Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
KLASIFIKASI
7. PATOFISIOLOGI
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari amputasi anggota
gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit pembuluh darah perifer adalah
hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita neuropati perifer terutama klien dengan
diabetes melitus mempunyai resiko untuk amputasi. Pada neuropati perifer biasanya
kehilangan sensor untuk merasakan adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat
infeksi dapat menyebabkan terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi.
Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya amputasi di
indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau kecelakaan penggunaan mesin
saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada orang dewasa namun presentasinya lebih
sedikit dibanding dengan kalangan muda. Amputasi di indikasikan bagi klien dengan
gangguan aliran darah baik akut maupun kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota
tubuhnya terputus sebagian atau seluruhnya akan mengalami kematian jaringan. Walaupun
replantasi jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses
penyakit kronik,sirkulasi mengalami gangguan sehingga terjadi kebocoran protein pada
intersisium sehingga terjadi edema. Edema menambah resiko terjadinya cedera dan
penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi berkembang karena terinfeksi yang disebabkan
oleh menurunnya kekebalan yang membuat bakteri mudah berkembangbiak. Infeksi yang
terus bertumbuh membahayakan sirkulasi selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan
dibutuhkan tindakan amputasi (LeMone, 2011).
Selain dari data diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya amputasi diantaranya
ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt tidak mungkin dapat diperbaiki,
kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi pada
ekstremitas yang berat, infeksi yang berat atau berisiko tinggi menyebar ke anggota tubuh
lainnya, ada tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, deformitas
organ (Bararah dan Jauhar, 2013).
Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi selektif/terencana
diamana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penangan
yang terus menerus, biasanya dilakukan sebagai salah satu tindakan terakhir, sedangkan
amputasi akibat trauma tidak direncanakan. Amputasi darurat merupakan tindakan yang
memerlukan kerja yang cepat, seperti pada trauma multiple dan kerusakan/kehilangan kulit
yang luas.
Menurut jenisnya amputasi dibagi menjadi dua macam, yaitu amputasi jenis terbuka dan
tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan
tulang dan otot pada tingkat yang sama sedangkan amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi
yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 centimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan
dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor peredaran darah pada
bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan protesis).
Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya
jalan dan keseimbangan. Amputasi syme (memodifikasi amputasi disartikulasi pergelangan
kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan ekstremitas yang
bebas nyeri dan kuat dan dapat menahan beban berat badan penuh. Amputasi dibawah lutut
lebih disukai dibanding amputasi diatas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan
energi untutk berjalan. Dengan mempertahankan lutut bagi lansia antara ia bisa berjalan
dengan alat bantu dan atau bisa duduk di kursi roda. Diartikulasi sendi lutut paling berhasil
pada klien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang tepat sebanyak
mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan disupervisi pinggul dapat dicegah
untuk potensi supervise maksimal. Bila dilakukan amputasi disartikulasikan sendi pinggul
kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda untuk mobilisasinya.
Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional
maksimal. Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal (Bararah dan Jauhar,
2013).
Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi amputasi.
Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi massif.
Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan perdaran darah yang buruk atau
adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk
dan iritasi penggunaan prosthesis (Lukman dan Ningsih, 2009).
9. PENATALAKSANAAN
1. Rigid dressing Yaitu dengan menggunakan plester of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi,pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
diimobilisasi atau tidak ,bila tidak memasang segera dengan memperhatikan jangan
sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump
serta tempat tempat tulang yang menonjol .setelah memasang rigid dressing bisa
dilanjutkan dengan memobilisasi segera ,mobilisasi setelah 7-10 hari post operasi
dengan mobilisasi segera ,mobilisasi setelah luka sembuh .setelah luka stump dan
mature
2. Soft dressing yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional ,maka digunakan
pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipsang bantalan yang
cukup,harus diperhatikan penggunaan elastis verban jangan sampai menyebabkan
konstriksi pada stump ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur
,melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan
menyebabakan fleksi kontraktur .biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut
stelah 48 jam,ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien dizinkan
secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan .biasanya jaitan
dibuka pada hari ke 10- 14 post operasi pada amputasi diats lutut penderita
diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump hal ini perlu
dioerhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur
Selain itu ada juga dengan cara :
1. Terapi
Antibiotik
Analgetik
Antipiretik (bila diperlukan)
2. Medis
a. Balutan rigid tertutup
Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan
lunak dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur.
b. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila perlu
diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan.
