Você está na página 1de 18

SUPRAVENTRIKULER TACHYCARDIA (SVT)

1.1 DEFINISI
Supraventrikuler takikardia (SVT) atau juga disebut juga SVT paroksismal
merupakan peningkatan frekuensi denyut jantung diatas 100x/mnt yang disebabkan oleh
pelepasan impuls jantung yang berasal dari daerah diatas ventrikel jantung. SVT
merupakan bagian dari disritmia (gangguan irama jantung) yaitu jenis takidisritmia. Suatu
takidisritmia dapat terjadi melalui tiga mekanisme dasar, yaitu automatisasi abnormal,
reentry, dan triggered activity.

Pembagian SVT terdapat bermacam-macam salah satunya berdasarkan jalur


elektrokonduktivitas dari atrium yaitu yang pertama adalah AVNRT (Atrioventricular
Nodal Reentrant Tachycardia) yang terjadi disebabkan adanya aliran impuls yang
berputar-putar disekitar nodus AV melalui serabut ekstra yang ada. Tipe lain SVT yaitu
AVRT (Atrioventricular Reentrant Tachycardia) hal ini disebabkan adanya serabut ekstra
yang memungkinkan terjadinya jalur bypass atau aksesoris sehingga impuls akan berjalan
turun melalui nodus AV lalu ke ventrikel dan akan langsung kembali lagi ke atrium
melalui serabut ekstra tersebut dan timbul AVRT. Lalu yang ketiga adalah SVT yang
biasa disebabkan pre-eksitasi pada penderita Wolff-Parkinson White Syndrome (WPW).
Ada juga yang menyebutkan berdasarkan tempat ditemukannya SVT dibagi menjadi 2
yaitu atrial takiaritmia dan atrioventrikuler takiaritmia.
Yang termasuk atrial takiaritmia:
Sinus takikardia
Inappropriate sinus takikardia (IST)
Sinus Nodal Reentrant Takikardia (SNRT)
Atrial takikardia
Takikardia atria multifokal
Flutter atrial
Fibrilasi atrial
Yang termasuk AV takiaritmia:
Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia (AVNRT)
Atrioventricular Reentrant Tachycardia (AVRT)
Junctional ectopic takikardia (JET)
Nonparoksismal junctional takikardia (NPJT)

1.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden SVT paroksismal adalah sekitar 1-3 kasus per 1000 orang. Jenis yang
tersering adalah fibrilasi atrium. Pada suatu studi populasi ditemukan insiden SVT yaitu
sekitar 35 kasus per 100.000 orang/ tahunnya dengan insiden tertinggi pada usia
pertengahan. Jenis AVNRT (Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia) lebih sering
terjadi pada pasien usia pertengahan atau yang lebih tua sedangkan pasien usia remaja
lebih sering mengalami SVT diperantarai melalui AVRT jalur aksesoris. Berdasarkan
jenis kelamin ditemukan AVNRT lebih banyak dialami oleh wanita, pada studi populasi
juga ditemukan risiko untuk mengalami SVT paroksismal dua kali lebih tinggi pada
wanita akan tetapi prevalensi fibrilasi atrium sama antara laki-laki dan perempuan.
Prevalensi SVT paroksismal meningkat seiring bertambahnya usia.

1.3 ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO


Mekanisme yang terutama mendasari SVT adalah reentry yang dipicu oleh:
Kontraksi atrial prematur atau ventricular ectopic beats
Hipertiroid
Stimulan berupa kafein, alkohol dan obat-obatan.
Faktor risiko mengalami SVT:
Riwayat infark miokard
Prolaps katub mitral
Penyakit jantung rematik
Perikarditis
Pneumonia
Penyakit paru kronis
Intoksikasi alkohol
Intoksikasi digoksin
1.4 ANATOMI, HISTOLOGI
Anatomi
Histologi:
Lapisan dinding atrium
o Endokard terdapat endotel + lapisan subendotel + lapisan
elastikomuskulosa ; dibawahnya terdapat subendokard terdiri dari jaringan
ikat jarang + vena + saraf.
o Miokard atrium menghasilkan hormon : peptida natriuretik, triopeptin,
kardiodilatin, kardionatrin. Fungsi menghambat pelepasan renin dan
menurunkan tekanan darah.
- Perbedaan antara miosit jantung dan rangka: adanya intercalated disk
yang terdapat kompleks gap junction berfungsi untuk menjalarkan
impuls antar sel dan otot jantung hanya terdiri 1-2 nukleus.
- Sifat otot jantung:
a. Mempunyai kemampuan otomasi
b. Taat hukum all or none
c. Treppe phenomenon
d. Tidak dapat berkontraksi tetanik
e. Hukum frank starling: kekuatan kontarksi tergantung dari panjang
awal serat jantung.
- Terdapat 2 jenis sel otot jantung:
a. Sel kontraktil: yang melakukan kerja mekanis yaitu memompa
b. Sel otoritmik: yang mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi
Miokard
o Epikardium atau lapisan viseral perikardium terdapat mesotel + jaringan
ikat fibroelastik + saraf + pembuluh darah + jaringan lemak.
Katup jantung
o Katup atrioventrikular (AV)
Rangka disusun jaringan ikat fibrosa + kedua sisi dilapisi endotel melekat
ke anulus fibrosus, katup AV kanan tiga daun, katup AV kiri dua daun.
Fungsi mencegah regurgitasi darah.
o Katup semilunaris terdapat pada trunkus pulmonalis + trunkus aorta
Masing-masing terdapat tiga katup dengan jaringan ikat sedikit + endotel
pada kedua sisinya. Fungsi mencegah regurgitasi darah.

