Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Dasar Pemetaan 2
media foto atau citra yang direkam oleh kamera atau sensor lainnya dari pesawat
udara atau satelit.
Peta adalah gambaran dari permukaan bumi pada bidang datar yang
digambarkan dengan sistem proyeksi dan skala tertentu. Sistem proyeksi ini
diperlukan karena permukaan bumi berbentuk lengkung, sedangkan permukaan
peta merupakan bidang datar. Dengan demikian setiap peta sebenarnya
mengandung distorsi.
Bidang proyeksi yang digunakan dalam proyeksi peta adalah bidang-bidang
yang bisa didatarkan yaitu kerucut, silinder dan bidang datar. Ilmu ukur tanah
menganggap bahwa bidang permukaan bumi berbentuk datar, kerena itu bidang
proyeksi yang digunakan adalah bidang datar dan dengan sistem
(garis proyeksi saling sejajar), dan posisi titik-titik digambarkan dengan
sistem koordinat tegaklurus ( ).
Skala selalu dicantumkan didalam peta dan merupakan informasi yang
sangat penting guna mengetahui gambaran sebenarnya dilapangan. Skala adalah
perbandingan antara jarak di peta dan jarak di lapangan, dan cara penulisannnya
dapat dengan cara menuliskan perbandingan angka yang disebut skala angka
(numerical scale), atau dengan cara grafik yang disebut skala grafik (graphical
scale). Skala angka dapat dibagi dalam dua jenis yaitu: (a) 'Engineer's scale' yaitu
pernyataan 1 cm di peta menggambarkan berapa meter di lapangan, misalnya: 1
cm = 10 m; (b) 'Fraction scale' yang menyatakan perbandingan jarak di peta dan
di lapangan dalam satuan yang sama, misalnya: 1:500, 1:1.000.
Peta bisa dibagi dalam dua bagian umum yaitu peta planimetri dan peta
topografi. Peta planimetri menggambarkan kenampakan alami dan buatan seperti
sungai , danau, batas-batas, sawah, jalan, pemukiman, dll. Sedangkan peta
topografi selain menggambarkan kenampakan alami dan buatan manusia, juga
menggambarkan keadaan relief atau tinggi-rendah permukaan tanah. (Anderson,
1985).
Dasar Pemetaan 3
Peta yang menyangkut daerah luas seperti negara dan menggambarkan
kota, sungai, danau, dan batas administrasi pemerintahan disebut peta geografi.
Selain itu ada lagi jenis peta yang menggambarkan obyek-obyek tertentu atau
dengan kata lain mempunyai tema tertentu seperti peta irigasi yang
menggambarkan jaringan irigasi yang ada, peta pariwisata yang menggambarkan
obyek-obyek wisata yang ada. Peta jenis ini yang merupakan peta dengan tema
khusus disebut peta tematik.
Peta dapat digolongkan pula dalam: (a) peta garis ('line-drawn map') yaitu
peta yang digambarkan dengan simbol garis, dan (b) peta foto ('pictorial map')
yaitu peta yang dihasilkan dari foto udara atau foto satelit.
Bila ditinjau dari jenis survainya, peta dapat dikelompokkan dalam: (a) peta
topografi, (b) peta kadaster, (c) peta enjiniring, (d) foto udara. Peta kadaster adalah
peta planimetri yang terutama menggambarkan batas-batas pemilikan lahan,
batas-batas pemerintahan dan kenampakan penting lainnya seperti: jalan, sungai,
dan lain-lain, dan biasanya digambar dengan skala besar. Peta enjiniring
merupakan peta kerja yang dipersiapkan untuk proyek enjiniring yang biasa
digunakan pada tahap perencanaan, disain, ataupun pada tahap konstruksi. Peta
enjiniring biasa digambar dengan skala besar, ketelitian tinggi, garis kontur dan
menggambarkan batas-batas pemilikan tanah dan obyek atau kenampakan yang
penting.
Dasar Pemetaan 4
MODUL 2
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
PENGETAHUAN ALAT UKUR TANAH
USAKTI
Alat ukur tanah yang utama adalah: teodolit dan level atau penyipat datar
atau waterpas, serta alat pengukur jarak.
