Você está na página 1de 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah
berbagai macam penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik
keduanya tidak mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya
untuk mempertahankan homeostatis (Lukman et al., 2013). Gagal gijal kronik
secara progresif kehilangan fungsi ginjal nefronnya satu persatu yang secara
bertahap menurunkan keseluruhan fungsi ginjal (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).
Setiap tahun penderita penyakit gagal ginjal meningkat, di Amerika serikat
pada tahun 2002 sebanyak 34.500 penderita, tahun 2007 80.000 penderita, dan
tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu 2 juta orang yang menderita penyakit
ginjal. Sedangkan di Indonesia menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia jumlah yang menderita penyakit gagal ginjal kronik sekitar 50 orang per
satu juta penduduk (Lukman et al., 2013). Data Dinkes Jawa tengah (2008) bahwa
angka kejadian kasus gagal ginjal di Jawa Tengah yang paling tinggi adalah Kota
Surakarta dengan 1497 kasus (25.22 %) dan di posisi kedua adalah Kabupaten
Sukoharjo yaitu 742 kasus (12.50 %).
Tindakan medis yang dilakukan penderita penyakit gagal ginjal adalah
dengan melakukan terapi dialisis tergantung pada keluhan pasien dengan kondisi
kormobid dan parameter laboratorium, kecuali bila sudah ada donor hidup yang
ditentukan, keharusan transplantasi terhambat oleh langkanya pendonor. Pilihan
terapi dialisis meliputi hemodialisis dan peritoneal dialisis (Hartono, 2013).

1
1.2 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut:
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Gagal
Ginjal Kronik (GGK).
1.2.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui Pengertian Ginjal Kronik (GGK)
2. Untuk mengetahui Klasifikasi Ginjal Kronik (GGK)
3. Untuk mengetahui Etiologi Ginjal Kronik (GGK)
4. Untuk mengetahui Pastofisiologi Ginjal Kronik (GGK)
5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Ginjal Kronik (GGK)
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang Ginjal Kronik (GGK)
7. Untuk mengetahui Penatalaksaan Ginjal Kronik (GGK).

1.3 Manfaat Penulisan


Hasil dari pendiskusian dan penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak, khususnya mahasiswa untuk menambah pengetahuan
dan wawasan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik
(GGK).

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit Gagal Ginjal Kronis (GGK)


2.1.1 Pengertian Gagal Ginjak Kronis (GGK)

Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan kerusakan ginjal progresif yang


berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen
lainnya dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis
atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektolit
sehingga terjadi uremia (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

2.1.2 Klasifikasi Gagal Ginjak Kronis (GGK)

Dalam arti luas GGK menunjukkan bahwa pada anak tersebut telah
terjadi penurunan fungsi ginjal, tetapi beratnya gangguan fungsi ini
bervariasi dari ringan sampai berat. Kebanyakan penulis membuat
klasifikasi berdasarkan presentase laju filtrasi glomerulus (LFG) yang
tersisa. GGK dibagi atas 4 tingkatan yaitu:
1. Gagal ginjal dini
Ditandai dengan berkurangnya sejumlah nefron sehingga fungsi
ginjal yang ada sekitar 50-80% dari normal. Dengan adanya
adaptasi ginjal dan respon metabolik untuk mengkompensasi
penurunan faal ginjal maka tidak tampak gangguan klinis.
2. Insufisiensi ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkisar antara 25-50% dari normal.
Gejala mulai dengan adanya gangguan elektrolit, gangguan

3
pertumbuhan dan keseimbangan kalsium dan fosfor. Pada tingkat
ini LFG berada di bawah 89 ml/menit/1,73m2.
3. Gagal ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkurang hingga 25% dari normal dan
telah menimbulkan berbagai gangguan seperti asidosis metabolik,
osteodistrofi ginjal, anemia, hipertensi, dan sebagainya. LFG pada
tingkat ini telah berkurang menjadi di bawah 30 ml/menit/1,73m2.
4. Gagal ginjal terminal
Pada tingkat ini fungsi ginjal 12% dari normal, LFG menurun
sampai < 10 ml/menit/1,73m2 dan pasien telah memerlukan terapi
dialisis atau transplantasi ginjal.

Klasifikasi lain GGK berdasarkan LFG, yaitu:


1. Gangguan fungsi ginjal (Impaired renal functions):
LFG = 80-50 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini biasanya pasien
masih asimptomatik.
2. Insufisiensi ginjal kronik
LFG = 50-30 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini sudah bisa
ditemukan gejala:
a. Gangguan metabolik a.l. Hiperparatiroid sekunder, asidosis
metabolik ringan
b. Hambatan pertumbuhan dan
c. Fungsi ginjal akan progresif menurun.
3. Gagal ginjal kronik
LFG = 30-10 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini penurunan fungsi
ginjal akan terus berlanjut.
4. Gagal ginjal terminal
LFG = < 10 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini perlu dilakukan terapi
pengganti yaitu dialisis peritoneal/hemodialisis atau transplantasi.

4
Tingkat ini juga disebut gagal ginjal tahap akhir (End stage renal
failure).

Fase sebelum GGT disebut pra GGT (Pre terminal renal failure). Pada
fase ini perlu dilakukan pengobatan konservatif secara berhati-hati
untuk menjaga pertumbuhan anak secara optimal dan memperlambat
penurunan fungsi ginjal selama mungkin. Banyak diantaranya bisa
mencapai umur dewasa. Sebaiknya penanggulangan dilakukan oleh
atau bersama dengan konsultan nefrologi anak.

2.1.3 Etiologi Gagal Ginjak Kronis (GGK)


Dua penyebab utama GGGK pada anak adalah kelainan
kongenital dan glomerulonefritis kronik. Etiologi yang paling sering
didapatkan pada anak di bawah 6 tahun adalah kelainan kongenital,
kelainan perkembangan saluran kencing seperti uropati obstruktif,
hipoplasia dan displasia ginjal, dan ginjal polikistik. (lihat tabel).
Menurut laporan EDTA, glomerulonefritis dan pielonefritis merupakan
penyebab tersering timbulnya GGK (24%), diikuti oleh penyakit
herediter (15%), penyakit sistemik (10,5%), hipoplasia ginjal (7,5%),
penyakit vaskular (3%), penyakit lainnya (9%) serta yang tidak
diketahui etiologinya 7%. Dari kelompok pielonefritis dan nefritis
interstitial yang tersering adalah uropati obstruktif kongenital dan
nefropati refluks (>60%), diikuti oleh displasia ginjal.

Tabel Etiologi GGK Pada Anak

Kelompok Penyakit Habib Potter Zillerueo Pistor

Kelainan kongenital termasuk uropati 116 45 46 (56,8) 209


obstruktif (43.0) (29,2) (33,5)

5
Glomerulonefritis kronis primer dan 71 59 22 (27,1) 122
sekunder termasuk sekunder akibat (26,3) (38,4) (19,6)
kelainan sistemik

Nefritis interstitial dan pielonefritis yang -- 12 (7,8) -- 74


tidak berhubungan dengan uropati (11,9)
obstruktif

Kelainan herediter 61 20 2 (2,5) 119


(22,5) (13,0) (19,1)

Nefropati vaskular termasuk sindrom 11 9 (5,8) 5 (6,2) 27 (4,3)


hemolitik uremik (4,1)

Lain-lain 11 9 (5,8) 6 (7,4) 72


(4,1) (11,6)

Secara praktis penyebab GGK dapat dibagi menjadi kelainan


kongenital, kelainan didapat, dan kelainan herediter:
1. Kelainan kongenital: hipoplasia renal, displasia renal, uropati
obstruktif
2. Kelainan herediter: nefronoftisis juvenil, nefritis herediter, sindrom
alport
3. Kelainan didapat: glomerulosklerosis fokal segmental,
glomerulopati membranosa, kelainan metabolit (oksalosis,
sistinosis)

Penyebab GGK pada anak sangat erat hubungannya dengan usia saat
timbul GGK. Gagal ginjal kronik yang timbul pada anak di bawah usia
5 tahun sering ada hubungannya dengan kelainan anatomis ginjal seperti
hipoplasia, displasia, obstruksi dan kelainan malformasi ginjal.
Sedangkan GGK yang timbul pada anak diatas 5 tahun dapat

6
disebabkan oleh penyakit glomerular (glomerulonefritis, sindrom
hemolitik ureumik) dan kelainan herediter (sindrom Alport, kelainan
ginjal kistik).
2.1.4 Patofisiologi Gagal Ginjak Kronis (GGK)

Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, bila tingkat


kemunduran fungsi ginjal mencapai kritis, penjelekan sampai gagal
ginjal stadium akhir tidak dapat dihindari. Mekanisme yang tepat, yang
mengakibatkan kemunduran fungsi secara progresif belum jelas, tetapi
faktor-faktor yang dapat memainkan peran penting mencakup cedera
imunologi yang terus-menerus; hiperfiltrasi yang ditengahi secara
hemodinamik dalam mempertahankan kehidupan glomerulus; masukan
diet protein dan fosfor; proteinuria yang terus-menerus; dan hipertensi
sistemik.
Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membrana basalis
glomerulus secara terus-menerus pada glomerulus dapat mengakibatkan
radang glomerulus yang akhirnya menimbulkan jaringan parut.
Cedera hiperfiltrasi dapat merupakan akhir jalur umum yang
penting pada destruksi glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme
yang memulai cedera ginjal. Bila nefron hilang karena alasan apapun,
nefron sisanya mengalami hipertroti struktural dan fungsional yang
ditengahi, setidak-tidaknya sebagian, oleh peningkatan aliran darah
glomerulus. Peningkatan aliran darah sehubungan dengan dilatasi
arteriola aferen dan konstriksi arteriola eferen akibat-angiotensin II
menaikkan daya dorong filtrasi glomerulus pada nefron yang bertahan
hidup. "Hiperfiltrasi" yang bermanfaat pada glomerulus yang masih
hidup ini, yang berperan memelihara fungsi ginjal, dapat juga merusak
glomerulus dan mekanismenya belum dipahami. Mekanisme yang
berpotensi menimbulkan kerusakan adalah pengaruh langsung
peningkatan tekanan hidrostatik pada integritas dinding kapiler,

