Você está na página 1de 23

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER

(DHF)

DISUSUN OLEH :

1. Meyka Fatkhunnikmah ( 010115A071)

2. Minarti Dewi ( 010115A073)

3. Shendy Prastika ( 010115A

4. Zahra Nur Hanifa ( 010115A140 )

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

DHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering disebut sebagai
demam berdarah. Menurut para ahli, demam berdarah dengue disebut sebagai penyakit
(terutama sering dijumpai pada anak) yang disebabkan oleh virus Dengue dengan gejala
utama demam, nyeri otot, dan sendi diikuti dengan gejala pendarahan spontan seperti; bintik
merah pada kulit,mimisan, bahkan pada keadaan yang parah disertai muntah atau BAB
berdarah. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,d engan genusnya
adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda,
tergantung dari serotipe virus Dengue.

Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara Tropis dan Subtropis.


Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Di Indonesia
Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar
keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara
strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah
berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor genetik dari hospesnya.
Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara
konvensional sudah berubah. Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang
serius pada banyak negara tropis dan sub tropis.
B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk :

1. Mengetahui konsep teori dari penyakit Dengue Haemorhagic Fever pada anak.

2. Mengetahui etiologi penyakit Dengue Haemorhagic Fever pada anak.

3. Mengetahui manifestasi klinik penyakit Dengue Haemorhagic Fever pada anak.

4. Mengetahui patofisiologi penyakit Dengue Haemorhagic Fever pada anak.

5. Mengetahui WOC penyakit Dengue Haemorhagic Fever pada anak.

6. Mengetahui komplikasi penyakit Dengue Haemorhagic Fever pada anak.

7. Mengetahui pemeriksaan penunjang Dengue Haemorhagic Fever pada anak.

8. Mengetahui penatalaksanaan medis Dengue Haemorhagic Fever pada anak.

9. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dan rencana keperawatan penyakit


Dengue Haemorhagic Fever pada anak.
BAB II

KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN

DHF(Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh


karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah
Dengue (Hidayat, 2006)

Demam berdarah dengue merupakan salah penyakit menular yang di


sebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak selama 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas
disertai dengan lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda perdarahan di
kulit berupa bintik merah, lebam (echymosis) atau ruam (purpura), kadang-
kadang disertai dengan mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran
menurun atau renjatan (syok) (Kemenkes RI, 2010).

Menurut Depkes RI (2013), Demam berdarah dengue (DBD)


merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi dengan salah satu dari empat virus dengue. Virus tersebut dapat
menyerang bayi, anak-anak dan orang dewasa.

B. ETIOLOGI

Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus dengue dan


ditularkan oleh nyamuk Aedes. Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes,
yaitu :

Aedes Agypti

Paling sering ditemukan. Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis,


terutama hidup dan berkembang biak didalam rumah, yaitu ditempat
penampungan air jernih atau tempat penampungan air disekitar rumah.
Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik-bintik putih.
Biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.
Jarak terbang 100 meter.
Aedes Albopictus

Tempat habitatnya ditempat air jernih. Biasanya di sekitar rumah atau


pohon-pohon, tempat yang menampung air hujan yang bersih, seperti
pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Menggigit pada waktu siang hari.
Jarak terbang 50 meter (Rampengan, 2007).

Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari


genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus dengue. Virus Dengue
penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod
virus Arbovirosis yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-
3, DEN-4 (Kemenkes RI, 2010).

Di Indonesia pengamatan virus dengue yang di lakukan sejak tahun


1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan ke empat serotipe di temukan
dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe
yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi
klinik yang berat (Depkes RI, 2012)

C. DERAJAT PENYAKIT DBD DIKLASIFIKASIKAN DALAM 4 DERAJAT

Derajat Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya


I manifestasi perdarahan ialah uji bendung.
Derajat Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
II perdarahan lain.
Derajat Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
III tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak
tampak gelisah.
Derajat Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan
IV tekanan darah tidak terukur.

