Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata "bawaan" berarti ada saat lahir. Istilah "cacat jantung bawaan" dan
"penyakit jantung bawaan" sering digunakan untuk arti yang sama, tapi "cacat"
lebih akurat. Penyakit jantung merupakan suatu cacat atau kelainan, bukan
penyakit. Sebuah hasil cacat ketika jantung atau pembuluh darah di dekat jantung
tidak berkembang secara normal sebelum kelahiran.
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah
gangguan atau kelainan organ jantung saat lahir dan merupakan salah satu
penyebab kematian terbesar akibat dari kelainan saat lahir pada tahun pertama
kehidupan. Menurut March of Dimes, 1 dari 125 bayi yang lahir di Amerika
Serikat memiliki cacat jantung bawaan. Bahkan, ini adalah jenis yang paling
umum dari semua cacat lahir. Di Indonesia, 78 bayi per 1000 kelahiran hidup
dilahirkan dengan penyakit jantung bawaan (Ursula Penny)
Defek septum atrium / Atrial Septal Defect sekundum merupakan 7-10 %
dari seluruh kelainan jantung bawaan, dan lebih sering dijumpai pada wanita (dua
kali pria). Defek septum atrium / Atrial Septal Defect primum hanya 3 % dari
seluruh kelainan jantung bawaan, sedang defek sinus venosus hanya 15 % dari
defek interatrium. ( Rahajoe, 2003).
Di Rumah Sakit Dr. Moewardi khususnya di IBS selama periode Januari
2015 sampai dengan oktober 2016 telah dilakukan operasi bedah jantung terbuka
sebanyak 9 kali yang terdiri dari operasi ASD clossure sebanyak 4 kali, VSD
clossure 2 kali dan MVR sebanyak 3 kali. Karena tindakan yang masih sedikit,
penulis berasusmsi bahwa pengetahuan perawat khususnya di IBS mengenai
asuhan keperawatan bedah jantung, khususnya ASD Clossure masih sedikit. Hal
ini didukung fakta bahwa asuhan keperawatan bedah jantung tidak masuk dalam
materi pelatihan perawat kamar operasi yang ada di RSUD dr. Moewardi, dan
baru satu orang perawat di IBS yang sudah pernah mengikuti pelatihan bedah
jantung. Hal-hal inilah yang melatarbelakangi kami mengangkat tema asuhan
keperawatan intra operatif pasien yang dilakukan tindakan ASD clossure dalam
karya tulis ilmiah ini. Selain itu, kami berharap dengan penulisan karya tulis ini,
dapat menambah pengetahuan penulis dan juga dapat dimanfaatkan oleh rekan-
1
2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya tulis ini adalah untuk memberikan
gambaran asuhan keperawatan intra operatif secara komprehensif pada
pasien bedah jantung ASD Clossure yang merupakan bagian dari asuhan
keperawatan peri operatif bedah jantung.
2. Tujuan khusus
a. Memberikan gambaran tentang konsep dasar ASD dan Prosedur ASD
Clossure.
b. Memberikan gambaran pengkajian keperawatan pada pasien yang
dilakukan prosedur ASD Clossure.
c. Memberikan gambaran diagnosa keperawatan pada pasien yang
dilakukan prosedur ASD Clossure.
d. Memberikan gambaran rencana intervensi keperawatan pada pasien
yang dilakukan prosedur ASD Clossure.
e. Memberikan gambaran pelaksanaan intervensi keperawatan pada pasien
yang dilakukan prosedur ASD Clossure.
f. Memberikan gambaran evaluasi keperawatan pada pasien yang
dilakukan prosedur ASD Clossure.
C. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 5 bab sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, tujuan, dan sistematika
penulisan.
2. Bab II Tinjauan Teori, yang berisi pengertian ASD, etiologi,
pathofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan medis, Prosedur ASD
Clossure dan penatalaksanaan keperawatan.
3. Bab III Tinjauan Kasus yang berisi pengajian, diagnosa keperawatan,
rencana intervensi, implementasi dan evaluasi.
4. Bab IV Pembahasaan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi dan pelaksannaan serta evaluasi.
5. Bab V berisi kesimpulan dan saran.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian ASD
Atrial Septal Defect / ASD (defek septum atrium) adalah kelainan
jantung bawaan akibat adanya lubang pada septum interatrial (Rahajoe, 2003).
