Você está na página 1de 15

PENANDA KAWASAN SEBAGAI PENGUAT NILAI

FILOSOFIS SUMBU UTAMA KOTA YOGYAKARTA

Azis Yon Haryono


Program Studi Teknik Arsitektur, Akademi Teknik YKPN Yogyakarta
aziezz@gmail.com

Abstrak
Penelusuran sejarah mengenai struktur pembentuk ruang Kota Yogyakarta menunjukkan adanya
sebuah sumbu (axis) atau poros yang membentuk koridor ruang utama Kota. Sumbu tersebut
terhubung oleh titik titik elemen kota berupa bangunan mulai dari bangunan Tugu Pal Putih di
bagian utara, Keraton Yogyakarta di bagian tengah, dan Panggung Krapyak di bagian selatan.
Rangkaian sumbu tersebut kemudian dinamakaan dengan sumbu filosofis Kota Yogyakarta.
Sumbu ini menjadi sangat penting nilainya mengingat posisinya berada pada poros utama Kota.
Hal ini tentunya akan membawa konsekuensi tersendiri terhadap semua elemen fisik yang
membentuk kawasan tersebut. salah satu elemen yang dimaksud adalah elemen elemen penanda
(sign). Yang dimaksud dengan elemen-elemen penanda disini adalah bangunan tengaran
(landmark), gapura (gate), simpul jalan (node), reklame, penanda lalu lintas, papan informasi,
media seni (mural), tugu (sculpture ), dan seni instalasi tiga dimensi di ruang publik. Hasil
identifikasi di lapangan menunjukkan, pertama, keberadaan penanda di sepanjang sumbu tersebut
cenderung tanpa adanya karakter khusus (distinct character) sehingga karakter ruang yang
terbentuk hampir sama dengan lokasi lokasi lainnya. Kedua, keberadaan media reklame atau
papan informasi baik yang komersial, social, atau informasi dari pemerintah cenderung tidak
tertata dan mendominasi ruang ruang yang ada. Elemen elemen khusus yang berupa karya seni
instalsi, tugu tugu, gerbang, dan bangunan cagar budaya yang sudah ada sebelumnya dan
membentuk karakter khusus bagi kawasan terkesan terlingkupi oleh keberadaan reklame dan
papan informasi sehingga kesannya menjadi hilang dari pandangan. Penataan ulang media
reklame dan papan informasi serta pengembangan elemen elemen penanda yang bersinergi
dengan baik akan memberi kontribusi terhadap penguatan nilai filosofis sumbu Tugu Pal Putih
sampai dengan Panggung Krapyak Kota Yogyakarta.

Kata kunci : pengembangan, penanda, sumbu filosofis

Abstract
Title: Urban Signage as Philosophical Reinforcement Main Axis of Yogyakarta

The history search of space-forming structure of Yogyakarta shows an axis or pivot that forms the
main hall corridor of the city. The axes are connected to the point of the city elements in the form
of buildings starting from the White Pal Monument (Tugu Pal Putih) building in the north of the
city, the Sultan Palace in the middle of the city, and Panggung Krapyak in the south of the
Palace. The axis series are called as philosophical axis of Yogyakarta. These axes have a very
important value considering to its position in the main pivot of the city. It will certainly bring its
consequence on all of the physical elements that form the region. One of these referred elements is
the sign elements. The definition of the sign elements is landmark buildings, gates, nodes,
billboards, traffic signs, information boards, art media (murals), monuments (sculptures), and the
installations of three dimension art in the public space. The result of the identification in the field
shows that, the first, the presence of the signs along the axis tend to be without special characters
(distinct character), so the formed character of the space is closed to the other locations. The
second, the existence of advertisement media or information boards whether commercial, social,
or information from the government tend to be unorganized and dominate the available spaces.
The specific elements in the form of work of art installation, monuments, gates, and heritage
buildings that have already existed and form a special character to the region that impressed

93
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107

overwhelmed by the presence of advertising media and information boards so it is felt to be lost
from the sight. The rearrangement of the advertising media and information boards, also the
development of sign elements that have a good synergy will contribute to the value strengthening
of philosophical axis of Tugu Pal Putih and Panggung Krapyak of Yogyakarta.

