Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Januarii 2016
Jangan Lakukan
Resusitasi(Do-Not-
Resuscitate/DNR)
0
Panduan
RS TEBET
Jalan Let. Jend. MT. Haryono Kav. 13
Jakarta Selatan 12810, Telp. 021-8307540
1
Tujuan:
Untuk menyediakan suatu proses di mana pasien bisa memilih prosedur yang nyaman dalam
hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti jantung atau henti napas
Definisi:
DNR atau do-not-resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga medis untuk
tidak melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter, perawat, dan tenaga emergensi medis tidak
akan melakukan usaha CPR emergensi bila pernapasan maupun jantung pasien berhenti
CPR atau cardiopulmonary resuscitation adalah suatu prosedur medis yang digunakan untuk
mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernapasan spontan pasien bila seorang pasien
mengalami kegagalan jantung maupun pernapasan. CPR melibatkan ventilasi paru (resusitasi
mulut ke mulut atau mulut ke hidung) dan kompresi dinding dada untuk mempertahankan
perfusi ke jaringan organ vital selama dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan respirasi
dan ritme jantung yang spontan. CPR lanjut melibatkan DC shock, insersi tube untuk membuka
jalan napas, injeksi obat-obatan ke jantung dan untuk kasus-kasus ekstrim pijat jantung
langsung (melibatkan operasi bedah toraks).
Perintah DNR untuk pasien harus tertulis baik di catatan medis pasien maupun di catatan yang
dibawa pasien sehari-hari, di rumah sakit atau keperawatan, atau untuk pasien di rumah.
Perintah DNR di rumah sakit memberitahukan kepada staf medis untuk tidak berusaha
menghidupkan pasien kembali sekalipun terjadi henti jantung. Bila kasusnya terjadi di rumah,
maka perintah DNR berarti bahwa staf medis dan tenaga emergensi tidak boleh melakukan
usaha resusitasi maupun mentransfer pasien ke rumah sakit untuk CPR.
GUIDELINES:
B. Kriteria DNR
1. Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil keputusan,
telah mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien yang dinyatakan tidak kompeten,
keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat, atau wali yang sah yang ditunjuk oleh
pengadilan, atau oleh surrogate decision-maker
2
2. Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan diskusi perihal
DNR dengan pasien/walinya:
a. Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau CPR hanya
menunda proses kematian yang alami
b. Pasien tidak sadar secara permanen
c. Pasien berada pada kondisi terminal
d. Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian dibanding keuntungan jika
resusitasi dilakukan
Penjelasan:
Apakah hak pasien untuk meminta atau menerima pengobatan lainnya dipengaruhi oleh DNR?
Tidak. Perintah DNR hanyalah sebuah keputusan mengenai CPR dan tidak terkait
dengan usaha pengobatan lainnya.
3
Bagaimana pasien memberitahukan keinginannya mengenai DNR?
Seorang pasien dewasa dapat memberikan consent atau persetujuan untuk DNR
secara oral atau tertulis (seperti surat wasiat) kepada seorang dokter dengan setidaknya hadir
dua saksi.
Sebelum memutuskan tentang CPR, pasien harus bicara terlebih dahulu dengan
dokternya tentang kesehatannya secara keseluruhan dan keuntungan serta kerugian dari CPR
terhadap dirinya. Diskusi secara menyeluruh lebih awal akan memastikan bahwa keinginan
pasien sepenuhnya diketahui.
Jika pasien tidak kompeten untuk memutuskan CPR untuk dirinya sendiri, siapa yang akan
memutuskannya?
Pertama, keputusan bahwa pasien tidak kompeten untuk memutuskan CPR bagi
dirinya harus dibuat oleh minimal dua dokter. Dokter harus memberitahukan hasilnya kepada
pasien dan pasien berhak untuk menyatakan keberatan.
Jika seorang pasien sudah dinilai tidak kompeten untuk memutuskan tentang CPR dan
tidak memberitahukan tentang keinginannya sebelumnya, perintah DNR dapat ditulis dengan
consent dari seseorang yang dipilih oleh pasien, oleh anggota keluarga (pasangan hidup, orang
tua, anak, maupun saudara kandung) atau teman terdekat atau orang yang ditunjuk dari
pengadilan secara hukum.