7
hasilnya mengakibatkan keluarnya protein melewati dinding kapiler,
atau keduanya. Akhirnya, kelainan ini menyebabkan perubahan pada sel
mesangium dan epitel dengan perkembangan sklerosis glomerulus.
Ketika sklerosis meningkat, nefron sisanya menderita
peningkatan beban ekskresi, mengakibatkan lingkaran setan
peningkatan aliran darah glomerulus dan hiperfiltrasi. Penghambatan
enzim pengubah angiotensin mengurangi hiperfiltrasi dengan jalan
menghambat produksi angiotensin II, dengan demikian melebarkan
arteriola eferen, dan dapat memperlambat penjelekan gagal ginjal.
Model eksperimen insufisiensi ginjal kronis telah menunjukkan
bahwa diet tinggi-protein mempercepat perkembangan gagal ginjal,
mungkin dengan cara dilatasi arteriola aferen dan cedera hiperperfusi.
Sebaliknya, diet rendah-protein mengurangi kecepatan kemunduran
fungsi. Penelitian manusia memperkuat bahwa pada individu normal,
laju filtrasi glomerulus (LFG) berkorelasi secara langsung dengan
masukan protein dan menunjukkan bahwa pembatasan diet protein
dapat mengurangi kecepatan kemunduran fungsi pada insufisiensi
ginjal kronis.
Beberapa penelitian yang kontroversial pada model binatang
menunjukkan bahwa pembatasan diet fosfor melindungi fungsi ginjal
pada insufisiensi ginjal kronis. Apakah pengaruh yang menguntungkan
ini karena pencegahan penimbunan garam kalsium-fosfat dalam
pembuluh darah dan jaringan atau karena penekanan sekresi hormon
paratiroid, yang berkemungkinan nefrotoksin, masih belum jelas.
Proteinuria menetap atau hipertensi sistemik karena sebab
apapun dapat merusak dinding kapiler glomerulus secara langsung,
mengakibatkan sklerosis glomerulus dan permulaan cedera hiperfiltrasi.
Ketika fungsi ginjal mulai mundur, mekanisme kompensatoir
berkembang pada nefron sisanya dan mempertahankan lingkungan
internal yang normal. Namun, ketika LFG turun di bawah 20% normal,

8
kumpulan kompleks kelainan klinis, biokimia, dan metabolik
berkembang sehingga secara bersamasaan membentuk keadaan uremia.

9
2.1.5 Pathway Gagal Ginjak Kronis (GGK)

10
2.1.6 Tanda dan Gejala Gagal Ginjak Kronis (GGK)

Gejala klinis yang timbul pada GGK merupakan manifestasi dari:


a. Kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
b. Penumpukan metabolit toksik yang disebut toksin uremik.
c. Kurangnya hormon ginjal seperti eritropoietin dan bentuk aktif
vitamin D (1,25 dihidroksivitamin D3).
d. Abnormalitas respons end organ terhadap hormon endogen (hormon
pertumbuhan).

Pada pasien GGK yang disebabkan penyakit glomerulus atau


kelainan herediter, gejala klinis dari penyebab awalnya dapat kita
ketahui sedangkan gejala GGK-nya sendiri tersembunyi dan hanya
menunjukkan keluhan non-spesifik seperti sakit kepala, lelah, letargi,
kurang nafsu makan, muntah, polidipsia, poliuria, gangguan
pertumbuhan. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan anak tampak
pucat, lemah, dan menderita hipertensi. Keadaan ini dapat berlangsung
bertahun-tahun, sehingga pasien telah menderita gangguan anatomis
berupa gangguan pertumbuhan dan ricketsia. Namun dengan
pemeriksaan yang teliti dan cermat akan ditemukan keadaan-keadaan
seperti azotemia, asidosis, hiperkalemia, gangguan pertumbuhan,
osteodistrofi ginjal, anemia, gangguan perdarahan, hipertensi, gangguan
neurologi.

1. Gangguan keseimbangan elektrolit


a). Natrium
Dengan berkurangnya LFG yang progresif pada pasien GGK,
ginjal akan mempertahankan keseimbangan natrium dengan
meningkatkan ekskresi natrium oleh nefron yang masih baik.

11
Bila adaptasi ini tidak terjadi, akan timbul retensi natrium yang
akan membahayakan tubuh. Meningkatnya ekskresi natrium ini
disebabkan karena meningkatnya rejeksi tubular dengan akibat
meningkatnya fraksi ekskresi natrium (FeNa). Faktor-faktor
yang dapat meningkatkan FeNa pada pasien GGK belum jelas
diketahui. Suda, dkk dalam penelitiannya pada pasien GGK
(LFG antara 11-66 ml/menit/1,73m2 melaporkan kemungkinan
peningkatan FeNa disebabkan pembentukan faktor natriuretik
atrial. Tetapi penderita GGK ini tidak dapat mengeliminasi
beban natrium ini dengan cepat, yaitu pada pasien GGK dengan
LFG subnormal (LFG rata-rata 34ml/menit/1,73m2) hanya
mampu mengekskresi setengah dari jumlah natrium dalam
waktu 2 jam setelah diberi infus NaCl, dibanding orang normal.
Hal ini menunjukkan toleransi pasien GGK terhadap
peningkatan masukan natrium yang tiba-tiba adalah buruk dan
dapat menimbulkan perubahan volume ekstraseluler dengan
segala akibatnya.
Sebaliknya pasien GGK tidak mampu menurunkan ekskresi
natrium pada saat diberikan diet dengan restriksi natrium.
Konsentrasi minimum natrium urin pada pasien GGK ringan
sampai sedang adalah 25-50 mEq/L. Hal ini disebabkan karena
ketidakmampuan nefron distal meningkatkan reabsorbsi
natrium. Bila diberikan restriksi garam secara tiba-tiba pada
pasien GGK akan menimbulkan penurunan volume cairan
ekstraseluler, perfusi ginjal dan LFG. Pasien Ggk karena
penyakit ginjal interstitial, displasia ginjal, dan penyakit ginjal
kistik adalah yang paling sering menyebabkan salt wasting ini.
Tubulus ginjal pasien GGK karena nefropati obstruktif
ditemukan kurang responsif terhadap aldosteron endogen
(pseudohipoaldosteronisme).

12
b). Kalium
Keseimbangan kalium relatif dapat dipertahankan pada LFG di
atas 10 ml/menit/1,73m2. Homeostasis kalium pada pasien GGK
dipertahankan dengan meningkatkan ekskresi renal dan
ekstrarenal. Ekskresi renal dicapai dengan meningkatkan
ekskresi fraksional (oleh proses sekresi tubulus ginjal) pada
nefron yang masih berfungsi. Sedangkan ekskresi ekstrarenal
terutama melalui feses yaitu sebanyak 75% (pada orang normal
20%). Walaupun demikian keadaan hiperkalemia tetap
merupakan ancaman bagi pasien GGK, karena mungkin saja
mereka mendapat kalium dalam jumlah besar tiba-tiba misalnya
dari makanan, transfusi darah, keadaan sepsis, ataupun asidosis.
Pada pasien GGK selain hiperkalemia dapat terjadi hipokalemia.
Keadaan hipokalemia biasanya terjadi akibat pemakaian
diuretik seperti hidroklortiazid, furosemid atau bisa juga akibat
pemberian diet rendah kalium. Gejalanya adalah penurunan atau
hilangnya refleks otot yang akan sangat berbahaya bila
mengenai otot-otot interkostal karena dapat menyebabkan henti
napas (respiratory arrest).
c). Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik biasanya ditemukan pada pasien GGK
dengan LFG <25% dari normal, ditandai dengan penurunan
kadar bikarbonat plasma (tCO2 12-15 mEq/L) dan peningkatan
senjang anion. Asidosis metabolik terjadi akibat
ketidakmampuan pengeluaran ion hidrogen atau asam endogen
yang dibentuk karena insufisiensi sintesis amonium pada
segmen nefron distal. Meningkatnya senjang anion terjadi akibat
retensi anion seperti sulfat, fosfat, urat, dan hipurat dalam
plasma (pada ginjal normal anion ini diekskresi oleh filtrasi

13
glomerulus). Juga ada bukti yang menunjukkan bahwa
kebocoran bikarbonat ginjal berperan dalam menimbulkan
asidosis ini, seperti pada sindrom Fanconi, asidosis tubular
ginjal tipe IV, dan hiperparatiroidisme sekunder.
Asidosis pada GGK dini (LFG 30-50% normal) lebih sering
berupa tipe dengan senjang anion normal (hiperkloremik) dan
sebaliknya pada GGK yang berat (LFG <20ml/menit/1,73m2)
biasanya berupa senjang anion yang besar. Selain terlibat dalam
patogenesis terjadinya gangguan pertumbuhan dan
memperburuk hiperkalemia yang telah ada, asidosis juga
menimbulkan keadaan katabolik pada pasien GGK. Manifestasi
klinis asidosis adalah takipneu, hiperpneu, dan perburukan
hiperkalemia dan mungkin gangguan pertumbuhan.

2. Gangguan keseimbangan cairan


GGK dihubungkan dengan gangguan dalam pemeketan urin. Pada
keadaan restriksi cairan, orang normal mampu memekatkan urin
sampai 1.500 mosmol/L, sedangkan pasien GGK biasanya tidak
mampu memekatkan urin di atas 300 mosmol/L. Berat jenis dan
osmolalitas urin seringkali mirip dengan plasma. Hal ini disebabkan
karena dengan bertambahnya nefron yang rusak, beban osmotik
ekskresi yang ditanggung oleh nefron yang tersisa semakin
bertambah. Dengan demikian mengakibatkan reabsorbsi air oleh
tubulus berkurang dan menyebabkan berat jenis urin mirip dengan
plasma (300 mosmol/L dan berat jenis 1,010, disebut isostenuria).
Isostenuria yang resisten terhadap pemberian pitresin dari luar pada
GGK, menunjukkan adanya gangguan terhadap respons tubulus
terhadap ADH yang juga berperan dalam terjadinya isostenuria. Hal
diatas sering terjadi pada GGK yang disebabkan oleh uropati
obstruktif, displasia ginjal, penyakit ginjal kistik dan interstitial.

