Você está na página 1de 20

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan
tujuanmembantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi
personalsering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun
perdata. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah
tidak dikenal,jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan
masal, bencanaalam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal,
serta potongantubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga
berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau
diragukan orangtuanya. Identitas seseorang yang dapat dipastikan bila paling
sedikit dua metodeyang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan)
(Gani, 2002).
Tugas utama dari para ahli kedokteran gigi forensik atau dokter gigi
forensik adalah melakukan identifikasi terhadap jasad individu yang sudah
rusak,mengalami dekomposisi, atau sudah tidak dalam keadaan itu. Identifikasi
gigiyang utama adalah membandingkan data gigi postmortem dengan
data gigiantemortem individu, melalui deskripsi struktur gigi dan restorasi, studi
model,atau radiografi (Abdul, 2009).
Bite Mark merupakan salah satu metode penentuan identitasindividu.
Keunggulan teknik identifikasi ini bukan saja disebabkan
karenaketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik sidik
jari,akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi dan tulang adalah material biologis
yangpaling tahan terhadap perubahan lingkungan dan terlindung. Gigi
merupakansarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat
secara baikdan benar (Atmadja, 2004).

I.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas rumusan masalah makalah ini adalah apakah
peran Bite Mark dalam identifikasi korban.

I.3 Tujuan
1. Mengetahui pemeriksaan forensik secara Bite Mark
2. Mengetahui klasifikasi dan jenis Bite Mark
3. Menganalisis kasus forensik Bite Mark

1
BAB II
ISI
II.1 Definisi Bite mark
Bite mark merupakan pola dalam suatu objek atau jaringan dengan struktur
gigi hewan atau manusia. Tanda gigitan digambarkan sebagai cedera berbentuk
melingkar atau oval terdiri dari dua lengkungan berbentuk U yang dipisahkan oleh
ruang terbuka yang mewakili tenggorokan atau bagian posterior mulut. Disekitar
lengkungan biasanya ada serangkaian lecet, atau memar, dengan atau tanpa
laserasi, yang mencerminkan ukuran, bentuk dan susunan karakteristik oklusal
permukaan gigi.

2
Menurut William Eckert pada tahun 1992 bahwa pola gigitan ialah bekas
gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit korban dalam bentuk luka, jaringan
kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit sebagai akibat dari pola permukaan
gigitan dari gigi-gigi pelaku, dengan perkataan lain pola gigitan merupakan suatu
produksi dari gigi-gigi pelaku melalui kulit korban.
Sedangkan menurut Soderman dan Oconnel pada tahun 1952, mengatakan
bahwa yang paling sering terdapat bite mark pada buah-buahan yaitu buah apel,
pear, dan bengkuang yang sangat terkenal dengan istilah Apple Bite Mark.
Sedangkan menurut Lukman pada tahun 2003, bite mark mempunyai suatu
gambaran dari anatomi gigi yang sangat karakteristik yang meninggalkan bite
mark pada jaringan ikat manusia baik disebabkan oleh hewan maupun manusia
yang masing-masing individu sangat berbeda
Menurut Bowers pada tahun 2004 analisis pola gigitan berdasarkan pada dua
konsep, yakni:
1. Karakteristik gigi anterior pada gigitan setiap individu unik atau khas.
2. Keunikan tersebut dapat tercatat pada luka yang ditinggalkan.
Gigi-geligi setiap manusia berbeda antara satu dengan yang lain karena
masing-masing memiliki ciri khas. Ciri khas ini dapat berupa ada tidaknya
malposisi, bentuk lengkung gigi, lebar/besar gigi, jumlah gigi, dan lain sebagainya
Pola gigitan yang terbentuk pada objek dibandingkan dengan kontur, bentuk,
ukuran, dan susunan gigi yang ada pada model gigi.. Pemeriksaan pola gigitan
juga dapat dilakukan analisis terhadap: gigi yang hilang, ruang antar gigi, rotasi
gigi, adanya kondisi spesifik seperti gigi supernumerari, fraktur. Teknik analisis
ini dapat dimanfaatkan dalam bidang kedokteran gigi forensik.Analisis dan
perbandingan bitemark merupakan hal yang rumit. (Van der Velden et al, 2006).
II.2 Kegunaan Analisis Bite mark

3
Dalam kasus sehari-hari penggunaan analisis bite mark kerap kali digunakan
untuk mengidentifikasi pelaku khususnya dalam tindakan kriminal.

