Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh:
ANGELIN PUTRI GOZALI
130100379
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
HUBUNGAN ADEKUASI HEMODIALISIS REGULER
DENGAN FUNGSI KOGNITIF PASIEN DI RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
ANGELIN PUTRI GOZALI
130100379
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
i
ii
ABSTRAK
ABSTRACT
Chronic kidney disease is considered as one of the priority diseases in
public health. Cognitive function degression is one of the impacts from chronic
kidney disease. Hemodialysis is usually the most common used therapy to treat
this disease. In practicing hemodialysis, hemodialysis adequacy needs to be
assessed in order for patients to have adequate results. These adequate results are
important since hemodialysis adequacy have impacts on the patients cognitive
functions.
This research aims to discover relationship between hemodialysis
adequacy and cognitive function of patient with regular hemodialysis at RSUP
Haji Adam Malik Medan. This research was done by using cross sectional study
method. The research sample is taken from the regular hemodialysis patients by
consecutive sampling. Respondents with histories of hemodialysis practices for
more or within 3 months will have their hemodialysis adequacies observed and
their cognitive functions tested with Mini Mental State Examination (MMSE). The
collected data will be examined with bivariate analysis method using Chi Square
test in SPSS.
Based on the collected data, 70 respondents had adequate hemodialysis
adequacies, with 41 respondents (58,6%) had normal cognitive functions, while
29 others (41,4%) had impaired cognitive functions.On the other hand, there are
23 respondents who did not have adequate hemodialysis adequacy, with 11
respondents (47,8 %) had normal cognitive function, while the other 12
respondents (52,2 %) had impaired cognitive function. Using Chi Square test, the
analysis obtained a p-value of 0,368. Therefore, the result of this research was
considered as not significant and it was concluded that there is no correlation
between hemodialysis adequacy and cognitive function in regular hemodialysis
patients.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis hasil penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memaparkan
landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang akan
dilaksanakan. Penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul Hubungan
Adekuasi Hemodialisis dengan Fungsi Kognitif Pasien Hemodialisis Reguler di
RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2016.
Pada kesempatan kali ini, penulis banyak menerima bantuan dari
berbagai pihak di dalam proses menyelesaikan karya tulis hasil penelitian ini.
Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin untuk
mengadakan penelitian, sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini.
3. dr.Bayu Rusfandi Nasution,M.Ked(PD),Sp.PD selaku dosen pembimbing
I yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis
sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. dr.VandaVirgayanti,M.Ked(Oph),Sp.M selaku dosen pembimbing II
yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga
karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Prof. dr. Bidasari Lubis, Sp.A(K), selaku Dosen Penguji I yang telah
memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam
penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.
v
6. dr. Tri Widyawati, M.Si, Ph.D. selaku Dosen Penguji II yang telah
memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam
penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.
7. Bapak/Ibu Pengurus dan suster bagian hemodialisis Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah membantu kelancaran dan
terlaksananya penelitian ini.
8. Seluruh responden yang telah banyak berjasa secara sukarela
meluangkan waktunya mengikuti tes dan proses pengambilan data
sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
9. Keluarga penulis, Ayahanda Drs. Mansyur Gozali, Ibunda Dra. Ermi,
Kakak Carolina Gozali, S.I.Kom, Abang da Purwanto Gozali, S.E dan
Abang da Putranto Gozali yang telah mendukung dan mendoakan serta
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis
dan pendidikan.
10. Rekan-rekan mahasiswa FK USU stambuk 2013 yang telah memberi
saran, kritik, dukungan moril dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR SINGKATAN
BP : Blood Pressure
TIA : Transient Ischemic Attack
CHF : Congestive Heart Failure
CI : Cognitive Impairment
PTH : Parathyroid Hormone
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
MMSE : Mini Mental State Examinantion
SPSS : Statistical Product and Service Solution
APM : Angka Partisipasi Murni
RP : Rasio Prevalensi
IK : Interval Kepercayaan
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Bidang Kesehatan
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit yang merupakan
prioritas kesehatan publik di seluruh dunia, karena 10% dari populasi dunia
memiliki penyakit ginjal kronik, dan jutaan orang meninggal setiap tahunnya,
karena mereka tidak memiliki akses terhadap pengobatan yang terjangkau.1
Berdasarkan data The Global Burden of Disease Study 2013 diperkirakan pada
tahun 2013 sebanyak 956.200 kematian di seluruh dunia disebabkan oleh PGK,
yang merupakan peningkatan sebesar 134,6% dari tahun 1990, dan PGK
menduduki peringkat ke 19 sebagai penyebab kematian pada tahun 2013.2
Berdasarkan hasil penelitian di Amerika Serikat (AS), jumlah orang dewasa
berusia 30 tahun atau lebih yang memiliki PGK diperkirakan akan meningkat dari
13,2%, menjadi 14,4% pada tahun 2020 dan menjadi 16,7% pada tahun 2030.3
Prevalensi gagal ginjal kronik berdasarkan hasil diagnosis dokter di Indonesia
menurut data Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 sebesar
0,2% dan prevalensi gagal ginjal kronik di Sumatera utara sebesar 0,2%.
Prevalensi tersebut meningkat dengan bertambahnya umur, tertinggi pada
4
kelompok umur 75 tahun yaitu sebesar 0,6%. Berdasarkan hasil survei awal
peneliti jumlah pasien yang menderita gagal ginjal kronik di RSUP Haji Adam
Malik Medan pada tahun 2016 sebanyak 330 orang.
