Você está na página 1de 9

2.

1 Pengertian Kebudayaan
Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa: budaya adalah pikiran, akal
budi, adat istiadat. Sedang kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.
Secara umum arti kebudayaan ialah suatu hasil daya pemikiran dan pemerahan tenaga lahir
manusia, ia adalah gabungan antara tenaga fikiran dengan tenaga lahir manusia ataupun hasil
daripada gabungan tenaga batin dan tenaga lahir manusia. Yang dimaksudkan gabungan antara
tenaga batin (daya pemikiran) dengan tenaga lahir ialah suatu pemikiran manusia yang
dilaksanakan dalam bentuk perbuatan. Maka hasil daripada gabungan inilah yang dikatakan
kebudayaan.
Untuk memudahkan pembahasan, Ernst Cassirer membagi kebudayaan menjadi lima
aspek : 1. Kehidupan Spritual, 2. Bahasa dan Kesusastraan, 3. Kesenian, 4. Sejarah dan 5. Ilmu
Pengetahuan.
2.2 Kebudayaan dalam Islam
Islam tidak bisa dianggap kebudayaan karena Islam bukan hasil dari pemikiran dan ciptaan
manusia. Agama Islam adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Rasulullah
SAW yang mengandung peraturan-peraturan untuk jadi panduan hidup manusia agar selamat di
dunia dan akhirat. Tetapi agama-agama (yang telah banyak mengalami perubahan) selain Islam
memang kebudayaan, sebab agama-agama tersebut adalah hasil ciptaan dan daya pemikiran
manusia.
Walaupun bukan kebudayaan tetapi agama islam sangat mendorong, bahkan turut
mengatur penganutnya untuk berkebudayaan. Agama Islam mendorong umatnya berkebudayaan
dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam bidang ibadah. Contohnya dalam ibadah
sembahyang, dalam Al-Qur'an ada perintah :
Terjemahnya : Dirikanlah sembahyang (Al-Baqarah: 43)
Perintah itu bukan kebudayaan karena ia adalah wahyu daripada Allah SWT. Tetapi
apabila kita hendak melaksanakan perintah "dirikanlah sembahyang" maka timbullah daya
pemikiran kita, bagaimana hendak bersembahyang, dimana tempat untuk melaksanakannya dan
lain-lain. Dan dari pemikiran tersebut terwujudlah usaha atau tindakan yang akhirnya
menghasilkan sebuah kebudayaan.
Seperti keterangan sebelumnya yang mengatakan bahwa kebudayaan bisa melahirkan
kemajuan, maka jika kita bisa melaksanakan arahan/perintah lain dalam agama Islam ini, niscaya
lahirlah kebudayaan dan kemajuan dalam kehidupan kita. Kemajuan yang dicetuskan karena
dorongan agama Islam itulah yang dikatakan kebudayaan dalam Islam.
Dan suatu budaya yang dicetuskan suatu bangsa tanpa meniru bangsa lain itulah yang
dinamakan kebuadayaan bangsa itu. Berbeda, jika suatu bangsa meniru kebudayaan bangsa lain,
maka bangsa tersebut dikatakan bangsa yang yang berkebudayaan bangsa lain. Sama halnya jika
orang Islam melakukan atau meniru kebudayaan di luar kebudayaan Islam, maka dia dikatakan
orang Islam yang berkebudayaan bangsa lain.
Perbuatan seperti ini terjadi juga dalam urusan membuat masjid. Contohnya dapat dilihat
pada mesjid Cordova Spanyol yang tempat sembahyangnya dibuat dengan tidak mengikut cara
Islam karena disalut dengan emas. Ini tidak dibenarkan sama sekali oleh ajaran Islam. Maka ini
bukan kebudayaan Islam tetapi kebudayaan orang Islam.