D. MANIFESTASI KLINIK

a. Demam
Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik
seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan
kepala. Pada umumnya gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan.
Demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis
b. Perdarahan
Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam
bentuk perdarahan dapat berupa uji rumple leed positif, petechiae,
purpura, echimosis, epistasis, perdarahan gusi dan yang paling parah
adalah melena.

c. Hepatomegali

Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam,


kadang-kadang juga di temukannya nyeri, tetapi biasanya disertai
ikterus.

d. Shock

Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari


ketiga dan ketujuh sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam
biasanya mempunyai prognosa buruk. Penderita DHF memperlihatkan
kegagalan peredaran darah dimulai dengan kulit yang terasa lembab
dan dingin pada ujung hidung, jari dan kaki, sianosis sekitar mulut dan
akhirnya shock.

E. PATOFISIOLOGI

Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk


terjadi viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab yang
jelas disertai gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal di
seluruh tubuh, nafsu makan berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah
pada kulit. Selain itu kelainan dapat terjadi pada sistem retikulo endotel atau
seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Pelepasan
zat anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta aktivitas dari sistem kalikrein
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler sehingga
cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya
perembesaran plasma akibatnya terjadi pengurangan volume plasma yang
terjadi hipovolemia, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Selain itu sistem reikulo endotel bisa
terganggu sehingga menyebabkan reaksi antigen anti body yang akhirnya bisa
menyebabkan Anaphylaxia. Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran
darah akan menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi
trombositopenia yang berlanjut akan menyebabkan perdarahan karena
gangguan trombosit dan kelainan koagulasi dan akhirnya sampai pada
perdarahan kelenjar adrenalin. Plasma merembas sejak permulaan demam dan
mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume
plasma dapat berkurang sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik
yang terjadi akibat kehilangan plasma yang tidak dengan segera diatasi maka
akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Terjadinya
renjatan ini biasanya pada hari ke -3 dan ke-7. Reaksi lainnya yaitu terjadi
perdarahan yang diakibatkan adanya gangguan pada hemostasis yang
mencakup perubahan vaskuler, trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3),
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin,
faktor V, IX, X dan fibrinogen). Pembekuan yang meluas pada intravaskuler
(DIC) juga bisa terjadi saat renjatan. Perdarahan yang terjadi seperti petekie,
ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gusi, sampai perdarahan hebat pada
traktus gastrointestinal (Rampengan, 2007).

G. KOMPLIKASI

Komplikasi DHF menurut Smeltzer dan Bare (2009) adalah perdarahan,


kegagalan sirkulasi, Hepatomegali, dan Efusi pleura.

1. Perdarahan

Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan


jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm dan koagulopati,
trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda
dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi
perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, peteke, purpura, ekimosis,
dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi

DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 27,


disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
26 berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium
volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau
kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga disertai
dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan perfusi miokard dan curah
jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan
dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.

3. Hepatomegali

Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan dengan


nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel
kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan
lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.

4. Efusi pleura

Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan


ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Kriteria WHO (2011) pemeriksaan laboratorium demam berdarah


dengue adalah sebagai berikut:

1. Jumlah sel darah putih bisa normal atau didominasi oleh neutrofil pada fase
awal demam. Kemudian, jumlah sel darah putih dan neutrofil akan turun,
hingga mencapai titik terendah di akhir fase demam. Perubahan pada
jumlah total sel darah putih (<5000sel/mm3) dan rasio neutrofil-limfosit
(neutrofil<limfosit) berguna untuk memprediksi periode kritis kebocoran
plasma. Hal in mengawali terjadinya trombositopenia atau naiknya
hematokrit. Limfositosis relatif dengan limfosit atipikal meningkat biasa
ditemukan pada akhir fase demam hingga fase pemulihan. Perubahan ini
juga terlihat pada DB.

2. Jumlah platelet normal selama fase awal demam. Penurunan ringan dapat
terjadi selanjutnya. Penurunan jumlah platele secara tiba -tiba hingga di
bawah 100.000 terjadi di akhir fase demam sebelum onset syok ataupun
demam surut. Jumlah platelet berkorelasi dengan keparahan DBD. Selain
itu, terdapat kerusakan pada fungsi platelet. Perubahan ini terjadi secara
singkat dan kembali normal selama fase pemulihan.

