Você está na página 1de 32

TUGAS SISTEM MUSKULOSKELETAL

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. Mei Nur Fatimah (10215003)
2. Efi Rulli Guswati (10215009)
3. Oktavia Eka Puspitasari (10215013)
4. Yessi Elita Okinawati (10215016)
5. Titik Pusparini (10215021)
6. Richard Abdul Azis (10215028)
7. Rizky Irmawati (10215035)
8. Dadang Ari Wibowo (10215037)
9. Ayu Rahma Widhiya Anita (10215043)
10. Septiawan Agung Dwi Sahuri E. (10215053)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas izin dan
kuasanya kami dapat menyelesaikan tugas makalah sistem muskuloskeletal

i
dengan judul Fraktur sadar bahwa dalam penulisan ini tidak sedikit masalah
yang dihadapi, namun berkat kerja keras serta bantuan dari pihak, semua masalah
tadi bisa teratasi dengan baik. Oleh karena itu, kami banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis sadar bahwa ini jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca, baik mahasiswa maupun masyarakat sebagai
tambahan wawasan pengetahuan.

Kediri, 06 Oktober 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan............................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Fraktur.............................................................................. 6
B. Klasifikasi Fraktur......................................................................... 6
C. Etiologi Fraktur.............................................................................. 9
D. Patofisiologi Fraktur...................................................................... 9
E. Manifestasi klinis Fraktur.............................................................. 10
F. Pemeriksaan Diagnostik Fraktur.................................................... 11
G. Komplikasi Fraktur........................................................................ 13
H. Penatalaksanaan Fraktur................................................................ 15
I. Pathways Fraktur........................................................................... 33
J. Asuhan Keperawatan Fraktur........................................................ 34
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 29
A. Saran.............................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau
tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008).
Dikehidupan sehari hari yang semakin padat dengan aktifitas masing-
masing manusia dan untuk mengejar perkembangan zaman, manusia tidak
akan lepas dari fungsi normal musculoskeletal terutama tulang yang
menjadi alat gerak utama bagi manusia, tulang membentuk rangka
penujang dan pelindung bagian tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-
otot yang menggerakan kerangka tubuh,. namun dari ulah manusia itu
sendiri, fungsi tulang dapat terganggu karena mengalami fraktur. Fraktur
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut
dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap (Mansjoer, 2008).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih
dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar
1.3 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan
yang memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas
bawah sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi (Depkes RI,
2011).
Berdasarkan data dari catatan medik Ruang Umar Rumah Sakit
Roemani Semarang, jumlah penderita fraktur selama 1 tahun terakhir ini
yaitu dari bulan Mei 2011sampai April 2012 sebanyak 32 pasien, dari
jumlah pasien yang mengalami fraktur cruris ada 10 pasien (Catatan medik
Ruang Umar Rumah Sakit Roemani Semarang). Fenomena yang ada di
rumah sakit menunjukan bahwa pasien di rumah sakit mengalami berbagai
masalah keperawatan diantaranya nyeri, kerusakan mobilitas, resiko
infeksi, cemas, bahkan gangguan dalam beribadah.
Berbagai penyebab fraktur diantaranya cidera atau benturan, faktor
patologik,dan yang lainnya karena faktor beban. Selain itu fraktur akan

4
bertambah dengan adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya syok,
sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi,
dan avaskuler nekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan
terjadi mal union, delayed union, non union atau bahkan perdarahan.
Berbagai tindakan bisa dilakukan di antaranya rekognisi, reduksi, retensi,
dan rehabilitasi. Meskipun demikian masalah pasien fraktur tidak bisa
berhenti sampai itu saja dan akan berlanjut sampai tindakan setelah atau
post operasi (Price, 2005) .
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Fraktur ?
2. Apa etiologi Fraktur ?
3. Apa klasifikasi Fraktur ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Fraktur ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Fraktur ?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Fraktur ?
7. Bagaimana komplikasi dari Fraktur ?
8. Bagaimana Penatalaksanaan dari Fraktur ?
9. Bagaimana pathways Fraktur ?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Fraktur ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Fraktur.
2. Untuk mengetahui apa klasifikasi Fraktur.
3. Untuk mengetahui apa etiologi Fraktur.
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Fraktur.
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Fraktur.
6. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Fraktur.
7. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari Fraktur.
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Fraktur.
9. Untuk mengetahui bagaimana pathways Fraktur.
10. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Fraktur.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi
jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Smeltzer dan Bare, 2002).