14
Pasien ini sering mengalami dehidrasi bila masukan cairan tidak
mencukupi atau dibatasi. Dehidrasi yang berulang dan syok akan
memperburuk LFG. Anak yang demikian dianjurkan untuk tidak
dibatasi masukan cairannya dan segera mencari pertolongan bila
terserang gastroentritis. Pasien juga tidak dapat mengencerkan urin
secara maksimal dan tidak dapat membuang kelebihan cairan tubuh
secara tepat dan efektif sehingga dapat timbul masalah kelebihan
cairan.

3. Gangguan metabolisme
a. Metabolisme karbohidrat
Pasien GGK dapat disertai timbulnya intoleransi glukosa akan
menunjukkan adanya hiperglikemia. Keadaaan ini sebagai akibat
terjadinya resistensi terhadap insulin yang menghambat
masuknya glukosa ke dalam sel. Pada anak yang menderita GGK
kadar insulin plasma meningkat hingga harus dilakukan
pemantauan kadar glukosa, karena dalam keadaan akut pasien
GGK memerlukan pemberian glukosa parenteral. Karena dialisis
dapat memperbaiki intoleransi glukosa pada pasien GGK, maka
diduga toksin uremik yang menyebabkan terjadinya resistensi
insulin ini. Faktor lainnya seperti peninggian kadar glukagon dan
hormon pertumbuhan juga berperan.
b. Metabolisme lemak
Biasanya timbul hiperlipidemia yang bermanifestasi sebagai
hipertrigliserida, kadar kolesterol darah normal, peninggian
VLDL (very low density lipoprotein) dan penurunan LDL (low
density lipoprotein). Hal ini terjadi karena meningkatnya
produksi trigliserida di hepar akibat hiperinsulinemia dan
menurunnya fungsi ginjal serta karena menurunnya katabolisme
trigliserida. Keadaan ini biasanya terjadi bila LFG

15
<40ml/menit/1,73m2 dan meningkatnya lemak ini sesuai dengan
bertambahnya progresivitas GGK. Lebih dari 2/3 anak akan
mengalami hiperlipidemia pada saat gagal ginjal terminal.
Walaupun demikian penyebab peningkatan produksi trigliserida
dan VLDL ini belum diketahui. Akhir-akhir ini diduga gangguan
terjadi pada catabolic pathway trigliserida. Hal ini didukung oleh
seringnya terjadi penurunan klirens trigliserida pada pasien
uremia yang mendapatkan trigliserida (intralipid) dari luar.
Mungkin ini disebabkan oleh menurunnya aktivitas lipoprotein
lipase dan lipase hati. Dialisis ternyata tidak memperbaiki
keadaan hiperlipidemia pada pasien GGK, mungkin karena tidak
memadainya pembuangan toksin uremik yang diduga berperan
atau karena faktor lainnya.

4. Anemia
Anemia normositer, normokromik merupakan komplikasi GGK
yang biasa ditemukan dan berhubungan dengan derajat GGK.
Penyebab utama anemia pada GGK adalah berkurangnya produksi
eritropoietin, suatu hormon glikoprotein yang diproduksi ginjal
(90%) dan sisanya diproduksi di luar ginjal (hati dan sebagainya).
Kadar eritropoietin serum nyata menurun pada pasien GGK berat,
tetapi korelasi ini tidak jelas pada LFG >20ml/menit/1,73m2.
Anemia pada pasien dapat dikoreksi dengan pemberian eritropoietin
rekombinan dan responsnya tergantung dari dosis yang diberikan.
Dengan terapi ini terlihat perbaikan pada toleransi latihan, fungsi
kognitif dan kualitas hidup keseluruhan. Mekanisme lain terjadinya
anemia pada GGK adalah pemendekan umur eritrosit menjadi 2/3
umur normal, toksisitas aluminium karena pemakaian obat-obat
pengikat fosfat yang mengandung aluminium, iatrogenik karena
kehilangan darah sewaktu dialisis dan pengambilan contoh darah,

16
serta terjadinya defisiensi asam folat pada pasien yang sedang
menjalani dialisis. Anemia yang terjadi karena toksisitas aluminium
mempunyai gambaran mikrositik, hipokromik yang mirip dengan
defisiensi zat besi, tetapi kemampuan mengikat besi dan kadar
feritin serumnya normal.

5. Gangguan perdarahan
GGK yang berat biasanya akan diperberat dengan adanya gangguan
perdarahan yang menyertai. Walaupun jumlah trombosit normal,
tetapi waktu perdarahan sering memanjang. Hal ini diduga
disebabkan oleh adanya gangguan pada agregasi trombosit dan
berkurangnya respons terhadap ADP (adenosin difosfat) eksogen,
kolagen, dan epinefrin. Jumlah platelet factor 3 dan retraksi bekuan
juga menurun pada GGK yang tidak menjalani dialisis, diduga
karena adanya peranan dialyzable factor sebagai penyebab.
Faktor lain yang diduga berperan dalam menyebabkan gangguan
perdarahan adalah gangguan pada faktor VIII (dapat diperbaiki
dengan kriopresipitat dan desmopresin), gangguan metabolisme
(prostaglandin inhibitor-2) PGI2 dan aspirin.

6. Gangguan fungsi kardiovaskular


a). Hipertensi
Terjadinya hipertensi pada pasien GGK disebabkan karena
tingginya kadar renin akibat ginjal yang rusak. Tetapi bila LFG
menurun dan jumlah urin berkurang, hipertensi terjadi akibat
kelebihan cairan. Keadaan ini akan menimbulkan keluhan sakit
kepala, badan lemah, gagal jantung bendungan, kejang;
sedangkan hipertensi persisten mungkin terjadi akibat
berkurangnya LFG. Pada pasien hipertensi persisten yang tanpa
keluhan harus dievaluasi secara terus menerus untuk mencari

17
adanya kerusakan organ target. Pemeriksaan oftamologi perlu
selalu dilakukan pada pasien hipertensi persisten, selain itu
pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk mencari adanya
hipertrofi jantung kiri.
Pada penyakit GGK yang progresif, timbulnya hipertensi dapat
merupakan akibat langsung dari penyakit ginjalnya. Pada setiap
keadaan hipertensi, kita harus meneliti semua faktor yang dapat
menimbulkan peninggian tekanan darah seperti faktor
kardiovaskular, peningkatan tahanan pembuluh darah perifer,
faktor neurogen, faktor hormonal, dan faktor renovaskular.

7. Gangguan jantung
a). Perikarditis
Perikarditis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
GGK, terutama timbul pada pasien dengan uremia berat yang
tidak dilakukan dialisis. Eksudat pada perikarditis uremik
biasanya sedikit dan bersifat fibrinosa atau serofibrinosa.
Kadang pada pasien yang mendapat dialisis yang adekuat juga
timbul perikarditis dan efusi yang hemoragis. Pasien yang
mendapat terapi dialisis peritoneal dilaporkan lebih jarang
menderita perikarditis. Patogenesis perikarditis ini masih belum
diketahui dengan pasti. Walaupun toksin uremik yang tinggi
pada keadaan dialisis sering dijadikan kambing hitam, tetapi ada
dugaan bahwa kelebihan cairan berperan dalam menimbulkan
perikarditis. Walaupun pasien perikarditis uremik sering
mengalami infeksi terutama oleh virus, tetapi pada cairan
perikardial sulit ditemukan penyebab infeksi, sedangkan cairan
perikardial yang hemoragis sering dihubungkan dengan
pemakaian antikoagulan pada dialisis.

18
Manifestasi klinis perikarditis uremik dapat berupa nyeri dada,
demam, dan efusi perikardial. Setelah penumpukan cairan
perikardial cukup banyak, pericardial rub akan menghilang, dan
bunyi jantung menjadi redup. Juga dapat terjadi tamponade
jantung, terutama pada efusi perikardial yang hemoragis.
Perikarditis dan efusi perikardial uremik yang lama.

b). Fungsi miokard dan respons terhadap latihan


Pada pasien GGK toleransi terhadap latihan rendah. Kapasitas
kerja aerobik pada pasien GGK dan GGT yang menjalani
hemodialisis kronik dilaporkan menurun sesuai dengan
penurunan konsentrasi Hb. Toleransi terhadap latihan
dilaporkan membaik, bila anemia yang terjadi dikoreksi dengan
eritropoietin rekombinan. Kardiomiopati uremik sering
menimbulkan gangguan fungsi jantung berupa gagal jantung
kongestif yang biasanya ditemukan pada GGK yang berat dan
GGT. Kardiomiopati uremik ini disebabkan oleh kelebihan
cairan, anemia, hipertensi, dan mungkin toksin uremik.
Pada kebanyakan pasien GGK yang dilakukan dialisis,
kelebihan cairan ini dapat diatasi dengan dialisis sehingga fungsi
jantung dapat diperbaiki; tetapi hal ini tidak terjadi pada
beberapa pasien; diduga penyebabnya toksin uremik. Pada
pasien GGK dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri dan
penebalan septum interventrikular.

8. Gangguan neurologis
a). Neuropati perifer
Komplikasi berupa neuropati motorik dan sensorik yang
mengenai segmen distal (neuropati perifer) jarang ditemukan
pada anak. Penelitian terdahulu mendapatkan adanya penurunan

19
elektrofisiologis saraf perifer pada anak yang menderita GGK.
Gejalanya dapat berupa parestesia telapak tangan dan atau kaki,
adanya rasa nyeri, mati rasa pada bagian distal dan refleks
tendon merupakan manifestasi neuropati perifer uremik. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan menurunnya kecepatan konduksi
saraf perifer. Pemeriksaan konduksi saraf pada pasien GGK
sebaiknya dilakukan secara serial untuk mendeteksi adanya
gangguan saraf sedini mungkin. Kedaaan ini sering terjadi pada
keadaan uremia berat dan dengan tindakan dialisis memberikan
hasil yang bervariasi, sedangkan transplantasi ginjal
memberikan hasil yang baik.
b). Ensefalopati hipertensif
Peninggian tekanan darah yang hebat dan tiba-tiba dapat
menyebabkan nekrosis arteri intrakranial dan edema serebri
dengan gejala sakit kepala, penurunan kesadaran dan kejang.
Krisis hipertensi sering terjadi pada GGT. Tindakan penurunan
tekanan darah yang dilakukan segera tidak akan meninggalkan
gejala sisa yang berat, tetapi bila telah terjadi perdarahan
intraserebral dan intraventrikular dapat menimbulkan gejala sisa
yang berat dan bahkan kematian.
c). Retardasi mental
Diperkirakan terjadi peningkatan kejadian retardasi mental
dengan meningkatnya gangguan fungsi ginjal pada bayi dan
anak kecil yang menderita GGK pada tahun pertama kehidupan.
Hal ini diduga akibat pengaruh ureum terhadap perkembangan
otak dan banyaknya alumunium dalam makanan bayi.
Terjadinya disfungsi otak diduga sebagai akibat keracunan
aluminium, karena suatu penelitian menunjukkan kejadian
retardasi mental dan disfungsi otak menurun pada bayi yang

20
mendapat calcium binding agents yaitu kalsium karbonat
sebagai pengganti aluminium containing, fosfat binding agent.