Rangka jantung
o Tersusun atas septum membranaseum ventrikel, trigonum fibrosum dan
anulus fibrosus dimana ketiganya terdapat serat kolagen.

1.5. FISIOLOGI JANTUNG

a. Siklus jantung
b. Perangsangan saraf pada jantung
Simpatis Parasimpatis
Inotropik(kekuatan kontraksi) + -
Chronotropik(frekuensi) + -
Dromotropik(kecepatan + -
hantar rangsang)

1.6.PATOFISIOLOGI / PATOGENESIS
Mekanisme takiaritmia tergantung dari peran ion-ion natrium, kalium, kalsium,
khusunya mengenai fungsi kanal ion, sehingga berpengaruh terhadap potensial aksi dan
juga konduksi elektrisnya. Beberapa teori yang dipakai sampai sekarang untuk
menerangkan tentang takiaritmia yaitu peningkatan automatisitas, triggered activity, dan
mekanisme reentry.

A. Peningkatan automatisitas
Aktivitas pacemaker otomatis selain pada nodus SA, juga didapatkan pada
serabut atrial khusus, serabut AV junction dan serabut purkinje. Sel miokard pada
keadaan normal tidak mempunyai aktivitas sebagai pacemaker. Peningkatan
automatisitas serabut pacemaker laten karena terjadi depolarisasi parsial pada
resting membrane. Terjadi perubahan kecepatan depolarisasi pada fase diastolik
yaitu p ercepatan fase 4 sehingga automatisitas meningkat. Bila mencapai ambang
rangsang, akan terjadi aksi potensial baru sehingga dengan demikian
mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut jantung. Keadaan ini didapatkan
pada peningkatan katekolamin endogen dan eksogen, gangguan elektrolit
(hipokalimia), hipoksia atau iskemia, efek mekanis dan obat (digitalis).
B. Triggered Activity
Dapat disebabkan oleh early after depolarization , yang terjadi pada fase 2 dan
fase 3 potensial aksi atau pada after depolarisation terlambat. Karena itu
mekanisme ini terjadi tidak secara spontan, tetapi sudah ada gangguan elektris
jantung. Setelah hiperpolarisasi akhir, Na+ dan Ca++ yang masuk ke dalam sel
meningkat, sehingga terjadi gelombang sesudah depolarisasi dan bila mencapai
ambang rangsang maka akan terjadi ekstrasistol. Mekanisme ini telah diobservasi
terjadi di atrial, ventrikel dan jaringan His-Purkinje di mana kadar katekolamin
meningkat hiperkalsemia, intoksikasi digitalis, atau pada bradikardia,
hipokalemia. Semua keadaan ini menghasilkan akumulasi Ca++ intraseluler.
C. Mekanisme Reentry
Teori ini banyak dipakai untuk menerangkan terjadinya takiaritmia
paroksismal menetap. Persyaratan terjadinya mekanisme ini adalah adanya blok
unidirectional pada salah satu jalan konduksi, baik sementara maupun menetap,
adanya jalan tambahan sehingga membentuk sirkuit tertutup, konduksi
perangsangan cukup lambat, sehingga pada saat rangsang sampai di titik blok,
titik tersebut sudah berada dalam fase refrakter relatif kembali, ada extra beat
sebagai pemicu terjadinya mekanisme reentry. Perjalanan berulang dari impuls
tersebut mengakibatkan timbulnya takiaritmia menetap.

1.7.PEMBACAAN EKG NORMAL


1.7.1. Elektrofisiologi dasar
o Konsep automaticity
Karakteristik:
1. Sel jantung memiliki fungsi mekanik dan elektrik serta terdiri dari filamen-
filamen kontraktil yang jika terstimulasi akan saling berinteraksi sehingga
sel miokard akan berkontraksi
2. Kontraksi sel otot jantung yang berhubungan dengan perubahan muatan
listrik disebut depolarisasi dan pengembalian muatan listrik disebut
repolarisasi. Rangkaian prosesi ini disebut potensial aksi
3. Sel miokard bersifat depolarisasi spontan, yang berfungsi sebagai back up
sel pacu jantung jika terjadi disfungsi nodal sinus atau kegagalan propagasi
depolarisasi dengan manifestasi klinis berupa aritmia.
1.7.2. Komponen sistem konduksi

