Você está na página 1de 21

Perbandingan Analisis Morfologi Kota: Evaluating Space Syntax

dan Traditional Morphological Methods

Abstrak

Tesis ini mengkaji morfologi 50 kota dengan menggunakan analisis Space Syntax.
Analisis ini membandingkan jaringan jalan perkotaan di kota-kota Eropa, Amerika Serikat, Islam
dan Asia Timur. Konektivitas jalan adalah metrik utama dan jalan alami merupakan dasar
analisis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana mengetahui metode Space
Syntax untuk mengungkap pola hirarki jaringan jalan perkotaan dan mempelajari scale-free and
small-world properties nya.
Data jalan dikumpulkan dari OpenStreetMap. ArcGIS 10 dengan Axwoman Extension
digunakan untuk mempelajari tingkat hirarki jaringan jalan. Matlab menyediakan platform
untuk memeriksa scale-free property dari data jalan. Software Pajek digunakan untuk mengukur
small-world behavior. Berdasarkan representasi hierarkis, sampel 50 kota diklasifikasikan ke
dalam kelompok yang berbeda dan pada scale-free and small-world properties yang dipelajari.
Dari perspektif traditionally morphological, ditemukan beberapa kota di Eropa memiliki close-
knit cellular and organic urban morphology yang erat.
Kota-kota di Amerika Serikat menunjukkan pola gridiron secara keseluruhan. Beberapa
kota Islam memiliki struktur kota khusus dengan rumah-rumah yang dikelompokkan di sekitar
jalur Cul-De-Sac. Beberapa kota di Asia Timur juga mempelajari bentuk grid. Menurut analisis
Space Sintax, jaringan jalan perkotaan yang memiliki nilai konektivitas lebih tinggi dari nilai rata-
rata adalah kurang dari 40%. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar kota, distribusi
konektivitas jalan mengikuti pembagian kekuatan hukum dan menunjukkan scale-free
properties nya. Jaringan jalan perkotaan dari semua kota sampel ditemukan memiliki small-
world property. Space Sintax tidak dapat mendeteksi semua pola morfologi yang dikenali dalam
studi traditional morphological. Metrik topologi dan penskalaan Space Sintax ini dapat
membantu mengklasifikasikan kota sesuai dengan pola jalan nya dan memberikan pemahaman
tentang perilaku manusia di dalamnya serta juga desain ruang kota. Misalnya, jaringan jalan
perkotaan dengan small-world property dapat memiliki efisiensi yang tinggi untuk arus lalu
lintas di tingkat lokal dan global sehingga harus dipertimbangkan untuk penelitian lebih lanjut.

A. PENDAHULUAN

Berbagai morfologi kota dan kota-kota itu sendiri mencerminkan periode di mana
mereka terbentuk dan berkembang. Kota-kota mungkin telah dikembangkan pada saat zaman
kuno, Abad Pertengahan, tahap awal modern, industriliasasi, hingga saat ini zaman modernisasi
(Morris, 1994). Penelitian ini mengkaji morfologi perkotaan dengan menggunakan analisis
Space Syntax dan metode Traditional Morphological. Bidang baru yaitu "Space Syntax", teori,
dan teknik ini diterapkan pada analisis konfigurasi spasial secara kuantitatif yang memberikan
ketepatan ilmiah untuk studi morfologi perkotaan (Sima & Zhang, 2009). Untuk mempelajari
fenomena spasial, GIS menyediakan platform untuk membuat representasi spasial dan
memodelkan karakteristik spasial (Frank, 1992; Pinho & Oliveira, 2009). Teori Space Syntax
dapat menemukan tingkat hierarkis fitur spasial (Sima & Zhang, 2009). Untuk lebih mengenal
daerah tempat tinggalnya, orang-orang harus memiliki pemahaman tentang struktur kotanya.
Hal ini menunjukkan bahwa pada akhir abad 19, studi morfologi perkotaan untuk landscape
dibentuk sebagai field/atribut (Whitehand, 2007). Dengan terbentuknya kota, studi morfologi
perkotaan telah difokuskan sebagai studi tentang bentuk kota.
Studi Traditional Morphological perkotaan difokuskan pada pembangunan permukiman
perkotaan dan terutama dari sudut pandang geografis. Space Syntax menyediakan pengukuran
tata ruang yang presisi dan diterapkan untuk mempelajari morfologi perkotaan dari pandangan
yang berbeda. Secara keseluruhan, penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Space
Syntax dapat mendeteksi pola morfologi yang sama seperti yang dikenali secara tradisional.
Untuk analisis bentuk perkotaan, Conzen menjelaskan bagaimana integrasi landscape
mempengaruhi perkembangan awal morfologi perkotaan (Whitehand, 2007) dan kontribusi
Conzen terutama pada penggunaan rencana kota yang menyediakan sumber untuk studi
sejarah morfologi perkotaan (Sima & Zhang, 2009). Studi morfologi perkotaan semacam ini
berasal dari pandangan geografis dan berkonsentrasi pada bagaimana elemen permukiman
membentuk struktur perkotaan. Analisis difokuskan pada sistem jalan, pola plot dan bangunan
(Sima & Zhang, 2009).
Topu dan Kubat (2007) telah melakukan perbandingan morfologis antara dua kota
bersejarah dan mereka menunjukkan bahwa pola permukiman dibentuk dengan beberapa
dampak budaya. Rangkaian jalan adalah kerangka dan jantung kota dan penting bagi aktivitas
manusia (Jacobs, 1961). Peponis, Allen, Prancis, Scoppa dan Brown (2007) telah mengukur
korelasi spasial antara konektivitas jalan dan kepadatan perkotaan, dan tindakan ini
berkontribusi terhadap pemodelan struktur ruang kota. Jalan-jalan dengan interkoneksi tinggi
bisa menarik lebih banyak arus lalu lintas, lebih banyak pejalan kaki, bahkan meningkatkan
kepadatan penggunaan lahan di daerah sekitarnya.
Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi pola morfologi dasar jaringan jalan perkotaan (50 kota dari berbagai
negara dianalisis berdasarkan budaya dan benua, yaitu kelompok kota dari : Eropa,
Amerika Serikat, Kota Islam dan Asia Timur, dimana kota-kota ini berkembang pada
waktu yang berbeda memiliki bentuk kota dan pola jaringan jalan masing-masing)
2. Membuat analisis topologi jaringan jalan perkotaan berdasarkan jalan alami dan
mengungkap pola hirarki masing-masing kota.
3. Menganalisis the scale-free dan small-world behavior dari setiap jaringan jalan
perkotaan dan untuk membandingkan kota-kota tersebut agar menemukan kesamaan
atau perbedaannya (Lokasi adalah cara dasar mengelompokkan kota sampel ini).
4. Secara keseluruhan, penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah space syntax
dapat mendeteksi pola morfologi yang sama seperti yang dikenali secara tradisional
Adapun struktur penelitian yaitu :
1. Analisis dalam penelitian ini dibuat dari perspektif kualitatif dan kuantitatif (Lihat
Gambar dibawah ini).
2. Bentuk/type dari basic city ditampilkan
3. Data OpenStreetMap digunakan dan Axwoman menyediakan platform untuk membuat
analisis topologi. Untuk mengungkap tingkat/level hirarkis jaringan jalan perkotaan,
metode head/tail breaks diterapkan. Scale-free dan small-world properties
diperiksa/dicek. Kemudian, hasil analisis kuantitatif dan discussions ditunjukkan. Adapun
kesimpulan dan pekerjaan di masa depan digambarkan di bagian akhir.