Jadi apa sebenarnya kebudayaan Islam? Umumnya suatu yang dicetuskan itu bersih dengan
ajaran Islam baik dalam bentuk pemikiran ataupun sudah berupa bentuk, sikap atau perbuatan,
dan ia didorong oleh perintah wahyu. Itulah yang benar-benar dinamakan kebudayaan (tamadun)
Islam.
Jika ajaran agama Islam ini diamalkan seungguh-sungguh, umat Islam akan jadi maju. Dan
dengan kemajuan yang dihasilkan itu, lahirlah kebudayaan atau tamadun. Semakin banyak umat
Islam mengamalkan hukum Islam, semakin banyak kemajuan dihasilkan dan semakin banyak
pula kebudayaan atau tamadun Islam yang lahir.
2.2.1 Wujud / Bentuk Kebudayaan Islam
Bentuk atau wujud kebudayaan Islam dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Wujud Ideal (gagasan)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan yang sifatnya abstrak. Wujud kebudayaan ini terletak di
dalam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu
dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-
buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
Kebudayaan Islam yang berwujud ideal diantaranya :
a) Pemikiran di bidang hukum Islam muncul ilmu fiqih
b) Pemikiran di bidang agama muncul ilmu Tasawuf dan ilmu tafsir
c) Pemikiran di bidang sosial politik muncul sistem khilafah Islam (pemerintahan Islam) yang
diprakarsai oleh Nabi Muhammad dan diteruskan oleh Khulafaurrosyidin
d) Pemikiran di bidang ekonomi muncul peraturan zakat, pajak jizyah (pajak untuk non Muslim),
pajak Kharaj (pajak bumi), peraturan ghanimah (harta rampasan perang)
e) Pemikiran di bidang ilmu pengetahuan muncul ilmu sejarah, filsafat, kedokteran, ilmu bahasa
dan lain-lain.
2. Wujud Aktivitas
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan
manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya
konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dapat diamati dan didokumentasikan.
kebudayaan Islam yang berwujud aktivitas adalah sebagai berikut :
a) Pemberlakuan hukum Islam seperti potong tangan bagi pencuri dan hukum rajam bagi pezina
b) Penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi pemerintahan Islam pada masa Dinasti Umayyah
(masa khalifah Abdul Malik bin Marwan) memunculkan gerakan ilmu pengetahuan dan
penterjemahan ilmu-ilmu yang berbahasa Persia dan Yunani ke dalam bahasa Arab. Gerakan
ilmu pengetahuan mencapai puncaknya pada masa Dinasti Abbasiyah, di mana kota Baghdad
dan Iskandariyah menjadi pusat ilmu pengetahuan ketika itu.
3. Wujud Artefak (benda)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba,
dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Contoh kebudayaan Islam yang berbentuk hasil karya di antaranya: seni ukiran kaligrafi
yang terdapat di masjid-masjid, arsitektur-arsitektur masjid dan lain sebagainya.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa
dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur
dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Contoh Kebudayaan Islam lainnya adalah sebagai berikut :
1. Di bidang Seni : Syair, Kaligafi, Hikayat, Suluk, Babad, Tari Saman, tari Zapin,
2. Di bidang Fisik : Masjid, Istana, Keraton,