Keywords: development, sign, philosophical axis

dan biasa biasa saja. Jalan Malioboro


Pendahuluan tidak jauh beda karakternya dengan
shopping street yang lain, bangunan
Disahkannya Undang-Undang Tugu Pal Putih seakan menurun pesona
Keistimewaan untuk Daerah Istimewa maupun auranya oleh hingarbingarnya
Yogyakarta telah memberikan berbagai bangunan komersial disekitarnya,
kosekuensi yang akan sangat bangunan cagar budaya di kawasan
mempengaruhi penataan fisik maupun titik Nol seakan lebih kental nuansa
non fisik Kota Yogyakarta. Undang simpul transportasinya dari pada visual
undang tersebut mengatur mengenai heritage-nya , dan bahkan kawasan
beberapa hal antara lain keraton cenderung memilikikarakter
mengenaikebudayaan dan tata ruang. sebagai kawasan permukiman biasa.
Sejak awal berdirinya Kota Yogyakarta Kini tidak ada jaminan bahwa setiap
mempunyai gaya arsitektur kota yang orang utamanya masyarakat Kota
unik dan penuh dengan makna Yogyakarta memahami bahkan
filosofis. Model penataannya tidak merasakan sesuatu yang berbeda
dimiliki oleh kota manapun di dunia, di (distinct character)ketika berada di
dalam rancangannya terkandung titiktitik penting tersebut. Upaya
muatan nilai-nilai tradisi, adat, religi upaya untuk mempertahankan fisik
kepercayaan dan adanya pengaruh bangunan bangunan maupun kawasan
barat klasik. Ini adalah sebuah pembentuk arsitektur Kota Yogyakarta
khasanah fisik terbangun yang sudah banyak dilakukan dalam bentuk
berwujud struktur dan arsitektur kota. peraturan, produk perencanaan, dan
Dalam perkembangannya tatanan ini hasil studi lainnya, namun elemen lain
nampaknya sulit melepaskan diri dari yang menjadi pengiringnya terlihat
pengaruh nilainilai kekinian yang belum optimal dipikirkan sehingga hal
kadang tidak sejalan akan sesuatu yang ini menjadi salah satu unsur penyebab
dicita-citakan mengenai pengembangan (distinct character) tersebut menjadi
dan pelestarian struktur maupun gaya menurun. Elemen yang dimaksud
arsitektur kota. Perkembangan adalah elemen-elemen penanda
teknologi, perubahan pola pikir kawasan. Berpijak pada pemahaman di
masyarakat akan nilai budaya, atas maka perlu adanya sebuah upaya
pengaruh kekuatan sosial politik, dan mengembangkan elemen-elemen fisik
intervensi oleh nilainilai dari luar penanda kawasan sehingga dapat
disadari telah memberikan pengaruh mendukung peran bangunan atau
yang berarti. Kota Yogyakarta seakan kawasan dalam membentuk karakter
berkembang seperti kota kota lain di kota.
Indonesia, sehingga struktur ruang
yang sangat hirarkis dan penuh dengan
pertimbangan mendalam ketika awal
penataannya menjadi kelihatan kabur

94
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis

Permasalahan dan Tujuan


Ada beberapa permasalahan yang
terkait dengan pengembangan penanda
kawasan yaitu:
1. Minimnya penanda yang
berperan terhadap penguatan nilai
filosofis ruang kota.
2. Desain dan penempatan penanda
yang cenderung mengurangi nilai
dan karakter kawasan.
Gambar 1. Peta sumbu imajiner kota
Sedangkan tujuan dari pengembangan Yogyakarta
ini adalah: Sumber : Bappeda Kota Yogyakarta, 2013
1. Memperoleh gambaran mengenai
eksisting penanda dan Filosofis Kota Yogyakarta
pengaruhnya terhadap karakter Struktur utama Kota Yogyakarta tidak
ruang kota lepas dari sumbu filosofis. Sedangkan
2. Mendapatkan model pengem- keberadaan sumbu filosofis tidak dapat
bangan penanda yang mampu lepas dari Panggung Krapyak dan
menguatkan nilai filosofis Tugu. Salah satu hal yang istimewa
kawasan. dari Keraton Yogyakarta adalah adanya
sumbu filosofis yang menghubungkan
Panggung Krapyak (selatan)-Keraton-
Kajian Pustaka Tugu Pal Putih (utara). Sumbu ini
mempunyai makna filosofis yang
Sumbu Imajiner dalam. Makna filosofis sumbu ini
Sumbu imajiner adalah sumbu khayal apabila dilihat dari selatan ke tengah
yang memanjang dari laut selatan merupakan perjalanan kehidupan
hingga Gunung Merapi. Supadjar manusia dari lahir hingga mencapai
(1989) mengemukakan bahwa Kota puncak kejayaan. Sedangkan makna
Yogyakarta Hadiningrat ditata filosofis dari tengah ke utara,
berdasarkan wawasan integral makro mempunyai makna perjalanan
dan mikro-kosmologis, mencakup kematian manusia. Kesemuanya tersirat
dimensi spatial lahir dan batin, serta dan melekat di dalam wujud elemen
temporal awal-akhir. Kawasan kraton elemen fisik.
yang membentang lebih dari 5 km itu
merupakan kesatuan kosmologis AUM
(Agni/Gunung Merapi, Udaka/Laut
Selatan, dan Maruta/Udara bebas atau
segar), di atas Sitihingil, yaitu tanah
yang ditinggikan sebagai pengejawan-
tahan akan harkat manusia yang atas
perkenaan Tuhan Yang Maha Esa,
diangkat atau ditinggikan sebagai
Khalifatulah.
Gambar 2. Peta sumbu filosofis kota
Yogyakarta
Sumber : Bappeda Kota Yogyakarta, 2013

95
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107

Penanda - Memperkuat identitas lingkungan


1. Pengertian Penanda secara visual.
Penanda sebagai kata benda memiliki - Melindungi kepentingan umum.
arti yang cukup luas karena memiliki
arti yang berbedabeda tergantung Seperti dijelaskan diatas sebuah
ruang lingkupnya. Beberapa arti dari penanda juga memiliki fungsi sebagai
penanda adalah: alat untuk memperkuat identitas
- Sebuah tampilan yang lingkungan secara visual, yang berarti
mengandung pesan disamping mengarahkan dan memberi
- Indikasi sesuatu yang informasi, sebuah penanda juga dapat
memberikan petunjuk bahwa membuat manusia lebih merasakan
sesuatu telah terjadi ruang disekitarnya dan memberikan ciri
- Gerakan yang mengandung tersendiri (distinct character) agar
maksud dan ingin disampaikan ruang atau lingkungan tersebut mudah
ke pihak luar diingat dan dikenali oleh manusia.

