Você está na página 1de 6

1.

Kasus yang berkaitan dengan kesadaran moral

Kasus 1 : Larang Produk Indomie Masuk Pasar Taiwan

Permasalahan :

Indofood merupakan salah satu perusahaan global asal indonesia yang produk-
produknya banyak di ekspor ke negara-negara lain. Salah satunya adalah produk mi instan
Indomie. Di Taiwan sendiri, persaingan bisnis mie instan sangatlah ketat, disamping
produk-produk mie instan dari negara lain, produk mie instan asal Taiwan pun banyak
membanjiri pasar dalam negeri Taiwan. Harga yang ditawarkan oleh Indomie sekitar Rp
1.500, tidak jauh berbeda dari harga indomie di Indonesia, sedangkan mie instan asal
Taiwan dijual dengan harga mencapai Rp 5.000 per bungkusnya. Disamping harganya yang
murah, indomie juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan produk mie
instan asal Taiwan, yaitu memiliki berbagai varian rasa yang ditawarkan kepada
konsumen. Dan juga banyak TKI/W asal Indonesia yang menjadi konsumen favorit dari
produk Indomie selain karena harganya yang murah juga mereka sudah familiar dengan
produk Indomie. Tentu saja hal itu menjadi batu sandungan bagi produk mi instan asal
Taiwan, produk mereka menjadi kurang diminati karena harganya yang mahal. Pihak
perindustrian Taiwan mengklaim telah melakukan penelitian terhadap produk Indomie, dan
menyatakan bahwa produk tersebut tidak layak konsumsi karena mengandung beberapa
bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan. Hal tersebut dibantah oleh pihak PT.
Indofood selaku produsen Indomie. Mereka menyatakan bahwa produk mereka telah lolos
uji laboratorium dengan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan dan menyatakan bahwa
produk indomie telah diterima dengan baik oleh konsumen Indonesia selama berpuluh-puluh
tahun lamanya. Dengan melalui serangkaian tes baik itu badan kesehatan nasional maupun
internasional yang sudah memiliki standarisasi tersendiri terhadap penggunaan bahan kimia
dalam makanan, indomie dinyatakan lulus uji kelayakan untuk dikonsumsi. Dari fakta
tersebut, penarikan produk Indomie dari pasar dalam negeri Taiwan disinyalir karena
persaingan bisnis semata, yang mereka anggap merugikan produsen lokal. Yang menjadi
pertanyaan adalah mengapa tidak sedari dulu produk indomie dibahas oleh pemerintah
Taiwan, atau pemerintah melarang produk Indomie masuk pasar Taiwan?
Melainkan mengklaim produk Indomie berbahaya untuk dikonsumsi pada saat produk
tersebut sudah menjadi produk yang diminati di Taiwan. Dari kasus tersebut dapat dilihat
bahwa ada persaingan bisnis yang telah melanggar etika dalam berbisnis.

Saran :

Bagi setiap perusahaan yang menjalankana suatu usaha atau bisnis diharapkan
menerapkan suatu etika dalam perusahaannya. Karena untuk membentuk suatu perusahaan
yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan
nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai
dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung
oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara
konsisten dan konsekwen. Jangan menganggap remeh suatu etika bisnis itu karena etika
tersebut sangat penting bagi kemajuan perusahaan itu sendiri. Tanpa adanya suatu etika
dalam bisnis mungkin perusahaan tidak akan bertahan lama karena akan menghancurkan
nama baik perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu wajib bagi semua perusahaan untuk
menerapkan suatu etika bisnis dalam perusahaannya. Perusahaan yang menjunjung tinggi
nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang
tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis misalnya
diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Perusahaan yang menjalankan
ushanya dengan didukung suatu etika bisnis akan lebih berkembang dari pada perusahaan
yang tidak memiliki suatu etika berbisnis apa-apa. Oleh karena itu suatu etika berbisnis
sangat penting dalam menjalankan suatu usaha.

Kasus 2 : BPOM Sita Kosmetik Ilegal Mengandung Obat Terlarang

Permasalahan :