B. KAJIAN LITERATUR

B.1 Bentuk Kota (Morfologi Kota)


Perkembangan kota yang dinamis mengakibatkan tuntutan akan ruang meningkat,
terutama kebutuhan akan lahan permukiman (Soetomo, 2009). Perkembangan Kota yang
dinamis tentunya mempengaruhi perubahan kondisi fisik kawasan. Morfologi memiliki tiga
komponen dalam mencermati kondisi fisik kawasan. Komponen tersebut ditinjau dari
penggunaan lahan kawasan yang mencerminkan aktivitas kawasan, pola sirkulasi atau pola
jaringan jalan yang menghubungkan antar kawasan, dan pola bangunan beserta fungsinya
(Soetomo, 2009). Penggunaan lahan sebagai elemen perumahan dan permukiman perkotaan
menjadi salah satu komponen dalam morfologi.
Analisis morfologi perkotaan terkait struktur dan/atau pola kota yang memberikan
pemahaman tentang bentuk, proses dari kreasi/penciptaan dan transformasi, struktur spasial,
dan karakter permukiman penduduk melalui analisis perkembangan historis dan bagian
penyusun yang membentuk pemukiman (Conzen 1960; Whitehand 1986). Moudon (1997)
menambahkan klasifikasi elemen utama dari analisis morfologi seperti bangunan, plot/tempat
terbuka, jalan, taman, dan monumen. Menurut Carmona (2001), buildings terutama
penggunaan lahan yang ditempatinya, biasanya merupakan elemen permukiman perkotaan
yang paling tidak resilient. Pola plot dapat berubah seiring waktu, sedangkan elemen yang
paling abadi dan tidak berubah cenderung rencana jalan. Southworth (1993) mendefinisikan
jalan sebagai struktur fisik dan sosial lingkungan hidup serta mengklasifikasikan berbagai pola
jalan khas dilingkungan perumahan pinggiran kota yang dapat mempengaruhi secara signifikan
kualitas dan karakter lingkungan masyarakat. Analisis tipologi pada skala jalan memberikan
informasi substantif tentang rasa identitas lingkungan dan identitas jalan (Southworth dan Ben-
Joseph 2003).
Komponen morfologi secara struktural dibedakan menjadi jaringan jalan, kapling, dan
bangunan. Ketiganya memiliki hubungan atau keterkaitan satu dengan yang lain (Tallo, Pratiwi,
& Astutik, 2014). Ada 6 pola jaringan jalan yaitu pola grid, pola radial, pola cincin radial, pola
spinal, pola heksagonal, dan pola delta (Morlok, 1991). Bangunan merupakan salah satu
komponen morfologi, ada 3 pola bangunan yaitu pola homogen, heterogen, dan menyebar
(Zahnd, 2008). Pola bangunan tidak terlepas dari kepadatan bangunan. Kepadatan bangunan
dibedakan menjadi tiga menurut (Tyas, Danial, & Izjrail, 2013) kepadatan tinggi (BCR > 70%),
kepadatan sedang (50% <BCR< 70%), dan kepadatan rendah (BCR < 50%). Perpaduan ketiga
karakteristik komponen tersebut membentuk bentuk morfologi kawasan.
Pola jalan di dalam kota merupakan salah satu unsur dari morfologi kota. Selain pola
jalan, memang ada sejumlah komponen struktural lain daripada kota yang ikut mewarnai pola
keruangan daripada kota yang berbeda-beda. Dari sekian banyak komponen tersebut, lay out
of streets merupakan komponen yang paling nyata manifestasinya dalam menentukan
periodisasi pembentukan kota di negara-negara barat. Ada 3 tipe sistem pola jalan yang dikenal
(Northam, 1975 dalam Yunus, 2001), yaitu: (1) Sistem pola jalan tidak teratur/irregular, (2)
Sistem pola jalan radial konsentris, (3) Sistem pola jalan bersudut siku/grid (rectangular/grid)
Bentuk morfologi dibedakan menjadi bentuk kompak dan bentuk tidak kompak. Bentuk
kompak meliputi bentuk bujur sangkar, empat persegi panjang, bulat, kipas, pita, dan gurita.
Bentuk tidak kompak meliputi bentuk terpecah, berantai, terbelah, dan stellar (Yunus, 2005).
Adapun faktor-faktor morfologi kota yang utama terdiri dari:
Penentu Bentuk Perkotaan Alami
Bentuk permukiman manusia ditentukan oleh beberapa faktor penentu yang berasal
dari sifat lokasi geografis meliputi iklim, topografi, dan bahan bangunan yang tersedia (Morris,
1994). Penentu alami telah memainkan peranan penting dalam bentuk kota untuk pemukiman
lama dan sekarang. Kota yang berbeda memiliki fitur iklimnya masing-masing. Iklim merupakan
penentu bentuk permukiman karena tempat berlindung merupakan kebutuhan mendasar
masyarakat. Beberapa rumah di sebuah kota dibangun sesuai iklim. Pembentukan permukiman
perkotaan mempengaruhi jaringan jalan, dan kemudian menentukan pola dasar kota. Penataan
rumah untuk kota-kota Islam terutama karena iklimnya yang lembap. Bentuk perkotaan
bergantung pada keadaan iklim lokal mereka (Fathy, 1986; Talib, 1984). Karena letak geografis
kota-kota Eropa, kota-kota Amerika Serikat, kota-kota Islam, dan kota-kota Asia Timur, maka
struktur dasar kota menjadi memiliki perbedaan.
Topografi suatu wilayah memiliki efek yang mendasari pembentukan atau perluasan
permukiman perkotaan (Smith, 1967). Morris (1994) menunjukkan dalam sejarahnya dan saat
ini, topografi merupakan bagian utama dalam penciptaan dimensi kota. Ada contoh di Eropa
yang luar biasa yaitu Athena, Roma dan Edinburgh yang dipengaruhi oleh pengaturan topografi
mereka. Bahan bangunan juga membentuk gaya arsitektur yang berbeda.
Penentu Bentuk Perkotaan Secara Buatan (The human-made determinant)
Ada jenis faktor penentu lainnya yang disebut sebagai faktor penentu dari hasil
manusia/secara buatan. Faktor-faktor penentu proses permukiman alami ini memiliki campur
tangan manusia dan manusia memiliki pengaruh secara signifikan dalam bentuk kota, baik
terhadap pertumbuhan kota secara organik maupun terencana. Kota-kota yang dibangun untuk
fortification (benteng) sangat dipengaruhi oleh faktor buatan manusia. Dibandingkan dengan
faktor penentu alami, the human-made determinant sangat banyak, yaitu melibatkan:
- Ekonomi
Untuk market place sebuah kota, dibutuhkan ruang untuk penjualan barang-barang.
Area pemasaran mempengaruhi bentuk permukiman perkotaan. Kota-kota di Eropa
memiliki ruang kota nya untuk kegiatan perdagangan komunal, namun situasinya
berbeda dengan di kota-kota Islam (Morris, 1994). Pasar utama di beberapa kota di
Eropa mungkin dikonsolidasikan secara bertahap. Di berbagai kota, kegiatan ekonomi
mempengaruhi pola dasar kota.
- Politik, Agama, dan functional regions
Faktor politik beragam disetiap negara. Benteng, kastel, dan istana dapat dibangun
untuk kota-kota sebagai kekuatan militer. Karena perbedaan politik, bentuk perkotaan
memiliki perbedaan, contohnya Xian merupakan ibukota kuno yang penting di Cina
dahulunya yang memiliki bentuk kota special grid. Agama adalah faktor penentu
bentuk kota lainnya. Functional regions juga mempengaruhi kelompok bangunan dan
tata letak jalan.
- Pertahanan
Kebanyakan kota-kota memiliki pola khusus untuk pertahanan, seperti parit, dinding
dan sistem pertahanan bisa mempengaruhi jaringan jalan perkotaan serta menjadikan
kota-kota berbenteng memiliki bentuk geometris.
- Gridiron
Rencana gridiron awalnya digunakan untuk membagi area yang direncanakan menjadi
blok bangunan oleh jaringan jalan ortogonal. Morris (1994) menjelaskan bahwa
sejarahnya, lapangan rumput/gridiron dibuat untuk kota-kota yang direncanakan di
Yunani, perencanaan kota kekaisaran Romawi, dan beberapa kota di AS. Pola gridiron
juga berbeda di kota-kota Eropa dan Amerika Serikat. Jalan-jalan ortogonal jaringan
jalan perkotaan lurus dan panjang untuk beberapa kota khusus di Amerika Serikat. Pola
gridiron menyediakan cara untuk mempelajari berbagai bentuk kota.
- Perencanaan estetika
Perencanaan estetika di berbagai negara dalam periode berbeda membuat bentuk
permukiman perkotaan beragam. Daerah fungsional sebuah kota bisa menentukan tata
letak jaringan jalan perkotaan. Mengingat beberapa faktor penentu alami dan human-
made determinants, berbagai bentuk perkotaan dipelajari dari traditional perspective.
Adapun morfologi perkotaan dilihat dari permukimannya pada selected regions (kota-kota
kuno/awal dan di Eropa, bentuk kota-kota di USA, bentuk kota-kota islam dan di asia timur) dapat
dijelaskan sebagai berikut :
- Pada zaman kuno, telah muncul tujuh peradaban dan peradaban Mesopotamia dan kota-
kota awal/kuno telah terbentuk (Morris, 1994). Untuk kota-kota awal, mereka memiliki
bentuk pertumbuhan khusus. Mesir kuno memiliki permukiman perkotaan dengan beberapa
jenis dan ada pertumbuhan kota secara organik maupun terencana. Erbil dipilih sebagai
contoh kota awal dan merupakan salah satu kota tertua yang dihuni serta menggambarkan
bentuk pertumbuhan kota pada masa peradaban orang-orang Sumeria secara organik.