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD berdasarkan letak
lubangnya (Rahajoe, 2003) yaitu :
1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum, mungkin
disertai kelainan katup mitral.
2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan
Atrium Kanan.
Gambar 2.1. variasi ASD (a) ASD Sekundum (b) ASD Primum (c) ASD tipe
sinus venosus.
B. Etiologi ASD
Seperti halnya penyakit jantung bawaan yang lain, penyebab ASD belum
dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor
tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal :
a. Ibu menderita infeksi Rubella
3
4
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor genetic :
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB.
b. Ayah atau ibu menderita PJB.
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down.
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
(Muttaqien, 2009)
C. Pathofisiologi
1. Terjadi aliran "shunting" darah dari atrium kiri menuju atrium kanan
melalui defek / lubang pada sekat atrium (left to right shunt) oleh karena
compliance ventrikel kanan yang lebih besar (bertekanan rendah) dibanding
ventrikel kiri. Besarnya "shunting" bergantung terhadap seberapa besar
perbandingan compliance (relatif) ventrikel kanan terhadap ventrikel kiri,
dan juga bergantung pada besar-kecilnya defek.
2. Akibatnya adalah terjadi kelebihan volume darah (volume-overload) pada
jantung kanan yang pada akhirnya menyebabkan pembesaran atrium dan
ventrikel kanan serta dilatasi arteri pulmonalis. Juga terjadi peningkatan
tekanan pada vaskularisasi paru atau yang dikenal 'hipertensi pulmonal'
akibat kelebihan volume darah pada paru (lung overflow).
3. Beban jantung kanan terus meningkat, sehingga complain ventrikel kanan
terus menurun mengakibatkan shunt dari kiri ke kanan bisa berkurang.
Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler
paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari
kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah
yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
4. Dilatasi ventrikel kanan mengakibatkan waktu depolarisasi ventrikel kanan
memanjang yang akan memberikan gambaran blok RBBB (right bundle
branch block) pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG)
5
5. Murmur yang terjadi bukan karena "shunting" di atrium, tetapi oleh karena
terjadinya turbulensi darah saat melewati katup arteri pulmonalis (stenosis
relatif katup pulmonal). Oleh sebab itu murmur yang terjadi adalah murmur
sistolik di area auskultasi pulmonal.
6. Gagal jantung kongestif (CHF) dan hipertensi pulmonal seringkali baru
terjadi pada usia dekade III dan IV oleh karena faktor compliance dari
jantung kanan dan arteri pulmonal yang besar.
(Mulyadi, 2014)
Hiprtensi pulmonal
Sindroma eissenmenger
gambar 2.2. pathofisiologi ASD
6
D. Manifestasi Klinis
Menurut Rahajoe (2003), manifestasi klinis yang muncul pada pasien
ASD sebagai berikut:
1. Pada pemeriksaan fisik: habitus kurus, seringkali pasien datang dengan
tanda dan gejala sesak atau infeksi saluran napas atas berulang.
2. Auskultasi : wide and fixed S2, murmur ejeksi sistolik.
3. EKG : right axis deviation (+90 sampai +180), right bundle branch block
(rsR di V1).
4. Radiologi : kardiomegali dengan RAE dan RVE; MPA prominen, PVM .
5. Pemeriksaan Ekokardiografi : pada pandangan subcostal 4-chamber akan
memperlihatkan defek pada septum atrium dan ditemukan tanda-tanda
adanya left to right shunt (RAE, RVE, PA >)
6. Kateterisasi jantung: memberikan analisa hemodinamik, mengukur aliran,
tekanan, dan tahanan juga fungsi ventrikel, memperjelas diagnosa.
Perjalanan penyakit:
1. Bila diagnosis dapat ditegakkan sebelum usia 3 bulan:
a. defek ukuran kurang dari 3 mm umumnya akan menutup spontan.
b. defek antara 3 sampai dengan 8 mm menutup 80% dalam 1,5 tahun
c. defek lebih dari 8 mm jarang yang menutup spontan.
2. Bayi dan anak umumnya asimtomatik; CHF dan PH muncul pada usia
dekade III dan IV.
3. Sangat jarang terjadi endokarditis dan komplikasi serebral.
E. Penatalaksanaan Medis
Secara umum adanya ASD sedang - besar merupakan indikasi untuk
melakukan penutupan defek secara intervensi bedah atau kateterisasi;
pengobatan (medikamentosa) tidak akan menyebabkan menutupnya lubang
ASD sedang - besar, dan bersifat simptomatik saja.