5
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit
seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer,
2002). Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur
cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada
tulang tibia dan fibula.
B. Klasifikasi
1. Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain :
a) Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu :
1. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b) Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit
yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman
dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
1. Derajat 1 Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2. Derajat 2 Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas.
3. Derajat 3 Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
2. Menurut Mansjoer (2000) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2
yaitu :
a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)

6
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang
lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang
dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu
sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut
green stick. Menurut Price dan Wilson ( 2005) kekuatan dan sudut
dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,
sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang.
3. Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma ada 5 yaitu :
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi
juga.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di
sebabkan oleh trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
4. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahanada 3 antara
lain:
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
Contoh Gambar :

7
Fraktur menurut derajatnya

Afulsi
C. Etiologi
Dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu :
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
4. Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima
dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan
lari.
D. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter dan Bare, 14
2002).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi

8
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan
serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani
dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner
dan Suddarth, 2002 ).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur
tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti
tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007).
E. Manifestasi Klinis
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik adalah sebagai berikut :
1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan
jaringan sekitarnya.
2. Bengkak atau edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang
terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
3. Memar atau ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi
daerah disekitarnya.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, terkenanya saraf karena edema.

9
6. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidak stabilan tulang yang fraktur, nyeri atau
spasme otot paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
7. Mobilitas abnormal
Adalah gerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakkan.
8. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang
digerakkan.
9. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau
trauma dan pergerakkan otot yang mendorong fragmen tulang
keposisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk
normalnya.
10. Shock hipovolemik
Shock yang terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. X-ray
menentukan lokasi/luasnya fraktur

2. Scan tulang
Memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.

10
3. Arteriogram
Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.

4. Hitung Darah Lengkap


Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan,
peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan.

5. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan ini darah rutin diperiksa apabila pasien akan
dilakukan pembedahan secara anastesi umum.
6. Pemeriksaan Rontgen
Digunakan untuk menegakkan diagnosis dari fraktur (Noor, 2016).
G. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005)
antara lain:

11
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a) Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel
ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks,
pelvis dan vertebra.
b) Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c) Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan
yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena
edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah
(misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi,
CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
e) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
f) Avaskuler nekrosis

12
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali
dengan adanya Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
g) Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal
union, delayed union, dan non union.
h) Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
i) Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
j) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
20 Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang (Price dan
Wilson,2006).

H. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung
dari patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga
agar tulang tetap menempel sebagai mestinya. Proses pemyembuhan
memerlukan waktu yang lebih lama. Setalah sembuh, tulang biasanya kuat
dan kembali berfungsi ( Corwin, 2010).
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulating), apakah terjadinya syok atau tidak.
Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru dilakukan amnesi dan
pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting

13
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden
period 1-6 jam, bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
Lakukan amnesis dan pemeriksaan secara cepat, singkat dan lengkap.
Kemudia, lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatanfoto
(Mansioer.2000).
Penatalaksannan fraktur telah banyak mengalami perubahan dalam
waktu sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing
mempunyai banyak kerugian karena berbaring lebih lama, meskipun
merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh
karena itu tindakan ini banyak dilakukan pada orang dewasa
(Mansjoer,2000).
Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat
dimobilisasi dengan salah satu cara dibawah ini :

1. Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi
adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme, otot dalam usaha
untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi
menggunakan beban untuk menahan anggota gerak pada tempatnya , tapi
sekarang sudah jarang digunakan.

Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk


mengatasi spasme otot dan mencegah pembedahan, dan fragmen harus

14
ditopang di posterior untuk mencegah perlengkungan. Traksi pada anak-
anak dengan fraktur femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang
gemuk memerlukan beban yang lebih besar.

2. Fiksasi internal
Fiksasi internal dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan
piringan atau batangan logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi
internal merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan
patah tulang disertai komplikasi (Djuwantoro,1997).

3. Pembidaian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma
sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi)bagian
tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu
benda keras yang ditempatkan didaerah sekeliling tulang (Anonim,2010).

4. Pemasangan Gips Atau Operasi Dengan Orif


Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus
secara keras daerah yang mengalami patah tulang. Pemasangan Gips
bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak

15
bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan
cara mengimobilisasi tulang yang patah tersebut (Anomin,2010).

5. Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan Fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang,
sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban
secara lebih awal. Tujuan ini tercukup dalam tiga keputusan yang
sederhana : reduksi mempertahankan dan lakukan latihan.
Menurut (Carter,2003) jika satu tulang sudah patah, jaringan
lunak disekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi
perdarahan yang cukup berat dan bekuan darah akan terbentuk pada
daerah tersebut. Bekuan darah akan membentuk jaringan granulasi
didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) dan
berdiferensiasi menjadi krodoblas akan mensekresi posfat, yang
merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar
lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan
lapisan kalus fragmen tulang dan menyatu. Penyatuan dari kedua
fragmen terus berlanjut sehingga terbentuk trebekula oleh osteoblas, yang
melekat pada tulang dan meluas menyebrang lokasi fraktur.

16
I. Pathway
Cidera, Benturan Fraktur Patologi Fraktur Beban
(Osteoporosis) (Tekanan, aktivitas tinggi, kelelahan)

Jumlah jaringan tulang dan Tekanan berulang-


tidak normalnya struktur/ ulang dan berlebihan
bentuk mikroskopik tulang

Tulang lemah

FRAKTUR

Terbuka Tertutup

Kerusakan Laserasi Pelepasan Deformitas Perubahan fungsi tubuh


pembuluh darah jaringan mediator nyeri yang terkena fraktur
Terkontaminasi Ditangkap reseptor Kemampuan otot
Darah keluar MK : menurun
oleh udara luar Perubahan psikologi
berlebih Kerusakan nyeri perifer
integritas Keterbatasan MK : Ansietas
Hb turun MK : Impuls ke
kulit pergerakan
Resiko otak
MK : Defisit
Anemia infeksi
Persepsi nyeri perawatan
MK : Gg. diri MK : Defisiensi
Lemah, lesu
MK : Resiko Syok mobilitas fisik pengetahuan
MK : Nyeri akut
Hipovolemik
MK :
Intoleransi 17
aktivitas
FRAKTUR Tertutup

Terbuka
Pembedahan/operasi

Luka post op Post de entry MK : Resiko


Prosedur pemasangan
kuman Infeksi
traksi, gips, bidai

Prosedur anestesi
Keterbatasan pergerakan
fisik, tirah baring lama Penurunan
Efek anastesi
peristaltik usus
Perubahan sirkulasi Subarachnoid
blok (SAB) Dorongan makanan MK : Konstipasi
menjadi lambat
MK : Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer Penurunan
motorik

