Você está na página 1de 8

TUGAS AGRISAINS

MASALAH PERIKANAN DI INDONESIA

Disusun oleh:

Ayu Octrina

NPM: 230110160182

Kelas Agrisains F

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

UNIVERSITAS PADJADJARAN
Tangkapan Meningkat, Pendapatan Nelayan Kecil
MedanBisnis - Tanjungbalai. Hasil tangkapan ikan nelayan di Tanjungbalai masih terbilang masih kecil,
meskipun tangkapan meningkat. Hal itu disebabkan rendahnya harga jual berbagai jenis ikan laut di pasaran.
Sampai sejauh ini belum ada upaya pemerintah untuk menetapkan harga pasar ikan yang layak.

Harun salah seorang nelayan di Tanjungbalai, kepada Medan Bisnis Jum'at (23/10) mengatakan, kondisi yang
dialami masyarakat nelayan belum pernah membaik. Meski ada kebijakan pemerintah terkait dengan
penangkapan kapal asing, namun pendapatan nelayan belum meningkat.

"Sebagai nelayan, kami tidak tahu kapan nasib bisa berubah lebih baik, karena sampai saat ini tetap saja ada
kendala yang menimbulkan kegelisahan di kalangan nelayan. Kami hanya bisa pasrah kepada Tuhan dan
menerima apa adanya. Saat ini, hasil tangkapan jauh lumayan, tapi harga jual di pasaran sangat rendah dan
mengakibatkan pendapatan nelayan juga masih sangat-sangat kecil," katanya.

Wakil Ketua DPC HNSI Tanjungbalai Syamsul Bahri Hutabarat menyatakan, dalam beberapa bulan terakhit ini
hasil tagkapan ikan nelayan cukup meningkat setelah adanya kebijakan pemeintah melalui Kementrian Kelautan
dan Perikanan untuk melakukan penangkapan kapal asing.

"Bila harga jual ikan meningkat tentunya kehidupan nelayan juga akan lebih membaik. Namun dari dulu sampai
sekarang ada saja kendala yang menghimpit kehidupan nelayan untuk masa depan yang lebih cerah," ujarnya.

Menurut Hutabarat, seharusnya nasib nelayan sudah jauh lebih membaik dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Apalagi belakangan ini harga bahan bakar minyak ( BBM) solar turun Rp 200 per liter. Seharusnya, penurunan
itu juga dapat mengurangi beban nelayan untuk melaut.

"Pemerintah harus mampu mengambil kebijakan lain untuk melakukan kajian terhadap rendahnya harga pasar
ikan. Jika hal ini bisa dilakukan, diyakini beberapa waktu ke depan nasib kalangan masyarakat nelayan tak lagi
dilanda kegelisahan dan terjepit, seperti yang terjadi selama ini," ucapnya. (arsyad yus)
Potensi kelautan Indonesia belum dimanfaatkan optimal
Yogyakarta (ANTARA News) - Potensi ekonomi sektor kelautan Indonesia belum dimanfaatkan secara
produktif dan optimal, kata Ketua Umum Gerakan Nelayan dan Tani Indonesia Rokhmin Dahuri.

"Padahal Indonesia memiliki potensi sektor kelautan yang cukup besar, mencapai 1,2 triliun dolar AS per
tahun," kata mantan menteri perikanan dan kelautan dalam diskusi "Industrialisasi Perikanan Berbasis Sumber
Daya Maritim" di Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, jumlah itu bisa menyediakan lapangan kerja untuk 40 juta orang, tetapi potensi yang luar biasa
besar, ibarat "raksasa yang tertidur", belum dimanfaatkan secara maksimal.
Potensi ekonomi sektor kelautan tersebut meliputi 11 sektor yakni perikanan tangkap, perikanan budi daya,
industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, dan pertambangan dan energi. Selain itu,
sektor pariwisata bahari, hutan mangrove, perhubungan laut, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, dan
sumber daya alam non-konvensional.

Ia mengatakan sejak masa penjajahan sampai sebelum berdiri Kementerian Kelautan dan Perikanan, sektor
kelautan masih dipandang sebelah mata. Hal itu terlihat dari rendahnya dukungan infrastruktur, permodalan,
sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kelembagaan terhadap sektor kelautan.

"Saat ini kontribusi seluruh sektor kelautan terhadap PDB hanya sekitar 20 persen," kata Guru Besar Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB itu.

Menurut dia, negara-negara dengan potensi kekayaan laut yang lebih kecil daripada Indonesia dapat
menyumbangkan kontribusi di bidang kelautan lebih besar. Negara-negara itu di antaranya Islandia, Norwegia,
Spanyol, Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Thailand, yang memberikan kontribusi rata-rata
lebih dari 30 persen.
Ia mengatakan ekonomi kelautan Indonesia ke depan akan semakin strategis seiring dengan pergeseran pusat
ekonomi dunia dari poros Atlantik ke Asia Pasifik. Hampir 70 persen total perdagangan dunia berlangsung di
antara negara-negara di Asia Pasifik. Lebih dari 75 persen barang dan komoditas yang diperdagangkan
ditransportasikan melalui laut dan 45 persennya diperdagangkan melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI).

