Você está na página 1de 12

6.

KLASIFIKASI

Jenis amputasi secara umum dibedakan menjadi:


a. Amputasi Terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi yang berat dimana pemotongan pada tulang
dan otot pada tingkat yang sama. Yang memerlukan tekhnik aseptik ketat dan revisi
lanjut.
b. Amputasi Tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat
skait kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 m di
bawah potongan otot dan tulang.

Berdasarkan pelaksanaannya, amputasi dibedakan menjadi:


A. Amputasi Selektif/ Terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan
sebagai salah satu tindakan alternative terakhir.
B. Amputasi Akibat Trauma
Amputasi akibat trauma merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma
dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalahmemperbaiki kondisi
lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum pasien.
C. Amputasi Darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma
dengan patah tulang multipel dan kerusakan/ kehilangan kulit yang luas
(Abdul Wahid, 2013 hal 59)

7. PATOFISIOLOGI

Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari amputasi anggota
gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit pembuluh darah perifer adalah
hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita neuropati perifer terutama klien dengan
diabetes melitus mempunyai resiko untuk amputasi. Pada neuropati perifer biasanya
kehilangan sensor untuk merasakan adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat
infeksi dapat menyebabkan terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi.
Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya amputasi di
indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau kecelakaan penggunaan mesin
saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada orang dewasa namun presentasinya lebih
sedikit dibanding dengan kalangan muda. Amputasi di indikasikan bagi klien dengan
gangguan aliran darah baik akut maupun kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota
tubuhnya terputus sebagian atau seluruhnya akan mengalami kematian jaringan. Walaupun
replantasi jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses
penyakit kronik,sirkulasi mengalami gangguan sehingga terjadi kebocoran protein pada
intersisium sehingga terjadi edema. Edema menambah resiko terjadinya cedera dan
penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi berkembang karena terinfeksi yang disebabkan
oleh menurunnya kekebalan yang membuat bakteri mudah berkembangbiak. Infeksi yang
terus bertumbuh membahayakan sirkulasi selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan
dibutuhkan tindakan amputasi (LeMone, 2011).
Selain dari data diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya amputasi diantaranya
ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt tidak mungkin dapat diperbaiki,
kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi pada
ekstremitas yang berat, infeksi yang berat atau berisiko tinggi menyebar ke anggota tubuh
lainnya, ada tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, deformitas
organ (Bararah dan Jauhar, 2013).
Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi selektif/terencana
diamana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penangan
yang terus menerus, biasanya dilakukan sebagai salah satu tindakan terakhir, sedangkan
amputasi akibat trauma tidak direncanakan. Amputasi darurat merupakan tindakan yang
memerlukan kerja yang cepat, seperti pada trauma multiple dan kerusakan/kehilangan kulit
yang luas.
Menurut jenisnya amputasi dibagi menjadi dua macam, yaitu amputasi jenis terbuka dan
tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan
tulang dan otot pada tingkat yang sama sedangkan amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi
yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 centimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan
dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor peredaran darah pada
bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan protesis).
Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya
jalan dan keseimbangan. Amputasi syme (memodifikasi amputasi disartikulasi pergelangan
kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan ekstremitas yang
bebas nyeri dan kuat dan dapat menahan beban berat badan penuh. Amputasi dibawah lutut
lebih disukai dibanding amputasi diatas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan
energi untutk berjalan. Dengan mempertahankan lutut bagi lansia antara ia bisa berjalan
dengan alat bantu dan atau bisa duduk di kursi roda. Diartikulasi sendi lutut paling berhasil
pada klien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang tepat sebanyak
mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan disupervisi pinggul dapat dicegah
untuk potensi supervise maksimal. Bila dilakukan amputasi disartikulasikan sendi pinggul
kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda untuk mobilisasinya.
Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional
maksimal. Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal (Bararah dan Jauhar,
2013).
Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi amputasi.
Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi massif.
Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan perdaran darah yang buruk atau
adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk
dan iritasi penggunaan prosthesis (Lukman dan Ningsih, 2009).
9. PENATALAKSANAAN