Gambar. Urban form of ancient Erbil (Morris, 1994)


Rencana kota Yunani terdiri dari acropolis, agora, tembok kota, pelabuhan dan distrik
fungsional sebagai kawasan budaya, area religius, distrik industri dan lain-lain (Morris, 1994).
Untuk menjaga kewibawaan, ribuan kamp legiun yang diperkuat dibangun di sepanjang
Kekaisaran Romawi yang luas dan permukiman perkotaan permanen dikembangkan saat itu.
- Negara-negara Eropa memiliki bentuk permukiman perkotaan yang berbeda. Kota memiliki
pola karakteristiknya. Untuk modernisasi, kota ini dikembangkan dengan sejarah, budaya,
populasi dan banyak aspek lainnya, kota-kota di berbagai negara Eropa dapat memiliki pola
nya masing-masing, seperti pola tata letak jalan radial Paris dan tata letak jalan yang
dipengaruhi oleh terowongan di Amsterdam.

Gambar. Street layouts of modern Paris and Amsterdam (A: radial street layout of modern Paris and B:
preserved street layout of central Amsterdam)

- Permukiman perkotaan orang-orang Spanyol, Perancis dan Inggris didirikan di Amerika


Serikat pada awalnya. Jaringan grid yang ada di mana-mana berlangsung dengan penuh
semangat pada pertengahan abad-19 dan faktor politik berperan besar menentukan pola
grid (hukum mewajibkan wilayah yang akan ditata dengan kota-kota persegi panjang untuk
dijual dan batas-batas bagian tersebut membuktikan garis jalan alami) serta Gridiron
menyediakan kerangka geometris sederhana dan logis untuk kota-kota di Amerika sekarang
(Morris, 1994). Peta-peta (Detroit, Atlanta, dan Chicago) tersebut menunjukkan bahwa
jaringan jalan perkotaan di kota-kota Amerika Serikat memiliki pola grid khusus dan jalan-
jalannya lurus dan terus-menerus.
Figure 2.4: Urban patterns of USA cities (the gridiron pattern of A: Detroit, B: Atlanta and
C: Chicago), source: OpenStreetMap

Di Timur Tengah, ada tipe lain, bentuk kota Islam. Salah satu contoh Erbil ditunjukkan
dengan struktur dasarnya. Iklim merupakan faktor utama distribusi rumah di negara-negara
Islam. Ada rumah-rumah halaman beranggota iklim yang dikelompokkan secara padat dan
mereka akses oleh lorong-lorong sempit dan tidak langsung yang membentuk jaringan jalan
perkotaan khusus. Misalnya, Sana memiliki iklim mikro dan iklim di musim panas yang
lembab dan rumah-rumah dihadapkan ke jalan dengan mengambil cahaya dan ventilasi
(Morris, 1994). Faktor iklim sangat mempengaruhi pola dasar kota-kota Islam di Timur
Tengah. Kota-kota Islam memiliki agama mereka sendiri; masjid, dinding, tempat tinggal dan
daerah lainnya membentuk komponen morfologi perkotaan. Morris (1994) menunjukkan
bahwa untuk sistem jalan kota-kota Islam, masing-masing rumah berkerumun di sekitar jalur
cul-de-sac dan akses ke rumah disediakan oleh jalan utama (Gambar 2.5).
Figure 2.5: Islamic street patterns (Morris, 1994) (A: Riyadh, B: Jiblah, C: Dubai and D: Kerman)

