Você está na página 1de 3

Distres pernapasan bermanifestasi sebagai tekipnea, retraksi interkostal, menurunnya pertukaran

udara, sianosis, merintih, dan napas cuping hidung, merupakan respons non spesifik terhadap
penyakit serius. Tidak semua kelainan yang menyebabkan distres pernapasan neonatus
merupakan penyakit paru primer. Diagnosis banding distress pernapasan mencakup kelainan
pada jantung, paru, hematologi, infeksi, anatomi dan kelainan metabolik yang dapat melibatkan
paru secara langsung atau tidak langsung. Defisiensi surfaktan menyebabkan sindrom gawat
napas (SGN), yang menimbulkan sianosis dan takipnea; infeksi menyebabkan pneumonia,
terlihat sebagai infiltrat inter-sitial atau lobaris; aspirasi mekonium menyebabkan pneumonitis
kimiawi dengan hipoksia dan hipertensi paru.

Etiologi Hiperbilirubinemia Indirek Tak Terkonjugasi

Ikterus fisiologis merupakan penyabab umum hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Keadaan
ini adalah diagnosis eksklusi, yang dibuat setelah menyingkirkan kemungkinan penyebab lain
yang lebih serius, seperti hemolisis, infeksi, dan penyakit metabolik. Ikterus fisiologis
merupakan hasil dari berbagai faktor fisiologis normal pada bayi lahir seperti: peningkatan
produksi bilirubin akibat peningkatan massa SDM, usia SDM yang pendek, dan imaturitas hati
dan ligandin dan glukuroniltransferase. Ikterus fisiologis dapat berlebihan pada bayi keturunan
Yunani dan Asia.

Pola klinis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan meliputi kadar bilirubin indirek puncak tidak
lebih dari 12 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan. Pada bayi premature, puncak ini lebih tinggi yaitu
15 mg/dL dan lambat (hari kelima). Kadar puncak bilirubin indirek selama periode ikterus
fisiologis lebih tinggi pada bayi yang mendapat ASI daripada formula (15 sampai 17 mg/dL vs.
12 mg/dL). Kadar yang lebih tinggi ini mungkin berhubungan dengan kurangnya asupan cairan
pada bayi ASI. Ikterus disebut patologis bila terlihat sejak hari pertama kehidupan, bila kadar
bilirubin meningkat lebih dari 0,5 mg/dL/jam, kadar puncak bilirubin lebih tinggi dari 13 mg/dL
pada neonatus cukup bulan (NCB), bilirubin direk lebih dari 1,5 mg/dL, atau bila terdapat
hepatosplenomegali dan anemia.

Ikterus pada hari pertama kehidupan selalu bersifat patologis, dan harus dicari penyebabnya
segera. Awitan dini biasanya akibat hemolisis, perdarahan internal (sefalhematom, hematom hati
atau limpa), atau infeksi. Infeksi juga sering dihubungkan dengan meningkatnya bilirubin direk
akibat infeksi kongenital perinatal atau sepsis bakterial.

Bukti fisis ikterus terlihat pada bayi bila kadar bilirubin mencapai 5-10 mg/dL (vs. 2 mg/dL pada
dewasa). Bila terlihat ikterus, maka evaluasi laboratorium untuk hiperbilirubinemia harus
mencakup pengukuran bilirubin total untuk menentukan tingkat beratnya hiperilirubinemia.
Kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dL pada hari pertama atau lebih dari 13 mg/dL setelahnya pada
bayi cukup bulan memerlukan evaluasi lanjutan dengan pemeriksaan kadar bilirubin indirek dan
direk, golongan darah, uji Coombs, darah lengkap, apusan darah dan jumlah retikulosit. Uji-uji
ini harus dilakukan sebelum terapi hiperbilirubinemia di fototerapi atau transfusi tukar. Bila tidak
ada tanda hemolisis atau bukti untuk penyebab dari hiperbilirubinemia indirek non-hemolitik
yang sering maupun jarang terjadi, diagnosis dianggap ikterus fisiologis atau breastmik jaundice.
Ikterus yang bertahan setelah 2 minggu dianggap patologis dan merupakan petunjuk terdapatnya
peningkatan kadar hiperbilirubinemia direk.

Etiologi Hiperbilirubinemia Terkonjugasi Direk

Hiperbilirubinemia direk (didefinisikan sebagai kadar bilirubin direk > 2 mg/dL atau >20% dari
bilirubin total) tidak pernah fisiologis dan harus selalu dievaluasi menyeluruh sesuai dengan
kategori diagnostik.