Jadi secara umum penanda berarti 3. Karakteristik Penanda (sign)


segala macam bentuk komunikasi yang Shirvani (1985) memberikan landasan
mengandung sebuah pesan. Sebuah bahwa untuk meningkatkan kualitas
penanda adalah tanda secara kolektif. lingkungan suatu kawasan maka
Sebuah tanda tidak terbatas pada kata dituntut karakteristik penanda:
kata namun juga termasuk gambar, - Penggunaan penanda harus dapat
gerakan, bau, rasa, tekstur, dan suara. merefleksikan karakter suatu
Atau dengan kata lain segala macam tempat.
cara bagaimana sebuah informasi dapat - Jarak penanda satu dengan lainya
disampaikan atau diekspresikan oleh harus memadai dan menghindari
makhluk hidup. kepadatan dan ketidakteraturan
visual.
Dalam kaitan topik bahasan ini - Pengunaan penanda harus
cenderung memilih pengertian penanda harmonis dengan bangunan
yang dikenali secara visual atau dari Arsitektur dimana penanda
segi visual. Dari sini maka akan tersebut berada.
dibahas lebih dalam mengenai penanda - Larangan untuk papan iklan yang
secara visual kaitannya dengan sebuah besar dan mendominasi visual
ruang koridor yang di dalamnya sehingga menimbulkan pengaruh
terdapat bangunan dan ruang terbuka visual yang negatif.
(linier dan terpusat). - Kualitas rancangan dan ukuran
advertensi pribadi harus diatur
2. Fungsi Penanda untuk membentuk kesesuaian,
Secara ringkas SEGD (Society of serta mengurangi persaingan
Environmental Graphic Design) fungsi antar sesama iklan.
penanda adalah:
- Sebagai wahana yang bisa 4. Elemen Penanda
membantu manusia dengan cara - Typography (Teks)
memberi petunjuk arah, Penggunaan jenis teks yang
mengenali ruang dan kemudian dipilih hendaknya mampu
memberi petunjuk pada manusia menimbulkan kesan, memiliki
untuk melakukan kegiatan di nilai estetika, dan memiliki
dalam sebuah ruang. sebuah keunikan.

96
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis

- Colour (Warna) dimengerti oleh orang lain


Elemen warna sangat berperan dengan mudah ketika disajikan
penting terhadap keberhasilan dalam bentuk kata atau kalimat.
dan kemudahan sebuah penanda Hal itu tergantung dari konstruksi
- Symbol (simbol) kalimat penanda dapat dimengerti
Simbol adalah sebuah ringkasan atau tidak, dan isi kalimat
dari sebuah maksud yang tampil tersebut.
secara sederhana dan mampu - Legibilitas, yaitu bagaimana
dipahami secara luas oleh informasi yang paling penting
segenap masyarakat dengan latar dalam sebuah penanda dapat
belakang bahasa yang berbeda. dibaca dengan jelas, seperti
- Arrow (tanda panah) kemampuan sebuah kata utama
Elemen ini sangat efektif dalam muncul dan mencolok atau
menyampaikan pesan arah. menarik perhatian dibandingkan
- Lighting (Pencahayaan) latar belakangnya. Hal ini
Keberadaannya sebagai penjelas tergantung pada format
tampilan dan penimbul kesan penyampaian informasinya,
tertentu. seperti type face (karakter huruf),
atau jenis font yang berbeda
5. Pertimbangan Penggunaan Penanda beda dalam penulisannya, spasi
Kasali (1993) mengemukakan bahwa penulisan, kekontrasan kalimat
penggunaan penanda dipengaruhi oleh atau katakata terhadap latar
sosio-kultur masyarakat setempat, di belakang penanda.
bberapa daerah seperti di Jogjakarta
dan bali, penanda mempunyai 6. Penanda dalam Arsitektur Kawasan
peraturan yang sangat ketat. Zahnd (1999) menjelaskan bahwa
Penggunaan penanda sebagai alat untuk keberadaan suatu kota atau kawasan
menyampaikan informasi kepada orang dipengaruhi oleh citra kawasan
lain harus mempertimbangkan berbagai tersebut. Manusia secara alami akan
aspek yang membuat keberadaanya mengingat suatu tempat dimana mereka
dapat disadari dan dapat berfungsi merasa nyaman. Hal tersebut yang
dengan baik, oleh karena itu perlu menyebabkan terjadinya persebaran
dipertimbangkan aspek: manusia di seluruh dunia. Persebaran
- Visibilitas, yaitu tingkat yang terjadi berkembang menjadi suatu
kemudahan bagaimana penanda kebudayaan yang berbeda-beda
tersebut dapat dilihat oleh dipengaruhi beberapa faktor sehingga
manusia. Halhal yang setiap kawasan mempunyai ciri khas
mendukung tersebut antara lain tersendiri dibanding kawasan lainnya.
o Penempatan Pada masa modern, justru manusia
o Penggunaan warna dan membuat perbedaan kawasan secara
material sengaja untuk menunjukkan eksistensi
o Bentuk dan karakter dari kawasan tersebut.
o Pemasangan Keadaan geografis masing-masing
o Perletakan kumpulan penanda kawasan yang berbeda-beda
yang teratur. menyebabkan ciri khas suatu kawasan
- Readibilitas, yaitu bagaimana tidak hanya dapat dilihat dari unsur
informasi yang ingin ditunjukkan alam, namun juga tata kota dan
oleh penanda tersebut agar dapat bangunan. Saat ini dikenal unsur-unsur