1. Medikamentosa :
a. Pembatasan aktivitas atau olahraga tidak diperlukan.
b. Bayi dengan tanda-tanda CHF sebaiknya dilakukan terapi
medikamentosa lebih dahulu oleh karena keberhasilan tinggi dan
kemungkinan menutup spontan.
7
2. Bedah :
a. Indikasi operasi adalah bila left to right shunt dengan Qp/Qs 1,5 :1
b. Kontraindikasi operasi PVR ( 10 U/m2 , > 7 U/m2 dengan
vasodilator)
c. Timing operasi: menunggu usia 3 atau 4 thn, karena masih ada
kemungkinan menutup spontan (sebelum usia sekolah)
d. Mortalitas : < 1 %
e. Komplikasi : aritmia, cerebral accident
3. Non Bedah
Dapat dilakukan tindakan penutupan melalui intervensi kateterisasi (ASO -
amplatzer septal occluder) bila syarat dipenuhi.
(Mulyadi, 2014)
1) Kassa x ray
2) Plastic alas streril
3) Apron steril
4) Rubber short
5) Tournikuet 2 buah dan cotton tape 2 buah
6) Steril drape
7) Spuit 50 cc
8) Tranfusi set
9) Bone wax
10) Needle counter
11) Couter tip cleaner
12) Blade no 20 dan 11
13) Sternal wire
14) Sternal tube dan konteiner drain
15) Benang:
- Silk no 1 : 3 buah
- Silk 1 tanpa jarum : 1 buah
- Silk 4/0 : 3 buah
- Polyglicolid acid 2/0 : 2 buah
- Monofilamen absobable 3/0 : 1 buah
- benang kanulasi (braided polyester) 3/0 : 5 6 buah
- polipropilene (prolene dll) 5/0 : 3 4 buah
2. Prosedur Tindakan
Tabel 2.1. Prosedur Tindakan ASD Clossure
Tindakan Alat yang dipakai
1. Insisi kulit midsternum 1. Pisau no.20, handpeace diatermi,
diperdalam sampai sternum. pincet debeckey (kasar), hak
gigi, suction, kassa.
Pean panjang atau klem desektor
2. Sternotomi kontrol 2. Sternal saw, bone wax, kassa,
perdarahan dengan diatermi hak gigi 2 buah.
dan bone wax.
3. Pasang retractor Buka 3. Retractor, pinset operator 1
pericardium asisten 2, kekuatan diatermi
turunkan, kassa, suction.
4. Preparasi pericardium untuk 4. Pinset, benang silk 4/0, kassa
9
26. Dekanulasi aorta: clamp kanul 26. Line Clamp, Pisau 11, gunting
aorta, potong ikatan, benang
kendorkan dan lepas snagel,
lepas kanul, kencangkan
jahitan kanulasi, ikat.
27. Evaluasi perdarahan bekas 27. Siapkan benang polipropilene
kanulasi dan secara 5/0, diatermi, bone wax, kassa
keseluruhan.
28. Scrub ners dan sirkulator 28.
mulai menghitung kassa,
instrument dan jarum.
29. Pasang drain substernal (no.32 29. Pisau 11, benang silk no.1 dan
11
G. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat terjadinya infeksi pada ibu selama trimester pertama. Agen
penyebab lain adalah rubella, influenza atau chicken pox.
2) Riwayat prenatal seperti ibu yang menderita diabetes mellitus dengan
ketergantungan pada insulin.
12
4. Intervensi Keperawatan
a. Cemas berhubungan dengan krisis situasional operasi.
Intervensi yang dapat dilakukan :
1) Identifikasi tingkat rasa takut / cemas.
2) Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga
3) Catat ekspresi yang berbahaya
4) Tenangkan klien dan dengarkan keluhan dengan penuh perhatian
5) Jelaskan semua prosedur tindakan yang akan dilakukan
6) Orientasikan pasien terhadap ruangan yang ditempati
7) Bandingkan jadwal operasi, gelang identitas, dan tanda tangan
persetujan tindakan.
8) Cegah pemajanan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan.
9) Kolaborasi pemberian obat-obatan anti cemas.
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entree prosedur
bedah, prosedur invasif.