Pasien PGK membutuhkan terapi pengganti ginjal (dialisis atau
transplantasi ginjal) seumur hidup mereka, sehingga dapat membebani anggaran
kesehatan. Di Amerika Serikat, pengobatan penyakit ginjal kronik kemungkinan
melebihi $ 48 milyar per tahun. Program penyakit gagal ginjal stadium akhir atau
End Stage Renal Disease (ESRD) mengonsumsi 6,7% dari total anggaran
kesehatan dan hanya dapat menjangkau populasi kurang dari 1%.1
Ketika hemodialisis (HD) diperkenalkan pertama kali sebagai pengobatan
yang efektif pada tahun 1943, prognosis pasien dengan gagal ginjal berubah dari
1
2
yang hanya menunggu kematian, menjadi adanya kemungkinan bagi pasien untuk
dapat bertahan hidup dengan waktu yang tidak pasti.5 Berdasarkan data dari 7th
Report of Indonesian Renal Registry (IRR) jumlah pasien yang menjalani
hemodialisis pada tahun 2014 sebanyak 17.193 pasien baru dan 11.689 pasien
aktif. Di Sumatera Utara pasien baru yang menjalani hemodialisis terdapat 628
pasien dan pasien yang aktif terdapat 329 pasien.6
Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak
digunakan di Indonesia. Dalam proses hemodialisis perlu ditentukan adekuasi
hemodialisis untuk mencapai kecukupan dosis hemodialisis, sehingga pasien
gagal ginjal mendapatkan hasil yang adekuat ketika menjalani hemodialisis.7
Adekuasi hemodialisis diukur secara kuantitatif dengan menghitung Kt/V atau
Urea Reduction Rate (URR). Tidak adekuatnya tindakan hemodialisis dapat
meningkatkan kejadian morbiditas dan mortalitas pada pasien. Morbiditas yang
meningkat, seperti peningkatan hospitalisasi pada pasien.8
Pada pasien dengan gagal ginjal, ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik,
sehingga terjadi penumpukan racun uremik. Efek dari racun uremik secara
langsung berkontribusi terhadap penurunan fungsi kogntif.9 Faktor risiko pasien
penyakit ginjal kronik seperti hipertensi, diabetes mellitus dan komplikasi
penyakit ginjal kronik seperti anemia dapat berkontribusi terhadap penurunan
fungsi kognitif.10 Tindakan hemodialisis dapat meningkatkan ataupun
menurunkan fungsi kognitif. Berdasarkan penelitian Madan et al. yang
mempertahankan adekuasi hemodialisis URR 70% mengambil kesimpulan
bahwa pembuangan racun uremik dengan proses hemodialisis dapat
meningkatkan proses kognitif.11 Terapi hemodialisis menginduksi cerebral
ischemia dan insidensi stroke yang tinggi saat hemodialisis dapat mempengaruhi
penurunan fungsi kognitif. Berdasarkan penelitian Murray et al. dari 181 pasien
dengan dosis Kt/V > 1,2 terdapat 40,9% pasien mengalami gangguan fungsi
kognitif berat.12
Pasien dengan fungsi kognitif yang terganggu dapat mempengaruhi
kemampuan pasien hemodialisis dalam mematuhi jadwal dialisis, tingkat
pengertian pasien dalam perawatan, penggunaan obat-obatan, pembatasan cairan,
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.1 Kriteria penyakit ginjal kronik berdasarkan Nationaly Kidney Foundation
(K/DOQI).17
Kriteria
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, yang didefinisikan
dengan kelainan struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus, dengan manifestasi :
Kelainan patologis; atau
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes
pencintraan
2. Laju filtrasi glomerulus <60 mL/min/1,73 m2 selama lebih dari 3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal
5
6
terjadi akumulasi racun, cairan dan elektrolit yang biasanya diekskresi secara
normal oleh ginjal, akumulasi ini menyebabkan sindrom uremik.16
2.1.2. Etiologi
Tabel 2.2 Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun
2014.6
Penyebab Insiden
Penyakit Ginjal Hipertensi 37 %
Nefropati Diabetika 27%
Glomerulopati Primer (GNC) 10%
Sebab Lain 7%
Nefropati Obstruksi 7%
Pielonefritis Kronik (PNC) 7%
Tidak Diketahui 2%
Nefropati Lupus (SLE) 1%
Ginjal Polikistik 1%
Nefropati Asam Urat 1%
2.1.3. Klasifikasi
Tabel 2.3 Klasifikasi Prognosis Penyakit Ginjal Kronik berdasarkan LFG dan
Albuminuria menurut Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO).19
A1 A2 A3
G1 Normal atau 90
Laju Filtrasi Glomerulus (mL/mnt/1,73m2) deskripsi dan
tinggi
G2 Kekurangan 60 89
ringan
G3a Kekurangan 45 59
ringan
sampai
nilai
sedang
G3b Kekurangan 30 44
sedang
sampai berat
G4 Kekurangan 15 29
berat
Hijau : risiko rendah (jika tidak terdapat tanda penyakit ginjal, tidak PGK) ;
Kuning : risiko meningkat ; Jingga = risiko tinggi ; Merah = risiko sangat
tinggi
8
Membran
basal
Podosit Sclerosis
Ateriol bertambah
besar
2.1.6. Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal, yang dapat dilihat
pada tabel 2.4.18
Tabel 2.4 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik.18
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt) Komplikasi
1 Kerusakan ginjal dengan 90 -
LFG normal
2 Kerusakan ginjal dengan 60 89 Tekanan darah mulai
penurunan LFG ringan meningkat
3 Penurunan LFG sedang 30 59 Hiperfosfatemia,
hipokalsemia,
hiperparatiroid,
hipertensi,
hiperhomosistinemia
4 Penurunan LFG berat 15 29 Malnutrisi, asisdosis
metabolik, cenderung
hiperkalemia,
dislipidemia
5 Gagal ginjal < 15 Gagal jantung, uremia
a. Penyakit jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas
pada pasien penyakit ginjal kronik. Penyakit jantung terutama gagal
jantung, sudden cardiac death, cardiomyopathy, ischemic heart
disease, dan stroke. Penyakit jantung disebabkan oleh beberapa faktor
risiko, yaitu: hipertensi, dislipidemia, merokok, aktivitas berlebihan
dari simpatis, peningkatan abnormal volume plasma dalam tubuh,
anemia, hiperfosfatemia, hiperparatiroid, dan inflamasi. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan perfusi, struktur jantung dan fungsi jantung.
16,21,22
11
b. Anemia
Anemia terjadi saat kadar Hb 10 g% atau hematokrit 30%.