Prosedur MK : Resiko
Kelemahan
pemindahan/transport Cidera
anggota gerak

18
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
k) Riwayat penyakit saat ini
l) Riwayat penyakit dahulu
m)Riwayat penyakit keluarga
c. Pengkajian pola fungsional (Gordon)
d. Pemeriksaan fisik (ROS : Riview of System)
n) Pemeriksaan B1 (breath)
Sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis), frekuensi pernafasan
meningkat,dipneu,dipsneu,dan edema paru.
o) Kardiovaskular B2 (blood)
Hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung, limfositosis, anemia,
splenomegali, leher membesar.
p) Persyarafan B3 (brain)
Bicaranya cepat dan parau, gangguan status mental dan perilaku,
seperti: bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium,
psikosis, stupor, koma, tremor halus pada tangan, tanpa tujuan,
beberapa bagian tersentak sentak, hiperaktif refleks tendon
dalam (RTD).
q) Perkemihan B4 (bladder)
Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomasti.
r) Pencernaan B5 (bowel)
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat,
makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah.
s) Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Rasa lemah, kelelahan.

e. Laboratorium :
t) Patologi Klinis : Darah lengkap, hemostasis (waktu perdarahan,
pembekuan, protrombin), elektrolit (Na,K Cl), Fungsi hati
(SGPT/SGOT, albumin, globulin)
u) Patologi Anatomi : Pertimbangkan dilakukan biopsi lambung
v) CPKMB, LDH, AST
w) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
x) Sel darah putih (10.000-20.000).
y) GDA (hipoksia).
2. Analisa data

19
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : pasien Kerusakan Resiko Syok
pembuluh darah
mengatakan Hipovolemik
tubuhnya lemas. Darah keluar
DO : pasien terlihat berlebih
pucat dan lemas,
Hb turun
tampak perdarahan,
Nadi 125x/menit
2. DS : pasien Kerusakan Nyeri Akut
pembuluh darah
mengeluh sakit
pada bagian tubuh Laserasi jaringan
yang fraktur pada
Pelepasan
saat di gerakan. mediator nyeri
DO : skala nyeri 7,
klien tampak
meringis kesakitan.
3. DS : pasien Kerusakan Resiko Infeksi
pembuluh darah
mengeluh luka
terasa gatal. Laserasi jaringan
DO : tampak luka
Terkontaminasi
pasien basah dan
oleh udara luar
merah, Leukosit :
17.300/mm3, GDP :
146 mg/dl, GDS :
189 mg/ dl.
4. DS : pasien Kerusakan Kerusakan Integritas
pembuluh darah
mengeluh perih Kulit
pada luka. Laserasi jaringan
DO : tampak luka
terbuka.
5. DS : pasien Hb turun Intoleransi Aktivitas
mengatakan susah
Anemia
tidur dan lemas.
DO : pasien Lemah, lesu
tampak gelisah

20
6. DS : pasien Deformitas Gangguan Mobilitas
mngeluh susah Fisik
Kemampuan otot
mengerakan menurun
tubuhnya.
Keterbatasan
DO : pasien pergerakan
tampak tidak bias
menggerakkan
tubuhnya.
7. DS : pasien Deformitas Defisit Perawatan Diri
mengeluh tidak
Kemampuan otot
bisa melakukan menurun
aktivitas.
Keterbatasan
DO : pasien bedrest
pergerakan
total.
8. DS : pasien Perubahan fungsi Defisiensi Pengetahuan
tubuh
mengatakan cemas.
DO : pasien
Perubahan
tampak cemas dan psikologi
tegang.
9. DS : pasien Ansietas
mengeluh khawatir
akan keadaannya.
DO : pasien terlihat
panik dan
berkeringat banyak.

3. Diagnosa keperawatan
1. Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan keluarnya darah
berlebih.
2. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya laserasi jaringan.
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan kontaminasi oleh udara luar.
4. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan adanya laserasi
jaringan.
5. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kemampuan otot
menurun.
6. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan jumlah Hb menurun.
7. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan adanya deformitas.

21
8. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan perubahan fungsi
tubuh yang terkena fraktur.
9. Ansietas berhubungan dengan perubahan psikologi.

