Você está na página 1de 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epistaksis atau yang sering disebut mimisan adalah suatu perdarahan yang terjadi di
rongga hidung yang dapat terjadi akibat kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena
kelainan yang terjadi di tempat lain dalam tubuh. Bagian dalam hidung yang dilapisi oleh
selaput lendir yang selalu basah banyak mengandung jalinan pembuluh darah, di bagian
depan jalinan pembuluh darah disebut pleksus kiesselbach yang bila pembuluh darah ini
pecah maka terlihat mimisan.
Epistaksis atau mimisan biasanya di alami oleh anak usia TK-SD, merupakan
kejadian yang dapat disebabkan oleh pembuluh darah yang masih tipis dan peka karena suatu
benturan atau trauma akibat mengkorek-korek hidung, bersin yang terlalu kuat, perubahan
cuaca yang ekstrim (panas, kering) dan tekanan udara juga dapat sebagai pemicu terjadinya
mimisan yang dapat terjadi secara sepontan. Faktor lain berupa trauma eksterna karena
suatu benturan ataupun mencium bahan kimia (seperti asam sulfat, bensin, amonia), mukosa
hidung yang kering, masuknya benda asing di rongga hidung, defisiensi vitamin, infeksi akut
(berlangsung singkat) atau infeksi kronis (berlangsung lama) yang terjadi pada hidung.
Epistaksis atau mimisan dibagi atas dua kelompok yaitu : Epistaksis anterior yaitu
perdarahan berasal dari septum (pemisah lubang hidung kiri dan kanan) bagian depan yaitu
dari pleksus kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior, dan epistaksis posterior yaitu
perdarahan berasal dari bagian hidung yang paling dalam yaitu dari arteri sfenopalatina dan
arteri etmoidalis posterior.
Epistaksis itu sendiri bukanlah penyakit tetapi suatu gejala dari adanya kelainan
sehingga pada saat anak dengan kondisi mimisan dan terjadi perdarahan di hidung mungkin
reaksi pertama orang lain yang melihatnya adalah panic dikarenakan perdarahan yang keluar
dari hidung baik dari satu lubang hidung maupun dari kedua lubang hidung penderita. Namun
dengan penanganan yang tepat perdarahan yang terjadi dapat segera teratasi
BAB II
KONSEP TEORI

A. Pengertian
Epistaksis adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau
sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala
suatu kelainan. Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior
(belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung
dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior
umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang asfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari
lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu
jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis
posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
B. Etiologi
Penyebab lokal :
1. Trauma misalnya karna mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di
hidung, trauma pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik
seperti lepra dan sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti
pada penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang
udaranya sangat dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau
busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan
remaja.
Penyebab sistemik :
1. Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3. Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam
tifoid.
4. Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic
telangiectasia).

C. Patofisiologi
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan,
tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman
pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga
terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain
dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris
(maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan
arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis
(fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-
cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri
palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (littles area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua
jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke
tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang).
Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal
perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal
dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari
lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu
jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis
posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang
berhenti spontan.

D. Manifestasi Klinik
1. Pertama adalah menjaga ABC
A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk
menunduk.
B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau
keluarkan darah yang mengalir ke belakang tenggorokan
C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah
tubuh, pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan
sirkulasi.
Posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk
di daerah faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas.
2. Hentikan perdarahan
Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit.
Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk.
Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor
pencetus epistaksis dan hindari.
3. Jika perdarahan berlanjut :
Dapat akibat penekanan yang kurang kuat
Bawa ke fasilitas yang .
Dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-
semprot hidung) ke daerah perdarahan.
Apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia
(perak nitrat) atau pemasangan tampon hidung.

E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul :
Sinusitis
Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
Deformitas (kelainan bentuk) hidung
Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
Kerusakan jaringan hidung
Infeksi

F. Pemeriksaan Penunjang
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk
memperkuat diagnosis epistaksis.
Pemeriksaan darah tepi lengkap.
Fungsi hemostatis
EKG
Tes fungsi hati dan ginjal
Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis,
benda asing dan neoplasma.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal dengan penekanan pada hidung. Bila tidak berhasil
dilakukan pemasangan tampon pada hidung (tampon anterior ataupun posterior),
kauterisasi secara kimia/listrik, pemberian obat antikoagulansia, atau ligasi pembuluh
darah. Keempat tindakan tersebut membutuhkan keahlian medis tertentu.
BAB III
KONSEP ASKEP

A. Pengkajian
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,
2. Riwayat Penyakit sekarang : penyakit yang diderita sekarang
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
Pernah menderita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
8. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
9. Pola nutrisi dan metabolisme :
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
10. Pola istirahat dan tidur
Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.
11. Pola Persepsi dan konsep diri
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri
menurun
12. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilekterus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
13. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Gelisah
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- Anemia

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung
yang rapuh.
2. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan
mukosa hidung.
C. Intervensi Keperawatan
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung
yang rapuh.
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
Monitor keadaan umum pasien
Monitor tanda vital
Monitor jumlah perdarahan psien
Awasi jika terjadi anemia
Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan:
pemberian transfusi, medikasi.
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak
menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
INTERVENSI
Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada. R/ penurunan bunyi
nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan
akumulasi sekret.
Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif. R/ Sputum berdarah
kental atau cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial.
Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi. R/ posisi membantu
memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea. R/ mencegah obstruksi/aspirasi.
Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali
kontraindikasi. R/ Membantu pengenceran sekret.
Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator. R/
mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu
memobilisasi sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik
diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta
pengobatannya.
INTERVENSI
Kaji tingkat kecemasan klien. R/ menentukan tindakan selanjutnya.
Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien. R/ Memudahkan
penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan,
tenang serta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti. R/
Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit
tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
Singkirkan stimulasi yang berlebihan R/ dengan menghilangkan stimulus yang
mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
Observasi tanda-tanda vital. R/ Mengetahui perkembangan klien secara dini.
Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. R/ Obat dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan
mukosa hidung.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
Klien tidak menyeringai kesakitan.
INTERVENSI
Kaji tingkat nyeri klien. R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan
tindakan selanjutnya.
Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya. R/ Dengan sebab
dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk
mengurangi nyeri.
Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi. R/ Klien mengetahui tehnik distraksi
dan relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri.
Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien. R/ Mengetahui keadaan umum
dan perkembangan kondisi klien.
Kolaborasi dngan tim medis. R/ Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri
klien. Yaitu : Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan
hidung.
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi
umum.Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada
usia <10 >50 tahun. Epistaksis yaitu perdarahan dari hidung yang dapat berupa perdarahan
anterior dan perdarahan posterior. Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat
terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis dibagi menjadi 2
yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang).
DAFTAR PUSTAKA

1. Abelson TI. Epistaksis dalam: Scaefer, SD. Rhinology and Sinus Disease
AproblemOriented Aproach. St. Louis, Mosby Inc, 1998: 43 9. 2.
2. Nuty WN, Endang M. Perdarahan hidung dan gangguan penghidu, Epistaksis. Dalam:
Buku ajar ilmu penyakit telinga. hidung tenggorok. Edisi 3. Jakarta, Balai Penerbit FK UI,
1998: 127 31.
LAPORAN PENDAHULUAN
EPISTAKSIS
KMB II

Pembimbing : Musliha,S.Kep
Disusun Oleh : Maria ulfa
Nim : PO 71.20.0.15.3825

JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
TAHUN AJARAN 2017/2018

Você também pode gostar