Penurunan kadar Hb terjadi akibat proses penyakit ginjal kronik, yang
menyebabkan defisiensi produksi eritropoetion (EPO) oleh ginjal,
berkuranganya masa hidup eritrosit, meningkatnya kehilangan darah
(pendarahan sistem pencernaan, darah yang hilang saat hemodialisis
dan disfungsi trombosit), gangguan absorpsi besi, defisiensi nutrisi
seperti asam folat dan vitamin B12. Anemia dapat menyebabkan
berkurangnya penghantaran oksigen, meningkatkan cardiac output,
dilatasi ventrikel dan hipertrofi ventrikel. Gejala yang dapat muncul
yaitu kelelahan, berkurangnya aktivitas fisik, gagal jantung, dan
gangguan kognitif. 16,18,22
c. Malnutrisi
Malnutrisi khususnya terjadi kekurangan kalori dan protein pada pasien
PGK. Faktor penyebab terjadinya malnutrisi, karena meningkatnya
kebutuhan protein dan energi, menurunnya cakupan energi dan protein
yang dikonsumsi, hilangnya asam amino di dialisat, dan asidosis
metabolik serta aktivasi sitokin dapat meningkatkan katabolisme
protein.16,18
d. Gangguan kulit
Gatal-gatal (Pruritus) merupakan gangguan kulit yang umum dijumpai
pada pasien penyakit ginjal kronik. Penyebab gatal-gatal pada kulit
disebabkan oleh karena retensi sisa nitrogen, hiperkalsemia,
hiperfosfatemia, meningkatnya produk kaslium x fosfat. Pada PGK
tahap lanjut, walaupun pasien menjalani terapi dialisis, dapat terjadi
pigmentasi yang berlebihan, penyebabnya adalah deposisi pigmen
urochrome, dimana pada ginjal yang sehat dapat dibuang.16,23
e. Osteodistrofi renal
Penyakit tulang dapat diklasifikasi menjadi penggantian tulang yang
cepat dengan peningkatan tingkat PTH (termasuk osteitis fibrosa
12
2.2. Hemodialisis
2.2.1. Definisi
Hemodialisis adalah proses untuk memisahkan makromolekul dari ion dan
senyawa berberat molekul rendah di dalam larutan dengan memanfaatkan
perbedaan tingkat difusinya melalui membran semipermeabel.22 Terapi
hemodialisis dilakukan pada pasien dengan gangguan ginjal akut yang memerlukan
terapi dialisis ataupun pasien gagal ginjal yang membutuhkan terapi hemodialisis
secara permanen.18
2.2.2. Indikasi hemodialisis
Indikasi pelaksanaan hemodialisis pada gagal ginjal bervariasi diantara
dokter. Secara umum indikasi untuk hemodialisis adalah: Indikasi hemodialisis
dapat dibagi menjadi dua, yaitu hemodialisis emergency atau hemodialisis segera
dan hemodialisis kronik.
1. Indikasi hemodialisis emergency atau hemodialisis segera antara lain :
a. kegawatan ginjal : keadaan uremik berat, overdehidrasi, oligouria,
anuria, hiperkalemia, asidosis berat, uremia, encephalopaty
uremikum, neuropati / miopati uremikum, perikarditis uremikum,
disnatremia berat, hipertermia.
b. Keracunan akut (alcohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran
dialisis.24
2. Indikasi hemodialisis kronik antara lain : LFG dibawah 10
mL/mnt/1,73 m2, gejala uremia meliputi ; lethargy, anoreksia, nausea,
mual, dan muntah, adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot,
hipertensi tak terkontrol dan adanya kelebihan cairan, komplokasi
metabolik yang refrakter, hiperkalemia yang tidak responsif terhadap
tindakan konsevatif, ekspansi volume ekstraseluler yang tetap walaupun
13
2. Kram otot
Interdialytic muscle cramping, biasa terjadi pada akhir hemodialisis
dimana saat cairan elektrolit secara cepat meninggalkan cairan
ekstraseluler. Penyebab kram otot masih belum jelas. Beberapa
pencetus yang dihubungkan terjadinya kram otot adalah berkurangnya
perfusi darah ke otot, karena volume cairan yang hilang berlebih (>10-
12 ml/kg/jam).16,26
3. Sindrom Disequilibrium
Kumpulan gejala pada sindrom disequilibrium ditandai dengan mual,
muntah, sakit kepala, lemas, dan penurunan kesadaran. Sindrom
disequilibrium terjadi oleh karena pergeseran cairan serebral, umumnya
terjadi apabila kadar ureum di dalam darah > 150 mg/dL. 21,26
4. Reaksi anafilaktoid
Terjadi pada pasien terutama pada pemakaian pertama dialiser.
Biasanya terjadi pada membran bioikompatibel yang mengandung
selulosa.16
2.3. Adekuasi Hemodialisis
2.3.1. Definisi
Adekuasi hemodialisis merupakan kecukupan dosis hemodialisis yang
direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis.7
2.3.2. Tujuan
Masalah utama dalam pengelolaan pasien yang menjalani perawatan
hemodialisis adalah penilaian adekuasi hemodialisis. Apabila hanya menilai
nitrogen urea darah (BUN) tidak cukup, karena BUN yang rendah dapat
mencerminkan nutrisi yang tidak memadai daripada pembuangan urea yang cukup.
Dan pemantauan gejala pasien saja tidak cukup, karena proeses dialisis dengan
pemberian erythropoietin untuk memperbaiki anemia dapat menghilangkan gejala
uremik meskipun pasien dapat dalam kondisi underdialyzed. Dengan demikian,
gejala, gizi pasien dan kelangsungan hidup pasien dicerminkan dengan adekuasi
hemodialisis.28 Adekuasi hemodialisis bertujuan untuk dapat memindahkan secara
17
adekuat akumulasi produk metabolik dan air serta menjaga keseimbangan elektrolit.
