Você está na página 1de 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugrah kesempatan dan

pemikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena

itu penulis mengharapkan kepada pembaca agar memberikan kritik dan saran untuk

kesempurnaaan makalah yang selanjutnya.

Sorong, November 2015

Penulis

MUNAKAHAT
1. Pengertian
Munakahat berati pernikahan atau perkawinan. Kataa dasar pernikahan adalah
nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin. Menurut bahasa
indonesia, kata nikah berti berkumpul atau bersatu. Dalam istilah syariat, nikah
berati melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat diri antara seseorang
laki-laki dan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan kelamin antara
keduanya dengan dasar suka rela dan persetujuan bersama, demi terwujudnya
keluarga ( rumah tangga) bahagia, yang di ridhai Allah SWT.

Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani rohaninya pasti
membutuhkan teman hidup yan berlawanan jenis kelaminnya. Teman hidup yang
dapat memenuhi kebutuhan biologis , yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat
mengasihi dan dikasihi, serta ysng dapat di ajak bekerja sama untuk mewujudkan
ketentraman, kedamaian, dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.

Nikah termasuk perbuatan yang telah di contohkan oleh Nabi Muhammad


saw atau Sunnah Rasul. Rasulullah saw bersabda Dari Anas Bin Malik ra,
bahwasannya
Nabi saw memuji Allah swt dan menyanjungNya, beliau bersabda:
Akan teteapi aku salat, tidur, berpuasa, makan
dan menikahi wanita, Barangsiapa yang tidak suka perbuatanku,
maka bukanlah dia dari golonganku. ( H.R.
Bukhari dan Muslim
Perintah untuk melaksanakan nikah dapat ditemukan dalam al-quran surat ar-rum ayat 21,
sedangkan menurut UU No.1 tahun 1974.

A. Hukum Munakahat
Menurut sebagian ulama hukum nikah pada dasarnya mubah. Meskipun
demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum
nikah dapat berubah menjadi sunah, wajib, makruh, atau haram.

a. Wajib
Pernikahan yang dilakukan seseorang yang sudah memiliki kemampuan, baik
secara materi atau mental hukumnya wajib. Dan apabila tidak menikah di
khawatirkan akan terjerumus kedalam kemaksiatan.
b. Sunah
Pernikahan hukumnya sunah bagi yang telah mampu dan berkeinginan untuk
menikah. Pernikahan yang dilakukannya mendapat pahala dari Allah SWT. Hal ini di
dasarkan pada sabda Rasulullah saw, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
para ahli hadis, yang berbunyi :
Hai para pemuda, barang siapa diantara kamu yang mampu serta berkeinginan
untuk menikah, hendaklah dia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat
menundukan pandangan mata terhadap orang yang tidak halal dilihat dan dapat
memeliharanya dari godaan syahwat. Dan barang siapa yang tidak mampu menikah
hendaklah dia berpuasa. Karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap
perempuan akan berkurang.
c. Mubah
Bagi seseorang yang sudah mempunyai hajat untuk menikah, tetapi belum
mampu mendirikan rumah tangga, atau sebaliknya.
d. Makruh
Pernikahan jadi makruh hukumnya apabila dilakukan oleh orang-orang yang
belum mampu melangsungkan pernikahan, kepada mereka dianjurkan untuk
berpuasa.
e. Haram
Pernikahan menjadi haram hukumnya apabila, dilakukan oleh seorang yang
bertujuan tidak baik dalam pernikahannya. Misalnya untuk menyakiti hati seseorang.
Pernikahan dengan motivasi yang demikian dilarang oleh ajaran islam dan sangat
bertentangan dengan tujuan mulia dari pernikahan itu sendiri.

B. Tujuan Munakahat
1. Menjauhkan diri dari zina
2. Mendapatkan keturunan
3. Mendapatkan tenaga untuk kemajuan islam
4. Aset simpanan untuk di akhirat
5. Mewudjudkan suautu masyarakat islam
6. Menghibur hati Rasulullah SAW
7. Menambah jumlah umat islam
8. Menyambung zuriat/keturunan
9. Menghibur hamba Allah SWT

E. Rukun Munakahat

Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun
perkawinan terdiri dari calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi serta ijab dan
kabul.