97
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107

yang membentuk ciri suatu kawasan. sedikit mengaburkan ciri khas dari
Meskipun terkadang mempunyai suatu kawasan. Landmark
sedikit kesamaan dengan kawasan lain mempunyai peran sebagai penanda
yang berdekatan. Unsur pembentuk yaitu:
karakter kawasan diantaranya adalah o Landmark mempermudah
landmark, vista, dan focal point. manusia dalam mengenali
tempat berpijak.
- Landmark o Hierarki suatu wilayah.
Landmark secara umum dapat o Penunjuk arah.
diartikan juga sebagai penanda. o Pembentuk skyline.
Dalam suatu kawasan keberadaan
suatu landmark berfungsi untuk - Vista
orientasi diri bagi pengunjung. Arti vista secara harafiah
Landmark dapat berupa bentuk alam berhubungan dengan view yang
seperti bukit, gunung, danau, berarti pandangan sejauh yang dapat
lembah, dan sebagainya. Dalam tertangkap oleh mata manusia. View
perkembangannya, landmark dapat hanya dapat dibatasi oleh sesuatu
berupa gedung, monumen, yang menghalangi. View merupakan
sculpture, tata kota, alur jalan, dan sesuatu yang sangat penting dalam
vegetasi. Menurut Wikipedia perencanaan kawasan. Bagaimana
Indonesia, landmark adalah suatu kawasan mempunyai nilai
sesuatu objek geografis yang estetika yang baik sangat ditentukan
digunakan oleh para pengelana oleh faktor view.Hal ini
sebagai penanda untuk bisa kembali berhubungan dengan kontur, gaya
ke suatu area. Dalam konteks bangunan, jalur jalan dan elemen-
modern hal tersebut bisa berwujud elemen lain seperti furniscape,
apa saja yang bisa dikenali seperti taman kota, dan public area. Vista
monumen, gedung ataupun yang berhubungan dengan path,
sculpture lain. Sedangkan menurut edge, district, dan node akan sangat
definisi lain, landmark adalah titik mempengaruhi citra kota. Path atau
referensi seperti elemen node, tetapi jalur yang vital seperti jalur
orang tidak masuk ke dalamnya transportasi menurut adalah sesuatu
karena bisa dilihat dari luar yang mewakili gambaran kota
letaknya. Landmark adalah elemen secara keseluruhan. Edge adalah
eksternal dan merupakan bentuk batas wilayah yang dapat berupa
visual yang menonjol dari kota. dinding, sungai, atau pantai. District
Keberadaan landmark suatu adalah kawasan kota dalam skala
kawasan sangat penting saat ini. dua dimensi yang mempunyai
Ditengah maraknya perkembangan kemiripan dalam bentuk, pola dan
global lewat kebebasan informasi, fungsinya. Node adalah sebuah titik
gaya bangunan dan tata kota temu berbagai aktivitas ataupun arah
menjadi serupa satu sama lain. Gaya pergerakan penduduk kota, seperti
bangunan secara arsitektural persimpangan, pasar, square, dan
merupakan gaya yang berlaku di sebagainya.
seluruh dunia. Meskipun dalam
aplikasinya saat ini mulai - Focal Point
dikembalikan pada kearifan lokal, Berbeda dengan landmark, sebuah
namun kemiripan gaya tersebut focal point mempunyai bentuk

98
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis

spesial yang berbeda dengan ke- Kawula Gusti, semangat persatuan


monoton-an sekitar. Namun rakyat dan penguasa untuk melawan
demikian focal point dapat juga penjajahan.Semangat persatuan atau
berfungsi sebagai landmark ketika yang disebut golong gilig itu tergambar
dapat dikenali dan mudah diingat jelas pada bangunan tugu, tiangnya
keberadaanya. Tentu hal ini juga berbentuk gilig (silinder) dan
tergantung aspek lokasi. Suatu focal puncaknya berbentuk golong (bulat),
point tidak akan menjadi landmark hingga akhirnya dinamakan Tugu
ketika lokasinya tersembunyi. Golong-Gilig.Keberadaan Tugu ini
Keberadaan focal point menjadikan juga sebagai patokan arah ketika Sri
suatu area menjadi fresh karena Sultan Hamengku Buwono I pada
adanya pemecah konsentrasi dari waktu itu melakukan meditasi, yang
keseragaman yang membosankan. menghadap puncak Gunung Merapi.
Manusia akan cenderung bosan Bangunan Tugu Jogja saat awal
dengan sesuatu yang sama secara dibangun berbentuk tiang silinder yang
terus menerus. Hal ini berlaku mengerucut ke atas, sementara bagian
dalam tata ruang kota maupun dasarnya berupa pagar yang melingkar,
dalam aktivitas lainnya, seperti sedangkan bagian puncaknya
bekerja, belajar, dan kegiatan sehari- berbentuk bulat. Ketinggian bangunan
hari. tugu golong gilig ini pada awalnya
mencapai 25 meter
Gambaran Umum Wilayah Kondisi Tugu Yogya ini berubah total
Studi pada 10 Juni 1867, di mana saat itu
terjadi bencana alam gempa bumi besar
Pada bagian ini akan dipaparkan yang mengguncang Yogyakarta, yang
mengenai profil lokasi kajian dimana membuat bangunan tugu runtuh. Dan
lokasi tersebut berbentuk koridor yang kemudian dibangun ulang oleh
mempertemukan titik-titik penting Pemerintah Belanda dengan desain
yang terangkai menjadi sebuah sumbu yang berbeda dan ketinggian yang
yang dinamai dengan sumbu filosofis lebih rendah (15 meter). Runtuhnya
(Tugu, Malioboro, Kraton Yogyakarta, tugu karena gempa inilah yang
Panggung Krapyak) membuat rancangan bangunan Tugu
yang baru berbeda dengan yang
Tugu Pal Putih (Tugu Jogja) sebelumnya
Tugu Yogyakarta atau yang lebih
dikenal sebagai Tugu Malioboro ini Malioboro
mempunyai nama lain Tugu Golong Jalan Malioboro adalah nama salah
Gilig atau Tugu Pal Putih merupakan satu jalan dari tiga jalan di Kota
penanda batas utara kota tua Yogya. Yogyakarta yang membentang dari
Tugu Pal Putih dibangun pada tahun Tugu Yogyakarta hingga ke
1755 oleh Sri Sultan Hamengku perempatan Kantor Pos Yogyakarta.
Buwono I, pendiri kraton Yogyakarta Secara keseluruhan terdiri dari Jalan
yang mempunyai nilai simbolis dan Pangeran Mangkubumi (kini dirubah
merupakan garis yang bersifat magis menjadi Jalan Margo Utomo) , Jalan
menghubungkan Laut Selatan, Kraton Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani
Yogya dan Gunung Merapi. Pada saat (kini dirubah menjadi Jalan Margo
awal berdirinya, bangunan ini secara Mulyo). Jalan ini merupakan poros
tegas menggambarkan Manunggaling Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.