"Mestinya Indonesia yang mendapat keuntungan paling besar dari posisi kelautan global tersebut," katanya.
Pemanfaatan Sumber Daya Hayati Laut Indonesia Belum Optimal
Meski Indonesia merupakan negara kepulauan, sumber daya hayati laut sampai saat ini belum
dimanfaatkan secara optimal. Padahal jika saja optimalisasi dilakukan, bisa terlihat jika alternatif
pangan di laut Indonesia sangatlah melimpah.
Sebagai contoh, perairan kawasan barat Indonesia yang memiliki rata-rata kedalaman 75 meter,
didominasi sumber daya perikanan pelagis kecil. Sedangkan di kawasan timur Indonesia yang
memiliki kedalaman hingga lebih dari 4.000 meter, melimpah dengan pelagis besar macam ikan tuna
dan cakalang. Kekayaan sumber daya ini memiliki peran penting dalam pemenuhan protein hewani
dari sektor kelautan.

Namun, alternatif pangan ini memiliki kendala di beberapa hal. Termasuk dalam pola pikir masyarakat
Indonesia yang lebih memilih karbohidrat dalam padi dan umbi-umbian. Padahal pangan dari laut
sangat kaya dengan sumber protein yang juga dibutuhkan oleh tubuh manusia. Hal ini dikemukakan
dalam Rapat Koordinasi Nasional The Census of Marine Life (CoML) Indonesia 'Keanekaragaman
Hayati Laut untuk Ketahanan Pangan.' Berlangsung di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Jakarta, Rakornas ini diisi pembicara kunci seperti mantan Menteri Kelautan dan Perikanan di
era Presiden Megawati, Rokhmin Dahuri.
CoML merupakan riset global pendataan kehidupan laut pertama di dunia yang melibatkan ilmuwan
dari seluruh dunia. Program ini sudah berlangsung selama satu dekade, mulai dari tahun 2000 hingga
2010. Mereka berupaya membedah arsip untuk mengkaji kondisi keragaman, kelimpahan komunitas,
serta populai pada masa lalu, dan memotret parameter untuk masa kini.

"Dalam Census of Marine Life, kita tidak cuma mengidentifikasi dan memetakan biota laut. Tapi juga
potensi apa yang dimilikinya, " ujar Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI, Iskandar
Zulkarnain, Rabu (25/1).
"Persoalannya tidak berhenti dengan mengidentifikasi, tapi bagaimana bisa diperkenalkan kepada
masyarakat, meyakinkan mereka bahwa ini adalah sumber pangan. Jadi, tantangannya tidak hanya
secara teknis tapi juga secara budaya dan sosial."

Ditambahkan oleh Kepala Pusat Penelitian Oceanografi LIPI Zainal Airifin jika sudah ada tiga biota
laut yang dikembangkan jadi sumber pangan. Antara lain abalon (siput mata tujuh), teripang, dan
rumput laut.

"Abalon sebenarnya makanan yang cukup mewah tapi kurang dimanfaatkan, tapi sudah kami
kembangkan di Unit Pelayanan Teknis di Mataram (Nusa Tenggara Barat)," ujar Zainal.
Sedangkan teripang, lanjut Zainal, sudah dimanfaatkan sejak abad ke 18 tapi kurang banyak yang
tahu."Padahal negara yang tak punya banyak laut seperti Malaysia, sudah memanfaatkan teripang
sebagai makanan sehat. Dan untuk rumput laut juga sudah mulai dikembangkan di Unit Pelayanan
Teknis di Tual (Maluku)." kata Zainal lagi.
Industri Pengolahan Ikan Masih Minim
TANJUNGBALAI Meski dikenal sebagai kota perikanan, namun beberapa tahun terakhir ini
industri pengolahan ikan di Tanjungbalai masih minim. Ini menunjukkan kurangnya pembinaan yang
dilakukan, baik dari sisi pengolahan maupun sistem manajemen pemasaran terkecuali industri ikan
asin yang kini terus menjadi primadona.

Keterangan yang berhasil dihimpun dalam kurun waktu dua ahun terakhir hanya sebagian kecil
industri pengolahan ikan yang berskala besar ditemui di Tanjungbalai. Sedangkan yang berskala kecil
hanya dikelola sebagian masyarakat. Itu pun ditemukan di beberapa lokasi tertentu.
Jika dilihat dari potensi perikanan di Tanjungbalai, seharusnya jumlah industri pengolahan ikan
banyak dibanding sektor jasa maupun angkutan. Namun, entah apa penyebabnya, industri yang satu ini
kurang diminati, sementara hasilnya sangat menggiurkan bila dikelola dengan baik, apalagi
mendapatkan pembinaan dari pihak pemerintah khususnya tentang tata cara pengolahan ikan.

