Você está na página 1de 10

I.

ANALISIS MASALAH
1. Satu jam sebelum masuk RS, Mr.X 20 th, dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu. Mr.x pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar
kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. VV
a. Apa yang menyebabkan Mr.X pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar
kembali pada kasus? 1,2,3
b. Apa saja kemungkinan trauma yang terjadi pada kasus beserta mekanismenya?4,5,6
c. Apa saja jenis-jenis luka akibat penganiayaan berdasarkan pasal 90 KUHP?
7,8,9
a. Penganiayaan yang berdasarkan pada Pasal 351 KUHP yang dirinci atas :
1. Penganiayaan biasa
2. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat
3. Penganiayaan yang mengakibatkan orangnya mati

b. Penganiayaan ringan yang diatur oleh Pasal 352 KUHP

c. Penganiayaan berencana yang diatur oleh Pasal 353 KUHP, dengan rincian
sebagai berikut :
1. Mengakibatkan luka berat
2. Mengakibatkan orangnya mati

d. Penganiayaan berat yang diatur oleh Pasal 354 KUHP dengan rincian sebagai
berikut :
1. Mengakibatkan luka berat
2. Mengakibatkan orangnya mati

e. Penganiayaan berat dan berencana yang diatur oleh Pasal 355 KUHP dengan
rincian sebagai berikut :
1. Penganiayaan berat dan berencana
2. Penganiayaan berat dan berencana yang mengakibatkan orangnya mati

Pada Pasal 90 KUHP luka berat diartikan sebagai berikut ;

Luka berat berarti:


1) jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
2) tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;
3) kehilangan salah satu pancaindra;
4) mendapat cacat berat (verminking);
5) menderita sakit lumpuh;
6) terganggu daya pikir selama empat minggu lebih;
7) gugurnya atau matinya kandungan seseorang perempuan.
2. Polisi mengantar Mr.X ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Mr. X
mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan
muntah.
a. Bagaimana anatomi kranial? 10,1,2
b. Apa syarat polisi yang dapat meminta dibuatkan visum et repertum ?3,4,5
Tata cara permintaannya sabagai berikut :
a. Surat permintaan Visum et Repertum kepada Dokter, Dokter ahli Kedokteran
Kehakiman atau Dokter dan atau Dokter lainnya, harus diajukan secara tertulis
dengan menggunakan formulir sesuai dengan kasusnya dan ditanda tangani oleh
penyidik yang berwenang.

b. Syarat kepangkatan Penyidik seperti ditentukan oleh Peraturan Pemerintah


Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1983, tentang pelaksanaan KUHAP pasal 2
yang berbunyi :
Penyidik adalah Pejabat Polri yang sekurang-kurang berpangkat Pelda Polisi

1. Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polri yang sekurang-kurangnya


berpangkat Serda Polisi.
2. Kapolsek yang berpangkat Bintara dibawah Pelda Polisi karena
3. Jabatannya adalah Penyidik

Catatan : Kapolsek yang dijabat oleh Bintara berpangkat Serda Polisi, sesuai dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1983 Pasal 2 ayat (2), maka Kapolsek
yang berpangkat Serda tersebut karena Jabatannya adalah Penyidik

c. Bagaimana cara membuat visum et repertum? 6,7,8


Di LI

d. Apa saja jenis-jenis visum?9,10,1


e. Apa penyebab dan mekanisme luka dan memar di kepala sebelah kanan?2,3,4
f. Mengapa ada keluhan nyeri kepala hebat dan muntah beserta mekanismenya?5,6,7
g. Apa saja jenis-jenis dari trauma kepala? (terbuka, terutup) 8,9,10
Berdasarkan lokasi, berat ringan,
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis, cedera kepala
diklasifikasikan berdasarkan : mekanisme, beratnya dan morfologi cedera kepala
1. Mekanisme cedera kepala
Berdasarkan mekanisme cedera kepala dibagi atas :
a. Cedera kepala tumpul, cedera ini dapat terjadi
1. Kecepatan tinggi berhubungan dengan kecelakaan mobil dan motor
2. Kecepatan rendah, biasanya disebabkan jatuh dari ketinggian atau
dipukul dengan benda tumpul
b. Cedera kepala tembus
Disebabkan oleh
1. Cedera peluru
2. Cedera tusukan
Adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera
tembus atau cedera tumpul
2. Beratnya cedera kepala
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif
kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera kepala. Penilaian GCS terdiri atas 3 komponen diantaranya
respon membuka mata, respon motorik dan respon verbal

