Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
manusia. Tidak ada suatu masyarakat manusia yang hidup tanpa suatu bentuk
tentang adanya kekuatan gaib dan supranatural yang biasanya disebut sebagai
ajarannya teratur dan tersusun rapi serta sudah baku itu merupakan usaha
kepercayaan, upacara dan segala bentuk aturan atau kode etik yang berusaha
antaranya ada yang mengatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa
sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : a berarti tidak dan gama
berarti kacau, jadi berarti tidak kacau.2 Dalam Kamus Besar Bahasa
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata
1
Abdul Madjid, et.al, al-Islam, Jilid I, Malang: Pusat Dokumentasi dan Publikasi
Universistas Muhammadiyah, 1989, hlm. 26.
2
Taib Thahir Abdul Muin, Ilmu Kalam, Jakarta: Wijaya, 1992, hlm. 112. Buku lain
yang membicarakan asal kata agama dapat dilihat dalam Nasrudin Razak, Dienul Islam, Bandung:
PT al-Maarif, 1973, hlm. 76. Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Pikiran Terhadap Agama, jilid
1, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1984, hlm. 39.
16
17
lingkungannya.3
Kata agama dalam bahasa Indonesia sama dengan diin (dari bahasa
religion (bahasa Perancis), the religie (bahasa Belanda), die religion, (bahasa
sedang kata diin dalam bahasa Arab berarti menguasi, menundukkan, patuh,
agama, namun umumnya kata diin sebagai istilah teknis diterjemahkan dalam
pengertian yang sama dengan agama.4 Kata agama selain disebut dengan
kata diin dapat juga disebut syara, syariat/millah. Terkadang syara itu
disebut addin dan karena hukum itu dicatat serta dibukukan, dinamakan
syara.5
3
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta; edisi III,
Cet 2, Balai Pustaka, 2002, hlm. 12
4
Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997, hlm. 63.
5
Taib Thahir Abdul Muin, op.cit, hlm. 121.
18
pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang
tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
sekitar manusia.
Rasul.7
Adapun masalah asal mula dan inti dari suatu unsur universal agama
6
Adeng Muchtar Ghazali, Agama dan Keberagamaan dalam Konteks Perbandingan
Agama, Bndung: CV Pustaka Setia, 2004, hlm. 23
7
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI Press,
1985, hlm.10.
19
perhatian para ahli pikir sejak lama. Mengenai soal itu ada berbagai pendirian
a. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena
b. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena
dengan akalnya.
c. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi dengan
hidup manusia.
sekelilingnya.
e. Teori bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena suatu
8
Romdhon, et. al, Agama-Agama di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga , Press,
1988, hlm. 18-19. Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama Perspektif Ilmu Perbandingan
Agama, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000, hlm. 40-41. Koencaraningrat, Beberapa Pokok
Antropologi Sosial, Jakarta: Dian Rakyat, 1972, hlm. 222-223. Hilman Hadi Kusuma, Antropologi
Agama Bagian I (Pendekatan Budaya Terhadap Aliran kepercayaan, Agama Hindu, Buddha,
Kong Hu Chu, di Indonesia), Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 32-33.
20
kekuasaan oleh rakyat, berasal dari bahasa Yunani Demos (rakyat) dan Kratos
(kekuasaan). Secara historis, istilah demokrasi telah dikenal sejak abad ke-5
penduduk Negara-Negara Kota kurang lebih 10.000 jiwa dan bahwa wanita,
anak kecil serta para budak tidak mempunyai hak politik. Tidak ada
lembaga dari tradisi pencerahan yang dimulai pada abad ke-16. Tradisi
legislatif, eksekutif dan lembaga federal oleh John Locke (1632-1704), yang
yudikatif, serta ide-ide tentang kedaulatan rakyat dan kontrak sosial yang
gereja (teokrasi). Demokrasi dalam bentuknya saat ini mulai muncul sejak
Revolusi Amerika tahun 1776, kemudian disusul oleh Revolusi Perancis tahun
1789.10
sendiri jalannya organisasi negara dijamin. Oleh sebab itu, hampir semua
diletakkan pada posisi penting dalam asas demokrasi ini berikut akan dikutip
10
Ibid, hlm. 71-72
11
Ibid, hlm. 72
12
Moh. Mahfud, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Yogyakarta: Penerbit Gama Media,
1999, hlm. 7
22
dan kemauan rakyat, atau, jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu
berikut.