1) Tetap pada fasilitas kontrol infeksi, sterilisasi, dan prosedur/kebijakan
aseptik.
2) Ui kesterilan semua alat.
3) Identifikasi kemungkinan gangguan pada tehnik aseptikdan atasi
dengan sesegera mungkin.
4) Siapkan lokasi operasi sesuai prosedur yang berlaku.
5) Periksa kulit terhadap infeksi yang sudah terjadi.
6) Tampung sisa cairan atau sampah terkontaminasi sesuai prosedur
yang berlaku.
7) Kolaborasi pemberian antibiotik profilaksis maupun durante operasi.
c. Risiko cidera berhubungan dengan: posisi pasien yang tidak tepat selama
pembedahan, benda asing yang tertinggal, prosedur bedah.
1) Lepaskan gigi palsu atau kawat gigi dan informasikan kepada petugas
yang lain.
2) Lepaskan perhiasan sebelum mulai operasi.
3) Perikas identitas pasien, cocokkan dengan gelang, jadwal dan catatan
medik pasien.
16
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan saat menerima pasien di ruang transit IBS yaitu
pada tanggal 9 April 2106 jam 09.30 WIB dengan melihat catatan
perkembangan dan form serah terima pasien serta dengan pengkajian langsung
kepada pasien dan keluarga.
Dari pengkajian didapatkan identitas pasien berinisial M, jenis kelamin
laki-laki umur 40 tahun. Pasien masuk rumah sakit tanggal 6 April 2016
dengan diagnosa medis ASD primum.
Keluhan Utama pasien datang ke rumah sakit dengan diagnosa ASD
primum yang akan dilakukan operasi penutupan ASD, saat dilakukan
pengkajian klien tidak mengeluh apa-apa.
Dari catatan medik pasien didapatkan riwayat penyakit sekarang lebih
kurang 4 bulan yang lalu sebelum masuk RS pasien mengeluh perut kembung
kemudian periksa ke dokter spesialis penyakit dalam dan di diagnosa
pembesaran jantung. Kemudian dirujuk ke dokter spesialis jantung lalu dirawat
selama 10 hari. Setelah dilakukan Echocardiografi diketahui pasien mengalami
kebocoran jantung. DOE tidak ada, PND tidak ada, ortopneu tidak ada.
Riwayat Kesehatan Dahulu pasien tidak ada riwayat DM, hipertensi
mauapun nyeri dada. Pasien anak keenam dari 10 bersaudara, saudara yang lain
sehat semua dan tidak ada yang mempunyai penyakit serupa.
Pasien masuk ke IBS jam 9.30 WIB. Serah terima data kesehatan dan
kelengkapan persiapan operasi meliputi dokumen rekam medik pasien, lembar
inform consent yang sudah terisi dan ditandatangani pasien, Lembar konsultasi
ke bagian THT dan Gigi, hasil pemeriksaan penunjang (laborat,
echocardiografi dan foto rongent).
Pasien mengatakan agak takut masuk ke ruang operasi karena ini
merupakan pengalaman pertama, wajah tampak cemas dan sorot mata melihat
sekeliling. Tidak ada keluhan yang lain. Tanda Vital didapatkan tekanan darah
120/70 mmHg, frekuensi nadi 88 X/menit, frekuensi pernapasan 16 X/menit,
17
18
suhu 36,5o C, Pulsasi Perifer positif. Kerusakan integritas kulit tidak ada.
Terpasang infus RL 20 tetes permenit, injeksi ceftriaxon 1 gram sudah
diberikan jam 09.00 wib. Pasien sudah puasa mulai jam 10 malam dan sudah
dilakukan lavemen. Persiapan darah PRC 4 kolf, FFP 4 kolf dan TC 4 kolf.
Pemeriksaan penunjang didapatkan hasil sbb:
1. Hasil Echo tanggal 29 Maret 2016 :
ASD Primum besar dengan L to R shunt dengan PH moderate, MR, PR,
TR moderate. EF 74%
2. Hasil rongent Thorax : CTR 50 %, segmen Aorta normal, segmen
Pulmonal menonjol, pinggang jantung mendatar, apex downward,
infiltrate (-).