Berdasarkan penelitian sebelumnya didapati hubungan yang kuat antara tidak
adekuatnya adekuasi hemodialisis dengan morbiditas.8
2.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi adekuasi hemodialisis
Untuk mencapai adekuasi hemodialisis maka harus memperhatikan hal-hal
berikut :
a Frekuensi dan lama dialisis
Berdasarkan K/DOQI HD Adequacy Guidelines 2015 disarankan
pasien dengan penyakit gagal ginjal stadium akhir (ESRD) untuk
melaksananakan hemodialisis di rumah sakit atau pusat dialisis
dengan frekuensi HD yang singkat yaitu pada siang hari, durasi
dialisis kurang dari 3 jam/sesi dan 5-7 kali seminggu, sebagai
alternatif untuk hemodialisis konvensional yang dilaksanakan pada
siang hari, durasi dialisis 3-5 jam/sesi dan 3-4 kali seminggu.4
Semakin panjang durasi atau waktu sesi hemodialisis akan semakin
mengoptimalkan bersihan ureum sehingga adekuasi dapat tercapai.7
b Aliran darah (Blood flow)
Laju aliran darah dapat berkisar 250-500 mL / menit, tergantung pada
jenis dan integritas akses vaskular.16 Pada umumnya kecepatan aliran
darah rata-rata paling tidak 4 kali berat badan dalam kilogram.29
Berdasarkan data penelitian Bouzou et al. mengkonfirmasi bahwa
peningkatan laju aliran darah sebesar 25% efektif dalam
meningkatkan adekuasi dialisis pada pasien HD. Peningkatan aliran
darah 100% dari 200 mL/menit menjadi 400 mL/menit dapat
meningkatkan pembersihan urea darah menjadi 33%. Namun, harus
diperhatikan faktor-faktor seperti toleransi pasien, status
hemodinamik, penggunaan filter yang cocok sesuai dengan berat
badan pasien, dan laju aliran darah yang tepat.30
18
Keterangan :
K = Klirens dialiser yaitu darah yang melewati membrane dialiser dalam mL/menit
Ln = Logaritma natural
R = Ureum sesudah dialisis
Ureum sebelum dialisis
t = Lama dialisis (jam)
V = volume cairan tubuh dalam liter ( laki-laki 65% berat badan dan wanita 55%
berat badan)
hemodialisis dapat juga dibagi menjadi dua kategori, yaitu: vaskular dan non-
vaskular, yang dapat dilihat pada tabel 2.5.13
Tabel 2.5 Pengelompokkan Faktor Risiko Berdasarkan Vaskular dan Non-Vaskular
yang Berpotensi Menyebabkan Gangguan Fungsi Kognitif pada Pasien
Hemodialisis.13
Faktor Risiko Vaskular Faktor Risiko Non-Vaskular
Usia lebih tua Anemia
Hipertensi Defisinesi eritropoetion
Dislipidemia Hormon paratiroid (PTH)
Diabetes Toksisitas alumunium
Merokok Gangguan psikiatrik
Hyperhomocysteinemia Faktor psikososial
Inflamasi Polypharmacy
Stres oksidatif Gangguan tidur
CA1 di hippocampal tikus; efek ini mungkin berkontribusi terhadap gejala fungsi
kognitif yang timbul pada uremic encephalopathy. Pada pasien uremic
encephalopathy oksidatif stress ikut terlibat dalam mekanisme inhibisi dari
kreatinin kinase di korteks prefrontal, korteks serebral dan hippocampus pada
penelitian dengan binatang. Kreatinin kinase yang berkurang dapat ikut terlibat
dalam gangguan fungsi kognitif pada pasien uremic encephalopathy.36
Berdasarkan penelitian Madan et al. proses hemodialisis yang membuang
racun uremik dengan RRU 70% meningkatkan proses kognitif.11 Menurut Umans
dan Pilskin (1998) bahwa dialisis yang adekuat dapat mengurangi efek dari racun
uremik pada otak, dan dengan demikian menyebabkan peningkatan fungsi kognitif.
Berdasarkan penelitian Egbi et all 26 pasien yang menjalani hemodialisis dengan
nilai rata-rata RRU 66% nilai fungsi kognitif membaik, sehingga mereka
berpendapat bahwa pasien dengan dialisis yang adekuat tidak mungkin untuk
memiliki gejala uremik dengan defisit neurokognitif terutama pada domain atensi
atau kecepatan pemrosesan mental.38
Tetapi, dari beberapa penelitian menunjukkan dosis dialisis (Kt/V >1,2 )
berkaitan dengan terjadinya gangguan fugnsi kognitif.10,12 Berdasarkan penelitian
Giang, et all menunjukkan tidak ada bukti bahwa tingkat adekuasi dialisis yang
rendah berhubungan dengan fungsi kognitif yang buruk pada domain memori atau
fungsi eksekutif, sedangkan pada pemeriksaan fungsi kognitif global dengan
MMSE, fungsi kognitif dijumpai sedikit lebih buruk pada mereka dengan tingkat Kt
/ V yang lebih tinggi, meskipun temuan ini tidak konsisten di seluruh domain
kognitif.39
Proses dialisis dapat langsung berkontribusi gangguan kognitif dengan
menginduksi cerebral ischemia. Oleh karena dialisis memindahkan air dalam
jumlah yang banyak, kehilangan cairan intravaskular dan pembersihan urea yang
lebih lambat di otak daripada di darah menyebabkan perbedaan gradien osmotic,
sehingga cairan mengalir ke otak dan menginduksi edema serebral.10,36 Edema
serebral menurunkan perfusi serebral dan hipotensi yang terjadi saat dialisis dapat
meningkatkan kemungkinan stroke.10 Insidensi stroke sangat tinggi saat proses
hemodialisis yang dapat mengakibatkan recurrent cerebral ischemia yang
24
2.4. Kognitif
2.4.1. Definisi
Kognitif adalah berjalannya proses pikiran yang membuat kita menjadi
waspada akan objek pikiran dan persepsi, mencakup semua aspek pengamatan,
pemikiran, dan ingatan.22 Fungsi kognitif mengacu pada kemampuan mental yang
dapat dipergunakan untuk berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari.41
2.4.2 Aspek-aspek Kognitif
Fungsi kognitif meliputi berbagai fungsi, antara lain :
1. Bahasa
Bahasa adalah alat dasar untuk komunikasi bagi manusia dan merupakan