4. Intervensi keperawatan

No Dx NOC NIC

22
1. Resiko Syok Tujuan : Setelah 1. Monitor keadaan umum
Hipovolemik dilakukan tindakan pasien.
Rasional : Untuk
berhubungan keperawatan 2x24 jam
memonitor kondisi pasien
dengan diharapkan tidak terjadi
selama perawatan terutama
keluarnya darah syok hipovolemik.
Kriteria Hasil : TTV saat terjadi perdarahan.
berlebih.
2. Observasi vital sign setiap 3
dalam batas normal
jam atau lebih.
(Nadi : 60-100/menit,
Rasional : untuk
RR : 16-24x/menit, suhu
memastikan tidak terjadi
0
36,5-37,5 C, TD : 110-
presyok / syok.
120/80-90). 3. Jelaskan pada pasien dan
keluarga tanda perdarahan,
dan segera laporkan jika
terjadi perdarahan.
Rasional : dengan
melibatkan pasien dan
keluarga maka tanda-tanda
perdarahan dapat segera
diketahui dan tindakan yang
cepat dan tepat dapat segera
diberikan.
4. Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian
terapi.
Rasional : memaksimalkan
intervensi yang diberikan.

2. Nyeri Akut Tujuan : Setelah 1. Berikan lingkungan yang


berhubungan dilakukan tindakan tenang.
Rasional : meningkatkan
dengan adanya keperawatan 2x24 jam
istirahat/relaksasi.
laserasi jaringan. diharapkan nyeri hilang/
2. Tingkatkan tirah baring,
terkontrol (di buktikan
bantu kebutuhan perawatan

23
dengan skala nyeri : nyeri diri yang penting.
Rasional : menurunkan
ringan 0-4).
Kriteria Hasil : gerakan yang dapat
1. Mampu mengontrol
meningkatkan nyeri.
nyeri (tahu penyebab 3. Kolaborasi pemberian
nyeri, mampu analgesik, seperti
menggunakan teknik asetaminofen, kodein.
Rasional : analgesik dapat
nonfarmakologi untuk
menghilangkan nyeri yang
mengurangi nyeri).
2. Melaporkan bahwa berat.
nyeri berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri.
3. Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri).
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang.
3. Resiko Infeksi Tujuan : Setelah 1. Jaga kebersihan lingkungan
berhubungan dilakukan tindakan 3x24 pasien.
Rasional : Lingkungan
dengan jam faktor resiko infeksi
yang bersih akan terhindar
kontaminasi oleh hilang.
Kriteria Hasil : dari resiko kontaminasi
udara luar
1. Pasien bebas dari tanda
bakteri.
dan gejala infeksi. 2. Batasi pengunjung.
2. Menunjukkan Rasional : Pengunjung dari
kemampuan untuk luar meningkatkan resiko
mencegah tumbuhnya infeksi pasien fraktur.
infeksi.
3. Pasien menunjukkan
perilaku hidup sehat.
4 Kerusakan Tujuan : Setelah 1. Jaga kebersihan kulit agar
Integritas Kulit dilakukan tindakan 3x24 tetap bersih dan lembab.
Rasional : keadaan kulit
berhubungan jam pasien fraktur

24
dengan adanya mengalami peningkatan yang bersih dan lembab
laserasi jaringan. integritas kulit. akan mempercepat
Kriteria Hasil :
penyembuhanlaserasi
1. Integritas kulit yang
pasien.
baik bisa dipertahankan
2. Monitor aktivitas mobilisasi
(sensasi, elastisitas,
pasien.
temperature, hidrasi, Rasional : dengan
pigmentasi). memonitor aktifitas pasien,
2. Perfusi jaringan baik.
perawat lebih mudah
3. Menunjukkan
melakukan pengawasan
pemahaman dimana
terhadap perkembangan
proses penyembuhan
kulit.
integritas kulit,
mencegah terjadinya
cidera pada pasien
fraktur.
5. Gangguan Tujuan : setelah 1. Tingkatkan mobilitas dan
Mobilitas Fisik dilakukan tindakan pergerakan yang optimal.
Rasional : untuk
berhubungan eperawatan 3x24 jam
membentuk kekuatan serta
dengan diharapkan mobilitas fisik
koordinasi yang seimbang
kemampuan otot pasien adekuat.
Kriteria Hasil : pasien sesuai keadaan pasien.
menurun.
2. Pastikan bahwa latihan fisik
dapat mobilisasi dengan
awal yang diberikan dapat
baik.
dilakukan dengan mudah
dan tidak membutuhkan
kekuatan yang terlalu besar.
Rasional : latihan fisik
yang dibutuhkan
meningkatkan sirkulasi dan
kekuatan kelompok otot
yang diperlukan serta
meningkatkan kemandirian
pasien.
3. Instruksikan pasien untuk