1. Ada calon suami, syarat: laki-laki, dewasa, islam, kemauan sendiri, tidak sedang
ihram, haji atau umroh, dan bukan muhrimnya.
2. Ada calon istri, syarat: perempuan, cukup umur (16 tahun), bukan perempuan
musyrik, tidak dalam ikatan pernikahan dengan orang lain, bukan muhrim, dan tidak
ihram haji atau umroh.
3. Ada wali nikah: Wali nikah adalah orang yang mengijinkan pernikahan.

Macam-macam wali nikah dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Wali nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita
yang akan dinikahkan. Adapun urut-urutan wali nasab sebagai berikut.
2. Ayah kandung

Kakek(ayah dari ayah)


Saudara laki-laki sekandung.
Saudara laki-laki seayah.
Saudara laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah.

1. Wali hakim, yaitu kepala Negara yang beragama islam, menteri agama, kepala KUA.
Wali hakim bertindak sebagai wali nikah apabila:

v Wali nasab benar-benar tidak ada, sedang ihram, haji atau umroh, menolak sebagai wali,
masuk penjara dan hilang.

v Wali yang lebih dekat tidak memenuhi syarat, berpergian jauh, tidak memberi kuasa
terhadap wali nasab, dan wali yang lebih jauh tidak ada.

1. Ada saksi, syarat: islam,laki-laki, dewasa, berakal sehat, dapat berbicara, mendengar,
dan melihat, adil, dan tidak sedang ihram haji atau umrah.
2. Ada kata-kata ijab dan qabul.
Ijab, artinya ucapan wali dari pihak mempelai wanita, sebagai penyerahan kepada mempelai
laki-laki. Qabul, artinya ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan. Alam ijab
qabul,suami wajib member mahar(mas kawin).

F. Syarat-syarat Munakahat

Dalam agama Islam, syarat perkawinan adalah :

1. Persetujuan kedua belah pihak,


2. Mahar (mas kawin),
3. Tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan. Bila syarat perkawinan tak
terpenuhi, maka perkawinan tersebut tidak sah atau batal demi hukum.

Muhrim

Menurut bahasa, muhrim artinya diharamkan. Dalam ilmu fikih, muhrim artinya wanita yang
haram dinikahi. Sebab-sebab wanita haram dinikahi, karena:

1. Keturunan

Ibu kandung
Anak kandung
Saudara perempuan dari bapak
Saudara perempuan dari saudara laki-laki.
Saudara perempuan dari saudara perempuan.

1. Hubungan sesusuan

Ibu yang menyusui


Saudara perempuan sesusuan

1. Perkawinan

Ibu dari istri (mertua)


Anak tiri
Ibu tiri (istri dari ayah). Allah berfirman yang artinya: dan janganlah kamu kawini
wanita-wanita yang pernah dikawini ayahmu. (QS.An-Nissa:22)
Menantu (istri dari anak laki-laki)

1. Mempunyai pertalian muhrim dengan istri.

Mahar dalam pernikahan

Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon istrinya untuk dimiliki
sebagai penghalal hubungan mereka. Mahar ini menjadi hak istri sepenuhnya, sehingga
bentuk dan nilai mahar ini pun sangat ditentukan oleh kehendak istri. Bisa saja mahar itu
berbentuk uang, benda atau pun jasa, tergantung permintaan pihak istri. Mahar dan Nilai
Nominal.
Mahar ini pada hakikatnya dinilai dengan nilai uang, sebab mahar
adalah harta, bukan sekedar simbol belaka. Itulah sebabnya seorang
dibolehkan menikahi budak bila tidak mampu memberi mahar yang diminta oleh wanita
merdeka. Kata tidak mampu ini menunjukkan bahwa mahar di masa lalu memang benar-
benar harta yang punya nilai nominal tinggi.

Bukan semata-mata simbol seperti mushaf Al-Quran atau benda-benda yang secara nominal
tidak ada harganya. Hal seperti ini yang di masa sekarang kurang dipahami dengan cermat
oleh kebanyakan wanita muslimah. Padahal mahar itu adalah nafkah awal, sebelum nafkah
rutin berikutnya diberikan suami kepada istri. Jadi
sangat wajar bila seorang wanita meminta mahar dalam bentuk harta yang punya nilai
nominal tertentu. Misalnya uang tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan, deposito syariah,
saham, kontrakan, perusahaanatau benda berharga lainnya.