9. Osteodistrofi ginjal
Penimbunan asam fosfat mengakibatkan terjadi hiperfosfatemia dan
menyebabkan kadar ion kalsium serum menurun. Keadaaan ini
merangsang kelenjar paratiroid untuk mengeluarkan hormon lebih
banyak agar ekskresi fosfor meningkat dan kadar fosfat kembali
normal. Jadi osteodistrofi ginjal adalah kelainan tulang pada GGK
sebagai akibat gangguan absorpsi kalsium, hiperfungsi paratiroid,
dan gangguan pembentukan vitamin D aktif.
Gejala klinis osteodistrofi ginjal antara lain gangguan pertumbuhan,
gangguan bentuk tulang, fraktur spontan dan nyeri tulang. Apabila
disertai gejala rakitis yang jelas akan timbul hipotonia umum, lemah
otot, dan nyeri otot. Pada pemeriksaan radiologi dan histologi
ditemukan gambaran tulang yang abnormal dengan ciri khas seperti
osteomalasia dan osteofibrosis. Pemeriksaan yang paling sederhana
untuk melihat gambaran osteodistrofi ginjal adalah ujung-ujung
tulang panjang yaitu foto falangs, sendi lutut, dan sendi siku.

10. Gangguan pertumbuhan


Terjadinya gangguan pertumbuhan pada pasien GGK dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Kemungkinan faktor yang paling
penting adalah umur waktu timbulnya GGK, karena yang paling
sering mempengaruhi pertumbuhan adalah penyakit ginjal
kongenital. Hal-hal yang diduga ada hubungannya dengan
gangguan fungsi ginjal usia dini, asidosis, osteodistrofi ginjal, dan
gangguan hormonal.
Keadaan asidosis dapat mengganggu pertumbuhan anak pasien
GGK. Terjadinya osteodistrofi ginjal dan menurunnya nafsu makan

21
pada pasien GGK akan menyebabkan masukan makanan dan energi
tidak adekuat sehingga mengganggu pertumbuhan. Adanya
gangguan sekresi hormon tumbuh dan insulin like growth factors
pada pasien GGK akan mempengaruhi pertumbuhan anak karena
pemberian hormon tumbuh rekombinan dapat mempercepat
pertumbuhan anak tapi mekanismenya sendiri belum diketahui.

11. Perkembangan seksual


Keterlambatan perkembangan seksual sering dijumpai pada pasien
GGK. Keadaan ini merupakan akibat disfungsi gonad primer dalam
memproduksi steroid gonad, disfungsi hipofisis dan gangguan
pengeluaran gonadotropin. Terjadinya gangguan pengeluaran
gonadotropin akan mengakibatkan terlambatnya pubertas. Keadaan
ini mungkin disebabkan uremia berat.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjak Kronis (GGK)

Kadang-kadang sulit membedakan apakah anak menderita GGA


yang reversible, atau GGK. Oleh karena itu sebaiknya dikenal kriteria
atau indikasi kapan seorang anak harus segera dilakukan pemeriksaan-
pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis.
Tabel 2.
Indikasi untuk menegakkan diagnosis
Gagal Ginjal.

1. Abnormalitas elektrolit
2. Hiperkalemia: K+ > 6 mmol/L
3. Hipernatremia, Hyponatremia
4. Asidosis metabolik
5. Hipokalsemia, Hiperfosfatemia
6. Hipertensi Berat

22
7. Edema Pulmo
8. Anuria/Oliguria

(Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic


and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite
RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford
University Press Inc., pp. 427-45)
Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting untuk mengungkap
penyebab gagal ginjal, meskipun pada beberapa anak hal tersebut baru
bisa diungkapkan melalui pemeriksaan-pemeriksaan yang spesifik table

Tabel 3.
Pemeriksaan-Pemeriksaan Spesifik untuk Menegakkan Diagnosa Gagal Ginjal Kronik.

1. USG Saluran Renal


2. Cyctourethrogram
3. Radio-isotope scans: DMSA, MAG3, or DTPA
4. Antegrade pressure flow studies
5. Urogram Intravena
6. Urinalisis
7. Kultur dan Mikroskopi Urin
8. C3, C4, antinuclear antibody, anti-DNA antibodies, anti-GBM antibodies, ANCA
9. Biopsi Renal
10. White cell cystine level
11. Eksresi Oxalat
12. Eksresi Purin
(Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end
stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors.
Clinical paediatric nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University
Press Inc., pp. 427-45)

23
2.1.8 Penatalaksanaan Gagal Ginjak Kronis (GGK)

Secara garis besar penatalaksanaan dapat dibagi 2 golongan, yaitu pengobatan


konservatif dan pengobatan pengganti. Di negara yang telah maju penanganan
konservatif pasien GGK hanya merupakan masa antara sebelum dilakukan
dialisis atau transplantasi, sehingga tanggung jawab dokter di sini adalah untuk
menjaga pasien agar jangan mati mendadak dan agar pembuluh darah, otot
jantung, retina, dan tulang harus dipertahankan seutuhnya. Sebaliknya di negara
berkembang penanganan konservatif masih merupakan titik akhir dan tanggung
jawab dokter di sini menjaga kualitas hidup pasien selama beberapa bulan
sebelum ajalnya. Pada umumnya pengobatan konservatif masih mungkin
dilakukan bila klirens kreatinin > 10 ml/menit/1,73 m2, tapi bila sudah < 10
ml/menit pasien tersebut harus diberikan pengobatan pengganti.

1. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif gagal ginjal pra-terminal, adalah:
a. Anak merasa sehat, tidak ada keluhan atau rasa sakit yang disebabkan
oleh uremia, seperti misalnya mual, muntah.
b. Merasa normal, seperti teman-temannya, mempunyai cukup energi
untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah dan aktivitas sosial lainnya;
sehingga dapat mencapai pertumbuhan motorik, sosial, dan intelektual
yang optimal.
c. Mempertahankan pertumbuhan fisik yang normal.
d. Mempertahankan agar fungsi keluarga berjalan seperti biasanya.
e. Memperlambat progresivitas penurunan LFG.
f. Mempersiapkan anak dan keluarganya untuk menghadapi keadaan
gagal ginjal terminal.

24
Yang termasuk terapi konservatif yaitu:
1. Nutrisi
Malnutrisi energi protein seringkali ditemukan pada anak-anak dengan
GGK. Patogenesis terjadinya malnutrisi ini multifaktorial. Faktor-faktor
tersebut, antara lain adalah anoreksia, diet protein yang rendah, proses
katabolisme akibat uremia yang menyebabkan pemecahan protein otot
dan inhibisi sintesis protein, sekresi kortisol dan hormon paratiroid yang
meningkat, resistensi insulin, asidosis metabolik, dan toksin uremia
lain. Pada pasien yang mendapat terapi dialisis, terjadi pembuangan
asam amino, peptida dan protein melalui dialisis, dan proses
katabolisme pada hemodialisis yang akan memperberat malnutrisinya.
Bila nutrisi tidak diperhatikan, pasien gagal ginjal akan jatuh dalam
keadaan malnutrisi, dan anak-anak akan mengalami gagal tumbuh.
Terapi nutrisi, berperan dalam menghambat kecepatan penurunan
fungsi ginjal dan akan dapat meningkatkan perasaan well-being serta
pertumbuhan.

Intake nutrisi yang direkomendasikan untuk anak-anak dengan GGK


hendaklah memperhatikan hal-hal berikut:
1. Asupan nutrisi sebaiknya dipantau melalui cara penilaian diet secara
prospektif 3 hari berturut-turut 2 kali setahun, dan lebih sering bila ada
indikasi klinik.
2. Anak-anak dengan GGK cenderung kehilangan nafsu makan dan
seringkali mendapatkan intake dibawah kebutuhan yang dianjurkan.
EAR adalah estimasi kebutuhan rata-rata
3. Energi, protein, vitamin, mineral. Kriteria ini dipakai untuk
menggantikan Recommended Daily Allowance (RDA), yang
didefinisikan sebagai kecukupan kebutuhan nutrisi untuk anak sehat
dengan jenis kelamin, tinggi badan dan umur yang sama. Asupan energi
kurang dari 80% dari RDA telah terbukti berasosiasi dengan gagal

25
tumbuh (Rizzoni 1984), yang dapat dipulihkan dengan meningkatkan
energi menjadi 100% RDA. Asupan energi berlebih tidak memberikan
manfaat, kecuali pada anak-anak dengan ratio berat terhadap tinggi
badan yang rendah, yang membutuhkan asupan energi sampai 120%
RDA. Untuk mencapai EAR yang sesuai umur dan energi, sebagian
besar anak dengan GGK membutuhkan suplemen kalori dalam bentuk
polimer glukosa atau emulsi lemak, dimana pada bayi dan anak-anak
kecil, diperlukan nutrisi tambahan melalui pipa nasogastrik.
4. Untuk mencegah atau mengobati hiperparatiroidisme sekunder, kadar
fosfat plasma harus dipertahankan antara mean dan -2SD untuk
umurnya, dengan cara membatasi diet fosfat dan pemakaian kalsium
karbonat sebagai pengikat fosfat.9 Sumber fosfat terbanyak adalah susu,
keju dan yoghurt.
5. Pada binatang coba, diet rendah protein terbukti mampu menghambat
laju penurunan fungsi ginjal. Pada anak-anak, yang kebutuhan
proteinnya lebih tinggi untuk pertumbuhannya, restriksi protein ternyata
tidak bermanfaat dalam menghambat laju penurunan fungsi ginjal,10
dan bahkan akan mengakibatkan gagal tumbuh.11 Anak-anak dengan
GGK sebaiknya memperoleh asupan protein minimum sesuai EAR for
age (lihat tabel). Tetapi bila kadar urea darah anak tetap diatas 120
mg/dl, barulah dilakukan restriksi protein secara bertahap sampai kadar
ureumny menurun. Restriksi protein tidak perlu diberlakukan bila
protein telah mencapai 6% dari kebutuhan total kalori. Beberapa
penelitian mengenai pemberian diet protein yang dicampur dengan
asam amino essensial atau analog ketoasidnya menunjukkan perbaikan
keadaan umum, perbaikan pertumbuhan dan fungsi ginjal, namun diet
ini sangat kompleks, mahal, rasanya tidak enak, dan belum ada
penelitian yang membuktikan bahwa diet ini lebih unggul dibanding
kelompok kontrol dengan makanan yang kurang kompleks.

