Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan
tujuanmembantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi
personalsering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun
perdata. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah
tidak dikenal,jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan
masal, bencanaalam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal,
serta potongantubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga
berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau
diragukan orangtuanya. Identitas seseorang yang dapat dipastikan bila paling
sedikit dua metodeyang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan)
(Gani, 2002).
Tugas utama dari para ahli kedokteran gigi forensik atau dokter gigi
forensik adalah melakukan identifikasi terhadap jasad individu yang sudah
rusak,mengalami dekomposisi, atau sudah tidak dalam keadaan itu. Identifikasi
gigiyang utama adalah membandingkan data gigi postmortem dengan
data gigiantemortem individu, melalui deskripsi struktur gigi dan restorasi, studi
model,atau radiografi (Abdul, 2009).
Bite Mark merupakan salah satu metode penentuan identitasindividu.
Keunggulan teknik identifikasi ini bukan saja disebabkan
karenaketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik sidik
jari,akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi dan tulang adalah material biologis
yangpaling tahan terhadap perubahan lingkungan dan terlindung. Gigi
merupakansarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat
secara baikdan benar (Atmadja, 2004).
I.3 Tujuan
1. Mengetahui pemeriksaan forensik secara Bite Mark
2. Mengetahui klasifikasi dan jenis Bite Mark
3. Menganalisis kasus forensik Bite Mark
1
BAB II
ISI
II.1 Definisi Bite mark
Bite mark merupakan pola dalam suatu objek atau jaringan dengan struktur
gigi hewan atau manusia. Tanda gigitan digambarkan sebagai cedera berbentuk
melingkar atau oval terdiri dari dua lengkungan berbentuk U yang dipisahkan oleh
ruang terbuka yang mewakili tenggorokan atau bagian posterior mulut. Disekitar
lengkungan biasanya ada serangkaian lecet, atau memar, dengan atau tanpa
laserasi, yang mencerminkan ukuran, bentuk dan susunan karakteristik oklusal
permukaan gigi.
2
Menurut William Eckert pada tahun 1992 bahwa pola gigitan ialah bekas
gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit korban dalam bentuk luka, jaringan
kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit sebagai akibat dari pola permukaan
gigitan dari gigi-gigi pelaku, dengan perkataan lain pola gigitan merupakan suatu
produksi dari gigi-gigi pelaku melalui kulit korban.
Sedangkan menurut Soderman dan Oconnel pada tahun 1952, mengatakan
bahwa yang paling sering terdapat bite mark pada buah-buahan yaitu buah apel,
pear, dan bengkuang yang sangat terkenal dengan istilah Apple Bite Mark.
Sedangkan menurut Lukman pada tahun 2003, bite mark mempunyai suatu
gambaran dari anatomi gigi yang sangat karakteristik yang meninggalkan bite
mark pada jaringan ikat manusia baik disebabkan oleh hewan maupun manusia
yang masing-masing individu sangat berbeda
Menurut Bowers pada tahun 2004 analisis pola gigitan berdasarkan pada dua
konsep, yakni:
1. Karakteristik gigi anterior pada gigitan setiap individu unik atau khas.
2. Keunikan tersebut dapat tercatat pada luka yang ditinggalkan.
Gigi-geligi setiap manusia berbeda antara satu dengan yang lain karena
masing-masing memiliki ciri khas. Ciri khas ini dapat berupa ada tidaknya
malposisi, bentuk lengkung gigi, lebar/besar gigi, jumlah gigi, dan lain sebagainya
Pola gigitan yang terbentuk pada objek dibandingkan dengan kontur, bentuk,
ukuran, dan susunan gigi yang ada pada model gigi.. Pemeriksaan pola gigitan
juga dapat dilakukan analisis terhadap: gigi yang hilang, ruang antar gigi, rotasi
gigi, adanya kondisi spesifik seperti gigi supernumerari, fraktur. Teknik analisis
ini dapat dimanfaatkan dalam bidang kedokteran gigi forensik.Analisis dan
perbandingan bitemark merupakan hal yang rumit. (Van der Velden et al, 2006).
