Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Abstrak
Penelusuran sejarah mengenai struktur pembentuk ruang Kota Yogyakarta menunjukkan adanya
sebuah sumbu (axis) atau poros yang membentuk koridor ruang utama Kota. Sumbu tersebut
terhubung oleh titik titik elemen kota berupa bangunan mulai dari bangunan Tugu Pal Putih di
bagian utara, Keraton Yogyakarta di bagian tengah, dan Panggung Krapyak di bagian selatan.
Rangkaian sumbu tersebut kemudian dinamakaan dengan sumbu filosofis Kota Yogyakarta.
Sumbu ini menjadi sangat penting nilainya mengingat posisinya berada pada poros utama Kota.
Hal ini tentunya akan membawa konsekuensi tersendiri terhadap semua elemen fisik yang
membentuk kawasan tersebut. salah satu elemen yang dimaksud adalah elemen elemen penanda
(sign). Yang dimaksud dengan elemen-elemen penanda disini adalah bangunan tengaran
(landmark), gapura (gate), simpul jalan (node), reklame, penanda lalu lintas, papan informasi,
media seni (mural), tugu (sculpture ), dan seni instalasi tiga dimensi di ruang publik. Hasil
identifikasi di lapangan menunjukkan, pertama, keberadaan penanda di sepanjang sumbu tersebut
cenderung tanpa adanya karakter khusus (distinct character) sehingga karakter ruang yang
terbentuk hampir sama dengan lokasi lokasi lainnya. Kedua, keberadaan media reklame atau
papan informasi baik yang komersial, social, atau informasi dari pemerintah cenderung tidak
tertata dan mendominasi ruang ruang yang ada. Elemen elemen khusus yang berupa karya seni
instalsi, tugu tugu, gerbang, dan bangunan cagar budaya yang sudah ada sebelumnya dan
membentuk karakter khusus bagi kawasan terkesan terlingkupi oleh keberadaan reklame dan
papan informasi sehingga kesannya menjadi hilang dari pandangan. Penataan ulang media
reklame dan papan informasi serta pengembangan elemen elemen penanda yang bersinergi
dengan baik akan memberi kontribusi terhadap penguatan nilai filosofis sumbu Tugu Pal Putih
sampai dengan Panggung Krapyak Kota Yogyakarta.
Abstract
Title: Urban Signage as Philosophical Reinforcement Main Axis of Yogyakarta
The history search of space-forming structure of Yogyakarta shows an axis or pivot that forms the
main hall corridor of the city. The axes are connected to the point of the city elements in the form
of buildings starting from the White Pal Monument (Tugu Pal Putih) building in the north of the
city, the Sultan Palace in the middle of the city, and Panggung Krapyak in the south of the
Palace. The axis series are called as philosophical axis of Yogyakarta. These axes have a very
important value considering to its position in the main pivot of the city. It will certainly bring its
consequence on all of the physical elements that form the region. One of these referred elements is
the sign elements. The definition of the sign elements is landmark buildings, gates, nodes,
billboards, traffic signs, information boards, art media (murals), monuments (sculptures), and the
installations of three dimension art in the public space. The result of the identification in the field
shows that, the first, the presence of the signs along the axis tend to be without special characters
(distinct character), so the formed character of the space is closed to the other locations. The
second, the existence of advertisement media or information boards whether commercial, social,
or information from the government tend to be unorganized and dominate the available spaces.
The specific elements in the form of work of art installation, monuments, gates, and heritage
buildings that have already existed and form a special character to the region that impressed
93
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107
overwhelmed by the presence of advertising media and information boards so it is felt to be lost
from the sight. The rearrangement of the advertising media and information boards, also the
development of sign elements that have a good synergy will contribute to the value strengthening
of philosophical axis of Tugu Pal Putih and Panggung Krapyak of Yogyakarta.
94
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis
95
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107
96
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis
97
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107
yang membentuk ciri suatu kawasan. sedikit mengaburkan ciri khas dari
Meskipun terkadang mempunyai suatu kawasan. Landmark
sedikit kesamaan dengan kawasan lain mempunyai peran sebagai penanda
yang berdekatan. Unsur pembentuk yaitu:
karakter kawasan diantaranya adalah o Landmark mempermudah
landmark, vista, dan focal point. manusia dalam mengenali
tempat berpijak.
- Landmark o Hierarki suatu wilayah.
Landmark secara umum dapat o Penunjuk arah.
diartikan juga sebagai penanda. o Pembentuk skyline.