Bahan kosmetik yang disita BPOM Semarang di Purwokerto, Rabu (15/5),


diperkirakan mengandung obat terlarang. Kepala BPOM Semarang menyebutkan hasil uji
laboratorium krim kecantikan yang disita dari satu satu rumah produksi di Kompleks
Perumahan Permata hijau, memang masih belum selesai, tapi dari daftar bahan baku yang
sudah disita, kosmetik tersebut diperkirakan mengandung berbagai jenis obat-obat keras
yang peredarannya sangat dibatasi. Bahan baku yang dipergunakan sebagai bahan baku krim
tersebut, antara lain berupa Bahan Kimia Obat (BKO) seperti obat-obatan jenis antibiotik,
deksametason, hingga hidrokuinon. Di masa lalu zat aktif hidrokuinin ini memang banyak
digunakan untuk bahan baku krim pemutih atau pencerah hulit. Namun setelah banyak kasus
warga yang mengeluh terjadinya iritasi dan rasa terbakar pada kulit akibat pemakaian zat
hidrokuinon dalam krim pemutih ini, maka penggunaan hidrokuinon dibatasi. Petugas
BPOM sebelumnya menyita ribuan kemasan krim pemutih kulit di salah satu rumah di
perumahan Permata Hijau yang merupakan komplek perumahan elite di Kota Purwokerto.
Di rumah yang diduga menjadi rumah tempat pembuatan krim kosmetik, petugas dari
BPOM juga menemukan berbagai bahan baku pembuatan krim. Penggerebekan rumah
produksi krim kecantikan itu, dilakukan karena rumah produksi tersebut belum memiliki izin
produksi dari BPOM. Sementara penggunaan bahan baku kosmetik harus mendapat
pengawasan ketat, karena penggunaan bahan baku yang tidak semestinya bisa
membahayakan konsumen. Penggerebekan dilakukan, setelah petugas BPOM mendapat
banyak keluhan dari konsumen yang mengaku kulitnya terasa terbakar dan mengalami iritasi
setelah menggunakan krim yang dibeli dari salon kecantikan. Setelah dilakukan pengusutan,
ternyata krim tersebut diperoleh dari rumah produksi di Purwokerto.

Saran :

Pertama, untuk bisa bertahan, sebuah bisnis harus mendapatkan keuntungan.


Jika keuntungan dicapai melalui perbuatan yang kurang terpuji, keberlangsungan perusahaan
bisa terancam. Banyak perusahaan terkenal telah mencoreng reputasi mereka sendiri dengan
skandal dan kebohongan. Kedua, sebuah bisnis harus dapat menciptakan keseimbangan
antara ambisi untuk mendapatkan laba dan kebutuhan serta tuntutan masyarakat sekitarnya.
Memelihara keseimbangan seperti ini sering membutuhkan kompromi atau bahkan
barter. Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sanksi. Kalau semua tingkah
laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah
ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu, bila ada yang melanggar aturan diberikan sanksi
untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan. Ketiga, menyadarkan masyarakat,
khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakat luas pemilik aset umum
semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar
oleh praktik bisnis siapapun juga. Pada tingkat ini, etika bisnis berfungsi menggugah
masyarakat bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi
terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut.

2. Kasus yang berkaitan dengan pro dan kontra etika dalam bisnis

Kasus 1 : Mobil yang (Tidak) Murah

Permasalahan :

