Você está na página 1de 14

Nama : Hasna Mujahidah

NIM : 04011381320025
Kelompok Tutorial 7

LEARNING ISSUE
I. Malaria
A. Epidemiologi Penyakit Malaria
Epidemiologi penyakit malaria adalah ilmu yang mempelajari penyebaran malaria, faktor-
faktor yang mempengaruhi dalam masyarakat. Kata epidemiologi berasal dari bahasa yunani,
Epi artinya pada, Demos artinya penduduk, Logos artinya ilmu (Marsaulina, 200)
- Pengertian Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi akut
ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual,
yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anhopeles betina. Istilah
malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara
buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa rawa yang mengeluarkan bau busuk.
Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik,
demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme ( Prabowo, 2004 )
Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles, tetapi hanya 60 spesies
berperan sebagai vektor malaria alami. Di Indonesia, ditemukan 80 spesies nyamuk
Anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria ( Prabowo, 2004 ). Ciri nyamuk
Anopheles Relatif sulit membedakannya dengan jenis nyamuk lain, kecuali dengan kaca
pembesar. Ciri paling menonjol yang bisa dilihat oleh mata telanjang adalah posisi waktu
menggigit menungging, terjadi di malam hari, baik di dalam maupun di luar rumah, sesudah
menghisap darah nyamuk istirahat di dinding dalam rumah yang gelap, lembab, di bawah
meja, tempat tidur atau di bawah dan di belakang lemari.
- Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium.
Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies
yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium
ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan
langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada
janinnya. (Harijanto P.N.2000)
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana.
P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale
merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria
falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit
dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ
tubuh. (Harijanto P.N.2000)
- Patologi Malaria
Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan
reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan
proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang
merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar
venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan
pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi. (Harijanto.P.N. 2006)
- Penularan Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium spp yang hidup dalam
tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit/plasmodium hidup dalam tubuh manusia.
Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah terjadi akibat adanya interaksi
antara tiga faktor yaitu Host, Agent, dan Environment. Manusia adalah host vertebrata dari
Human plasmodium, nyamuk sebagai Host invertebrate, sementara Plasmodium sebagai
parasit malaria sebagai agent penyebab penyakit yang sesungguhnya, sedangkan faktor
lingkungan dapat dikaitkan dalam beberapa aspek, seperti aspek fisik, biologi dan sosial ekonomi
(Chwatt-Bruce.L.J,1985).
B. Hubungan Host, Agent, dan Environment
- Host
1. Manusia (Host Intermediate)
Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria, tetapi kekebalan yang ada pada
manusia merupakan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium malaria. Kekebalan adalah
kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan Plasmodium yang masuk atau membatasi
perkembangannya.
Ada dua macam kekebalan yaitu :
a. Kekebalan Alami (Natural Imunity)
Kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi terlebih dahulu.
b. Kekebalan didapat (Acqired Immunity) yang terdiri dari :
1) Kekebalan aktif (Active Immunity) yaitu kekebalan akibat dari infeksi sebelumnya atau
akibat dari vaksinasi.
2) Kekebalan pasif (Pasif Immunity)
Kekebalan yang didapat melalui pemindahan antibody atau zat-zat yang berfungsi aktif dari
ibu kepada janin atau melalui pemberian serum dari seseorang yang kekal penyakit. Terbukti
ada kekebalan bawaan pada bayi baru lahir dari seorang ibu yang kebal terhadap malaria
didaerah yang tinggi endemisitas malarianya.
2. Nyamuk Anopheles spp (Host Defenitive)
Nyamuk Anopheles spp sebagai penular penyakit malaria yang menghisap darah
hanya nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan mematangkan telurnya. Jenis
nyamuk Anopheles spp di Indonesia lebih dari 90 macam. Dari jenis yang ada hanya
beberapa jenis yang mempunyai potensi untuk menularkan malaria (Vektor). Menurut data di
Subdit SPP, penular penyakit malaria di Indonesia berjumlah 18 species. Di Indonesia
dijumpai beberapa jenis Anopheles spp sebagai vector Malaria, antara lain : An, sundaicus sp,
An. Maculates sp, An. Balabacensis sp, An, Barbnirostrip sp (Depkes RI, 2005). Di setiap
daerah dimana terjdi transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau paling banyak 3 spesies
Anopheles yang menjadi vektor penting. Vector-vektor tersebut memiliki habitat mulai dari
rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain (Achmadi, 2005).
Nyamuk Anopheles hidup di iklim tropis dan subtropics, namun bias juga hidup di
daerah yang beriklim sedang. Anopheles juga ditemukan pada daerah pada daerah dengan
ketinggian lebih dari 2000-2500m. Menurut Myrna (2003), nyamuk Anopheles betina
membutuhkan minimal 1 kali memangsa darah agar telurnya dapat berkembang biak.
Anopheles mulai menggigit sejak matahari terbenam (jam 18.00) hingga subuh dan
puncaknya pukul 19.00-21.00. Menurut Prabowo (2004), jarak terbang Anopheles tidak lebih
dari 0,5 3 km dari tempat perindukannya. Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
(sejak telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung pada spesies, makanan
yang tersedia dan suhu udara.
Menurut Achmadi (2005), secara umum nyamuk yang telah diidentifikasi sebagai
penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan istirahat yang bervariasi yaitu:
a. Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang.
b. Anthropilik : nymuk yang menyukai darah manusia.
