Você está na página 1de 17

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, Penulis memanjatkan puji syukur
kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq
dan hidayah-Nya dan atas segala kemudahan yang telah diberikan sehingga penyusunan
makalah tentang Berkompetisi dalam Kebaikan dan Etos Kerja ini dapat terselesaikan.

Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang pembawa risalah
kebenaran yakni baginda Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para
pengikutnya. Dan Semoga syafaatnya selalu menyertai kehidupan ini.

Makalah ini berisi ulasan-ulasan yang membahas kajian tentang berkompetisi atau
berlomba-lomba dalam kebaikan, yang juga menyertakan menurut Al-Quran dan Hadist.

Setitik harapan dari kami sebagai penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta
bisa menjadi wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penyusun miliki.
Untuk itu, penulis mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dan penyempurnaan makalah berikutnya.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... 1

DAFTAR ISI....................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 3

A. Latar Belakang .................................................................................... 3


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 5

A. Berlomba-lomba dalam Kebaikan ........................................................... 5

1. Pengertian Berkompetisi.......................................................................... 5
2. Pengertian Kebaikan ............................................................................... 5
3. Berkompetisi dalam Kebaikan Sesuai Perintah Allah SWT
dalam Surat Al-Baqarah:148 dan Hadits Nabi. ...................................... 6

B. Etos Kerja dalam Islam ......................................................................... 9

1. Surah yang Membahas Etos Kerja ........................................................ 12

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 15

3.1. Kesimpulan........................................................................................... 15
3.2. Saran .................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 17

2
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Allah Taala telah memberikan berbagai nikmat-Nya kepada kita semua yang tentunya
harus kita syukuri dengan cara: yang pertama, kita meyakini dalam hati bahwa nikmat-nikmat
tersebut datangnya dari Allah semata, yang merupakan karunia-Nya yang diberikan kepada
kita; yang kedua, mengucapkan rasa syukur kepada-Nya melalui lisan-lisan kita dengan cara
memuji-Nya; dan yang ketiga, mempergunakannya sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.

Di antara nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah harta dan sehatnya anggota
badan seperti lisan, tangan, kaki dan lainnya. Semua nikmat itu harus kita gunakan untuk
ketaatan kepada Allah dengan cara menginfakkan harta yang kita miliki di jalan kebenaran,
membiasakan lisan kita untuk senantiasa berdzikir kepada-Nya dengan dzikir-dzikir yang telah
diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam haditsnya yang shahih, mengucapkan
ucapan yang baik, beramar maruf nahi munkar dan sebagainya.

Sebagai manusia, kita diwajibkan untuk berusaha dalam menggapai sebuah cita-cita. Kita
tidak boleh hanya berpangku tangan dan pasrah. Ajaran agama kita melarang orang yang hanya
pasrah tanpa berusaha. Kewajiban kita hanya berusaha dan berdoa, serta mengharap rahmat
Allah swt. Namun harus diingat, Allah swt akan memberikan karunia-Nya sesuai dengan usaha
seseorang dan doa yang tulus. Oleh karena itu, berusahalah sekuat tenaga dan berdoalah dengan
khusyuk dan tulus.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami merumuskan beberapa hal yang
akan dibahas pada makalah ini, yaitu:

1. Apa pengertian dari berkompetisi/berlomba-lomba?


2. Apa pengertian kebaikan?
3. Bagaimana penjelasan perintah Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah:148
serta Hadist Nabi untuk berkompetisi dalam berbuat kebaikan?
4. Apa pengertian dari etos kerja?
5. Surah apa saja yang menjelaskan tentang etos kerja?

3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Agar kita mengetahui dan memahami perintah Allah SWT maupun hadist Nabi yang
memerintahkan kita untuk berkompetisi dalam berbuat kebaikan.
2. Untuk mengingatkan kita agar senantiasa berbuat kebaikan, kapanpun dan dimanapun.
3. Untuk mengetahui secara detail apa itu etos kerja.
4. Untuk mengetahui pentingnya etos kerja dalam kehidupan sehari-hari.
5. Memahami ayat-ayat Al-Quran tentang etos kerja.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Berlomba lomba dalam kebaikan

1. Pengertian Berkompetisi

Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai
korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau
with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan
menurut versi tertentu.