2.1. Teodolit
Dasar Pemetaan 5
Keterangan:
1. Okuler teropong
2. Obyektif teropong
3. Pengatur focus
4. Alat pembaca micrometer
5. Alat pemutar micrometer
6. Penggerak halus horizontal atas
7. Penggerak halus horizontal bawah
8. Penggerak halus vertical
9. Pengunci putaran horizontal atas
10. Pengunci putaran horizontal bawah
11. Pengunci putaran vertikal
12. Nivo tabung
13. Nivo kotak
14. Skrup penyetel
15. Lingkaran horizontal
16. Lingkaran vertikal
17. Loop centering optic
18. Kaca pemantul cahaya
5 2 16 3
4
18 1
11 8
12
9 17 15
13 10
14
6 7
Dasar Pemetaan 6
2.2. Level/ waterpas/ penyipat datar
3
Keterangan:
1. Okuler teropong 2
2. Obyektif teropong
1
3. Tombol pemfokus
4. Penggerak halus horizontal 5 4
5. Nivo kotak 6
6. Skrup penyetel
7. Lingkaran horizontal
7
Dasar Pemetaan 7
2.4. Alat ukur lain
Dasar Pemetaan 8
MODUL 3
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
PENGUKURAN JARAK DAN SUDUT
USAKTI
Jarak antara dua buah titik dapat berupa jarak miring yaitu panjang
langsung yang menghubungkan kedua titik tersebut, jarak vertikal atau tegak yang
merupakan beda tinggi antara kedua titik, dan jarak horisontal atau datar yaitu
panjang di bidang proyeksi dari kedua titik tersebut. Dalam ilmu ukur tanah bidang
proyeksi yang digunakan adalah bidang datar, sehingga jarak yang digunakan
adalah jarak horisontal. Jarak horisontal antara dua titik yang berbeda tingginya
dapat ditentukan dengan mengukur bagian demi bagian jarak datarnya, atau
mengukur langsung jarak miringnya dan dihitung jarak datarnya dari sudut
miringnya atau beda tingginya.
Beberapa metode pengukuran jarak adalah: (a) langkah, (b) roda ukur, (c)
takhimetri, (d) subtense bar, (e) pita ukur, (f) EDM, dan (g) sistem satelit. Ketelitian,
penggunaannya dan peralatan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Sedangkan sistem satelit dapat juga digunakan untuk menentukan jarak, misalnya
GPS (Global Positioning System) dapat menentukan jarak karena dengan alat
GPS akan diketahui koordinat suatu titik, dan jarak dihitung dari koordinatnya.
Dasar Pemetaan 9
3.2. Pengertian sudut
Sudut dibedakan dalam dua macam yaitu sudut horisontal dan sudut
vertikal. Sudut horisontal adalah sudut di bidang horisontal yang dibentuk oleh
perpotongan dua bidang vertikal, dan vertex atau titik sudut terletak pada garis
vertikal di perpotongan dua bidang. Dalam ilmu ukur tanah sudut horisontal juga
merupakan selisih antara dua buah arah yaitu arah depan (foresight) dan arah
belakang (backsight).
Sudut horisontal dapat diukur secara langsung yaitu dengan mengukur
arah belakang dan arah depan dengan alat teodolit yang dipasang di titik sudut,
dan dapat pula diukur secara tidak langsung yaitu dengan penggukuran jarak-
jarak horisontalnya.
Dasar Pemetaan 10
MODUL 4
Jurusan Teknik Sipil FTSP- SISTEM KOORDINAT
USAKTI
Pada sistem geosentris dikenal dua sistem koordinat yang umum digunakan
yaitu sistem koordinat kartesian (X,Y,Z) dan sistem koordinat geodetik atau
sferik (L,B,h) seperti dilukiskan pada gambar 3. Koordinat suatu titik juga dapat
dinyatakan dalam sistem koordinat toposentris yang umumnya dalam bentuk
sistem koordinat kartesian (N,E,U) seperti dilukiskan pada gambar 4.
Dasar Pemetaan 11
Gambar 3. Posisi titik P dalam sistem geosentrik (a),
dan sistem koordinat lokal (b).
Dasar Pemetaan 12
sudut horisontal di bidang datar XY, p adalah sudut vertikal, dan rp adalah jarak
dari O ke P seperti dilukiskan pada gambar 4.
Arah utara magnet mengarah ke pusat magnet bumi dan arah utara
sebenarnya mengarah ke kutub utara bumi sebagai pusat sumbu putar bumi. Letak
pusat magnet bumi dan kutub utara tidaklah berimpit, sehingga disetiap daerah di
permukaan bumi besar sudut penyimpangan terhadap arah utara sebenarnya
Dasar Pemetaan 13
berbeda-beda. Sedangkan arah utara grid merupakan garis searah dengan arah
grid yang digunakan di peta.