3. Hasil laboratorium tanggal 6 April 2016 :
Hb : 16.3 gr/dL Prot.Tot: 7,6 g/dL pH : 7,42
Ht : 50 % Glob : 3,1 g/dL PO2 : 98 mmHg
Lekosit : 5370 /mmk Alb : 4,5 g/dL PCO2 : 37 mmHg
Trombosit : 265 SGOT : 19 IU/L HCO3 : 23,9 meq/L
GDS : 126 mg/d SGPT : 21 IU/L SaO2 : 98,8%.
Ureum : 20 mg%; Mg : 2,4 mmol/L BE : 0,4 mmol/L
Creatinin : 1,1 mg% Cl : 101 mmol/L Gol darah : B +
BUN : 9,35 mg%; K : 3,7 mmol/L HBSAg : negative
PT : 11,8 detik; Na : 139 mmol/L
APTT : 36 detik Cal.total:2,5 mol/L
4. EKG tanggal 6 April 2016 : SR, RAD, RVH, RBBB (+) komplit.
36,1oC, CVP 7 mmHg. Perdarahan 700 cc, produk drain 40cc, Urine total
1325 cc jernih.
B. Diagnosa keperawatan
Tabel 3.2 Analisa Data
Tgl/jam Tanda/gejala etiologi masalah
9 April DO: tekanan darah 120/70 mmHg, Krisis situasional Cemas
2016 jam frekuensi nadi 88 X/menit, operasi
09.30 frekuensi pernapasan 16 X/menit.
wajah tampak cemas dan sorot
mata melihat sekeliling
DS: Pasien mengatakan agak takut
masuk ke ruang operasi karena ini
merupakan pengalaman pertama,.
9 April DO : pasien dalam stadium posisi pasien Resiko
2016 jam anestesi, posisi supine, yang mungkin cidera
10.25 dirncanakan tindakan ASD tidak tepat
Clossure dengan pendekatan selama
sternotomi. tekanan darah 110/70 pembedahan,
mmHg, CVP 10 mmHg, HR 70 benda asing yang
X/mnt, Saturasi oksigen 100% mungkin bisa
temperature : 360 C. tertinggal
DS : -
9 April DO : pasien dalam stadium adanya prosedur Resiko
2016 jam anestesi, BP: 110/70 mmHg CVP: invasif dan infeksi
10.30 10 mmHg, HR : 70 X/mnt, tindakan
Saturasi : 100% pembedahan
temperature: 360C. Pasien
terpasang ETT no 8, urine
catheter, vena perifer di dorsum
manus dextra, arteri line di radialis
dextra, cateter CVP di subclavia
22
2 Resiko cidera berhubungan Tidak terjadi cidera selama 1. posisikan pasien senyaman mungkin sesuai tindakan
dengan posisi pasien yang prosedur operasi yang ditandai operasi yang akan dilakukan
mungkin tidak tepat selama dengan : 2. berikan ganjal pada bagian tubuh yang keras : kepala,
pembedahan, benda asing 1. tidak terdapat kerusakan bahu, kaki.
yang mungkin bisa integritas kulit. 3. Pasang ground diatermi pada daerah yang berlemak
tertinggal. 2. Alat dan bahan habis pakai atau berotot dan terlindung dari cairan, misalnya di
sesuai sebelum dan sesudah glutea.
operasi 4. Hitung alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan,
sebelum dan sesudah prosedur operasi, pastikan tidak
ada yang tertinggal di tubuh pasien.
3 Resiko infeksi Tidak terjadi infeksi setelah 1. Monitor hemodinamik
berhubungan dengan dilakukan tindakan keperawatan 2. Monitor laboratorium (angka lekosit)
selama 3x24 jam dengan 3. Lakukan prosedur operasi dengan prinsip aseptic
adanya prosedur invasif
kriteria hasil : antiseptic.
dan tindakan pembedahan 1. Angka lekosit normal (5rb- 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
10rb /uL) prosedur.
2. Tidak terdapat tanda-tanda 5. Lakukan tehnik scrubing, gowning dan gloving dengan
infeksi pada area baik dan benar.
pembedahan dan 6. Lakukan tehnik toileting dan drapping medan operasi
pemasangan alat invasif dengan baik dan benar.
7. Jaga medan operasi dan instrumen operasi tetap steril.
8. Jaga daerah luka dan tempat pamasangan alat invasive
tetap kering dan tertutup.
9. Observasi adanya tanda-tanda infeksi pada luka
pembedahan dan tempat pemasangan alat invasif.