Menurut Deaux, Dane dan Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai
tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih
untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.

Menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua
individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.

2. Pengertian Kebaikan

Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia.
Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju kesempuranan
manusia. Kebaikan disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang
konkrit. Manusia menentukan tingkah lakunya untuk suatu tujuan dan memilih jalan yang ditempuh.
Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalam pelaksanaanya yang pertama
diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yang ditempuh itu untuk mendapatkan nilai dari tujuan akhir.

Tujuan harus ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Jika tidak manusia akan hidup
secara serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakan hidup secara serampangan menjadi tujuan hidupnya.
Akan tetapi dengan begitu manusia tidak akan sampai kepada kesempurnaan kebaikan selaras dengan derajat
manusia. Untuk setiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir. Seluruh manusia mempunyai sifat serupa
dalam usaha hidupnya, yaitu menuntut kesempurnaan. Tujuan akhir selamanya merupakan kebaikan
tertinggi, baik manusia itu mencarinya dengan kesenangan atau tidak.

Tingkah laku atau perbuatan menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia ke
arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai manusia.

5
Berdasarkan norma susila, kebaikan atau keburukan perbuatan manusia dapat dipandang melalui
beberapa cara, yaitu:
a. Objektif, keadaan perseorangan tidak dipandang.
b. Subjektif, keadaan perseorangan diperhitungkan.
c. Batiniah, berasal dari dalam perbuatan sendiri (kebatinan, intrinsic)
d. Lahiriah, berasal dari perintah atau larangan Hukum Positif (ekstrinsik). Perbuatan yang sendirinya jahat
tidak dapat menjadi baik atau netral karena alasan atau keadaan. Biarpun mungkin taraf
keburukannya dapat berubahs edikit sedikit, orang tidak boleh berbuat jahat untuk mencapai
kebaikan. Perbuatan yang baik, tumbuh dalam kebaikannya, karena kebaikan alasan dan keadaannya.
Suatu alasan atau keadaan yang jahat sekali, telah cukup untuk menjahatkan perbuatan.
Kalau kejahatan itu sedikit, maka kebaikan perbuatan hanya akan dikurangi. Perbuatan netral
memproleh kesusilaannya, karena alasan dan keadaannya. Jika ada beberapa keadaan, baik dan jahat,
sedang perbuatan itu sendiri ada baik atau netral dipergunakan.

3. Berkompetisi dalam Kebaikan Sesuai Perintah Allah SWT dalam Surat Al-
Baqarah:148 dan Hadist Nabi

Berlomba dalam menggapai dunia bukan hal yang asing lagi di tengah kita, untuk masuk
perguruan tinggi terkemuka kita dapat menyaksikan sendiri bagaimana setiap orang ingin jadi
yang terdepan. Cita-citanya bagaimana bisa mendapat penghidupan yang bahagia kelak, namun
amat jarang kita perhatikan orang-orang berlomba dalam hal akhirat.

Sedikit orang yang mendapat rahmat Allah yang mungkin sadar akan hal ini. Cobalah saja
perhatikan bagaimana orang-orang lebih senang menghafal berbagai tembangan nyanyian
daripada menghafalkan Al Quran Al Karim. Bahkan lebih senang menjadi nomor satu dalam
hal tembangan, lagu apa saja yang dihafal, daripada menjadi nomor satu dalam menghafalkan
Kalamullah.

Di dalam shalat jamaah pun, kita dapat saksikan sendiri bagaimana ada yang sampai
menyerahkan shaf terdepan pada orang lain. Silahkan, Bapak saja yang di depan, ujar
seseorang. Akhirat diberikan pada orang lain. Padahal shaf terdepan adalah shaf utama
dibanding yang di belakangnya bagi kaum pria.