II.2 Kegunaan Analisis Bite mark
3
Dalam kasus sehari-hari penggunaan analisis bite mark kerap kali digunakan
untuk mengidentifikasi pelaku khususnya dalam tindakan kriminal.
4
II.4 Karakteristik Bite mark
II.4.1 Karakteristik Bite mark Menurut Rai dan Kaur (2012)
II.4.1.1 Ecchymosis
a. Central ecchymosis: tekanan negatif yang dibentuk oleh lidah dan hisapan serta
tekana positif yang dibentuk oleh gigi. Hal ini menyebabkan perdarahan karena
pecahanya pembuluh darah kecil sehingga menghasilkan central ecchymosis.
b. Linear abrasions, contusions, atau striations: hal ini disebabkan oleh
tergelincirnya gigi terhadap kulit atau tercetaknya permukaan lingual gigi
dikulit.
c. Double bite (gigitan ganda): hal ini dapat terjadi saat kontak awal dengan gigi,
kulit tergelincir dan gigi berkontak lagi dengan kulit untuk kedua kalinya.
d. Pola anyaman dari pakaian yang tercetak
e. Peripheral ecchymosis: hal ini terjadi ketika terdapat luka memar yang
berlebihan.
5
Karakteristik fisik pola catatan gigitan adalah:
1. Lebar gigi merupakan jarak mesial-distal terlebar dari suatu gigi.
2. Tebal gigi adalah jarak dari labial ke lingual suatu gigi.
II.4.2.1 Karakteristik gigi pada catatan gigitan
1. Gigi anterior adalah gigi yang umumnya tercatat pada pola catatan gigitan.
Gigi anterior rahang: Incisivus sentral lebar, incisivus lateral lebih sempit,
kaninus berbentuk konus.
Gigi anterior rahang bawah: Lebar incisivus sentral dan incisivus lateral
hampir sama, kaninus berbentuk konus.
2. Rahang atas lebih lebar dibandingkan rahang bawah.
3. Jumlah gigi pada bekas gigitan biasanya berjumlah 12 sebanyak jumlah
gigi anterior kedua rahang (6 anterior rahang atas dan 6 anterior rahang
bawah).
II.4.3 Karakteristik Gigi Menurut Lukman (2006)
1. Bentuk empat gigi anterior rahang atas adalah segi empat dengan gigi sentral
memiliki bentuk yang lebih lebar.
2. Bentuk kaninus atas adalah bulat atau oval.
3. Bentuk gigi anterior rahang bawah adalah segi empat dengan lebar gigi yang
hampir sama.
4. Bentuk kaninus bawah adalah bulat atau oval.
5. Adanya jarak kemungkinan disebabkan oleh:
Pelaku tidak memiliki gigi.
Gigi lebih pendek dari ukuran normal.
Terdapat benda yang menghalangi gigitan.
Obyek yang digigit bergerak.
Karakteristik pola gigitan dibagi menjadi dua kelompok besar yakni:
a. Karakteristik kelompok
Karakteristik kelompok adalah fitur, pola, atau sifat yang biasanya
terlihat, atau mencerminkan diberikan kelompok. Temuan biasa kotak persegi
panjang atau kecil seperti bentuk atau linier memar di bagian tengah bekas
gigitan merupakan karakteristik kelompok manusia. Gigi atas akan
menciptakan pola-pola yang lebih besar, karena ukuran mereka. Nilai ini
adalah bahwa ketika terlihat di foto, tayangan atau pada kulit individu yang
hidup atau meninggal mereka memungkinkan kita untuk mengidentifikasi
kelompok (gigi sini atas atau bawah) dari mana mereka berasal.
b. Karakteristik individu
Karakteristik individu adalah fitur, pola, atau sifat yang merupakan
variasi dari diharapkan menemukan dalam sebuah kelompok tertentu.