3. Hematokrit normal pada fase awal demam. Peningkatan kecil dapat terjadi
karena demam tinggi, anoreksi, dan muntah. Peningkatan hematokrit secara
tiba-tiba terlihat setelah jumlah platelet berkurang. Hemokonsentrasi atau
naiknya hematokrit sebesar 20% dari batas normal, seperti hematokrit 35%
42% merupakan bukti obyektif adanya kebocoran plasma.

4. Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan penemuan tetap dari


DBD. Berkurangnya jumlah platelet di bawah 100.000 sel/mm3 biasanya
terjadi pada hari ketiga-sepuluh. Peningkatan hematokrit terjadi pada semua
kasus DBD, khususnya kasus syok. Hemokonsentrasi degan peningkatan
hematokrit sebesar 20% atau lebih merupakan bukti obyektif adanya
kebocoran plasma. Harus dicatat bahwa level hematokrit mungkin
dipengaruhi oleh penggantian volume yang terlalu dini atau perdarahan.

5. Penemuan lain adalah hipoproteinemia/ albuminemia (sebagai kosekuensi


kebocoran plasma), hiponatremia, dan kenaikan ringan AST serum (<=200
U/L) dengan rasio AST:ALT>2.

6. Albuminuria ringan sesaat juga dapat terlihat

7. Berak darah

8. Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan koagulasi dan faktor fibrinolitik


menunjukkan berkurangnya fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII,
dan antitrombin. Pengurangan antiplasmin (penghambat plasmin) juga
terdeteksi pada beberapa kasus. Pada kasus berat dengan disfungsi hepar,
kofaktor protrombin tergantung vitamin K berkurang, seperti faktor
V,VII,IX, dan X.

9. Waktu tromboplastin sebagian dan waktu protrombin memanjang pada


sepertiga sampai setengah kasus DBD. Waktu trombin juga memanjang di
kasus yang berat.

10. Hiponatremia terjadi beberapa kali pada DBD dan lebih parah pada
syok.

11. Hipokalsemia (dikoreksi dengan hipoalbuminemia) terjadi pada


seluruh kasus DBD, levelnya lebih rendah pada derajat 3 dan 4.

12. Asidosis metabolik juga sering ditemukan di kasus dengan syok


berkepanjangan. Kadar nitrogen urea dalam darah meningkat pada syok
berkepanjangan.

13. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue

Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit,
mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/
menghilang pada akhir minggu keempat sakit. Antibodi IgG anti dengue
pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit ke-14 dan menghilang
setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti
dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2. Rasio IgM/IgG digunakan
untuk membedakan infeksi primer dari infeksi sekunder. Apabila rasio
IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun apabila IgM:IgG rasio
<1,2 menunjukkan infeksi sekunder.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan menurut kelompok A-C (WHO, 2009) :

Grup A : Ini adalah pasien yang mampu mentolerir volume yang memadai
dari cairan mulut dan buang air setidaknya sekali setiap enam jam, dan tidak
memiliki tanda-tanda peringatan, terutama ketika demam reda. Pasien rawat
jalan harus ditinjau setiap hari untuk perkembangan penyakit (penurunan
jumlah sel darah putih, penurunan suhu badan sampai yang normal dan tanda-
tanda peringatan) sampai mereka keluar dari periode kritis. Mereka dengan
hematokrit stabil dapat dikirim pulang setelah disarankan untuk kembali ke
rumah sakit segera jika mereka mengalami tanda-tanda peringatan dan rencana
tindakannya adalah sebagai berikut :

a. Mendorong asupan oral larutan rehidrasi oral (oralit), jus buah dan cairan
lainnya mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti kerugian dari
demam dan muntah. Memadai asupan cairan oral mungkin dapat
mengurangi jumlah rawat inap. Cairan yang mengandung gula / glukosa
dapat memperburuk hiperglikemia stres fisiologis dari dengue dan diabetes
mellitus.

