampu melakukan implementasi sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan yang teleh ditentukan pada pasien dengan ALL
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan ALL
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. DEFINISI
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175). Leukimia adalah proliferasi tak
teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sum-
sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 : 248 ). Leukimia adalah suatu
keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda
yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal
dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
Leukemia adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada sumsum tulang dan
sistem limpatik (Wong, 1995). Sedangkan menurut Robbins & Kummar (1995), leukemia
adalah neoplasma ganas sel induk hematopoesis yang ditandai oelh penggantian secara
merata sumsum tulang oleh sel neoplasi.
Acute lympobastic leukemia adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan
menurut cell yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa lymphoblasts. Pada
keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan
anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Ngastiyah, 1997). Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan sel limfosit, berupa proliferasi
patologis sel sel hematopoietik mudah ditandai dengan kegagalan sumsum tulang
memproduksi sel darah (I Hartantyo, 1997).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel sel prekursor
limfoid yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan
limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak anak yakni 75%, sedangkan sisanya
terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan
pada sel T dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun
dan didominasi oleh anak anak usia < 15 tahun dengan insiden tertinggi pada usia 3 5
tahun. Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun dengan 75 % berusia 15 tahun,
insidensi puncaknya usia 3 5 tahun. LLA lebih banyak di temukan pada pria dari pada
perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk
berkembang menjadi, LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai
resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.

2. ETIOLOGI
Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak di ketahui. Faktor keturunan dan
sindroma redisposisi genetik lebih berhubungn dengan LLA yang terjadi pada anak
anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungna dengan LLA
adalah :
1. Radiasi Ionik.
2. Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang,
kerusakan kromosom dan leukemia.
3. Merokok sedikit meningkatkan resiko LLA pada usia 60 tahun.
4. Obat kemoterapi.
5. Infeksi virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA L3
6. Pasien dengan sindrom down dan wiskott Aldrich mempunyai resiko yang
meningkat untuk menjadi LLA.

Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga kemungkinan karena
virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan, yaitu:
1. Faktor eksogen
a. Sinar x, sinar radioaktif.
b. Hormon.
c. Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti
neoplastic agent).
2. Faktor endogen
a. Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)
b. Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom Down).
c. Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).
(Ngastiyah,2005)
3. KLASIFIKASI AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA
1. Klasifikasi Imunologi
a. Precursor B Acute Lymploblastic Leukaemia (ALL) 70% : common ALL
(50%), null ALL, pre B ALL.
b. T ALL (25%).
c. B ALL (5%).
Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak adanya berbagai
antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan
adalah common ALL, Null cell. ALL berasal dari sel yang sangat primitif dan lebih
banyak pada dewasa.B ALL merupakan penyakit yang jarang dengan morfologi L3
yang sering berperilaku sebagai limfoma agresif (varian Burkirtt).
2. Klasifikasi Morfologi [(the French American British (FAB)]
a. L1 : sel blas berukuiran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan nukleoli
yang tidak jelas.
b. L2 : sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas dan rasio
inti sitoplasma yang rendah.
c. L3 : sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofalik.
Kebanyakan LLA pada dewasa mempunyai morfologi L2, sedangkan L1
paling sering ditemukan pada anak anak. Sekitar 95% dari tipe LLA kecualai sel B
mempunyai ekspresi yang meningkat dari terminal deoxynucleotidyl
transferasi (TdT), suatu enzim nukklear yang terlibat dalam pengaturan kembali gen
reseptor sel T dan immunoglobulin. Peningkatan ini sangat berguna dalam diagnosis.
Jika konsentrasi enzim ini tidak meningkat, diagnosis LLA dicurigai.

4. PATOFISIOLOGI AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA


Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau
sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh
dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat
dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya
menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal
sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang.,
panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
LLA meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai
tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang
sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan
petunjuk untuk menentukan / meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis (60%), kadang-kadang
leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar
hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-
sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian
sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan
sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel
stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel
limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga
anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang
juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala,
muntah-muntah, seizures dan gangguan penglihatan (Price Sylvia A, Wilson Lorraine
Mc Cart, 1995). Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah
yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum
tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi
dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel
normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi
penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke
berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala,
muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan
anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis,
perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem
retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga
mudah mengalami infeksi. Adanya sel kanker juga mengganggu metabolisme sehingga
sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita
Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:
1. Pilek tak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3. Demam, anoreksia, mual, muntah
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
6. Nyeri tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen
8. Hepatosplenomegali, limfadenopati
9. Abnormalitas WBC
10. Nyeri kepala
(Mansjoer, A, 2000)

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA


Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut limphosityc
leukemia adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 200.000 / l) tetapi dalam bentuk
sel blast / sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker ke organ
tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
(2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan
komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang
sangat kecil (Betz, Sowden. (2002).

ALL dapat didiagnosa pada pemeriksaan :


Anamnesis
1. Anamnesis
Anemia, kelemahan tubuh, berat badan menurun, anoreksia mudah sakit, sering
demam, perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi (Ngastiyah, 2005). Kemudian menurut
Celily, 2002 dilakukan kepemeriksaan.
2. Hitung darah lengkap (CBC), anak dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat
didiagnosa memiliki prognosis paling baik jumlah leukosit lebih dari
50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur.
3. Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan SSP.
4. Foto toraks mendeteksi keterlibatan mediastinum.
5. Aspirasi sumsum tulang ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
6. Pemindahan tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
7. Pemindahan ginjal, hati dan limpa untuk mengkaji infiltrasi leukemik.
8. Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan.