II.3 Keuntungan Gigi Sebagai Objek Pemeriksaan


Keuntungan gigi sebagai objek pemeriksaan antara lain:
a. Gigi geligi merupakan rangkaian lengkungan secara anatomis, antrophologis
dan morphologis mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi
sehingga apabila trauma mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.
b. Gigi geligi sukar untuk membusuk kecuali gigi tersebut sudah mengalami
nekrotik atau gangren. Biarpun terkubur, umumnya organ-organ tubuh lain
bahkan tulang telah hancur tetapi gigi tetap utuh.
c. Gigi geligi di dunia ini tidak ada yang sama karena menurut SIMS dan Furnes
bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua milyar.
d. Gigi geligi mempunyai ciri-ciri khusus apabila ciri-ciri gigi tersebut rusak atau
berubah maka sesuai dengan pekerjaan dan kebiasaan menggunakan gigi,
bahkan setiap ras mempunyai ciri-ciri yang berbeda.
e. Gigi geligi tahan asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang terbunuh dan
direndam didalam drum berisi asam pekat, jaringan ikatnya hancur sedangkan
giginya masih utuh.
f.Gigi geligi tahan panas , apabila terbakar sampai dengan suhu 400 derajat celcius
gigi tidak akan hancur, terbukti pada peristiwa Parkman yang terbunuh dan
terbakar tetapi giginya masih utuh. Gigi menjadi abu sekitar suhu lebih dari
649oC. Apabila gigi tersebut ditambal menggunakan amalgam maka bila
terbakar akan menjadi abu sekitar di atas 871oC, sedangkan bila gigi tersebut
memakai mahkota logam atau inlay alloy emas maka bila terbakar akan menjadi
abu sekitar suhu yang sangat tinggi.
g. Gigi geligi dan tulang rahang secara rontgenografis, biarpun terdapat pecahan-
pecahan rahang pada rontgenogramnya, dapat dilihat (interpretasi) kadang-
kadang terdapat anomali dari gigi dan komposisi tulang rahang yang khas.
h. Apabila korban telah dilakukan pencabutan gigi umumnya ia memakai gigi
palsu dengan berbagai macam model gigi palsu dan gigi palsu tersebut dapat
ditelusuri atau diidentifikasi.

4
II.4 Karakteristik Bite mark
II.4.1 Karakteristik Bite mark Menurut Rai dan Kaur (2012)
II.4.1.1 Ecchymosis
a. Central ecchymosis: tekanan negatif yang dibentuk oleh lidah dan hisapan serta
tekana positif yang dibentuk oleh gigi. Hal ini menyebabkan perdarahan karena
pecahanya pembuluh darah kecil sehingga menghasilkan central ecchymosis.
b. Linear abrasions, contusions, atau striations: hal ini disebabkan oleh
tergelincirnya gigi terhadap kulit atau tercetaknya permukaan lingual gigi
dikulit.
c. Double bite (gigitan ganda): hal ini dapat terjadi saat kontak awal dengan gigi,
kulit tergelincir dan gigi berkontak lagi dengan kulit untuk kedua kalinya.
d. Pola anyaman dari pakaian yang tercetak
e. Peripheral ecchymosis: hal ini terjadi ketika terdapat luka memar yang
berlebihan.

II.4.1.2 Pola gigitan sebagian (partial bite mark)


a. Satu lengkung (half bites)
b. Satu atau beberapa gigi
c. Pola unilateral: dihasilkan ketika gigi geligi tidak lengkap atau tekanan
yang tidak rata selama menggigit.

II.4.1.3 Pola gigitan kabur (faded bite mark)


a. Penggabungan lengkung: tidak terdapat pola gigi individual.
b. Solid: terjadi ketika eritema atau memar mengisi seluruh area pusat
gigitan. Bite mark tidak menunjukkan bentuk lingkaran. Namun terdapat
tanda perubahan warna (kehitaman).
c. Lengkung tertutup (closed arches): bagian tepi maksila dan mandibula
bergabung.
d. Latent: dapat terlihat dengan teknik khusus.
Superimposed bite: 2 tanda gigitan bertumpuk.
Avulsive bite: jaringan tergigit oleh korban itu sendiri.
II.4.2 Karakteristik Gigi Menurut Bowers (2004)