Contoh ini akan menjadi diputar gigi, atau mungkin gigi cacat, rusak, atau
6
pecah yang akan membantu untuk membedakan antara dua dentitions
berbeda untuk membantu dalam menentukan gigi yang menyebabkan cedera
atau tanda gigitan. Ini adalah penjumlahan dari individu karakteristik yang
menentukan, ketika mereka hadir dalam bekas gigitan, gigi yang paling
cocok ini tanda yang unik atau berbeda ketika hadir di gigi seorang
tersangka, jika dibandingkan dengan tersangka lain dalam kasus ini.
II.5 Klasififikasi Bite Mark
II.5.1 Klasifikasi Bite mark Berdasar Pola Gigitan
Pola gigitan mempunyai derajat perlakuan permukaan sesuai dengan kerasnya
gigitan, pada pola gigitan manusia terdapat 6 kelas (Lukman, 2006), yaitu:
a. Kelas I : pola gigitan terdapat jarak dari gigi incisivus dan kaninus.
Gambar 1: Memperlihatkan pola gigi sentralis dan naturalis dan kaninus dengan
jarak sesuai dengan susunan geligi-geliginya.
b. Kelas II : menyerupai pola gigitan kelas I tetapi terlihat pola gigitan cusp
bukal dan palatal maupun cusp bukal dan cusp lingual gigi P1, tetapi derajat
pola gigitannya masih sedikit.
Gambar 2: Memperlihatkan pola gigitan dari gigi insivivus, kaninus, dan cusp
premolar rahang atas dan rahang bawah.
c. Kelas III : derajat luka lebih parah dari kelas II, yaitu permukaan gigit
insisivus telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan mempunyai derajat
lebih parah dari pola gigitan kelas II.
7
Gambar 3: Memperlihatkan permukaan kulit dengan luka sesuai dengan garis
gigitan gigi insisivus dan kaninus sedangkan gigi premolar mempunyai pola luka
lebih dalam.
d. Kelas IV : terdapat luka pada kulit dan otot di bawah kulit yang sedikit
terlepas atau rupture sehingga terlihat pola gigitannya irreguler.
8
Gambar 6: Memperlihatkan luka akibat pola gigitan yang sangat dalam dan luas
pada jaringan kulit dan jaringan ikat terlepas seluruhnya.
Sedangkan menurut Virma dkk, bite mark diklasifikasikan menjadi 7 jenis,
antara lain :
1. Artefak yaitu dimana daging atau bagian tubuh secara utuh terlepas atau
tergigit lepas dari bagian tubuh.
2. Abrasi yaitu tanda memar tanpa kerusakan kulit.
3. Avulsi yaitu terlepasnya kulit.
4. Kontusi yaitu pecahnya pembuluh darah.
5. Hemoragi yaitu pendarahan kecil.
6. Insisi yaitu tusukan atau sayatan rapi pada kulit.
7. Laserasi yaitu kulit yang robek dan basah.
9
Biasanya hal itu terjadi pada waktu korban tertidur lelap setelah
melakukan hubungan intim.
10
Bite mark ini terjadi sebagai akibat dari tidak adanya makanan yang
dikonsumsi oleh hewan peliharaan dalam beberapa waktu yang agak lama
sehingga sangatlah lapar sedangkan pemeliharanya sangat sayang akan hewan
peliharaannya sehingga ia siap mengorbankan tubuhnya jadi santapan hewan
tersebut.
II.5.2.3 .Luka pada tubuh korban yang mirip dengan luka Bite mark
Luka-luka ini terjadi pada mereka yang menderita depresi berat sehingga ia
secara nekat melakukan bunuh diri. Yang sebelumnya ia mengkonsumsi alkhol
dengan jumlah over dosis
11
orang-orang di TKP apakah area luka gigitan tersebut belum pernah
dibersihkan, disentuh, atau diubah dengan cara apapun.