Asimut adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari arah utara (sumbu
+Y) atau arah selatan (sumbu -Y), dan besarnya antara 0o - 360o. Pada umumnya
asimut ditentukan dari arah utara.
Dalam ilmu ukur tanah dikenal pula istilah bearing yang merupakan sudut
arah suatu garis yang diukur dari arah utara (sumbu +Y) atau selatan (sumbu -Y)
dan besarnya selalu positip antara 0o - 90o . Penulisan bearing diawali dengan
huruf U atau S yang merupakan awal sudut diukur (utara atau selatan), kemudian
besar sudut dan diakhiri huruf B atau T (barat atau timur) yang merupakan akhir
besaran sudut.
Besaran jarak, asimut, sudut dan koordinat selain dapat diukur dan
ditentukan di lapangan, dapat pula diukur diukur di peta yaitu dengan
menggunakan penggaris skala dan busur derajad. Selain itu dapat pula dilakukan
perhitungan berdasarkan koordinatnya.
Rumus-rumus yang digunakan adalah sbb:
Pada gambar terdapat dua titik P1 dan P2 dengan koordinat X1,Y1 dan X2,Y2. Jarak
P1-P2 yang disingkat dengan J12 dapat diuraikan dari rumus Pythagoras untuk
segitiga P1P2P atau
Dasar Pemetaan 14
(P1 P2)2 = (P1P) 2 + (P2P) 2
atau
J 12 X 2 X 1 Y2 Y1
2 2 2
maka
J 12 X 2 X 1 Y2 Y1
2 2
Gambar 5.
Slope suatu garis ( P1P2 ) sama dengan tangent dari sudut yang dibentuk oleh
suatu garis terhadap sumbu X. Sudut slope () diukur dari sumbu +X dengan arah
berlawanan arah jarum jam sampai garis yang bersangkutan.
Slope m12 dari garis P1P2 adalah:
Y2 Y1
m12 tan 12
X 2 X1
Y1 Y2
m21 tan 21
X1 X 2
Dasar Pemetaan 15
Gambar 6.
X 2 X1
tan
Y2 Y1
X 2 X1
tan 1
Y2 Y1
Dasar Pemetaan 16
MODUL 5
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
TAKHIMETRI
USAKTI
Dasar Pemetaan 17
5.1. Prinsip takhimetri
rambu ukur
teropong B
A
D
Sinar dari a yang melalui pusat lensa O dan titik fokus F akan sampai di A
atau sebaliknya. Dari perbandingan dalam segitiga sebangun a'b'F dan ABF, dan
karena a'b'= i, maka:
f d f
atau d s Ks
i s i
f
di mana: K adalah koefisien pengali ('stadia interval factor)
i
Dasar Pemetaan 18
dan biasanya konstante ini besarnya 100. Dengan demikian jarak bidikan
horisontal dari titik fokus ke rambu ukur diperoleh dengan mengalikan konstante
pengali dengan selisih pembacaan rambu.
Dasar Pemetaan 19
Pada gambar 8, A B adalah jarak benang pada rambu ukur yang berdiri
vertikal dan A'B' adalah garis yang tegak lurus garis bidik FE. Panjang garis bidik
miring dari pusat instrumen adalah:
f
Di = ( A' B' ) + C .................................................................................(5.2)
i
Untuk keperluan praktis, sudut-sudut di A' dan B' dianggap 90o, sehingga bila AB =
s maka A'B' = s cos di mana adalah sudut vertikal garis bidik. Apabila ini
disubstitusi ke persamaan (5.2) dan K = f / i, maka jarak miring :
Di = K s Cos + C ...................................................................................(5.3)
Apabila sudut terukur adalah sudut zenit, maka rumus (5.4) dan (5.5) menjadi:
H = K s Sin2 z + C Sin z .........................................................................(5.5a)
dan
V = 1/2 K s Sin 2 z + C Sin z ..................................................................(5.5b)
Dasar Pemetaan 20
5.3. Rumus pendekatan
H = K s Cos2 ........................................................................................(5.6)
atau
H = K s Sin2 z ........................................................................................(5.6a)
Beda tinggi antara dua buah titik dapat ditentukan dengan mendirikan
instrumen (teodolit) di salah satu titik, misalnya di titik A, dan melakukan
pengukuran takhimetri yaitu mengukur sudut vertikal, interval bacaan rambu dan
tinggi instrumen.