7. PENATALAKSANAAN
1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit
dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai
remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase,
siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan
dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi
sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang
dari 2.000/mm3.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan.
Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan
Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat
daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia
yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik
terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga
diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
6. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan
masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya
dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat
tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang
lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6
bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah
leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk
mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang
pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan
demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(Sutarni Nani 2003)

8. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
1. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah
15 tahun (85%) , puncaknya berada pada usia 2 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi
pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah
demam, lesudan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan
kecenderungan terjadi perdarahan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat
keluarga yang erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus
(epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatann
seperti phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.

Pola sehari-hari
a.Pola Persepsi mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan berhubungan
dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan
kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan
kimia dari orangtua.
b. Pola Latihan dan Aktivitas : Anak penderita ALL sering ditemukan
mengalami penurunan kordinasi dalam pergerakan, keluhan nyeri pada sendi atau
tulang. Anak sering dalam keadaan umum lemah, rewel, dan ketidakmampuan
melaksanakan aktivitas rutin seperti berpakaian, mandi, makan, toileting secara
mandiri. Dari pemeriksaan fisik dedapatkan penurunan tonus otot, kesadaran
somnolence, keluhan jantung berdebar-debar (palpitasi), adanya murmur, kulit
pucat, membran mukosa pucat, penurunan fungsi saraf kranial dengan atau
disertai tanda-tanda perdarahan serebral.Anak mudah mengalami kelelahan serta
sesak saat beraktifitas ringan, dapat ditemukan adanya dyspnea, tachipnea, batuk,
crackles, ronchi dan penurunan suara nafas. Penderita ALL mudah mengalami
perdarahan spontan yang tak terkontrol dengan trauma minimal, gangguan visual
akibat perdarahan retina, , demam, lebam, purpura, perdarahan gusi, epistaksis.
c. Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta
pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen,
penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-
sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi
oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic
leukemia)
d. Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal,
nyeri abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam
urin, serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses
perianal, serta adanya hematuria.
e. Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih
banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami
kelelahan.
f. Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami
penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan seizure activity, adanya
keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal
berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
g.Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah
dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan
adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan
peerubahan suasana hati, dan bingung.
h. Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
i. Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan
kesempatan bermain dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
j. Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan
ketidakberdayaan melakukan ibadah.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Gagguan perfusi jarinagn berhunbungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk mengirim oksigen/nutrien ke se (Hb menurun)
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan perubahan maturitas sel darah
merah, peningkatan jumlah limfosit imatur, imunosupresi
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah, perdarahan, diare, penurunan intake cairan
d. Nyeri akut berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian
anti leukemic agents
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energi,
peningkatan laju metabolik akibat produksi lekosit yang berlebihan,
ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan
f. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
g. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
inakudate

C. Rencana Keperawatan

Gagguan perfusi jarinagn berhunbungan dengan penurunan komponen seluler yang


diperlukan untuk mengirim oksigen/nutrien ke se (Hb menurun)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x jam, diharapkan ganghuan
perfusi jaringan berhunungan dengan komponan seluler dapat teratasi
Kriteria hasi :
a. Menunjukan perfusi akudate
b. TTV stabil, pengisian kapiler baik
Intervensi Rasional
1. Awasi TTV, kaji pengisian kapiler 1. Memberikan informasi tentang derajat/
2. Kaji untuk respon verbal melambat, keakudetan perfusi jaringan, membantu
mudah terangsang menentukan kebutuhan ventilasi
3. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai 2. Meningkatkan ekspansi paru dan
toleransi memaksimalkan oksigenasi untuk
4. Awasi upaya pernapasan, auskultasi kebutuhan seluler
bunyi napas 3. Mengidentifikasi fungsi sebral akibat
hipoksia
4. Dispenu karena regangan jantung lama/
peningkatan komponen curah jantung
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan perubahan maturitas sel darah merah,
peningkatan jumlah limfosit imatur, imunosupresi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakana keperawatan selama x jam, diharapkan tidak
terjadi infeksi.
Kriteria Hasil :
Mengidentifikasi faktor resiko yang dapat dikurangi
Menyebutkan tanda dan gejala dini infeksi
Tidak ada tanda infeksi
Intervensi Rasional

1. Lakukan tindakan untuk mencegah 1. Kewaspadaan


pemajanan pada sumber yang diketahui meminimalkan pemajanan
atau potensial terhadap infeksi : klien terhadap bakteri, virus,
a. Pertahankan isolasi protektif sesuai dan patogen jamur baik
kebijakan institusional endogen maupun eksogen
b. Pertahankan teknik mencuci tangan
dengan cermat
c. Beri hygiene yang baik
d. Batasi pengunjung yang sedang
demam, flu atau infeksi
e. Berikan hygiene perianal 2 x sehari
dan setiap BAB
f. Batasi bunga segar dan sayur segar
g. Gunakan protokol rawat mulut
h. Rawat klien dengan neutropenik
terlebih dahulu
2. Laporkan bila ada perubahan tanda vital 2. Perubahan tanda-tanda vital
merupakan tanda din
terjadinya sepsis, utamanya
bila terjadi peningkatan suhu
3. Dapatkan kultur sputum, urine, diare, tubuh
darah dan sekresi tubuh abnormal sesuai 3. Kultur dapat
anjuran mengkonfirmasikan infeksi
dan mengidentifikasi
organisme penyebab
4. Pengertian klien dapat
4. Jelaskan alasan kewaspadaan dan memperbaiki kepatuhan dan
pantangan mengurangi faktor resiko
5. Granulositopeniaa dapat
menetap 6-12 minggu.
5. Yakinkan klien dan keluarganya bahwa Pengetian tentang sifat
peningkatan kerentanan pada infeksi sementara granulositopenia
hanya sementara dapat membantu mencegah
kecemasan klien dan
keluarganya
6. Prosedur tertentu dapat
menyebabkan trauma
6. Minimalkan prosedur invasif
jaringan, menngkatkan
kerentanan infeksi

Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran berlebihan seperti
muntah, perdarahan, diare, penurunan intake cairan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x jam, diharapkan
kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil :
- Memperlihatkan keadaaan volume cairan yang adekuat
- Memperlihatkan tanda-tanda vital dalam bataas normal
- Memperlihatkan urine output, PH dalam batas normal
Intervensi Rasional
1. Monitor intake dan output . 1. Penurunan sirkulasi sekunder dapat
Catat penurunan urin, dan menyebabkan berkurangnya sirkulasi ke ginjal

besarnya PH atau berkembang menjadi batu ginjal sehingga


menyebabkan retensi cairan atau gagal ginjal
2. Sebagai ukuran keadekuatan volume cairan.
2. Timbang berat badan pada
Intake yang lebih besar dari output dapat
interval yang tepat.
diindikasikan menjadi renal obstruksi.
3. Meningkatkan aliran urin, mencegah asam urat,
3. Motivasi klien untuk
dan membersihkan sisa-sisa obat neoplastic
minum 3 4 l/hari jika
tanpa kontra indikasi 4. Supresi bone marrow dan prosuduksi platelet
4. Kaji adanya petechie pada menyebabkan klien beresiko mengalami
kulit dan membran perdarahan
mukosa, perdarahan gusi 5. Jaringan yang mudah robek dan mekanisme
5. Gunakan alat-alat yang pembekuan dapat menyebabkan perdarahan

tidak menyebakan resiko meskipun karena trauma ringan


6. Mencegah iritasi gusi
perdarahan
7. Mempertahankan cairan dan elektrolit yang
6. Berikan diet makanan
tidak bisa dilakukan per oral, menurunkan
lunak
komplikasi renal. Bila platelet <20.000/mm(
7. Kolaborasi:
akibat pengaruh sekunder obat neoplastik ) ,
a. Pemberian cairan sesuai klien cenderung mengalami perdarahan.
indikasi Penurunan Hb/Hct berindikasi terhadap
b. Monitor pemeriksaan perdarahan.
diagnostik : Platelet, Hb/Hct,
bekuan darah

Nyeri akut berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian anti
leukemic agents
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x jam, diharapkan nyeri hilang atau
berkurang.
Kriteria hasil :
- Melaporkan nyeri berkurang atau hilang. Skala nyeri 0-2
- Memperlihatkan perilaku positif dalam mengatasi nyeri
Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat nyeri, gunakan 1. Berguna mengkaji kebutuhan


skala 1 10 intervensi, bisa berindikasi
perkembangan komplikasi
2. Monitor vital signs, catat reaksi 2. Berguna dalam validasi verbal
non verbal dan mengevaluasi keefektifan
3. Ciptakan lingkungan yang intervensi
tenang dan kurangi stimulus 3. Meningkatkan kemampuan
4. Berikan posisi yang nyaman istrahat dan memperkuat
kemampuan koping
5. Latih ROM exercise 4. Menurunkan gangguan pada
tulang dan sendi
5. Meningkatkan sirkulasi jaringan
dan mobilitas sendi
6. Evaluasi mekanisme koping klien 6. Penggunaan persepsi pribadi
untuk mengatasi nyeri dapat
membantu klien memiliki koping
yang lebih efektif
7. Kolaborasi : 7. a. Diberikan untuk nyeri ringan
a. Analgetik Cat : jangan menggunakan aspirin
b. Narkotik karena bisa menyebabkan perdarahan
c. Tranguilizer
b. Diberikan untuk nyeri sedang-
berat
c. Memperkkuat kerja
analgetik/narkotik

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energi, peningkatan


laju metabolik akibat produksi lekosit yang berlebihan, ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x jam, diharpkan intoleransi aktifitas
dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- Klien akan menunjukkan partisipasi dalam ADL sesuai kemampuan
Intervensi Rasional
1. Evaluasi keluhan lemah, rewel, 1. Efek leukemia, anemia dan kemoterapi
ketidakberdayaan dalam ADL dapat menjadi satu sehingga memerlukan
bantuan dalam pemenuhan aktifitas ADL
2. Mengumpulkan energi untuk beraktifitas
dan untuk regenerasi sel
2. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
3. Memaksimalkan kemampuan untuk rawat
istrahat yang tidak terganggu
diri
3. Bantu dalam setiap pemenuhan rawat
4. Meningkatkan intake sebelum terjadi
diri/ADL mual akibat efek samping kemoterapi
4. Jadwalkan pemberian makan sebelum
kemoterapi. Beri oral hidrasi sebelum 5. Memaksimalkan kemampuan oksigenasi
makan dan anti emetik sesuai indikasi untuk uptake seluler
5. Kolaborasi :
Pemberian suplemen O2 sesuai anjuran
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x jam, diharapkan : Hipertermi dapat
teratasi
Kriteria hasil: Anak akan mempertahankan suhu tubuh kurang dari 36,5oC. (Nilai suhu tubuh spesifik
bergantung pada metode yang digunakan untuk mengukurnya)

Intervensi Rasional

1. Kaji tanda-tanda vital pasin 1. Mengetahui satus kesehatan


klien dan tindakan selanjutnya
2. Pertahankan lingkungan sejuk, 2. Lingkungan yang sejuk
dengan menggunakan piyama dan membantu menurunkan suhu
selimut yang tidak tebal, serta tubuh dengan cara radiasi
pertahankan suhu ruangan antara
22 -24 C. 3. Peningkatan suhu secara tiba-
3. Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 tiba akan mengakibatkan
jam, waspadai bila ada kenaikan kejang.
suhu secara tiba-tiba.
4. Kompres hangat basah akan
4. Berikan kompres hangat basah
mendinginkan permukaan
dengan suhu 37 C untuk tubuh, akan menyebabkan fase
menurunkan demam. konstriksi pembuluh darah, dan
seluruh metabolism menjadi
rendah sehingga menyebabkan
suhu tubuh menjadi lebih
rendah.