Adapun mushaf Al-Quran dan seperangkat alat shalat, tentu saja nilai nominalnya sangat
rendah, sebab bisa didapat hanya dengan beberapa puluh ribu rupiah saja. Sangat tidak wajar
bila calon suamiyang punya penghasilan menengah, tetapi hanya memberi mahar semurah itu
kepada calon istrinya.

Akhirnya dengan dalih agar tidak dibilang mata duitan, banyak wanita muslimah yang lebih
memilih mahar semurah itu. Lalu diembel-embeli dengan permintaan agar suaminya itu
mengamalkan Al-Quran. Padahal pengamalan Al-Quran itu justru tidak terukur, bukan
sesuatu yang eksak. Sedangkan ayat dan hadits yang bicara tentang mahar justru sangat eksak
dan bicara tentang nilai nominal. Bukan sesuatu yang bersifat abstrak dan nilai-nilai moral.
Justru embel-embel inilah yang nantinya akan merepotkan diri sendiri.
Sebab bila seorang suami berjanji untuk mengamalkan isi Al-Quran
sebagai mahar, maka mahar itu menjadi tidak terbayar manakala dia
tidak mengamalkannya. Kalau mahar tidak terbayar, tentu saja akan
mengganggu status perkawinannya.

Mahar Dengan Mengajar Al-Quran

Demikian juga bila maharnya adalah mengajarkan Al-Quran kepada istri, tentu harus dibuat
batasan bentuk pengajaran yang bagaimana, kurikulumnya apa, berapa kali pertemuan,
berapa ayat, pada kitab rujukan apa dan seterusnya. Sebab ketika mahar itu berbentuk emas,
selalu disebutkan jumlah nilainya atau beratny, maka ketika mahar itu berbentuk pengajaran
Al-Quran, juga harus ditetapkan batasannya.

Kejadian di masa Rasulullah SAW di mana seorang shahabat memberi mahar berupa hafalan
Al-Quran, harus dipahami sebagai jasa mengajarkan Al-Quran. Dan mengajarkan Al-Quran
itu memang jasa yang lumayan mahal secara nominal. Apalagi kita tahu bahwaistilah
mengajarkan Al-Quran di masa lalu bukan sebatas agar istri bisa hafal bacaannya belaka,
melainkan juga sekaligus dengan makna, tafsir, pemahaman fiqih dan ilmu-ilmu yang terkait
dengan masing-masing ayat tersebut.

Dari Sahal bin Saad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang berkata,Ya
Rasulullah kuserahkan diriku untukmu, Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-
laki yang berkata, Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika kamu tidak ingin
menikahinya. Rasulullah berkata, Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan mahar? Dia
berkata, Tidak kecuali hanya sarungku ini Nabi menjawab,bila kau berikan sarungmu itu
maka kau tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu. Dia berkata, aku tidak
mendapatkan sesuatupun. Rasulullah berkata, Carilah walau cincin dari besi. Dia
mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata lagi, Apakah kamu
menghafal quran? Dia menjawab,Ya surat ini dan itu sambil menyebutkan surat yang
dihafalnya. Berkatalah Nabi,Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan
quranmu (HR Bukhori Muslim).

Dalam beberapa riwayat yang shahih disebutkan bahwa beliau bersabda,Ajarilah dia al-
quran. Dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa jumlah ayat yang diajarkannya itu
adalah 20 ayat.

Permintaan mahar dalam bentuk harta yang punya nilai nominal ini pada gilirannya harus
dipandang wajar, sebab kebanyakan wanita sekarang seolah tidak terlalu mempedulikan lagi
nilai nominal mahar yang akan diterimanya.

Nominal Mahar Dalam Kajian Para Ulama

Secara fiqhiyah, kalangan Al- Hanafiyah berpendapat bahwa minimal mahar itu adalah 10
dirham. Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa minimal mahar itu 3 dirham. Meskipun
demikian sebagian ulama mengatakan tidak ada batas minimal dengan mahar.

Bila Laki-laki Tidak Mampu Boleh Mencicil Kenyataan bahwa manusia itu berbeda-beda
tingkat ekonominya, sangat dipahami oleh syariah Islam. Bahwa sebagian dari manusia ada
yangkaya dan sebagian besar miskin. Ada orang mempunyai harta melebihi kebutuhan
hidupnya dan sebaliknya ada juga yang tidak mampu memenuhinya.

