Você está na página 1de 9

BAB II

KONSEP MEDIS

A. Defenisi HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah jenis virus yang dapat menurunkan
kekebalan tubuh (BKKBN, 2007). Menurut Depkes RI (2008) menyatakan bahwa HIV
adalah sejenis retrovirus-RNA yang menerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS
adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome suatu kumpulan gejala
penyakit yang didapat akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
virus HIV. HIV/AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil
akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia & Wilson, 2005).
AIDS atau sindrom kehilangan kekebaan tubuh adalah kehilangan kekebalan tubuh
manusia sebuah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan
kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri, jamur,
parasit, dan pirus tertentu yang bersipat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering
sekali menderita keganasan, khususnya sarkoma kaposi dan limpoma yang hanya
menyerang otak (Djuanda, 2007).
Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah HIV/AIDS adalah suatu syndrom
atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat penurunan dan kekebalan tubuh yang
didapat atau tertular/terinfeksi virus HIV.
B. Etiologi
Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui dua tipe yaitu
tipe HIV-1 dan HIV-2. Infeksi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh HIV-1,
sedangkan HIV-2 benyak terdapat di Afrika Barat. Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-2
relatif sama, hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah ditularkan dan masa inkubasi
sejak mulai infeksi sampai timbulnya penyakit lebih pendek (Martono, 2006).
HIV yang dahulu disebut virus limpotrofik sel T manusia atau virus limfadenopati
(LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus
mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah
masuk ke dalam sel penjamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1
menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia (Sylvia & Wilson, 2005).
Insiden HIV/AIDS lebih sering pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan.
Sering terjadi pada kelompok usia produktif (20-49 tahun), dimana penularan lebih banyak
melalui hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan dengan rendahnya pemakain
kondom dan pemakaian jarum suntik di kalangan pemakai narkoba (Martono, 2006)
C. Manifestasi Klinis
Sindroma HIV akut adalah istilah untuk tahap awal infeksi HIV. Gejalanya meliputi
demam, lemas, nafsu makan turun, sakit tenggorokan (nyeri saat menelan), batuk, nyeri
persendian, diare, pembengkakkan kelenjar getah bening, bercak kemerahan pada kulit
(makula / ruam).
Diagnosis AIDS dapat ditegakkan apabila menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-
kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor.
Gejala mayor dan minor diagonis AIDS
Gejala mayor Gejala minor
Berat badan turun >10% dalam 1 bulan Batuk menetap >1 bulan
Diare kronik >1 bulan Dermatitis generalisata
Demam berkepanjangan >1 bulan Herpes Zooster multisegmental dan
Penurunan kesadaran berulang
Demensia / HIV ensefalopati Kandidiasi orofaringeal
Herpes simpleks kronis progresif
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin
wanita
Retinitis virus sitomegalo