Amputasi dianggap selesai dipasang prosestesis yang baik dan berfungsi :

1. Rigid dressing Yaitu dengan menggunakan plester of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi,pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
diimobilisasi atau tidak ,bila tidak memasang segera dengan memperhatikan jangan
sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump
serta tempat tempat tulang yang menonjol .setelah memasang rigid dressing bisa
dilanjutkan dengan memobilisasi segera ,mobilisasi setelah 7-10 hari post operasi
dengan mobilisasi segera ,mobilisasi setelah luka sembuh .setelah luka stump dan
mature
2. Soft dressing yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional ,maka digunakan
pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipsang bantalan yang
cukup,harus diperhatikan penggunaan elastis verban jangan sampai menyebabkan
konstriksi pada stump ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur
,melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan
menyebabakan fleksi kontraktur .biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut
stelah 48 jam,ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien dizinkan
secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan .biasanya jaitan
dibuka pada hari ke 10- 14 post operasi pada amputasi diats lutut penderita
diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump hal ini perlu
dioerhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur
Selain itu ada juga dengan cara :
1. Terapi
Antibiotik
Analgetik
Antipiretik (bila diperlukan)
2. Medis
a. Balutan rigid tertutup
Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan
lunak dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur.
b. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila perlu
diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan.
Amputasi bertahan
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi.
c. Protesis
Protesis sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah, sehingga
latihan segera dapat dimulai, keuntungan menggunakan prosthesis sementara
yaitu membiasakan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AMPUTASI

2.10.1 Pengkajian

a. Pengumpulan data

1. Identitas pasien

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, diagnosa


medis, NO RM, dll

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya pasien mengeluh sakit atau nyeri pada daerah luka post op apabila di
gerakkan, Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman, Adanya gangguan
citra tubuh, mudah marah, cepat tersinggung, pasien cenderung berdiam diri

b. Riwayat kesehatan dahulu

Tanyakan apakah adanya kelainan musculoskeletal (jatuh, infeksi, trauma dan


fraktur), diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru

c. Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit


menular ( TB, Hepatitis dll) serta penyakit menurun (Astma, Diabetes Mellitus,
Hipertensi,).

2.10.2 Pemeriksaan Fisik Head To Toe

a. Keadaan umum : Biasanya Lemah


b. Tingkat kesadaran : Composmentis
c. Kepala : Biasanya agak kotor karena penghambatan perawatn diri
tidak ada oedema
d. Rambut : Penyebaran rambut merata, berwarna hitam, tidak
mudah rontok.
e. Mata : biasanya skelera putih, konjungtiva anemis, pupil kanan
kiri isokor, reflek cahaya baik.
f. Hidung : bianya bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
polip,
g. Telinga : biasanya bentuk simetris, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran, terdapat sedikit seruman
h. Leher : biasanya tidak ada nyeri tekan, tidak tampak dan tidak
teraba pembesaran kelenjar tyroid
i. . Dada
1) Paru
Inspeksi : biasanya bentuk simetris, pengembangan dada
simetris
Palpasi : biasanya pengembangan dada simetris
Perkusi : biasanya suara paru sonor
Auskultasi : biasanya suara nafas vesikuler

2) Jantung
Inspeksi : biasanaya ictus cordis tak tampak
Palpasi :biasanya ictus cordis teraba
Perkusi :biasanya pekak
Auskultasi : biasanya BJ I dan II terdengar regular

3) Abdomen
Inspeksi :biasanya simetris di 4 kuadran, dan tidak ada masa
Auskultasi : biasanya bising usus 9x/ menit
Perkusi : biasanya tympani
Palpasi :biasanya Q1, Q2, Q3,Q4 tidak ada nyeri tekan

j. Ekstremitas atas dan bawah


biasanya lokasi amputasi itu pada ekstremitas atas maupun bawah mungkin
mengalami peradangan akut atau kondisi semakin memburuk.