B.2 Teori Scale Free, Small-World, Analisis Topologi, dan Jaringan Jalan Perkotaan
Barabsi dan Albert (1999) menunjukkan adanya penskalaan dalam jaringan acak
dimana tingkat distribusi jaringan besar mengikuti distribusi kekuatan hukum (power-law),
artinya jaringan yang tingkat distribusinya sesuai dengan distribusi power law, yang disebut
dengan scale-free networks. Sedangkan, small-world property terutama dicirikan dengan 2
ukuran yaitu panjang jalur rata-rata pada satu sisi dan koefisien clustering di sisi lainnya.
Panjang jalur rata-rata adalah jumlah rata-rata dari step-step antara nodes dari grafik
dan step-step ini berada di sepanjang jalur terpendek. Koefisien clustering digunakan untuk
menggambarkan tingkat pengelompokan berdasarkan kemiripan. Ukuran-ukuran tersebut
dapat diaplikasikan untuk membuat analisis topologi dari jaringan jalan perkotaan, setelah
diubah kedalam bentuk grafik (ex: garis menjadi node/simpul dan line intersections menjadi
links of the graph). Ukuran dari centrality ini dapat menentukan seberapa penting sebuah node
didalam grafik dan memeriksa apakah jaringan jalan perkotaan memiliki scale-free property.
Semua ukuran ini dihitung berdasarkan software Pajek untuk analisis jaringan yang besar
(large network) dan visualisasi.
Untuk bagaimana secara otomatis menghasilkan axial map atau axial lines, maka kita
diasumsikan telah berhasil mengubah bentuk file axial lines ke Pajeks net file. Software
MATLAB digunakan untuk mengecek apakah tingkat distribusi dari jaringan jalan perkotaan
sesuai dengan distribusi power-law. Hal yang perlu diperhatikan dari Tutorial Small-world and
Scale-free Properties of Urban Street Networks disusun atas 4 step/langkah yaitu:
1. Menginstall software Pajek dan MATLAB dan mendownload Clausets MATLAB code
2. Import data dan menghitung computational measures
Untuk menilai apakah jaringan jalan perkotaan memiliki sifat bebas-skala (scale-free
properties), nilai derajat, kedekatan dan interferensi harus dipertimbangkan. Aplikasi
Pajek menyediakan cara untuk menghitung nilai-nilai tersebut yaitu untuk
memeriksa apakah jaringan jalan perkotaan adalah small-world network, panjang
jalur rata-rata, dan koefisien clustering perlu dihitung. Kedua nilai ini bisa diukur
melalui Pajek.
3. Memeriksa small-world properties dan scale-free properties yang mudah dipahami
dari jaringan jalan perkotaan di Kota-Kota
Periksa small-world properties dari jaringan jalan perkotaan. Small-world network
adalah jaringan yang sebagian besar anggotanya yang bukan neighbors dapat dicapai
dari yang lainnya dengan sejumlah kecil langkah-langkah. Enam derajat pemisahan
adalah ide yang diterapkan untuk small-world network. Untuk memeriksa apakah
jaringan memiliki small-world properties, nilai rata-rata panjang path (L) dan
koefisien clustering (CC1) dipertimbangkan.
4. Pastikan anda memahami measures untuk menganalisis jaringan jalan perkotaan
Scale-free network memiliki karakteristik bahwa distribusi derajat adalah distribusi
power-law. Untuk mengetahui apakah jaringan jalan adalah scale-free network,
maka ukuran nilai derajat (degree value) digunakan

Dalam jaringan GIS, pemodelan komputasi jaringan perkotaan (misalnya, jaringan


jalan) didasarkan pada tampilan grafik di mana persimpangan fitur linier dianggap sebagai
nodes, dan hubungan antara pasangan nodes digambarkan sebagai edges. Operasi
jaringan yang umum mencakup proses komputasi untuk menemukan jalur terpendek,
paling murah, atau paling efisien (pathfinding), untuk menganalisis konektivitas jaringan
(tracing), dan untuk menetapkan bagian jaringan ke lokasi berdasarkan beberapa kriteria
(alokasi) tertentu (Miller dan Shaw, 2001; Waters, 1999).
B.3 Analisis Topologi dalam GIS
Topologi biasa digunakan dalam analisis spasial dalam GIS. Topologi merupakan model
data vektor yang menunjukkan hubungan spasial diantara obyek spasial. Salah satu
contohnya yaitu persimpangan diantara 2 garis dipertemukan dalam bentuk titik dan
kedua garis tersebut secara eksplisit dalam atributnya mempunyai informasi sebelah kiri
dan sebelah kanan.
Topologi sangat berguna pada saat melakukan deteksi kesalahan pada saat proses digitasi
dan berguna juga dalam melakukan proses analisis spasial yang bersifat kompleks dengan
melibatkan data spasial yang cukup besar ukuran filenya. Salah satu contoh analisis spasial
yang dapat dilakukan dalam format topologi adalah proses tumpang tindih (overlay) dan
analisis jaringan (network analysis) dalam GIS. Topologi digunakan untuk mendefinisikan
dan memberlakukan integritas data dengan aturan topologi (ArcGIS, 2016).

Metode Space Syntax


Space Syntax adalah metode yang digunakan untuk analisis morfologi bangunan,
rencana arsitektur, daerah perkotaan, dan rencana perkotaan. Hal ini dimungkinkan untuk
memberikan deskripsi kuantitatif ruang bangun dengan menggunakan metode ini (Hillier
dan Hanson 1984). Space Syntax memberi penjelasan logis terhadap konfigurasi ruang
dalam kaitannya dengan perilaku pergerakan manusia. Space Syntax adalah bidang baru
untuk analisis bentuk perkotaan dan memberikan ukuran pengukuran spasial yang presisi.
Pendekatan ini menganggap konfigurasi ruang sebagai akar atau generator
pertumbuhan kawasan yang secara logis berkaitan dengan persepsi dan perilaku penghuni
serta berimplikasi pada beberapa aspek ekonomi ruang kota seperti nilai guna lahan.
Dalam penelitian konfigurasi ruang dengan mempergunakan pendekatan Space Syntax
diarahkan untuk membangun konsep yang kuat dalam menggabungkan kawasan lama
(historic district) dengan kawasan baru (Karimi, 2000). Dalam pembahasan konfigurasi
ruang kawasan/kota tidak terlepas dari pola kota. Terdapat 2 pandangan pokok terhadap
ruang kota, yaitu: figure yang figuratif, yaitu konfigurasi massa atau blok dilihat secara
figuratif dan ground yang figuratif yang melihat konfigurasi ruang atau void sebagai suatu
bentuk tersendiri (Zahnd, 1999, hal. 84-85). Inilah yang kemudian menjadi cara analisa
untuk menunjukkan massa dan ruang perkotaan dan selanjutnya berkembang menjadi
analisa pembeda antara ruang luar dan ruang dalam sehingga mampu secara efektif
menganalisa sebuah texture kawasan kota secara fungsional (Zahnd, 1999, hal. 94).
Dengan memperhatikan solid-void, maka dapat dianalisa tesktur kawasan berdasarkan: a)
tingkat keteraturan; b) tingkat keseimbangan; c) tingkat kepadatan antara massa dan
ruang.

Dengan tujuan untuk menilai daerah pemukiman berdasarkan karakteristik morfologi,