Berdasarkan skor GCS, beratnya cedera kepala dibagi atas :


a. Cedera kepala ringan : GCS 14 15
b. Cedera kepala sedang : GCS 9 13
c. Cedera kepala berat : GCS 3 - 8
3. Morfologi cedera kepala
Secara morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap datau dasar tengkorak.
Dibagi atas :
Fraktur kalvaria : bisa berbentuk garis atau bintang, depresi atau
non depresi, terbuka atau tertutup.
Fraktur dasar tengkorak : dengan atau tanpa kebocoran CSF,
dengan atau tanpa paresis N. VII
b. Lesi intrakranium
Dapat digolongkan menjadi
Lesi fokal : perdarahan epidural, perdarahan subdural, atau
perdarahan intraserebral
Lesi difus : komosio ringan, komosio klasik, atau cedera akson difus

Berdasarkan proses patofisiologi cedera kepala :


1. Cedera otak primer
Cedera otak primer (COP) adalah cedera yang terjadi sebagai akibat
langsung dari efek mekanik dari luar pada otak yang menimbulkan kontusio
dan laserasi parenkim otak dan kerusakan akson pada substantia alba
hemisper otak hingga batang otak
2. Cedera otak sekunder
Cedera otak sekunder (COS) yaitu cedera otak yang terjadi akibat proses
metabolisme dan homeostatis ion sel otak, hemodinamika intrakranial dan
kompartement CSS yang dimulai segera setelah trauma tetapi tidak tampak
secara klinis segera setelah trauma. Cedera otak sekunder ini disebabkan
oleh banyak faktor antara lain kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran
darah otak (ADO), gangguan metabolisme dan homeostatis ion sel otak,
gangguan hormonal, pengeluaran neurotransmitter dan reactive oxygen
species, infeksi dan asidosis

Tobing (2011) mengklasifikasikan cedera otak fokal dan cedera otak difus
Cedera otak fokal meliputi:
1. Perdarahan Epidural atau epidural hematom (EDH).
EDH adalah adanya darah di ruang epidural yaitu ruang potensial antara tabula
interna tulang tengkorak dan duramater. EDH dapat menimbulkan penurunan
kesadaran, adanya lusid interval selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit
neurologis berupa hemiparesis kontralateral dan dilatasi pupil ipsilateral. Gejala lain
yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.
2. Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH).
Perdarahan SDH adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut (3-
6 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks
cerebri.
3. Perdarahan subdural kronik atau SDH Kronik.
SDH kronik adalah terkumpulnya darah di ruang subdural lebih dari 3 minggu
setelah trauma. SDH kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang
sedikit-sedikit.
4. Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematomn (ICH).
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang
terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh
benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya
akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh
darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah
kortikal dan subkortikal.
5. Perdarahan subarahnoid traumatika (SAH).
Perdarahan subarahnoid diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik
arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang
subarahnoid.

Cedera otak difus menurut Sadewa (2011) adalah terminologi yang


menunjukkan kondisi parenkim otak setelah terjadinya trauma. Terjadinya cedera
kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselerasi gaya rotasi dan translasi
yang menyebabkan bergesernya parenkim otak dari permukaan terhadap parenkim yang
sebelah dalam. Vasospasme luas pembuluh darah dikarenakan adanya perdarahan
subarahnoid traumatika yang menyebabkan terhentinya sirkulasi di parenkim otak
dengan manifestasi iskemia yang luas, edema otak disebabkan karena hipoksia akibat
renjatan sistemik, bermanifestasi sebagai cedera kepala difus. Dari gambaran morfologi
pencitraan atau radiologi, cedera kepala difus dikelompokkan
menjadi:
1. Cedera akson difus ( Difuse aksonal injury )
Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang
menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut proyeksi),
maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan
serabut yang menghubungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura)
mengalami kerusakan.
2. Kontusio Cerebri
Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan karena efek
gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontusio
cerebri adalah adanya gaya coup dan countercup, dimana hal tersebut menunjukkan
besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu
kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak.
3. Edema Cerebri
Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala. Pada edema
cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat pendorongan
hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral lebih disebabkan
karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan hipovolemik.
4. Iskemia cerebri
Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang atau
berhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik progresif) dan
disebabkan karena penyakit degenerative pembuluh darah otak

3. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:


Kesadaran : GCS (E4M6V5), Tekanan darah: 130/90 mmHg, Frekuensi napas: 28
X/menit, Denyut nadi: 50x/menit, pupil isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil
kiri reaktif.
Regio Orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)
Regio Temporal dextra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul
dengan dasar fraktur tulang.
Regio Nasal tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung
a. Bagamana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan diatas?1,2,3
b. Apa makna klinis dari hasil pemeriksaan diatas?4,5,6
c. Apa saja klasifikasi fraktur kranii?7,8,9
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi:
1. Fraktur Linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau
stellate pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang
kepala.
2. Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang
tengkorak yang menyebabkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala.
Jenis fraktur ini terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum
menyatu dengan erat.
3. Fraktur kominutif
Fraktur komunitif adalah jenis fraktur tulang kepala yang memiliki lebih
dari satu fragmen dalam satu area fraktur
4. Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga
besar yang langsung mengenai tulang kepala. Fraktur impresi pada
tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada
duramater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi
jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna
segmen tulang yang sehat.
5. Fraktur basis cranii
Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
duramater yang merekat erat pada dasar tengkorak. Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan adanya rhinorrhea dan racon eyes sign (Fraktur
basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan battles sign (fraktur kranii
fossa media).

d. Bagaimana ciri-ciri luka yang diakibatkan benda tumpul ?10,1,2


e. Apa tata laksana yang harus dilakukan dari hasil pemeriksaan diatas?3,4,5

4. Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR: 24 x/mnt, Nadi 50x/mnt, tekanan darah: 140/90 mmHg, pasien
membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk
kata-kata. Pupil anisokor dekxtra, refleks cahaya pupil kanan negatif, reflek cahaya
pupil kiri reaktif/normal.
Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3 orang
perawat
a. Bagamana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan diatas?
(GCS)6,7,8
Mekanisme refleks cahaya pupil kanan negatif : Trauma tumpul temporal a.
meningea media robek perdarahan epidural (perlu pemeriksaan CT scan untuk
memastikan) volume intracranial compliance pertama oleh otak
mengeluarkan CSF ke ruang spinal perdarahan masih berlangsung compliance
pertama tidak adekuat Tekanan intracranial terus pergeseran jaringan dari
lobus temporal ke pinggiran tentorium herniasi unkus menekan saraf
parasimpatis n. III tidak terjadi vasokonstriksi pupil tidak ada hambatan
terhadap saraf simpatis midriasis ipsilateral (mata kanan) pupil anisokor dextra
dan reflex cahaya pupil kanan negatif

Mekanisme lucid interval : Trauma tumpul dapat menimbulkan energi kinetik


yang akan dihantarkan ke kepala. Energi ini akan diteruskan ke otak yang dapat
menyebabkan gangguan ARAS yang menurunkan kesadaran. Saat energi kinetik
telah diteruskan ke seluruh bagian, blokade dari lintasan retikularis asenden akan
hilang sehingga pasien akan kembali sadar ataupun disebabkan oleh mekanisme
kompensasi lainnya. Namun pada saat terjadi trauma, fraktur yang timbul akan
menyebabkan ruptur pembuluh darah yang perlahan-lahan akan berakumulasi di
daerah epidural dan membentuk hematom. Saat hematom yang terbentuk cukup luas
untuk meningkatkan ICP di atas MAP atau melebihi kompensasi tubuh, hal ini akan
menyebabkan penurunan CPP (monro kellie doctrine) yang menyebabkan otak
iskemik. Peningkatan ICP juga akan menyebabkan herniasi otak apabila komponen
darah dan CSF telah dikeluarkan sebagai kompensasi. Hematom di bagian temporal
cenderung menyebabkan Uncal Herniation di bagian ipsilateral yang dapat
menekan batang otak. Hal ini akan menyebabkan kembalinya blokade lintasan
retikularis asenden (ARAS) sehingga pasien kembali tidak sadar. Periode sadar di
antara fase tidak sadar inilah yang disebut sebagai lucid interval.

b. Apa makna klinis pasien tidak sadarkan diri lagi?9,10,1


c. Mengapa refleks cahaya pupil kanan berubah setelah terjadi penurunan kesadaran?
2,3,4
d. Apa tata laksana yang harus dilakukan dari hasil pemeriksaan diatas di UGD RSUD
tersebut?5,6,7

5. Aspek klinis
a. DD 8,9,10
Hilang Kesadaran Robekan Lucid Interval
Perdarahan + Arteri Meningea +
epidural media
Perdarahan + Vena-vena -
subdural jembatan antara
korteks serebri dan
sinus venosus
Kontusio & + -
perdarahan
intraserebral
Cedera otak difus + -
Hematoma + -
subarachnoid