Demikianlah karena tidak paham tentang menjadi nomor satu dalam hal kebaikan akhirat,
sehingga rela jadi yang terbelakang.

Ayat yang patut direnungkan bersama pada kesempatan kali ini adalah firman
Allah Taala dalam Surat Al-Baqarah 148:

6
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah
akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu. (Q. S. Al-Baqarah : 148 ).

Isi kandungan ayat diatas adalah:

Setiap umat mempunyai kiblat, umat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap ke kabah,
Bani Israil dan orang-orang Yahudi menghadap ke Baitul Maqdis, dan Allah telah
memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap kabah dalam shalat. Oleh karena itu,
hendaknya kaum muslimin bersatu, bekerja dengan giat, beramal, bertobat dan berlomba-
lomba dalam berbuat kebajikan dan tidak menjadi fitnah atau cemooh dari orang-orang yang
ingkar sebagai penghambat.

Allah akan menghimpun seluruh manusia untuk dihitung dan diberi balasan atas segala
amal perbuatannya. Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang dapat
melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan. Kemuliaan
manusia bisa kita pahami dari iman dan amal saleh atau kebaikannya dalam bersikap dan
bertingkah laku di mana pun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan
kondisinya. Itu sebabnya semakin banyak perbuatan baik yg dilakukannya maka akan semakin
mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT.

Memahami ilmu kebaikan penting bagi seorang muslim, karena tiap amal yang
dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu. Semakin banyak ilmu yg dimiliki dipahami dan
dikuasai insya Allah akan makin banyak amal yang bisa dilakukannya, sedangkan makin
sedikit pemahaman atau ilmu seseorang akan semakin sedikit juga amal yg bisa dilakukannya,
apalagi belum tentu orang yg mempunyai ilmu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini
berarti seseorang akan semakin termotivasi untuk melakukan kebaikan manakala dia
memahami ilmu tentang kebaikan itu.

7
Paling tidak ada dua kriteria tentang kebaikan yang diterima oleh Allah SWT. yakni,

Pertama, melakukan suatu amal dengan niat semata-mata ikhlas karena Allah SWT atau
tidak riya, dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu dalam hadis yg
terkenal, Rasulullah saw bersabda yang artinya Sesungguhnya amal itu sangat tergantung
pada niatnya.

Kedua, melakukan kebaikan itu secara benar. Hal ini karena meskipun niat seseorang
sudah baik, bila dalam melakukan amal menggunakan cara yang tidak baik maka hal itu tetap
tidak bisa diterima oleh Allah SWT karena ini termasuk bagian dari mencari selain Islam
sebagai agama hidupnya yang jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yg sudah
disebutkan pada QS 2:148 di atas.

Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani untuk mengabdi kepada
Allah SWT, yang salah satu cara mewujudkannya dalam bentuk melakukan kebaikan dan tiap
orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai bentuk konkret dari
perwujudan kehidupan yang baik di dunia dan akan menjadi bekal bagi manusia dalam
menjalani kehidupannya di akhirat kelak.

Selain itu, terdapat juga hadist yang bunyinya sebagai berikut:

" :


:





. ."

Bersegeralah kalian untuk melakukan amal shaleh, karena akan terjadi bencana yang
menyerupai malam yan gelap gulita, yaitu seseorang di waktu pagi dia beriman tetapi pada
waktu sore dia kafir, atau pada waktu sore ia beriman tetapi pada waktu paginya ia kafir, dia
rela menukar agamanya dengan sedikit keuntungan dunia.[2]

8
B. Etos kerja dalam islam

Etos berarti pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Kerja berarti usaha,
amal, dan apa yang harus dilakukan (diperbuat). Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang
berarti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja
dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan
seseorang atau suatu kelompok. Kerja dalam arti pengertian luas adalah semua bentuk usaha
yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi, intelektual dan fisik, maupun hal-hal yang
berkaitan dengan keduniaan maupun keakhiratan. (Dr. Abdul Aziz.Al Khayyath, 1994:13)
berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahamkan bahwa semua usaha manusia baik yang
dilakukan oleh akal, perasaan, maupun perbuatan adalah termasuk ke dalam kerja. Contohnya,
beribadah, berdoa, belajar, berolah raga, bekerja, bertani, dan berdagang.