Bahan-bahan yang digunakan
Kapas swab steril sepanjang 6 inchi yang tidak mengandung bahan
pengawet.
Air destilasi steril atau cairan normal saline steril.
Amplop kertas berpori untuk membungkus bukti.
Sarung tangan steril.
Teknik
Mengambil foto untuk merekam keadaan luka gigitan pada awal
sebelum diperiksa.
Cuci tangan dan pakai sarung tangan steril.
Basahi ujung kapas swab dengan air destilasi steril ataucairan normal
saline steril dan kibaskan untuk menghilangkan kelebihan air.
Mulai swab pada bagian tengah bekas gigitan lalu lanjutkan dengan
memutar-mutar ujung kapas terus sampai bagian tepi luka. Hati-hati
jangan sampai mengkontaminasi sampel dengan darah atau debris dari
jaringan sekitar luka.
Berikan tanda pengenal pada pegangan kapas dan catat pada catatan
khusus.
Ulangi prosedur no 4 untuk mendapatkan swab control darri sisi
anatomo sama yang tidak digigit lalu beri tanda pengenal dan catat
pada catatan khusus.
Keringkan kedua kapas swab (kira-kira 30-40 menit) lalu masukkan
dalam kotak melalui lubang untuk menghindari kontak dengan objek
lain.
Setelah kering, masukkan kedua kapas swab secara terpisah ke dalam
amplop kertas berpori untuk dikirim ke serologist. Bubuhkan label
pada tiap amplop dengan disertakan keterangn asal sampel, tanggal dan
waktu.
b. Dokumentasi Fotografi dari Area Gigitan
Foto-foto diambil untuk mendokumentasikan luka yang ditemukan pada
tubuh korban dan sebisa mungkin foto diambil dari posisi yang sama dengan
ketika korban digigit. Hal in ditujukan untuk meminimalisir kemungkinan
distorsi postural pada foto. Dalam kasus kriminalitas yang melibatkan bite
mark, cetakan serta fotografi geligi para tersangka harus dimiliki.
12
Beberapa jenis fotografi yang dianjurkan dalam dokumentasi bite mark
adalah:
Dengan dan tanpa skala ABFO
Foto berwarna dan hitam putih
Foto dengan flash dan tanpa flash
Foto seluruh badan yang menunjukkan lokasi bite mark
Foto close up dengan sekala 1:1
Foto UV dan IR jika bite mark memudar atau tidak nampak dengan
jelas.
Jika gigitan terletak pada gigitan tubuh bergerak , maka posisi tubuh
spesifik juga diambil gambar.
Seluruh foto yang didokumentasikan diambil pada sudut 90 derajat dari
lokasi injuri, dan direkomendasikanuntuk diambil sesegera mungkin selang
interval 24 jam. Pencahayaan saat pengambilan foto diatur pada sudut sebaik
mungkin agar foto memiliki hasil yang maksimal (Bhargava dkk, 2012).
13
c. Pencetakan pada Area Gigitan
Metode pencetakan bekas gigitan dilakukan jika bite mark telah
berpenetrasi dalam kulit. Dalam metode ini , biasanya digunakan cetakan
menggunakan gips plaster atau gips stone. Pencetakan dilakukan dengan
menggunakan bahan berbasis karet atau berbasis silikon. Ada dua metode
dalam melakukan pencetakan bekas gigitan, yaitu:
Metode I : Material dituangkan menutupi area gigitan, kemudian
diletakkan balut dari kawat tipis dan ditambahkan material cetak
tambahan.
