Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan yang pesat di Kabupaten Pelalawan memberikan pula dampak negatif
berupa meningkatnya tekanan terhadap lingkungan. Hal ini terjadi karena pembangunan yang
kurang memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan setempat, yang pada
akhirnya meningkatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup tersebut menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan
pemerintah yang harus menanggung biaya pemulihannya.
Apabila hal ini dibiarkan terus menerus akan berakibat pada masalah-masalah yang
semakin kompleks dan sulit penanganannya. Oleh karenanya pembangunan yang harus
dilakukan adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan yaitu pembangunan yang
memadukan lingkungan hidup dengan sumber daya alam, untuk mencapai keberlanjutan
pembangunan yang menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimasi dampak negatif yang timbul dari
suatu kegiatan maka dilakukan penyusunan kajian kelayakan lingkungan berupa
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL & UPL (Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup). Kedua instrumen
lingkungan ini disatu sisi merupakan kajian kelayakan lingkungan bagi kegiatan yang akan
memulai usaha tetapi disisi lain juga merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan izin memulai usaha. Sehingga melalui dokumen ini dapat diketahui dampak yang
akan timbul dari suatu kegiatan kemudian bagaimana dampak-dampak tersebut dikelola baik
dampak negatif maupun dampak positif.
Pada kenyataannya studi kelayakan yang dilakukan oleh para pengusaha baik dalam
bentuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup maupun Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup tidak selalu mendapatkan hasil yang optimal.
Gagasan : Penguatan AMDAL sebagai Instrumen Pengelolaan Lingkungan Hidup,
hasil yang tidak optimal tersebut pada umumnya disebabkan oleh berbagai faktor yaitu :
1. AMDAL dan implementasinya oleh pemrakarsa dipandang sebagai beban.
2. Tidak ada insentif dan disinsentif bagi pemrakarsa yang :
a. Menyusun dan tidak menyusun AMDAL
b. Menyusun AMDAL secara benar dan baik dengan yang asal jadi
c. Mengimplementasikan hasil AMDAL dengan tidak berniat melaksanakan.
3. AMDAL lebih dipandang sebagai instrumen perijinan daripada sebagai
instrumen pencegahan dampak lingkungan
4. Lemahnya penegakan hukum.
a. Kegiatan/usaha yang tidak menyusun AMDAL
b. Kegiatan/usaha yang melakukan penyusunan AMDAL pada saat
konstruksi atau kegiatan usaha telah berjalan.
c. Kegiatan/usaha yang tidak mengimplementasikan hasil AMDAL
5. Belum ada integrasi antara AMDAL, Ijin lokasi dan Ijin operasi.
Berdasarkan hasil evaluasi dan restropeksi terhadap 5 dokumen Amdal dari beberapa
proyek di Jawa Tengah yang dilakukan oleh Hadi (1995), ditemukan bahwa :
1. Tidak teridentifikasinya kegiatan yang menimbulkan dampak.
2. Kurang cermatnya mengidentifikasi dampak melalui suatu proses di
lapangan.
3. Dampak yang tidak teridentifikasi tidak ada upaya pengelolaan lingkungan.
4. Belum semua dokumen memperkirakan dampak dengan pendekatan-
pendekatan yang umum dipakai yakni pendekatan formal, matematis maupun
analogi.
Penyusunan kajian AMDAL maupun UKL&UPL hingga saat ini telah
dapat diterapkan di Kabupaten Tangerang, namun demikian dokumen lingkungan
tersebut sebagai dasar kebijakan perusahaan dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan belum berdaya guna sebagaimana yang diharapkan. Masih ada yang
pemrakarsa yang tidak melaksanakan pengelolaan dan pemantauan sebagaimana
yang tercantum dalam dokumen lingkungan sehingga masih saja terjadi
pencemaran.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka diperlukan kajian yang komprehensif untuk
mengungkap pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada beberapa industri di
Kabupaten Tangerang dengan mengevaluasi pelaksanaan kewajiban pengelolaan dan
pemantauan lingkungan sesuai dengan yang tercantum dalam kajian lingkungan baik AMDAL
atau UKL & UPL.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran diatas, peneliti mencoba mengidentifikasi permasalahan yang
ada di Kabupaten Tangerang berupa pertanyaan penelitian,
yaitu :
Gambar :
Prosedur
AMDAL
Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan yang diajukan kepada instansi yang
bertanggung jawab mengendalikan dampak lingkungan untuk mendapat persetujuan,
selanjutnya kerangka acuan ini menjadi dasar penyusunan ANDAL dan RKL & RPL yang
kemudian dipresentasikan di Komisi AMDAL. Hasil penilaian Komisi berupa tiga
kemungkinan yaitu pertama tidak lengkap sehingga harus diperbaiki, kedua ditolak karena tidak
teknologi untuk pengelolaan lingkungannya dan ketiga disetujui yang berarti kegiatan dapat
dilaksanakan.
Sedangkan kegiatan yang tidak menimbulkan dampak besar dan penting diwajibkan
menyusun Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL & UPL), prosedur
penyusunannya yaitu pemrakarsa melakukan studi kelayakan lingkungan sesuai dengan
format yang berlaku selanjutnya dikonsultasikan dan diajukan kepada instansi yang
bertanggung jawab mengendalikan dampak lingkungan untuk mendapatkan persetujuan.
Proses penyusunan dokumen UKL & UPL lebih sederhana dibandingkan dengan
penyusunan AMDAL, karena kegiatan yang wajib menyusun UKL & UPL adalah kegiatan
yang telah diketahui dampak potensial yang harus dikelolanya dan telah jelas pula cara
pengelolaannya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan yang dilakukan oleh industri masih pada
tahap pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh industri belum mengarah pada
kesadaran untuk kelestarian lingkungan.
2. Pelaku usaha industri masih menganggap bahwa kewajiban untuk
mengimplementasikan pengelolaan dan pemantauan lingkungan masih
merupakan beban yang memberatkan dari segi biaya, dan industri belum
merasakan keuntungan secara langsung dari kegiatan pengelolaan dan
pemantauan yang telah dilakukan.
3. Pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh industri masih sebatas meredam protes
atau mencegah terjadinya gejolak oleh masyarakat di sekitar lokasi industri, belum
mencakup pengelolaan lingkungan secara utuh.
4. Keterlibatan dan kepedulian masyarakat di sekitar industri terhadap
pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan lingkungan yang dilakukan industri relatif
masih rendah, masyarakat masih beranggapan bahwa industri yang memberikan
banyak bantuan dan menyerap banyak tenaga kerja lokal merupakan industri
yang telah peduli terhadap lingkungan. Masyarakat tidak mempermasalahkan apakah
industri tersebut mencemari lingkungan atau tidak. Sebagian masyarakat yang
berkeinginan terlibat dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan tidak
mempunyai akses untuk dapat terlibat dalam pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan.
B Saran