5. Kolaborasi dalam perikan 5. Antipiretik efektif menurunkan


antipiretik sesuai petunjuk. demam dan memungkinkan
anak untuk beristirahat lebih
nyaman

Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang inakudet
Tujuan : Setelah dilakaukan tindakan keperawtan selama x jam, diharapkan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria Hasil : menunjukan peningkatan berat badan atau berat badan stabil, dengan nilai
laboratorium normal

Intervensi Rasional

1. Timbang berat badan setiap hari 1) Mengkaji pemasukan makanan


sesui indikasi yang kaudet
2. Tentukan program diit dan pola 2) Mengidentifikasi kekurangan
makan pasien dan bandingkan dan penyimpangan dari
dengan makan yang dapat kebutuhan teraupetik
dihabiskan pasien
3. Auskultasi bising usus, catat 3) Hiperglikemia dan gangguan
adanya nyeri abdomen atau keseimbangan cairan elektrolit
perut kembung, mual, dapat menurunkan
memuntahkan makanan yang motilitas/fungsi lambung
belum sempat dicerna,
pertahankan keadaan puasa
sesuai indikasi. 4) Jika makan yang disukai pasien
4. Identivikasi makan yang disukai dimasukkna dapat perencanaan
atau yang dikehendaki makan makanan, kerja sama ini dapat
diupayakan setelah pulang
5) Meningkatkan rasa
5. Libatkan keluarga klien dalam keterlibatannya, memberi
perencanaan makan sesuai informasi kepada keluarga
indikasi untuk memahami kebutuhan
nutrisi pasien
6) Menentukan gizi yang tepat
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pasien
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2017

I. IDENTITAS DATA
Nama : An. M.

Umur : 25 bulan

Nama Orang tua : Ny. K

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dukuh seti, Pati Jawa Tengah

Agama : Islam

Suku Bangsa : Indonesia

Pendidikan Ibu : SMA

Pemberi informasi: orang tua anak / pasien

Genogram
Keterangan :

: Perempuan

: Laki-laki

: An. M

-------- : Tinggal serumah

II. KELUHAN UTAMA


Ibu mengatakan an.M mengalami sariawan sejak dilakukan kemoterapi siklus kedua

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG


An. M dirawat di RS saat ini untuk menjalankan kemoterapi ke 5. Ibu mengatakan an.M
tidak mampu berdiri dan tidak bisa berjalan sejak 1 bulan ini. Keadaan umum an.M baik,
An. M tampak terbaring ditempat tidur . Suhu 36,5o C, HR 112x/menit, RR 25x/menit,
ada sariawan di mulut.
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Pre Natal
Selama kehamilan Ny. K rutin memeriksakan kehamilan ke Puskesmas terdekat
setiap 1 bulan sekali, Ny. K mendapatkan imunisasi TT 2x. Ny. K tidak pernah
menderita sakit selama hamil, gizi Ny. K saat hamil baik, Ny. K mendapatkan tablet
tambah darah dan selalu diminum.

Intra Natal
An.M. lahir normal spontan, langsung menangis, berat badan lahir 3000 gram,
panjang badan 50 cm, umur kehamilan 38 minggu.

Post Natal
An.M diasuh sendiri oleh orang tuanya dan terkadang dibantu oleh neneknya, An.M
mendapatkan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dan ibu An. M. umur 7 bulan
diberikan makanan tambahan seperti bubur sumsum dan bubur cair serta buah.

Penyakit dan operasi sebelumnya


Sebelum sakit ini An. M. belum pernah dilakukan operasi, dan tidak pernah ada
keluarga lain yang menderita sakit serupa.

Obat obatan
Sebelumnya anak M tidak pernah sakit dan tidak pernah berobat

Riwayat Alergi
An. M. tidak pernah punya riwayat alergi terhadap obat obatan, makanan maupun
udara.

Riwayat imunisasi
An. M.R sudah lengkap mendapatkan imunisasi dasar
Usia 1 bulan : BCG

Usia 2-3 bulan : Hep. B I, II, III, Polio I, II dan DPT I, II

Usia 4 bulan : DPT III dan Polio III

Usia 9 bulan : Polio IV dan Campak

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Ibu pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita sesak nafas / penyakit
pernafasan / penyakit hipertensi / DM, dan Hepatitis dan penyakit menular lainnya.

VI. RIWAYAT SOSIAL


Hubungan dengan anggota keluarga
Hubungan dengan anggota keluarga yang lain baik, An.M.bermain dengan saudara
dan tetangganya. An.M. diasuh sendiri oleh orang tuanya, apabila ibu pergi An. M
akan di titipkan dikeluarganya.

Hubungan dengan teman sebaya


An. M. sering bermain dirumah dengan teman sebayanya dan saudara sepupunya.