Amputasi bertahan
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi.
c. Protesis
Protesis sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah, sehingga
latihan segera dapat dimulai, keuntungan menggunakan prosthesis sementara
yaitu membiasakan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AMPUTASI
2.10.1 Pengkajian
a. Pengumpulan data
1. Identitas pasien
2. Riwayat kesehatan
Biasanya pasien mengeluh sakit atau nyeri pada daerah luka post op apabila di
gerakkan, Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman, Adanya gangguan
citra tubuh, mudah marah, cepat tersinggung, pasien cenderung berdiam diri
2) Jantung
Inspeksi : biasanaya ictus cordis tak tampak
Palpasi :biasanya ictus cordis teraba
Perkusi :biasanya pekak
Auskultasi : biasanya BJ I dan II terdengar regular
3) Abdomen
Inspeksi :biasanya simetris di 4 kuadran, dan tidak ada masa
Auskultasi : biasanya bising usus 9x/ menit
Perkusi : biasanya tympani
Palpasi :biasanya Q1, Q2, Q3,Q4 tidak ada nyeri tekan
Intervensi Keperawatan
3 Deficit perawatan diri *self care : Activity Of Self care assistane : ADLs
b.d Kurangnya Daily Living (ADLS) -Monitor kemampuan klien untuk
kemampuan dalam perawataan diri yang mandiri
merawat diri. +Klien terbebas dari -Monitir kebeutuhan klien untuk
bau badan alat - alat bantu untuk kebersihan
+menyatakan diri, berpakaian, berhias, toiletting,
kenyamanan terhadap dan makan
kemampuan untuk -sediakan bantuan sampai klien
melakukan ADLS mampu secara utuh untuk
+Dapat melakukan mrlakukan self care
ADLS dengan bantuan -dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari - hari yang
normalsesuai kemampuan yang
dimiliki
-dorong melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan jika
klien tidak mampu melakukannya
-ajarkan klien/keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya
-berikan aktivitas rutin sehari
hari sesuai kemampuannya
4 Resiko infeksi b.d *risk control Infektion control
Adanya luka yang -bersihkan lingkungan yang sudah
terbuka. Kriteria hasil : di pakai pasien
+klien bebar dari tanda -pertahankan teknik isolasi
dan gejala infeksi -batasi pengunjung bila perlu
+mendeskripsikan -instruksikan pada pengunjung
proses penularan untuk mencuci tangan sebelum dan
penyakit faktor sesudah berkunjung
penularan,penatalaksan -gunakan sabun antimikroba untuk
aan nya cuci tangan
+menunjukan -cuci tangan setiap sebelum dan
kemampuan untuk sesudah tindakan keperawatan
mencegah timbulnya -gunakan APD bila di butuhkan
infeksi -pertahankan lingkungan aseptik
+jumlah leukosit dalam selama pemasangan alat
batas normal -tingkatkan intake nutrisi
+menunjukan prilaku -berikan terapi antibiotik bila perlu
hidup sehat -monitor tanda dan gejala infeksi
-monitor kerentanan terhadap
infeksi
-batasi pengunjung
Sering pengunjung terhadap
penyakit menular
-instruksikan pasien meminum
antibiotik sesuai resep
-laporkan kecurigaan infeksi
-laporkam kultur positif
5 Gangguan citra tubuh *body image Body image enhancement
-kaji secara verbal dan non verbal
Kriteria hasil : -monitor frekuensi mengkritik diri
+body image positif nya
+mampu -jelaskan tentang
mengidentifikasi pengobatan,perawatan,kemajuan
kekuatan personal dan,prognosis penyakit
+mendeskripsikan -dorong pasien mengungkapkan
secara faktual perasaan
perubahan fungsi tubuh -identifiksi pengurangan melalui
+mempertahankan pemakaian alat bantu
interaksi sosial -fasilitasi kontak dengan individu
lain dalam kelompok kecil
DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Vol II. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
Jilid 1. Yogyakarta : Media Action