area sampel perumahan dengan pola grid yang berbeda dapat dievaluasi sesuai dengan
tujuh kriteria (seperti Tabel dibawah). Evaluasi ini dapat memberikan beberapa petunjuk
untuk memahami bentuk yang sesuai untuk daerah pemukiman.
Teknik space syntax dilakukan dengan bantuan software. Teknik analisa space syntax
dikembangkan berdasarkan teori the social logic of space (Hillier & Hanson, 1984). Teori
ini kemudian dikembangkan ke dalam sebuah program komputer, sebagai sebuah alat
analisa space syntax dengan presentasi grafik (Hillier, Space is The Machine, 2007, hal. 1).
Teknik analisa ini berdasarkan pengamatan lingkungan permukiman dengan mengamati
gerak langkah alami (natural movement), sebab gerakan itu berkaitan dengan proporsi
gerak langkah pejalan kaki dalam berbagai bentuk tata letak kerangka garis (grid layout);
sedangkan tata letak tersebut ditentukan oleh susunan dari kerangka garis (grid). Gerak
langkah tersebut timbul karena berbagai faktor, salah satunya adalah daya tarik
(attractors). Daya tarik inilah yang selanjutnya dilihat sebagai sesuatu yang menentukan
gerak langkah para pejalan kaki (pedestrian movement). Dalam skala yang lebih besar
(kawasan/kota), pola kerangka garis kota (urban grid) mempunyai arti penting, sebab
kedalaman yang dimiliki tiap-tiap jalan dimungkinkan untuk dihitung. Ada perbedaan
kedalaman antara satu kedalaman jalan dengan yang lain. Dalam peta hasil proses
komputer keadaan ini ditampilkan sebagai garis-garis dalam spektrum warna dari merah
sampai biru atau untuk tampilan hitam-putih dari warna hitam berangsur-angsur berubah
kewarna yang lebih terang. Perubahan warna berbanding lurus dengan kondisi dan
peranan jalan dalam menerima gerak. Warna merah atau tergelap dalam tampilan peta
hitam-putih mengindikasikan jalan yang menerima gerak terbanyak dan banyak
berpotongan dengan jalan yang lain (integrated lines). Sebaliknya tampilan warna biru
atau yang tipis dalam peta hitam-putih memberikan petunjuk bahwa garis/jalan
bersangkutan mempunyai kedudukan yang dalam di dalam sistim secara menyeluruh
(segregated lines) dan mendapat gerak sedikit. (Darjosanjoto, Vol. 33 No.1 Desember
2005) . Teknik analisa space syntax yang dilakukan dapat mengacu pada dua analisa yaitu
analisa peta axial dan analisa grafik visual. Peta axial adalah reprentasi dari struktur
menerus terhadap ruang terbuka. Grafik visibility/visual menganalisa jangkauan suatu titik
dalam ruang spasial mampu terlihat dari ruang lain. Saat suatu titik tidak langsung terlihat,
pengukuran grafik terhadap titik matriks dapat terhitung untuk di uji seberapa banyak titik
yang dibutuhkan untuk menghubungkan titik tersebut agar terlihat dengan ruang lainnya
(Desyllas & Duxbury, 2001)

C. PEMBAHASAN (ANALISIS KUANTITATIF)


Analisis spasial dari jaringan jalan perkotaan didasarkan pada jalan alami yang
dihasilkan. Untuk mempelajari scale-free behavior, konektivitas jalan, parameter space sintax
dihitung untuk setiap kota sampel. Metode maximum likelihood diaplikasikan untuk memeriksa
distribusi street connectivity power-law.
C.1 Mempersiapkan/Preprocessing Data Jalan
Sebelum melakukan analisis topologi jaringan jalan perkotaan, unduh data yang telah
diolah. Jalan-jalan diproyeksikan dengan sistem koordinat Equidistant Conic di ArcGIS. Topologi
dari projected data ditebang (chopped down) di setiap persimpangan dengan menggunakan
Data Interoperability Tools di ArcToolbox. Jalan alami secara otomatis dihasilkan dengan fungsi
Axwoman. Pada studi ini, jalan alami dibentuk dengan menggabungkan segmen-segmen jalan
yang berdekatan di setiap persimpangan jika sudut defleksi di antara keduanya lebih kecil dari
45 derajat yang merupakan default value. Penggabungan akan berlanjut kecuali tidak ada
segmen yang berdekatan atau sudut defleksi diantara neighbors lebih besar dari 45 derajat.
Jalan alami yang terbentuk bisa berupa garis kontinyu yang panjang seperti Gambar 3.1

Untuk mengungkap pola dasar sebuah kota, jalanan akan terwakili secara hierarkis.
Axwoman secara otomatis dapat menghitung parameter space sintax seperti konektivitas jalan
dan menampilkannya secara hierarkis dengan metode head/tail breaks.
C.2 Mengungkap Tingkat Hierarkis Berdasarkan Head/Tail Breaks
Head/tail breaks digunakan untuk mengklasifikasikan distribusi konektivitas jalan
dengan menggunakan nilai konektivitas rata-rata, data jalan yang sudah diklasifikasikan ke head
dan tail. Head/tail breaks mengungkap tingkat hierarki dan penskalaan dari fenomena
geografis, seperti indeks ht (Jiang & Yin, 2013). Untuk penelitian ini, head part dari data pecah
(broken) jika kurang dari 40% dari jaringan jalan (seperti terlihat pada Tabel dibawah ini).

Tabel Head/tail breaks for Erbil (Note: # = the number, % = the percentage)
# Natural roads # In head % In head Mean value
2880 730 25.4% 4.3
730 182 24.9% 9.5
182 43 23.6% 19.1
43 15 34.9% 38.7
15 5 33.3% 62.6
5 2 40.0% 98.0
Break (pemecahan) ini selalu terfokus pada jalan-jalan dengan konektivitas lebih tinggi
dari rata-rata. Jalan-jalan dengan konektivitas terbesar ditunjukkan dengan warna merah
sedangkan jalan dengan konektivitas terkecil ditunjukkan dengan warna biru (Gambar 3.2).
C.3 Memeriksa/Pengecekan Scale-Free Property
Di jaringan jalan perkotaan, frekuensi dari konektivitas jalan dapat mengikuti distribusi power-
law dan memiliki scale-free property. Power-law didefinisikan sebagai y = Cx- dalam
matematika (Clauset, Shalizi & Newman, 2009). Umumnya, distribusi power law memiliki ekor
yang panjang dan condong ke kanan (Gambar 3.3).

Figure 3.3: Power-law distribution (Note: x = the mean value)

Untuk distribusi "long tail", dapat dilihat bahwa kejadian besar memiliki frekuensi rendah dan
itu berarti ada kejadian yang jauh lebih kecil daripada yang berukuran besar. Banyak penelitian
telah mengidentifikasi distribusi long tail di antara kehidupan sehari-hari manusia atau bidang
alam. Umumnya dalam domain spasial, kejadian jarang lebih sering terjadi daripada kejadian
yang sering terjadi (Jiang, 2010).
Scale-free property dari data diperiksa untuk melihat apakah konektivitasnya memiliki distribusi
power-law. Distribusi konektivitas dipelajari dengan memplot data pada skala logaritma. Di
Matlab, power-law fitting code dengan metode maximum likelihood dipilih untuk memeriksa
scale-free property dan distribusi data. Virkar & Clauset (2012) mencatat bahwa ada fluktuasi
besar pada bagian atas tail dari banyak distribusi dan karenanya tidak semua data mengikuti
power law. Oleh karena itu, diusulkan metode baru untuk menguji distribusi power law untuk
data binned untuk memperkuat fluktuasi dan metode baru ini menyimpan data terlebih dahulu,
dan jumlahnya kemudian dihitung (Lihat Tabel dibawah).

Tabel : Binned street data for Antwerp (Note: h = the count of the binned data)
Boundaries h
[1, 2) 513
[2, 4) 2516
[4, 8) 1249
[8, 16) 374
[16, 32) 127
[32, 64) 34
[64, 128) 13
Dengan menggunakan power-law fitting code untuk data binned (Virkar & Clauset, 2012) di
Matlab, nilai alpha (power-law eksponen), log-log plot dan nilai-p diidentifikasi. Log-log plot
untuk data binned memiliki step shape seperti Gambar 3.4. Nilai p yang dimaksud diestimasikan
untuk mencari seberapa baik data konektivitas jalan sesuai dengan model power-law. Model
power law tampaknya masuk akal bila nilai p > 0,1 (Clauset, Shalizi & Newman, 2009).