VII.PENGKAJIAN FISIK
a) Keadaan Umum : Baik
b) Kesadaran : composmentis
c) Pengukuran Umum :
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 83,5 cm
Lingkar lengan : 14 cm
Lingkar kepala : 48 cm
Lingkar dada : 47 cm
Tanda Vital : HR : 112 /mnt, Rr : 25/ mnt, Suhu :36,5 C.
d). Head to toe

Kepala : Bentuk kepala simetris, Mesosepal, rambut halus tipis lurus,


bersih
Mata : Tidak ada anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokhor 2 mm, reaksi
pupil terhadap cahaya ada
Hidung : Bentuk simetris, terlihat bersih, tidak ada secret , tidak ada deviasi
septum
Telinga : Simetris, tidak ada serumen, dan tidak ada gangguan pendengaran
pada kedua telinga
Mulut : Ada , lesi putih di bibir bagian bawah, Membran mukosa lembab,
gusi warna pink, jumlah gigi 18, dan susunan rapi, masih gigi
susu, warna gigi putih , lidah merah muda, tidak ada pembesaran
tonsil
Dada dan paru :
- Jantung : Tidak tampak ictus cordis, ictus cordis teraba di IC ke 4-5,
perkusi pekak, tidak ada pembesaran jantung, tidak ada suara bising, gallop
tidak ada
- Paru-paru : Pengembangan paru kanan - kiri simetris, sonor seluruh
lapang pandang, pernafasan vesikuler, tida suara ada suara tambahan di paru
Abdomen
Datar, tidak ada asites, bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran
hati, perkusi tympani, bising usus 12/mnt, tidak ada nyeri tekan

Ekstremitas
Akral hangat, tidak ada oedema, An.M mengalami penurunan tonus otot dan
kelemahan otot pada ekstremitas bawah. Ibu mengatakan An.M sudah bisa berjalan
saat usia 11 bulan, namun 1 bulan terakhir kaki An. M mengecil dan tidak mampu
berdiri dan berjalan.
Kulit
Tampak putih bersih, elastis, turgor kulit baik

VIII. KEBUTUHAN DASAR


Pola istirahat atau tidur
An. M selalu tidur siang sekitar jam 13.00 WIB, kebiasaan tidur malam jam 20.00
WIB, saat ini An. M. Sedang berbaring ditempat tidur dengan ibunya sambil
menyusui.

Pola kebersihan
An. M. biasa mandi 2 x dalam sehari, gigi 2 x dalam sehari dilakukan dengan
bantuan ibunya dengan menggunakan kain lembut basah, Selama sakit An. M.R tetap
mandi dengan waslap.

Pola aktivitas bermain


An. M. bermain dengan teman dan saudara sepupunya dirumah. Saat sakit dirumah
sakit An. M. hanya main di tempat tidur dengan ibunya.

Pola eliminasi
An. M. BAK (5-6/hari) dirumah, saat di kaji An.M. BAK 8-10 x/hari. BAB sekali
sehari saat masuk ke RS. An. M akan meminta ke toilet saat terasa ingin BAB.

Pola nutrisi / makan


Sebelum sakit An.M. makan 3sehari dengan nasi, lauk, dan sayur, Saat pengkajian
An. M. Sering minta makan. An. M makan sedikit tapi sering dengan nasi tim TKTP
dan lebih suka makan ikan dan daging ayam goreng, mie dan bakso.

Diet khusus
Sebelum dan selama sakit, An. M. tidak sedang menjalani diet khusus.

IX. DATA PENUNJANG


Hasil laboratorium tanggal 7 oktober 2017
Haemoglobin : 10,6 gr/dl

Haemotokrit : 30.2 %

Trombosit : 64.000 / ul
Leukosit : 1.200 / ul

Gula darah sewaktu : 129 mg/dl

Natrium : 137 mmol/L

Kalium : 3,9 mmol/L

Kalsium : 2,21 mmol/L

Chlorida : 103 mmol/L

X. TINGKAT PERKEMBANGAN
Personal Sosial

Mampu menggunakan sendok dan garpu dan belajar makan sendiri


Mampu bermain mobil-mobilan
Mampu gosok gigi dengan bantuan

Kesimpulan : tidak ada ketelambatan pada An M pada aspek personal sosial

Motorik Halus

Mampu mencorat coret


Mampu mengambil manik manik
Belum mampu meniru garis vertikal
Kesimpulan : Motorik halus sesuai umur

Bahasa

Mampu mengatakan keinginan dengan 3 kata


Mampu mengucapkan kata 5-6 kata
Mampu menunjuk 2 gambar
Mampu mengkombinasi kata
Mampu menyebut 1 gambar
Mampu menyebut bagian dari badan
Belum mampu menunjuk 4 gambar
Kesimpulan : bahasa sesuai umur
Motorik kasar

Tidak mampu berdiri


Tidak mampu berjalan
Tidak mampu menendang bola kedepan
Mampu melempar bola lengan ke atas
Tidak mampu melompat.
Kesimpulan : motorik kasar tidak sesuai umur

XI. TERAPI
Program kemoterapi minggu ke 5 L.asparginase 2760 unit intra vena

Injeksi ondansentron 2 mg intravena

Infus D5 NS 480/20/5TPM

Obat peroral :

- Cetirizine 2,5 ml/24 jam


- Paracetamol k/p
- Nystatin 1 ml/6 jam
Diet : Nasi TKTP
Analisa Data

No Data Masalah Etiologi Diagnosa TTD


1 Ds: Gangguan / Proses penyakit Ganggun tumbuh
hambatan dan program kembang anak usia
- ibu mengatakan An.M
pertumbuhan dan perawatan yang Toddler berhubungan
Tidak mampu berdiri
perkembangan usia lama dan dengan proses
dan berjalan sejak 1
Toddler. berulang penyakit dan program
bulan yang lalu
dirumah sakit perawatan yang lama
- ibu mengatakan kaki
dan berulang dirumah
an.M mengecil sejak 1
sakit
bulan yang lalu.
DO:

- An. M tampak
terbaring ditempat
tidur
- An. M tampak tidak
mampu berdiri dan
tidak dapat berjalan
- An. M sedang
program
Kemoterapi ke 5
K/u baik Suhu 36,5oC RR
25x/menit HR 112x/menit

2. DS:
Perubahan membran
- Ibu mengatakan Perubahan membran proses
mukosa oral
an.M mengalami mukosa oral peradangan
berhubungan dengan
bibir kering dan akibat invasi
proses peradangan
sariawan sejak mikroorganisme
akibat invasi
program yang terjadi
mikroorganisme yang
kemoterapi minggu selama proses
terjadi selama proses
kedua. kemoterapi.
kemoterapi.
-
DO:
- Terdapat lesi dan
bercak putih di
bibir bagian bawah
an.M
- Mukosa bibir
tampak kering

PRIORITAS MASALAH

1. Ganggun tumbuh kembang anak usia Toddler berhubungan dengan proses penyakit dan
program perawatan yang lama dan berulang dirumah sakit
2. Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses peradangan akibat invasi
mikroorganisme yang terjadi selama proses kemoterapi.

