Você está na página 1de 10

IMUNOSUPRESI

A. Immunosuppression

Secara harafiah, imunosupresi dapat diartikan menekan respon imun. Pengertian yang
lebih luas lagi adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak memberikan respon yang optimal
terhadap adanya induksi ataupun stimulasi sesuatu yang bersifat imunogenik (sesuatu yang
mampu membangkitkan respon kekebalan/imun).
Imunosupresi melibatkan tindakan yang mengurangi aktivasi atau kemanjuran dari sistem
kekebalan tubuh, yaitu suatu kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan zat kebal
tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi
dalam tubuh, maka penyakit-penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh.
Hal tersebut akan menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan dan produksi.
Imunosupresi induksi sengaja umumnya dilakukan untuk mencegah tubuh dari menolak
transplantasi organ, mengobati graft-versus-host penyakit setelah transplantasi sumsum tulang,
atau untuk pengobatan penyakit auto-imun seperti rheumatoid arthritis atau penyakit Crohn. Hal
ini biasanya dilakukan dengan menggunakan obat-obatan, namun mungkin melibatkan
pembedahan (splenektomi), plasmapharesis, atau radiasi.
Seseorang yang sedang mengalami imunosupresi, atau sistem kekebalan tubuh yang
lemah karena alasan lain (misalnya, kemoterapi, HIV, dan Lupus) dikatakan
immunocompromised. Ketika organ ditransplantasikan, sistem kekebalan tubuh penerima
kemungkinan besar akan mengenalinya sebagai jaringan asing dan menyerangnya. Penghancuran
organ tersebut akan berakibat fatal jika tidak diobati, dan mungkin dapat berakhir pada kematian
penerima.
Pada masa lalu terapi radiasi digunakan untuk mengurangi system kekebalan tubuh, namun
saat ini obat-obatan imunosupresi sudah dpat digunakan untuk mengghambat reaksi dari system
kekebalan tubuh. The downside adalah dengan system kekebalan tubuh di nonaktifkan, tubuh
sangat rentan terhadap infeksi oportunistik, bahkan pada zat yang biasanya dianggap
takberbahaya pula. Penggunaan jangka panjang imunopresan dapat meningkatkan kanker.
Kortison merupakan imunosupresan pertama kali diidentifikasi, tetapi jangkauan luas dari
efek samping terbatas penggunaannya. Para azathioprine lebih spesifik diidentifikasi pada tahun
1959, namun penemuan siklosporin pada tahun 1970 yang memungkinkan untuk expansi yang
signifikan dari transplantasi ginjal yang kurang cocok antara penerima donor pasangan serta
aplikasi yang luas dari tranplantasi hati, transplantasi paru, transplantasi pangkreas dan
tranplantasi jantung.

a. Mekanisme Imunosupresi

Terjadinya imunosupresi akan ditunjukkan dengan adanya hambatan atau gangguan pada
satu atau lebih komponen sistem kekebalan tubuh. Mekanisme terjadinya imunosupresi biasanya
terjadi melalui 3 mekanisme yaitu :
Secara langsung mengganggu fungsi sistem kekebalan atau merusak organ dan kelenjar limfoid
primer (bursa Fabricius dan thymus) sekaligus organ/kelenjar limfoid sekunder (limfa,
proventrikulus, seka tonsil dll). Mekanisme ini biasanya disebabkan serangan Gumboro,
Mareks, reovirus, limfoid leukosis dan aspergilosis
Merusak atau mengganggu fungsi dan sistem pertahanan yang bersifat sekunder (limfa,
proventrikulus, seka tonsil, sel harderian) karena serangan penyakit swolen head syndrome,
kolera, ILT dan snot (korisa)
Menguras zat kebal (antibodi) tubuh yang telah terbentuk dari hasil vaksinasi, yang disebabkan
serangan koksidiosis

Secara umum adanya imunosupresi ditunjukkan dari adanya :


Gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti adanya kegagalan vaksinasi (meskipun vaksin yang
digunakan berkualitas dan tata laksana vaksinasi telah dilakukan dengan tepat), reaksi post
vaksinasi, turun atau hilangnya keampuhan pengobatan bahkan meningkatnya kasus penyakit
yang tidak umum, seperti gangrenous dermatitis, aplastic anemia atau inclusion body hepatitis
Meningkatnya penyakit yang menyerang saluran/sistem pernapasan yang diikuti infeksi
sekunder oleh bakteri

b. Penyebab Imunosupresi

Penyebab imunosupresi dapat disebabkan oleh bebeberapa faktor yaitu :

1. Agen penyakit (infeksius)


Agen penyakit yang bersifat imunosupresi antara lain mareks, avian leukosis, Gumboro.