5
Karakteristik fisik pola catatan gigitan adalah:
1. Lebar gigi merupakan jarak mesial-distal terlebar dari suatu gigi.
2. Tebal gigi adalah jarak dari labial ke lingual suatu gigi.
II.4.2.1 Karakteristik gigi pada catatan gigitan
1. Gigi anterior adalah gigi yang umumnya tercatat pada pola catatan gigitan.
Gigi anterior rahang: Incisivus sentral lebar, incisivus lateral lebih sempit,
kaninus berbentuk konus.
Gigi anterior rahang bawah: Lebar incisivus sentral dan incisivus lateral
hampir sama, kaninus berbentuk konus.
2. Rahang atas lebih lebar dibandingkan rahang bawah.
3. Jumlah gigi pada bekas gigitan biasanya berjumlah 12 sebanyak jumlah
gigi anterior kedua rahang (6 anterior rahang atas dan 6 anterior rahang
bawah).
II.4.3 Karakteristik Gigi Menurut Lukman (2006)
1. Bentuk empat gigi anterior rahang atas adalah segi empat dengan gigi sentral
memiliki bentuk yang lebih lebar.
2. Bentuk kaninus atas adalah bulat atau oval.
3. Bentuk gigi anterior rahang bawah adalah segi empat dengan lebar gigi yang
hampir sama.
4. Bentuk kaninus bawah adalah bulat atau oval.
5. Adanya jarak kemungkinan disebabkan oleh:
Pelaku tidak memiliki gigi.
Gigi lebih pendek dari ukuran normal.
Terdapat benda yang menghalangi gigitan.
Obyek yang digigit bergerak.
Karakteristik pola gigitan dibagi menjadi dua kelompok besar yakni:
a. Karakteristik kelompok
Karakteristik kelompok adalah fitur, pola, atau sifat yang biasanya
terlihat, atau mencerminkan diberikan kelompok. Temuan biasa kotak persegi
panjang atau kecil seperti bentuk atau linier memar di bagian tengah bekas
gigitan merupakan karakteristik kelompok manusia. Gigi atas akan
menciptakan pola-pola yang lebih besar, karena ukuran mereka. Nilai ini
adalah bahwa ketika terlihat di foto, tayangan atau pada kulit individu yang
hidup atau meninggal mereka memungkinkan kita untuk mengidentifikasi
kelompok (gigi sini atas atau bawah) dari mana mereka berasal.
b. Karakteristik individu
Karakteristik individu adalah fitur, pola, atau sifat yang merupakan
variasi dari diharapkan menemukan dalam sebuah kelompok tertentu.
Contoh ini akan menjadi diputar gigi, atau mungkin gigi cacat, rusak, atau

6
pecah yang akan membantu untuk membedakan antara dua dentitions
berbeda untuk membantu dalam menentukan gigi yang menyebabkan cedera
atau tanda gigitan. Ini adalah penjumlahan dari individu karakteristik yang
menentukan, ketika mereka hadir dalam bekas gigitan, gigi yang paling
cocok ini tanda yang unik atau berbeda ketika hadir di gigi seorang
tersangka, jika dibandingkan dengan tersangka lain dalam kasus ini.
II.5 Klasififikasi Bite Mark
II.5.1 Klasifikasi Bite mark Berdasar Pola Gigitan
Pola gigitan mempunyai derajat perlakuan permukaan sesuai dengan kerasnya
gigitan, pada pola gigitan manusia terdapat 6 kelas (Lukman, 2006), yaitu:
a. Kelas I : pola gigitan terdapat jarak dari gigi incisivus dan kaninus.

Gambar 1: Memperlihatkan pola gigi sentralis dan naturalis dan kaninus dengan
jarak sesuai dengan susunan geligi-geliginya.
b. Kelas II : menyerupai pola gigitan kelas I tetapi terlihat pola gigitan cusp
bukal dan palatal maupun cusp bukal dan cusp lingual gigi P1, tetapi derajat
pola gigitannya masih sedikit.

Gambar 2: Memperlihatkan pola gigitan dari gigi insivivus, kaninus, dan cusp
premolar rahang atas dan rahang bawah.
c. Kelas III : derajat luka lebih parah dari kelas II, yaitu permukaan gigit
insisivus telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan mempunyai derajat
lebih parah dari pola gigitan kelas II.

7
Gambar 3: Memperlihatkan permukaan kulit dengan luka sesuai dengan garis
gigitan gigi insisivus dan kaninus sedangkan gigi premolar mempunyai pola luka
lebih dalam.
d. Kelas IV : terdapat luka pada kulit dan otot di bawah kulit yang sedikit
terlepas atau rupture sehingga terlihat pola gigitannya irreguler.