99
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107

Saat ini Jalan Malioboro menjadi Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya
kawasan pusat wisata belanja di Kerajaan), Kompleks Pagelaran,
Yogyakarta. Dalam bahasa Sansekerta, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks
kata malioboro bermakna karangan Kamandhungan Ler, Kompleks Sri
bunga. Itu mungkin ada hubungannya Manganti, Kompleks Kedhaton,
dengan masa lalu ketika Keraton Kompleks Kamagangan, Kompleks
mengadakan acara besar maka Jalan Kamandhungan Kidul, Kompleks Siti
Malioboro akan dipenuhi dengan Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana
bunga. Kata malioboro juga berasal Hinggil); serta Alun-alun Kidul
dari nama seorang kolonial Inggris (Lapangan Selatan) dan Plengkung
yang bernama Marlborough yang Nirbaya yang biasa disebut Plengkung
pernah tinggal disana pada tahun 1811- Gadhing
1816 M. Pendirian Jalan Malioboro
bertepatan dengan pendirian Keraton Panggung Krapyak
Yogyakarta (Kediaman Sultan). Bagian paling selatan dari rangkaian
poros atau sumbu filosofis adalah
Keraton Yogyakarta Panggung Krapyak. Konon wilayah
Keraton Yogyakarta adalah salah satu Krapyak dulunya adalah hutan lebat
kawasan bagian dari ragkaian sumbu yang didalamnya terdapat banyak
filosofis maupun sumbu imajiner. hewan liar. Salah satu hewan liarnya
Keraton Yogyakarta jika diamati dari adalah Rusa. Lokasi ini terletak
sisi tatanan sumbu imajiner merupakan disebelah selatan Keraton Yogyakarta.
pusat atau bagian tengah dari Laut Wilayah Krapyak menjadi salah satu
Kidul (pantai selatan) dan Gunung tempat para Sultan berburu. Dua
Merapi. Tempat ini berupa komplek diantaranya adalah Mas Jolang atau
istana raja yang menjadi pusat yang bergelar Prabu Hanyokrowati,
pemerintahan Kerajaan Ngayogyakarta dan Pangeran Mangkubumi (Sultan
Hadiningrat. Keraton Yogyakarta mulai Hamengku Buwono I). Pangeran
direncanakan dan didirikan oleh Sultan Mangkubumi adalah orang yang
Hamengku Buwono I beberapa bulan mendirikan Panggung Krapyak lebih
pasca Perjanjian Giyanti pada tahun dari 140 tahun setelah wafatnya Prabu
1755. Lokasi keraton ini konon adalah Hanyokrowati di hutan ini. Bangunan
bekas sebuah pesanggarahan yang Panggung Krapyak berbentuk persegi
bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini empat seluas 17,6 m x 15 m.
digunakan untuk istirahat iring-iringan Dindingnya terbuat dari bata merah
jenazah raja-raja Mataram (Kartasura yang dilapisi semen cor dan disusun ke
dan Surakarta) yang akan dimakamkan atas setinggi 10 m. Bagian dinding kini
di Imogiri. Versi lain menyebutkan tampak berwarna hitam. Bangunan ini
lokasi keraton merupakan sebuah mata merupakan salah satu sumber garis
air, Umbul Pacethokan, yang ada di imajiner antara Gunung Merapi, Tugu
tengah hutan Beringan. Sebelum Jogja, Keraton Yogyakarta, Panggung
menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Krapyak, Laut Selatan. Poros
Hamengku Buwono I berdiam di Panggung Krapyak hingga Keraton
Pesanggrahan Ambar Ketawang. menggambarkan perjalanan manusia
Bagian-bagian utama keraton dari lahir hingga dewasa. Wilayah
Yogyakarta dari utara ke selatan sekitar panggung melambangkan
adalah, Gapura Gladag-Pangurakan, kehidupan manusia saat masih dalam
Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan kandungan, ditandai dengan adanya