10. Ganti segera balutan jika basah atau terdapat rembesan.
25
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi stabil, lanjutkan
intervensi di ICU (serah terima dengan
perawat ICU)
29
BAB IV
PEMBAHASAN
29
30
dan right bundle branch block (RBBB). Hal ini disebabkan, pada pasien ASD
dewasa, resistensi vaskular pulmonal berkurang, dinding ventrikel kanan menipis
dan kejadian pirau kiri ke kanan melalui ASD meningkat. Peningkatan aliran
darah ke jantung sisi kanan akan menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel
kanan serta dilatasi arteri pulmonalis. (Ghanie A,2007)
Hasil Echo tanggal 29 Maret 2016 juga menunjukkan adanya ASD Primum
besar dengan L to R shunt dengan PH moderate, MR, PR, TR moderate. EF 74%.
Hal ini juga sesuai dengan teori yang dipaparkan diatas. Sedangkan hasil rongent
Thorax menunjukkan CTR 50 %, segmen Aorta normal, segmen Pulmonal
menonjol, pinggang jantung mendatar, apex downward, infiltrate (-). Hal ini agak
berbeda dengan teori yang mana hanya penonjolan segmen pulmonal saja yang
terlihat. Adanya dilatasi arteri pulmonalis yang tampak sebagai penonjolan
segmen pulmonal dalam rongent thorax terjadi karena peningkatan aliran darah ke
jantung sebelah kanan melalui ASD. (Ghanie A,2007)
Pengkajian selanjutnya penulis lebih fokus pada persiapan pasien menjalani
operasi, baik persiapan fisik, psikis, maupun adminstratif. Pada pengkajian ini
penulis mendapatkan data persiapan pasien secara fisik maupun administratif
sudah siap, tetapi pasien masih tampak cemas. Hal ini wajar karena ini adalah
pengalaman pertama bagi pasien.
menganjurkan pasien dan keluarga untuk berdoa dan mengajarkan teknik nafas
dalam jika pasien merasa cemas. Hal ini dilakukan untuk menciptakan hubungan
dan kenyamanan psikologis bagi pasien (Doenges,2002)
Diagnosa yang muncul pada intra operasi adalah Resiko cidera. NANDA
mendefinisikan Resiko cidera sebagai akibat posisi perioperatif sebagai keadaan
yang rentan mengalami perubahan anatomis dan fisik yang tidak disengaja akibat
sikap tubuh atau peralatan yang digunakan saat prosedur invasif atau bedah yang
dapat mengganggu kesehatan. Faktor risiko diantaranya disorientasi, edema,
gangguan sensorik/persepsi akibat anestesi, imobilisasi, kelemahan otot, dan
obesitas.(NANDA, 2015-2017). Faktor risiko yang ada pada kasus ini adanya
disorientasi, gangguan sensorik/persepsi akibat anestesi dan imobilisasi yang
relatif lama. Juga penggunaan alat-alat seperti diatermi yang memerlukan ground
plate yang bisa menyebabkan luka bakar, dan bahan habis pakai lainya seperti
kassa dan jarum yang mungkin bisa tertinggal di tubuh pasien. Implementasi
yang dilakukan sesuai dengan apa yang direncanakan yaitu memposisikan pasien
senyaman mungkin sesuai tindakan operasi yang akan dilakukan, memberikan
ganjal pada bagian tubuh yang keras: kepala, bahu, kaki. Memasang ground
diatermi pada daerah yang berlemak atau berotot dan terlindung dari cairan, yaitu
di glutea. Hal ini memungkinkan adanya koduktivitas yang maksimal dari ground
diathermi untuk mencegah terjadinya perlukaan akibat alat elektronik
(Doenges,2002). Implementasi yang lain yaitu menghitung alat-alat dan bahan-
bahan yang digunakan, sebelum dan sesudah prosedur operasi, untuk memastikan
tidak ada yang tertinggal di tubuh pasien. Benda asing yang tertinggal di rongga
badan tidak hanya menyebakan peradangan, infeksi, perforasi dan pembentukan
abses, tetapi juga mungkin menyebabkan komplikasi yang membahayakan, yang
mengacu pada kematian.(Doenges,2002)
Diagnosa yang muncul pada intra operasi yang lain adalah resiko infeksi.