3. Di Bidang Pertunjukan : Sekaten, Wayang, Hadrah, Qasidah,

4. Di bidang Tradisi : Aqiqah, Khitanan, Halal Bihalal, Sadranan, Berzanzi.

2.2.2 Akulturasi Kebudayaan Indonesia dan Kebudayaan Islam


Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang
dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali
mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua atau lebih kebudayaan karena
percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu
kebudayaan Islam Indonesia.
Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk
budaya sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material
tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.
Salah satu hasil akulturasi kebudayaan tersebut dapat kita lihat pada beberapa bangunan
masjid yang ada di Indonesia yang atapnya bersusun semakin ke atas semakin kecil dari
tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Hal itu menunjukkan
bahwa bangunan masjid tersebut adalah hasil dari penggabungan kebudayaan Indonesia dan
kebudayaan Islam.
2.3 Konsep Kebudayaan Islam
Secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi,mciptarasa, karsa,
dan karya manusia. Kebudayaan pasti tidak lepas dari nialai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang universal berkembang
menjadi peradaban. Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan
yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani sehingga
akan merugikan dirinya sendiri. Disini agama Islam berfungsi untuk membimbing manusia
dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau
berperadaban Islam.
Sehubungan dengan hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan
atau disebut sebagai peradaban Islam, maka fungsi agama di sini semakin jelas. Ketika
perkembangan dan dinamika kehidupan umat manusia itu sendiri mengalami kebekuan karena
keterbatasan dalam memecahkan persoalannya sendiri, di sini sangat terasa akan perlunya suatu
bimbingan wahyu.
Allah mengangkat seorang Rasul dari jenis manusia karena yang akan menjadi sasaran
bimbingannya adalah umat manusia. Oleh sebab itu misi utama Muhammad diangkat sebagai
Rasul adalah menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia dan alam. Mengawali tugas utamanya,
Nabi meletakkan dasar-dasar kebudayaan Islam yang kemudian berkembang menjadi peradaban
Islam.
Ketika dakwah Islam keluar dari jazirah Arab, kemudian tersebar keseluruh dunia, maka
terjadilah suatu proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi (penyesuaian) budaya-budaya setempat
dengan nilai-nilai Islam yang kemudian menghasilkan kebudayaan Islam. Kebudayaan ini
berkembang menjadi suatu peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.
2.4 Prinsip-prinsip Kebudayaan Islam
Islam datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan
yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya
yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam
menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan
membawa mudlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing
kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan
serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara
Indonesia pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan
yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : Usaha kebudayaan harus
menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru
dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa
sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia .
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam.
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam, seperti : kadar besar kecilnya
mahar dalam pernikahan di kalangan masyarakat Aceh, misalnya, keluarga wanita biasanya
menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam. Contoh yang
paling jelas adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang
bertentangan dengan ajaran Islam, seperti thowaf di Kabah dengan telanjang.
Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya ngaben yang
dilakukan oleh masyarakat Bali.
2.5 Sejarah Intelektual Islam
Diskusi sains dan Islam ada baiknya dimulai dari satu peristiwa monumental yang