c. Zooanthropolik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan manusia.
d. Endofilik : nyamuk yang suka tinggal didalam rumah/bangunan.
e. Eksofilik : nyamuk yang suka tinggal di luar rumah.
f. Endofagik : nyamuk yang suka menggigit didalam rumah/bangunan.
f. Eksofagik : nyamuk yang suka menggigit diluar rumah.
Tempat tinggal manusia dan ternak, khususnya yang terbuat dari kayu merupakan tempat
yang paling disenangi oleh Anopheles. Vektor utama di Pulau Jawa dan Sumantra adalah An.
andaicus, An. maculates, An. aconitus, An. balabacencis.
- Agent
Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup
dimana kehadirannya, bila diikuti dengan kontak efektif dengan manusia yang rentan akan
terjadi stimulasi untuk memudahkan terjadi suatu proses penyakit.
Agent penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa.
1. Jenis Parasit (Plasmodium)
Sampai saat ini dikenal empat macam agent penyebab malaria yaitu :
a. Plasmodium Falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria
berat/malaria otak yang fatal, gejala serangnya timbul berselang setiap dua hari (48 jam)
sekali.
b. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya timbul
berselang setiap tiga hari (Sering Kambuh)
c. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria quartana yang gejala serangnya timbul
berselang setiap empat hari sekali.
d. Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik
Barat.
Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium, biasanya
infeksi semacam ini disebut infeksi campuran (mixed infection). Tapi umumnya paling
banyak hanya dua jenis parasit, yaitu campuran antara Parasit falsiparum dengan parasit
vivax atau parasit malariae. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali dijumpai
(Depkes.RI.2005).
- Lingkungan (Environment)
1. Lingkungan Fisik
a. Suhu
Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa inkubasi
Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit ke dalam tubuh
nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu terbentuknya sporozoid
yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin pendek masa
inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap species pada suhu 26,7oC masa
inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species sebagai berikut:
1. Parasit falciparum: 10 12 hari
2. Parasit vivax : 8 11 hari
3. Parasit malariae : 14 hari
4. Parasit ovale : 15 hari
Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah sampai
timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh penderita.
Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species :
1. Plasmodium falciparum : 10 14 hari (12)
2. Plasmodium vivax : 12 17 hari (13)
3. Plasmodium malariae : 18 40 hari (28)
4. Plasmodium ovale : 16 18 hari (7)
b. Kelembaban udara
Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat kelembaban
63 % misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya penularan.
c. Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi
dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangnya
Anopheles spp. Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-waktu maka permukaan air akan
meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria. Curah hujan yang tinggi akan
merubah aliran air pada sungai atau saluran air sehingga larva dan kepompong akan terbawa
oleh air (Chwaat-Bruce. L.J, 1985)
d. Angin
Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak jangkau
nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah angin.
e. Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup di tempat
yang teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup di tempat yang
terlindung (sinar matahari tidak langsung).
f. Arus air
Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya berbeda.
An.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau sedikit mengalir.
An.minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An. Letifer di tempat
air yang tergenang (Depkes RI, 2006)
2. Lingkungan Kimia
Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut (Dissolved
oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru diketahui pengaruhnya
adalah kadar garam dari tempat perindukan, seperti An.sundaicus tumbuh optimal pada air
payau yang kadar garamnya berkisar 12-18% dan tidak dapat berkembang biak pada garam
lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat keasaman air yang disenangi pada tempat
perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat
hidup ditempat yang asam atau pH rendah (Depkes RI, 2006)
3. Lingkungan Biologi
Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan berbagai jenis
tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena ia dapat
menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari serangan mahkluk hidup lain.
Beberapa jenis tanaman air merupakan indicator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu.
Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan
kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha)
dan lumut sutera (Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (Plocheilus panchax
Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila merah), Oreochromis mossambica
(mujair), akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar
seperti sapid dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila
kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle
barrier (Rao, T.R, 1984).
4. Lingkungan Sosial Budaya
Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor
lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, di mana
vector lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk.
Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk yang
intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status social masyarakat akan mempengaruhi
angka kesakitan malaria (Iskandar,1985).
C. Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala
utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni
(pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (Glycosyl Phosphatidylinositol) atau
terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi
(misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala.
Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali.