k. Integumen : secara umum lokasi amputasi Mengkaji kondisi umum


kulit untuk menijau tingkat hidrasi.lokasi amputasi biasanya mengalami
peradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakn progesif.
Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau
gangguan venus return

l. System kardiovaskuler : cardiac reserve pembuluh darah mengkaji tingkat


aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah
satu indicator fungsi jantung. Mengkaji kemungkinan atherodklerosis melalui
penilaian terhadap elastilitas pembuluh darah.

m. System respirasi Adanya sianosis, riwayat gangguan pernafasan

- System urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam, adanya perubahan warna,


serta bj urine
- System neurologis Mengkaji tingkat kesdaran klien, serta system
pernafasan khususnya system motoric dan sensorik daerah yang
diamputasi
n. Genitalia : biasanya keadaan hygine pada genitalia kurang baik karena
penghambatan perawatan diri
Pengkajian psikologis, sosial, spiritual

Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi


psikologis (respon emosi) yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui
penilaian klien terhadap amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat
operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi
terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan
tingkat persepsi klien terhadap dirinya. Menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau
persepsi terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standart yang
dibuat oleh klien sendiri. Pandanganklien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan
penampilan peran dan gangguan identitas
Adanya agangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan
bersama sama dengan klien melakukan pemilihan tindakan dan pemilihan koping
konstruktif.

2.10.3. Pemeriksaan Penunjang


a. Foto Rontgen
Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
b. CT Scan
Mengidentifikasi lesi neopalstik, osteomfelitis, pembentukan hematoma
c. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah
Mengevaluasi perubahan sirkulasi / perfusi jaringan dan membantu memperkirakan
potensial penyembuhan jaringan setelah amputasi
d. Kultur luka
Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
e. Biopsy
Mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
f. Led
Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
g. Hitung darah lengkap / deferensial
Peninggian dan perpindahan ke kiri di duga proses infeksi
h. Ultrasound doppler, flowmetri dopller dilakukan untuk mengkaji dan mengukur
aliran darah
i. Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi dari
jaringan kutaneus ketengah tulang. Perbedaaan yang rendah antara dua pembacaan,
makin besar untuk sembuh
j. Plestimografi untuk mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas bawah
mengevaluasi aliran darah arterial
Diagnosa Keperawatan

1. Hambatan mobilisasi fisik b.d Kehilangan anggota tubuh.


2. Nyeri akut b.d Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
3. Deficit perawatan diri b.d Kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
4. Resiko infeksi b.d Adanya luka yang terbuka.
5. Gangguan citra tubuh

Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa NOC NIC


1 Hambatan mobilisasi *joint movement Exercise Therapy
fisik b.d Kehilangan :Aktive -Monitor vital sign sebelum dan
anggota tubuh. *mobility level sesudah latihan dan liat respon
*self care:ADLs pasien
*transfer performan -konsultasi dengan terapi fisik
tentang rencana ambulasi sesuai
Kriteria Hasil : dengan kebutuhan
+meningkatkan dalam - bantu klien dengan tongkat saat
aktifitas fisik berjalan agar tidak cidera
+mengerti tujuan dari -ajarkan teknik lain buat tentang
peningkatan mobilitas ambulasi
+meningkatkan -kaji kemampuan pasien dalam
perasaan dalam mobilisasi
kekuatan dan berpindah -latih pasien dalam pemenuhan
+memperagakan bebutuhan ADLs dengan
penggunaan alat bantu sendirinya
untuk mobilisasi -ajarkan pasien bagaimana
merobah posisi dan berikan
bantuan jika di perlukan
2 Nyeri akut b.d *poin level Poin managemen
Terputusnya kontinuitas *poin control -lakukan pengkajian nyeri
jaringan tulang dan -observasi reaksi nonverbal dari
otot. Kriteria Hasil : ketidak nyamanan
+mampu mengontrol -gunakan teknuk komunikasi
nyeri terapeutik
+laporkan nyeri susdah -evaluasi pengalamn nyeri masa
berkurang dngan lampau
manajemen nyeri -bantu pasien dan keluarga untuk
+mampu mengenali mencari dan menemukan
nyeri dukungan
(skala,frekuensi,tanda -kontrol lingkungan yang dapat
nyeri) mempengaruhi nyeri
+menyatakan rasa -berikan analgetik untuk
nyaman setelah nyeri mengurangi nyeri
berkurang -tingkatkan istirahat
-kalaborasi dengan dokter jika ada
keluhan dan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
- cek instruksi dokter sebelum
memberikan jenis obat,dosis
-cek riwayat alergi
-pilih rute pemberian secara IV,IM
untuk pengobatan nyeri secara
teratur
-evaluasi efektifitas
analgesik,tanda dan gejala