H AB = V + Ti - Bt .......................................................................................(5.8)
Dasar Pemetaan 21
E
V
D
B C H
Ti
Hi A
DATUM / MSL
Apabila tinggi titik A (HA) diketahui, maka tinggi titik B (HB) dapat dihitung
yaitu:
Pengukuran beda tinggi antara dua titik dapat pula ditentukan dengan
menempatkan instrumen tidak pada salah satu titik tersebut, tetapi didirikan di
tempat lain atau di antaranya (Gambar 10).
Dasar Pemetaan 22
A
G
B
Dasar Pemetaan 23
MODUL 6
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
POLIGON
USAKTI
Secara umum poligon dibedakan dalam dua macam yaitu (a) poligon
terbuka dan (b) poligon tertutup. Penggolongan poligon tersebut terutama
didasarkan atas hubungan posisi titik awal dan titik akhir poligon. Apabila titik awal
dan titik akhirnya tidak menyatu atau bila titik awal diketahui posisinya dan titik
akhirnya tidak diketahui, maka poligonnya disebut poligon terbuka. Dan apabila
titik awal dan titik akhir telah diketahui posisinya, atau titik awal juga sebagai titik
akhir (menyatu), maka disebut poligon tertutup.
Pada poligon terbuka, sudut-sudut dan jarak-jarak terukur tidak mempunyai
alat kontrol untuk mendeteksi adanya kesalahan pengukuran (error atau blunder),
karena berdasarkan bentuk geometrisnya tidak ada hubungan matematiknya. Oleh
karena itu untuk memperkecil kesalahannya atau untuk menghindari adanya
blunder, maka pengukuran jarak perlu diukur lebih dari satu kali dan pengukuran
sudutnya diukur dengan metode repetisi serta diadakan pengukuran asimut di
beberapa titik poligon untuk menggontrol sudut-sudut terukurnya. Poligon terbuka
dengan titik akhir yang tidak diketahui posisinya sering disebut poligon lepas.
1. Syarat sudut
Dasar Pemetaan 25
2. Syarat sisi
J. Sin = 0
J. Cos = 0
dimana: J = jarak sisi poligon
= asimut
Dasar Pemetaan 26
B. Perhitungan asimut
Asimut dihitung berdasarkan sudut terkoreksi dan asimut awal atau asimut
sisi sebelumnya.
- Hitung koreksinya
J1
Xi = .J . sin
J
J1
Yi = .J . cos
J
( J. Sin ) = J. Sin + Xi
( J. Cos ) = J. Cos + Yi
Dasar Pemetaan 27
D. Perhitungan koordinat
Xi+1 = Xi + ( Ji . Sin )
Yi+1 = Yi + ( Ji . Sin )
Dasar Pemetaan 28
HITUNGAN POLYGON LOKASI : Jl. Anggrek Nelly Murni
SUDUT LUAR 2007
Sudut Koreksi Sudut Azimut Jarak Koreksi J Sin A J Cos A X Y Z Azimuth
STA J Sin A J Cos A
rata-rata Sudut Terkoreksi A J dx dy Terkoreksi Terkoreksi (m) (m) (m) Terkoreksi
BM.1 277.0028 -0.0087 276.9941 500.000 500.000 50.000
270.0000 95.368 -95.368 0.000 0.006 0.001 -95.362 0.001 270.0006
BM.2 268.8917 -0.0087 268.8830 404.638 500.001 49.317
358.8830 79.556 -1.551 79.541 0.005 0.001 -1.546 79.542 358.8865
BM.3 249.0611 -0.0087 249.0524 403.092 579.543 49.658
67.9354 42.546 39.430 15.983 0.003 0.000 39.433 15.983 67.9362
P.1 194.7139 -0.0087 194.7052 442.525 595.526 48.632
82.6406 41.768 41.424 5.350 0.003 0.000 41.426 5.351 82.6405
P.2 190.9667 -0.0087 190.9580 483.951 600.877 48.844
93.5986 40.350 40.271 -2.533 0.002 0.000 40.273 -2.532 93.5978
P.3 281.4861 -0.0087 281.4774 524.224 598.345 49.845
195.0760 31.793 -8.269 -30.698 0.002 0.000 -8.267 -30.698 195.0728
P.4 200.1528 -0.0087 200.1441 515.957 567.646 49.357
215.2201 35.838 -20.669 -29.278 0.002 0.000 -20.666 -29.277 215.2176
P.5 137.7944 -0.0087 137.7858 495.290 538.369 49.624
173.0059 38.657 4.707 -38.369 0.002 0.000 4.710 -38.369 173.0023
BM.1 500.000 500.000 50.000
JUMLAH 1800.0694 -0.0434 1800.0000 405.877 -0.025 -0.004 0.025 0.004 0.000 0.000
Dasar Pemetaan 29
MODUL 7
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
LEVELLING
USAKTI
a LEVEL b
Hab = a-b B
Hab
A
Dasar Pemetaan 31
Gambar 11. Prinsip pengukuran sipat datar
Pengukuran levelling antara dua buah titik (A dan B) pada dasarnya adalah
mengukur beda tinggi antara dua titik tersebut, dan alat level biasanya didirikan di
antaranya. Apabila pada rambu ukur di titik A (backsight) dibaca a, dan pada
rambu ukur di titik B (foresight) dibaca b, maka beda tinggi ( Hab) = a - b atau
sama dengan bacaan rambu belakang dikurangi bacaan rambu depan.