b. Berikan parasetamol untuk demam tinggi jika pasien tidak nyaman. Interval
parasetamol dosis tidak boleh kurang dari enam jam. Spons hangat jika
pasien masih mengalami demam tinggi. Jangan memberikan asam
asetilsalisilat (aspirin), ibuprofen atau obat-obatan seperti anti-inflamasi
non-steroid agen lain (NSAIDs), ini dapat memperburuk gastritis atau
perdarahan. Asam asetilsalisilat (aspirin) dapat dikaitkan dengan Sindrom
Reye.

c. Anjurkan pengasuh bahwa pasien harus dibawa ke rumah sakit segera jika
salah satu dari berikut terjadi : Tidak ada perbaikan klinis, penurunan suhu
badan dari yang normal, sakit perut yang parah, muntah terus-menerus,
ekstremitas berkeringat dan dingin , lesu atau lekas marah / gelisah ,
perdarahan (misalnya tinja berwarna hitam atau kopi-darat muntah), tidak
buang air selama lebih dari 4-6 jam. Pasien yang dipulangkan harus
dipantau setiap hari oleh penyedia layanan kesehatan untuk pola suhu,
volume asupan cairan dan kerugian, keluaran urin (volume dan frekuensi),
tanda-tanda peringatan, tanda-tanda kebocoran plasma dan perdarahan,
hematokrit, dan sel darah putih dan jumlah trombosit.

Grup B : Pasien yang harus dirujuk untuk manajemen di rumah sakit.


Pasien mungkin perlu dirawat di pusat kesehatan sekunder untuk pengamatan
dekat, terutama ketika mereka mendekati fase kritis. Ini termasuk pasien
dengan tanda-tanda peringatan, orang-orang dengan kondisi ini ada yang bisa
membuat demam berdarah atau manajemen yang lebih rumit (seperti
kehamilan, bayi, usia tua, obesitas, diabetes mellitus, kegagalan ginjal,
penyakit hemolitik kronik), dan mereka dengan keadaan sosial tertentu (seperti
sebagai hidup sendiri, atau hidup jauh dari fasilitas kesehatan tanpa sarana
yang dapat diandalkan transportasi).

Jika pasien memiliki dengue dengan tanda-tanda peringatan, rencana tindakan


harus sebagai berikut:

a. Mendapatkan hematokrit sebelum terapi cairan. Hanya memberikan solusi


isotonik seperti 0,9% salin, Ringer laktat, atau larutan Hartmann. Mulailah
dengan 5-7 ml / kg / jam selama 1-2 jam, kemudian mengurangi ke 3-5 ml /
kg / jam selama 2-4 jam, dan kemudian mengurangi ke 2-3 ml / kg / jam
atau kurang, sesuai dengan respon klinis.

b. Menilai kembali status klinis dan ulangi hematokrit. Jika hematokrit tetap
sama atau naik hanya minimal, lanjutkan dengan tingkat yang sama (2-3
ml / kg / jam) selama 2-4 jam. Jika tanda-tanda vital memburuk dan
hematokrit meningkat pesat, meningkatkan tingkat untuk 5-10 ml / kg / jam
selama 1-2 jam. Menilai kembali status klinis, ulangi hematokrit dan
meninjau tarif infus cairan sesuai.

c. Berikan volume cairan intravena minimum yang diperlukan untuk


mempertahankan baik perfusi dan urine output sekitar 0,5 ml / kg / jam.
Cairan intravena biasanya diperlukan untuk hanya 24-48 jam. Mengurangi
cairan intravena secara bertahap ketika tingkat kebocoran plasma menurun
menjelang akhir fase kritis. Hal ini ditunjukkan dengan urin dan / atau
asupan cairan oral yang / memadai, atau hematokrit menurun di bawah nilai
dasar pada pasien yang stabil.
d. Pasien dengan tanda-tanda peringatan harus dipantau oleh penyedia layanan
kesehatan sampai periode risiko berakhir. Sebuah keseimbangan cairan rinci
harus dipertahankan. Parameter yang harus dipantau meliputi tanda-tanda
vital dan perfusi perifer (1-4 jam sampai pasien keluar dari fase kritis),
output urine (4-6 jam), hematokrit (sebelum dan sesudah penggantian
cairan, kemudian 6-12 jam) , glukosa darah, dan fungsi organ lainnya
(seperti profil ginjal, profil hati, profil koagulasi).