Karena itu, syariah Islam memberikan keringanan kepada laki-laki yang tidak mampu
memberikan mahar bernilai nominal yang tinggi sesuai permintaan calon istri, untuk
mencicilnya atau mengangsurnya.
Kebijakan angsuran mahar ini sebagai jalan tengah agar terjadi win-win solution antara
kemampuan suami dan hak istri. Agar tidak ada yang dirugikan. Istri tetap mendapatkan
haknya berupa mahar yang punya nilai nominal, sedagkan suami tidak diberatkan untuk
membayarkannya secara tunai.

Inilah yang selama ini sudah berjalan di dalam hukum Islam. Ingatkah anda, setiap kali ada
ijab kabul diucapkan, selalu suami
mengatakan,Saya terima nikahnya dengan maskawin tersebut di atas TUNAI!!. Mengapa
ditambahi dengan kata TUNAI?, sebab suami
menyatakan sanggup untuk memberikan mahar secara tunai.

Namun bila dia tidak punya kemampuan untuk membayar tunai, dia boleh mengangsurnya
dalam jangka waktu tertentu. Jadi bisa saja bunyi ucapan lafadznya begini: Saya terima
nikahnya dengan maskawin uang senilai 100 juta yang dibayarkan secara cicilan selama 10
tahun. Bila Terlalu Miskin Dan Sangat Tidak Mampu. Namun ada juga kelas masyarakat
yang sangat tidak mampu, miskin dan juga fakir. Di mana untuk sekedar makan sehari-hari
pun tidak punya kepastian. Namun dia ingin menikah dan punya istri. Solusinya adalah dia
boleh memilih istri yang sekiranya sudah mengerti keadaan ekonominya. Kalau membayar
maharnya saja tidak mampu, apalagi bayar nafkah. Logika seperti itu harus sudah dipahami
dengan baik oleh siapapun wanita yang akan menjadi istrinya.
Maka Islam membolehkan dia memberi mahar dalam bentuk apapun, dengan nilai serendah
mungkin. Misalnya cincin dari besi, sebutir korma, jasa mengajarkanatau yang sejenisnya.
Yang penting kedua belah pihak ridho dan rela atas mahar itu.

H. Hikmah Munakahat

Pernikahan merupakan cara yang benar, baik, dan di ridoi Allah SWT untuk memperoleh
anak serta mengembangkan keturunan yang sah.

1. Melalui pernikahan kita dapat menyalurkan naluri kebapakan bagi laki-laki dan naluri
keibuan bagi wanita.
2. Melalui pernikahan, suami istri dapat memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka
memelihara, mengasuh, dan mendidik anak-anaknya.
3. Melalui pernikahan, suami istri dapat membagi rasa tanggung jawab yang sebelumnya
dipikul oleh masing-masing pihak.
4. Pernikahan dapat pula membentengi diri dari perbuatan tercela.
5. Pernikahan merupakan sunah Rasulullah saw.

G. Kewajiban dan Hak Suami dan Istri

1. Kewajiban Suami

Memberi nafkah, sandang, pangan, dan tempat tinggal.


Berlaku adil, sabar terhadap istri dan anak-anaknya.
Memberi penuh perhatian terhadap istri.
Hormat dan bersikap baik kapada keluarga istri

2. Kewajiban Istri

Taat kepada suami sesuai dengan ajaran Islam.


Menerima dan menghormati pemberian suami sesuai kemampuannya.
Memelihara diri kehormatan dan harta benda suami.
Memelihara, mengasuh, mendidik anak-anak agar menjadi saleh/saleha.
Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan keluarga.
Hormat kepada suami dan keluarganya.
3. Hak Suami dari Istri

Mendapat penghormatan dan kasih sayang.


Mendapat pelayanan yang menyenangkan.
Mendapat dorongan dan bantuan dari istri.
Memperoleh keturunan dari istri.
Memperoleh kebahagiaan dari istri.
4. Hak Istri dari Suami
Memperoleh nafkah baik lahir dan batin.
Memperoleh perlindungan dari suami.
Memperoleh ketenangan dan kedamaian dari suami.
Memperoleh cinta kasih dan sayang.
Memperoleh kehangatan dan kebahagiaan dari suami.

BAB III
KESIMPULAN
Jadi munakahat adalah sebuah anjuran yang harus kita laksanakan dengan
sebagaimana mestinya yang sudah di perintahkan oleh Rasulullah SAW. Hukumnya
wajb bagi seseorang yang melaksanakannya dan haram bila niat pernikahan
tersebut itu tidak baik.

Você também pode gostar