b. Algoritma penegakan diagnosis 1,2,3


c. DK 4,5,6
d. Patofisiologi 7,8,9
Hematoma Ekstradural/Epidural (EDH)
Sebagian besar kasus diakibatkan oleh robeknya arteri meningea media. Perdarahan
terletak di antara tulang tengkorak dan duramater. Gejala klinisnya adalah lucid
interval, yaitu selang waktu antara pasien masih sadar setelah kejadian trauma
kranioserebral dengan penurunan kesadaran yang terjadi kemudian. Biasanya waktu
perubahan kesadaran ini kurang dari 24 jam; penilaian penurunan kesadaran dengan
GCS. Gejala lain nyeri kepala bisa disertai muntah proyektil, pupil anisokor dengan
midriasis di sisi lesi akibat herniasi unkal, hemiparesis, dan refleks patologis
Babinski positif kontralateral lesi yang terjadi terlambat. Pada gambaran CT scan
kepala, didapatkan lesi hiperdens (gambaran darah intrakranial) umumnya di daerah
temporal berbentuk cembung.
Fraktur Basis Kranii
Biasanya merupakan hasil dari fraktur linear fosa di daerah basal tengkorak; bisa di
anterior, medial, atau posterior. Sulit dilihat dari foto polos tulang tengkorak atau
aksial CT scan. Garis fraktur bisa terlihat pada CT scan berresolusi tinggi dan
potongan yang tipis. Umumnya yang terlihat di CT scan adalah gambaran
pneumoensefal. Fraktur anterior fosa melibatkan tulang frontal, etmoid dan sinus
frontal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yaitu adanya cairan likour
yang keluar dari hidung (rinorea) atau telinga (otorea) disertai hematoma kacamata
(raccoon eye, brill hematoma, hematoma bilateral periorbital) atau Battle sign yaitu
hematoma retroaurikular. Kadang disertai anosmia atau gangguan nervi kraniales
VII dan VIII. Risiko infeksi intrakranial tinggi apabila duramater robek.

e. Manifestasi klinis 10,1,2


Gejala klasik epidural hematoma meliputi:
Riwayat kehilangan kesadaran
Lucid interval terjadi pada 25-50% kasus
Terjadi penurunan kesadaran pada 22-56% pasien
Tanda herniasi : dilatasi pupil ipsilateral, hemiparesis kontralateral
Jika tidak tertangani gejala dapat berlanjut menyebabkan deserebrasi, distress
pernapasan dan kematian. Perburukan gejala dapat terjadi beberapa jam, atau beberapa
hari. Waktu yang lama berhubungan dengan perdarahan yang bersumber dari
perdarahan vena.
Gejala klinis lain dapat berupa: cefalgia, muntah, kejang, hiperrefleksia, Refleks
babinsky + unilateral.
Hipertensi dan bradikardia dapat muncul sebagai bentuk dari Cushing respon
Dilatasi pupil terjadi pada 60% pasien , dimana 85% terjadi ipsilateral dengan lesi EDH.
Riwayat kehilangan kesadaran tidak terjadi pada 60%, lucid interval tidak terjadi pada
20% pasien.

f. Pemeriksaan penunjang 3,4,5


g. Tata laksana, follow up dan edukasi 6,7,8
Penatalaksanaan awal
Stabilisasi airway, breathing dan sirkulasi (ABC), pasang collar brace
elevasi kepala dari tempat tidur setinggi 30-45
pemberian cairan isotonis
terapi medikamentosa sesuai keluhan yang timbul berupa analgetik, antiemetic, H2
reseptor antagonis, antibiotik.
Bila telah stabil pasien dirujuk ke fasilitas rumah sakit yang memiliki sarana dokter
spesialis bedah saraf.
Epidural hematoma dengan gejala minimal, tidak ada defisit neurologis fokal, tidak ada
tanda herniasi dapat, diberikan terapi, dengan medikamentosa, dengan observasi
neurologis ketat.

Transfer/Rujukan ke fasilitas Rumah Sakit dengan sarana/spesialis bedah sarah,


dilakukan pada keadaan :
Pasien tidak sadar atau GCS < 15
Terdapat gejala defisit neurologis fokal : hemipareses, hipestesi, gangguan
penglihatan, ataksia.
Suspek fraktur skull atau trauma penetrating (tanda fraktur basis kranii, fraktur
depress terbuka
Trauma kepala dengan mekanisme trauma akibat benturan high energy :
o Terlempar dari kendaraan bermotor
o Jatuh dari ketinggian lebih dari 1 meter, atau kurang pada bayi
o Tabrakan kendaraan bermotor kecepatan tinggi
Riwayat kejang
Suspek trauma servikal
Indikasi pembedahan
Gejala klinis terdapat penurunan kesadaran, defisit neurologis lokal, tanda
herniasi dan gangguan kardiopulmonal.
Dari CT Scan: epidural hematoma dengan volume >30 cc, tebal > 1 cm dan
pergeseran struktur midline <5mm

Você também pode gostar