menandai lahirnya sains modern, yakni Revolusi Ilmiah pada abad ke 17 di Eropa Barat yang
menjadi cikal bakal munculnya sains moderns sebagai sistem pengetahuan universal. Dalam
historiografi sains, salah satu pertanyaan besar yang selalu menjadi daya tarik adalah: Mengapa
Revolusi Ilmiah tersebut tidak terjadi di peradaban Islam yang mengalami masa kejayaan
berabad-abad sebelum bangsa Eropa membangun sistem pengetahuan mereka?
Sekarang mari kita menengok ke sejarah yang lebih awal tentang peradaban Islam dan
sistem pengetahuan yang dibangunnya. Catatan A.I. Sabra dapat kita jadikan salah satu pegangan
untuk melihat kontribusi peradaban Islam dalam sains. Dalam pengamatannya, peradaban Islam
memang mengimpor tradisi intelektual dari peradaban Yunani Klasik. Tetapi proses ini tidak
dilakukan begitu saja secara pasif, melainkan dilakukan melalui proses penyesuaian dengan
nilai-nilai Islam. Dengan demikian peradaban Islam mampu mengambil, mengolah, dan
memproduksi suatu sistem pengetahuan yang baru, unik, dan terpadu yang tidak pernah ada
sebelumnya.
Ada dua hal yang dicatat Sabra sebagai kontribusi signifikan peradaban Islam dalam sains.
Pertama adalah dalam tingkat pemikiran ilmiah yang diilhami oleh kebutuhan dalam sistem
kepercayaan Islam. Penentuan arah kiblat secara akurat adalah salah satu hasil dari konjungsi ini.
Kedua dalam tingkat institusionalisasi sains. Sabra merujuk pada empat institusi penting
bagi perkembamgan sains yang pertama kali muncul dalam peradaban Islam, yaitu rumah sakit,
perpustakaan umum, sekolah tinggi, dan observatorium astronomi. Semua kemajuan yang
dicapai ini dimungkinkan oleh dukungan dari penguasa pada waktu itu dalam bentuk pendanaan
dan penghargaan terhadap tradisi ilmiah.
Lalu mengapa sains dalam peradaban Islam tidak berhasil mempertahankan
kontinyuitasnya, gagal mencapai titik Revolusi Ilmiah, dan justru mengalami penurunan? Salah
satu tesis yang menarik datang dari Aydin Sadili. Seperti dijelaskan di atas bahwa keunikan sains
dalam Islam adalah masuknya unsur agama dalam sistem pengetahuan. Tetapi, menurut Sadili, di
sini jugalah penyebab kegagalan peradaban Islam mencapai Revolusi Ilmiah. Dalam asumsi
Sadili, tradisi intelektual Yunani Klasik yang diwarisi oleh peradaban Islam baru dapat
menghasilkan kemajuan ilmiah jika terjadi proses rekonsiliasi dengan kekuatan agama.
Rekonsiliasi antara sains dan agama tersebut terjadi di peradaban Eropa, tetapi tidak terjadi di
peradaban Islam.
2.6 Masjid sebagai Pusat Kebudayaan Islam
Masjid pada umumnya dipahami oleh masyarakat sebagai tempat ibadah khusus, seperti
shalat, padahal fungsi masjid lebih luas dari itu. Pada zaman Rasulullah, masjid berfungsi
sebagai pusat peradaban. Nabi mensucikan jiwa kaum muslimin, mengajar Al-quran dan Al-
hikmah, bermusyawarah berbagai permasalahan umat hingga masalah upaya-upaya peningkatan
kesejahteraan umat. Dan hal tersebut berjalan hingga 700 tahun. Sejak Nabi mendirikan masjid
yang pertama, fungsi masjid dijadikan simbol persatuan umat dan masjid sebagai pusat
peribadatan dan peradaban.
Sekolah-sekolah dan universitas-universitas kemudian bermunculan justru dari masjid.
Masjid Al Azhar di Mesir merupakan salah satu contoh yang dapat dikenal oleh umat Islam di
Indonesia maupun dunia. Masjid ini mampu memberikan bea siswa bagi para pelajar dan
mahasiswa, bahkan pengentasan kemiskinan merupakan program nyata masjid.
Pada saat ini kita akan sangat sulit menemukan masjid yang memiliki program nyata di
bidang pencerdasan keberagamaan umat. Kita (mungkin) tidak menemukan masjid yang
memiliki kurikulum terprogram dalam pembinaan keberagamaan umat. Terlebih-lebih lagi
masjid yang menyediakan bea siswa dari upaya pengentasan kemiskinan.
Dalam perkembangan berikutnya muncul kelompok-kelompok yang sadar untuk
mengembalikan fungsi masjid sebagaimana mestinya. Kini mulai tumbuh kesadaran umat akan
pentingnya peranan masjid untuk mencerdaskan mensejahterakan jamaahnya. Menurut ajaran
Islam masjid memiliki dua fungsi utama, yaitu : (1) sebagai pusat ibadah ritual, dan (2) berfungsi
sebagai pusat ibadah sosial. Dari kedua fungsi gtersebut titik sentralnya bahwa fungsi masjid
sebagai pusat pembinaan umat Islam.

