Você está na página 1de 17

ASKEP FRAKTUR

FRAKTUR

I. PENGERTIAN

Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan
oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).

Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami
oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543)
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan
langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi
tersebut (FKUI, 1995:553).

II. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya
jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan
progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

III. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR


a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler
serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari
posisi normal).
d. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
a) Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis pata obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
b) Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c) Bergeser-tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi
fragmen (Smeltzer, 2001:2357).

IV. PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1. Fase hematum
Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2. Fase granulasi jaringan
Terjadi 1 5 hari setelah injury
Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast
dan osteoblast.
3. Fase formasi callus
Terjadi 6 10 harisetelah injuri
Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
Mulai pada 2 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang
menyatukan tulang yang patah
5. Fase consolidasi dan remadelling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas
osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).

V. TANDA DAN GEJALA


1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan
keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
Mengetahui tempat dan type fraktur
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan
secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun
( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau
cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

VII. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Reduction
Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara
manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan,
seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates
batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi
Pembalutan (gips)
Eksternal Fiksasi
Internal Fiksasi
Pemilihan Fraksi
3. Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasi
Imunisasi tetanus
Terapi antibiotic prophylactic
Immobilisasi (Smeltzer, 2001).

MANAJEMEN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau
stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi
(termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode
puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune
(peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi
kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ;
Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan
atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan
alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia,
dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006)
meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan
oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.

III. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture
Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat
akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti
kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan
akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.

2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai
energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas
sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk
aktivitas seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan
menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan
secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan
yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka,
agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.

4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik
yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
g. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
h. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan
ataukah ketidakmauan.
i. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
j. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
k. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan


sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya
proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa
tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari
tindakan yang dilakukan.
IV. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
PENDAHULUAN

Batang femur dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung, puntiran (twisting), atau pukulan pada
bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada kecelakaan jalan raya. Femur merupakan
tulang terbesar dalam tubuh dan batang femur pada orang dewasa sangat kuat. Dengan demikian,
trauma langsung yang keras, seperti yang dapat dialami pada kecelakaan automobil, diperlukan
untuk menimbulkan fraktur batang femur. Perdarahan interna yang masif dapat menimbulkan
renjatan berat.

Penatalaksanaan fraktur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu 10 tahun terakhir ini. Traksi
dan spica casting atau cast bracing, meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk
anak-anak, mempunyai kerugian dalam hal me-merlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama;
oleh karena itu, penatalaksanaan ini tidak banyak digunakan pada orang dewasa.

Prinsip penanganan untuk patah tulang adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula
(reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Cara
imobilisasi dengan pin, sekrup, pelat atau alat lain (osteosintesis) merupakan langkah yang ditempuh
bila cara non operatif seperti reposisi, gips, traksi dan manipulasi lainnya dirasa kurang memuaskan.
Perlu diketahui, bahwa tidak semua dislokasi (posisi tulang yang bergeser dari tempat seharusnya)
memerlukan reposisi untuk mencapai keadaan seperti sebelumnya karena tulang pun mempunyai
mekanisme sendiri untuk menyesuaikan bentuknya agar kembali seperti bentuk semula
(remodelling/swapugar).

Cara osteosintesis yang lazim digunakan adalah cara menurut Arbeisgemeinschaft fr


Osteosynthesefrage/AO yang mulai dikenal sekitar tahun 60an di Swiss, yang membuat luka patah
tulang dapat sembuh tanpa pembentukan jaringan ikat dengan menggunakan fiksasi kuat bertekanan
tinggi. Keuntungan dengan metode ini adalah gerakan dapat dimulai segera walaupun setelah
setengah sampai dua tahun alat osteosintesis ini harus dikeluarkan yang membuat tempat fraktur tidak
sekuat bila dibandingkan penyembuhan natural oleh tubuh sendiri (yaitu dengan pembentukan kalus).

Fiksasi bisa berupa fiksasi luar, fiksasi dalam, penggantian dengan prostesis dan lain-lain. Contoh
fiksasi luar adalah penggunaan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang untuk kemudian
disatukan dengan batangan logam di luar kulit. Sedangkan fiksasi interna yang biasa dipakai berupa
pen dalam sumsum tulang panjang atau plat dengan sekrup di permukaan tulang. Keuntungan cara ini
adalah terjadi reposisi sempurna, tidak perlu dipasang gips serta bisa bergerak dengan segera. Namun
mempunyai risiko infeksi tulang. Prostesis biasa digunakan untuk penderita patah tulang pada manula
yang sukar menyambung kembali.
Beberapa metode terbaru adalah dengan cangkok tulang (INFUSE Bone Graft) yang penggunaannya
telah disetujui Food and Drug Administration (semacam Badan POM milik Amerika Serikat) untuk
penangangan patah tulang kering (Tibia) yang terbuka. Sebelumnya INFUSE Bone Graft hanya
digunakan dalam operasi tulang belakang. Patah tulang kering yang terbuka cukup susah sembuh
karena risiko infeksi dan kerusakan otot sekitar yang cukup tinggi. Namun dengan cangkok tulang ini,
peluang pulih pun meningkat. Bahkan tidak perlu operasi kedua untuk memperbaiki patah tulang,
yang biasa dilakukan berkali-kali pada metode lama. INFUSE Bone Graft menggunakan protein
rhBMP-2 yang merupakan hasil rekayasa genetika dari protein manusia yang memacu pertumbuhan
tulang.