Hab
Hb
A
Ha
MSL
Dasar Pemetaan 32
Gambar 13. Pengukuran sipat datar memanjang
Dasar Pemetaan 33
Dengan membaca rambu ukur yang dipasang di beberapa tempat, maka
ketinggiannya dapat dihitung/ diketahui, dan agar titik-titik yang diukur dapat
digambarkan maka harus pula diukur sudut horisontalnya dan jarak-jaraknya.
Pengukuran jaraknya dapat secara optik (dengan membaca benang atas dan
benang bawah) atau dengan meteran.
MODUL 8
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
PEMETAAN TOPOGRAFI
USAKTI
1. Datum horisontal
yaitu bidang referensi untuk hitungan posisi horisontal.
2. Datum vertikal
Datum vertikal adalah bidang permukaan yang digunakan untuk referensi
ketinggian ataupun kedalaman, dan datum vertikal yang biasanya dipakai
adalah permukaan laut rata-rata (mean sea-level/ MSL). Untuk tingkat
regional kadang-kadang memiliki sistem datum vertikal tersendiri.
Misalnya untuk DKI telah memiliki datum vertikal yaitu sistem PP (Peil
Priok).
8.2. Skala peta dan garis kontur
A. Skala peta
a. Design maps.
Peta ini digunakan dalam kegiatan design dan konstruksi berbagai
pekerjaan enginiring. Skala peta bervariasi antara 1:100 s/d 1:2.000
Dasar Pemetaan 35
dengan interval kontur antara 0,1 s/d 1 meter, tergantung pada tipe
proyek, land use dan keadaan lapangan.
b. Planning maps.
Peta ini digunakan dalam pekerjaan teknik perencanaan atau untuk
perencanaan tingkat urban, regional, nasional, dan internasional.
Penggunaan peta ini bisa untuk studi geologi, land use, produksi
pertanian, dan studi populasi; untuk perencanaan public servise; dan
untuk atlas. Skala peta berkisar antara 1:1.000 s/d 1:100.000.000
dan interval kontur dari 0,2 s/d 200 meter. (Anderson,1985).
B. Garis kontur
adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian
sama.
a. Karakteristik garis kontur
b. Interval kontur
Dasar Pemetaan 36
c. Keadaan lapangan
d. Pertimbangan waktu dan biaya
1. Pengambilan data
a. Pengukuran kerangka peta
* kerangka horisontal
* kerangka vertikal: + levelling utama
+ levelling cabang
b. Pengukuran detail
Dasar Pemetaan 37
Metode pengukuran detail yang biasa dilaksanakan dilapangan adalah:
2. Pengolahan data
a. Perhitungan kerangka peta
b. Perhitungan detail
3. Penyajian informasi:
a. Penggambaran kerangka peta
b. Penggambaran detail
c. Penggambaran kontur
d. Penyajian informasi tepi
- Skala peta
- Simbol atau legenda.
8.4. Contouring
Dasar Pemetaan 38
(20.0 M)
40.0 mm
.00
.00
.00
30
30
30
23.3 mm 16.7 mm
30.00
30.00
0
30.0
30.00
30.00
Gambar 14. Interpolasi kontur
1. Pengukuran jarak
2. Pengukuran tinggi
3. Penentuan koordinat
4. Pengukuran lereng/ slope
5. Pengukuran luas dan volume
Dasar Pemetaan 39
Peta topografi dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan terutama dalam
kegiatan perencanaan proyek yang membutuhkan informasi tentang obyek
yang ada di suatu daerah dan kebutuhan akan berbagai besaran atau
dimensinya seperti jarak, tinggi, lereng, arah aliran air, dll.