Resiko infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan tindakan
pembedahan. Diagnosa ini dimunculkan karena prosedur operasi ASD clossure
menggunakan pendekatan sternotomi yang dilakukan dengan cara insisi
32
C. Evaluasi
Evaluasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai
keberhasilan suatu intervensi. Evaluasi yang penulis lakukan adalah evaluasi
proses dan evaluasi akhir. Pada diagnosa Cemas dan resiko cidera, penulis bisa
melakukan evaluasi akhir, sedangkan pada diagnosa resiko infeksi dan resiko
penurunan cardiak output penulis tidak dapat melakukan evaluasi akhir.
Untuk masalah kecemasan pasien, setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 15 menit, pasien tampak tenang dan siap untuk dioperasi.
33
Tanda- tanda vital dalam batas normal dan pasien mau mengungkapkan
perasaannya. Hal ini menunjukkan proses keperawatan berhasil mengatasi
masalah pasien. Sedangkan pada diagnosa resiko cedera, setelah selesai operasi
pasien tidak mengalami cedera, hitungan alat, kassa dan jarum sesuai antara
sebelum dan sesudah tindakan, daerah yang tertekan tidak ada warna kemerahan
dan bekas tempat pemasangan ground diatermi tidak terdapat luka bakar.
.
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Atrial Septal Defect / ASD (defek septum atrium) adalah kelainan jantung
kongenital dimana terdapat lubang (defek) pada sekat (septum) inter-atrium.
2. Etiologi ASD belum diketahui secara pasti tetapi ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-
faktor tersebut diantaranya adalah faktor prenatal yang meliputi ibu menderita
infeksi Rubella, Ibu alkoholisme, Umur ibu lebih dari 40 tahun, Ibu menderita
IDDM, Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu; dan Faktor genetik
yang meiputi: Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB, Ayah atau ibu
menderita PJB, Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down, Lahir dengan
kelainan bawaan lain
3. Penanganan ASD dapat dilakukan dengan intervensi non bedah yaitu dengan
intervensi kateterisasi (ASO -amplatzer septal occluder) dan dengan tindakan
pembedahan jantung terbuka.
4. Pada contoh kasus yang diangkat, yaitu asuhan keperawatan intra operatif
pada tn. M ini muncul diagnosa keperawatan sebanyak 4 buah yaitu Cemas
berhubungan dengan Krisis situasional operasi, Resiko cidera berhubungan
dengan posisi pasien yang mungkin tidak tepat selama pembedahan, benda
asing yang mungkin bisa tertinggal, Resiko infeksi berhubungan dengan
adanya prosedur invasif dan tindakan pembedahan, Resiko terjadi penurunan
cardiac output berhubungan dengan pemakaian mesin CPB dan obat-obat
anestesi. Hal ini dikarenakan penulis hanya membatasi pada masalah intra
operatif saja, yaitu selama pasien dilakukan tindakan di IBS dari mulai serah
terima sampi pasien dipindahkan ke ICU.
5. Implementasi yang dilaksanakan sudah sesuai dengan perencanaan, yang
bertujuan membantu mengatasi kecemasan pasien, mencegah terjadinya
risiko cedera, risiko infeksi, dan risiko penurunan cardiac output.
6. Evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi proses dan evaluasi hasil. Dua
diagnosa yaitu cemas dan resiko cedera dapat dilakukan evaluasi akhir
34
35
dengan hasil masalah cemas teratasi dan tidak terjadi cidera. Sedangkan pada
diagnosa resiko infeksi dan resiko penurunan cardiak output penulis tidak
dapat melakukan evaluasi akhir karena pasien dipindahkan ke ruang
perawatan intensif (ICU).
B. Saran
1. Perawat khususnya yang bertugas di ruang operasi hendaknya selalu
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam memberikan asuhan
keperawatan intra operatif bedah jantung, khususnya operasi penutupan ASD.
2. Hendaknya pihak rumah sakit dapat memberikan fasilitas untuk perawat agar
mampu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam memberikan
asuhan keperawatan intra operatif bedah jantung, khususnya operasi
penutupan ASD, baik berupa pelatihan maupun sarana kepustakaan.
3. Hendaknya pihak rumah sakit dapat menyusun panduan asuhan keperawatan
bedah jantung sebagai panduan perawat dalam memberikan pelayanan.
36
DAFTAR PUSTAKA
Ghanie A. Penyakit jantung kongenital pada dewasa. In: Sudoyo AW dkk (ed). Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid III.BP FKUI.Jakarta.2007