Beberapa tes HIV adalah Full Blood Count (FBC), pemeriksaan fungsi hati, pemeriksaan
fungsi ginjal : Ureum dan Creatinin, analisa urin, pemeriksaan feses lengkap. Pemeriksaan
Penunjang adalah tes antibodi terhadap HIV, Viral load, CD4/CD8.
Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV menurut WHO SEARO 2007.
1. Keadaan umum :
- Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar
- Demam (terus menerus atau intermitten, temperatur oral > 37,5oC) yang lebih dari
satu bulan,
- Diare (terus menerus atau intermitten) yang lebih dari satu bulan.
- Limfadenopati meluas
2. Kulit :
Post exposure prophylaxis (PPP) dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat
infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kulit genital (genital warts), folikulitis dan
psoriasis sering terjadi pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tapi tidak selalu terkait
dengan HIV.
3. Infeksi
- Infeksi Jamur : Kandidiasis oral, dermatitis seboroik, kandidiasis vagina berulang
- Infeksi viral : Herpes zoster,
- herpes genital (berulang), moluskum kotangiosum, kondiloma.
- Gangguan pernafasan : batuk lebih dari 1 bulan, sesak nafas, tuberkulosis, pneumonia
berulang, sinusitis kronis atau berulang.
- Gejala neurologis : nyeri kepala yang makin parah (terus menerus dan tidak jelas
penyebabnya), kejang demam, menurunnya fungsi kognitif.
C. Patofisiologi
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk
dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus
tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan akan mengalami
destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang memperkuat dan mengulang respons
imunologik, dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik lain
terganggu.
HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RNA. Pada saat virus
HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai antigen CD4+ (Sel
T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel, virus akan membuka lapisan
protein sel dan menggunakan enzim Reserve transcriptase untuk mengubah RNA. DNA
virus akan terintergrasi dalam sel DNA host dan akan mengadakan duplikasi selama
proses normal pembelahan.
Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak
dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4. kematian limfosit T4
membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik
virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu menyebabkan kematian pada orang yang
terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh
yang lain. Organ yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus
AIDS diliputi oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel.
Khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan
kematian sel otak.
Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam fungsi
system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan mengaktifkan sel B
untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung pada cell-mediated cell
immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi aktivitas langsung pada sel kongetitis
duplikasi.
Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual, tranfusi darah
dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat virus HIV masuk ke dalam aliran
darha maka HIV mencari sel T4 dan pembantu sel virus melekat pada isyarat dari T4 dan
masuk ke dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar mengabaikan fungsi normal
(kematian sel T4) dan memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada sel T4 dan
menghancurkannya. Hal ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi sebagai berikut :
1. Infeksi Akut
Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah. HIV masih
negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah, berkeringat malam, batuk, nyeri
saat menelan dan faringgitis.
2. Infeksi kronik
Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi refleksi lambat pada
sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.
3. Pembengkakan kelenjar limfe
Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat persisten
selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat. Pada masa ini terjadi progresi
terhadap dari adanya hiperplasia folikel dalam kelenjar limfe sampai dengan timbulnya
involusi dengan tubuh untuk menghancurkan sel dendritik pada otak juga sering terjadi,
pembesaran kelenjar limfa sampai dua tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah
inguinal selama tiga bulan atau lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada liquor
serebrospinal.
D. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan untuk
mencegah terpajannya HIV, bisa dilakukan dengan:
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan
pasangan yang tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks
terakhir yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas
status HIV nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi HIV, maka terapinya yaitu :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nosokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim
pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan HIV positif asimptomatik dan sel T4 >
500 mm3
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini
adalah :
a. Didanosine
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine
d. Recombinant CD 4 dapat larut
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi
AIDS.
5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,
hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi
imun.
6. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasi HIV.
E. Pemeriksaan Diagnostik
dua pemeriksaan yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
HIV. Pertama adalah ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay), bereaksi terhadap
antibodi yang ada adalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih tua jika
terdeteksi antibodi virus dalam jumlah besar. Pemeriksaan ELISA mempunyai mempunyai
sensitifitas 93% sampai 98% dan spesifitasnya 98% sampai 99%. Tetapi hasil positif palsu
(negatif palsu) dapat berakibat luar biasa, karena akibatnya sangat serius. Oleh sebab itu,
pemeriksaan ELISA diulang dua kali, dan jika keduanya menunjukkan hasil positif,
dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih spesifik, yaitu Western blot. Pemeriksaan
Western blot juga dilakukan dua kali. Pemeriksaan ini lebih sedikit memberikan hasil
positif palsu atau negatif palsu. Jika seseorang telah dipastikan mempunyai sero positif
terhadap HIV, maka dilakukan pemeriksaan klinis dan imunologik untuk menilai keadaan
penyakit, dan mulai dilakukan usaha untuk mengendalikan infeksi. (Djoerban, dkk. 2006).
F. Cara Penularan
prinsip dasar penularan HIV/AIDS (KPAD, 2010) adalah :
a. Exit, yakni terdapat virus yang keluar tubuh
b. Survival, yakni virus bertahan hidup
c. Suffient, yakni jumlah virus yang cukup
d. Enter, yakni terdapat pintu masuk bagi virus ke dalam tubuh
Menurut Martono (2006) virus HIV dapat ditularkan melalui beberapa
cara yaitu :
a. Hubungan seksual
Dengan orang yang menderita HIV/AIDS baik hubungan seksual secara
vagina, oral maupun anal, karena pada umumnya HIV terdapat pada darah, sperma dan
cairan vagina. Ini adalah cara penularan yang paling umum terjadi. Sekitar 70-80%
total kasus HIV/AIDS di dunia (hetero seksual >70% dan homo seksual 10%)
disumbangkan melalui penularan seksual meskipun resiko terkena HIV/AIDS untuk
sekali terpapar kecil yakni 0,1-1,0%.
b. Tranfusi darah yang tercemar HIV
Darah yang mengandung HIV secara otomatis akan mencemari darah
penerima. Bila ini terjadi maka pasien secara langsung terinfeksi HIV, resiko penularan
sekali terpapar >90%. Transfusi darah menyumbang kasus HIV/AIDS sebesar 3-5%
dari total kasus sedunia.
c. Tertusuk atau tubuh tergores oleh alat yang tercemar HIV
Jarum suntik, alat tindik, jarum tattoo atau pisau cukur yang sebelumnya
digunakan oleh orang HIV (+) dapat sebagai media penularan. Resiko penularannya
0,5-1-1% dan menyumbangkan kasus HIV/AIDS sebesar 5-10% total seluruh kasus
sedunia.
d. Ibu hamil yang menderita HIV (+) kepada janin yang dikandungnya dengan resiko
penularan 30% dan berkontribusi terhadap total kasus sedunia sebesar 5-10%.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

HIV/AIDS adalah suatu syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat
penurunan dan kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/terinfeksi virus HIV. Penyebab
penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan
HIV-2. Insiden HIV/AIDS lebih sering pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan.
Sering terjadi pada kelompok usia produktif (20-49 tahun), dimana penularan lebih banyak
melalui hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan dengan rendahnya pemakain
kondom dan pemakaian jarum suntik di kalangan pemakai narkoba. Gejalanya meliputi
demam, lemas, nafsu makan turun, sakit tenggorokan (nyeri saat menelan), batuk, nyeri
persendian, diare, pembengkakkan kelenjar getah bening, bercak kemerahan pada kulit
(makula / ruam).

B. Saran
sebagai penyusun, kami merasa bersyukur dan bangga dapat menyelesaikan makalah
ini dengan sedemikian rupa, tetapi, makalah ini belumlah sempurna seperti makalah yang
sempurna. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun memohon kritik dan saran dari para
pembaca karena kami sadar tiada hal yang sempurna di muka bumi ini, yang pepatah
mengatakan Tiada gading yang tak retak, kecuali Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam.Asuhan Keperawatan pada Pasien terinfeksi HIV/AIDS.Jakarta: Salemba


Medika.2007
Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.. Jakarta: EGC.
1994
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8
&ved=0ahUKEwjAmpyMn5jXAhWIM48KHW2UCwYQFgg5MAM&url=http%3A%
2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F125929-S-5471-Deskripsi%2520dan-
Literatur.pdf&usg=AOvVaw3y6E12bNSM-2H4CoZgkYLG

Você também pode gostar