Dasar Pemetaan 40
MODUL 9
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
PERHITUNGAN LUAS DAN VOLUME
USAKTI
a. Metode segitiga
Dasar Pemetaan 41
B Y C
B
c a A
D
t
E
A b C P Q S R
T X
(a) (b)
Luas =1/2(Ya+Yb)(Xb-Xa)+1/2(Yb+Yc)(Xc-Xb)+1/2(Yc+Yd)(Xd-Xc)
- 1/2(Ye+Yd)(Xd-Xe) - 1/2(Ya+Ye)(Xe-Xa)
Luas =1/2(Ya+Yb)(Xb-Xa)+1/2(Yb+Yc)(Xc-Xb)+1/2(Yc+Yd)(Xd-Xc)
Dasar Pemetaan 42
+ 1/2(Ye+Yd)(Xe-Xd) + 1/2(Ya+Ye)(Xa-Xe)
B
A
2 Luas = (Ya+Yb)(Xb-Xa)+(Yb+Yc)(Xc-Xb)+(Yc+Yd)(Xd-Xc) +
(Ye+Yd)(Xe-Xd)+(Ya+Ye)(Xa-Xe)
= YaXb-YaXa+YbXb-YbXa+YbXc-YbXb+YcXc-
YcXb+YcXd -
YcXc+YdXd-YdXc+YeXe-YeXd+YdXe-YdXd+YaXa -
Dasar Pemetaan 43
YaXe+YeXa-YeXe
= (YaXb+YbXc+YcXd+YdXe+YeXa)
(YbXa+YcXb+YdXc+YeXd+YaXe)
Untuk mempermudah dalam menyusun dan mengingat rumus tersebut,
maka dapat disusun diagram sbb:
a. Trapezoidal rule
Pada gambar dibawah menggambarkan luasan yang dibatasi oleh sisi
poligon dan garis batas yang tidak teratur CD, ofset h1, h2, ..., hn yang berjarak
tetap sebesar d. Luasan terbagi-bagi oleh ofset dalam beberapa bagian yang
dianggap sebagai trapesium.
h1 h2 h3 hn
d d d d
Dasar Pemetaan 44
h1 h2 h h3 h hn
Luas d 2 d ............. n1 d
2 2 2
h1 hn
d( h2 h3 ............... hn1 )
2
Contoh:
Hitung luas daerah seperti tergambar dibawah ini, jika diukur ofsetnya tiap
jarak 5 m:
OFSET h1 h2 h3 h4 h5
3,4 4,4
Luas 10 10,4 12,8 11,2 191m 2
2
b. Simson's rule
Pada gambar di bawah, AB adalah bagian dari sisi poligon, DFC
adalah batas luasan yang dianggap sebagai busur parabola, dan h1, h2, h3,
adalah garis yang tegak lurus sisi poligon ke garis batas dengan jarak tetap
yaitu d.
Luasan antara sisi poligon dan busur sama dengan luas trapesium
ABCD ditambah dengan segmen yang dibentuk busur parabola DFC dan
talibusur CD. Luas segmen dari busur parabola (DFC) sama dengan 2/3 luas
belah-ketupat yang dibentuknya (CDEFG). Dengan demikian luas antara sisi
poligon dan busur batas dengan jarak 2d adalah:
Dasar Pemetaan 45
h1 h3 h h3 2
Luas1, 2 2d h2 1 2d
2 2 3
d
h1 4h2 h3
3
E F G
C
D
h1 h2 h3
d d
A B
Gambar 19. Luasan dengan Simson's rule
d
Luas 3,4 = --- ( h3 + 4h4 + h5 )
3
d
Luas = ---- h1+hn+2(h3+h5+...+h(n-2))+4(h3+h5+...+h(n-1))
3
Contoh:
Pada soal diatas apabila dihitung dengan rumus Simson's akan diperoleh hasil:
Dasar Pemetaan 46
5
Luas = --- 3,2 + 4,4 + 2(12,8) + 4(10,4+11,2) = 199 m2.