Gambar 4: Memperlihatkan ketidakteraturan dari keparahan derajat pola pola


gigitan dari gigi kaninus dan insisivus yang sangat dalam, baik pada rahang atas
maupun rahang bawah, sedangkan pola gigitan premolar kedua cusp nya hampir
menyatu.
e. Kelas V : terlihat luka yang menyatu pola gigitan incisivus, kaninus, dan
premolar baik pada rahang atas maupun rahang bawah.

Gambar 5: Memperlihatkan pola gigitan yang sangat lebar serta ketidakteraturan


dari semua gigi depan dan premolar.
f. Kelas VI : memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari gigi rahang atas dan
bawah, serta jaringan kulit dan otot terlepas sesuai dengan kekerasan oklusi
dan pembukaan mulut

8
Gambar 6: Memperlihatkan luka akibat pola gigitan yang sangat dalam dan luas
pada jaringan kulit dan jaringan ikat terlepas seluruhnya.
Sedangkan menurut Virma dkk, bite mark diklasifikasikan menjadi 7 jenis,
antara lain :
1. Artefak yaitu dimana daging atau bagian tubuh secara utuh terlepas atau
tergigit lepas dari bagian tubuh.
2. Abrasi yaitu tanda memar tanpa kerusakan kulit.
3. Avulsi yaitu terlepasnya kulit.
4. Kontusi yaitu pecahnya pembuluh darah.
5. Hemoragi yaitu pendarahan kecil.
6. Insisi yaitu tusukan atau sayatan rapi pada kulit.
7. Laserasi yaitu kulit yang robek dan basah.

II.5.2 Klasifikasi Bite mark Berdasar Jenis Penggigit


II.5.2.1 Pada Manusia
Bite mark pada jaringan manusia sangalah berbeda tergantung organ tubuh
mana yang terkena, apabila bite mark pelaku seksual mempunyai lokasi tertentu,
pada penyiksaan anak mempunyai bite mark pada bagian tubuh tertentu pula akan
tetapi pada bagian tubuh tertentu pula akan tetapi pada gigitan yang dikenal
dengan child abuse maka bite mark hampir semua bagian tubuh.
a. Bite Mark Heteroseksual
Bite mark pada pelaku-pelaku hubungan intim antar lawan jenis dengan
perkataan lain hubungan seksual antara pria dan wanita terdapat penyimpangan
yang sifatnya sedikit melakukan penyiksaan yang menyebabkan lawan jenis
sedikit kesakitan atau menimbulkan rasa sakit.
Bite mark dengan Aksi Lidah dan Bibir
Bite mark ini terjadi pada waktu birahi antara pria dan wanita.
Bite mark Pada Sekitar Organ Genital (Paha, leher, dan lain-lain)
Bite mark ini terjadi akibat pelampiasan dari pasangannya atau istrinya
akibat cemburu buta yang dilakukan pada waktu suaminya tertidur pulas
setelah melakukan hubungan seksual.
Bite mark Pada Organ Genital
Bite mark ini modus operasinya sama dengan seperti diatas yaitu
pelampiasan emosional dari lawan jenis atau istri karena cemburu buta.

9
Biasanya hal itu terjadi pada waktu korban tertidur lelap setelah
melakukan hubungan intim.

b. Bite mark Child Abused


Bite mark ini terjadi akibat faktor-faktor iri dan dengki dari teman ibunya,
atau ibu anak tetangganya oleh karena anak tersebut lebih pandai, lebih lincah,
lebih komunikatif dari anaknya sendiri maka ia melakukan pelampiasan dengan
rencana di tunggupada waktu korban tersebut melewati samping atau depan
rumahnya dan setelah kemudian melakukan gigitan, ibu tersebut melarikan diri
melalui jalan yang sempit.
Bite mark ini dapat terjadi pada mereka masyarakat menengah ke bawah yang
umumnya penghuni dari flat atau kondominium sehingga terdapat jalan sempit
antar bangunan yang dipakai oleh sang ibu untuk melarikan diri. Lokasi bite mark
pada bagian tubuh tertentu yaitu daerah punggung, bahu atas, leher
II.5.2.2 Pada Hewan
Bite mark hewan umumnya terjadi sebagai akibat dari penyerangan hewan
peliharaan kepada korban yang tidak disukai dari hewan tersebut. Apabila korban
hidup mengalami kejadian yang tersebut di atas biasanya tanpa instruksi dari
pemeliharanya. Bila instruksi dari pemeliharaanya maka hal ini sering terjadi pada
hewan khususnya anjing yang berjenis herder atau doberman yang memang
special dipelihara pawang anjing dijajaran kepoisian, khususnya untuk menangkap
pelaku atau tersangka.
a. Bite mark Anjing
Bite mark anjing biasanya terjadi pada serangan atas perintah pawangnya atau
induk semangnya. Hal ini terjadi pada jajaran kepolisian demi mengejar pelaku
atau tersangka, dan selalu bite mark terjadi pada hewan buas lainnya antara lain
harimau, singa, kucing, serigala.
c. Bite mark Hewan Pesisir Pantai
Bite mark ini terjadi apabila korban meninggal ditepi pantai atau korban
meninggal dibuang di pesisir pantai sehingga dalam beberapa hari atau beberapa
minggu korban tersebut digerogoti oleh hewan laut, antara lain kerang, tiram.
d. Bite mark Hewan Peliharaan