Metode II : Sebuah try khusus dibuat dengan menggunakan cold cure
sampai batas bentukan bite mark, lalu cetakan dibuat dengan try
tersebut.
d. Pelepasan Jaringan
Pada kasus yang melibatkankorban meninggal, kulit korban dapat diambil
dan diawetkan. Hal ini sangat penting untuk mempertahankan kulit dalam
bentuk anatomis aslinya dan menghindari distorsi atau kerusakan pada pola
bekas gigitan tersebut. Para dokter gigi forensik, menyetujui bahwa menyetujui
bahwa penggunaan cincin acrylicyang dapat mempertahankan bentuk anatomis
tubuh pada area gigitan adalah metode terbaik untuk meminimalisasi
pengerutan distorsi kulit.
II.6.2 Pemeriksaan Tersangka
a. Pemeriksaan Fisik
Penting untuk ditanyakan kepada tersangka, mengenai riwayat perawatan
gigi untuk membantu identifikasi. Pengamatan dan rekaman dari jaringan
keras dan lunak yang signifikan, dinamika dari gigitan tersangka atau
kemampuan untuk membuka mulut dan menggerakkan rahang seperti keadaan
asimetris wajah dan tonus otor. Pembukaan maksimal dari mulut juga harus
14
dicatat, begitu juga beberapa deviasi saat membuka atau menutup mulut secara
oklusi. Adanya luka pada wajah atau bekas pembedahan sebelumnya dan
keadaan bulu-bulu wajah juga harus dicatat.
Pada rongga mulut, ukuran dan fungsi lidah harus dicatat, begitu juga
abnormalitas dari gerakannya, kesehatan jaringan sekitar gigi yang
berhubungan gigi yang goyang, daerah meradang atau hipertrofi, dan gigi
yang lepas juga harus dicatat. Gigi yang patah juga harus dicatat secara akurat
untuk mengetahui berapa lama kondisi itu telah terjadi.
b. Saliva Swab
Dilakukan juga pengambilan saliva dari pelaku, kemudian hasil swab dari
pelaku dianalisa dan dibandingkan dengan hasil swab yang diambil dari luka
gigitan pada korban.
c. Fotografi
Fotografi serial pada tersangka yang ideal adalah merekam posisi gigi dan
dagu dalam berbagai sudut, ketajaman dan kontur gigi. Foto pertama
adalah foto seluruh wajah dan profil dari tersangka. Selanjutnya semua
foto harus diambil sesuai dengan referensi skala yang ada dan disesuaikan
dengan informasi yang ada. Skala yang digunakan adalah referensi skala
ABFO no. 2.
II.6.3 Analisis Pola Bite Mark
Analisis pola bite mark dapat dilakukan dengan metode langsung dan tak
langsung. Analisis pola ini dilakukan dengan menggunakan foto skala 1:1 dan
model gigi. Pada metode langsung, model gigi tersangka langsung
ditempatkan di atas foto bite mark dan dicocokkan. Pada metode tidak
langsung, dapat dilakukan metode seperti program komputer, radiograf,
xerograf, dan hand traced. Metode tidak langsung yang paling akurat ialah
metode dengan menggunakan komputer.
Beberapa metode khusus dalam analisis bite mark adalah:
a. Vectron
b. Stereometric graphic analysis
c. Experimental marks
d. Scanning electron microscopy
e. Image perception
Analisis Pola Gigitan pada Buah
Analis pola gigitan pada buah hanyalah buah tertentu saja, misalnya pada
apel yang dikenal dengan apple bite mark, dapat pula pada buah pear dan
bengkuang. Pola gigitan ini adalah penampakan dari hasil gigitan yang putus
15
akibat gigi atas yang beradu dengan gigi bawah sehingga terlihat hasil dari
gigitan permukaan bukalis gigi atas dan gigi bawah.
Dilakukan pencetakan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah para
tersangka kemudian model rahang dicekaktkan pada okludator, bila tersangka
lebih dari satu maka terdapat banyak model para okludator dengan diberi
nomor A,B,C,D dan seterusnya. Satu persatu tersangka diinterograsi sambil
diperlihatkan model rahangnya serta diminta untuk menggigit buah apel
dengan diameter sebesar di tempat kejadian perkara, apabila hasil gigitannya
sama maka dialah pelakunya.