3 Deficit perawatan diri *self care : Activity Of Self care assistane : ADLs
b.d Kurangnya Daily Living (ADLS) -Monitor kemampuan klien untuk
kemampuan dalam perawataan diri yang mandiri
merawat diri. +Klien terbebas dari -Monitir kebeutuhan klien untuk
bau badan alat - alat bantu untuk kebersihan
+menyatakan diri, berpakaian, berhias, toiletting,
kenyamanan terhadap dan makan
kemampuan untuk -sediakan bantuan sampai klien
melakukan ADLS mampu secara utuh untuk
+Dapat melakukan mrlakukan self care
ADLS dengan bantuan -dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari - hari yang
normalsesuai kemampuan yang
dimiliki
-dorong melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan jika
klien tidak mampu melakukannya
-ajarkan klien/keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya
-berikan aktivitas rutin sehari
hari sesuai kemampuannya
4 Resiko infeksi b.d *risk control Infektion control
Adanya luka yang -bersihkan lingkungan yang sudah
terbuka. Kriteria hasil : di pakai pasien
+klien bebar dari tanda -pertahankan teknik isolasi
dan gejala infeksi -batasi pengunjung bila perlu
+mendeskripsikan -instruksikan pada pengunjung
proses penularan untuk mencuci tangan sebelum dan
penyakit faktor sesudah berkunjung
penularan,penatalaksan -gunakan sabun antimikroba untuk
aan nya cuci tangan
+menunjukan -cuci tangan setiap sebelum dan
kemampuan untuk sesudah tindakan keperawatan
mencegah timbulnya -gunakan APD bila di butuhkan
infeksi -pertahankan lingkungan aseptik
+jumlah leukosit dalam selama pemasangan alat
batas normal -tingkatkan intake nutrisi
+menunjukan prilaku -berikan terapi antibiotik bila perlu
hidup sehat -monitor tanda dan gejala infeksi
-monitor kerentanan terhadap
infeksi
-batasi pengunjung
Sering pengunjung terhadap
penyakit menular
-instruksikan pasien meminum
antibiotik sesuai resep
-laporkan kecurigaan infeksi
-laporkam kultur positif
5 Gangguan citra tubuh *body image Body image enhancement
-kaji secara verbal dan non verbal
Kriteria hasil : -monitor frekuensi mengkritik diri
+body image positif nya
+mampu -jelaskan tentang
mengidentifikasi pengobatan,perawatan,kemajuan
kekuatan personal dan,prognosis penyakit
+mendeskripsikan -dorong pasien mengungkapkan
secara faktual perasaan
perubahan fungsi tubuh -identifiksi pengurangan melalui
+mempertahankan pemakaian alat bantu
interaksi sosial -fasilitasi kontak dengan individu
lain dalam kelompok kecil
DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Vol II. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran

Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
Jilid 1. Yogyakarta : Media Action

Wahid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskoleskeletal.


Jakarta : Trans Info Media

Você também pode gostar