Mareks
Mareks atau fowl paralysis, neurolymphomatosis, acute leukosis merupakan penyakit viral
yang sangat menular. Penyebabnya ialah virus herpes yang memiliki struktur DNA.
Sebagai penyakit imunosupresi, virus mareks mempunyai target utama merusak sel limfosit
T pembantu (Th), sel limfosit T sitotoksik dan sebagian kecil sel limfosit B. Selain itu, terjadi
pengecilan bursa Fabricius, thymus dan limpa yang merupakan pabrik sel limfosit T dan B.
Kasus serangan mareks yang berat bisa menyebabkan degenerasi sumsum tulang belakang yang
menjadi awal pembentukan sel bakal bagi sel limfosit.

Avian leukosis
Seperti halnya mareks, avian leukosis merupakan penyakit tumor yang menyebabkan
kerusakan pada organ limfoid primer. Avian leukosis disebabkan infeksi virus retrovirus yang
mempunyai target utama merusak sel limfosit B matang yang telah mempunyai Ig M terikat
membran. Selain itu, adanya replikasi retrovirus pada bursa Fabricius dan limpa menyebabkan
kedua organ limfoid ini menjadi kisut (atropi). Kerusakan kedua organ limfoid tersebut sekaligus
kerusakan sel limfosit B matang akan menyebabkan respon kekebalan humoral menjadi
terganggu.

Gumboro
Penyakit yang pertama kali terjadi di wilayah Gumboro, Delaware Amerika Serikat ini
menjadikan sel limfosit B dan makrofag serta organ limfoidnya sebagai target utama infeksi. Sel
limfosit B matang dan makrofag di jaringan usus menjadi sel yang terlebih dahulu terinfeksi
virus Gumboro. Kemudian virus Gumboro secara sistematik menyebar sampai ke berbagai
organ, terutama bursa Fabricius.

Contoh dari kondisi dan penyakit yang dapat menyebabkan gangguan immunodeficiency
dalam kasus-kasus yang telah terjadi:
Ataksia-telangiectasia
Sindrom Chediak-Higashi
Penyakit imunodefisiensi gabungan
Hypogammaglobulinemia
Sindrom Job
Cacat adhesi leukosit
Panhypogammaglobulinemia
Penyakit Bruton
Agammaglobulinemia kongenital
Defisiensi selektif IgA
Sindrom Wiscott-Aldrich

2. Agen kimia
Agen kimia yang dapat mengakibatkan imunosupresi adalah toksin atau racun jamur dan
kandungan nutrisi yang kurang.

Mikotoksin
Mikotoksin atau racun jamur akan sangat mudah ditemukan saat kondisi lingkungan
lembab, terutama saat musim penghujan. Selain itu ransum atau bahan baku ransum dengan
kadar air yang tinggi akan memicu tumbuhnya jamur yang menghasilkan racun atau toksin.
Jamur yang tumbuh pada ransum dan bahan baku ransum dapat dengan mudah dimatikan, namun
tidak demikian dengan racun jamur yang terbentuk. Racun itu sangat sulit untuk dihilangkan.
Racun jamur yang terkonsumsi oleh manusia biasanya tidak langsung dikeluarkan dari
tubuh, namun akan terakumulasi dan saat kadarnya telah mencapai titik tertentu (batas normal)
maka manusia akan mulai menunjukkan gejala. Salah satunya ialah melemahnya sistem
pertahanan tubuh manusia atau sering disebut imunosupresi. Imunosupresi yang disebabkan oleh
mikotoksin bersifat kronis. Namun jika konsentrasi tinggi akan bersifat akut.
Imunosupresi merupakan gejala awal saat kadar mikotoksin relatif rendah, selanjutnya
terjadi gangguan metabolisme, timbul gejala klinis dan akhirnya timbul kematian.