(Mansyor A dkk, 2001)
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan
pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi
yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang
mengandung stadium aseksual). (Harijanto P.N, 2000)
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise,
lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak
enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering
terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan
prodromal tidak jelas. (Harijanto P.N, 2000)
3. Gejala Malaria
Penyakit Malaria ditandai dengan tiga gejala utama yaitu demam, pembengkakan limpa
(splenomegali), dan anemia. Sebelum timbul demam, gejala awal dimulai dengan mual,
muntah, lesu, dan rasa nyeri pada kepala, serta terjadi penurunan selera makan.
- Demam
Demam merupakan gejala paling awal yang diperlihatkan oleh penderita malaria. Demam
secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya
merozoit yang masuk dalam aliran darah (sporulasi). Serangan demam yang khas terdiri dari
tiga tahap atau stadium, yaitu :
a. Tahap Pertama (Stadium Dingin)
Tahap pertama, penderita mengalami demam menggigil. Penderita merasa dingin dan bila
diraba di pergelangan tangan denyut nadi terasa cepat, tetapi lemah. Bibir dan jari tangan
tampak kebiru-biruan. Kulit kering dan pucat. Kadang-kadang disertai muntah dan bahkan
kejang-kejang. Pada anak-anak proses kejang-kejang ini lebih sering dialami. Demam tahap
ini berlangsung selama 15 menit sampai 1 jam.
b. Tahap Kedua (Stadium Puncak Demam)
Pada tahap kedua dimulai pada saat perasaan dingin sekali berubah menjadi panas sekali.
Gejalanya: wajah merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit kepala makin
hebat, mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras, dan selalu merasa haus. Suhu
badan dapat mencapai 41. Demam stadium ini berlangsung selama 2-6 jam.
c. Tahap Ketiga (Stadium Berkeringat)
Tahap ketiga merupakan tahap demam berkeringat yang berlangsung selama 2-4 jam.
Berkeringat banyak, suhu badan turun dengan cepat, dan penderita mulai dapat tidur.
Penderita seolah-olah sudah sembuh.
- Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Penderita dapat mengalami pembengkakan limpa terutama pada penderita malaria yang
sudah lama (menahun). Limpa tersebut dapat menjadi keras dan mudah pecah. Perubahan
pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti kemudian limpa berubah menjadi hitam
karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam kapiler dan
sinusoid.
- Anemia
Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang
menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falsiparum dengan
penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat pada malaria menahun. Anemia disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu :
a. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit
terjadi di dalam limpa. Dalam hal ini, faktor autoimun memegang peranan.
b. Reduced survival time yaitu eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat
hidup lama.
c. Diseritropoesis yaitu gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis
dalam sumsum tulang.
D. Komplikasi Malaria
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. Pada infeksi P.
falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan
sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum
stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (Harijanto P.N, 2000):
1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/l.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB
pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan
temperature kulit-mukosa >1oC.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik
adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.
9. Asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat
antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler
jaringan otak.
E. Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan
dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat (Rapid
Diagnotic Test)
F. Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan. (Depkes RI, 2006)
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-
anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50% (Depkes RI,2006)
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan
2 atau lebih fungsi organ. (Depkes RI, 2006)
a. Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
b. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
c. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%.
- Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%.
- Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%.
G. Pengobatan Penderita Malaria
Pengobatan penderita malaria meliputi :
- Pengobatan malaria klinis
Adalah pengobatan yang diberikan berdasarkan gejala klinis dan ditujukan untuk
menekan gejala klinis malaria serta membunuh gamet untuk mencegah terjadinya penularan.
Obat yang sering digunakan yaitu kina, klorokuin, hidroksiklorokuin, dan amodiakuin yang
semuanya efektif apabila parasit masuk ke eritrosit melalui hati dan mulai dengan siklus
eritrositik.
- Pengobatan radikal
Adalah pengobatan yang diberikan kepada penderita malaria dengan pemeriksaan
laboratorium positif malaria. Pengobatan ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kambuh.
WHO merekomendasikan pengobatan malaria secara global dengan penggunaan regimen
obat ACT (Artemisinin Combination Therapy). Komisi ahli malaria dari Depkes RI sejak
tahun 2004 sepakat dan menyetujui penggunaan obat ACT sebagai obat lini I di seluruh
Indonesia. Pengobatan ACT yang direkomendasikan WHO pada tahun 2006 adalah :
i. Kombinasi artemeter lumefantrin
ii. Kombinasi artesunate + amodikuin
iii. Kombinasi artesunate + meflokuin
iv. Kombinasi artesunate + sulfodoksin pirimetamin
- Pengobatan masal (Mass Drug Administration = MDA)
Adalah pemberian pengobatan malaria klinis kepada semua penduduk (> 80% penduduk)
di daerah KLB sebagai bagian dari upaya penanggulangan KLB malaria.
- Pengobatan kepada penderita demam (Mass Fever Treatment = MFT)
Dilakukan untuk mencegah KLB dan melanjutkan penanggulangan KLB, yaitu diulang setiap
2 minggu setelah pengobatan MDA sampai penyemprotan selesai.