26
Tabel Kebutuhan Kalori dan Protein yang Direkomendasikan Untuk Anak
dengan Gagal Ginjal Kronik.
Umur Tinggi (cm) Energi (kkal) Minimal Protein Kalsium (g) Fosfor (g)
(g)

0-2 bulan 55 120/kg 2,2/kg 0,4 0,2


2-6 bulan 63 110/kg 2,0/kg 0,5 0,4
6-12 bulan 72 100/kg 1,8/kg 0,6 0,5
1-2 tahun 81 1000 18 0,7 0,7
2-4 tahun 96 1300 22 0,8 0,8
4-6 tahun 110 1600 29 0,9 0,9
6-8 tahun 121 2000 29 0,9 0,9
8-10 tahun 131 2200 31 1,0 1,0
10-12 tahun 141 2450 36 1,2 1,2
12-14 tahun L 151 2700 40 1,4 1,4
P 154 2300 34 1,3 1,3
14-18 tahun L 170 3000 45 1,4 1,4
P 159 2350 35 1,3 1,3
18-20 tahun L 175 2800 42 0,8 0,8
P 163 2300 33 0,8 0,8

L= Laki-laki P=Perempuan

2. Keseimbangan air dan elektrolit


Penilaian secara klinik adanya dehidrasi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan turgor kulit, kekeringan mukosa, tekanan darah, tekanan
vena juguler, dan berat badan, yang harus selalu dilakukan pada setiap
kunjungan. Anak dengan uropati obstruktif atau displasia ginjal
umumnya cenderung menderita kekurangan garam natrium dan kalium,
yang akan mengganggu pertumbuhannya. Suplemen natrium khlorida

27
sebaiknya diberikan pada kasus-kasus tersebut dengan pemantauan
ketat terhadap pertumbuhan, sembab, hipertensi, atau hipernatremia.
Kebutuhan air disesuaikan dengan jumlah urine yang keluar. Anak-anak
dengan penyakit ginjal primer yang menimbulkan hipertensi,
dianjurkan untuk membatasi asupan natrium dan air.
Sebagian besar anak dengan GGK mampu mempertahankan
homeostasis kalium. Bila terjadi hiperkalemia, perlu dipikirkan apakah
tidak ada obat2an seperti misalnya ACE inhibitors, katabolisme, atau
asidosis metabolik, sebagai penyebabnya, sebelum membatasi asupan
kalium atau memberikan kalium exchange resin.

Tabel Kebutuhan Kalori dan Protein (RDA) Berdasarkan Derajat Fungsi


Ginjal
Umur/Tahun RDA LFG

Kalori Protein g/kg 10-20o 5-10o <5


kkal/kg ml/menit/1,73m2

0-0,5 115 2,2 1,7 1,5 1,3


0,5-1 105 2,0 1,4 1,2 1,0
1-3 100 1,8 1,3 1,1 1,0
4-6 85 1,5 1,2 1,0 0,9
7-10 85 1,2 1,1 0,9 0,8
11-14
L 60 1,0 0,8 0,7 0,6
P 48 1,0 1,0 0,8 0,7
15-18
L 42 0,85 0,8 0,7 0,6
P 38 0,85 0,8 0,7 0,6

28
3. Keseimbangan asam basa
Metabolik asidosis yang menetap seringkali menyebabkan gagal
tumbuh pada bayi dan menimbulkan demineralisasi tulang, serta
hiperkalemia. Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa perlu
diberikan suplemen natrium bikarbonat dimulai dari dosis 2
mmol/kg/hari, dengan pemantauan pH dan kadar bikarbonat pada
analisis gas darahnya.
4. Osteodistrofi Renal
1. Kadar hormon paratiroid (PTH) meningkat dan kadar 1,25
dihydroxycholecalciferol menurun, sejak mulai terjadinya
insufisiensi ginjal ringan, yaitu pada LFG 50-80 ml/menit/1.73m2.
Kadar fosfat plasma merupakan sebab utama terjadinya
hiperparatiroidisme sekunder. Fosfat mengatur sel paratiroid secara
independen pada kadar calcium serum dan kadar 1,25-
dihydroxycholecalciferol endogen. Oleh karenanya kontrol
terhadap fosfat plasma adalah hal paling penting sebagai prevensi
dan terapi hiperparatiroidisme sekunder, meskipun hal tersebut
paling sulit dicapai dalam jangka panjang, oleh karena
membutuhkan kepatuhan akan diet rendah fosfat yang ketat and
pemberian pengikat fosfat untuk mengurangi absorbsinya. Diet
rendah fosfat berarti membatasi intake susu sapi dan produknya.
Bila kadar fosfat plasma tetap diatas harga rata-rata untuk umur,
pengikat fosfat misalnya kalsium karbonat 100 mg/kg/hari
diberikan bersama makanan, dosis disesuaikan sampai kadar fosfat
plasma berada antara harga rata-rata dan -2SD sesuai umurnya.
Kalsium asetat, dan yang lebih baru, sevelamer (non-calcium/non-
aluminium containing polymer) juga merupakan pengikat fosfat
yang bermanfaat.
2. Penurunan kadar fosfat plasma dapat meningkatkan kadar 1,25-
dihydroxycholecalciferol endogen dan kalsium ion, yang mampu

29
menormalkan kadar PTH. Namun, bila kadar PTH tetap tinggi dan
kadar fosfat plasma normal, perlu ditambahkan vitamin D3
hidroksilasi.
3. Tipe, dosis, frekuensi, dan rute pemberian vitamin D sebagai
prevensi dan terapi osteodistrofi renal masih merupakan
kontroversi. Dianjurkan pemberian dosis rendah 1,25-
dihydroxycholecalciferol 15-30 ng/kg/sekali sehari untuk anak-
anak dengan berat kurang dari 20 kg, dan 250-500 ng sekali sehari
untuk anak-anak yang lebih besar, untuk menaikkan kadar kalsium
plasma sampai batas normal atas: bila kadar PTH telah normal,
1,25-dihydroxycholecalciferol dapat dihentikan sementara.
Pemberian 1,25-dihydroxycholecalciferol secara intravena lebih
efektif untuk menurunkan kadar PTH, tetapi dapat menyebabkan
adynamic bone, oleh karena 1,25-dihydroxycholecalciferol pada
dosis tinggi mempunyai efek antiproliferatif pada osteoblast.
4. Kadar kalsium, fosfat, dan alkali fosfatase plasma hendaknya
diperiksa setiap kunjungan. Kadar PTH diukur setiap bulan, atau
setiap kunjungan bila anak melakukan kunjungan yang lebih jarang,
dan terapi disesuaikan. Bila anak asimtomatik dan parameter
biokimia normal, hanya perlu dilakukan pemeriksaan radiologi
manus kiri dan pergelangan tangan setiap tahun untuk menilai usia
tulang.
5. Hipertensi
Hipertensi dapat berasal dari penyakit ginjal primer, misalnya
nefropati refluks, penyakit ginjal polikistik autosomal resesif, atau
karena GGK yang telah lanjut, akibat retensi natrium dan air.
Pengendalian tekanan darah pada GGK, bukan saja untuk
mencegah morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi itu sendiri,
melainkan juga untuk mencegah progresivitas penurunan fungsi
ginjal. Bila tidak ada circulatory volume overload, sistolik dan

30
diastolik dalam pemeriksaan berulang lebih dari 90 persentil untuk
umur, perlu diberikan terapi antihipertensi untuk prevensi
komplikasi hipertensi dan menghambat laju GGK. Bila ada tanda-
tanda circulatory volume overload sebagai penyebab hipertensi,
diberikan diuretik dari golongan furosemide dengan dosis 1-3
mg/kg dan diet rendah garam.
6. Infeksi
Anak-anak dengan kelainan ginjal rentan mengalami infeksi
saluran kemih berulang. Bila menderita refluks vesiko-ureter perlu
diberikan antibiotik dosis rendah sebagai profilaksis.
7. Anemia
Anemia pada GGK adalah anemia normokromik normositer,
karena produksi eritropoietin yang tidak adekuat. Eritropoietin
rekombinan (rHuEPO) telah dipakai secara luas untuk mencegah
anemia pada GGK. Disamping eritropoietin masih ada faktor lain
yang dapat mempermudah terjadinya anemia antara lain
menurunnya daya survival sel darah merah, inhibisi sumsum tulang
terutama oleh PTH, kehilangan darah intestinal, dan paling sering
defisiensi besi dan folat. Sebagian besar anak-anak dengan pra-
GGT dapat mempertahankan kadar hemoglobin tanpa bantuan
terapi eritropoietin rekombinan, dengan cara pengaturan nutrisi
yang baik, suplemen besi dan folat, dan bila diperlukan supresi
hiperparatiroid sekunder dengan memakai pengikat fosfat yang
tidak mengandung aluminium. Bila anemia tetap terjadi, dapat
diberikan eritropoietin rekombinan dengan dosis 50 unit/kg secara
subkutan dua kali seminggu, dosis dapat dinaikkan sesuai respon
agar mencapai target hemoglobin 10-12 g/dl. Kadar ferritin serum
dipertahankan diatas 100 mcg/l agar tercapai suplemen besi yang
adekuat. Anak-anak dengan pra-GGT biasanya mendapatkan