Defisiensi nutrisi
Zat nutrisi yang terkandung dalam ransum, seperti energi, protein, vitamin dan mineral
memiliki peranan penting dalam sistem kekebalan (imunitas). Protein sangat diperlukan untuk
perkembangan organ limfoid. Bahkan beberapa asam amino memiliki peranan langsung terhadap
sistem kekebalan. Contohnya metionin yang berperan meningkatkan aktivitas kerja thymus dan
bursa Fabricius. Kekurangan metionin akan mengakibatkan manusia kekurangan sel darah putih
dan ukuran bursa Fabricius menjadi lebih kecil dibandingkan ukuran normalnya. Ketersediaan
lisin yang cukup dapat meningkatkan level Ig M dan Ig G yang menentukan level/titer antibodi.
Selain itu lisin juga digunakan untuk memelihara sistem kekebalan dan sintesa imunoglobulin
yang disekresikan lewat mukosa usus. Arginin dan sistin juga berperan dalam sistem kekebalan
tubuh manusia.
Vitamin juga berperan sebagai kofaktor dalam alur proses pembentukan antibodi. Vitamin
C berfungsi memelihara stabilitas membran sel leukosit dan mengoptimalkan aktivitas fagosit
dari sel neutrofil. Vitamin yang spesifik berperan dalam sistem kekebalan yaitu vitamin A yang
berperan menjaga fungsi normal membran mukosa dan perkembangan sel limfosit B; vitamin B6
berfungsi dalam perkembangan dan pemeli-haraan jaringan limfoid; vitamin D3 diperlukan untuk
aktivitas makrofag dan level perlindungan cellular mediated immunity (CMI) dan vitamin E
melindungi struktur lipoprotein membran sel dan ikut dalam proses pembentukan humoral
mediated immunity (HMI) dan CMI.

c. Kejadian dan Faktor Penyebab Imunosupresi

Sebenarnya ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan timbulnya kejadian


imunosupresi, yaitu:

Rusaknya jaringan-jaringan tubuh yang berfungsi untuk membentuk/mendewasakan sel-sel yang


berperanan dalam respon kekebalan, misalnya timus (thymus), bursa Fabricius, sumsum tulang,
limpa dan jaringan limfoit lainnya (misalnya daun Peyer). Kerusakan jaringan ini bisa
disebabkan oleh virus (misalnya: Reovirus, Mareks Disease Virus, Chicken Anaemia Virus,
Raussarcoma Viruses, IBD Virus) atau oleh toksin-toksin tertentu seperti Aflatoksin dan Toksin-
T2.
Efek dari rusaknya jaringan limfoit selain dari mengecilnya jaringan limfoit itu sendiri, juga
menyebabkan menurunnya jumlah sel-sel darah putih secara ke seluruhan, termasuk sel-sel
limfosit dewasa yang beredar di dalam sistem sirkulasi tubuh, baik itu sistem peredaran darah
maupun sistem peredaran limfe (system
getah bening atau limfatik).
Kondisi ini tentu saja akan mengakibatkan reaksi tubuh dalam menghadapi tantangan bibit
penyakit yang masuk akan menjadi lebih lama atau tidak optimal. Selanjutnya, Labro (1990)
melaporkan bahwa penggunaan antibiotika jenis Tetrasiklin dalam waktu yang relatif lama pun
akan menekan jumlah populasi sel-sel limfosit, walaupun pada penelitian selanjutnya diketahui
efek tersebut hanyalah bersifat sementara dan mekanismenyapun belum diketahui secara pasti.
Rusaknya struktur dan fungsi fisiologis sel-sel darah putih (termasuk sel-sel limfosit). Kondisi
ini dapat disebabkan juga oleh virus-virus dan toksin yang disebutkan di atas, tergantung dari
derajat keparahan infeksi ataupun level dan lamanya induk semang terinduksi oleh Aflatoksin
ataupun Toksin-T2.
Walaupun struktur sel-sel darah putih (termasuk sel-sel limfosit) tidak terganggu, namun ada
kalanya hanya fungsi fisiologisnya saja yang terganggu. Hal ini bisa terjadi akibat stres yang luar
biasa ataupun pengaruh dari Aflatoksin dosis rendah (lazy leucocyte syndrome). Pada kondisi
seperti ini sel-sel limfosit yang normal secara anatomis tidak memberikan respon tanggap kebal
yang optimal secara fisiologis terhadap adanya induksi secara imunologik. Adair (1995)
menyatakan bahwa kondisi imunosupresi juga dapat terjadi akibat terjadinya infeksi-infeksi pada
jaringan-jaringan non-limfoit seperti kelenjar tiroid (thyroid). Pada kondisi seperti ini berarti
agen penyebabnya secara tidak langsung mengganggu reaksi imunologis. Hal ini mirip sekali
dengan laporan Klasing (1997) tentang peranan Interleukin-1 (sejenis sitokin) yang terbentuk
pada respon kekebalan dan pengaruhnya pada penampilan pertumbuhan pada manusia potong.
Jadi, secara umum dapat disimpulkan bahwa kondisi imunosupresi dapat terjadi akibat
terganggunya respon kekebalan secara normal yang disebabkan oleh faktor-faktor infeksius atau
pun non-infeksius, baik secara langsung ataupun secara tidak langsung.