25
melakukan latihan ROM
aktif maupun pasif
setidaknya 4x sehari jika
memungkinkan.
Rasional : ROM aktif
maupun pasif dapat
meningkatkan massa otot,
tonus otot, kekuatan otot,
serta meningkatkan
mobilitas sendi.
4. Ajarkan metode berpindah
dari tempat tidur.
Rasional : meningkatkan
aktivitas secara bertahap
dapat mengurangi
kelemahan.
6. Intoleransi Tujuan : setelah 1. Periksa tanda-tanda vital
Aktivitas dilakukan tindakan sebelum dan sesudah
berhubungan perawatan 1x24 jam melakukan aktivitas.
dengan jumlah pasien dapat melakukan Rasional : Penurunan/
Hb menurun. aktivitas yang diinginkan. ketidakmampuan miokard
Kriteria Hasil : untuk meningkatkan volume
1. Pasien dapat memenuhi sekuncup selama aktivitas
kebutuhan perawatan dapat menyebabkan
diri sendiri. peningkatan segera
2. Pasien dapat frekuensi jantung dan
berpartisipasi pada kebutuhan oksigen, juga
aktivitas yang peningkatan kelelahan dan
diinginkan. kelemahan.
2. Evaluasi peningkatan
3. Tanda-tanda vital
intoleransi aktivitas.
dalam batas normal
Rasional : Dapat
(TD : 80/120 mmHg,
menunjukkan peningkatan
RR : 16-24x/menit,
dekompensasi jantung
Nadi 60-100x/menit,

26
T : 36,5 37,50C). daripada kelebihan aktivitas.
3. Catat respon kardio
pulmonal terhadap aktivitas
(catat takikardi, aritmia,
dispnea).
Rasional : Peningkatan
bertahap pada aktivitas
menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen
berlebihan.
4. Berikan bantuan dalam
aktivitas perawatan sesuai
indikasi. Selingi periode
aktivitas dengan periode
istirahat.
Rasional : Mengoptimalkan
intervensi.
7. Defisit Tujuan : Setelah 1. Membantu pasien ke
Perawatan Diri dilakukan tindakan 3x24 toilet/commode bedpan/
berhubungan jam pasien akan mandiri fraktur pan/ urinoir pada
dengan adanya melakukan perawatan diri. selang waktu tertentu.
Kriteria Hasil : Rasional : membantu
deformitas.
1. Pasien dapat
pasien untuk lebih mandiri
melakukan aktivitas
tanpa bantuan kateter atau
fisik secara mandiri
pispot.
atau dengan alat bantu. 2. Membantu pasien atau
2. Pasien mampu untuk
mengedukasi keluarga
mempertahankan
bahwa pasien harus mandi
kebersihan dan
minimal 2x sehari.
penampilan secara rapi Rasional : dengan mandi
dengan mandiri atau 2x sehari maka kebersihan
dengan alat bantu. dan kenyamanan pasien
3. Pasien mampu
akan meningkat.
BAK/BAB secara
mandiri.
8. Defisiensi Tujuan : Setelah 1. Periksa TTV pasien(TD :