31
suplemen besi peroral, sedangkan mereka yang telah dilakukan
dialisis biasanya memerlukan suplemen besi secara intra-vena.
8. Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan indikator yang paing sensitif untuk terapi
GGK yang adekuat. Pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar
kepala, status pubertal, volume testes, dan lingkar lengan atas
sangat dianjurkan untuk dilakukan secara rutin, sehingga akan
dapat dideteksi secara dini setiap gangguan kecepatan
pertumbuhan. Pola pertumbuhan masing-masing anak dengan
GGK dipengaruhi oleh umur anak, umur saat onset GGK dan terapi
yang diberikan. Pada anak normal, kecepatan pertumbuhan
maksimal selama tahun pertama kehidupan, pertumbuhan
kemudian melambat selama masa anak-anak, dan meningkat lagi
dengan pubertal growth spurt. Pertumbuhan yang tidak optimal
pada salah satu atau kedua periode kritis tersebut akan
mengakibatkan berkurangnya tinggi badan akhir. Anak-anak pra-
pubertas dengan GGK yang tumbuh dibawah persentil ke-3 untuk
umurnya akan menunjukkan respon yang baik terhadap hormon
pertumbuhan rekombinan dengan dosis supra-fisiologik.
9. Mempertahankan fungsi ginjal
Pada sebagian besar anak dengan GGK, fungsi ginjalnya akan terus
menurun secara progresif, meskipun penyakit ginjal primernya
telah tidak aktif. Progresifitas GGK berkaitan dengan kelainan
histologinya yaitu glomerulosklerosis progresif, fibrosis
interstitial, dan sklerosis vaskuler atau arterioler. Untuk
mempertahankan fungsi ginjal yang berada pada suatu fase
tertentu, dapat dilakukan dengan cara-cara: pengendalian
hipertensi, menghilangkan proteinuria, mencegah terjadinya
hiperparatiroidisme sekunder, dan diet protein yang cukup.
Berbagai penelitian baik invivo maupun invitro membuktikan

32
bahwa lipid mempunyai peran penting dalam progresivitas
penyakit ginjal kronik. Gangguan metabolisme lipid sering
ditemukan pada GGK sehingga menimbulkan keadaan
hiperlipoproteinemia, kadar HDL menurun, LDL meningkat, dan
VLDL kholesterol sangat menurun, disertai hipertrigliseridemia,
dan gangguan apolipoprotein. Hal ini disebabkan karena terjadinya
gangguan klirens lipoprotein LDL, dan menurunnya aktivitas
lipolitik yang sebagian disebabkan oleh hiperparatiroidisme
sekunder dan resistensi insulin. Selain dengan manipulasi diet,
beberapa penelitian juga membuktikan manfaat penggunaan zat
untuk menurunkan kadar lipid darah terhadap perbaikan LFG dan
aliran plasma ginjal.
10. Edukasi dan persiapan
Masa terapi konservatif GGK, merupakan saat terbaik untuk
melaksanakan program edukasi bagi pasien dan keluarganya, untuk
menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi sehingga mereka
dan keluarganya akan ikut secara aktif dalam program pengobatan
tersebut. Masa tersebu juga dapat digunakan untuk mempersiapkan
mereka menghadapi stadium gagal ginjal terminal.

Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum anak masuk dalam stadium GGT:
1. Anak harus telah mendapatkan imunisasi lengkap sebelum dilakukan
transplantasi, setidak-tidaknya 3 bulan sebelum dimulainya TPG.
2. Anak-anak dengan GGK yang mengalami disfungsi buli-buli, misalnya
buli-buli neurogenik, atau katup uretra posterior harus diatasi terlebih
dahulu sebelum transplantasi dilakukan.
3. Anak-anak yang membutuhkan dialisis sebelum transplantasi, tetapi
tidak sesuai untuk dialisis peritoneal, hendaknya dibuatkan fistula
arteri-vena untuk akses hemodialisis.

33
2. Terapi Pengganti Ginjal
Tujuan terapi Gagal Ginjal Terminal pada anak-anak tidak hanya untuk
memperpanjang hidup anak, namun juga untuk meningkatkan kualitas
hidup secara keseluruhan, dengan tujuan utama adalah kehidupan masa
dewasa yang lebih baik.
Transplantasi ginjal yang berhasil merupakan terapi pilihan untuk semua
anak dengan gagal ginjal terminal. Transplantasi ginjal dapat dilakukan
dengan donor ginjal yang berasal dari keluarga hidup atau jenazah.
Dialisis merupakan pelengkap dari transplantasi yang diperlukan pada saat
sebelum atau antara transplantasi, dan bukanlah merupakan pilihan
alternatif dari transplantasi. Ada 2 pilihan dasar yaitu hemodialisis atau
dialisis peritoneal. Tetapi pilihan tidak selalu dapat dilakukan, bila misalnya
terdapat kesulitan untuk memperoleh akses fistula A-V, maka pilihan
hanyalah dialisis peritoneal, atau misalnya adanya adhesi intra-abdominal,
maka dialisis peritoneal tidak bisa dipilih, kecuali hemodialisis.
Seorang anak dipersiapkan untuk dilakukan transplantasi apabila laju
filtrasi glomerulus telah menurun sampai 10 ml/menit/1.73m2. Secara ideal
sebenarnya adalah melakukan transplantasi sebelum timbul gejala-gejala
akibat gagal ginjal kronik dan sebelum dialisis dibutuhkan. Tetapi hal
tersebut jarang bisa dilakukan karena masa tunggu untuk mendapatkan
donor yang cocok tidak bisa dipastikan, masalah-masalah medis yang tidak
memungkinkan anak segera menjalani transplantasi, atau yang paling sering
adalah memberikan waktu yang cukup untuk pasien dan keluarganya guna
mempersiapkan dan menyesuaikan diri menghadapi situasi yang baru.
Indikasi untuk memulai dialisis adalah:
1. Timbulnya gejala sindrom uremia berupa letargi, anoreksia, atau
muntah yang mengganggu aktivitas sehari-harinya.
2. Gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam
jiwa, misalnya hiperkalemia yang tidak respon terhadap pengobatan
konservatif.

34
3. Gejala kelebihan cairan yang tidak dapat diatasi dengan terapi diuretik.
4. Terjadi gagal tumbuh yang menetap meskipun telah dilakukan terapi
konservatif yang adekuat.

Yang termasuk terapi konservatif yaitu:


1. Dialisis
Keuntungan dan kerugian dialisis peritoneal dan hemodialisis dapat
dilihat pada tabel di bawah ini. Di Inggeris, Amerika Serikat, dan
banyak negara-negara lain, dialisis peritoneal lebih banyak dilakukan
pada anak-anak.
Hemodialisis adalah suatu teknik untuk memindahkan atau
membersihkan solut dengan berat molekul kecil dari darah secara difusi
melalui membran semipermeabel. Hemodialisis membutuhkan akses
sirkulasi, yang paling baik adalah pembuatan fistula A-V pada vasa
radial atau brachial dari lengan yang tidak dominan.
Pada dialisis peritoneal, membran peritoneal berfungsi sebagai
membran semi-permeabel untuk melakukan pertukaran dengan solute
antara darah dan cairan dialisat. Untuk memasukkan cairan dialisat
kedalam rongga peritoneum perlu dipasang kateter peritoneal dari
Tenckhoff. Ada 2 cara pelaksanaan dialisis peritoneal, yaitu:
1. Automated Peritoneal Dialysis (APD), dimana dialisis dilakukan
malam hari dengan mesin dialisis peritoneal, sehingga pada siang
hari pasien bebas dari dialisis.
2. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dialisis
berlangsung 24 jam sehari dengan rata-rata pertukuran cairan
dialisat setiap 6 jam sekali.

35
Meskipun hemodialisis dan dialisis peritoneal merupakan TPG yang
efektif, angka mortalitas dialisis lebih tinggi daripada transplantasi
untuk semua kelompok umur.
2. Transplantasi
Merupakan terapi terbaik bagi anak-anak dengan gagal ginjal terminal
oleh karena akan memberikan rehabiltasi terbaik untuk hidup yang
sangat mendekati wajar. 4 Transplantasi dilakukan dengan ginjal
jenazah atau ginjal yang berasal dari keluarga hidup yang berusia relatif
lebih tua, biasanya dari orang tuanya.

36
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian kesehatan pada anak, dimulai dengan bayi berumur satu
bulan dan di akhiri denga anak usia belasan tahun pada masa remaja
akhir. Meskipun proses pengkajian fisik dirinci ke dalam evaluasi
berbagai sistem tubuh, perawat perlu mengambil pendekatan sebagian
untuk pengkajian fisik, kenyataannya pengkalian fisik bersifat kontinu
dann terjadi selama wawancara kesehatan.
2.2.1.1 Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Pada Anak
a. Tanggal riwayat mengidentifikasi data
Termasuk nama,panggilan,nama orang tua yang dapat
dihubungi sselama jam-jam kerja,tanggal lahir
anak,umur (bulan,tahun), jenis kelamin, suku,bahasa
yang diucapkan, bahasa yang dimengerti.
b. Keluhan utama
Gunakan pernyataan pembukaan singkat seperti Apa
masalah yang buat ia datang kesini? catat kata-kata
orang tua atau anak,catat semua kata-kata orang tua dan
anak.
c. Riwayat penyakit sekarang
Termasuk uraian keluhan utama secara kronologis.
Uraian menjawab pertanyaan yang berhubungan
dengan dimana ( lokasi ), apa ( kualitas, faktor-faktor
yang mamperburuk atau meringankan gejala ), kapan (
serangan, durasi, frekuensi ) dan seberapa ( intensitas,
keparahan ). Orang tua atau anak harus juga di tanya
tentang manifestasi-manifestasi yang berhubungan.
d. Riwayat masa lalu
a) Riwayat kelahiran