10
Bite mark ini terjadi sebagai akibat dari tidak adanya makanan yang
dikonsumsi oleh hewan peliharaan dalam beberapa waktu yang agak lama
sehingga sangatlah lapar sedangkan pemeliharanya sangat sayang akan hewan
peliharaannya sehingga ia siap mengorbankan tubuhnya jadi santapan hewan
tersebut.

II.5.2.3 .Luka pada tubuh korban yang mirip dengan luka Bite mark
Luka-luka ini terjadi pada mereka yang menderita depresi berat sehingga ia
secara nekat melakukan bunuh diri. Yang sebelumnya ia mengkonsumsi alkhol
dengan jumlah over dosis

II.6 Analisis Bite Mark


II.6.1 Pemeriksaan Gigitan pada Korban
a. Salivary Trace Evidence
Para ahli serologi memperkirakan 80-85% dari seluruh poulasi manusia,
mensekresi aglutinin yang identik dengan golongan darah ABO pada cairan
tubuh mereka (saliva, cairan seminalis, air mata dan keringat) sehingga dapat
digunakan untuk menentukan klasifikasi golongan darah ABO masing-masing
individu. Pada penampilan luka yang meragukan penemuan enzim amilase
pada luka dapat memastikan bahwa luka tersebut merupakan bekas gigitan.
Sebagai tambahan, penelitian terakhir menunjukkan bahwa saliva juga
mengandung sel-sl epitel dari permukaan dalam bibir dan mukosa mulut, serta
leukosit dari cairan atau jaringan gusi. Sel-sel ini dapat menjadi sumber bukti
DNA.
Sebuah gigitan tidak akan terjadi tanpa meninggalkan jejak saliva sehingga
langkah pertama pengambilan bukti, sebelum tubuh korban dibersihkan adalah
melakukan swab secara hati-hati pada area gigitan dengan menggunakan
kapas swab yang agak basah untuk mengambil saliva dan sel-sel mukosa
permukaan kulit. Sebelum melakukan swab, harus ditanyakan dahulu pada

11
orang-orang di TKP apakah area luka gigitan tersebut belum pernah
dibersihkan, disentuh, atau diubah dengan cara apapun.
Bahan-bahan yang digunakan
Kapas swab steril sepanjang 6 inchi yang tidak mengandung bahan
pengawet.
Air destilasi steril atau cairan normal saline steril.
Amplop kertas berpori untuk membungkus bukti.
Sarung tangan steril.
Teknik
Mengambil foto untuk merekam keadaan luka gigitan pada awal
sebelum diperiksa.
Cuci tangan dan pakai sarung tangan steril.
Basahi ujung kapas swab dengan air destilasi steril ataucairan normal
saline steril dan kibaskan untuk menghilangkan kelebihan air.
Mulai swab pada bagian tengah bekas gigitan lalu lanjutkan dengan
memutar-mutar ujung kapas terus sampai bagian tepi luka. Hati-hati
jangan sampai mengkontaminasi sampel dengan darah atau debris dari
jaringan sekitar luka.
Berikan tanda pengenal pada pegangan kapas dan catat pada catatan
khusus.
Ulangi prosedur no 4 untuk mendapatkan swab control darri sisi
anatomo sama yang tidak digigit lalu beri tanda pengenal dan catat
pada catatan khusus.
Keringkan kedua kapas swab (kira-kira 30-40 menit) lalu masukkan
dalam kotak melalui lubang untuk menghindari kontak dengan objek
lain.
Setelah kering, masukkan kedua kapas swab secara terpisah ke dalam
amplop kertas berpori untuk dikirim ke serologist. Bubuhkan label
pada tiap amplop dengan disertakan keterangn asal sampel, tanggal dan
waktu.
b. Dokumentasi Fotografi dari Area Gigitan
Foto-foto diambil untuk mendokumentasikan luka yang ditemukan pada
tubuh korban dan sebisa mungkin foto diambil dari posisi yang sama dengan
ketika korban digigit. Hal in ditujukan untuk meminimalisir kemungkinan
distorsi postural pada foto. Dalam kasus kriminalitas yang melibatkan bite
mark, cetakan serta fotografi geligi para tersangka harus dimiliki.