"A democratic political system is one is wich public policies are made
on a majority basis, by representatives subject to effective popular
control at pereodic elections-wich are conducted on the principle of
political equality and under conditions of political freedom."15
(memerintah) itu dan yang maknanya adalah "cara memerintah negara oleh
13
Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik, Jakarta: CV Rajawali, cet. 1, 1983, hlm.
207.
14
Amirmachmud, Demokrasi, Undang-Undang dan Peran Rakyat", dalam PR1SMA No. 8
Jakarta: LP3ES, 1984
15
Henry B. Mayo, An Introduction to Democratic Theory, New York: Oxford University
Press, I960, hlm. 70.
23
peuple par Ie people".16 Ditinjau lebih dalam lagi tentang makna definisi ini,
maka yang dianggap tidak termasuk dalam lingkungan demokrasi itu ialah
cara pemerintahan yang dilakukan oleh dan atas nama seorang diri (misalnya
oleh seorang raja yang berkuasa mutlak). Juga tidak termasuk dalam
segolongan kecil manusia saja, yang menganggap dirinya sendiri tercakap dan
bukunya "Les Regimes Politiques" (1954), maka dalam artian demokrasi itu
golongan yang terperintah itu adalah sama dan tidak terpisah-pisah. Artinya
(rakyat) adalah berhak sama untuk memerintah dan juga untuk diperintah.
de chacun par chacun, et de tous par tous". Artian demokrasi menurut faham
lama atau klasik ini adalah hanya mengandung satu arti pokok belaka, satu
16
Koentjoro Poerbopranoto, Sedikit tentang Sisitim Pemerintahan Demokrasi, Jakarta:
ERESCo, 1978, hlm. 6
24
pendirian yang di dalam praktek tentu tidak akan dapat dilaksanakan secara
mutlak.17
pada posisi sentral "rakyat berkuasa" (government or role by the people) tetapi
dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai keadaan kultural serta historik
yang mempengaruhi istilah ide dan praktik demokrasi.18 Hal ini bisa dilihat
tetapi juga menyangkut perimbangan porsi yang terbuka bagi peranan negara
B. Sejarah Demokrasi
maupun praktisi politik. Demokrasi tidak hanya menjadi buah bibir dalam
17
Ibid, hlm. 6
18 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia, 1982, hlm. 50.
19
Riza Noer Arfani, Demokrasi Indonesia Kontemporer, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1996, hlm. v
25
problem ke bangsaan secara adil dan bisa diterima oleh semua lapisan
sekarang kiranya sudah dikenal dan dimengerti oleh kebanyakan orang yang
hidup pada abad ke-XX ini, meskipun dalam pengertiannya yang sederhana.
memang berbeda-beda di negara yang satu dengan lainnya, baik isi maupun
kadarnya.21
ta'bir-ta'bir tumpukan kitab yang dilalap para santri (kuning). Begitu pula
term Hak-Hak Asasi Manusia (HAM), Hak-Hak atas Rakyat (HAR), Republik
tersebut terdiri dari dua perkataan, yaitu demos yang berarti rakyat dan cratein
negara dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktikkan dalam hidup bernegara
20
Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004, hHlm. 19-20
21
S.Toto Pandoyo, Ulasan Terhadap Beberapa Ketentuan Undang-Undang Dasar 1945:
Sistem Politik dan Perkembangan Kehidupan Demokrasi, Yogyakarta: Liberti, 1981, hlm. 6.
22
Said Aqiel Siradj, Islam Kebangsaan: Fiqih Demokratik Kaum Santri, Jakarta: Pustaka
Ciganjur, 1999, hlm. 75
23
Sri Soemantri Martosoewignjo, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara,
Jakarta: CV.Rajawali, 1981, hlm. 25.