Adapun pengertian kerja secara khusus, yakni yang biasa dipakai dalam dunia
ketenagakerjaan dewasa ini, adalah setiap potensi yang dikeluarkan manusia untuk memenuhi
tuntutan hidupnya, berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan peningkatan taraf hidup. (Dr.
Abdul Azis, Al Khayyath, 1994: 22) Dari pengertian kerja secara khusus tersebut, yang
dimaksud dengan kerja hanyalah usaha-usaha untuk kepentingan duniawi semata. Contohnya,
bertani, berdagang, dan mengolah kekayaan alam.

Dalam bahasa Arab, kerja disebut amila. Menurut Dr. Abdul Aziz, di dalam kitab suci
Alquran terdapat 620 kataamila (kerja) dengan segala bentuknya (menurut Ilmu Bahasa Arab).
Hal itu menunjukkan bahwa masalah kerja harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh
dari setiap umat manusia, khususnya umat Islam.

Selain itu, di dalam Alquran, kata amila (kerja) sering didahului dengan kata amanuu
(beriman). Ini menunjukkan bahwa seseorang mukmin yang beriman harus membuktikan
imannya dengan amal (kerja), yakni perbuatan-perbuatan yang baik yang diridai Allah. Allah
SWT berfirman, Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi. (Q.S. An Nur, 24 : 55)

9
Suruhan Allah untuk bekerja sesuai dengan fitrah manusia karena menurut fitrahnya
manusia adalah makhluk kerja. Manusia bekerja karena adanya dorongan berbagai macam
kebutuhan, misalnya kebutuhan terhadap makanan, pakaian, tempat tinggal.

Apakah hewan juga merupakan makhluk kerja? Hewan juga termasuk makhluk kerja.
Bedanya dengan manusia, hewan bekerja berdasarkan naluriah semata, tanpa etos, kode etik,
dan pertimbangan akal. Sementara itu, manusia bekerja berdasrkan etos, kode etik, moral, dan
pertimbangan akal.

Setiap muslim/muslimah di dalam melakukan segala kegiatan kerjanya hendaklah


berlandaskan etos kerja yang Islami, yakni etos kerja yang bersumber pada nilai-nilai Islam,
yang apabila dilaksanakan tentu akan mendatangkan manfaat, baik duniawi maupun ukhrawi.
Termasuk ke dalam etos kerja yang Islami antara lain sikap kerja keras, produktif, dan memacu
perubahan sosial untuk kemajuan.

Dalam bekerja, setiap pekerja muslim/muslimah, hendaknya sesuai dengan etika Islam, yaitu:

Melandasi setiap kegiatan kerja semata-mata ikhlas karena Allah serta untuk memperoleh
rida-Nya. Pekerjaan yang halal bila dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah tentu akan
mendapatkan pahala.
Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : Allah swt tidak akan menerima amalan,
melainkan amalan yang ikhlas dan yang karena untuk mencari keridaan-Nya (H.R.Ibnu
Majah )

Mencintai pekerjaannya. Karena pekerja yang mencinta pekerjaanya, biasanya dalam


bekerja akan tenang, senang, bijaksana, dan akan meraih hasil kerja yang optimal.
Rasulullah saw bersabda, yang artinya Sesungguhnya Allah cinta kepada seseorang di
antara kamu yang apabila mengerjakan sesuatu pekerjaan maka ia rapihkan pekerjaan
itu.

Mengawali setiap kegiatan kerjanya dengan ucapan basmalah.