Gambar 3.4: Power-law fit for binned street data of Antwerp (alpha=2.72, p=0.61)

C.4 Mengukur Small-World Property


Menurut rata-rata panjang lintasan (Lactual) dan koefisien clustering (Cactual), small-world
property akan diperiksa. Jaringan jalan perkotaan dengan small-world behavior memiliki
panjang jalan rata-rata yang kecil dan koefisien clustering yang besar. Untuk mengukur 2
parameter tersebut, jaringan jalan perkotaan diubah menjadi grafik. Untuk grafik, simpul
digunakan untuk mewakili jalan dan links digunakan untuk menunjukkan koneksi. Untuk
membuat perbandingan, ukuran juga dihitung untuk grafik acak yang memiliki jumlah simpul-
simpul yang sama dan nilai konektivitas yang sama per simpul. Jiang (2005) menunjukkan
bahwa the small-world network sangat terkluster sebagai jaringan regular dan memiliki panjang
jalur rata-rata yang kecil sebagai jaringan acak (Lihat Gambar 3.5).

Gambar 3.5: Three types of networks (Jiang, 2005)


Nilai Lactual dan Cactual dapat dihitung secara otomatis untuk grafik di Software Pajek
(Lihat Tabel dibawah). Untuk grafik acak, Lrandom = ln n / ln m, Crandom = m / n, di mana n adalah
jumlah total simpul dan m adalah nilai rata-rata konektivitas (Jiang & Claramunt, 2004b).
Tabel : Small-world measures of Athens and Lincoln (Note: m = mean value of
connectivity, L = average path length and C = clustering coefficient)
City # Streets m L actual C actual L random C random
Athens 4040 5.7 5.40 0.22 4.77 0.0014
Lincoln 2435 3.0 6.42 0.28 7.10 0.0012

C.5 Hasil Analisis Kuantitatif


Kota-kota dipilih sebagai kelompok berdasarkan lokasinya. Adapun lebih jelasnya sebagai
berikut :
Reklasifikasi kota-kota sampel dan tingkat hirarkinya
Untuk mempelajari jaringan jalan perkotaan ini, jalan alami/natural untuk kota-kota ini
secara otomatis dihasilkan dari Axwoman dan jumlah setiap jalan yang berbeda (Lampiran A).
Metode head / tail break menghasilkan cara mengungkap tingkat hirarkis jaringan jalan kota.
Hasilnya membenarkan pola topologi yaitu Jiang (2007) mengusulkan agar jalan-jalan vital
dengan konektivitas besar adalah jalan-jalan minoritas dan kurang berarti dengan konektivitas
kecil yang mayoritas. Pola dasar masing-masing kota sampel dapat dilihat pada (Lampiran B).
Tingkat hirarkis menjelaskan pola dasar kota-kota tersebut. Semakin tinggi tingkat
hierarkisnya, semakin kompleks jaringan jalanannya. Kota dengan berbagai bentuk kota bisa
memiliki tingkat hierarki yang sama dan klasifikasi dibuat berdasarkan hirarki. Enam kelompok
direklasifikasi untuk lima puluh sampel kota dan kota dalam kelompok yang sama memiliki
tingkat hirarki yang sama walaupun mereka memiliki bentuk perkotaan yang berbeda dan
jumlah jalan yang berbeda.

Table : Rata-Rata Tingkat Hirarki untuk 4 Kategori Kota-Kota


City types Rata-rata hierarchical levels/Ht-Index
European 6.6
USA 7.7
Islamic 6.8
East Asian 6.8

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang jelas antara kelompok
kota Eropa, Islam dan Asia Timur, dimana tingkat hirarki rata-ratanya sekitar 6,7. Satu-satunya
perbedaan yaitu tingkat hirarkis rata-rata untuk kelompok Amerika Serikat adalah sedikit lebih
besar dari tiga kelompok lainnya, namun tidak signifikan. Sementara itu, secara umum dapat
disimpulkan tingkat hierarkis yang dihasilkan metode space syntax tidak dapat mengidentifikasi
dengan jelas berbagai bentuk kota di seluruh dunia.
Scale-free behavior dan power-law fitting
Hasil dari tes alpha dan p-value yang ditampilkan menunjukkan bahwa tidak semua
distribusi jalan mengikuti distribusi power law dan memiliki nilai p lebih besar dari 0,1 (Lihat
Tabel dibawah ini).
Table : Hasil dari power-law fitting (Note: the highlighted cities do not have scale-free
behavior, Eu = European, Isl = Islamic, Esa = East Asian)

Types Cities alpha bmin p Types Cities alpha bmin p


Eu Athens 2.91 16 0.49 Eu Hull 3.18 2 0.17
Eu Verona 5.00 4 0.09 Eu Madrid 3.01 16 0.57
Eu Zaragoza 2.88 8 0.54 Eu Seville 3.11 32 0.06
Eu Colchester 3.33 4 0.67 USA Philadelphia 2.29 2 0.00
Eu Lincoln 2.81 16 0.80 USA Carlisle 2.84 2 0.08
Eu Cirencester 3.48 16 0.09 USA Washington 2.64 16 0.05
Eu Florence 3.23 16 0.87 USA Detroit 2.44 128 0.00
Eu Winchester 3.42 8 0.41 USA Chicago 2.47 4 0.00
Eu Exter 2.83 4 0.03 USA Memphis 2.63 4 0.43
Eu Carcassonne 3.31 8 0.77 USA Atlanta 2.65 4 0.23
Eu Hamburg 2.64 4 0.67 Isl Erbil 2.95 4 0.49
Eu Nijmegen 2.95 4 0.01 Isl Mecca 3.15 4 0.23
Eu Naarden 2.33 2 0.16 Isl Medina 3.04 4 0.74
Eu Palmanova 3.17 4 0.88 Isl Riyadh 2.91 16 0.28
Eu Turin 2.71 4 0.00 Isl Jeddah 3.16 32 0.00
Eu Philippeville 3.50 4 0.92 Isl Sana 2.93 8 0.42
Eu Neuf Brisach 2.36 4 0.02 Isl Muscat 3.19 4 0.06
Eu Paris 3.50 64 0.88 Isl Aleppo 3.50 4 0.00
Eu Toulon 3.05 4 0.53 Isl Beirut 3.50 32 0.01
Eu Le Havre 3.02 16 0.41 Isl Cairo 3.02 8 0.77
Eu Amsterdam 2.86 4 0.00 Isl Algiers 2.91 4 0.25
Eu Antwerp 2.81 4 0.61 Esa Xi'an 2.97 16 0.90
Eu Brussels 3.14 16 0.71 Esa Nanjing 3.04 4 0.30
Eu Budapest 2.83 16 0.73 Esa Tokyo 2.65 8 0.04
Eu Edinburgh 3.06 8 0.26 Esa Osaka 2.80 8 0.09