RENCANA KEPERAWATAN

Tgl/ Dx Intervensi
No
Jam Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
1 8 okt 1 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji hambatan pertumbuhan dan
2017 keperawatan selama 1x24 perkembangan an.M
jam (30 menit) dapat 2. Kaji faktor penyebab gangguan
dicapai: pertumbuhan perkembangan dan an.M
- Keluarga mampu 3. Berikan edukasi pada keluarga tentang
menggunakan koping pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia
terhadap tantangan karena anak
adanya ketidakmampuan 4. Berikan penjelasan tentang faktor-faktor
- Keluarga mengerti tentang yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
Tgl/ Dx Intervensi
No
Jam Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
pertumbuhan dan 5. Kaji kemampuan motorik halus dan kasar
perkembangan anak usia 2 anak
tahun keatas. 6. Beri pujian atas kemampuan yang dicapai
- Keluarga mengerti faktor- oleh an.M dan keluarga
faktor yang 7. Kaji asupan nutrisi an.M
mempengaruhi tumbuh 8. Berikan keluarga motivasi untuk selalu
kembang menstimulasi tumbuh kembang anak M
- Keluarga mengungkapkan sesuai usianya.
secara verbal mau dan
mampu melatih dan
menstimulasi An,M untuk
berdiri dan berjalan

2 8 okt 2 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji luas lesi di bibir, dan mukosa di mulut
2017 keperawatan selama 1 x 2. Kaji adanya perluasan atau komplikasi
24 jam mukosa oral akibat kerusakan membran mukosa oral
kembali normal dan lesi 3. jelaskan ibu menghindari makanan yang
berangsur sembuh dengan dapat menimbulkan reaksi misalnya
kriteria hasil: makanan pedas dan asam
- Lesi dibibir berkurang 4. ajarkan ibu cara oral hygiene yang baik
- Mukosa bibir lembab 5. mengajarkan ibu memberikan memberikan
- Mukosa tidak ada madu sebagai terapi alami non farmakologi
pembengkakan dan jelaskan manfaat madu untuk
membantu mengobati sariawan
6. kolaborasi pemberian antibiotik dan obat
kumur
Tgl/ Dx Intervensi
No
Jam Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
IMPLEMENTASI

Tgl/ Jam No.


Implementasi Respon TTD
Dx
8 okt 1 1. Mengkaji hambatan pertumbuhan DS:
2017 dan perkembangan an.M - Ibu mengatakan
Jam 2. Mengkaji faktor penyebab An.M tidak mampu
11.00 gangguan pertumbuhan berdiri dan berjalan
perkembangan dan an.M selama menderita
3. Memberikan edukasi pada penyakit saat ini
keluarga tentang pertumbuhan DO:
dan perkembangan sesuai usia
- An. M tampak tidak
anak
dapat berdiri dan
4. Memberikan penjelasan tentang
berjalan.
faktor-faktor yang mempengaruhi
DS:
tumbuh kembang anak
5. Mengkaji kemampuan motorik - Ibu mengatakan
halus dan kasar anak mengerti dengan apa
6. Memberi pujian atas kemampuan yang dijelaskan
yang dicapai oleh an.M dan perawat tentang
keluarga tumbuh kembang
7. Mengkaji asupan nutrisi an.M anak.
8. Memberikan keluarga motivasi DO:
untuk selalu menstimulasi
- Ibu mampu
tumbuh kembang anak M sesuai
menjawab
usianya.
pertanyaan perawat

2 1. Mengkaji luas lesi di bibir, dan DS:


mukosa di mulut - Ibu mengatakan
2. Mengkaji adanya perluasan atau masih ada seperti
komplikasi akibat kerusakan sariawan dan putih-
membran mukosa oral putih di bibir an.M
3. Menjelaskan ibu menghindari - Ibu mengatakan
makanan yang dapat sudah memberikan
menimbulkan reaksi misalnya madu pada An.M
makanan pedas dan asam dengan cara di
4. mengajarkan ibu cara oral minumkan sesuai
hygiene yang baik dengan anjuran
5. mengajarkan ibu memberikan dokter dan di
memberikan madu sebagai terapi oleskan di bibir An.
alami non farmakologi dan M.
jelaskan manfaat madu untuk DO:
membantu mengobati sariawan
- Masih tampak lesi
6. memberikan terapi obat sesuai
putih di bibir bawah
advis dokter.
An.M
- Mukosa bibir tampak
agak lembab
- Ibu
mendemonstrasikan
pemberian madu
pada an.M
- An.M tidak rewel
- An. M tampak
sedang makan.
EVALUASI

No Tgl/Jam Dx Evaluasi TTD


1 8 okt 1 S:
2017 - ibu mengatakan An. M mengerti dengan apa yang
sudah di jelaskan oleh perawat tentang tumbuh
kembang anak dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak .M
- Ibu mengatakan paham bahwa apa yang di alami
an.M adalah karena proses penyakit dan
pengobatan yang sedang dijalani sehingga
menghambat tumbuh kembang an.M
- Ibu mengatakan akan tetap semangat mengajari
an.M berdiri dan berjalan dan yakin akan berhasil
O:

- Anak tampak tidak rewel dan an. M kooperatif


- Ibu tampak mendengarkan penjelasan perawat dan
menganggukkan kepala
- Ibu selalu memberikan respon terhadap perawat
- Ibu mampu menjawab pertanyaan perawat tentang
tumbuh kembang An. M dan cara menstimulasi
an.M berdiri dan berjalan
A:

- Gangguan tumbuh kembang anak usia Toddler


P:

- Beri motivasi pada ibu untuk selalu


mengajari/melatih dan mangajak anak berdiri dan
berjalan.
- Pantau kemajuan perkembangan motorik an.M
- Berikan pujian setiap keberhasilan yang dicapai
an.M dan keluarga.
No Tgl/Jam Dx Evaluasi TTD
2 9 okt 2 S:
2017 - Ibu mengatakan masih ada seperti sariawan dan
putih-putih di bibir an.M
- Ibu mengatakan sudah memberikan madu pada
An.M dengan cara di minumkan sesuai dengan
anjuran dokter dan di oleskan di bibir An. M.
O:

- Masih tampak lesi putih di bibir bawah An.M


- Mukosa bibir tampak agak lebih lembab
- Ibu mendemonstrasikan pemberian madu pada
an.M

10
S:
oktober
- Ibu mengatakan masih ada seperti sariawan dan
2017
putih-putih di bibir an.M
- Ibu mengatakan memberikan madu
- Ibu mangatakan An. M mau makan.
O:

- Mukosa bibir an. M tampak lembab


- Putih-putih dibibir an.M berkurang
- An.M tidak rewel
- An. M tampak sedang makan tanpa gangguan
BAB IV

PEMBAHASAN

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : An. M.
Umur : 25 bulan
Nama Orang tua : Ny. K
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dukuh seti, Pati Jawa Tengah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan Ibu : SMA
Tanggal Masuk RS : 4 Oktober 2017
Tanggal Pengkajian : 8 oktober 2017
Diagnosa Medis : Acut Limfositik Leukemia

B. DATA FOKUS PASIEN

DS:
- Ibu mengatakan an.M mengalami bibir kering dan sariawan sejak program
kemoterapi minggu kedua.

DO:
- Terdapat lesi dan bercak putih di bibir bagian bawah an.M
- Mukosa bibir tampak kering

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN JURNAL


EVIDENCE BASED NURSING YANG DIAPLIKASIKAN
1. Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses peradangan akibat
invasi mikroorganisme yang terjadi selama proses kemoterapi.
D. EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE YANG DITERAPKAN PADA
PASIEN
Pengaruh systematic oral care dengan madu terhadap disfungsi rongga mulut akibat
kemoterapi.

E. ANALISA SINTESA JUSTIFIKASI (SKEMA)

Acut Limfositk Leukemia

Kemoterapi

Efek samping obat sitostatika


Disfungsi rongga mulut karena
Adanya invasi mikroorganisme tertentu

Perubahan membran mukosa oral

Sariawan dan bercak putih di bibir

Mukosa bibir kering

Oral care dengan madu

Mukosa lembab, sariawan


dan bercak putih
berkurang/hilang
F. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING
PRACTICE
Kemoterapi sangat efektif dalam penangan kanker pada anak terutama
leukemia. Kemoterapi adalah pemberian segolongan obat-obatan yang bersifat
sitostatika yang bertujuan untuk menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan
membunuh sel kanker (Chabner, 2005).
Efek samping yang banyak ditemukan pada anak yang mendapatkan
kemoterapi adalah depresi sumsum tulang, diare, kehilangan rambut, masalah-
masalah kulit, mual dan muntah serta disfungsi rongga mulut. Disfungsi rongga mulut
adalah suatu keadaan dimana bibir, mukosa mulut, gusi, gigi, lidah menjadi sakit
karena invasi dari mikroorganisme tertentu (Potter & Perry, 2005). Hal tersebut dapat
menyebabkan berbagai gangguan. Ganggun tersebut diantaranya adalah mukositis,
glositis, gingivitis, kesulitan mengunyah, menelan, berbicara, perdarahan, mulut
keringdan hilangnya sensasi rasa. Bila gangguan ini tidak segera ditangani segera ,
maka akan terjadi gangguan keseimbangan nutrisi dan pada akhirnya dapat
menurunkan kualitas hidup anak penderita kanker (UKCCSG-PONF, 2006).
Sebagai tenaga kesehatan profesional bertanggung jawab untuk memberikan
pelayanan keperawatan yang erkualitas untuk menangani masalah disfungsi rongga
mulut akibat kemoterapi. Berdasarkan Systematic review yang dilakukan Keefe, et al
(2007), intervensi penanganan disfungsi rongga mulut diantaranya adalah oral care
yang berkualitas. Pemberian agen antiseptik, pembersih mulut, agen anti inflamasi,
serta berbagai agen alamiah lain yaitu chamomile, kamilosan cair dan madu.
Beberapa penelitian menyarankan penggunaan madu sebagai agen dalam manajemen
berbagai disfungsi rongga mulut salah satunya mukositis. Penelitian Mottalebnejad
(2008) menunjukan bahwa tingkat keparahan disfungsi rongga mulut salah satunya
mukositis berkurang secara signifikan pada pasien yang mendapatkan madu
dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapatkan madu. Madu memiliki enzim
glukosa oksidase yang akan mengkonversi glukosa menjadi glukosa acid yang akan
menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu madu juga mengandung hidrogen
piroksida yang bersifat sebagai agen antimicroba. Hidrogen piroksida pada madu
dapat meningkatkan penyembuhan disfungsi rongga mulut.
Pemeriksaan kesehatan mulut sebelum, selama dan sesudah kemoterapi sangat
penting dilakukan untuk mencegah berkembangnya lesi akibat kemoterapi. Dengan
melakukan oral care setiap hari dapat membantu mengurangi masalah disfungsi
rongga mulut. Selain dengan pemberian terapi farmakologi, pemberian madu sangat
efektif untuk menyembuhkan lesi di mulut. Menurut Rashad (2008), penggunaan
madu murni efektif digunakan untuk mengurangi disfungsi rongga mulut akibat
kemoterapi. Madu dapat mempercepat prosespenyembuhan karena kandungan
hidrogen piroksida berperan mengaktivasi protease. Aktivasi protease akan
menyebabkan debridement, peningkatan aliran darah sub kutan, pada jaringan
iskemik merangsang pertumbuhan jaringan baru dan memperkuat respon anti
imflamasi ( Evans &Flavin, 2008). Mottalebnejad (2008) menyatakan efek madu
untuk menurunkan disfungsi rongga mulut dikaitkan dengan sifat higroskopis madu,
keasaman PH madu, kemampuan madu untuk mengobservasi hidrogen peroksida dari
glukosa oksidase dan gluconic acid serta kandungan enzim vitamin dan mineral di
dalam madu yang berguna untuk perbaikan jaringan secara langsung.