komponen dasar dari berbagai kemampuan kognitif. Produksi bahasa terdiri
dari tiga tahap yaitu konseptualisasi (perkembangan dari keinginan untuk
berbicara, dan keputusan apa yang akan dikatakan), formulasi (konversi ide
menjadi kata-kata yang terstruktur) dan eksekusi (berbicara dan tergantung
oleh fungsi motorik yang berhubungan dengan berbicara).42
2. Atensi
Atensi adalah cara dimana kita memproses informasi yang terbatas dari
sejumlah informasi yang besar melalui indera, memori, dan proses kognitif
yang lain. Atensi mencakup baik secara sadar dan tidak sadar. Atensi
memungkinkan kita untuk menggunakan sumber daya mental kita yang
terbatas secara bijaksana.43 Atensi memiliki kemampuan untuk
memfokuskan terhadap stimulasi spesifik atau yang menarik perhatian kita
dan mengabaikan stimulasi dari luar (lingkungan) dan diri sendiri (pikiran
dan memori). 42,43 Berikut empat fungsi utama atensi :
a Mendeteksi sinyal dan kewasapadaan : kita berusaha untuk mendeteksi
munculnya suatu rangasangan tertentu dan harus mempertahankan
25
4. Visuospasial
Fungsi visuospasial memungkinkan orang untuk menyesuaikan diri pada
ruang, memungkinkan untuk melakukan gerak-gerakan yang aman,
memfasilitasi interaksi dengan individu dan benda-benda, dan
memungkinkan untuk mengekspresikan dan memahami mengenai simbol-
simbol komunikasi visual.42
5. Fungsi Eksekutif
Istilah fungsi eksekutif digunakan untuk menggambarkan pengelolaan
aktivitas. Merencanakan dan melaksanakan aktivitas bergantung pada fungsi
eksekutif pada lobus frontal otak.45 Beberapa fungsi eksekutif termasuk
mengatur gerakan tubuh (fungsi motorik), emosi, perhatian atau atensi, dan
fungsi pemikiran lain seperti pengambilan keputusan, penilaian, penalaran
abstrak, perencanaan serta penyelesaikan tugas, pemecahan masalah,
keinginan untuk mencapi tujuan dan faktor-faktor kepribadian seperti
motivasi, inhibisi dan semangat.42,45
2.4.3 Faktor yang Berpengaruh pada Fungsi Kognitif
1. Umur
Bertambahnya umur merupakan suatu proses alami, dimana otak akan
mengalami perubahan struktural. Penuaan dapat mempengaruhi fungsi
kognitif dalam beberapa cara, antara lain berkurangnya ukuran otak,
meningkatnya atrofi di otak, dan berkurangnya reseptor dopamin dengan
pertambahan usia, yang akhirnya berpengaruh dalam atensi dan respon
terhadap rangasan kontekstual.46
2. Nutrisi
Makanan yang tinggi vitamin B, antioksidan, dan omega-3 membantu
memperlambat penurunan fungsi kogntif. Vitamin B peting dalam menjaga
fungsi otak dan memori, terutama vitamin B12, B6, dan B9. Makanan yang
mengandung antioksidan (vitamin C, E, beta karoten dan flavonoids)
ditemukan di dalam buah-buahan dan sayuran akan melindungi dari zat-zat
oksidatif.46
27
3. Lingkungan
Pada orang dengan tingkat pendidikan dan kelas sosial yang lebih tinggi
ditemukan jarang mengalami penurunan kognitif. Mekanismenya
disebabkan meningkatnya penyimpanan kognitif melalui edukasi dan
pekerjaan.41,46 Semakin kompleks stimulus yang didapat (pendidikkan dan
pekerjaan) maka akan semakin berkembang pula kemampuan otak
seseorang.46
4. Penyakit Sistemik
Penyakit sistemik seperti atherosklerosis, hipertensi, stroke, anemia,
merokok menyebabkan kurangnya aliran darah ke otak, sehingga gangguan
suplai nutrisi bagi otak yang mengakibatkan penurunan fungsi kogntif.46
Fungi Kognitif
29
30
Karakteristik Responden:
1. Jenis Kelamin
2. Usia
3. Tingkat Pendidikan
4. Pekerjaan
3.3. Hipotesis
31
32
36
37
Fungsi Kognitif
Normal Gangguan Total P
Fungsi
kognitif
n % n % n %
Jenis Laki-laki 33 64,7% 18 35,3% 51 100%
Kelamin 0,06
Perempuan 19 45,2% 23 54,8% 42 100%
Total 52 41 93
40
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat responden dengan jenis kelamin laki-laki
yang memiliki fungsi kognitif normal sebanyak 33 orang (64,7%) dan yang
memiliki gangguan fungsi kognitif sebanyak 18 orang (35,3%). Responden
dengan jenis kelamin perempuan yang memiliki fungsi kognitif normal sebanyak
19 orang (45,2%) dan yang memiliki gangguan fungsi kognitif sebanyak 23 orang
(54,8%). Dari tabel 5.5 memperlihatkan nilai probabilitas yakni 0,06 yang
menyatakan tidak ada hubungan jenis kelamin dengan fungsi kognitif.
Berdasarkan tabel 5.8 responden yang tidak bekerja dengan fungsi kognitif
normal sebanyak 13 orang (44,8%) dan yang memiliki gangguan fungsi kognitif
sebanyak 16 orang (55,2%). Responden yang bekerja dengan fungsi kognitif
normal sebanyak 39 orang (60,9%) dan yang memiliki gangguan fungsi kognitif
sebanyak 25 orang (39,1%). Berdasarkan tabel 5.8 memperlihatkan nilai
probabilitas 0,147 yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara pekerjaan
dengan fungsi kognitif.
5.1.5 Analisa Multivariat
Pada tabel 5.9 merupakan daftar variabel bebeas dan variabel konfounder,
yang akan diseleksi untuk menentukan variabel kandidat untuk analisis regresi
logistik berganda berdasarkan prinsip Hierarchically Well Formulated (HWF).
Masing-masing variabel bebas dan konfounder dilakukan analisis bivariat dengan
variabel terikat dengan menggunakan uji Chi Square. Bila menghasilkan p value <
0,25maka variabel tersebut dapat masuk dalam tahap multivariat, sebaliknya jika
dihasilkan p value > 0,25 maka tidak dapat masuk ke tahap multivariat.