3
c. 'Counting square'
Pada garis batas yang tidak teratur bentuknya dibuat garis lurus sebagai garis
pendekatan yang diperkirakan akan memberikan tambahan dan pengurangan
luas yang sama. Pada gambar dibawah, luasan ABCD (CD garis tidak teratur)
didekati luasnya dengan membuat garis lurus EF sebagai 'give and take line',
sehingga luas bidang ABCD dianggap sama dengan luas bidang ABEF.
Perhitungan luas bidang ABEF dapat dilakukan dengan metode segitiga atau
yang lainnya.
Dasar Pemetaan 47
Gambar 20. Metode 'Counting square' dan 'give and take line'
d. Planimeter
L1 + L2 + L3 + ..... + Ln-1 + Ln
Volume = -------------------------------------------. L
n
Metode ini paling tidak teliti dibandingkan dengan metode yang lain.
Jika L1 dan L2 adalah luas dua potongan melintang yang berjarak D, maka
volume diantaranya adalah:
L1 + L2
Dasar Pemetaan 48
V = D. ------------
2
A1+An
V = D ( --------- + A2+ A3 +.....+ An-1 )
2
c. Prismoidal formula
D
V = ---- ( L1 + 4M + L2 )
6
dimana L1 dan L2 adalah luas dua bidang yang berhadapan dan berjarak
D, M adalah luas potongan ditengah.
Dasar Pemetaan 49
- prismoidal correction
Metode ini banyak dipakai pada proyek konstruksi yang memanjang misalnya:
jalan dan saluran. Penampang melintang dibuat tegak lurus sumbu jalan/
saluran, dan pada sumbu atau sejajar sumbu sering pula dibuat penampang
memanjangnya.
Disini diperlukan peta topografi dengan data elevasi yang membentuk segi
empat atau segi tiga, dengan demikian benda yang akan dihitung volumenya
merupakan kumpulan dari beberapa prisma.
Gambar 21.
Dasar Pemetaan 50
Volume setiap prisma sama dengan perkalian antara luas bidang
mendatarnya (segitiga atau segiempat) dengan tinggi rata-rata dari prisma. Ini
secara matematis dapat ditulis sbb:
ha+hb+hc
- volume prisma triangular = L ( -------------- )
3
ha+hb+hc+hd
- volume prisma rektangular = L ( -------------------- )
4
Total volume dihitung dengan memperhatihan:
- cacah segitiga atau segiempat pada setiap titik potong, dan
- tinggi di setiap titik potong.
Berdasarkan rumus diatas maka total volume:
- dengan bentuk dasar prisma persegi empat=
h1 + 2 h2 + 3 h3 + 4 h4
V = L ( -------------------------------- )
4
- dengan bentuk dasar prisma segitiga=
h1 + 2 h2 + 3 h3 + 4 h4 + 5 h5 + 6 h6 + 7 h7 + 8 h8
V = L (------------------------------------------------------------------)
3
Contoh:
Pada gambar tampak daerah yang dibagi dalam 4 kotak dan terdapat 9 titik
sudut (A s/d J). Di setiap titik sudut akan digali dengan kedalaman hn, hitunglah
volume galiannya.
A B C
Dasar Pemetaan 51
10 M
D E F
10 M
G H J
10 M 10 M
Gambar 22.
Jumlah 73,94
Dasar Pemetaan 52
Jumlah (hn x n) = 73,94
73,94
Volume = 15,0 x 12,5 x --------
4
= 3.466 meter3
Dasar Pemetaan 53
Jumlah 111,75
111,75
Volume = 0,5 (15,0 x 12,5) x ------------
3
= 3.492 meter3
L1 + L2
= D ------------ , dimana D adalah interval kontur.
2
190
BENDUNG
Dasar Pemetaan 54
186
182
Contoh:
Berapa volume air waduk yang dibatasi oleh kontur 182 m s/d 190 m, bila data
kontur dan luasnya seperti dibawah ini:
2
V = --- 3150+2(2460+1630+840) + 210
2
= 13,220 m3
b. Dengan 'prismoidal formula':
Dasar Pemetaan 55
4
V = --- 3150+4(2460+840)+2x1630+210
6
= 13,213 m3.
MODUL 10
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
SURVEI KONSTRUKSI
USAKTI
Dasar Pemetaan 56
dalam gambar yang disebut as build drawing. Dalam gambar ini akan tampak
besarnya penyimpangan yang terjadi di lapangan.