100
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis

kampung Mijen1 di sebelah utara sebelumnya, koridor yang bisa


Panggung Krapyak. untuk di tempatkan penanda atau
media luar ruang berupa papan
reklame komersial hanya di
Pembahasan penggal titik nol kilometer
Dasar Pertimbangan sampai dengan Tugu. Sedangkan
1. Esensi elemenelemen penanda titik Nol kilometer sampai
kawasan sebagai unsur dengnan Krapyak menjadi
pembentuk karakter khas penggal yang terbatas untuk
kawasan, media penyampai media luar ruang berupa reklame
pesan, informasi publik, dan komersial.
tengaran (landmark). Sebuah
Pembahasan Obyek Elemen yang
elemen penanda memiliki esensi
ada di Sepanjang Kawasan
sebuah obyek bermuatan
Dari hasil pengamatan dan pengkajian
pembentuk karakter khas sebuah
di lapangan didapatkan beberapa model
kawasan, media informasi publik
penanda yaitu:
atau pesan yang ingin
1. Bangunan sebagai landmark yang
disampaiakan ke orang lain, dan
berupa tugu, monumen, gapura,
menimbulkan respon pada
gedung, panggung permanen.
manusia sehingga dapat
- Tugu Pal Putih
menimbulkan kesan berbeda dan
Tugu Pal Putih berada di ujung
mampu mempengaruhi manusia
paling utara koridor, dengan
tersebut sehingga dapat
keterangan :
mengikuti apa kehendak yang
o letaknya berada di tengah
diinginkan. Maka ada dua hal
simpang empat,
yang harus diperhatikan yaitu
o Bergaya Arsitektur Kolonial
pengamat dan oyek yang diamati,
yang khas
yaitu desain dan cara
o Material lantai di sekitar titik
menempatkan obyek elemen
bangunan berbeda dengan
penanda tersebut.
material jalan aspal
2. Esensi sumbu filosofis sebagai
o Lantai sekitar bangunan
bagian utama kota budaya
menggunakan batu alam
Poros Tugu sampai dengan
o Bangunan sekitar dengan
Krapyak merupakan poros
fungsi utama perdagangan
penting dalam kedudukannya
o Papan reklame mendominasi
sebagai komponen struktur tata
fasad bangunan sekeliling
ruang Kota Yogyakarta. Poros
Tugu
tersebut sebenarnya adalah
Peran Tugu sebagai penanda
bagian dari struktur kota
kawasan (urban signage) sangat
Kerajaan pada masa Mataram,
besar karena posisinya ditengah
sehingga setiap penggal yang ada
persimpangan, desain khas, dapat
di dalam koridor tersebut
dilihat dari keempat penjuru mata
memiliki keistimewaan. Dari
angin, dan memiliki catatan
kajian yang dilakukan pada bab
sejarah yang panjang kaitannya
dengan pembentukan Kota.
1
Mijen dalam bahasa Jawa berassal dari kata Dari pengamatan di lapanngan
dasar Wiji yang berarti biji atau benih, dalam dapat ditunjukkan bahwa
konteks ini adalah benih manusia.

101
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107

bangunan disekeliling Tugu tengaran oleh khalayak bahwa


terkesan tidak mendukung dan telah memasuki area alunalun
kurang kontekstual terhadap Utara. Bangunan tugu bercorak
keberadaan Tugu, bangunan yang Jawa, sedangkan di bagian
ada dominan bangunan selatan terdapat Plengkung
perdagangan sehingga Gading sebagai penanda kawasan
keberadaan papan reklame tersebut. Bangunannya berupa
menjadi sebuah konsekuensi. lorong gerbang atau benteng.
- Monumen Serangan Oemoem 1 Mengenai uraiannya sebagai
Maret berikut:
Di kawasan titik nol kilometer o Kedua bangunan merupakan
atau masyarakat menamainya bagian dari bangunan Keraton
dengan sebuatan perempatan Yogyakarta
Kantor Pos Besar terdapat o Keduanya memiliki peran
Monumen SO 1 Maret sebagai penanda pintu masuk
(Monumen Serangan Oemoem 1 kawasan
Maret) sebuah bangunan o Ditinjau dari sisi ukuran,
monumen untuk mengenang desain, warna, dan letaknya,
sejarah perjuangan para pejuang. bangunan ini memliki
Bangunannya tidak tertutup dan kekuatan sebagai penanda
terganggu oleh elemen penanda kawasan atau tengaran atau
lain sehingga sangat menonjol, landmark yang kuat. Terbukti
dominan, dan mempunyai nilai masyarakat sudah terlanjur
simbolik yang sangat melekat menyebut tempat di area
sehingga menjadi elemen Plengkung Gading dengan
kawasan yang sangat kuat sebutan Plengkung Gading
sebagai penanda atau tengaran o Elemen penanda yang melekat
atau landmark sebuah tempat. pada kedua bangunan tersebut
- Gedung adalah rambu lalu lintas dan
Di sekeliling simpul titik nol papan peringatan pemerintah
terdapat beberapa gedung2 yang yang terkait dengan bangunan
mempunyai gaya arsitektur khas cagar budaya. Media iklan
Kolonial dengan skala ketinggian komersial tidak terdapat di
yang cukup, detil arsitektur bangunan ini
kolonial yang dominan, dan - Panggung Krapyak
dominasi warna putih sehingga o Terletak di tengah simpul
keberadaanya sangat kuat sebagai jalan ujung selatan dari
landmark. Namun keberadaan rangkaian sumbu filosifis
reklame dan papan informasi o Desain bagunan sangat
yang tidak tertata dengan pola kontras3 dari sekeliling
yang baik membuat penampilan sehingga mudah dikenali
gedung ini sedikit terganggu. o Guna lahan sekeliling
- Gapura Keraton Yogyakarta bangunan adalah fungsi
Dibagian utara gapura masuk campuran hunian, komersial,
alunalun Utara menjadi penanda pendidikan, dan industri serta
kawasan yang juga disebut
2
Sisi barat simpul gedung BNI 46, sisi timur
3
simpul gedung Kantor Pos Besar Berbentuk kubus berwarna gading

