Você está na página 1de 3

Angka Pernikahan Dini Tinggi? Perlukah di Intervensi?

Di dunia, fenomena pernikahan dini masih sering terjadi terutama di negara-negara


berkembang hingga negara-negara kurang berkembang. Data menyebutkan bahwa lebih dari
700 juta perempuan menikah ketika usianya masih anak-anak, dimana satu pertiganya menikah
sebelum usianya genap 15 tahun.1 Di Asia Selatan, terdapat 9,7 juta anak perempuan dan
tercatat 48% diantaranya menikah di bawah umur 18 tahun. Sementara, di Afrika tercatat
sebanyak 42% anak menikah di bawah umur 18 tahun dan di Amerika Latin terdapat 29% anak
yang menikah di bawah umur 18 tahun.2

Di Indonesia sendiri, angka pernikahan dini juga cukup tinggi jika dibandingkan
dengan negara-negara lain. Di Indonesia, tercatat sebanyak datu per enam anak perempuan atau
setara dengan 340,000 anak perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun setiap
tahunnya. Meskipun data menyebutkan bahwa prevalensi pernikahan dini pada anak usia
kurang dari 15 tahun mengalami penurunan, tetapi prevalensi anak yang menikah pada usia 16
dan 17 tahun justru mengalami peningkatan yang terus menerus.1

Salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki angka penikahan dini yang cukup
tinggi adalah Kabupaten Wonosobo. Data yang diperoleh dari Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Kertek, salah satu kecamatan yang ada di Wonosobo, menyebutkan bahwa pada
tahun 2013 jumlah remaja putri yang menikah pada usia dibawah 20 tahun adalah sebesar 273
dari 940 wanita atau sebesar 29,04%.2 Sementara itu, pada tahun 2017 Pengadilan Agama
Wonosobo menyebutkan bahwa angka permohonan dispensasi kawin juga mengalami
peningkatan. Pada triwulan pertama tahun 2017, tercatat sebanyak 50 orang yang mengajukan
permohonan dispensasi kawin. Dari 50 orang yang mengajukan permohonan dispensasi kawin
tersebut sebagian besar berusia antara 13 hingga 15 tahun untuk wanita dan 17 hingga 18 tahun
untuk laki-laki.3

Tingginya angka pernikahan dini di Kabupaten Wonosobo berkaitan erat dengan


kondisi sosioekonomi dan pendidikan warga Wonosobo. Data tahun 2015 menyebutkan bahwa
Kabupaten Wonosobo merupakan kabupaten dengan tingkat pendidikan terendah danjuga
tingkat sosioekonomi yang rendah diantara semua kabupaten dan kota yang ada di Jawa tengah.
Hal ini sangat mendukung tingginya angka pernikahan dini yang ada di Kabupaten Wonosobo.3
Rendahnya kondisi sosioekonomi ini menyebabkan masyarakat memiliki keterbatasan
pendapatan untuk bermain di luar lingkungan sehingga mempengaruhicara pandang mereka
serta mempersempit ruang lingkup pergaulan mereka. Dengan sempitnya cara pandang dan
pergaulan ini kemudian akan menyebabkan kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan
reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya pernikahan dini.2 Sementara, rendahnya tingkat
pendidikan juga mempengaruhi tingginya angka pernikahan dini. Pendidikan yang semakin
tinggi akan mendorong terjadinya penundaan sampai dewasa. Hal ini terjadi karena semakin
tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas cara pandangnya dan pengetahuan mengenai
kesehatan reproduksi juga semakin baik apabila dibandingkan dengan orang yang memiliki
pendidikan yang rendah.1

Selain tingkat sosioekonomi dan pendidikan, lingkungan dan adat istiadat juga
mempengaruhi angka pernikahan dini di Kabupaten Wonosobo. Adanya anggapan bahwa
menikahkan anak perempuan akan meringankan berban orang tua karena biaya hidupnya telah
ditanggung oleh suaminya juga mempengaruhi kejadian pernikahan dini di Wonosobo. Adanya
cara pandang mengenai kedewasaan di masyarakat bahwa kedewadaan seseorang dinilai
melalui sebuah pernikahan juga menyebabkan angka pernikahan dini semakin tinggi.2

Tingginya angka pernikahan dini ini memerlukan intervensi mengingat terdapat


dampak buruk yang disebabkan oleh pernikahan dini. Dari penyebab-penyebab yang telah
disebutkan diatas, penyebab yang dapat diintervensi dan dinilai cukup efektif adalah dengan
meningkatkan tingkat pendidikan yang ada di Kabupaten Wonosobo mengingat tingkat
pendidikan di Kabupaten Wonosobo cukup rendah. Salah satu hal yang dapat pemerintah
lakukan adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan di Wonosobo dan juga
mempermudah akses pendidikan di Wonosobo. Peningkatan kualitas pendidikan seharusnya
tidak hanya dilakukan di pusat kota Wonosobo saja melainkan peningkatan kualitas pendidikan
dan akses pendidikan di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Selain memperbaiki kualitas
da akses pendidikan, pemerintah juga perlu memberikan sosialisasi kepada masyarakat
mengenai dampak-dampak pernikahan dini supaya secara pelan-pelan pemahaman masyarakat
mengenai pernikahan dini dapat berubah.3

Referensi:

1. Badan Pusat Statistik. Kemajuan yang tertunda: Analisis data perkawinan usia anak di
Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2016
2. Yunita A. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pernikahan usia muda pada
remaja putri di Dewa Pagerejo Kabupaten Wonosobo. [internet] 2014 [cited at 2017
Sept 3]. Available from: http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3703.pdf
3. Suara Merdeka. Angka pernikahan dini mengkhawatirkan: Wonosobo dan
Temanggung Tinggi. [internet] 2017 Mar [Cited at 2017 Sept 3]. Available from:
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/angka-pernikahan-dini-mengkhawatirkan/

Você também pode gostar