Dalam kasus ini ada dua pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:
Advance Directive: ini adalah dokumen yang memuat keinginan dan keputusan pasien
sekiranya di kemudian hari ia tidak mampu melakukannya. Dokumen ini dapat
berbentuk surat wasiat yang menyebutkan keinginan atau keputusan pasien dengan
jelas, atau berbentuk penunjukan orang lain yang spesifik secara khusus untuk
mengambil keputusan medis atas diri pasien (durable power of attorney for health
care). Ada beberapa kontroversi tentang bagaimana surat wasiat diinterpretasikan.
Dalam beberapa kasus, surat wasiat bisa sudah dibuat jauh hari di masa lalu dan
pandangan pasien sudah banyak berubah. Ada juga kasus di mana pasien berubah
4
pikiran tentang keputusannya mengenai end-of-life ketika mereka benar-benar
menghadapinya. Dalam kasus-kasus seperti ini surat wasiat ditinjau kembali
berdasarkan komunikasi dengan anggota keluarga, teman terdekat, atau tenaga
kesehatan yang memiliki hubungan yang panjang dengan pasien.
Surrogate decision maker: dalam hal ketiadaan dokumen, orang terdekat pasien atau
yang mengenal keinginan pasien dapat membantu. Meskipun pada praktiknya, semua
anggota keluarga dapat dilibatkan dalam diskusi untuk mencapai kesepakatan, secara
hukum dikenal hirarki hubungan untuk menentukan siapa yang akan menjadi wali atas
pasien:
1. Wali yang sah dengan otoritas membuat keputusan medis
2. Individu yang ditunjuk langsung oleh pasien
3. Pasangan hidup pasien
4. Anak pasien yang sudah dewasa
5. Orang tua pasien
6. Saudara kandung pasien yang sudah dewasa
Sebaiknya segala sesuatu yang sudah ditulis dicek kembali oleh dokter atau kuasa hukum
untuk memastikan bahwa apa yang sudah pasien yang tulis dimengerti sebagaimana mestinya
(mencegah pengertian ganda atau ambigu). Setelah semuanya selesai, sebaiknya melakukan
notarisasi jika memungkinkan dan dikopi untuk diserahkan pada keluarga dan dokter.
Dalam keadaan apa seorang anggota keluarga atau teman terdekat dapat mengambil
keputusan tentang DNR?
Anggota keluarga atau teman terdekat dapat memberikan persetujuan atau consent
untuk DNR hanya jika pasien tidak mampu memutuskan bagi dirinya sendiri dan pasien belum
memutuskan/memilih orang lain untuk mengambil keputusan tersebut. Contohnya, dalam
keadaan:
Pasien dalam kondisi sakit terminal
5
Pasien yang tidak sadar secara permanen
CPR tidak akan berhasil (medical futility)
CPR akan menyebabkan kondisi akan menjadi lebih buruk
Ada beberapa keadaan di mana CPR biasanya memberikan 0% kemungkinan sukses, misalnya
pada kondisi klinis di bawah ini:
Persistent vegetative state
Syok septik
Stroke akut
Kanker metastasis (stadium 4)
Pneumonia berat
Siapapun yang mengambil keputusan bagi pasien harus mendasarkan keputusannya pada
keinginan personal pasien, meliputi agama dan keyakinan dan kepercayaan moral pasien. Atau
bila keinginan tidak diketahui, keputusan harus selalu didasarkan pada kepentingan pasien.
Bagaimana bila pasien kehilangan kemampuannya untuk membuat keputusan tentang CPR
dan tidak memiliki seorang pun yang bisa mengambil keputusan untuk dirinya?
Perintah DNR dapat ditulis jika ada dua dokter yang memutuskan bahwa CPR tidak
akan berhasil atau jika pengadilan secara hukum mensahkan DNR terhadap pasien tersebut.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan pada pasien untuk mendiskusikan hal DNR ini terlebih
dahulu dengan dokternya dari awal.
Siapa yang bisa memberikan persetujuan atau consent tentang DNR pada anak?
Orang tua pasien atau wali pasien anak tersebut. Jika seorang anak telah cukup
umurnya untuk mengerti dan memutuskan tentang CPR, maka persetujuan dibuat atas consent
anak yang bersangkutan.
6
Bagaimana bila pasien ditransfer ke tempat perawatan lain?
DNR tetap berlaku sampai dokter yang memeriksa memutuskan lain. Bila hal itu
terjadi, dokter tersebut wajib memberitahukan hal tersebut kepada pasien atau siapapun yang
berwenang memutuskan untuk pasien untuk mendapatkan persetujuan.
Di beberapa negara sudah ada aturan yang mewajibkan pasien mengenakan gelang
tentang keputusannya apakah memilih CPR atau DNR.
pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) harus dimus nahkan.