Nabi saw bersabda yang artinya: Setiap urusan yang baik (bermanfaat, yang tidak dimulai
dengan ucapan basmalah (bismillahirrahmanirrahim), maka terputus berkahnya. (H.R.
Abdul Qahir dari Abu Hurairah)

10
Melaksanakan setiap kegiatan kerjanya dengan cara yang halal.
Nabi saw bersabda, yang artinya: Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang baik, mencintai
yang baik (halal), dan tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik, dan sesungguhnya
Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sesuatu yang diperintahkan kepada
para utusan-Nya (H.R. Muslim dan Tirmidzi)

Tidak melakukan kegiatan kerja yang bersifat mendurhakai Allah. Misalnya bekerja
sebagai germo, pencatat riba (rentenir), dan pelayan bar.
Tidak membebani diri, alat-alat produksi, dan hewan pekerja dengan pekerjaan-pekerjaan
di luar batas kemampuan.
Memiliki sifat-sifat terpuji seperti jujur, dapat dipercaya, suka tolong menolong dalam
kebaikan, dan profesional dalam kerjanya.
Bersabar apabila menghadapi hambatan-hambatan dalam kerjanya. Sebaliknya, bersyukur
apabila memperoleh keberhasilan.
Menjaga keseimbangan antara kerja yang manfaatnya untuk kehidupan di dunia dan yang
manfaatnya untuk kehidupan di akhirat. Seseorang yang sibuk bekerja sehingga
meninggalkan shalat lima waktu, tidak sesuai dengan Islam.
Rasulullah saw bersabda yang artinya, Kerjakanlah untuk kepentingan duniamu seolah-
olah kamu akan hidup selama-lamanya, tetapi kerjakanlah untuk kepentingan akhiratmu
seolah-olah kamu akan mati besok. (H.R. Ibnu Asakin)

Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut:

1. Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol
dalam kondisi apapun dan akan menghisab seluruh amal perbuatan secara adil kelak di
akhirat. Kesadaran inilah yang menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-
sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai
hubungan baik dengan relasinya. Dalam sebuah hadist rasulullah bersabda, sebaik-
baiknya pekerjaan adalah usaha seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus. (HR
Hambali)
2. Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. Firman Allah SWT:
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu
menyembah. (al-Baqarah: 172)
11
1. Surah yang membahas Etos Kerja
1) Al-Quran Surah Al-Mujadilah,58:11

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: Berlapang-


lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan member kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Q.S. Al-Mujadilah,58:11)

Ayat Al-Quran Surah Al-Mujadilah ayat 11 isinya antara lain berkaitan dengan adab
atau tata krama yang harus diterapkan dalam majelis-majelis yang baik dan diridai Allah
swt. Adab atau tata karma yang dimaksud yaitu memberikan kelapangan dada kepada
orang-orang yang akan mengunjungi dan berada dalam majelis-majelis tersebut dengan
cara, seperti : mempersilahkan orang lain yang datang belakangan untuk duduk di samping
kita, sekiranya masih kosong, menciptakan suasana nyaman, mewujudkan rasa
persaudaraan, saling menghormati dan saling menyayangi, serta tidak boleh menyuruh
orang lain yang lebih dulu menempati tempat duduknya untuk pindah ke tempat lain tanpa
alasan yang dibenarkan oleh syara

Mukmin/Mukminah apabila diperintahkan Allah dan rasul-Nya untuk bangun


melaksanakan hal-hal yang baik yang diridai-Nya, seperti shalat, menuntut ilmu, berjuang
di jalan Allah, dan membiasakan diri dengan akhlak terpuji, maka perintah tersebut
hendaknya segera dilaksanakan dengan niat ikhlas dan sesuai dengan ketentuan syara

Ilmu pengetahuan mempunyai banyak keutamaan. Perbuatan ibadah yang tidak


dikerjakan sesuai dengan ilmu tentang ibadah tersebut, tentu tidak akan diterima Allah
SWT.