Sebelumnya, Ketua Komisi B DPRD Tanjungbalai H Handyani mengatakan, industri pengolahan ikan
tersebut sangat berpotensi dikembangkan, di sampaing dampaknya dapat meningkatkan kesejahteraan
ekonomi rakyat juga mampu menampung tenaga kerja dalam jumlah banyak.

Kita tidak mengetahui dengan jelas, sektor yang begitu menggiurkan tapi kurang diminati. Dan, ini
apakah kurangnya perhatian pemerintah atau lainnya, sehingga sebagian masyarakat tidak mengetahui
ada satu sektor yang dapat memberikan kontribusi lumayan untuk menyejahterakan mereka, katanya.

Mantan Wakil Ketua Kadin Tanjungbalai Husni Rusli, juga menyesalkan minimnya perhatian
pemerintah terhadap menggali potensi sumberdaya yang dapat membangkitkan perekonomian
masyarakat.

Saya heran, sektor industri pengolahan ikan ini sebenarnya sangat menggiurkan dan menjanjikan
namun tidak dikembangkan. Kita berharap, pemerintah dapat memberikan perhatian sehingga
memberikan dampak positif bagi kemajuan perekonomian di Tanjungbalai ke depan, ucapnya.

Kepala Diskanla Tanjungbalai melalui Kabid Pengolahan Hasil Perikanan Ikbal menyatakan, saat ini
jumlah industri pengolahan ikan berskala besar tinggal beberapa saja. (Mbc/Int)
Jumlah Unit Pengolahan Ikan Berskala Besar Minim
Jumlah unit pengolahan ikan (UPI) berskala besar masih minim padahal keradaannya dibutuhkan guna
mendorong kesiapan sektor kelautan dan perikanan Indonesia dalam menghadapi pemberlakuan pasar bebas
ASEAN 2015.

"Kita memiliki 63.000 lebih UPI dan UPI skala besar berjumlah 613 unit," kata Direktur Jenderal Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Saut P Hutagalung dalam acara
"Kesiapan Standar Nasional Indonesia Produk Perikanan Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN" di
Jakarta, Selasa.

Dengan demikian, jumlah UPI berskala besar di Indonesia hanya kurang dari satu persen dari keseluruhan UPI.
Untuk itu, ujar dia, perlu adanya dorongan yang kuat dan pembinaan secara terus-menerus dalam menerapkan
kebijakan industrialisasi sehingga target produk olahan yang berdaya saing tinggi tercapai.
Ia mengungkapkan, guna memperoleh pencapaian target produk olahan perikanan pada 2013, dilakukan
pembinaan UPI besar sebanyak 219 unit dan pembinaan 37 sentra UMKM pengolahan hasil perikanan.

"Untuk UMKM yang berada di luar sentra setiap tahunnya ditargetkan pembinaan minimal 100 UMKM bekerja
sama dengan pemerintah daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan," kata Saut Hutagalung.

Ia mengemukakan, pihaknya sedang membangun "branding" bagi produk komoditas perikanan Indonesia antara
lain dengan memperkuat standar proses pengolahan seperti pengalengan ikan.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa guna menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN membutuhkan keseriusan dan
pemantapan diri agar mampu menghadapi menjadi pemain utama.

Kebijakan industrialisasi perikanan dinilai tepat dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN karena
kebijakan itu sangat strategis dalam menggerakkan seluruh potensi perikanan dari hulu ke hilir.
Sebagaimana diberitakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melaksanakan sejumlah langkah
dan mengklaim siap dalam menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015.

"Kami tidak ada kesulitan menghadapi MEA 2015," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardo
dalam konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta, Senin (30/9).
Menurut Sharif, dengan adanya pemberlakuan MEA 2015 maka hal tersebut seharusnya dapat dianggap sebagai
peluang dan tantangan yang dapat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat di Indonesia.
Penajam Masih Minim Sarana Pendukung Perikanan
Penajam (ANTARA Kaltim) - Sarana dan prasarana pengembangan bidang perikanan, kata Kepala Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara, Ahmad Usman, sampai sekarang masih minim karena
terkendala pembesahan lahan.

"Pengembangan potensi perikanan masih terganjal sarana dan prasarana seperti, pembangunan dermaga dan
tempat pelelangan ikan (TPI) yang masih sangat sulit dilaksanakan akibat terkendala pembebasan lahan,"
ungkap Ahmad Usman, saat dihubungi di Penajam, Senin.
Sarana dan prasarana yang masih minim tersebut kata Ahmad Usman menyulitkan investor menanamkan modal
di bidang pengelolaan ikan serta pemasaran ikan laut hasil tangkapan para nelayan Penajam Paser Utara.