Perkiraan nilai minimum data binned lebih kecil dari 8 untuk sebagian besar kota-kota.
Jalan-jalan dengan konektivitas lebih tinggi dari perkiraan nilai minimum memiliki scale free
behavior. Dijumpai distribusi konektivitas jalan dari 19 kota tidak sesuai dengan distribusi power
law. Sebanyak 5 dari 7 kota sampel di Amerika tidak memiliki scale-free property. Hasil ini
mencerminkan pola gridiron kota-kota Amerika. Jaringan yang lurus dan kontinyu menunjukkan
sedikit perbedaan dalam konektivitas jalan.
Untuk power-law fitting di Matlab, nilai data binned minimum dihitung. Dari nilai
minimum, power-law behaviour yang paling tepat diperiksa. Dengan metode maximum
likelihood fitting, hanya batas bawah untuk rentang penskalaan yang diestimasi dan kejadian
kecil yang tidak sesuai dengan distribusi power-law dikeluarkan. Pengujian dimana rentang
skala dapat dilampaui dapat ditunjukkan pada distribusi lainnya. Metode optimasi matematis
bertujuan untuk menemukan kecocokan terbaik antara nilai dengan meminimalkan jumlah
kesalahan kuadrat yang diaplikasikan untuk mendapatkan fungsi regresi yang sesuai. Akibatnya,
distribusi rank-size dari bagian lain jalan yang tidak memiliki scale-free behavior melengkapi
distribusi logaritma untuk sebagian besar kota sampel (Gambar 4.1). Jalan-jalan di luar
jangkauan skala beberapa kota mungkin sesuai dengan distribusi polinomial atau jenis distribusi
power-law lainnya. Jalan-jalan untuk beberapa kota lain dengan konektivitas kurang dari nilai
bin minimum 4 tidak memiliki distribusi matematis yang jelas (Lampiran A).
Small-world property
Small-world property dari jaringan jalan perkotaan dievaluasi dari cara analisis topologi
lainnya. Rata-rata panjang jalur dan koefisien clustering dari jaringan jalan perkotaan untuk
beberapa kota sampel dihitung. Semua hasil dari small-world property yang diperiksa termasuk
dalam Lampiran A. Hasil yang dihitung menunjukkan bahwa semua jaringan jalan perkotaan
memiliki tingkat separasi/pemisah yang kecil dan semua pemisahan dicirikan oleh panjang jalur
rata-rata (Lactual) lebih kecil dari 8,5. Ukuran-ukuran tersebut menunjukkan bahwa Cactual >
Crandom untuk semua kota sampel dan dikonfirmasi ke small-world property (Watts dan Strogatz,
1998). Semua jaringan jalan perkotaan yang dipelajari sangat terkelompokkan secara lokal dan
memiliki small-world property serta ditemukan tidak ada perbedaan yang jelas di antara 4 tipe
kota tersebut (Lihat Tabel dibawah).
Tabel : Mean street connectivity value for the four category cities
City types Mean connectivity values
European 4.1
USA 5.1
Islamic 4.2
East Asian 5.1

Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai konektivitas jalan rata-rata untuk kelompok Eropa
dan kelompok Islam hampir sama. Kelompok Amerika Serikat dan kelompok Asia Timur juga
memiliki nilai yang sama. Dari rata-rata nilai konektivitas masing-masing kelompok, tidak dapat
diketahui bagaimana nilai mean mempengaruhi pola morfologi perkotaan. Semua 4 tipe kota
memiliki small-world property dan tidak ada perbedaan mencolok yang ditemukan dari
tampilan space syntax.
Untuk analisis kualitatif, menurut faktor penentu alami dan buatan (human-made)
bahwa perbedaan bentuk perkotaan dapat diidentifikasi. Pola perkotaan dari berbagai kota di
berbagai benua memiliki keunikan tersendiri. Namun, melalui analisis kuantitatif topologi dan
penskalaan jaringan jalan perkotaan, ada kesamaan behaviors di antara 4 tipe kota tersebut.
Jaringan jalan perkotaan di kota mungkin memiliki scale free dan small world properties dan
tidak ada perbedaan yang jelas. Space syntax tidak dapat menemukan pola morfologi yang
sama seperti yang dikenali secara tradisional.
C.6 Diskusi
Perbandingan hirarkis
Struktur dasar dari bentuk kota menunjukkan bahwa jalan-jalan vital kurang umum
daripada jalan-jalan trivial. Tingkat hirarki untuk 50 kota sampel bervariasi dari 4 sampai 9.
Naarden, Philippeville dan Neuf Brisach memiliki 4 tingkat hierarki, Palmanova memiliki 5
tingkat hierarki, dan alasan untuk tingkat hirarki kecilnya yaitu kota-kota memiliki sejumlah
kecil jalan natural dan jalan-jalan tersebut tidak memiliki perbedaan yang jelas. Kota dengan
bentuk perkotaan yang berbeda mungkin memiliki tingkat hierarki yang sama sebagai tingkat
yang tidak bergantung pada jumlah jalan.
Bentuk kota juga dapat diamati melalui representasi hirarkis, artinya morfologi perkotaan
dapat mengungkapkan pola hirarki jaringan jalan. Selain hirarki, style dari berbagai bentuk kota
bisa dilihat dari representasinya, seperti bentuk kota di Amerika Serikat memiliki pola gridiron,
jalan-jalan lurus dan panjang, yang terlihat di Detroit (Gambar 5.1 B). Rumah-rumah individu di
beberapa kota Islam setelah dikelompokkan bersama dalam cul-de-sacs (Gambar 5.1 C).
Beberapa kota kerajaan di China kuno, seperti Xian, memiliki pola jalan grid dan bentuk cincin
hirarkis (Gambar 5.1 D). Kota-kota Asia Timur lainnya, misalnya Kyoto di Jepang, juga memiliki
pola jalan grid. Jelas bahwa bentuk-bentuk kota di berbagai benua berbeda-beda yang dibentuk
iklim, topografi, ekonomi, politik atau faktor lainnya. Representasi hierarkis berdasarkan jalan
natural menyediakan cara untuk dokumentasi karakteristik pola jalan yang berbeda. Dalam
penelitian ini, perbedaan luas antara kota sampel akan diklasifikasikan secara kualitatif,
sementara kesamaannya akan diperiksa dengan metode kuantitatif.

Metode klasifikasi
Dalam penelitian ini, kota sampel dikelompokkan menurut lokasi dan morfologi
perkotaannya. Ada 4 jenis pola morfologi perkotaan yang umumnya dikenali dengan penelitian
traditional morphological: pola gridiron, pola curvilinear (lengkung), pola geometris dan
kombinasi ketiga lainnya. Kota-kota di berbagai wilayah mungkin memiliki pola urban yang
sama. Misalnya, kota Yunani Athena, kota Prancis, Turin, semua kota sampel di AS dan
beberapa kota di Asia Timur memiliki pola gridiron (pola ini paling sering terjadi di Amerika
Serikat).
Banyak kota juga memiliki pola curvilinear, seperti di Kota-kota Eropa dan Islam yakni
Verona, Zaragoza, Florence, Mekah, dan Riyadh. Naarden dan Palmanova yang dibangun
sebagai benteng cenderung memiliki pola geometris termasuk juga Paris dan Erbil. Untuk setiap
kategori geografis, beberapa kota memiliki morfologi perkotaan yang kompleks. Kita tidak
dapat mempelajari kekhasan dalam pola morfologi berdasarkan geografi atau lokasi.
Mengelompokkan kota sampel menurut pola jalannya adalah pendekatan yang lebih baik.
Metode space syntax tidak mendeteksi pola morfologi secara tradisional namun mampu
mengungkapkan kesamaan antara jaringan jalan perkotaan. Kurangnya perbedaan di antara
keempat kategori tersebut mungkin mencerminkan bagaimana kota-kota dibangun, contohnya
beberapa kota Islam dirancang oleh perencana Eropa dan beberapa kota di AS didirikan oleh
Inggris. Kesamaan dalam hasil mungkin juga mencerminkan sedikit kota sampel.
Uji skala untuk beberapa kota khusus
Pola hirarkis kota dianalisis secara topologi. Power-law behavior digunakan untuk analisis
penskalaan jaringan jalan perkotaan. Tes tersebut menunjukkan meskipun nilai p yang mengacu
pada 0,1 untuk kota Paris adalah 0,878, jaringan jalan perkotaan tidak memiliki power-law
fitting yang memadai. Alasan untuk mendapatkan passable p yaitu fitting dimulai dari jalan
dengan nilai konektivitas yang sangat besar, misalnya fitting dimulai pada 64 dan hanya
sebagian kecil dari distribusi yang sesuai dengan power-law (Lihat Gambar dibawah). Jelas
bahwa nilai alpha untuk Paris relatif besar yaitu 3,5. Ada batasan untuk pengujian power-law di
Matlab, sehingga saat data diperiksa, nilai p harus dinilai dengan baik. Kesesuaian power-law
tidak hanya bergantung pada nilai p yang diuji.