26
antara abad ke 4 sebelum masehi sampai abad 6 masehi, Pada waktu itu,
politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak
efektif karena Negara Kota (City State) Yunani Kuno berlangsung dalam
kondisi sederhana dengan wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah
kota dan daerah sekitarnya dan jumlah penduduk yang hanya lebih kurang
demokrasi hanya berlaku untuk warna negara yang resmi yang merupakan
sebagian kecil dari seluruh penduduk. Sebagian besar yang terdiri dari budak
belian, pedagang asing, perempuan, dan anak-anak tidak dapat menikmati hak
demokrasi.24
Barat ketika bangsa Romawi dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat dan
Pertengahan ini dicirikan oleh struktur sosial yang feodal; kehidupan sosial
tenggelam dalam apa yang disebut sebagai masa kegelapan. Kendati begitu,
24
Miriam Budiardjo, op. cit. hlm. S4 - 55; lihat pula Sochino, IImu Negara, Yogyakarta:
Liberty, 1980 hlm. 209.
25
Miriam Budihardjo, loc. cit
27
ada sesuatu yang penting berkenaan dengan demokrasi pada abad pertengahan
itu, yakni lahirnya dokumen Magna Charts (Piagam Besar), suatu piagam
yang berisi semacam perjanjian antara beberapa bangsawan dan Raja John di
Inggris bahwa Raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan previleges
dan lain-lain. Lahirnya piagam ini, kendati tidak berlaku bagi rakyat jelata,
sebab dari piagam tersebut terlihat adanya dua prinsip dasar: pertama,
kekuasaan Raja harus dibatasi; kedua, hak asasi manusia lebih penting
oleh terjadinya perubahan sosial dan kultural yang berintikan pada pendekatan
pada, kemerdekaan akal dari berbagai pembatasan. Dua kejadian besar yakni
kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia pada abad ke-14 dan
mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan 16.27 Masa Renaissance adalah
masa ketika orang mematahkan semua ikatan yang ada dan menggantikan
yang dipikirkan, karena dasar ide ini adalah kebebasan berpikir dan bertindak
26
Ramdlonnaning, Cita dan Cipta Hak Azasi Manusia di Indonesia, Jakarta: Lembaga
Kriminologi UI, 1983 hlm. 9.
27
Hassan Shadily, Eksiklopedi Umum, Jakarta: Yayasan Kanisius dan Yayasan Dana
Buku Franklin, 1977, hlm. 914,
28
bagi manusia tanpa boleh ada orang lain yang menguasai atau membatasi
dan teknologi, juga memberi sisi buruknya sendiri, sebab dengan adanya
pemikiran untuk lepas dari semua ikatan (dan orang tak mungkin hidup tanpa
iri hati, atau cemburu yang dapat meracuni penghidupan yang mengakibatkan
membujuk, menipu, atau melakukan apa saja yang diinginkan kendati melalui
penganut agama Kristen dan Islam yang berlangsung selama 200 tahun (1096
kontak ide antara dua pihak yang berperang. Seperti diketahui, pada abad
yang dikuasai oleh gereja dan politik yang feodal sehingga mereka tenggelam
dalam kebodohan. Sedangkan dunia Islam pada waktu itu justru berada pada
28
JJ Von Sehmidt, Ahli-ahli Pikir Besar Tentang Negara dan Hukum, ditulis dalam
Bahasa Indonesia oleh R. Wiratmo, Djamaluddin Dt. Singomangkuto dan Djamadi, Jakarta: PT.
Pembangunan, 1980, hlm. 91.
29
Soehino, op. cit. hlm. 68
30
Hassan Shadily, Eksiklopedi, op.cit. hlm. 835 - 836.