102
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis

adanya penempatan reklame - Di beberapa sub koridor


tanpa pola yang jelas (Malioboro, Mangkubumi)
o Posisi bangunanbangunan penempatan bahkan sampai
sekitar yang sangat dekat mendominasi fasad bangunan
dengan Panggung Krapyak - Letak penempatan terkesan
dan reklame yang cukup padat mengikuti keinginan pengguna
sangat mengganggu tampilan
bangunan Panggung ini. 4. Papan informasi publik
- Sculpture Lokomotif Tua Papan informasi banyak terdapat
Obyek ini berada di depan disepanjang koridor. Papan informasi
Stasiun Tugu tersebut umumnya dari pemerintah.
o Keberadaannya menjadi Materi yang ditampilkan adalah
simbul sebuah lingkungan himbauan, larangan, penyampaian
stasiun kereta api maksud tertentu, peta informasi lokasi
o Letaknya pada simpul Jalan wisata, megatron yang menampilkan
Malioboro dan jalur kereta api informasi tertentu, dan sloganslogan.
o Obyek lain yang berada Uraian selebihnya yaitu:
disekitar yang cukup banyak - Bentuk dasar yang digunakan
membuat tampilannya adalah persegi
terganggu, obyek tersebut - Material yang digunakan adalah
adalah papan informasi, pos plat besi dengan rangka dan tiang
polisi, pagar jalur kereta api. pipa besi
- Tidak ada unsur penyatu (warna,
2. Obyek seni instalasi bentuk, ukuran)
Keberadaan karya seni instalasi - Model penulisan teks cenderung
suatu ketika muncul dan cukup formal
menarik perhatian, namun - Dipasang di lokasi yang mudah
perletakannya dinilai tidak optimal dilihat (trotoar, median jalan,
karena factor ruang terbuka yang tempat parkir)
sangat minim dan di dominasi - Posisi penempatan menyilang
pedagang kaki lima sehingga karya dan sejajar dengan jalan
yang sebenarnya bernilai tinggi - Papan informasi peta lokasi
tersebut tidak bisa maksimal didesain khusus dengan
penampilannya. menampilkan gambar peta Kota
Yogyakarta dengan penjelas
3. Reklame bahasa Indonesia dan bahasa
Elemen penanda yang paling banyak Inggris, di sisi atas terdapat ruang
jumlahnya adalah papan reklame lebih kecil sebagai media
komersial. Sepanjang koridor beriklan.
terdapat elemen ini bahkan di dalam - Slogan dan pesanpesan singkat
komplek keratonpun sangat mudah dari pemerintah untuk
ditemukan adanya papan penanda pengunjung dan masyarakat
komersial ini. Uraiannya adalah: lainnya terdapat atau melekat
- Bentuk dasar yang digunakan pada obyek lain seperti pergola.
adalah persegi Penempatan papan ini dinilai tanpa
- Desain mengikuti kepentingan pola yang jelas baik jaraknya
masing masing letaknya terhadap jalan, dan
- Tidak ada unsur penyatu (warna, desainnya. Keberadaannya memang
bentuk, ukuran)

103
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107

penting terhadap ruang kota namun b. Penanda lalu-lintas atau rambu-


karena faktor tersebut menjadikan rambu lalu-lintas kurang efisien
keberadaanya merusak wajah dalam penempatannya. Penempatan
koridor. cenderung berdiri sendiri-sendiri
mengikuti keinginan pengguna
5. Mural tanpa ada sistem penataan yang
Gambar dan tulisan pesan sosial mempertimbangkan aspek kawasan.
banyak terdapat di sepanjang koridor, c. Papan penunjuk arah terutama yang
bentuknya berupa poster yang ditempel bukan penunjuk arah tujuan lalu
di dinding yang mudah terlihat oleh lintas berupa penunjuk arah kota,
khalayak, mural yang melekat di cenderung ditempatkan mengikuti
dinding kosong, dan pesan singkat keinginan tanpa memperhatikan
menyerupai rambu-rambu. Obyek- estetika.
obyek ini umumnya dipasang oleh d. Papan informasi pemerintah
masyarakat secara swadaya, penempatannya kurang efektif
penempatan obyek-obyek ini karena kalimat yang digunakan
cenderung memiliki tujuan tertentu dan terlalu panjang lokasi penempatan
kadang butuh waktu dan perhatian tidak tepat dan desain yang terlalu
mendalam untuk memahaminya. formal sehingga kurang menarik
Uraiannya adalah: perhatian.
- Material yang digunakan sangat e. Papan reklame komersial
beragam mendominasi fasad bangunan
- Titik penempatan tidak menentu, terutama sepanjang koridor Tugu-
ada yang berada di median jalan, Titik nol kilometer
dinding kosong, dan trotoar. f. Persentase papan reklame yang
- Materi tulisan berupa pesan menutupi fasad bangunan masih
singkat disertai simbol atau tinggi.
gambar penjelas yang bersifat g. Penempatan papan reklame
mengajak, menghimbau, komersial cenderung berlomba
menunjukkan jati diri. Dan dalam sisi ukuran dan titik
bahkan cenderung bersifat penempatan dengan maksud
provokatif. menjadi media yang paling bisa
- Desain obyek cenderung bebas dilihat sehingga tatanan reklame
menyesuaikan maksud dari pesan yang ada cenderung kacau
yang akan disampaikan. h. Penempatan papan reklame di
- Belum ada regulasi mengenai sepanjang koridor Tugu-Titik Nol
penempatan sehingga terkesan Kilometer tidak mengikuti
liar dan mengambil ruang ruang koordinasi garis yang sudah
kosong sehingga tampilannya terbentuk oleh deretan bangunan.
menjadi kacau. Koordinasi garis terbentuk pada
lantai satu deretan bangunan.
Hasil Pembahasan i. Beberapa papan reklame komersial
a. Bangunan landmark kota terganggu melintang arah jalan.
secara visual maupun posisinya j. Ukuran papan reklame dan ukuran
akibat keberadaan elemen penanda teks terlalu besar. Ini tidak sesuai
lain yang penataanya tidak dengan hasil hitungan jika jalan
mendukung posisi bangunan tersebut nantinya di desain untuk
landmark tersebut. lalu-lintas lambat dan pejalan kaki.