A. MEKANISME PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE PADA


KASUS
Adapun mekanisme penerapan Evidence Based Nursing Practice pada kasus
An. M adalah:
1. Melakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik
2. Mengkaji luas kerusakan atau masalah di rongga mulut dengan menggunakan
tabel BOAS ( Beck Oral Assesment Score) di dapatkan hasil 11 yaitu disfungsi
rongga mulut sedang.
3. Memberikan edukasi pada ibu tentang kesehatan mulut selama dilakukan
kemoterapi dan cara merawat kesehatan mulut an.M dengan kain basah.
4. Menjelaskan manfaat madu
5. Memberikan madu dengan cara di oleskan ke bibir setelah mulut dibersihkan
dengan kain kassa basah hangat minimal 2 kali sehari dan dapat di berikan/
diminumkan satu kali sehari sesudah makan.
6. Mengkaji ulang dengan BOAS setelah 5 hari pemberian madu.
B. HASIL YANG DICAPAI
Setelah dilakukan oral care dengan madu di capai hasil yaitu hari pertama di
dapatkan hasil skor 11 yaitu disfungsi rongga mulut sedang. Dimana terdapat mukosa
bibir kering, terdapat lesi, bibir kering, terdapat bercak putih di sekitar bibir an.M.
Pada hari ke lima sariawan an. M berkurang, bibir tampak lembab . An. M masih ada
bercak putih di bibir bawah namun sudah berkurang ,makan tanpa masalah. Skor
BOAS didapatkan hasil 8 yaitu disfungsi rongga mulut ringan.

C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ATAU HAMBATAN YANG DITEMUI


SELAMA APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE
Adapun kelebihan dari penggunaan madu murni sebagai perawatan mulut
pada anak yang mengalami disfungsi rongga mulut karena akibat kemoterapi sangat
mudah dilakukan. Anak menyukai sesuatu yang manis maka anak jarang menolak bila
diberikan madu. Ibu dapat memberikannya secara mandiri sehingga akan efektif
dilakukan dengan rutin setiap hari. Madu juga dapat meningkatkan kesehatan tubuh
anak dan daya tahan tubuhnya seperti yang telah diungkapkan Rashad (2008).
Adapun kekurangan dari pemberian madu adalah ada juga anak yang
mengalami alergi terhadap madu sehingga hal ini mungkin tidak dapat dijadikan
intervensi sebagai perawatan kesehatan rongga mulut pada anak yang dilakukan
kemoterapi. Oleh karena itu pengkajian terhadap riwayat alergi pada anak harus dikaji
dengan benar. Selain itu keterbatasan dalam mengkaji rongga mulut pada anak akan
mengalami kesulitan mengingat anak berbeda dengan dewasa sehingga membutuhkan
pendekatan yang baik dan berbeda pula.
BAB V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Setelah dilakukan oral care dengan madu di capai hasil yaitu hari pertama
di dapatkan hasil skor 11 yaitu disfungsi rongga mulut sedang. Dimana terdapat
mukosa bibir kering, terdapat lesi, bibir kering, terdapat bercak putih di sekitar
bibir an.M. Pada hari ke lima sariawan an. M berkurang, bibir tampak lembab .
An. M masih ada bercak putih di bibir bawah namun sudah berkurang ,makan
tanpa masalah. Skor BOAS didapatkan hasil 8 yaitu disfungsi rongga mulut
ringan. Sehingga dapat disimpulkan penggunaan madu sangat efektif membantu
mempercepat penyembuhan disfungsi rongga mulut karena efek kemoterapi.

2. SARAN
Diharapkan penggunaan madu dapat menjadi salah satu intervensi yang
dapat diterapkan diruangan berupa perawatan gigi dan mulut pada anak selama
menjalani proses kemoterapi.
DAFTAR PUSTAKA

Amin H. Dan Hardhi K (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic Noc. Jogjakarta: Medication Publishing
Evans,J.,& Flavin S (2008). Honey: A guide for heatlhcare professionals. Britis Journal of
Nursing, 17 (15), 24-30.

Betz & Sowden. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC;2002

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius
Potter, A.G. & Perry (2005). Fundamnetal Keperawatan Konsep Proses dan Praktis. Edisi 4
Jakarta: EGC
Rashad, U.M (2008). Honey As Topical Prophilaxis Against Radiochemoterapy Induced
Mucocitis in Head and Neck Cancer. 123(1) , 223-228
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta
: Salemba Medika; 2005
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001
Sutari, Gunahariati (2011). Pengaruh systematic Oral Care Dengan Madu Terhadap
Disfungsi Rongga Mulut Akibat Kemoterapi Pada Anak Usia 3-12 Tahun. Jurnal
Keperawatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Tahun 2011

Você também pode gostar