II. GCS
Tingkat kesadaran sangat penting pada pasien cedera kepala. Glasgow Coma Scale sudah
digunakan secara luas untuk menetukan tingkat kesadaran penderita. Glasgow Coma Scale
meliputi :
1. Eye/Mata
Spontan membuka mata 4
Membuka mata dengan perintah (suara) 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1
2. Verbal
Berorientasi baik 5
Bingung (bisa membentuk kalimat tapi arti keseluruhan kacau) 4
Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat 3
Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti 2
Tidak bersuara 1
3. Motorik
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir rangsang nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal) 4
Menjauhi rangsang nyeri 3
Ekstensi spontan 2
Tak ada gerakan 1

Kriteria:
Kesadaran baik/normal: GCS 15
Koma: GCS < 7

Prosedur Tindakan/Pelaksanaan
a. Pasien dibaringkan di atas tempat tidur
b. Nilai status pasien,adakah kelainan gawat yang harus ditangani terlebih dahulu/tidak.
c. Periksa kesadaran pasien dengan GCS (dewasa)
d. GCS :
1. Eye :
- saat dokter mendatangi pasien,pasien spontan membuka mata dan memandang dokter
: skor 4.
- pasien membuka mata saat namanya dipanggil atau diperintahkan untuk membuka
mata oleh dokter : skor 3.
- pasien membuka mata saat dirangsang nyeri (cubitan) : skor 2.
- pasien tidak membuka mata dengan pemberian rangsang apapun: skor 1.
2. Verbal :
- pasien berbicara secara normal dan dapat menjawab pertanyaan dokter dengan benar
(pasien menyadari bahwa ia ada di rumah sakit,menyebutkan namanya,alamatnya,dll) :
skor 5.
- pasien dapat berbicara normal tapi tampak bingung,pasien tidak tahu secara pasti apa
yang telah terjadi pada dirinya,dan memberikan jawaban yang salah saat ditanya oleh
dokter : skor 4.
- pasien mengucapkan kata jangan/stop saat diberi rangsang nyeri,tapi tidak bisa
menyelesaikan seluruh kalimat,dan tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan dari
dokter : skor 3.
- pasien tidak bisa menjawab pertanyaan sama sekali,dan hanya mengeluarkan suara
yang tidak membentuk kata (bergumam) : skor 2.
- pasien tidak mengeluarkan suara walau diberi rangsang nyeri (cubitan) : skor 1.
3. Motoric :
- pasien dapat mengikuti perintah dokter,misalkan Tunjukkan pada saya 2 jari! : skor
6.
- pasien tidak dapat menuruti perintah,tapi saat diberi rangsang nyeri (penekanan ujung
jari/penekanan strenum dengan jari-jari tangan terkepal) pasien dapat melokalisir nyeri
: skor 5.
- pasien berusaha menolak rangsang nyeri : skor 4.
- saat diberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien menggenggam dan di kedua sisi tubuh
di bagian atas sternum (posisi dekortikasi) : skor 3.
- saat diberi rangsang nyeri,pasien meletakkan kedua tangannya secara lurus dan kaku
di kedua sisi tubuh (posisi deserebrasi) : skor 2.
- pasien tidak bergerak walaupun diberi rangsang nyeri : skor 1.

Sumber:
Sylviningrum, Thianti. 2014. Pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS).
http://kedokteran.unsoed.ac.id/ diakses tanggal 3 September 2014.