Jika pasien memiliki dengue tanpa tanda-tanda peringatan, rencana tindakan


harus sebagai berikut:

1) Mendorong cairan oral. Jika tidak ditoleransi, mulai terapi cairan


intravena 0,9% garam atau laktat Ringer dengan atau tanpa dekstrosa
pada tingkat pemeliharaan. Untuk pasien obesitas dan kelebihan berat
badan, menggunakan berat badan ideal untuk perhitungan infus cairan.
Pasien mungkin dapat mengambil cairan oral setelah beberapa jam dari
terapi cairan intravena. Dengan demikian, perlu untuk merevisi infus
cairan. Berikan volume minimum yang diperlukan untuk
mempertahankan perfusi yang baik dan output urin. cairan intravena
biasanya diperlukan hanya untuk 24-48 jam.

2) Pasien harus dipantau oleh penyedia layanan kesehatan untuk pola suhu,
volume asupan cairan dan kerugian, keluaran urin (volume dan
frekuensi), tanda-tanda peringatan, hematokrit, dan sel darah putih dan
jumlah trombosit. Tes laboratorium lainnya (seperti tes hati dan fungsi
ginjal) dapat dilakukan, tergantung pada gambaran klinis dan fasilitas
rumah sakit atau kesehatan pusat.

Grup C : Pasien yang memerlukan perawatan darurat dan rujukan


mendesak saat mereka telah parah ketika mereka berada di tahap kritis
penyakit, yaitu ketika mereka memiliki:

Kebocoran plasma yang parah menyebabkan syok dengue dan / atau


akumulasi cairan dengan gangguan pernapasan;

Perdarahan parah;
Gangguan organ yang parah (kerusakan hati, gangguan ginjal,
kardiomiopati,
encephalopathy atau ensefalitis).

Semua pasien dengan demam berdarah yang parah harus dirawat di


rumah sakit dengan akses ke fasilitas perawatan intensif dan transfusi darah.
Resusitasi cairan intravena adalah intervensi penting dan biasanya satu-
satunya yang diperlukan. Solusi Kristaloid harus isotonik dan volume hanya
cukup untuk mempertahankan sirkulasi yang efektif selama periode
kebocoran plasma. Kerugian plasma harus segera diganti dan cepat dengan
larutan kristaloid isotonik atau, dalam kasus syok hipotensi, solusi koloid.
Jika mungkin, mendapatkan tingkat hematokrit sebelum dan sesudah
resusitasi cairan. Pengganti harus ada dilanjutkan kerugian plasma lebih
lanjut untuk mempertahankan sirkulasi efektif selama 24-48 jam. Untuk
pasien kelebihan berat badan atau obesitas, berat badan ideal harus
digunakan untuk menghitung tarif infus cairan. Transfusi darah harus
diberikan hanya dalam kasus yang dicurigai perdarahan / parah.Resusitasi
cairan harus jelas dipisahkan dari pemberian cairan sederhana. Ini adalah
sebuah strategi di mana volume yang lebih besar dari cairan (misalnya 10-
20 ml bolus) diberikan untuk periode waktu yang terbatas di bawah
pengawasan ketat untuk mengevaluasi respon pasien dan untuk
menghindari perkembangan edema paru. Tingkat volume intravaskular
Defisit shock dengue bervariasi. Masukan biasanya jauh lebih besar
daripada output, dan input /rasio output tidak ada utilitas untuk menilai
kebutuhan resusitasi cairan selama periode ini.