37
1. Riwayat prenatal
2. Riwayat neonatal
b) Penyakit pada masa anak-anak
e. Imunisasi
Termasuk hal-hal spesifik tentang imunisasi
(tanggal,jenis) dan reaksi yang tidak diharapkan,bila
anak belum di imunisasi,catat alasannya catat
desentisasi misalnya campak,gondok/rubela.
f. Pengobatan saat ini
Termasuk obat-obatan dengan resep atau tanpa resep
dokter, dosis, frekuensi, dan waktu dari dosis terakhir
g. Pertumbuhan dan perkembangan fisik
Termasuk tinggi dan berat badan rata-rata pada umur 1,
2, 5 dan 10 tahun dan erupsi/ tanggalnya gigi.
h. Riwayat perkembangan
Riwayat perkembangan yang teliti penting dalam
merencanakan intervensi keperawatan yang sesuai
dengan tingkat usia anak,termasuk umur pada saat anak
berguling badan, duduk sendiri, merangkak, berjalan,
mengucapkan kata pertama, mengucapkan kata
pertama, dan berpakaian tanpa bantuan.
i. Riwayat Sosial
a). Meliputi melakukan defekasi dan miksi
b). Tidur (jumlah dan pola tidur selama siang dan
malam hari, doa waktu tidur dan objek yang aman,
takut, dan mimpi buruk)
c). Kemampuan berbicara (pelat, gagap, jelas)
d). Seksualitas (hubungan dengan lawan jenis,
keingintahuan tentang informasi dan aktivitas
seksual, jenis informasi yang di berikan anak)

38
e). Sekolah (tingkatan dalam sekolah, prestasi
akademik, penyesuaian terhadap sekolah)
f). Kebiasaan (mengisap ibu jari,menggigit kuku,
makan tanah, membenturkan kepala)
g). Disiplin (metode-metode yang digunakan, respon
anak terhadap disiplin)
h). Kepribadian dan watak (keserasian,agresif,menarik
diri, hubungan dengan teman sebaya dan keluarga)
i). Anak-anak dan remaja harus di tanya apakah
mereka pernah merasa sedih atau murung. Jika ya
mereka harus ditanya apakah mereka pernah
berfikir untuk bunuh diri.
2. Riwayat keluarga
Termasuk umur dan kesehatan anggota keluarga
terdekat, penyakit keturunan, adanya kelainan kongenital
dan jenisnya, keturunan dari orang tua, pekerjaan dan
pendidikan orang tua, dan hubungan keluarga.tanyakan
tentang kondisi kehidupan (jenis tempat tinggal dan
tetangga). Berguna untuk menunjukan hubungan,umur,dan
kesehatan anggota keluarga.
2.2.1.2 Pola Dasar
1. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur Kelemahan otot dan
tonus, penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, enolak,
cemas, takut, marah, irritable

39
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin
pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen
kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi,
anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites Penurunan
otot, penurunan lemak subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas,
kesemutan, gangguan status mental,penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, koma
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal
Dyspnea (+), batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi
edema pulmonal
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi),
petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit,
ROM terbatas
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti
biasanya
(Doengoes, 2000)

40
2.2.2 Diagnosa
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan
sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic,
pneumonitis, perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialysis.

2.2.3 Rencana Keperawatan

DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas b/d kongesti paru, Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
hipertensi pulmonal, Respiratory Status : ventilation Buka jalan nafas, guanakan teknik
penurunan perifer yang Vital Sign Status chin lift atau jaw thrust bila perlu
mengakibatkan Kriteria Hasil : Posisikan pasien untuk
asidosis laktat dan Mendemonstrasikan peningkatan memaksimalkan ventilasi
penurunan curah ventilasi dan oksigenasi yang Identifikasi pasien perlunya
jantung. adekuat pemasangan alat jalan nafas buatan
Memelihara kebersihan paru paru Pasang mayo bila perlu
Definisi : Kelebihan dan bebas dari tanda tanda distress
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
atau kekurangan dalam pernafasan Keluarkan sekret dengan batuk atau
oksigenasi dan atau Mendemonstrasikan batuk efektif suction
pengeluaran dan suara nafas yang bersih, tidak
Auskultasi suara nafas, catat adanya
karbondioksida di ada sianosis dan dyspneu (mampu
suara tambahan
dalam membran mengeluarkan sputum, mampu
Lakukan suction pada mayo
kapiler alveoli bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips) Berika bronkodilator bial perlu
Batasan karakteristik : Tanda tanda vital dalam rentang Barikan pelembab udara
- Gangguan penglihatan normal Atur intake untuk cairan
- Penurunan CO2 mengoptimalkan keseimbangan.
- Takikardi Monitor respirasi dan status O2

41
- Hiperkapnia
- Keletihan Respiratory Monitoring
- somnolen Monitor rata rata, kedalaman, irama
- Iritabilitas dan usaha respirasi
- Hypoxia Catat pergerakan dada,amati
- kebingungan kesimetrisan, penggunaan otot
- Dyspnoe tambahan, retraksi otot
- nasal faring supraclavicular dan intercostal
- AGD Normal Monitor suara nafas, seperti dengkur
- sianosis Monitor pola nafas : bradipena,
- warna kulit abnormal takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
(pucat, kehitaman) cheyne stokes, biot
- Hipoksemia Catat lokasi trakea
- hiperkarbia Monitor kelelahan otot diagfragma (
- sakit kepala ketika gerakan paradoksis )
bangun
Auskultasi suara nafas, catat area
- frekuensi dan
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
kedalaman nafas
suara tambahan
abnormal
Tentukan kebutuhan suction dengan
Faktor faktor yang
mengauskultasi crakles dan ronkhi
berhubungan :
pada jalan napas utama
- ketidakseimbangan
perfusi ventilasi Uskultasi suara paru setelah tindakan
perubahan membran untuk mengetahui hasilnya
kapiler-alveolar AcidBase Managemen
Monitro IV line
Pertahankanjalan nafas paten
Monitor AGD, tingkat elektrolit
Monitor status hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
Monitor adanya tanda tanda gagal
nafas
Monitor pola respirasi
Lakukan terapi oksigen
Monitor status neurologi
Tingkatkan oral hygiene

2 Penurunan curah NOC : NIC :


jantung b/d respon Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care
fisiologis otot jantung, Circulation Status Evaluasi adanya nyeri dada (
peningkatan frekuensi, Vital Sign Status intensitas,lokasi, durasi)
dilatasi, hipertrofi atau Kriteria Hasil: Catat adanya disritmia jantung
peningkatan isi Tanda Vital dalam rentang normal Catat adanya tanda dan gejala
sekuncup (Tekanan darah, Nadi, respirasi) penurunan cardiac putput
Monitor status kardiovaskuler

42
Dapat mentoleransi aktivitas, tidak
Monitor status pernafasan yang
ada kelelahan menandakan gagal jantung
Tidak ada edema paru, perifer, dan Monitor abdomen sebagai indicator
tidak ada asites penurunan perfusi
Tidak ada penurunan kesadaran Monitor balance cairan
Monitor adanya perubahan tekanan
darah
Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
Monitor toleransi aktivitas pasien
Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor adanya pulsus paradoksus
Monitor adanya pulsus alterans
Monitor jumlah dan irama jantung
Monitor bunyi jantung
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign

43
3 Pola Nafas tidak efektif NOC : Fluid management
Respiratory status : Ventilation Pertahankan catatan intake dan
Definisi : Pertukaran Respiratory status : Airway output yang akurat
udara inspirasi patency Pasang urin kateter jika diperlukan
Vital sign Status
dan/atau ekspirasi tidak Monitor hasil lAb yang sesuai dengan
adekuat Kriteria Hasil : retensi cairan (BUN , Hmt ,
Mendemonstrasikan batuk efektif osmolalitas urin )
Batasan karakteristik : dan suara nafas yang bersih, tidak Monitor status hemodinamik
- Penurunan tekanan ada sianosis dan dyspneu (mampu termasuk CVP, MAP, PAP, dan
inspirasi/ekspirasi mengeluarkan sputum, mampu PCWP
- Penurunan pertukaran bernafas dengan mudah, tidak ada Monitor vital sign
udara per menit pursed lips) Monitor indikasi retensi / kelebihan
- Menggunakan otot Menunjukkan jalan nafas yang cairan (cracles, CVP , edema, distensi
pernafasan tambahan paten (klien tidak merasa tercekik, vena leher, asites)
- Nasal flaring irama nafas, frekuensi pernafasan
Kaji lokasi dan luas edema
- Dyspnea dalam rentang normal, tidak ada
Monitor masukan makanan / cairan
- Orthopnea suara nafas abnormal)
dan hitung intake kalori harian
- Perubahan Tanda Tanda vital dalam rentang
penyimpangan dada normal (tekanan darah, nadi, Monitor status nutrisi
- Nafas pendek pernafasan) Berikan diuretik sesuai interuksi
- Assumption of 3-point Batasi masukan cairan pada keadaan
position hiponatrermi dilusi dengan serum Na
- Pernafasan pursed-lip < 130 mEq/l
- Tahap ekspirasi Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlangsung sangat berlebih muncul memburuk
lama Fluid Monitoring
- Peningkatan diameter Tentukan riwayat jumlah dan tipe
anterior-posterior intake cairan dan eliminaSi
- Pernafasan rata- Tentukan kemungkinan faktor resiko
rata/minimal dari ketidak seimbangan cairan
Bayi : < 25 atau > 60 (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 renal, gagal jantung, diaporesis,
Usia 5-14 : < 14 atau > disfungsi hati, dll )
25 Monitor serum dan elektrolit urine
Usia > 14 : < 11 atau > Monitor serum dan osmilalitas urine
24 Monitor BP, HR, dan RR
- Kedalaman pernafasan Monitor tekanan darah orthostatik
Dewasa volume tidalnya dan perubahan irama jantung
500 ml saat istirahat Monitor parameter hemodinamik
Bayi volume tidalnya 6-8 infasif
ml/Kg Monitor adanya distensi leher, rinchi,
- Timing rasio eodem perifer dan penambahan BB
- Penurunan kapasitas Monitor tanda dan gejala dari odema
vital