Untuk penanganan patah tulang paha (femur) yang sering terjadi pada anak-anak umur 6-14 tahun,
kini digunakan paku elastis dari titanium. Rumah sakit khusus anak di AS rata-rata menerima 40-50
kasus ini tiap tahunnya. Dimulai dari tahun 1996 untuk kemudian menjadi ramai digunakan tahun
2000, paku elastis dari titanium ini menggantikan metode lama dengan traksi, dengan biaya yang
relatif sama namun anak dapat bergerak lebih cepat. Metode baru ini membuat anak bisa bangun dari
tempat tidur 2 hari setelah operasi, keluar dari RS setelah 4 hari dan berjalan dengan tongkat
penyangga dalam bebrapa minggu setelahnya. Hal ini membuat anak bisa kembali bersekolah
setengah kali lebih cepat dibanding anak dengan metode lama yang butuh 3 minggu traksi dan 3-5
minggu tambahan dengan pembalut tubuh (body cast).

Paku elastis ini fleksibel sehingga bisa ditempatkan di antara tulang yang patah untuk menyangga
selama masa penyembuhan. Paku ini mempunyai panjang 15-20 inchi dengan lebar hanya seukuran
antena radio. Kadang diperlukan dua paku untuk kemudian diambil 6-9 bulan setelah operasi pertama.

DEFINISI
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan
otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.

FISIOLOGI / ANATOMI

Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri
dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur
berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh
kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada
faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior,
nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah
dari leher femur.
KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan Melalui kepala femur
(capital fraktur)

Hanya di bawah kepala femur

Melalui leher dari femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;

Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil
/pada daerah intertrokhanter.

Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter
kecil.

PATOFISIOLOGI
A. Penyebab fraktur adalah trauma

Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang
disebabkan oleh suatu proses., yaitu :

Osteoporosis Imperfekta

Osteoporosis

Penyakit metabolik

TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :

Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi

miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh

terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

GAMBARAN KLINIS
Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal serta fragmen distal
dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab:

1) Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen atas dan bawah berkontraksi
dan paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang patah membengkak.

2) Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas. Fraktur memisahkan dua
kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja tanpa ada aksi antagonis.

3) Beban berat kaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna.

4) Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur yang tajam dan paha
terisi dengan darah, sehingga terjadi pembengkakan (1,2,3).

Selain itu, adapun tanda dan gejalanya adalah :

Nyeri hebat di tempat fraktur

Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah

Rotasi luar dari kaki lebih pendek

Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak,
kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

KOMPLIKASI
a) Perdarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler.

Hal ini dapat dikoreksi dengan transfusi darah yang memadai.

b) Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai.


c) Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi dan
fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan
bone grafting dan fiksasi interna.

d) Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi antagonis pada fragmen
atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor. Deformitas varus diakibatkan oleh kombinasi
gaya ini.

e) Trauma arteri dan saraf jarang, tetapi mungkin terjadi (2)

TATALAKSANA
X.Ray

Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans

Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.

CCT kalau banyak kerusakan otot.

Penatalaksanaan fraktur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini.
Traksi dan spica casting atau cast bracing mempunyai banyak kerugian dalam hal memerlukan masa
berbaring dan rehabilitasi yang lama, meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan
untuk anak-anak. Oleh karena itu, tindakan ini tidak banyak dilakukan pada

orang dewasa (4).

Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi dengan salah satu dan
empat cara berikut ini:

1) Traksi.

2) Fiksasi interna.

3) Fiksasi eksterna.

4) Cast bracing

Traksi
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu
sesingkat mungkin

Metode Pemasangan traksi:

Traksi Manual

Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency. Dilakukan dengan
menarik bagian tubuh.

Traksi Mekanik

Ada dua macam, yaitu :

Traksi Kulit

Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai
sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.

Traksi Skeletal

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.

KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI


Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :

Mengurangi nyeri akibat spasme otot

Memperbaiki dan mencegah deformitas

Immobilisasi

Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).

Mengencangkan pada perlekatannya.


Comminuted fracture dan fraktur yang tidak sesuai untuk intramedullary nailing paling baik diatasi
dengan manipulasi di bawah anestesi dan balanced sliding skeletal traction yang dipasang melalui
tibial pin. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot
dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah peleng-
kungan.

Enam belas pon biasanya cukup, tetapi penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar
dari penderita yang kurus membutuhkan beban yang lebih kecil. Lakukan pemeriksaan radiologis
setelah 24 jam untuk mengetahui apakah berat beban tepat; bila terdapat overdistraction, berat
beban dikurangi, tetapi jika terdapat tumpang tindih, berat ditambah.

Pemeriksaan radiologi selanjutnya perlu dilakukan dua kali seminggu selama dua minggu yang
pertama dan setiap minggu sesudahnya untuk memastikan apakah posisi dipertahankan. Jika hal ini
tidak dilakukan, fraktur dapat terselip perlahan-lahan dan menyatu dengan posisi yang buruk.

MACAM MACAM TRAKSI


Traksi Panggul Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat

puncak iliaka.

Traksi Ekstension (Bucks Extention) Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu

kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk

mengurangi spasme otot.

Traksi Cervikal Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini

biasa dipasang dengan halter kepala.

Traksi Russells Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan

untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan. Traksi ini

dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut

secara horisontal pada tibia atau fibula.


Traksi khusus untuk anak-anak Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dibor

dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint,

sedang tungkai bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu

atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat

dilatih secara aktif.

Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur
dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup
kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan
bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu
menyebabkan non-union.

Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran
(alignment) serta membuat penderita dpat dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah
sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan
risiko infeksi.

Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal, tetapi paling
sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat
dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.

Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis,
yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail
yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan ini (2).

Você também pode gostar