Você está na página 1de 8

II.

ANATOMI PELVIS

Hubungan antara tulang pelvis dan vaskularisasinya menjelaskan mengapa sering


terjadi perdarahan pada fraktur pelvis.

a Tulang dan ligament.

Tulang pelvis adalah struktur seperti cincin yang terdiri dari 3 tulang yang bersatu
yaitu 1 tulang sacrum dan 2 tulang innominata. Tiap tulang inominata terbentuk dari 3 tulang,
yaitu ilium, ischium, dan pubis. Tulang inominata bergabung dengan sacrum di posterior
pada 2 sacroiliac (SI) joint. Pada daerah anterior bergabung pada simfisis pubis. Tanpa
adanya ligamentum pada struktur ini, cincin pelvis tidak akan mencapai stabilitasnya. Aspek
posterior pelvis distabilisasi oleh ligamentum yang sangat kuat.(Fig 1A).
Ligamentum ini menghubungkan sacrum dengan tulang inominata. Stabilitas yang
diberikan SI ligamen posterior harus dapat menahan kekuatan weight-bearing yang
ditransmisikan melalui SI ligamen ke ekstremitas bawah. Simfisis berfungsi sebagai
penopang saat weight-bearing untuk

mempertahankan struktur cincin pelvis. Ligamentum posterior SI dibagi menjadi


komponen yang pendek dan panjang. Komponen pendek berjalan oblique dari posterior
sacrum ke spina iliaca posterior superior dan posterior inferior. Komponen panjang berjalan
longitudinal dari aspek lateral sacrum ke spina iliaca posterior superior dan bergabung
dengan ligamentum sacrotuberous.

Pada sisi anterior, SI joint dilingkupi oleh struktur ligamen lemah yang pipih dan tipis
(Fig 1B) yang berjalan dari ilium ke sacrum. Struktur ini memberikan stabilitas yang minimal,
yang berfungsi sebagai kapsul yang melingkupi SI joint dan memisahkannya dari isi cavum
pelvis. Hampir semua struktur yang ada pada SI joint adalah struktur yang kuat. Pada posisi
tegak, berat dari bagian atas tubuh mendorong sacrum ke bawah antara iliac wings dan
menyebabkan 580 rotasi dorsoventral.

Tulang inominata bergerak ke belakang dan ke bawah dimana pada saat yang
bersamaan rami pubis bergerak ke atas. Reduksi yang tepat dan pengembalian morfologi
dari SI joint tidaklah terlalu penting karena kontak erat antara permukaan artikular tidak
terjadi pada keadaan normal.

Simfisis pubis terdiri dari 2 permukaan kartilago hialin yang saling berhadapan.
Permukaan ini dilingkupi dan dikelilingi oleh jaringan fibrosa yang cukup tebal. Simfisis
didorong inferior oleh otot yang berinsersi pada ligamentum arcuatum. Posisi yang paling
tebal adalah pada sisi superior dan anterior.

Beberapa ligamen berjalan dari spine ke pelvis. Ligamentum iliolumbaris


mengamankan pelvis ke vertebra lumbalis. Ligamentum ini berasal dari processus
transversus L4 dan L5 dan berinsersi pada posterior dari crista iliaca. Ligamentum
lumbosacral berjalan dari processus L5 ke ala sacrum. Ligamentum ini membentuk
pegangan yang kuat dan menempel pada akar N.spinalis L5.

b Otot-otot

Pelvis yang intak membentuk 2 area anatomis mayor. False pelvis dan true pelvis
dipisahkan oleh pinggir pelvis, atau garis iliopectineal yang berjalan dari promontorium
sacralis sepanjang perbatasan antara ilium dan ischium ke ramus pubis. Tidak ada struktur
mayor yang melewati pinggiran ini. Diatasnya false pelvis (greater pelvis) berisi ala sacral
dan iliac wings, membentuk bagian dari rongga abdomen. Bagian dalam false pelvis
dilingkupi oleh otot iliopsoas. True pelvis (lesser pelvis) terletak dibawah pinggir pelvis.
Dinding lateralnya terdiri dari pubis, ischium dan sebuah segitiga kecil dari ilium. Termasuk
didalamnya foramen obturatorium, yang ditutupi oleh otot dab membran, dan terbuka di
bagian superior dan medial untuk jalan dari nervus obturator dan pembuluh darah.
Obturator internus berasal dari membran dan melingkari lesser sciatic notch dan menempel
pada ujung proximal femur. Tendon obturator internus adalah struktur yang penting karena
berfungsi sebagai penanda untuk akses ke columna posterior.

Otot piriformis berorigin dari aspek lateral dari sacrum dan adalah penanda untuk
menemukan nervus sciaticus. Biasanya, nervus sciatic meninggalkan pelvis diatas otot
piriformis dan memasuki greater sciatic notch. Kadang-kadang sisi peroneal berjalan diatas
dan melewati piriformis. Dasar dari true pelvis terdiri dari coccyx, otot coccygeal dan levator
ani, urethra, genitalia dan rectum. Semuanya melewati struktur ini.

c. Pleksus syaraf

Plexus lumbosacralcoccygeus dibentuk oleh rami anterior T12 s/d S4 (fig 2), yang
paling penting adalah L4 s/d S1. Syaraf lumbalis L4 dan L5 memasuki true pelvis dari false
pelvis, dimana nervus sacral adalah bagian dari true pelvis. Syaraf L4 berjalan antara L5
dan SI joint dan bergabung dengan L5 untuk membentuk truncus lumbosacralis pada
promontorium sacralis (12 mm dari garis joint). Syaraf L5 berjarak 2 cm dari SI joint dan
keluar dari foramen intervertebralis. Syaraf sacralis melewati foramen sacralis dan
bergabung dengan pleksusnya. Beberapa cabang menuju otot mayor dalam pelvis. Nervus
glutealis superior dan inferior berjalan ventral ke piriformis dan memasuki pelvis melalui
greater sciatic notch. Nervus pudendalis (S2,3 dan 4) mempersyarafi otot sfingter pelvis dan
dapat terkena pada fraktur pelvis. (Fig 3)
d. Suplai darah arteri