27
Pengetahuan dilakukan tindakan 80/120 mmHg, RR : 16-
berhubungan keperawatan 1x24 jam 24x/menit, Nadi 60-
dengan pasien mengetahui 100x/menit, T : 36,5
perubahan perjalanan penyakit serta 37,50C).
Rasional : Mengetahui
fungsi tubuh mengetahui perilaku hidup
keadaan umum pasien
yang terkena sehat untuk
sebelum dilakukan
fraktur. mempertahankan
intervensi selanjutnya.
keadaanya dengan
2. Diskusikan tentang
optimal.
pengetahuan proses
Kriteria Hasil :
penyakit yang spesifik.
1. Pasien menyatakan Rasional : Pengetahuan
pemahaman tentang proses penyakit dan harapan
penyakit dan dapat memudahkan ketaatan
kondisinya. pada program pengobatan.
3. Gambarkan tanda dan
2. Pasien mampu
gejala yang biasa muncul
melaksanakan.
pada penyakit dengan cara
yang tepat.
Rasional : Memberikan
gambaran agar pasien tidak
panik ketika gejala
dirasakan.
4. Diskusikan pilihan terapi
dan penanganan.
Rasional : Untuk
memaksimalkan intervensi.
9. Ansietas Tujuan : Setelah 1. Periksa TTV pasien(TD :
berhubungan dilakukan tindakan 80/120 mmHg, RR : 16-
dengan keperawatan 1x24 jam 24x/menit, Nadi 60-
perubahan dapat diketahui tingkat 100x/menit, T : 36,5
psikologi. kecemasan pasien dan 37,50C).
Rasional : Mengetahui
pasien dapat mengontrol
keadaan umum pasien
kecemasan pada dirinya.
sebelum dilakukan
Kriteria hasil :

28
1. Pasien mampu intervensi selanjutnya.
2. Berikan informasi tentang
mengidentifikasi dan
prosedur dan apa yang akan
mengungkapkan
terjadi.
gejala cemas.
Rasional : Membantu
2. Mengidentifikasi,
pasien memahami prosedur
mengungkapkan dan
yang diberikan.
menunjukan tehnik. 3. Dorong pasien atau orang
terdekat untuk menyatakan
masalah atau perasaan.
Rasional : Mendefinisikan
masalah,memberikan
kesempatan untuk
menjawab pertanyaan dan
solusi pemecahan masalah
4. Identifikasi tingkat
kecemasan dengan skala
HARS(Gabbard GO, 2002)
Rasional : Untuk
mengetahui tingkat
kecemasan pasien.
5. Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian
Rasional : Memaksimalkan
intervensi yang telah
dilakukan.

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit
B. Saran
Pemberian pertolongan pada kecelakaan fraktur sangatlah perlu untuk
di ketahui.Hal ini untuk mengantisipasi adanya kecelakaan secara tiba-tiba
dan menyebabkan fraktur.Dengan adanya pengetahuan tersebut,kita bisa
memberikan pertolongan secara darurat jika tidak ada pos kesehatan atau
rumah sakit terdekat agar korban kecelakaan bisa di selamatkan.
Penulis menyarankan kepada pembaca agar tidak bosan untuk
memperluas pengetahuan tentang fraktur dengan membaca literatur
kesehatan lainnya

30
DAFTAR PUSTAKA

Apley A, Graham. 1995. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Jakarta:

Widya Medika

Aiken, Lewis R., Groth-Marnat, G. (2006). Psychological testing and assessment.

United States of America : Pearson Education Group, Inc.

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8

vol.3.EGC. Jakarta

Carpenito, Lynda Juall, 2007, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 10, Alih

Bahasa Yasmin Asih, S.Kp, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Corwin, EJ 2012, Buku saku patofisiologi, 3 edn, EGC, Jakarta

Noor, Zairin. 2016. Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

Sjamsuhidayat R, Jong W.2010. Buku ajar ilmu bedah edisi 3. Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung
Waluyo(dkk), EGC, Jakarta.

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta :EGC.

31
32

Você também pode gostar