29
Islam pada waktu itu disebut sebagai "Peradaban Ilmu". Penyebutan ini
tidaklah berlebihan karena orang-orang Islam yang dipelopori oleh orang Arab
waktu itu (terutama pada tahun 750 - 850) bukan hanya berhasil
terutama dan dengan alam pikiran mereka sendiri. Dad tradisi keilmuan
Siria, Spanyol, dan Sisilia; suatu arus penyeberangan yang menjadi dasar dari
menyeberangkan ilmu pengetahuan itu tidaklah lebih kecil nilainya dari tugas
menciptakan ilmu pengetahuan yang asli, sebab tanpa jasa orang-orang Arab-
ilmu pengetahuan tokoh-tokoh Yunani itu hilang dan dunia akan miskin,
seolah-olah ilmu-ilmu itu tak pernah tercipta.32 Tak dapat dipungkiri bahwa
Barat yang bersumber dari tradisi keilmuan Islam. Hanya saja kekeliruan
Dunia Barat dalam menghadapi tradisi keilmuan itu adalah bahwa mereka
melepaskan dua prinsip dasar berikut yang sejak semula dipakai dalam
dalam hal (atau batas tertentu) manusia harus mencari kebenaran bukan
melalui akal pikiran melainkan melalui wahyu atau petunjuk Tuhan. Kedua,
keselamatan umat manusia, tidak boleh merusak.33 Karena dua prinsip dasar
ini tidak turut diadopsi dalam pengembangan ilmu di Dunia Barat maka
terjadinya Reformasi, yakni revolusi agama yang terjadi di Eropa Barat pada
pada pintu gereja "Wittenberg (31 Oktober 1517) yang kemudian segera
secara cepat dan meluas di Jerman dan sekitarnya, sengketa dengan gereja dan
tahun. Namun, Protestanisme yang lahir dari Reformasi itu tidak hilang
ditentukan gereja untuk mendasarkan pada pemikiran atau akal (rasio) semata-
mata yang pada gilirannya kebebasan berpikir ini menelorkan lahirnya pikiran
34
Hassan Shadily, op.cit., hlm. 937 - 938.
32
tentang kebebasan politik. Dari sini timbul lalu gagasan tentang hak-hak
politik rakyat yang tidak boleh diselewengkan oleh raja, serta timbul kecaman-
kecaman terhadap raja yang pada waktu itu lazim memerintah dengan
kebebasan politik: dan kecaman terhadap absolutisme monarki itu telah pula
relatifl baik.35
satu asasnya menentukan bahwa dunia ini dikuasai oleh hukum yang timbul
berlaku untuk semua waktu dan semua orang, baik raja, bangsawan. maupun
alam? (natural-law) bagi semua orang dalam bidang politik telah melahirkan
pendapat umum bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasarkan pada suatu
perjanjian yang mengikat kedua belah pihak: Raja diberi kekuasaan untuk
pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat dalam suatu asas
35
Miriam Budihardjo, op.cit., hlm. 55.
36
Ibid, hlm. 56
33
yang disebut demokrasi (pemerintahan rakyat). Dua filsuf besar yaitu John
mencakup hak atas hidup, kebebasan dan hak memiliki (live, liberal,
dipegang oleh organ sendiri yang merdeka, artinya secara prinsip kiranya
melahirkan dua konsep demokrasi yang berkaitan dengan peranan negara dan
negara hukum.
C. Model Demokrasi
37
Sebenarnya John Locke-pun telah membuat poros-poros kekuasaan di dalam negara ke
dalam poros-poros Legislatif, Eksekutif (termasuk di dalamnya Yudikatif), dan Federatif. Konsep
ini berbeda dengan Trias Politikanya Montesquieu yang memasukkan Yudikatif sebagai kekuasaan
tersendiri sedangkan Federatif dijadikan bagian dari kekuasaan Eksekutif.
34
bahwa keseluruhan warga negara dengan nyata ikut serta atau tidak ikut serta
demokrasi atau aliran yang menamakan demokrasi ada dua kelompok aliran
yang paling penting dan relatif mewakili dari beberapa konsep demokrasi
berasal dari Eropa, tetapi sesudah Perang Dunia 11 nampaknya juga didukung
oleh beberapa negara baru di Asia seperti; India, Pakistan, Philipina dan
a. Demokrasi Liberal
38
Mac Iver, The Modern State, Terj. Moertono, "Negara Modern", Jakarta: Aksara Baru,
1982, hlm. 31
39
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1992, hlm. 51.