ANALISIS MASALAH
1. Mengapa keluhan tidak sadar dan kejang baru terjadi sejak 6 jam yang lalu ?
Jawab:
Keluhan tersebut dirasakan 6 jam yang lalu dikarenakan proses terjadinya anemia
hemolitik, sitoadherensi, sekuestrasi dan rosettignya membutuhkan waktu lebih kurang 6 jam
pembuluh darah yang tersumbat tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi memerlukan proses
terlebih dahulu. Dimulai dari eritrosit yang menempel sedikit-demi sedikit diendotel kapiler
hingga eritrosit yang menggumpal sudah banyak, maka saat itulah terjadi keluhan kejang dan
tidak sadarkan diri.

2. Bagaimana mekanisme menggigil dan berkeringat ?


Jawab:
Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi Plasmodium dapat menyebabkan timbulnya
gejala demam disertai menggigil. Periodisitas demam pada malaria berhubungan dengan
waktu pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk aliran darah
(sporulasi). Respon yang terjadi bila organisme penginveksi telah menyebar di dalam darah,
yaitu pengeluaran suatu bahan kimia oleh makrofag yang disebut pirogen endogen (TNF alfa
dan IL-1). Pirogen endogen ini menyebabkan pengeluaran prostaglandin, suatu perantara
kimia lokal yang dapat menaikan termostat hipotalamus yang mengatur suhu tubuh. Setelah
terjadi peningkatan titik patokan hipotalamus, terjadi inisiasi respon dingin, dimana
hipotalamus mendeteksi suhu tubuh di bawah normal, sehingga memicu mekanisme respon
dingin untuk meningkatkan suhu. Respon dingin tersebut berupa menggigil dengan tujuan
agar produksi panas meningkat dan vasokonstriksi kulit untuk segera mengurangu
pengeluaran panas.

3. Bagaimana patofisiologi dari nyeri pada tulang dan sendi ?


Jawab:
Sintesis dan pelepasan pirogen endogen (sitokin) terinduksi dari pirogen eksogen yang
telah mengenali bakteri maupun jamur yang masuk ke dalam tubuh. Virus pun dapat
menginduksi pirogen endogen melalui sel yang terinfeksi. Tidak hanya mikroorganisme;
inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, dan kompleks antigen-antibodi pun mampu
menginduksi pirogen endogen. Pirogen eksogen dan endongen akan berinteraksi dengan
endotel dari kapiler-kapiler di circumventricular vascular organ sehingga membuat
konsentrasi prostaglandin-E2 (PGE2) meningkat. PGE2 yang terstimulus tidak hanya yang di
pusat, tetapi juga PGE2 di perifer. Stimulus PGE2 di pusat akan memicu hipotalamus untuk
meningkatkan set point-nya dan PGE2 di perifer mampu menimbulkan rasa nyeri di tubuh.

4. Apa hubungan pergi ke Papua dengan penyakit yang di alaminya ?


Jawab:
Penyakit Malaria endemik di Jayapura. Selama bertahun-tahun, Malaria selalu masuk
dalam urutan sepuluh penyakit tertinggi di Jayapura. Pada tahun 2009, di RSUD Jayapura
tercatat jumlah kasus rawat inap penderita Malaria ada 3294. DI tahun sebelumnya (2008)
2832 kasus. Itu berarti ada peningkatan kejadian malaria dari tahun 2008 ke tahun 2009.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura, angka insiden malaria selalu tinggi di setiap
tahunnya. Hal ini disebabkan karena wilayah Papua menjadi endemik penyakit malaria.
Wilayah Papua menjadi endemik malaria karena kondisi wilayah yang memungkinkan
untuk perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti yang membawa plasmodium penyebab
malaria.

5. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik, cara pemeriksaan dan mekanisme


abrnomalnya ?
Jawab:
- Tekanan Darah normal yaitu 100-120/60-80 mmHg, TD Andi 120/80 mmHg
termasuk normal.
- RR normal yaitu 16-24x/menit, RR Andi 20x/menit termasuk normal.
- Nadi normal yaitu 80-100x/menit, Nadi Andi 98x/menit termasuk normal.
- Suhu tubuh normal 36,5 37,5 C, Suhu tubuh Doni 38 C termasuk tidak normal.
- GCS normal 15, GCS Andi 9 termasuk tidak normal atau terjadi penurunan
kesadaran.
- Pupil isokor RC (+/+) N termasuk normal.
- Konjungtiva palpebra anemis termasuk tidak normal. Kurangnya Hb dalam darah
yang dikarenakan penurunan eritrosit, sedangkan darah yang ada di perifer di
pasokkan ke organ organ vital sehingga pasokan darah di perifer berkurang.
- Kaku kuduk (-) termasuk normal.
- Thorax dalam batas normal.
- Abdomen: lien teraba S1 termasuk tidak normal.

Você também pode gostar