104
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis

k. Media pesan social yang terpasang menyesuaikan dengan koordinasi


cenderung liar dan tanpa garis deretan bangunan, garis
memperhatikan estetika visual. media yang terbentuk nantinya
Pertimbangan yang diambil sebatas akan menjadi penyatu fasad
letak yang paling optimal mendapat deretan bangunan.
perhatian.
l. Keberadaan media seni berupa
obyek seni instalasi 3 dimensi belum
mendapatkan posisi yang ideal.
Koridor sumbu filosofis sangat Bappeda Kota Yogyakarta

potensial untuk dijadikan media ruang yang diijinkan untuk meletakkan penanda

Gambar 3. Penempatan penanda di fasad


penempatan obyek seni tersebut bangunan
dengan mempertimbangkan sistem Sumber: Bappeda Kota Yogyakarta, 2013
yang sesuai dan konteks terhadap
lokasi. 4. Integrasi papan reklame dan jenis
penanda lainya dengan fasilitas
Kesimpulan Dan Konsep publik yang sesuai dengan sistem
Pengembangan visual kota
5. Penanda lalu-lintas atau rambu
Konsep Perletakan Penanda lalu-lintas di tempatkan secara
1. Bangunan yang dinilai mampu bersama dalam satu media.
menjadi landmark kota dan 6. Segala bentuk penanda selain
sebagai unsur yang memunculkan penanda lalu lintas dan papan
nilai filosofis hendaknya informasi dari pemerintah tidak
dilindungi keberadaan dan ditempatkan di lingkungan
penampilannya dengan Keraton.
menerapkan prinsip bahwa segala 7. Furnitur jalan yang khas berupa
bentuk penanda selain penanda lampu penerangan, papan nama
lalu lintas dan papan informasi jalan, kursi taman, kotak jam,
dari pemerintah tidak hendaknya diletakkan secara
ditempatkan di lingkungan konsisten mengikuti sistem
sekitar bangunan landmark, tertentu sehingga mampu
bangunan cagar budaya, menguatkan identitas dan
bangunan bersejarah, sehingga filosofis kawasan.
keberadaan bangunan tersebut 8. Karya seni berupa seni instalasi 3
menjadi lebih dominan dan dimensi hendaknya diletakkan
mendukung penguatan nilai ditempat yang ideal dan
filosofis. perletakannya secara konsisten
2. Penempatan papan penanda mengikuti sistem tertentu
berupa reklame tidak sehingga mampu menguatkan
mengganggu sistem visual dan nilai filosofis kawasan dan
skyline kota meningkatkan kualitas estetika
3. Pada deretan banguan seprti ruang kota.
bangunan disepanjang koridor
Malioboro dan Mangkubumi
penempatan reklame dan
identitas bangunan dibatasi pada
fasad lantai satu saja dan

105
ATRIUM, Vol. 1, No. 2, November 2015, 93-107

4. Perlu adanya inovasi dalam


menampilkan segala bentuk
penanda seperti, pemanfaatan
megatron yang disesuaikan
dengan motif khas, desain
furnitur yang berkarakter sesuai
dengan citra kawasan,
menampilkan kembali aksara
jawa sebagai penyerta sebuah
pesan yang tertampil pada papan
informasi.
5. Node kawasan yaitu perempatan
Gambar 4. Contoh elemen lampu Tugu Pal Putih, Perempatan
penerangan jalan yang khas
Sumber: Hasil survei, 2013
Kantor Pos, dan Perempatan
Plengkung Gading pada
Konsep Pengembangan Desain permukaan jalan perlu di beri
Eleman Penanda material dan pola yang khusus,
1. Media penanda apapun terutama ini bertujuan untuk memberikan
media penanda tempat, penanda petunjuk arah, estetika node, dan
lalu-lintas, penanda arah, media secara psikologis elemen ini
penerangan pemerintah, dan diharapkan mampu menurunkan
penanda masuk kawasan kecepatan kendaraan sehingga
hendaknya mengikuti motif khas pengguna jalan merasakan bahwa
yang sudah ada seperti lampu dia sedang berada dititik penting
khas Jogja. dan mengandung nilai filosofis.
2. Sesuai dengan nilai-nilai yang 6. Pada lokasi penting sepanjang
tersirat dalam konsep sumbu sumbu filosofis perlu
filosofis maka koridor bagian ditempatkan media atau elemen
selatan yaitu Krapyak keberadaan yang dapat memberikan
penanda harus dibatasi dan lebih informasi mengenai sejarah dan
mengedepankan fungsi ekologis, nilai filosofis (histografi dan
4
kemudian di klaster keraton filografi) tempat tersebut
keberadaan reklame komersial sehingga pengunjung yang
dihapus sehingga yang tersisa datang mendapatkan informasi
adalah penanda arah, penanda yang runut sesuai hirarki titik-
tempat, papan informasi. titik sepanjang sumbu.
Sedangkan koridor Malioboro
dan Mangkubumi keberadaan
reklame diatur sesuai keterangan
Daftar Pustaka
diatas. Bappeda Kota Yogyakarta. (2013).
3. Warna yang digunakan pada Kajian pengembangan penanda
rangka penanda lalu lintas, papan dan media ruang Kota Budaya.
informasi, penanda tempat, Yogyakarta.
penunjuk arah, furnitur
lingkungan jalan, dan rangka
reklame hendaknya menerapkan
4
warna simbolik Yogyakarta yaitu Uraian yang terdiri atas gambar dan tulisan
Hijau, Kuning, Putih. yang menjelaskan mengenai filosofi dan
sejarah kawasan

106
Haryono, Penanda Kawasan Sebagai Penguat Nilai Filosofis

Kasali, R. (1993). Manajemen


periklanan. Jakarta: Pustaka
Utama Graffiti.
Shirvani, H. (1984). The urban design
process. New York: Van
Nostran Reinhold Company.
Supajar, D. (1989). Tahta untuk
kesejahteraan rakyat dan
budaya. Makalah. Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
Zahnd, M. (1999). Perancangan kota
secara terpadu. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius .

107

Você também pode gostar