Suplai darah major pada pelvis didapat dari a. hipogastrica (cabang iliaca interna).
Arteri hipogastric terdapat pada level SI joint (Fig 4).
Arteri yang berasal dari hipogastric, awalnya berjalan bersama-sama sampai ke
lengkungan posterior pelvis dan saling beranastomosis, membentuk hubungan kolateral. A
glutealis superior adalah cabang terbesar. Karena berasal dari lengkungan kanan dari a
hipogastrica dan mempunyai proteksi otot yang sedikit, maka arteri ini mudah sekali terkena
pada fraktur dari lengkungan pelvis posterior. Cabang obturator dan pudendal interna paling
sering terkena pada fraktur ramus pubis.

e. Drainase vena

Sistem drainase vena pada pelvis juga mepunyai cabang kolateral yang sangat
banyak, dengan tanpa valve sehingga dapat terjadi aliran balik. (Fig 5) Vena terbentuk
dengan plexus yang besar yang terdapat pada dinding pelvis. Karena dinding vena ini relatif
tipis, vena ini tidak dapat berkontraksi sebagai respon terhadap cedera. Plexus venosus
pelvis bersifat ekstensif, sehingga dapat memberikan perdarahan yang signifikan bila terjadi
disrupsi, walaupun tekanan vena normal.

III. PATOFISIOLOGI PERDARAHAN RETROPERITONEAL PADA FRAKTUR PELVIS

Susunan anatomi yang sedemikian rupa dari ateri dan vena menjelaskan frekuensi
dan besarnya perdarahan yang terjadi pada fraktur pelvis. Tanpa melakukan angiografi,
tidak mungkin untuk mengetahui secara klinis apakah perdarahan retroperitoneal
disebabkan kerusakan arteri, vena ataupun kapiler. Kebanyakan dari hematoma pada pelvis,
biasanya berasal dari sistem vena dan tertahan oleh peritoneum yang intak. Mekanisme
hemostatik normal menyebabkan terjadinya hematoma, walaupun sebagian terus meluas
dan menyebabkan syok hemorhagik, mungkin juga pada perdarahan akibat kerusakan
arteri.

Hematom arteri atau vena dari retroperitoneal dapat mengimbibisi ke mesenterium


intestinal dan membuat gejala klinik akut abdomen. Hematoma dapat juga menjalar ke
anterior dan menuju dinding abdomen, dan mengecewakan operator laparotomi dan
diagnostik peritoneal lavage karena memberikan hasil positif palsu. Hematom retroperitoneal
juga bisa robek melalui peritoneum menuju rongga abdomen, yang menghilangkan efek
tamponade.

Pasien fraktur pelvis dengan hipotensi mempunyai angka mortalitas 50%.


Perdarahan dari fraktur pelvis yang berasal dari laserasi dari vaskularisasi pelvis dan
terkumpul pada rongga retroperitoneal, tapi terlihat sebagai perdarahan dapat terjadi dari
sumsum tulang yang fraktur (terutama pada orang tua dengan tulang yang rapuh).
Koagulopati adalah salah satu sebab dari perdarahan retroperitoneal dan harus selalu
dipertimbangkan bila pasien tidak memeberikan respon dengan resusitasi.

IV. SISTEM GENITOURINARIUS

Komponen mayor dari sistem genitourinarius yang terlibat dalam trauma pelvis
adalah kandung kemih dan urethra. Kandung kemih terletak di superior dari dasar pelvis
(otot coccygeal dan levator ani). Otot ini terletak di atas ligamentum. Fascia dari lantai pelvis
mobile dan jarang.

Pada laki-laki, prostat berada antara kandung kemih dan lantai pelvis dan ditutupi
oleh membran yang cukup tebal. Urethra melalui prostat dan keluar dibawah lantai pelvis.
Arteri, vena dan nervus pudendal (S2-4) berhubungan dengan pasase urethra menembus
difragma urogenitale, dan nervus otonom pelvis (S2-4) yang bertanggung jawab pada
mekanisme ereksi pada laki-laki.

Perbatasan antara prostat dan lantai pelvis sangat kuat seperti juga urethra pars
membranosa. Titik lemah pada area ini adalah urethra dibawah diafragma pelvis dalam pars
bulbosa. Ketika kandung kemih dalam keadaan penuh dan ditekan dengan kekuatan yang
besar, dapat terjadi ruptur urethra pada laki-laki ( paling sering pada pars bulbosa) dibawah
lantai pelvis. Kadang-kadang, dapat juga terjadi ruptur urethra pars membranacea di atas
lantai pelvis. Pada wanita, cedera urethra terjadi paling sering terjadi dekat bladder neck.

Kontinensi urine tergantung pada sfingter eksterna (otot lurik) pada urethra pars
membranaceus (midurethra pada perempuan) dan pada bladder neck (otot polos) pada laki-
laki dan perempuan. Pemahaman tentang anatomi pelvis akan meningkatkan kewaspadaan
dalam mengenali perdarahan retroperitoneal, juga cedera yang mengenai sistem
genitourinarius dan gastrointestinal.

Você também pode gostar