Kebijakan mobil murah bisa mendorong lapangan kerja baru dan pertumbuhan
ekonomi. Namun, dampaknya pada kemacetan, konsumsi bensin, dan pengurangan pajak
pun dapat mengganggu perekonomian. Dari sisi ekonomi, konsep Low Cost Green Car
(LCGC) adalah mobil yang diproduksi untuk sejumlah alasan positif. Pertama, kehadirannya
akan menciptakan permintaan baru serta mendorong pertumbuhan pasar otomotif domestik
karena akan semakin banyak orang yang mampu membeli mobil. Kedua, kehadiran LCGC
akan mendorong pabrikan mobil untuk lebih agresif berinvestasi di Indonesia. Dan ketiga,
manfaat investasi tersebut akan menciptakan lapangan kerja baru sehingga mendorong
peningkatan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Namun, semua
penghitungan pemerintah itu tidak serta-merta mendapatkan dukungan utuh. Sejumlah
kalangan, mulai dari LSM, akademisi, hingga sebagian birokrat menyuarakan kekhawatiran
sisi buruk keberadaan mobil murah. Dampak kemacetan, potensi peningkatan konsumsi
bahan bakar minyak, dan pengurangan insentif pajak mobil akhirnya menjadi ancaman yang
harus ditanggung masyarakat luas. Saat ini saja, kerugian akibat kemacetan di Jakarta rata-
rata sudah mencapai Rp 35 triliun per tahun berdasarkan kajian Pusat Studi Transportasi dan
Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada. Kerugian itu terdiri dari biaya bensin yang
terbuang sia-sia senilai Rp 12 triliun per tahun dan biaya operasional kendaraan Rp 23 triliun
per tahun. Kerugian tersebut ditanggung oleh 2,5 juta mobil pribadi yang tercatat di Jakarta.
Artinya, setiap mobil di Jakarta rata-rata menanggung kerugian biaya bensin Rp 4,8 juta
setahun dan biaya operasional kendaraan dalam setahun Rp 9,2 juta. Dengan pertambahan
mobil baru rata-rata 151.000 unit setiap tahun, termasuk hadirnya 3.000 unit mobil murah,
kerugian akibat kemacetan tentu akan bertambah. Jika separuh saja dari 151.000 mobil baru
itu beroperasi, dalam setahun akan ada tambahan kerugian Rp 1,4 triliun akibat dampak
kemacetan. Konsumsi bensin pun akan meningkat akibat bertambahnya mobil baru. Jika
mobil baru di Jakarta bertambah 151.000 unit saja, dibutuhkan konsumsi bahan bakar fosil
hingga 0,6 juta kiloliter atau setara Rp 3,7 triliun. Secara keseluruhan, biaya kemacetan,
konsumsi bensin dan pengurangan pajak tersebut mencapai Rp 40,2 triliun. Nilai kerugian
ini mencapai 56 persen dari total komitmen investasi senilai Rp 72 triliun yang diperkirakan
pemerintah akan masuk ke sektor otomotif. Seandainya dampak buruk dari pertambahan
kendaraan di Jakarta bisa ditekan separuh saja, manfaatnya sudah cukup besar untuk
mendukung anggaran pemerintah pusat. Hilangnya nilai kerugian Rp 20 triliun saja berarti
setara dengan 10 persen belanja modal anggaran pemerintah 2014 (Rp 205,8 triliun), 17
persen dari total pembayaran utang pemerintah (Rp 119,5 triliun) dan setara 75 persen
belanja bantuan sosial (Rp 26,6 triliun). Bisa dibayangkan, berapa tambahan
amunisi pendapatan negara jika salah satu pos anggaran pemerintah pusat ini mendapat
dukungan dari kumpulan rupiah biaya kemacetan tersebut. Sebaliknya, bisa ditebak juga
beban kerugian yang akan muncul dengan semakin banyaknya mobil pribadi meskipun
tercipta lapangan kerja baru.
Saran :
Mobil mahal ber CC besar boros energi itu yang seharusnya di-rem, biarkan mobil
murah hemat energi melaju, kemacetan dan segala macamnya itu tetap ada walaupun tanpa
mobil murah. Dalam segala sisi LCGC itu perlu di Indonesia karena benar sebelum pasar
bebas menyerang kita maka kita harus menyerang terlebih dahulu agar kita tidak hanya jadi
konsumen tetapi kita juga harus jadi produsen dan pemain di pasar bebas disinyalir
Thailand, Filipina dan Vietnam akan seperti itu. Selain itu, lebih baik baik di jaman modern
saat ini, Pemerintah Departemen Keuangan, Perhubungan, Pekerjaan Umum, BUMN /
BUMD dan Perindustrian membantu memfasilitasi baik dalam biaya maupun prasarana /
sarana transportasi umum terpadu sehingga dengan sistem tiketing kartu yang mudah di
dapat, relatif murah bagi pelanggan mingguan, bulanan tahunan akan mengurangi kemacetan
lalu lintas karena migrasi pengguna mobil pribadi ke transportasi umum yang diharapkan
aman, nyaman dan tepat waktu. Namun, sepertinya kebijakan pemerintah yang selama ini
diterapkan hanya sebatas wacana saja, seharusnya pemerintah lebih tegas dalam menentukan
mana yang akan digarap terlebih dahulu, apakah mobil murah atau pangan, sandang, dan
papan murah.
Kasus 2 : Terlalu Murah, SIM Card akan Dijual Minimal Rp 100 Ribu

Permasalahan :

Persaingan antar provider telekomunikasi membuat harga SIM card sengaja


dimurahkan agar menarik perhatian pelanggan. SIM Card atau kartu perdana yang sering
kita jumpai di pasaran biasanya dijual dengan harga terendah Rp 2.000 bahkan ada yang Rp
1.000 dapat 3 akan mengalami lonjakan harga menjadi Rp 100 ribu. Alasan harga kartu
perdana dinaikkan menjadi Rp 100 ribu dikarenakan selama ini harga kartu perdana dijual
dengan harga paling murah sehingga banyak orang yang iseng mengganggu dengan
mengganti kartu perdananya. Langkah tersebut juga dilakukan agar tingkat kehangusan
nomor karena pelanggan tidak aktif semakin menurun. Namun langkah tersebut baru sebatas
wacana saja karena kebijakan itu belum diuji publik dan masih dalam tahap
proses. Mudahnya berganti kartu perdana sering kali dimanfaatkan untuk kejahatan,
misalnya saja, dengan harga SIM card yang murah, seorang pelaku kejahatan bisa dengan
leluasa berganti-ganti nomor telepon, dan melakukan spaming sms dengan
mengatasnamakan keluarga minta ditransfer sejumlah uang. Setiap penyelenggara akan
diberikan kewajiban untuk tidak menjual lebih dari lima nomor kartu perdana untuk satu
calon pengguna. Nomor yang sudah tidak aktif selama dua bulan secara terus menerus wajib
untuk di nonaktifkan dan didaur-ulang.
Saran :
Sebaiknya, harga Sim Card tidak dinaikkan secara drastis, mengingat keadaan
ekonomi di masyarakat tidak stabil. Lebih baik penggunaan Sim Card lebih ditertibkan lagi,
khususnya untuk para spammers jera. Akan lebih bijak jika dibuat sebuah wadah yang
menampung laporan-laporan tentang para spammers ini dari para pengguna kartu layanan,
sehingga lebih tepat jika ada penyalahgunaan maka yang ditindak adalah oknumnya bukan
pengguna biasa yang tidak ada hubungannya. Selain itu, untuk meminimalisasi kejahatan
perlu dilakukan registrasi nomor ponsel dengan mencantumkan identitas pemilik ponsel
tersebut.

Você também pode gostar