Gambar : Power-law fit for the streets of Paris which without scale-free property

Hirarki jalan, scale-free dan small-world network


Seiring arus informasi, arus lalu lintas seringkali bergantung pada pembangunan dari
individual streets dan interkoneksinya. Penelitian oleh Jiang (2009) menunjukkan bahwa
sebagian besar arus lalu lintas dihitung oleh sejumlah kecil jalan (a small number of streets).
Jalan-jalan dengan konektivitas tinggi bisa menarik lebih banyak lalu lintas. Studi ini sesuai
fenomena bahwa jalan vital yang memiliki interkoneksi tinggi adalah minoritas dalam jaringan.
Analisis jaringan jalan perkotaan dan pola power-law penting untuk memahami struktur
dasar dari sistem perkotaan yang kompleks. Studi ini menunjukkan jaringan jalan perkotaan
untuk sebagian besar kota sampel memiliki scale-free property, distribusi konektivitas sesuai
dengan power-law, dan dengan demikian ada jalan-jalan yang jauh lebih banyak dengan
konektivitas rendah daripada yang tinggi. Tidak semua jaringan dengan properties mengikuti
power-law dan untuk studi ini pola power-law umumnya berada di atas nilai konektivitas
minimum 4. Identifikasi pola power-law dari jaringan jalan perkotaan dapat membantu
memahami struktur dasar dari bentuk perkotaan.
Small-world networks cenderung memiliki frekuensi dari payoff-dominant tertinggi dan
sangat efisien (Cassar, 2006). Studi ini menunjukkan bahwa jaringan jalan perkotaan dari kota
sampel menunjukkan small-world behaviors.

D. KESIMPULAN

Studi ini menyajikan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif (terutama analisis topologi
jaringan jalan perkotaan) dari berbagai bentuk kota. Pemodelan dari small-world network bisa
diterapkan untuk pekerjaan masa depan. Hasil kualitatif menunjukkan morfologi kota
dipengaruhi oleh faktor pembentuk alami dan buatan. Kota-kota di belahan Dunia memiliki
bentuk perkotaan dan jaringan jalan perkotaan yang special. Tingkat hierarkis tidak tergantung
pada jumlah jalan. Pola tata letak menunjukkan bahwa kota-kota di Eropa, di AS, kota-kota
Islam dan di Asia Timur memiliki perbedaan namun juga memiliki sifat scale-free dan small-
world properties yang mirip. Untuk kebanyakan kota sampel, distribusi konektivitas jalan
mengikuti undang-undang kekuasaan dan memperlihatkan scale-free property. Semua kota-
kota sampel memiliki small-world property, panjang jalur rata-rata yang kecil, dan koefisien
clustering yang tinggi. Dari cara penskalaan, terlihat bahwa jalan-jalan dengan konektivitas lebih
tinggi daripada nilai rata-rata kurang dari 40% dari jaringan jalannya. Untuk jalanan di luar
jangkauan penskalaan sesuai dengan distribusi logaritma, dan jalan-jalan di beberapa kota lain
sesuai dengan distribusi polinomial atau jenis distribusi power-law lainnya.
Melalui perspektif traditionally qualitative, dapat dilihat bahwa morfologi kota dari
berbagai benua ditentukan oleh berbagai faktor dan dari empat kategori kota-kota tersebut
memiliki keunikan tersendiri. Namun, dari analisis kuantitatif jaringan jalan perkotaan dengan
metode space syntax, ditemukan bahwa kekhasan tidak ada. Tidak ada perbedaan mencolok
antara analisis topologi jaringan jalan perkotaan di 50 kota. Pola morfologi perkotaan tertentu
(special) dapat dikenali dari cara tradisional pada studi morfologi, namun pola ini tidak dapat
dijumpai dari cara baru dengan metode space syntax. Space syntax tidak sensitif terhadap
pengujian perbedaan di antara kota-kota sampel.
Beberapa hal yang dapat menjadi pekerjaan dimasa depan dari hasil studi ini meliputi :
Dari jaringan jalan perkotaan yang direpresentasikan secara hierarkis, orang dapat
menemukan jalan-jalan yang saling berhubungan erat dan akan berguna untuk pemilihan
jalur/rute jalan. Pola hierarkis dapat membantu orang untuk memilih tempat tinggalnya.
Jika seseorang ingin memiliki lingkungan tempat tinggal yang layak, maka dapat dipilih area
yang dikelilingi jalan-jalan dengan konektivitas rendah.
Kota-kota khusus/tertentu dengan pola jalan yang jelas bisa dipilih. Seperti diketahui
bahwa kota-kota berbeda menurut lokasi, namun lokasi bukanlah satu-satunya faktor yang
utama. Untuk studi selanjutnya, kota-kota dari berbagai negara dapat diklasifikasikan
menurut pola jalannya. Lebih banyak sampel kota di seluruh dunia dapat dipilih untuk
dianalisis dan dilihat apakah kota tersebut memiliki pola gridiron, pola curvilinear, pola
geometris atau lainnya. Kota sampel yang besar secara statistik dapat menemukan
perbedaan morfologi perkotaan, dimana kota dengan pola morfologi yang sama dapat
dikelompokkan bersama-sama dan ukuran spasial dapat dibandingkan di antara kelompok
yang berbeda untuk mendeteksi perbedaannya.
Studi ini memberikan cara untuk menganalisis morfologi perkotaan dengan cara tradisional
dan cara baru. Hal ini memberikan ide untuk mempelajari lebih lanjut morfologi perkotaan
dari perspektif multi-dimensi.
Pemodelan small-world network dapat diaplikasikan untuk mempelajari fenomena
geografis. Untuk pekerjaan masa depan, arus lalu lintas dapat diinvestigasi dengan analisis
topologi jaringan jalan perkotaan. The scale-free property dan small-world property dapat
dikombinasikan secara bersama untuk mempelajari efisiensi jaringan jalan untuk arus lalu
lintas serta dapat digunakan pola dasar jaringan jalan perkotaan untuk lebih mengenal
morfologi kota.

Você também pode gostar