2.7 Perkembangan Kebudayaan Islam


Seperti sudah kita lihat, keluhuran hidup Muhammad adalah hidup manusia yang sudah
begitu tinggi sejauh yang pernah dicapai oleh umat manusia. Hidup yang penuh dengan teladan
yang luhur dan indah bagi setiap insan yang sudah mendapat bimbingan hati nurani, yang hendak
berusaha mencapai kodrat manusia yang lebih sempurna dengan jalan iman dan perbuatan yang
baik. Di mana pulakah ada suatu keagungan dan keluhuran dalam hidup seperti yang terdapat
dalam diri Muhammad ini, yang dalam hidup sebelum kerasulannya sudah menjadi suri teladan
pula sebagai lambang kejujuran, lambang harga diri dan tempat kepercayaan orang. Demikian
juga sesudah masa kerasulannya, hidupnya penuh pengorbanan untuk Allah, untuk kebenaran,
dan untuk itu pula Allah telah mengutusnya. Suatu pengorbanan yang sudah berkali-kali
menghadapkan nyawanya kepada maut. Tetapi, bujukan masyarakatnya sendiri pun yang dalam
gengsi dan keturunan ia sederajat dengan mereka, yang baik dengan harta, kedudukan atau
dengan godaan-godaan lain, mereka tidak dapat merintanginya.
Kehidupan insani yang begitu luhur dan cemerlang itu belum ada dalam kehidupan
manusia lain yang pernah mencapainya, keluhuran yang sudah meliputi segala segi kehidupan.
Apalagi yang kita lihat suatu kehidupan manusia yang sudah bersatu dengan kehidupan alam
semesta sejak dunia ini berkembang sampai akhir zaman, berhubungan dengan Pencipta alam
dengan segala karunia dan pengampunanNya. Kalau tidak karena adanya kesungguhan dan
kejujuran Muhammad menyampaikan risalah Tuhan, niscaya kehidupan yang kita lihat ini
lambat laun akan menghilangkan apa yang telah diajarkannya itu.
"Tuhan tidak akan memaksa seseorang di luar kesanggupannya. Segala usaha baik yang
dikerjakannya adalah untuk dirinya, dan yang sebaliknya pun untuk dirinya pula. 'Ya Allah,
jangan kami dianggap bersalah, bila kami lupa atau keliru. Ya Allah, janganlah Kaupikulkan
kepada kami beban seperti yang pernah Kaupikulkan kepada mereka yang sebelum kami. Ya
Allah, jangan hendaknya Kaupikulkan kepada kami beban yang kiranya takkan sanggup kami
pikul. Beri maaflah kami, ampunilah kami dan berilah kami rahmat. Engkau jugalah Pelindung
kami terhadap mereka yang tiada beriman itu." (Qur'an, 2: 286)
2.8 Nilai-nilai Islam dalam Budaya Indonesia
Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya. Karena Islam lahir dan berkembang
dari negeri Arab, maka Islam yang masuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya Arabnya. Pada
awal-awal masuknya dakwah Islam ke Indonesia dirasakan sangat sulit membedakan mana
ajaran Islam dan mana budaya Arab. Masyarakat awam menyamakan antara perilaku yang
ditampilkan oleh orang arab dengan perilaku ajaran Islam. Seolah-olah apa yang dilakukan oleh
orang arab itu semua mencerminkan ajaran Islam, bahkan hingga kini budaya arab masih
melekat pada tradisi masyarakat Indonesia.
Dalam perkembangan dakwah islam di Indonesia, para dai mendakwahkan ajaran islam
melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh para wali ditanah jawa. Karena kehebatan
para wali Allah dalam mengemas ajaran islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga
masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Lebih jauh lagi bahwa nilai-nilai islam sudah menjadi bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan mereka. Seperti dalam upacara-upacara adat dan dalam
penggunaan bahasa sehari-hari. Bahasa al-Quran/arab sudah banyak masuk kedalam bahasa
daerah bahkan kedalam bahasa Indonesia yang baku. Semua itu tanpa disadari bahwa apa yang
dilakukannya merupakan bagian dari ajaran islam.

Sumber :
prastputra.blogspot.com/2009/01/kebudayaan-islam_04.html
http://www.scribd.com/doc/48595986/28/ MATERI-POKOK-KULIAH-AGAMA
http://rakakucibingbin.blogspot.com/2012/01/contoh-akulturasi-kebudayaan-indonesia.html
http://komed45.blogspot.com/2012/04/pengantar-sejarah-kebudayaan-islam.html

Você também pode gostar