Tujuan dari resusitasi cairan termasuk meningkatkan sirkulasi sentral dan


perifer
(Penurunan takikardia, meningkatkan tekanan darah, volume nadi,
ekstremitas hangat dan merah muda, dan waktu pengisian kapiler <2 detik)
dan meningkatkan perfusi organ akhir yaitu tingkat sadar stabil (lebih
waspada atau kurang gelisah), output urine 0.5 ml / kg / jam, penurunan
asidosis metabolik).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DENGUE
HAEMORHAGIC FEVER

1. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pendidikan
Nama orang tua
Pendidikan orang tua
Pekerjaan orang tua
2. Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke Rumah Sakit
adalah panas tinggi dan anak lemah
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat
demam kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi pada hari ke-3 dan ke-7
dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk
pilek,nyeri telan,mual,muntah anoreksia,diare/konstipasi,sakit kepala,nyeri otot
dan persendian,nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal,serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit,gusi (grade III,IV),melena atau hematemesis.
4. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF,anak bisa mengalami serangan
ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
5. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat Gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status
gizi baik maupun buruk dapat berisiko,apabila terdapat faktor predisposisinya.
Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual,muntah,dan nafsu
makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi,maka anak dapat mengalami penurunan berat
badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
7. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).
8. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan
berkurang,dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar)
Kadang-kadang anak mengalami diare/konstipasi. Sementara DHF grade III-
IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil).
Perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF
grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat.
Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit/nyeri otot dan
persenian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5) Kebersihan.
Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung
kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
9. Pemeriksaan Fisik
Meliputi inspeksi,palpasi,auskultasi,dan perkusi dari ujung rambut sampai ujung
kaki.Berdasarkan tingkatan (grade) DHF,keadaan fisik anak adalah sebagai
berikut :
1) Grade I : Kesadaran kompos mentis,keadaan umum lemah,tanda-tanda vital
dan nadi lemah.
2) Grade II : Kesadaran kompos mentis,keadaan umum lemah,ada perdarahan
spontan petekia,perdarahan gusi dan telinga,serta nadi lemah,kecil,dan tidak
teratur.
3) Grade III : Kesadaran apatis,somnolen,keadaan umum lemah,nadi
lemah,kecil,dan tidak teratur,serta tensi menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma,tanta-tanda vital : nadi tidak teraba,tensi tidak
terukur,pernapasan tidak teratur,ekstremitas dingin,berkeringat,dan kulit
tampak biru.
10. Sistem Integumen
1) Adanya patekia pada kulit,turgor kulit menurun,dan muncul keringat
dingin,dan lembab.
2) Kuku sianosis/tidak
3) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri,muka tampak kemerahan karena demam (flusy),mata
anemis,hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade
II,III,IV.Pada mulut didapatkan bahwa mukos mulut kering,terjadi perdarahan
gusi,dan nyeri telan.Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing
dan terjadi perdarahan telinga (pada grade II,III,IV).
4) Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak.Pada foto thorax terdapat
adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura),Rales
(+),Ronchi (+) yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
5) Abdomen
Mengalami nyeri tekan,pembesaran hati (hepatomegali),dan asites.
6) Ekstremitas
Akral dingin,serta terjadi nyeri otot,sendi,serta tulang.
11. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) Hb dan PVC meningkat (20%)
2) Trombositopenia (100.000/ml)
3) Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
4) Ig.D.dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan
hipoproteinemia,hipokloremia,dan hiponatremia
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolik : pCO2<35-40 mmhg dan HCO3 rendah
8) SGOT/SGPT mungkin meningkat
(Nursalam, 2005)

2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makan

3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi (NIC)


Keperawatan Hasil (NOC)

1. Hipertermi Setelah dilakukan Perawatan Hipertermi (3786):


berhubungan dengan tindakan
Monitor tanda-tanda vital
proses penyakit keperawatan selama
(Domain 11, Kelas 6, 2x24 jam diharapkan Longgarkan atau lepaskan
00007) suhu tubuh anak pakaian
dalam batas normal,
Berikan metode pendinginan
dengan kriteria
eksternal (misalnya kompres
hasil :
dingin pada leher, abdomen,
Tidak ada kulit kepala, ketiak,
peningkatan selangkangan serta selimut
suhu kulit
(080001) dingin) sesuai kebutuhan