Dalam suatu kawasan keberadaan
suatu landmark berfungsi untuk - Vista
orientasi diri bagi pengunjung. Arti vista secara harafiah
Landmark dapat berupa bentuk alam berhubungan dengan view yang
seperti bukit, gunung, danau, berarti pandangan sejauh yang dapat
lembah, dan sebagainya. Dalam tertangkap oleh mata manusia. View
perkembangannya, landmark dapat hanya dapat dibatasi oleh sesuatu
berupa gedung, monumen, yang menghalangi. View merupakan
sculpture, tata kota, alur jalan, dan sesuatu yang sangat penting dalam
vegetasi. Menurut Wikipedia perencanaan kawasan. Bagaimana
Indonesia, landmark adalah suatu kawasan mempunyai nilai
sesuatu objek geografis yang estetika yang baik sangat ditentukan
digunakan oleh para pengelana oleh faktor view.Hal ini
sebagai penanda untuk bisa kembali berhubungan dengan kontur, gaya
ke suatu area. Dalam konteks bangunan, jalur jalan dan elemen-
modern hal tersebut bisa berwujud elemen lain seperti furniscape,
apa saja yang bisa dikenali seperti taman kota, dan public area. Vista
monumen, gedung ataupun yang berhubungan dengan path,
sculpture lain. Sedangkan menurut edge, district, dan node akan sangat
definisi lain, landmark adalah titik mempengaruhi citra kota. Path atau
referensi seperti elemen node, tetapi jalur yang vital seperti jalur
orang tidak masuk ke dalamnya transportasi menurut adalah sesuatu
karena bisa dilihat dari luar yang mewakili gambaran kota
letaknya. Landmark adalah elemen secara keseluruhan. Edge adalah
eksternal dan merupakan bentuk batas wilayah yang dapat berupa
visual yang menonjol dari kota. dinding, sungai, atau pantai. District
Keberadaan landmark suatu adalah kawasan kota dalam skala
kawasan sangat penting saat ini. dua dimensi yang mempunyai
Ditengah maraknya perkembangan kemiripan dalam bentuk, pola dan
global lewat kebebasan informasi, fungsinya. Node adalah sebuah titik
gaya bangunan dan tata kota temu berbagai aktivitas ataupun arah
menjadi serupa satu sama lain. Gaya pergerakan penduduk kota, seperti
bangunan secara arsitektural persimpangan, pasar, square, dan
merupakan gaya yang berlaku di sebagainya.
seluruh dunia. Meskipun dalam
aplikasinya saat ini mulai - Focal Point
dikembalikan pada kearifan lokal, Berbeda dengan landmark, sebuah
namun kemiripan gaya tersebut focal point mempunyai bentuk
98
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis
99
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107
Saat ini Jalan Malioboro menjadi Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya
kawasan pusat wisata belanja di Kerajaan), Kompleks Pagelaran,
Yogyakarta. Dalam bahasa Sansekerta, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks
kata malioboro bermakna karangan Kamandhungan Ler, Kompleks Sri
bunga. Itu mungkin ada hubungannya Manganti, Kompleks Kedhaton,
dengan masa lalu ketika Keraton Kompleks Kamagangan, Kompleks
mengadakan acara besar maka Jalan Kamandhungan Kidul, Kompleks Siti
Malioboro akan dipenuhi dengan Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana
bunga. Kata malioboro juga berasal Hinggil); serta Alun-alun Kidul
dari nama seorang kolonial Inggris (Lapangan Selatan) dan Plengkung
yang bernama Marlborough yang Nirbaya yang biasa disebut Plengkung
pernah tinggal disana pada tahun 1811- Gadhing
1816 M. Pendirian Jalan Malioboro
bertepatan dengan pendirian Keraton Panggung Krapyak
Yogyakarta (Kediaman Sultan). Bagian paling selatan dari rangkaian
poros atau sumbu filosofis adalah
Keraton Yogyakarta Panggung Krapyak. Konon wilayah
Keraton Yogyakarta adalah salah satu Krapyak dulunya adalah hutan lebat
kawasan bagian dari ragkaian sumbu yang didalamnya terdapat banyak
filosofis maupun sumbu imajiner. hewan liar. Salah satu hewan liarnya
Keraton Yogyakarta jika diamati dari adalah Rusa. Lokasi ini terletak
sisi tatanan sumbu imajiner merupakan disebelah selatan Keraton Yogyakarta.
pusat atau bagian tengah dari Laut Wilayah Krapyak menjadi salah satu
Kidul (pantai selatan) dan Gunung tempat para Sultan berburu. Dua
Merapi. Tempat ini berupa komplek diantaranya adalah Mas Jolang atau
istana raja yang menjadi pusat yang bergelar Prabu Hanyokrowati,
pemerintahan Kerajaan Ngayogyakarta dan Pangeran Mangkubumi (Sultan
Hadiningrat. Keraton Yogyakarta mulai Hamengku Buwono I). Pangeran
direncanakan dan didirikan oleh Sultan Mangkubumi adalah orang yang
Hamengku Buwono I beberapa bulan mendirikan Panggung Krapyak lebih
pasca Perjanjian Giyanti pada tahun dari 140 tahun setelah wafatnya Prabu
1755. Lokasi keraton ini konon adalah Hanyokrowati di hutan ini. Bangunan
bekas sebuah pesanggarahan yang Panggung Krapyak berbentuk persegi
bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini empat seluas 17,6 m x 15 m.
digunakan untuk istirahat iring-iringan Dindingnya terbuat dari bata merah
jenazah raja-raja Mataram (Kartasura yang dilapisi semen cor dan disusun ke
dan Surakarta) yang akan dimakamkan atas setinggi 10 m. Bagian dinding kini
di Imogiri. Versi lain menyebutkan tampak berwarna hitam. Bangunan ini
lokasi keraton merupakan sebuah mata merupakan salah satu sumber garis
air, Umbul Pacethokan, yang ada di imajiner antara Gunung Merapi, Tugu
tengah hutan Beringan. Sebelum Jogja, Keraton Yogyakarta, Panggung
menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Krapyak, Laut Selatan. Poros
Hamengku Buwono I berdiam di Panggung Krapyak hingga Keraton
Pesanggrahan Ambar Ketawang. menggambarkan perjalanan manusia
Bagian-bagian utama keraton dari lahir hingga dewasa. Wilayah
Yogyakarta dari utara ke selatan sekitar panggung melambangkan
adalah, Gapura Gladag-Pangurakan, kehidupan manusia saat masih dalam
Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan kandungan, ditandai dengan adanya
100
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis
101
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107
102
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis
103
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107
104
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis
potensial untuk dijadikan media ruang yang diijinkan untuk meletakkan penanda
105
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107
106
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis
107