Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh:
1. Sherina W 021611133058
2. Tiara Sukmawati 021611133059
3. Amelia Virginia W 021611133060
4. Kemal Alif A 021611133061
5. Eksa Arinda P 021611133062
6. Putri Dea A 021611133063
7. Anggita Devina A 021611133064
8. Radinda G W 021611133065
9. Ajeng Dyah R 021611133066
10. Brenda Regina C S 021611133067
11. Muhammad Kemal 021611133068
12. Agata Nadia S 021611133069
1.2 Tujuan
1. Mengamati respon nyeri mencit yang ditimbulkan oleh bahan kimia
2. Mengamati respon nyeri mencit yang ditimbulkan akibat rangsangan suhu tinggi
3. Mengamati hambatan respon nyeri pada mencit yang diberi obat analgesik
4. Menjelaskan mekanisme obat analgesi
BAB II
ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
1. Hot Plate
2.1.2 Bahan
1. Hewan coba : Mencit
2. Obat-obat yang digunakan :
a. Metampiron 100 mg/cc
b. Asam asetat 0,6%
c. Larutan CMC 1%
d. Kodein
e. Larutan PZ
2.2 Cara Kerja
1. Mencit ditimbang dan dikelompokkan sesuai jumlah obat yang dipergunakan.
2. Kelompok I sebagai kontrol diberi CMC 1%, kelompok II diberi Metampiron
100mg/cc per oral. Ditunggu selama 30 menit.
3. Setelah 30 menit diberi asam asetat 0,6% intraperiotenal, ditunggu selama 5 menit.
Setelah 5 menit diamati dan dicatatlah jumlah liukan setiap 5 menit selama 30 menit.
4. Membandingkan hasil yang diperoleh dari kelompok I dan kelompok II
5. Untuk rasa nyeri yang diinduksi dengan Hot Plate (thermis), respon nyeri akan
diperlihatkan oleh mencit dengan menjilat telapak kaki atau melompat.
6. Perlakuan pada binatang coba sama dengan di atas, tapi obat yang digunakan adalah
kodein per oral. Ditunggu 30- 45 menit, kemudian diletakkan pada Hot Plate dengan
suhu tertentu (51C)
7. Mencatat waktu(mulai saat diletakkan sampai menjilat telapak kaki) yang tertera pada
Hot Plate.
BAB III
HASIL PRAKTIKUM
Pada percobaan hot plate, mencit yang tidak diberi tanda adalah mencit yang diberi
kodein. Pada mencit ini membutuhkan waktu 20,3 detik menurut kelompok kami, namun
setelah dirata-rata dengan kelompok lain hasilnya adalah 27,1 detik. Pada percobaan hot
plate, mencit yang diberi warna hijau adalah mencit kontrol. Pada mencit ini membutuhkan
waktu 13,1 detik menurut kelompok kami, namun setelah dirata-rata dengan kelompok lain
hasilnya adalah 16,5 detik. Pada percobaan untuk melihat jumlah liukan, mencit yang diberi
warna biru adalah mencit kontrol. Pada mencit ini terdapat 28 kali liukan menurut
kelompok kami, namun setelah dirata-rata dengan kelompok lain hasilnya adalah 68 kali
liukan. Pada percobaan untuk melihat jumlah liukan, mencit yang diberi warna merah
adalah mencit yang diberi metampiron. Pada mencit ini tidak terdapat liukan menurut
kelompok kami, namun setelah dirata-rata dengan kelompok lain hasilnya adalah 11 kali
liukan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan
akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Nyeri adalah perasaan
sensoris dan emosional yang tidak nyaman,berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan.
Rasa nyeri dalam kebanyakan halhanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat
bahaya tentangadanya gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau kejang
otot (Tjay, 2007).
Pada percobaan kali ini, kita dapat melihat efek dari penggunaan obat analgesik pada
hewan coba mencit dengan menggunakan metode geliat, yaitu mencit akan menggeliat (
writhing ) karena sedang menahan nyeri pada perut akibat nyeri dari rangsangan kimiawi yaitu
diberi asetat intra peritoneal dimana frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan
derajat nyeri yang dirasakannya dan dengan menjilat telapak kakinya akibat nyeri dari
rangsangan thermal yaitu dengan menggunakan Hot Plate. Sudah disediakan masing-masing 2
mencit disetiap percobaan, pada percobaan kimiawi salah satu mencit diberi Metampiron, dan
pada percobaan thermal salah satu mencit diberikan Kodein. Pemberian obat analgetik tersebut
akan mengurangi respon nyeri.
1, Metode Geliat ( Pemberian Asam Asetat )
Analgetik yang digunakan pada percobaan ini adalah Metampiron. sebagai analgetika,
Obat ini hanya efektif untuk meredakan nyeri dengan tingkat yang rendah dan sedang, misalnya
sakit kepala, juga efektif dalam meredakan nyeri akibat inflamasi. Larutan asam asetat
diberikan setelah 30 menit, ini bertujuan agar obat yang telah diberikan sebelumnya sudah
mengalami fase absorbsi untuk meredakan rasa nyeri. Selama beberapa menit kemudian,
setelah diberi larutan asam asetat 1% mencit akan menggeliat dengan ditandai perut kejang dan
kaki ditarik ke belakang.
Penggunaan asam asetat sebagai induktor dalam percobaan ini karena asam asetat
merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asetat
terhadap hewan percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri
akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi
reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat
menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan
histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata, sehingga mencit akan
menggeliatkan kaki belakang saat efek dari penginduksi ini bekerja.