"Belum adanya sarana dan prasarana yang memadai, membuat hampir tidak ada penanam modal yang mau
mengembangkan potensi perikanan di Penajam Paser Utara," kata Ahmad Usman.

Dari tiga usulan pembebasan lahan untuk membangun sarana dan prasarana pendukung mengembangkan
potensi perikanan lanjut dia, hanya satu usulan yang terealisasi.
Dua usulan yang belum terealisasi itu tambahnya, pembangunan TPI dan pelabuhan pendaratan ikan (PPI) yang
masih menunggu pembebasan lahan untuk lokasi pembangunan.

"Lahan untuk lokasi pembangunan sarana dan prasarana perikanan itu baru di Desa Babulu Darat. Sementara,
lokasi pembangunan di Log Pond, Waru dan sekitar Sesumpu sampai sekarang masih menunggu pembebasan
lahannya," ujar Ahmad Usman.

Ia berharap, lahan sebagai lokasi pembangunan TPI dan PPI tersebut menjadi prioritas pemerintah daerah pada
2016, karena minimnya sarana dan prasarana tersebut, sangat menyulitkan perkembangan bidang perikanan di
Penajam Paser Utara.

Selain tempat pelelangan ikan dan pelabuhan pendaratan ikan tambahnya, nelayan Penajam Paser Utara, juga
mengharapkan ada stasiun pengisian bahan bakar khusus nelayan, karena selama ini nelayan sering harus
membeli bahan bakar ke Balikpapan. (*)
DKP Ternate Komitmen Perangi Pencurian Ikan

BERITA MALUKU. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate, Maluku Utara, berkomitmen memerangi
pencurian ikan di perairan setempat menyusul berkurangnya hasil tangkapan nelayan lokal.

"Selain pencurian ikan, masalah sarana tangkap milik nelayan Ternate masih minim, sehingga memengaruhi
hasil produksi tangkapan nelayan," kata Kepala DKP Kota Ternate Ruslan Bian di Ternate, Jumat (12/8/2016).

Pihaknya akan berkoordinasi dengan TNI AL untuk secara intensif melakukan patroli di perairan Ternate, guna
mencegah terjadinya pencurian ikan, terutama nelayan asing yang masuk perairan setempat.
Ruslan mengakui inflasi yang terjadi pada sektor perikanan lebih tepatnya pada harga ikan cakalang selalu
fluktuatif karena kurangnya sarana prasarana tangkap nelayan di Kota Ternate.

Hal itu, katanya, mengakibatkan penghasilan dari usaha penangkapan ikan oleh nelayan mengalami
penurunan. Ia menjelaskan alat tangkap merupakan hal utama yang perlu ditingkatkan persediaannya agar
pendapatan nelayan meningkat dan dapat menekan laju infalsi sektor perikanan.
Dia menjelaskan inflasi sektor perikanan, khususnya ikan cakalang karena para nelayan Kota Ternate belum
memiliki sarana tangkap yang memadai. Ia mengatakan jika terjadi permintaan pasar yang meningkat dan
produksi minim maka memicu inflasi. Selain melakukan peningkatan prasarana, katanya, bisa juga menyiasati
dengan budi daya perikanan.

"Namun untuk letak geografis perairan Ternate sendiri tidak ada yang aman untuk melakukan pembudidayaan,
seperti di daerah yang lain, seperti di Tidore dan Weda. Apalagi, perairan Ternate dihadapkan dengan laut
bebas sehingga sulit untuk melakukan pembudidayaan sebab sekali-kali gelombang pasangnya tinggi, apalagi
dalam musim-musim tertentu," katanya.

Ia mengatakan budi daya ikan juga membutuhkan letak geografis yang aman dari terpaan ombak.

"Agar bisa dikembangkan dengan baik ada tempat tertentu yang bisa, namun letaknya sangat jauh dari
perkotaan Ternate, seperti di Batang Dua, tepatnya di Kampung Tifure, karena perairannya terhalang satu
pulau di depan dan pada musim-musim tertentu di situ tidak kena ombak," katanya.

Ia mengemukakan inflasi yang terjadi di kota itu, bukan di sektor perikanan secara umum, tetapi hanya
berbasis pada ikan cakalang karena kebiasaan makan dan cara makan orang Ternate terlalu dominan cakalang.

"Kita harus mengupayakan agar masyarakat Ternate jangan terlalu terkonsentrasi dalam mengonsumsi
cakalang, karena masih ada ikan lain, seperti tude, bobara, tuna, dan tongkol yang masih bisa dikonsumsi,
sebab konsentrasi dalam konsumsi pada ikan cakalang maka hanya menyebabkan inflasi," ujar Ruslan

Você também pode gostar