44
Faktor yang
berhubungan :
- Hiperventilasi
- Deformitas tulang
- Kelainan bentuk
dinding dada
- Penurunan
energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal
- Obesitas
- Posisi tubuh
- Kelelahan otot
pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi
Neuromuskuler
- Kerusakan
persepsi/kognitif
- Perlukaan pada
jaringan syaraf tulang
belakang
- Imaturitas Neurologis
4 Kelebihan volume NOC : NIC :
cairan b/d Electrolit and acid base balance Fluid management
berkurangnya curah Fluid balance Timbang popok/pembalut jika
jantung, retensi cairan diperlukan
dan natrium oleh Kriteria Hasil: Pertahankan catatan intake dan
ginjal, hipoperfusi ke Terbebas dari edema, efusi, output yang akurat
jaringan perifer dan anaskara Pasang urin kateter jika diperlukan
hipertensi pulmonal Bunyi nafas bersih, tidak ada Monitor hasil lAb yang sesuai dengan
dyspneu/ortopneu retensi cairan (BUN , Hmt ,
Definisi : Retensi Terbebas dari distensi vena osmolalitas urin )
cairan isotomik jugularis, reflek hepatojugular (+) Monitor status hemodinamik
meningkat Memelihara tekanan vena sentral, termasuk CVP, MAP, PAP, dan
Batasan karakteristik : tekanan kapiler paru, output PCWP
- Berat badan jantung dan vital sign dalam batas Monitor vital sign
meningkat pada waktu normal
Monitor indikasi retensi / kelebihan
yang singkat Terbebas dari kelelahan,
cairan (cracles, CVP , edema, distensi
- Asupan berlebihan kecemasan atau kebingungan
vena leher, asites)
dibanding output
Kaji lokasi dan luas edema

45
- Tekanan darah Menjelaskanindikator kelebihan Monitor masukan makanan / cairan
berubah, tekanan arteri cairan dan hitung intake kalori harian
pulmonalis berubah, Monitor status nutrisi
peningkatan CVP Berikan diuretik sesuai interuksi
- Distensi vena jugularis Batasi masukan cairan pada keadaan
- Perubahan pada pola hiponatrermi dilusi dengan serum Na
nafas, dyspnoe/sesak < 130 mEq/l
nafas, orthopnoe, suara Kolaborasi dokter jika tanda cairan
nafas abnormal (Rales berlebih muncul memburuk
atau crakles),
kongestikemacetan Fluid Monitoring
paru, pleural effusion Tentukan riwayat jumlah dan tipe
- Hb dan hematokrit intake cairan dan eliminaSi
menurun, perubahan
Tentukan kemungkinan faktor resiko
elektrolit, khususnya
dari ketidak seimbangan cairan
perubahan berat jenis
(Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
- Suara jantung SIII
renal, gagal jantung, diaporesis,
- Reflek hepatojugular
disfungsi hati, dll )
positif
Monitor berat badan
- Oliguria, azotemia
- Perubahan status Monitor serum dan elektrolit urine
mental, kegelisahan, Monitor serum dan osmilalitas urine
kecemasan Monitor BP, HR, dan RR
Monitor tekanan darah orthostatik
Faktor-faktor yang dan perubahan irama jantung
berhubungan : Monitor parameter hemodinamik
- Mekanisme infasif
pengaturan melemah Catat secara akutar intake dan output
- Asupan cairan Monitor adanya distensi leher, rinchi,
berlebihan eodem perifer dan penambahan BB
- Asupan natrium Monitor tanda dan gejala dari odema
berlebihan
5 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
kebutuhan tubuh Intake Kaji adanya alergi makanan
Kriteria Hasil : Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Definisi : Intake nutrisi Adanya peningkatan berat badan menentukan jumlah kalori dan nutrisi
tidak cukup untuk sesuai dengan tujuan yang dibutuhkan pasien.
keperluan metabolisme Berat badan ideal sesuai dengan Anjurkan pasien untuk meningkatkan
tubuh. tinggi badan intake Fe
Mampu mengidentifikasi Anjurkan pasien untuk meningkatkan
Batasan karakteristik : kebutuhan nutrisi protein dan vitamin C
- Berat badan 20 % atau Tidak ada tanda tanda malnutrisi Berikan substansi gula
lebih di bawah ideal

46
- Dilaporkan adanya Tidak terjadi penurunan berat Yakinkan diet yang dimakan
intake makanan yang badan yang berarti mengandung tinggi serat untuk
kurang dari RDA mencegah konstipasi
(Recomended Daily Berikan makanan yang terpilih (sudah
Allowance) dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Membran mukosa dan Ajarkan pasien bagaimana membuat
konjungtiva pucat catatan makanan harian.
- Kelemahan otot yang Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
digunakan untuk kalori
menelan/mengunyah Berikan informasi tentang kebutuhan
- Luka, inflamasi pada nutrisi
rongga mulut Kaji kemampuan pasien untuk
- Mudah merasa mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
kenyang, sesaat setelah
mengunyah makanan Nutrition Monitoring
- Dilaporkan atau fakta BB pasien dalam batas normal
adanya kekurangan Monitor adanya penurunan berat badan
makanan Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
- Dilaporkan adanya biasa dilakukan
perubahan sensasi rasa Monitor interaksi anak atau orangtua
- Perasaan selama makan
ketidakmampuan Monitor lingkungan selama makan
untuk mengunyah Jadwalkan pengobatan dan tindakan
makanan tidak selama jam makan
- Miskonsepsi Monitor kulit kering dan perubahan
- Kehilangan BB pigmentasi
dengan Monitor turgor kulit
makanan cukup Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
- Keengganan untuk mudah patah
makan Monitor mual dan muntah
- Kram pada abdomen Monitor kadar albumin, total protein,
- Tonus otot jelek Hb, dan kadar Ht
- Nyeri abdominal Monitor makanan kesukaan
dengan atau tanpa Monitor pertumbuhan dan
patologi perkembangan
- Kurang berminat Monitor pucat, kemerahan, dan
terhadap makanan kekeringan jaringan konjungtiva
- Pembuluh darah Monitor kalori dan intake nuntrisi
kapiler mulai rapuh Catat adanya edema, hiperemik,
- Diare dan atau hipertonik papila lidah dan cavitas
steatorrhea oral.
- Kehilangan rambut Catat jika lidah berwarna magenta,
yang cukup banyak scarlet
(rontok)

47
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi

Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan
atau mengabsorpsi zat-
zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
6 Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :
curah jantung yang Energy conservation Energy Management
rendah, Self Care : ADLs Observasi adanya pembatasan klien
ketidakmampuan Kriteria Hasil : dalam melakukan aktivitas
memenuhi Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
Dorong anal untuk mengungkapkan
metabolisme otot tanpa disertai peningkatan perasaan terhadap keterbatasan
rangka, kongesti tekanan darah, nadi dan RR Kaji adanya factor yang menyebabkan
pulmonal yang Mampu melakukan aktivitas kelelahan
menimbulkan sehari hari (ADLs) secara mandiri Monitor nutrisi dan sumber energi
hipoksinia, dyspneu tangadekuat
dan status nutrisi yang Monitor pasien akan adanya kelelahan
buruk selama sakit fisik dan emosi secara berlebihan
Monitor respon
Intoleransi aktivitas b/d kardivaskuler terhadap aktivitas
fatigue Monitor pola tidur dan lamanya
Definisi : tidur/istirahat pasien
Ketidakcukupan
energu secara fisiologis Activity Therapy
maupun psikologis Kolaborasikan dengan Tenaga
untuk meneruskan atau Rehabilitasi Medik
menyelesaikan aktifitas dalammerencanakan progran terapi
yang diminta atau yang tepat.
aktifitas sehari hari. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
Batasan karakteristik : Bantu untuk memilih aktivitas
a. melaporkan secara konsisten yangsesuai dengan
verbal adanya kemampuan fisik, psikologi dan
kelelahan atau social
kelemahan. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang

48
b. Respon abnormal dari diperlukan untuk aktivitas yang
tekanan darah atau nadi diinginkan
terhadap aktifitas Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
c. Perubahan EKG yang aktivitas seperti kursi roda, krek
menunjukkan aritmia Bantu untu mengidentifikasi aktivitas
atau iskemia yang disukai
d. Adanya dyspneu atau Bantu klien untuk membuat jadwal
ketidaknyamanan saat latihan diwaktu luang
beraktivitas. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
Faktor factor yang beraktivitas
berhubungan : Sediakan penguatan positif bagi yang
Tirah Baring atau aktif beraktivitas
imobilisasi Bantu pasien untuk mengembangkan
Kelemahan motivasi diri dan penguatan
menyeluruh Monitor respon fisik, emoi, social dan
Ketidakseimbangan spiritual
antara suplei oksigen
dengan kebutuhan
Gaya hidup yang
dipertahankan.

2.2.4 Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang
telah disusun, kemudian disesuaikan dengan respons dan kondisi klien
saat itu. Implementasi dilakukan mengacu pada tujuan intervensi pada
setiap diagnosa.

2.2.5 Evaluasi
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
teratasi
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan
sepsis teratasi
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic,
pneumonitis, perikarditis teratasi

49
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll) teratasi
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialysis teratasi.

2.3 Konsep Hospitalisasi

50
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya dalam
darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal)
(Nursalam, 2009).
Penyakit ginjal kronis pada anak dapat disebabkan penyakit kongenital,
didapat, genetik, atau metabolik. Tujuan penatalaksanaan penyakit ginjal kronik
adalah untuk menganani penyebab primer gangguan ginjal, menghilangkan atau
meminimalisir kondisi-kondisi komorbid, mencegah atau memperlambat
penurunan fungsi ginjal, menangani gangguan metabolik yang terkait, mencegah
dan menangani penyakit kardiovaskular, dan mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan. Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis adalah bervariasi
menurut stadium dan penatalaksanaan yang dilakukan. Dengan deteksi dan
penatalaksanaan dini, morbiditas dan mortalitas diharapkan dapat diturunkan.

51
DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Husein. 2001. Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2. IDAI : JakartBehrman R.E,
at all. 2004.
Nelson, Waldo. E. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Penyakit Glomerulus,
hal.1809-1819. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D. Gagal Ginjal Kronik. Dalam Alatas H,
Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO Eds. Buku Ajar Nefrologi Anak 2nd ed.
Bali penerbit FKUI Jakarta, 2002; 509-30.
Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : salemba Medika.
Smeltzer, suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddarth (Ed.8, Vol. 1, 2). Alih Bahasa oleh Agung Waluyo. Jakarta : EGC.

52

Você também pode gostar