Pada mencit kontrol merasakan nyeri yang lebih kuat dibandingkan dengan mencit yang
diberi metampiron. Hal ini dapat dilihat dari jumlah liukan yang dilakukan oleh mencit.
semakin banyak liukan yang dilakukan, makan semakin tinggi nyeri yang dirasakan oleh
mencit tersebut. Pada kelompok VII, mencit yang diberi metampiron tidak melakukan liukan.
hal ini menandakan bahwa ia tidak merasakan nyeri. Metampiron termasuk derivat
metasulfonat dari amidopiryn yang mudah larut dalam air dan cepat diserap ke dalam tubuh.
Bekerja secara sentral pada otak untuk menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan
menyembuhkan rheumatik. metampiron merupakan inhibitor selektif dari prostaglandin F2
yaitu: suatu mediator inflamasi yang menyebabkan reaksi radang seperti panas, merah, nyeri,
bengkak, dan gangguan fungsi yang biasa terlihat pada penderita demam rheumatik dan
rheumatik arthritis. Metampiron mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensifitas
reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986)
dengan menjilat kaki. Mencit yang memiliki tanda hijau tidak diberi kodein (kontrol) dan
mencit yang tidak memiliki tanda diberi kodein (perlakuan).
Kodein (3-metoksimorfin) merupakan opioid fenantren yang memiliki afinitas yang
sangat rendah pada reseptor. Aktivitas analgesiknya (yang lemah) muncul sebagai akibat dari
konversinya menjadi morfin saat dimetabolisme. Walaupun efek analgesiknya lebih rendah
daripada morfin, kodein memiliki kemanjuran peroral yang lebih baik. Opioid memperlihatkan
efek utamanya saat berinteraksi dengan reseptor opioid pada SSP dan saluran cerna. Opioid
menyebabkan hiperpolarisasi sel saraf, penghambatan eksitasi saraf, dan penghambatan
presinaptik rilis transmiter. Kodein bekerja pada reseptor dalam lamina I dan lamina II dan
substansia gelatinosa medula spinalis, dan dapat menurunkan pelepasan substansi P, yang
memodulasi persepsi nyeri dalam medula spinalis. Reseptor berperan dalam analgesia
supraspinal, depresi respirasi, euforia, dan ketergantungan.
Hasil pada praktikum yang kami lakukan menunjukan bahwa mencit dengan tanda hijau
pada ekornya mulai merasakan nyeri dan menjilat kakinya pada detik ke 13,1, sedangkan
mencit tanpa tanda pada ekornya mulai merasakan nyeri dan menjilat kakinya pada detik ke
20,3
Bila dirata-ratakan hasilnya dengan kelompok lain, mencit-mencit tanda hijau
merasakan nyeri pada detik 16,5 dan mencit-mencit tanpa tanda merasakan nyeri pada detik
27,1. Sehingga, mencit tanda hijau berperan sebagai kontrol dan mencit dengan tanpa tanda
sebagai pembanding yang diujikan untuk melihat pengaruh pemberian kodein terhadap
hambatan respon nyeri. Mencit dengan tanda hijau memiliki waktu lebih cepat untuk
merasakan nyeri dibandingkan mencit tanpa tanda yang diberi kodein. Hal ini membuktikan
kodein memiliki peran sebagai obat analgesik. Kodein bila dikombinasi dengan obat non-
opioid mempunyai keuntungan mengurangi jumlah opioid yang dibutuhkan untuk
meringankan rasa nyeri dan penghapusan nyeri melalui mekasime yang berbeda, inhibisi
sistesis prostanoid, dan inhibisi opioid dari transmisi nociceptive. Ketika diberikan sendiri,
secara oral kodein mempunyai sekitar satu sampai lima kali potensi inhibisi nyeri dibanding
morfin.
PERTANYAAN
1. Rangsang rusak (naksus) apa saja yang dapat menimbulkan rasa nyeri?
Rangsang rusak (naksus) yang dapat menimbulkan rasa nyeri adalah rangsangan kimiawi,
mekanis, kalor dan listrik, yang dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan
melepaskan mediator-mediator nyeri. Mediator-mediator penting yang terlibat pada proses
terjadinya nyeri adalah histamin, serotonin (5-HT), plasmakinin (antara lain bradikinin) dan
prostaglandin. Senyawa-senyawa ini kemudian akan merangsang reseptor nyeri (nosiseptor)
yang terletak pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, dan jaringan-jaringan
(organ-organ) lain.
2. Rasa nyeri yang diamati sebenarnya adalah respon nyeri. Respon nyeri apa saja yang dapat
terlihat?
Respon nyeri dari percobaan terhadap mencit dapat dilihat dengan adanya liukan mencit.
Sedangkan respon nyeri akibat rangsangan thermal dari hot plate ditunjukkan oleh mencit
dengan menjilat kakinya.
BAB V
KESIMPULAN
Analgetika merupakan obat yang digunakan untuk menghambat atau mengurangi rasa nyeri.
Metampiron merupakan obat analgesik golongan NSAID yang mengurangi rasa nyeri dengan
mengambat secara revesible enzim siklooksigenase 1 dan 2. Sedangkan kodein merupakan
analgesik golongan opioid yang memodulasi transmisi nyeri dan menurunkan persepsi nyeri
dengan cara menyekat nyeri pada berbagai tingkat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lukmanto, H., 1986, Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia, Edisi
II, Jakarta.
2. Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia,
Jakarta.