12
Beberapa jenis fotografi yang dianjurkan dalam dokumentasi bite mark
adalah:
Dengan dan tanpa skala ABFO
Foto berwarna dan hitam putih
Foto dengan flash dan tanpa flash
Foto seluruh badan yang menunjukkan lokasi bite mark
Foto close up dengan sekala 1:1
Foto UV dan IR jika bite mark memudar atau tidak nampak dengan
jelas.
Jika gigitan terletak pada gigitan tubuh bergerak , maka posisi tubuh
spesifik juga diambil gambar.
Seluruh foto yang didokumentasikan diambil pada sudut 90 derajat dari
lokasi injuri, dan direkomendasikanuntuk diambil sesegera mungkin selang
interval 24 jam. Pencahayaan saat pengambilan foto diatur pada sudut sebaik
mungkin agar foto memiliki hasil yang maksimal (Bhargava dkk, 2012).

13
c. Pencetakan pada Area Gigitan
Metode pencetakan bekas gigitan dilakukan jika bite mark telah
berpenetrasi dalam kulit. Dalam metode ini , biasanya digunakan cetakan
menggunakan gips plaster atau gips stone. Pencetakan dilakukan dengan
menggunakan bahan berbasis karet atau berbasis silikon. Ada dua metode
dalam melakukan pencetakan bekas gigitan, yaitu:
Metode I : Material dituangkan menutupi area gigitan, kemudian
diletakkan balut dari kawat tipis dan ditambahkan material cetak
tambahan.
Metode II : Sebuah try khusus dibuat dengan menggunakan cold cure
sampai batas bentukan bite mark, lalu cetakan dibuat dengan try
tersebut.
d. Pelepasan Jaringan
Pada kasus yang melibatkankorban meninggal, kulit korban dapat diambil
dan diawetkan. Hal ini sangat penting untuk mempertahankan kulit dalam
bentuk anatomis aslinya dan menghindari distorsi atau kerusakan pada pola
bekas gigitan tersebut. Para dokter gigi forensik, menyetujui bahwa menyetujui
bahwa penggunaan cincin acrylicyang dapat mempertahankan bentuk anatomis
tubuh pada area gigitan adalah metode terbaik untuk meminimalisasi
pengerutan distorsi kulit.
II.6.2 Pemeriksaan Tersangka
a. Pemeriksaan Fisik
Penting untuk ditanyakan kepada tersangka, mengenai riwayat perawatan
gigi untuk membantu identifikasi. Pengamatan dan rekaman dari jaringan
keras dan lunak yang signifikan, dinamika dari gigitan tersangka atau
kemampuan untuk membuka mulut dan menggerakkan rahang seperti keadaan
asimetris wajah dan tonus otor. Pembukaan maksimal dari mulut juga harus