II.7 Analisis Kasus
II.7.1 Kasus I
16
5. Dilakukan penapakan (tracing) pada cetakan bitemark menggunakan
platik transparan dan kemudian dihitung lebar mesiodistal gigi yang ada.
6. Membandingkan ciri yang telah diidentifikasi pada cetakan bitemark tadi
dengan model gigi rahang atas dan bawah milik semua tersangka.
7. Menentukan salah satu tersangka sebagai pelaku gigitan sesuai dengan
identifikasi yang telah dilakukan.
II.7.2 Kasus II
Seorang anak kecil berusia lima tahun ditemukan pingsan dengan pipi
bersimbah darah. Di pipinya, terdapat bekas luka gigitan yang disangka ibunya
adalah bekas gigitan anjing yang bernama Rotteweiler. Akan tetapi, pemilik anjing
bersikeras bekas luka tersebut bukan dikarenakan gigitan anjingnya melainkan
dikarenakan terjatuh dan mengenai kalung yang dikenakan anjing tersebut (yang
memang berstruktur tajam). Bagaimana cara mengidentifikasi bekas gigitan
tersebut agar dapat diketahui kejadian sebenarnya?
17
Gambar 3. Rahang atas dan bawah Rotweiller
1. Kumpulkan Bukti
Bite mark difoto oleh satu orang operator menggunakan kamera digital
skala ABFO (American Board of Forensik Odontology).
Bahan cetak yang digunakan biasanya polieter. Hanya satu cetakan dari
bitemark yang diambil, untuk mencegah manipulasi, distorsi atau kehilangan
barang bukti. Prosedur ini dilakukan untuk mempertahankan bekas gigitan karen
bitemark memiliki kecenderungan untuk menghilang secara alami dikarenakan
oleh regenerasi jaringan (pada korban yang masih hidup) atau membusuk (pada
korban yang sudah meninggal).
Buat model studi rahang pelaku yang dicurigai dengan menggunakan gips
stone kuning, kemudian cetakan di-scan dengan menggunakan flatbed scanner
dengan skala yang sama pada tiap rahangnya.
Model cetak pertama (dental stone) : Digunakan gips stone kuning tipe IV
karena sifat fisiknya yang baik karena kemampuan ekspensinya yang rendah,
kekuatan kompresinya meningkat dari 55 menjadi 117 Mpa hanya dalam 48 jam.
Sifat inilah yang menjamin stabilitas dimensional yang menjamin stabilitas dan
18
daya tahannya. Pemeriksaan model cetakan ini dilakukan dengan menggunakan
skala ABFO No. 2.
4. Membandingkan bitemark
Terdapat dua cara yang dapat dilakukan untunk membandingkan bitemark, yaitu:
a. Model Digital
Fotografi digital pada bitemark kulit dan gambar dari model cetakan yang
pertama dan kedua di-scan dan kemudian dibandingkan dengan menggunakan
Adobe Potoshop 8.0, kemudian setelah dibandingkan, didapatkan kesimpulan
apakah kedua cetakannya sama.
b. Metode manual
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
19
Bitemark atau bekas gigitan adalah bekas yang disebabkan oleh gigi
sajaatau bersamaan dengan bagian mulut yang lain. Juga dapat didefinikan
sebagai polayang dibentuk oleh gigi manusia atau binatang dan struktur yang
berkaitan yangmenyebabkan bekas gigitan.Bekas gigitan dapat disebabkan oleh
gigitan manusia atau binatang, olehkarena itu dokter gigi forensik harus dapat
membedakannya. Apabila ditemukan bekas gigitan pada suatu kasus, perlu segera
dilakukan pemeriksaan baik pada korban, tersangka, maupun pada benda mati
yang ada bekas gigitan.
III.2 Saran
20