Faktor penyebab lain yang melemahkan sistem kekebalan tubuh kita:


1. Overdosis pada gula:
Jumlah asupan gula yang tinggi untuk jangka waktu lama dapat mengurangi kemampuan sel
darah putih untuk membunuh kuman sebesar 40 persen. Efek penekan kekebalan gula dimulai
kurang dari tiga puluh menit setelah konsumsi dan dapat berlangsung selama lima jam.
2. Minum alkohol berlebihan minum alkohol yang berlebihan dapat membahayakan sistem
kekebalan tubuh dalam dua cara
a. menghasilkan suatu kekurangan gizi secara keseluruhan, mencabut tubuh nutrisi yang berharga.
b. minum alkohol yang berlebihan dapat mengurangi kemampuan Sel darah putih untuk membunuh
kuman, dan menekan kemampuan sel darah putih untuk berkembang biak menyebabkan
keracunan yang mengakibatkan kekebalan ditekan dan infeksi hati.
3. makanan alergen Sistem kekebalan mengenali substansi dinyatakan tidak berbahaya sebagai
penyerbu asing dan serangan itu, menyebabkan reaksi Alergi. Sebelum pertempuran, lapisan usus
seperti dinding tak tertembus terhadap penyerbu asing. Setelah pertemuan dengan alergen
makanan banyak, dinding rusak, memungkinkan penjajah dan zat beracun lainnya berpotensi
dalam makanan untuk masuk ke aliran darah dan membuat tubuh merasa lelah.
4. Asupan tinggi jumlah lemak jenuh s dan trans
Obesitas dapat menyebabkan sistem kekebalan yang lemah. Hal ini dapat mempengaruhi
kemampuan sel darah putih untuk memperbanyak, memproduksi antibodi, dan mencegah
peradangan.
5. Jumlah yang tidak memadai tidur Suatu jumlah yang tidak memadai tidur dapat menyebabkan
sistem kekebalan tertekan. Tubuh kita membutuhkan tidur untuk memulihkan itu habis energi
selama tidur dan memungkinkan sel-sel darah putih untuk kembali memperkuat diri.
6. Vitamin, nutrisi dan Vitamin mineral defisiensi, gizi dan kekurangan mineral mengurangi kadar
oksigen dalam aliran darah yang penting untuk sel-sel tubuh kita dan meningkatkan risiko
peradangan hati, prostat, dll

d. Tanda lainnya

Respon yang buruk terhadap pengobatan untuk infeksi


Pemulihan tertunda atau tidak lengkap dari penyakit
Beberapa jenis kanker (seperti sarkoma Kaposi atau limfoma non-Hodgkin)
Infeksi tertentu (termasuk beberapa bentuk pneumonia atau infeksi jamur berulang)

e. Tes digunakan untuk membantu mendiagnosa gangguan immunodeficiency

Melengkapi kadar dalam darah, atau tes lainnya untuk mengukur zat yang dilepaskan oleh
sistem kekebalan tubuh
Tes HIV
Kadar imunoglobulin dalam darah
Protein elektroforesis (darah atau urin)
T (timus berasal) jumlah limfosit
Jumlah sel darah putih
f. Saran untuk membantu Anda mengurangi risiko infeksi