Tabel 5.9 Hasil Seleksi Bivariat untuk Uji Regresi Logistik
Variabel P Value
Adekuasi Hemodialisis 0,368*
Jenis Kelamin 0,06
Usia 0,038
Tingkat Pendidikan 0,009
Pekerjaan 0,147
*tidak termasuk kedalam analisa selanjutnya
5.2 Pembahasan
5.2.1 Karakteristik responden penelitian
Pada tabel 5.1 berdasarkan jenis kelamin, didapatkan bahwa jumlah laki-laki
yaitu 51 orang (54,8%) yang menjalani hemodialisis lebih besar jumlahnya
dibandingkan dengan jumlah perempuan, yaitu 42 orang (45,2%). Hal ini sesuai
dengan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 yang menyatakan bahwa
prevalensi penyakit ginjal kronik pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dibandingkan
pada perempuan (0,2%).4
Berdasarkan data Indonesian Renal Registry (IRR) distribusi usia pada
tahun 2014, yaitu kelompok usia terbanyak sebanding antara kelompok usia 45
54 tahun (31%) dan kelompok usia 55 64 tahun (31%).6 Data tersebut sesuai
dengan hasil penelitian, yaitu jumlah pasien hemodialisis terbanyak pada usia
diatas 50 tahun yaitu sebanyak 50 orang (53,8%).
Pada penelitian ini didapati distribusi tingkat pendidikan responden
terbanyak pada tingkat sedang (SMA dan SMK), yaitu 34 orang (36,6%),
44
kemudian diikuti dengan pendidikan tingkat rendah (SD dan SMP), yaitu 33 orang
(35,4%). Hal ini tidak sesuai dengan data RISKESDAS 2013, yaitu prevalensi
penyakit ginjal kronik tertinggi pada masyarakat yang tidak bersekolah (0,4%),
kemudian diikuti dengan pendidikan tingkat SD (0,3%).4 Hal ini mungkin
disebabkan, karena berdasarkan Badan Pusat Statistik, di Provinsi Sumatera Utara
terjadi peningkatan angka partisipasi murni (APM) pendidikan SMA dari 62,19
pada tahun 2013 menjadi 66,69 pada tahun 2015. Angka partisipasi murni pada
tingkat pendidikan SMP pada tahun 2013 sebesar 73,98 dan terjadi peningkatan
pada tahun 2015 sebesar 78,48, kemudian pada tingkat SD pada tahun 2013
sebesar 95,64 menjadi 96,47 pada tahun 2015.49
Berdasarkan distribusi pekerjaan, responden lebih banyak yang bekerja
yaitu sebanyak 64 orang (68,8%) dan diikuti dengan tidak bekerja, yaitu 29 orang
(31,2%). Data ini sesuai dengan data RISKESDAS 2013 prevalensi penyakit
ginjal kronik lebih tinggi pada masyarakat yang bekerja sebagai wiraswasta
(0,3%) dan petani (0,3%), kemudian diikuti dengan yang tidak bekerja (0,2%).4
sebanyak 171 orang (51%) yang berhubungan dengan skor MMSE dengan nilai p
= 0,02 dengan uji Kruskall-Wallis.51
5.2.3.3 Hubungan usia dengan fungsi kognitif
Responden dengan usia 50 tahun sebanyak 43 orang, di antaranya 29
orang (67,4%) memiliki fungsi kognitif yang normal dan 14 orang (32,6%) yang
memiliki gangguan fungsi kognitif. Responden dengan usia > 50 tahun sebanyak
50 orang, di antaranya terdapat 23 orang (46%) memiliki fungsi kognitif normal
dan terdapat 27 orang (54%) yang memiliki gangguan fungsi kognitif.
Berdasarkan hasil data yang didapat, dilakukan uji Chi Square di SPSS,
diperoleh nilai probabilitas (p) 0,038 yang lebih kecil dibandingkan nilai =0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara usia dengan fungsi kognitif
pasien hemodialisis reguler di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Tamura et al dengan distribusi rata-
rata usia pasien adalah 51,6 13,3. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
gangguan fungsi kognitif global dan eksekutif meningkat menurut usia. Usia yang
semakin tua secara signifikan mempengaruhi gangguan fungsi kognitif global dan
fungsi eksekutif dalam analisis bivariat maupun multivariat.52
Berdasarkan penelitian Sehgal et al dengan rata-rata usia respoden 59.
Didapati meningkatnya gangguan fungsi kognitif yang disertai dengan usia.
Pasien dengan usia < 55 tahun sebanyak 7% memiliki gangguan fungsi kognitif
ringan dan pasien dengan usia 55 64 tahun sebanyak 23% memiliki gangguan
fungsi kognitif ringan. Berdasarkan analisa bivariat didapati nilai p < 0,001 dan
berdasarkan analisa multivariat usia mempengaruhi nilai MMSE kurang dari 24.51
Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil peneilitian Murray et al yang
menyatakan tidak adanya hubungan antara usia dengan gangguan fungsi kognitif
berat.12
5.2.3.4 Hubungan tingkat pendidikan dengan fungsi kognitif
Responden dengan tingkat pendidikan rendah sebanyak 33 orang, di
antaranya 14 orang (42,4%) memiliki fungsi kognitif yang normal dan 19 orang
(57,6%) yang memiliki gangguan fungsi kognitif. Responden dengan tingkat
pendidikan sedang sebanyak 34 orang, di antaranya terdapat 17 orang (50%)
49
memiliki fungsi kognitif normal dan terdapat 17 orang (50%) yang memiliki
gangguan fungsi kognitif. Responden dengan tingkat pendidikan tinggi sebanyak
26 orang, di antaranya 21 orang (80,8%) memiliki fungsi kognitif normal dan 5
(19,2%) orang memiliki gangguan fungsi kognitif.
Berdasarkan hasil data yang didapat, dilakukan uji Chi Square di SPSS,
diperoleh nilai probabilitas (p) 0,009 yang lebih kecil dibandingkan nilai =0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan
fungsi kognitif pasien hemodialisis reguler di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Dan berdasarkan uji regresi logisitik multivariat, tingkat pendidikan tetap secara
signifikan mempengaruhi fungsi kognitif.