35
Ciri-ciri demokrasi liberal ini menurut M. Carter dan John Herz adalah
damai dan melalui alat-alat perwakilan rakyat yang efektik. Dalam hlm sikap,
oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-
ataupun sistem pemerintahan, tetapi juga merupakan suatu gaya hidup serta
40
Moh. Kusnardi, dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama,
1995, hlm. 170.
41
M. Carter and John H. Herz, Government and Politics in Twentieth Century, New York
Washington: FAPraeger, 1973, hlm. 12-27.
42
Henry B. Mayo merumuskan beberapa nilai yang mendasari demokrasi yaitu: (1)
merumuskan perselisihan dengan damai dan secara melembaga (2) Menjamin terselenggaranya
perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.(3) Menyelenggarakan
penggantian pimpinan secara teratur. (4) Membatasi pemakaian kekerasan sampai tingkat
minimum. (5) Mengakui serta menganggap wajar adanya keaneka-ragaman (diversity) (6)
Menjamin tegaknya keadilan. lihat dalam Henry B. Mayo, An Introduction to Democratic Theory,
New York: Oxford University Press, 1960, hlm. 218-243.
36
b. Demokrasi Komunis
marxis komunisme atau demokrasi sovyet. Tokoh dari aliran mi antara lain
masyarakat yang tidak ada kelas sosial di mana manusia dibebaskan dari
keterikatan kepada milik pribadi dan tidak ada eksploitasi, penindasan dan
paksaan. Ironisnya untuk mencapai masyarakat yang bebas dari paksaan itu
perlu melalui jalan paksaan serta kekuatan yaitu dengan perebutan kekuasaan
rakyat. Oleh sebab itu, mereka menyatakan dirinya bertindak lebih demokratis
dari pada wakil-wakil rakyat di negeri Barat yang dalam pandangan komunis
43
Miriam Budiardjo, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi
Pancasila, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996, hlm. 110.
37
politik tetapi juga mencerminkan suatu gaya hidup yang berdasarkan nilai-
nilai tertentu.45
Dengan demikian dapat dipahami bahwa secara umum, ada dua konsep
liberal dan konsep demokrasi komunis. Konsep liberal lebih menekankan pada
44
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, op.cit, hlm. 172.
45
Nilai-nilai tersebut yaitu: (1). Gagasan Monoisme (sebagai lawan pluralisme). Gagasan
ini menolak adanya golongan-golongan di dalam masyarakat sebab dianggap bahwa setiap
golongan yang berlainan aliran pikirannya dianggap sebagai perpecahan. Akibat dari gagasan ini
ialah bahwa persatuan terkesan dipaksakan dan bposisi ditindas. (2). Kekerasan dipandang sebagai
alat yang sah yang harus dipakai untuk mencapai komunisme. Pelaksanaan ini dipakai dalam dua
tahap: pertama terhadap musuh dan kedua terhadap pengikutnya sendiri yang dianggap masih
kurang insyaf.(3). Negara merupakan alat untuk mencapai komunisme; karena itu semua alat
kenegaraan seperti polisi, tentara, kejaksaan, dipakai untuk diabdikan kepada tercapainya
komunisme. Lihat Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, op cit, hlm. 88.
46
Ibid, hlm. 52.
38
Inggris, Perancis dan Uni Soviet yang tergabung dalam kekuatan Sekutu
Soviet tidak sepakat tentang apa makna dan implementasi dari gagasan
metode dasar serta proses dalam kehidupan publik Jerman, seperti pemilihan
komunis, kepentingan terbaik itu tidak lain adalah komunisme. Karena itu,
47
William Ebestein, Democracy, dalam George Thomas Kurian and Graham T.T Molitor
(Eds), Encyclopedia of he Future, Vol, New York: Simon and Schuster Macmillan, 1996, hlm. 83.