12
Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga. (H.R. Muslim)

Asbabun Nuzul (sebab turunnya) ayat 11 surat Al Mujadalah:


Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa apabila ada orang yang baru datang ke majelis
Rasulullah, para sahabat tidak mau memberikan tempat duduk di sisi Rasulullah. Maka
turunlah ayat ini (58:11) sebagai perintah untuk memberikan tempat kepada orang yang baru
datang. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Qotadah)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat 11 ini turun pada hari Jumat, di saat pahlawan-
pahlawan Badar datang ke tempat pertemuan yang penuh sesak. Orang-orang tidak memberi
tempat kepada yang baru datang itu, sehingga terpaksa mereka berdiri. Rasulullah menyuruh
pribumi untuk berdiri, dan tamu-tamu itu (Pahlawan Badar) disuruh duduk di tempat mereka.
Orang-orang yang disuruh pindah tempat itu merasa tersinggung perasaannya. Ayat ini (ayat
11) turun sebagai perintah kepada kaum mukmin untuk menaati perintah Rosululloh dan
memberikan kesempatan duduk kepada sesama mukmin.

2) Al-Quran Surah Al-Jumuah: 9-10

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan
shalat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkan jual beli.
Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila shalat telah
dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak agar kamu beruntung. (Q.S. Al-Jumuah 62:9-10)

13
Surah Al-Jumuah :9-10 berisi, seruan Allah SWT terhadap orang-orang beriman atau
umat Islam yang telah memenuhi syarat-syarat sebagai mukalaf untuk melaksanakan
shalat Jumat. Agar dapat melaksanakan shalat Jumat, umat Islam diwajibkan untuk
meninggalkan segala pekerjaannya, seperti menuntut ilmu dan berjual-beli. Umat Islam
yang memenuhi seruan Allah SWT tersebut tentu akan memperoleh banyak hikmah.

Umat Islam yang telah selesai menunaikan shalat diperintah Allah SWT untuk berusaha
atau bekerja agar memperoleh karunia-Nya. Karunia Allah SWT itu antara lain: ilmu
pengetahuan, harta benda, jabatan, kesehatan, kekuatan, kedamaian, dan kesejahteraan. Di
mana pun dan kapan pun kaum Muslimin berada serta apapun yang mereka kerjakan,
mereka dituntut oleh agamanya agar selalu mengingat Allah SWT. Insya Allah dengan
cara-cara seperti itu umat Islam akan meraih keberuntungan.

Mengacu kepada Q.S. Al-Jumuah: 9-10, umat Islam diperintah oleh agamanya agar
senantiasa berdisiplin dalam menunaikan ibadah wajib, seperti shalat, dan selalu giat
berusaha atau bekerja sesuai dengan nilai-nilai Islam (etos kerja yang Islami). Termasuk
ke dalam kerja yang Islami antara lain: belajar secara sungguh-sungguh, bekerja keras, dan
berkarya secara produktif sehingga dapat mendorong keadaan kearah yang lebih maju.

Asbabun Nuzul (sebab turunnya) Surah Al-Jumuah :9-10

Pada saat Rasulullah SAW berkhutbah pada hari Jumat maka datanglah kafilah membawa
barang dagangan dari Syam. Kemudian orang-orang yang sedang mendengarkan khutbah dari
Rasulullah SAW keluar untuk menjemput rombongan kafilah itu sehingga hanya tinggal 12
orang saja yang duduk mendengarkan khutbah dari Rasulullah. Dengan terjadinya peristiwa
tersebut, maka turunlah ayat yang selanjutnya (ayat 11) yang menegaskan bahwa apa yang ada
pada sisi Allah SWT jauh lebih baik dari pada apa yang ada pada perniagaan. (Munajb Mahali,
2002: 816)

14
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

A. Berlomba lomba dalam kebaikan

Hidup adalah kompetisi. Bukan hanya untuk menjadi yang terbaik, tapi juga kompetisi
untuk meraih cita-cita yang diinginkan. Namun sayang banyak orang terjebak pada
kompetisi semu yang hanya memperturutkan nafsu duniawi dan jauh dari suasana robbani.
Kompetisi harta-kekayaan, kompetisi usaha-pekerjaan, kompetisi jabatan-kedudukan dan
kompetisi lainnya yang semuanya bak fatamorgana. Indah menggoda tapi sesungguhnya
tiada. Itulah kompetisi yang menipu. Bahkan yang sangat memilukan tak jarang dalam
kompetisi selalu diiringi suudzhon, buruk sangka bukan hanya kepada manusia tapi juga
kepada Allah swt. Yang lebih merugi lagi jika rasa iri dan riya ikut bermain.