Terapi Hiperbilirubinemia Indirek

Fototerapi merupakan metode efektif dan aman untuk mengurangi kadar bilirubin indirek,
terutama jika dimulai sebelum tinggi dan menyebabkan kernikterus. Pada bayi cukup bulan,
fototerapi dimulai bila kadar bilirubin indirek berada diantara 16 dan 18 mg/dL. Fototerapi
dimulai pada bayi prematur dengan kadar bilirubin yang lebih rendah, untuk mencegah
konsentrasinya tinggi sehingga membutuhkan transfuse tukar. Lampu sinar biru dan putih efektig
mengurangi kadar bilirubin.

Sepsis dan Meningitis

Infeksi sistemik dan local (paru, kulit, mata, umbilikal, ginjal, tulang-sendi, dan selaput otak)
umum terjadi pada periode neonatus. Infeksi mungkin didapat di dalam kandungan melalui jalur
transplasenta atau transservikal dan selama atau setelah persalinan. Infeksi asendens melalui
serviks, dengan atau tanpa ketuban pecah, dapat menyebabkan amnionitis, funisitis (infeksi tali
pusat), pneumonia congenital, dan sepsis.

Namun berbagai defisiensi mekanisme pertahanan antimikroba pada neonatus mungkin lebih
berperan dibanding status imun ibu sebagai faktor kontribusi infeksi neonatus, terutama pada
bayi berat lahir rendah. Insidens sepsis berkisar 1:1500 pada bayi cukup bulan dan 1:250 pada
bayi kurang bulan. Angka kejadian sepsis enam kali lipat lebih tinggi pada bayi kurang bulan
dibandingkan bayi cukup bulan berhubungan dengan sistem imunologi yang lebih imatur serta
periode perawatan di rumah sakit yang berkepanjangan sehingga meningkatkan risiko infeksi
nosokomial.

Sepsis neonatus terjadi selama tiga periode. Sepsis awitan dini sering dimulai dalam kandungan
dan umumnya merupakan akibat infeksi yang disebabkan oleh bakteri di traktus genitourinarius
ibu. Organisme terkait dengan sepsis ini termasuk Strepkokus grup B, E.coli, Klebsiella
L.monocytogenes, dan nontypeable H. influenza. Sebagian besar bayi terinfeksi adalah bayi
prematur dan menunjukan tanda-tanda kardiorespiratori nonspesifik, seperti merintih, takipnea,
dan sianosis saat lahir. Faktor risiko untuk sepsis awitan dini termasuk kolonisasi vagina dengan
Streptokokus grup B, ketuban pecah berkepanjangan (>24 jam), amnionitis, demam atau
leukositosis pada ibu, takikardi janin dan persalinan prematur. Ras Afrika Amerika dan jenis
kelamin lelaki merupakan risiko tambahan yang tidak dapat dijelaskan pada sepsis neonatus.

Sepsis awitan dini (lahir sampai 7 hari) merupakan penyakit system multiorgan berat yang sering
bermanifestasi sebagai gagal pernapasan, syok, meningitis (30% kasus), koagulasi intravascular
diseminata (KID), nekrosis tubular akut, dan gangrene perifer simetris. Manifestasi awal
merintih, toleransi minum buruk, pucat, apnea, letargis, hipotermi, atau tangisan abnormal dapat
bersifat nonspesifik. Neutropenia berat, hipoksia dan hipotansi dapat bersifat refrakter terhadap
antibiotik spektrum luas, ventilasi mekanik dan vasopressor seperti dopamine dan dobutamin.
Pada tahap awal septikemi awitan-dini dari bayi premature, sepsis sering sulit dibedakan dari
sindrom gawat napas (SGN). Oleh karena kesulitan ini, bayi prematur dengan SGN mendapat
antibiotic spectrum luas.

Foto dada sebaiknya dilakukan untuk menentukan adanya pneumonia. Selain pathogen neonatus
yang umum, pneumonia pada bayi berat lahir sangat rendah dapat disebabkan oleh mikoplasma
genital ibu (misalnya Ureaplasma urealyicum atauMycoplasma hominis).

Tatalaksana utama sepsis dan meningitis adalah antibiotic. Antibiotik digunakan untuk menekan
pertumbuhan bakteri, memberikan waktu untuk mekansme pertahanan bayi berespons. Selain itu,
dukungan lain seperti ventilasi mekanik dan dukungan kardiovaskular juga sama pentingnya
untuk tatalaksana bayi. Kombinasi ampisilin dan aminoglikosid (umumnya gentamisin) selama
10 sampai 14 hari efektif untuk melawan hampir semua organisme yang berperan pada sepsis
awitan dini.kombinasi ampisilin dan sefotaksim juga dianjurkan sebagai metode tatalaksana
alternatif.

Você também pode gostar