14
dicatat, begitu juga beberapa deviasi saat membuka atau menutup mulut secara
oklusi. Adanya luka pada wajah atau bekas pembedahan sebelumnya dan
keadaan bulu-bulu wajah juga harus dicatat.
Pada rongga mulut, ukuran dan fungsi lidah harus dicatat, begitu juga
abnormalitas dari gerakannya, kesehatan jaringan sekitar gigi yang
berhubungan gigi yang goyang, daerah meradang atau hipertrofi, dan gigi
yang lepas juga harus dicatat. Gigi yang patah juga harus dicatat secara akurat
untuk mengetahui berapa lama kondisi itu telah terjadi.
b. Saliva Swab
Dilakukan juga pengambilan saliva dari pelaku, kemudian hasil swab dari
pelaku dianalisa dan dibandingkan dengan hasil swab yang diambil dari luka
gigitan pada korban.
c. Fotografi
Fotografi serial pada tersangka yang ideal adalah merekam posisi gigi dan
dagu dalam berbagai sudut, ketajaman dan kontur gigi. Foto pertama
adalah foto seluruh wajah dan profil dari tersangka. Selanjutnya semua
foto harus diambil sesuai dengan referensi skala yang ada dan disesuaikan
dengan informasi yang ada. Skala yang digunakan adalah referensi skala
ABFO no. 2.
II.6.3 Analisis Pola Bite Mark
Analisis pola bite mark dapat dilakukan dengan metode langsung dan tak
langsung. Analisis pola ini dilakukan dengan menggunakan foto skala 1:1 dan
model gigi. Pada metode langsung, model gigi tersangka langsung
ditempatkan di atas foto bite mark dan dicocokkan. Pada metode tidak
langsung, dapat dilakukan metode seperti program komputer, radiograf,
xerograf, dan hand traced. Metode tidak langsung yang paling akurat ialah
metode dengan menggunakan komputer.
Beberapa metode khusus dalam analisis bite mark adalah:
a. Vectron
b. Stereometric graphic analysis
c. Experimental marks
d. Scanning electron microscopy
e. Image perception
Analisis Pola Gigitan pada Buah
Analis pola gigitan pada buah hanyalah buah tertentu saja, misalnya pada
apel yang dikenal dengan apple bite mark, dapat pula pada buah pear dan
bengkuang. Pola gigitan ini adalah penampakan dari hasil gigitan yang putus

15
akibat gigi atas yang beradu dengan gigi bawah sehingga terlihat hasil dari
gigitan permukaan bukalis gigi atas dan gigi bawah.
Dilakukan pencetakan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah para
tersangka kemudian model rahang dicekaktkan pada okludator, bila tersangka
lebih dari satu maka terdapat banyak model para okludator dengan diberi
nomor A,B,C,D dan seterusnya. Satu persatu tersangka diinterograsi sambil
diperlihatkan model rahangnya serta diminta untuk menggigit buah apel
dengan diameter sebesar di tempat kejadian perkara, apabila hasil gigitannya
sama maka dialah pelakunya.
II.7 Analisis Kasus
II.7.1 Kasus I

Pada tanggal 28 November 2014, terjadi perampokan di daerah Jakarta


yang berujung dengan kematian korban. Diduga korban yang berumur 20 tahun
tersebut dirampok, diperkosa lalu dibunuh oleh pelaku karena tak ditemukan
handphone dan dompet dari tubuh korban. Ada empat orang pemuda yang
dicurigai pelaku kejahatan tersebut karena sering berada di sana sambil meminum
minuman keras serta tidak memiliki alibi, diperkuat dengan seorang saksi mata
yang melihat kejadian saat seorang pemuda melarikan diri setelah membunuh
korban. Saat diidentifikasi, tubuh korban terdapat bekas gigitan di sekitar paha
dan leher. Tim forensik segera melakukan analisis untuk membuktikan bahwa
gigitan di tubuh korban merupakan milik salah satu dari empat orang pemuda
tersebut.

II.7.1.1 Tahap Analisis bitemark:

1. Model gigi rahang atas dan bawah masing-masing tersangka diambil


terlebih dulu pada tim forensik
2. Salah satu tersangka melakukan gigitan pada apel hijau yang telah
disediakan, baik gigitan dangkal maupun gigitan dalam.
3. Hasil gigitan dicetak dengan alginat dengan perluasan tepi area gigitan 1
cm, cetakan kemudian diisi dengan gips stone.
4. Identifikasi pola gigitan dan ciri gigi-gigi yang terlihat pada cetakan
bitemark.

16
5. Dilakukan penapakan (tracing) pada cetakan bitemark menggunakan
platik transparan dan kemudian dihitung lebar mesiodistal gigi yang ada.
6. Membandingkan ciri yang telah diidentifikasi pada cetakan bitemark tadi
dengan model gigi rahang atas dan bawah milik semua tersangka.
7. Menentukan salah satu tersangka sebagai pelaku gigitan sesuai dengan
identifikasi yang telah dilakukan.
II.7.2 Kasus II
Seorang anak kecil berusia lima tahun ditemukan pingsan dengan pipi
bersimbah darah. Di pipinya, terdapat bekas luka gigitan yang disangka ibunya
adalah bekas gigitan anjing yang bernama Rotteweiler. Akan tetapi, pemilik anjing
bersikeras bekas luka tersebut bukan dikarenakan gigitan anjingnya melainkan
dikarenakan terjatuh dan mengenai kalung yang dikenakan anjing tersebut (yang
memang berstruktur tajam). Bagaimana cara mengidentifikasi bekas gigitan
tersebut agar dapat diketahui kejadian sebenarnya?