B. Etos kerja dalam islam

1. Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian,
watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu,
tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau
suatu kelompok.

2. Setiap muslim/muslimah di dalam melakukan segala kegiatan kerjanya hendaklah


berlandaskan etos kerja yang Islami, yakni etos kerja yang bersumber pada nilai-nilai
Islam, yang apabila dilaksanakan tentu akan mendatangkan manfaat, baik duniawi
maupun ukhrawi. Termasuk ke dalam etos kerja yang Islami antara lain sikap kerja
keras, produktif, dan memacu perubahan sosial untuk kemajuan.

3. Surah Al-Mujadalah ayat 11 menganjurkan kepada kita semua untuk memerhatikan


kesopanan atau tata karma, baik dalam majelis zikir, pengajian kitab, maupun dalam
pertemuan-pertemuan yang sifatnya menjalankan perintah Allah dan mengharap Ridha-
Nya.

4. Surah Al-Jumuah ayat 9, Allah menjelaskan bahwa ketika ada atau terdengar seruan
untuk ibadah Jumat, maka seharusnya untuk bersegera memenuhi seruan tersebut.

15
5. Etos kerja sangat berpengaruh pada keberhasilan seseorang. Demikian juga
kesuksesan dalam pendidikan. Dengan etos kerja yang tinggi diharapkan seseorang
menjadi cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab, terutama pada dirinya sendiri.

6. Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya agar bekerja dan berkarya dengan
kemampuan sendiri untuk mencukupi kebutuhan hidup, mencari ilmu/belajar untuk
meningkatkan kualitas diri, dan mengajarkan keterampilan pada anak-anak.

Saran

Berbuat kebaikan jelas diperintahkan oleh Allah SWT. Perintah untuk berlomba-lomba
dalam berbuat kebaikan, dapat kita temukan dalam Al-Quran maupun Al-Hadist.

Agama Islam memerintahkan para pemeluknya untuk menjaga etos kerja dengan baik.
Khususnya yang masih duduk di bangku sekolah, disarankan agar tetap menjaga etos kerja.

16
DAFTAR PUSTAKA

Liston Haposan Subrian. 2010. Pengertian Kebaikan Secara Etika. (online). Diakses pada
tanggal 25 Februari 1014 pada pukul 09.27 WIB.
http://www.scribd.com/doc/64042435/1/A-Pengertian-Kebaikan-Secara-Etika
Arif Sobaruddin. 2012. Pengertian kompetisi. (online). Diakses Pada tanggal 25 Februari 2014 pada pukul
09.27 WIB.
http://www.bisosial.com/2012/11/pengertian-konpetisi.html
Muhammad Nasruddin Hasan. 2010. Berlomba-Lomba dalam Kebaikan. (online). Diakses pada tanggal 25
Februari 2014 pada pukul 09.27 WIB.
http://referensiislam.blogspot.com/2011/06/berlomba-lomba-dalam-kebaikan.html
Muhammad Haryono. 2011. Meneguhkan Iman (2). (online). Diakses pada tanggal 25 Februari 2014 pukul
10: WIB
http://muhammadmaryono.wordpress.com/author/muhammadmaryono/page/4/
Yanuar Firdaus. Al-Baqarah: 148. Al Quran Online. (Online). Diakses pada tanggal 25
Februari 2014 pukul 10:00WI
http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=2&aid=148&pid=arabicid

http://warnet178meulaboh.blogspot.com/2014/02/makalah-berkompetisi-dalam-
kebaikan.html

17

Você também pode gostar