48
Ibid.
39
itu tidak tunggal bahkan sering kabur, pada umumnya yang dianggap paling
dari itu yang secara esensial penting untuk menilai apakah suatu negara itu
dari negara tersebut. Amien Rais menulis bahwa, minimal, ada sepuluh
sebab itu, diperlukan Pemilu yang luber dan jurdil agar wakil-wakil rakyat itu
politik.
diberlakukan secara sama bagi seluruh warga negara. Baik penjahat, pejabat,
bagian tak terpisahkan dari ekualitas politik dan ekualitas hukum dalam
negara demokrasi. Artinya ekualitas itu tak dapat hanya ditekankan pada satu
bidang saja.
49
Tedi Kholiludin (Ed), Runtuhnya Negara Tuhan: Membongkar Otoritarianisme dalam
Wacana Politik Islam, Semarang: INSIDE PMII Komisariat Walisongo Semarang, 2005, hlm.
122
50
Moh. Mahfud, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Yogyakarta: Penerbit Gama Media,
1999, hlm. 183-186
40
sama antarsesama warga negara dijadikan salah satu perhatian utama oleh
penyelenggara negara.
pemerintahnya.
tatakrama politik yang mungkin tidak tertulis tetapi jelas dirasakan baik
korup meskipun tindakan itu tak dapat dibuktikan secara formal, apalagi
sampai merekayasa aturan-aturan agar yang tidak benar menjadi benar secara
formal. Kesediaan mengundurkan diri harus dianggap sebagai hal yang wajar
untuk hidup secara bebas dan memiliki privacy seperti yang diinginkan.
Sejauh tidak merugikan orang lain, setiap individu dapat menentukan pilihan
dan sebagainya.
sesama warga.
lagi.
kriteria tersebut ke dalam tiga indikator, yaitu peranan parpol dan lembaga
negara yang demokratis akan terdata bahwa parpol dan lembaga perwakilan
2. Para pejabat dipilih melalui pemilihan yang teliti dan jujur di mana
4. Secara praktis semua orang dewasa mempunyai hak untuk memilih dalam
pemilihan pejabat.
alternatif. Lebih dari itu, sumber-sumber informasi alternatif yang ada dan
dengan jalan menyusun pergantian pimpinan secara berkala, tertib dan damai
melalui alat-alat perwakilan rakyat yang efektif. (2) Adanya sikap toleransi
kedudukan politik. (4) Adanya pemilihan yang bebas dengan disertai adanya
masyarakat dan perseorangan serta prasarana pendapat umum seperti pers dan
51
Masykuri Abdillah, Demokrasi Di Persimpangan Makna Respon Intelektual Muslim
Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993), Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1999,
hlm. 73-74.
52
Gwendolen M.Carter dan John H.Herz, Demokrasi dan Totaliterisme: Dua Ujung
dalam Spektrum Politik, dalam Miriam Budiardjo, Masalah Kenegaraan, Jakarta: PT Gramedia,
1977, hlm. 86-87
44
secara damai dan sukarela (2) Menjamin terjadinya perubahan secara damai
kebebasan.53
konflik itu berada dalam tingkatan yang tidak menghancurkan sistem politik.
sistem politik yang menjalankan tiga kriteria: (1) dijaminnya hak semua warga
negara untuk memilih dan dipilih dalam pemilu yang diadakan secara berkala
53
Henry B.Mayo, Nilai-Nilai Demokrasi, dalam Miriam Budiardjo, Ibid, hlm. 165-191
54
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1986, 236-237
45
yang lebih filosofis yakni dengan ide kedaulatan rakyat sebagai lawan
hidup yang lebih baik. Demokrasi bukan hanya merupakan metode kekuasaan
mayoritas melalui partisipasi rakyat dan kompetisi yang bebas, tetapi juga
55
Ulf Shundaussen, Demokrasi dan Kelas Menengah: Refleksi Mengenai Pembangunan
Politik: Prisma, No.2 tahun xxi, 1992, hlm. 64.