Memodifikasi gaya hidup Anda:

Cuci tangan
Menjaga kebersihan tubuh yang baik
Gunakan cair daripada sabun batangan
Bath setiap hari, lembut kulit keringkan, gunakan pelembab untuk mencegah kulit kering
Gunakan krim kutikula remover daripada memilih atau memotong kutikula kuku
Gunakan deodoran bukan antiperspirant
Setelah buang air besar, bersihkan daerah dubur menyeluruh
Lakukan perawatan mulut sering, hati-hati, namun secara menyeluruh
Coba sdt. baking soda dan sdt. garam dalam 8 ons gelas air bukan obat kumur
Gunakan pisau cukur listrik bersih daripada pisau silet lurus atau kembar
Hindari mengambil suhu rektal, atau menggunakan dubur atau vagina supositoria (wanita
menggunakan serbet, bukan tampon)
Gunakan pelumas saat berhubungan intim, gunakan kondom jika melakukan hubungan seks anal
Lindungi diri Anda dari luka bakar, luka, dan goresan
Hindari kontak dengan potensi untuk infeksi (air tergenang, orang dengan pilek, luka terbuka,
tempat umum tertutup dengan orang banyak, kotoran hewan, dll)
Hindari vaksinasi, dan orang-orang yang baru divaksinasi dengan vaksin hidup (mis. bayi
berusia 12-15 bulan)
Latihan sedikit setiap hari

g. Terapi Imunosupresi

Sistem imun tubuh dapat membedakan antara antigen diri (self antigen) dengan
antigen asing (non-self antigen). Dalam keadaan normal sistem imun memper-
tahankan fungsi fisiologis terhadap berbagai perubahan dari luar. Jika suatu antigen
asing masuk ke dalam tubuh akan timbul respons imun, tetapi pada keadaan tertentu
dapat tidak timbul respons imun. Suatu antigen disebut imunogen bila mampu
membangkitkan respons imun, jadi bersifat imunogenik. Sebaliknya kalau tidak
menimbulkan respons imun disebut bersifat tolerogenik dan menimbulkan
imunotoleransi. Pada keadaan tertentu respons imun dapat memberikan keadaan
patologik misalnya pada keadaan hipersensitivitas, atau dapat juga ditimbulkan oleh
karena gangguan regulasi sistem imun, autoimunitas, dan defisiensi imun.
Imunomodulasi adalah usaha untuk mengembalikan dan memperbaiki keadaan
patologik tersebut menjadi normal kembali dengan cara menekan fungsi imun yang
berlebihan (imunosupresi), atau memperbaiki sistem imun dengan merangsang sistem
imun (imunopotensiasi).

Daftar Pustaka

Basic Immunology: Functions and Disorders of the Immune System, 3rd Ed. 2011
Conti DJ, Rubin R. Infeksi pada sistem saraf pusat pada penerima transplantasi organ.
Neurologis Clinics1988; 6:241-60
Fimmel, S; Zouboulis CC (2005). "Influence of physiological androgen levels on wound healing
and immune status in men". Aging Male 8 (34): 166174. doi:10.1080/13685530500233847.
PMID 16390741
Lehnert AM, Yi S, Burgess JS, OConnell PJ. Pancreatic islet xenograft tolerance after short-
term costimulation blockade is associated with increased CD4+ T cell apoptosis but not
immune deviation. Transplantation 2000;69:117685.
Llewelyn JG. Para neuropati diabetes: tipe, diagnosis dan manajemen. J Neurol Neurosurg
Psychiatry2003, 74 (suppl II): ii1-2
Nakata K. Mycobacterium Tuberkolosis Enhances Human Immunodeficiency Virus-I
Replikacation in the Lung. Am J respir Crit Care Made 1997; 155; 996-1003
Noskin GA, Phair JP. Host Impairments in Human Imunodeficiency Virus Infection. In;
Respiratory Infection, editors; Niederman, Sarosi, Glassroth, WB Saunders Company USA,
1994.p.57-62
Pengantar Kesehatan Lingkungan Dr. Budiman Chandra
Zunt JR. Infeksi sistem saraf pusat selama imunosupresi. Neurologis Clinics2002; 20:1-22

Você também pode gostar