Pada bangunan sederhana biasanya tidak diperlukan ketelitian tinggi,
misalnya kesalahan 5 - 10 mm tidak akan menimbulkan persoalan, tetapi untuk
jenis bangunan tertentu seperti pabrik (posisi pondasi mesin), bangunan mewah,
biasanya diperlukan ketelitian tinggi.
Perlengkapan:
1. perlengkapan ukur
a. teodolit
b. level
c. pita ukur/ meteran
d. unting-unting (plumb-bob / lood)
2. perlengkapan pendukung
a. patok kayu (50 mm x 50 mm), panjang patok bervariasi tergantung
kondisi tanahnya dan keperluannya.
b. benang untuk membentuk tanda garis lurus.
c. papan kayu (profile boards/ bouwplank)
d. paku
Dasar Pemetaan 57
c. menggunakan dua garis referensi
d. setting-out busur
e. aspek lain dari plan control
a. Pemindahan titik secara vertikal ke posisi yang lebih tinggi atau lebih
rendah.
Dasar Pemetaan 58
Exavation = earthwork = pekerjaan tanah
lihat bab : perhitungan luas dan volume.
DAFTAR PUSTAKA
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
USAKTI
Dasar Pemetaan 59
9. Parker,Harry, and John W. MacGuire. Simplified Site Engineering for
Architects and Builders. New York: John Willy & Son, Inc., 1954.
10. Roberts, J ack. Construction Surveying, Layout, and Dimention Control.
Delmar Publishers Inc., 1995
MODUL
DASAR DASAR PEMETAAN
Disusun oleh:
Dasar Pemetaan 60
Ir. Heru Pambudi, MS.
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
2008
KATA PENGANTAR
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
USAKTI
Dasar Pemetaan 61
Puji syukur kami kepada Tuhan atas selesainya buku ini dan juga ucapan
terima kasih kami kepada rekan-rekan sejawat dan para asisten yang telah
membantu dalam pelalaksanaan penyusunan buku ini. Buku ini belum seluruhnya
terselesaikan dan masih akan ditambahkan beberapa hal yang masih kurang. Kritik
dan saran akan kami sambut dengan senang hati dan semoga buku ini
bermanfaat.
April 2008
PENYUSUN
Dasar Pemetaan 62
9. Perhitungan luas dan volume
10. Survei konstruksi
DAFTAR ISI
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
USAKTI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISTILAH iv
Modul 1 Pendahuluan 1
Modul 2 Pengetaguan alat ukur tanah 5
Modul 3 Pengukuran jarak dan sudut 9
Modul 4 Sistem koordinat dan penentuan asimut 11
Modul 5 Pengukuran takhimetri 17
Modul 6 Poligon 24
Modul 7 Levelling 30
Modul 8 Pemetaan topografi 34
Modul 9 Perhitungan luas dan volume 40
Dasar Pemetaan 63
Modul 10 Survei konstruksi 55
DAFTAR PUSTAKA 58
LAMPIRAN 59
DAFTAR ISTILAH
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
USAKTI
Dasar Pemetaan 64
DESKRIPSI MATA KULIAH
Jurusan Teknik Sipil FTSP-
USAKTI
Dasar Pemetaan 65
- Survei konstruksi.
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan
Definisi dan lingkup surveying; jenis survei; arti dan jenis peta
2. Pengetahuan peralatan ukur tanah
Teodolit; level, alat pengukur jarak; alat ukur tanah lain
3. Pengukuran jarak dan sudut
Pengertian jarak dan metode pengukuran; pengertian sudut
4. Sistem koordinat dan penentuan asimut
Posisi titik; pengertian arah utara dan asimut; perhitungan dengan koordinat
5. Pengukuran takhimetri
Prinsip takhimetri; rumus takhimetri; pengukuran beda tinggi dengan takhimetri
6. Poligon
Definisi dan maksud pengukuran poligon; macam poligon; persyaratan poligon;
cara pengukuran polygon; perhitungan poligon
7. Levelling
Pengertian dan prinsip levelling; macam dan kegunaan levelling
8. Pemetaan topografi
Datum pemetaan; skala peta dan garis kontur; pembuatan peta topografi;
penggambaran kontur; pengukuran diatas peta; manfaat peta topografi
Dasar Pemetaan 66
9. Perhitungan luas
Luasan yang dibatasi garis lurus; luasan yang tidak teratur bentuknya
10. Survei konstruksi
Setting-out; perlengkapan dan metode; plan control; height control; vertical-
alignment control; exavation control.
Dasar Pemetaan 67