Gambar 1. Kalung anjing

Gambar 2. Tanda bekas gigitan dari pipi korban

17
Gambar 3. Rahang atas dan bawah Rotweiller

II.7.2.1 Tahap indentifikasi

1. Kumpulkan Bukti

Bite mark difoto oleh satu orang operator menggunakan kamera digital
skala ABFO (American Board of Forensik Odontology).

2. Pilih Bahan Cetak

Bahan cetak yang digunakan biasanya polieter. Hanya satu cetakan dari
bitemark yang diambil, untuk mencegah manipulasi, distorsi atau kehilangan
barang bukti. Prosedur ini dilakukan untuk mempertahankan bekas gigitan karen
bitemark memiliki kecenderungan untuk menghilang secara alami dikarenakan
oleh regenerasi jaringan (pada korban yang masih hidup) atau membusuk (pada
korban yang sudah meninggal).

3. Cetak Rahang Pelaku yang Dicurigai

Buat model studi rahang pelaku yang dicurigai dengan menggunakan gips
stone kuning, kemudian cetakan di-scan dengan menggunakan flatbed scanner
dengan skala yang sama pada tiap rahangnya.

Model cetak pertama (dental stone) : Digunakan gips stone kuning tipe IV
karena sifat fisiknya yang baik karena kemampuan ekspensinya yang rendah,
kekuatan kompresinya meningkat dari 55 menjadi 117 Mpa hanya dalam 48 jam.
Sifat inilah yang menjamin stabilitas dimensional yang menjamin stabilitas dan

18
daya tahannya. Pemeriksaan model cetakan ini dilakukan dengan menggunakan
skala ABFO No. 2.

Model cetak kedua (model polyether) : cetakan positif dicampur dengan


polieter yang berkonsistensi light bodied dengan mengguanakan kuas cat dan
digetarkan sedikit untuk memastikan bergeraknya aliran polieter.

4. Membandingkan bitemark

Terdapat dua cara yang dapat dilakukan untunk membandingkan bitemark, yaitu:

a. Model Digital

Fotografi digital pada bitemark kulit dan gambar dari model cetakan yang
pertama dan kedua di-scan dan kemudian dibandingkan dengan menggunakan
Adobe Potoshop 8.0, kemudian setelah dibandingkan, didapatkan kesimpulan
apakah kedua cetakannya sama.

b. Metode manual

Model cetakannya diposisikan pada bitemark yang telah dicetak dengan


gips maupun polieter. Prosedur ini dilakukan untuk meminimalisasi pola
penyimpangan pada kulit. Tekanan dengan jari dilakukan pada model polieter
pada sisi lawan dari bitemark, sehingga melemahkan daerah yang luas.
Pencocokkan harus dapat dilakukan dengan mudah dan sebaiknya tidak ditekan.

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

19
Bitemark atau bekas gigitan adalah bekas yang disebabkan oleh gigi
sajaatau bersamaan dengan bagian mulut yang lain. Juga dapat didefinikan
sebagai polayang dibentuk oleh gigi manusia atau binatang dan struktur yang
berkaitan yangmenyebabkan bekas gigitan.Bekas gigitan dapat disebabkan oleh
gigitan manusia atau binatang, olehkarena itu dokter gigi forensik harus dapat
membedakannya. Apabila ditemukan bekas gigitan pada suatu kasus, perlu segera
dilakukan pemeriksaan baik pada korban, tersangka, maupun pada benda mati
yang ada bekas gigitan.

Pemeriksaan-pemeriksaan menggunakan beberapa prosedur yang


harusbdilakukan secara benar oleh dokter gigi forensik. Pemeriksaan korban
meliputi mengambil foto dari bekas gigitan, mengambil dan mempertahankan
bukti saliva,serta membuat impresi bekas gigitan. Pemerisaan untuk tersangka
meliputi pengambilan foto dan membuat cetakan gigi tersangka, sedangkan
pemeriksaan terhadap benda mati meliputi pengumpulan dan pengawetan barang
bukti, bendavmati antara lain benda yang tidak tahan lama, benda yang tahan
lama, pengawetan jangka panjang, fotografi dan model. Setelah semua prosedur
pemeriksaan inidilakukan, kemudian dilakukan analisis.

III.2 Saran

Diharapkan kepada ahli forensik untuk lebih memperhatikan penulisan dalam


pengisian rekam medis ataupun odontogram sehingga data yang
tersajikan merupakan data yang akurat agar tidak ada masalah dikemudian hari.

20

Você também pode gostar