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Murray et al, yang menyatakan
pendidikan lebih dari 12 tahun memiliki kemungkinan lebih kecil untuk
mengalami gangguan fungsi kognitif berat. Dengan hasil penelitian nilai p = 0,01
untuk analisis bivariat dan untuk pendidikan lebih dari 12 tahun nilai p = 0,006
dalam uji regresi logisitik.12
Berdasarkan penelitian Tamura et al menyatakan bahwa pasien yang
memiliki pendidikan yang lebih rendah memiliki 5,27 kali lebih besar
kemungkinan untuk memiliki gangguan fungsi kognitif global. Pendidikan yang
lebih rendah memiliki 3,31 kali lebih besar kemungkinan untuk memiliki
gangguan fungsi kognitif eksekutif.52
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Sehgal et al yang menyatakan
pendidikan secara signifikan mempengaruhi fungsi kognitif dengan nilai p =
<0,001 melalui uji Mann-Whitney. Dan bermakna secara multivariat.51
5.2.3.5 Hubungan pekerjaan dengan fungsi kognitif
Responden yang tidak bekerja terdapat 29 orang, di antaranya 13 orang
(64,7%) memiliki fungsi kognitif yang normal dan 16 orang (35,3%) yang
memiliki gangguan fungsi kognitif. Responden yang bekerja sebanyak 64 orang,
di antaranya terdapat 39 orang (60,9%) memiliki fungsi kognitif normal dan
terdapat 25 orang (39,1%) yang memiliki gangguan fungsi kognitif.
Berdasarkan hasil data yang didapat, dilakukan uji Chi Square di SPSS,
diperoleh nilai probabilitas (p) 0,147 yang lebih besar dibandingkan nilai =0,05.
50
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan fungsi
kognitif pasien hemodialisis reguler di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Berdasarkan teori, aktivitas yang menstimulasi intelektual akan mengurangi
penurunan fungsi kognitif, yaitu mekanisme menggunakan atau hilang,
sehingga membutuhkan aktivitas yang menstimulasi fungsi kognitif. Teori ini
sesuai dengan hipotesis mekanisme penyimpanan kognitif. Individu yang aktif
secara kognitif, contohnya dengan bekerja akan meningkatkan kapasitas
penyimpanan .Semakin kompleks stimulus yang didapat melalui pekerjaan maka
akan semakin berkembang pula kemampuan otak seseorang.46
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan mengenai hubungan adekuasi
hemodialisis dengan fungsi kognitif pasien hemodialisis reguler di RSUP Haji
Adam Malik Medan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan nilai adekuasi hemodialisis, pasien hemodialisis umumnya
mendapatkan adekuasi hemodialisis yang adekuat (URR >65%) yaitu
sebanyak 70 orang (75,3%) dengan rerata 71,22 12,15.
2. Berdasarkan hasil uji MMSE, pada pasien hemodialisis didapati hasil paling
banyak yaitu fungsi kognitif normal sebanyak 52 orang (56%) dengan rerata
nilai fungsi kognitif 93 pasien yaitu pada tingkat probable gangguan fungsi
kognitif dengan rerata 23.91 2.948.
3. Tidak adanya hubungan antara adekuasi hemodialisis, jenis kelamin dan
pekerjaan dengan fungsi kognitif pada pasien hemodialisis reguler di RSUP
Haji Adam Malik Medan.
4. Adanya hubungan antara usia dan tingkat pendidikan dengan fungsi kognitif
pada pasien hemodialisis reguler di RSUP Haji Adam Malik Medan.
5. Tingkat pendidikan merupakan faktor prediktor yang mempengaruhi fungsi
kognitif pada pasien hemodialisis reguler di RSUP Haji Adam Malik Medan.
6.2 Saran
Dalam proses penulisan penelitian ini, ada beberapa saran yang akan
disampaikan oleh peneliti dengan harapan saran tersebut akan bermanfaat bagi
semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu :
1. Melalui penelitian ini, disarankan kepada pihak RSUP Haji Adam Malik
Medan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas hemodialisis.
2. Diperlukannya pemeriksaan fungsi kognitif pada pasien hemodialisis untuk
dapat menanggulanginya sedini mungkin.
51
52
53
54
16. Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, editor.
Harisson Principles of Internal Medicine. 19th ed. New York: Mc Graw Hill;
2015.[dikutip 7 Mei 2016]
17. National Kidney Foundation. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for
Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. Am J
Kidney Dis 39:S1-S266,2002
18. Suwitra K. Penyakit Ginjal kronik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam II. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2014. hal.
12858.
19. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group.
KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management
of Chronic Kidney Disease. Kidney inter., Suppl. 2013; 3: 1-150.
20. Chronic Kidney Disease: Practice Essentials, Background, Pathophysiology
[Internet]. [dikutip 7 Mei 2016]. Diambil dari:
http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview
21. Himmelfarb J. Hemodialysis Complications. Am J Kidney Dis.
2005;45(6):112231.
22. Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. 28th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2008.
23. Kumar P, Clark M, editor. Kumar & Clarks Clinical Medicine. 7th ed.
Edinburgh: Elseiver; 2009. [dikutip 8 Mei 2016]
24. Albert AT, Hubungan Karakteristik Pasien dengan Adekuasi Hemodialisis di
Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2014 [Internet]
[KTI]. [Medan] : Universitas Sumatera Utara; 2015. [dikutip 9 Mei
2016].Diambil dari: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/44743
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44743/3/Chapter%20II.pdf
25. Himmelfarb J, Ikizler TA. Hemodialysis. N Engl J Med. 2010;363:183345.
26. Smeltzer SC, Bare B. Brunner and Suddarths Textbook of Medical-Surgical
Nursing. 10th ed [internet]. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2003. Chapter 44, Dialysis. [dikutip 17 April 2016]. Diambil dari:
https://metronidazole.files.wordpress.com/2010/03/medical-surgical_nursing-
10th-edition-by-brunner-suddarth.pdf
27. Suhardjono. Hemodialisis: Prinsip Dasar dan Pemakaian Kliniknya. Dalam:
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF,
editor. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Ed 6. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit dalam, 2014; p.2192-96
28. Kt/V and the adequacy of hemodialysis [Internet]. [dikutip 8 Mei 2016].
Diambil dari:
http://cursoenarm.net/UPTODATE/contents/mobipreview.htm?17/53/18257?
source=see_link
29. Dairion G. Rasio Reduksi Ureum Dializer 0,90; 2,10 dan 2 Dializer Seri 0,90
dengan 1,20 [Internet] [Tesis]. [Medan]: Universitas Sumatera Utara; 2003.
[dikutip 8 Mei 2016] Diambil dari:
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-dairot%20gatot.pdf
55
44. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2011.