Tidak ada Berikan cairan rehidrasi oral


dehidrasi
Berikan obat anti menggigil
(080014)
sesuai kebutuhan
Melaporkan
Monitor suhu tubuh
kenyamanan
menggunakan alat yang sesuai
suhu tidak
terganggu Lakukan pemeriksaan
(080015) laboratorium

Monitor urin output

2. Kekurangan volume Setelah dilakukan Manajemen Cairan/ Elektrolit


cairan berhubungan tindakan (2080):
dengan kehilangan keperawatan selama
Pantau adanya tanda dan
cairan aktif (Domain 2x24 jam diharapkan
gejala overhidrasi yang
2, Kelas 5, 00027) kebutuhan cairan
memburuk atau dehidrasi
anak terpenuhi,
dengan kriteria Berikan cairan yang sesuai
hasil :
Tingkatkan intake/ asupan
Keseimbanga cairan per oral yang sesuai
n intake dan
Minimalkan asupan makanan
output dalam
dan minuman dengan diuretik
24 jam tidak
atau pencahar (misalnya
terganggu
teh,kopi,suplemen herbal)
(060107)
Jaga pencatatan intake/asupan
Turgor kulit
dan output yang akurat.
tidak
terganggu Monitor tanda-tanda vital
(060116)

Kelembaban
membran
mukosa tidak
terganggu
(060117)

Tidak ada/
tidak terjadi
kehausan
(060115)

3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen gangguan makan


nutrisi kurang dari tindakan (1030):
kebutuhan tubuh keperawatan selama
Dorong klien untuk
berhubungan dengan 2x24 jam diharapkan
mendiskusikan makanan yang
kurang asupan kebutuhan nutrisi
disukai bersama ahli gizi
makan (Domain 2, pada anak dapat
Kelas 1, 00002) terpenuhi dengan Monitor tanda-tanda fisiologis
kriteria hasil : (TTV, lektrolit) jika
diperlukan
Asupan
makanan Timbang berat badan klien
adekuat secara rutin
(100402)
Monitor intake/asupan dan
Rasio berat asupan cairan secara tepat
badan/ tinggi
Observasi klien selama dan
badan normal
setelah pemberian makan
(100405)
/makanan ringan untuk
Status hidrasi meyakinkan bahwa
normal intake/asupan makanan yang
(100411) cukup tercapai dan
dipertahankan

Monitor perilaku klien yang


berhubungan dengan pola
makan, penambahan dan
kehilangan berat badan

Berikan dukungan terhadap


peningkatan berat badan dan
perilaku yang meningkatkan
berat badan

Batasi aktifitas fisik sesuai


kebutuhan untuk
meningkatkan berat badan

Monitor berat badan klien


4. sesuai secara rutin

Nyeri akut b/d Setelah dilakukan


mengekspresikan tindakan
perilaku keperawatan selama
2x24 jam diharapkan
kebutuhan cairan
anak terpenuhi,
dengan kriteria hasil
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Rampengan, H.T. 2007. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Edisi 2. Jakarta :EGC

Departemen kesehatan Republik Indonesia, 2004. Tata Laksana Demam berdarah


Dengue di Indonesia.

Soegijanto, Soegeng. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan.


Jakarta: Salemba Medika
WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO, 2012

World Health Organization-South East Asia Regional Office. 2011. Comprehensive


Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic
Fever. India: WHO. p.1-67.

World Health Organization. 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,


Prevention and Control. WHO. p 1-160.

Herdman,T.H & Kamitsuru,S. 2015. NANDA International Diagnosa Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Moorhead,Sue, dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) 2015-2017.
USA: Elsevier

Bulechek, Gloria M, dkk. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC) 2015-


2017.USA: Elsevier

Nursalam,dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan
Bidan). Jakarta :Salemba Medika

Você também pode gostar