45. Doty L. Executive Function & Memory/Cognition Changes. Fla Dep Elder
Aff Alzheimers Dis Initiat. 2012;111.
46. Deary IJ, Corley J, Gow AJ, Harris SE, Houlihan LM, Marioni RE, et al. Age-
associated cognitive decline. Oxf Univ Press. 92:13552.
47. Mustafa MA. Gambaran Jenis Kelamin, Usia, Latar Belakang Pendidikan, dan
Durasi Penyakit Terhadap Fungsi Kognitif pada Pasien Skizofrenik [Internet]
[Tesis]. [Medan]: Universitas Sumatera Utara; 2012. [dikutip 12 Mei 2016]
Diambil dari : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/33582
48. Anastasia EP. Hubungan Lamanya Hipertensi dengan Gangguan Fungsi
Kognitif pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Padang Bulan
pada Tahun 2015 [Internet] [KTI]. [Medan]: Universitas Sumatera Utara;
2016. [dikutip 12 Mei 2016] Diambil dari:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/56130
49. Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Provinisi, 2011-2015 | Badan Pusat
Statistik [Internet]. [dikutip 21 November 2016]. Diambil dari :
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1052
50. Nunes FT, Campos G, Xavier SM, Merhi VAL, Mclellan KCP, Motta DG, et
al. Dialysis adequacy and nutritional status of hemodialysis patients.
Hemodialysis Int. 2008; 12:45-51.
51. Sehgal AR, Grey SF, DeOreo PB, Whitehouse PJ. Prevalence, recognition,
and implications of mental impairment among hemodialysis patients. Am J
Kidney Dis. 1997;30:41-9.
52. Tamura MK, Larive B, Unruh ML, Stokes JB, Nissenson A, Mehta RL, et al.
Prevalence and Correlates of Cognitive Impairment in Hemodialysis Patents:
The Frequent Hemodialysis Network Trials. Clin J Am Soc Nephrol.
2010;5:142938.
53. Churcill DN, Wallace JE, Ludwin D, Beecroft ML, Taylor DW: A comparison
of evaluative indices of qulaity of life and cognitive function in hemodialysis
patients. Contr C/in Trials. 1991;12:159S-167S.
LAMPIRAN I
Peneliti :
Nama : Angelin Putri Gozali
Status : Mahasiswi S1 Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Alamat : Jl. Dr Picauly no 16, Medan
Judul penelitian :
Hubungan Adekuasi Hemodialisis dengan Fungsi Kognitif Pasien Hemodialisis
Reguler di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016.
Prosedur :
Medan,
Peneliti,
Nama :
Umur :
Alamat :
Pemeriksa : Tanggal :
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), 5 ---
hari apa?
2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), 5 ---
(kota), (rumah sakit), (lantai/kamar)
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda ( jeruk, uang, 3 ---
mawar), tiap benda 1 detik, pasien disuruh
mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1
untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi
sampai pasien dapat menyebutkan dengan
benar dan catat jumlah pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap 5 ---
jawaban yang benar. Hentikan setelah 5
jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata
WAHYU (nilai diberi pada huruf yang benar
sebelum kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama 3 ---
benda di atas
BAHASA
6 Pasien diminta menyebutkan nama benda yang 2 ---
ditunjukkan ( pensil, arloji)
7 Pasien diminta mengulang rangkaian kata : 1 ---
tanpa kalau dan atau tetapi
8 Pasien diminta melakukan perintah: Ambil 3 ---
kertas ini dengan tangan kanan, lipatlah
menjadi dua dan letakkan di lantai.
9 Pasien diminta membaca dan melakukan 1 ---
perintah Angkatlah tangan kiri anda
10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat 1 ---
(spontan)
Skor Total 30
Contoh:
Ureum
No Nama Lama Frekuensi Pre Post RRU
HD HD HD HD
LAMPIRAN VI
Jenis Kelamin
Sex
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Usia
kelompokumur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tingkat Pendidikan
kelompokpendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Adekuasi Hemodialisis
ADH
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
Nilai ADH
N Valid 93
Missing 0
Mean 71.22
Std. Deviation 12.152
Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
nilai fungsi kognitif
N Valid 93
Missing 0
Mean 23.91
Std. Deviation 2.948
Hubungan Adekuasi Hemodialisis dengan Fungsi Kognitif
Crosstab
Fungsi kognitif
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .811 1 .368
b
Continuity Correction .434 1 .510
Likelihood Ratio .807 1 .369
Fisher's Exact Test .469 .255
N of Valid Cases 93
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.14.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Jenis Kelamin dengan Fungsi Kognitif
Crosstab
Fungsi kognitif
perempuan Count 19 23 42
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 3.541 1 .060
b
Continuity Correction 2.795 1 .095
Likelihood Ratio 3.555 1 .059
Fisher's Exact Test .093 .047
Linear-by-Linear Association 3.503 1 .061
N of Valid Cases 93
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.52.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Usia dengan Fungsi Kognitif
Crosstab
Fungsi kognitif
>50 Count 23 27 50
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 4.312 1 .038
b
Continuity Correction 3.486 1 .062
Likelihood Ratio 4.360 1 .037
Fisher's Exact Test .059 .031
Linear-by-Linear Association 4.265 1 .039
N of Valid Cases 93
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.96.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Fungsi Kognitif
Crosstab
Fungsi kognitif
% within
42.4% 57.6% 100.0%
kelompokpendidikan
sedang Count 17 17 34
% within
50.0% 50.0% 100.0%
kelompokpendidikan
tinggi Count 21 5 26
% within
80.8% 19.2% 100.0%
kelompokpendidikan
Total Count 52 41 93
% within
55.9% 44.1% 100.0%
kelompokpendidikan
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 9.435 2 .009
Likelihood Ratio 10.043 2 .007
Linear-by-Linear Association 8.175 1 .004
N of Valid Cases 93
Crosstab
Fungsi kognitif
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.101 1 .147
b
Continuity Correction 1.498 1 .221
Likelihood Ratio 2.094 1 .148
Fisher's Exact Test .179 .111
Linear-by-Linear Association 2.079 1 .149
N of Valid Cases 93
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.78.
b. Computed only for a 2x2 table
Analisa Multivariat
Variables in the Equation