1. Nodal Sinoatrial (SA)


o Sekumpulan sel yang terletak di bagian sudut kanan atas atrium
kanan merupakan pacemaker jantung.
o Mengatur ritme jantung (60-100x/mnt) dengan mempertahankan
kecepatan depolarisasi serta mengawali siklus jantung ditandai
dengan sistol atrium.
o Impuls dari nodal SA menyebar pertama kali ke atrium kanan lalu
ke atrium kiri (melalui berkas Bachman) yang selanjutnya
diteruskan ke nodal AV melalui traktus internodal.
2. Nodal Atrioventrikular (AV)
o Terletak dekat septum interatrial bagian bawah, di atas sinus
koronarius dan dibelakang katup trikuspid yang berfungsi
memperlambat kecepatan konduksi sehingga memberi kesempatan
atrium mengisi ventrikel sebelum sistol ventrikel serta melindungi
ventrikel dari stimulasi berlebihan atrium seperti pada fibrilasi
atrial.
o Nodal AV menghasilkan impuls 40-60x/mnt
o Impuls dari nodal AV akan diteruskan ke berkas His.
3. Sistem His-Purkinje
o Terbagi atas berkas kanan dan kiri. Berkas kiri terbagi menjadi
berkas anterior kiri , posterior , dan septal.
o Berkas kanan menyebarkan impuls listrik ke ventrikel kanan,
sedangkan berkas kiri menyebarkan impuls ke septum inter-
ventrikel dan ventrikel kiri.
o Berkas tersebut bercabang menjadi cabang kecil atau serabut
purkinje yang tersebar mulai dari septum interventrikel sampai ke
muskulus papilaris dan menghasilkan impuls 20-40 x/mnt.
o Impuls listrik menyebar mulai dari endokard ke miokard dan
terakhir mencapai epikard, yang selanjutnya otot jantung akan
bergerak (twisting) dan memompa darah keluar dari ruang
ventrikel ke pembuluh darah arteri.
1.7.3. Fase potensial aksi jantung
Fase 0 depolarisasi cepat (fast sodium channel)
Terjadi pemasukan cepat sodium dari luar sel ke dalam sel melalui saluran
sodium. Kalium bergerak ke luar sel dan kalsium bergerak lambat masuk ke dalam sel
melalui saluran kalsium. Sel akan terdepolarisasi dan dimulailah kontraksi jantung
ditandai dengan kompleks QRS pada EKG. Selanjutnya terjadi repolarisasi segera
yang terdiri dari 3 fase (fase 1,2, dan 3).
Fase 1 Repolarisasi dini
Saluran sodium akan menutup sebagian sehingga memperlambat aliran
sodium ke dalam sel. Pada saat bersamaan, klorida masuk ke dalam sel dan kalium
keluar melalui saluran kalium. Alhasil terjadi penurunan jumlah ion positif dalam sel
yang menimbulkan gelombang defleksi negatif kecil pada kurva potensial aksi.
Fase 2 Fase plateau (refractory periode)
Terjadi pemasukkan lambat kalsium ke dalam sel melalui saluran kalsium. Ion
kalium terus keluar dari sel melalui saluran kalium. Fase ini ditandai dengan segmen
ST pada EKG.
Pada fase ini berlaku hukum all or none, apabila suatu rangsang tidak cukup
kuat untuk menimbulkan potensial aksi, akibatnya otot jantung tidak dapat dirangsang
ulang sampai kontraksi hampir selesai. Periode ini diperlukan supaya ventrikel dapat
benar2 mengsongkan isinya dan terisi sebelum kontraksi berikutnya.
Fase 3 Repolarisasi cepat akhir
Terjadi downslope potensial aksi, dimana kalium bergerak cepat keluar sel.
Saluran kalsium dan sodium tertutup sehingga kalsium dan sodium tidak bisa masuk
ke dalam sel. Pengeluaran cepat kalium menyebabkan suasana elektrik di dalam sel
menjadi negatif. Hal ini menjelaskan terjadinya gelombang T (repolarisasi ventrikel)
pada EKG. Jika saluran kalium dihambat, terjadi pemanjangan potensial aksi.
Fase 4 Resting membrane potential
Kembali pada keadaan istirahat, sodium dijumpai banyak di dalam sel serta
kalium banyak di luar sel. Pompa sodium kalium akan diaktivasi untuk mengeluarkan
sodium dan memasukkan kalium ke dalam sel. Jantung mengalami polarisasi (siap
untuk stimulus berikutnya).

Pada sel pacemaker terjadi depolarisasi yang spontan pada fase 4 dan fase 0 lebih lambat
serta ambangya lebih rendah.

1.7.4. Interpretasi EKG


Secara sistematis interpretasi EKG dilakukan dengan menentukan:
A. RitmeN: sinus
B. Frekuensi (laju QRS)N:60-100
C. Aksis QRS 0o-(+90o)
D. Morfologi gelombang P (cari tanda kelainan atrium kiri atau atrium kanan)
E. Interval PR 0,12-0,20 detik
F. Kompleks QRS:
a. Aksis jantung
b. Amplitudo (tanda hipertrofi ventrikel kiri/kanan)
c. Durasi
d. Morfologi (Ada tidaknya gelombang Q patologis atau gelombang R
tinggi di V1)
G. Segmen ST (tanda iskemia, injuri, infark miokard)
H. Gelombang T
I. Interval QT
J. Gelombang U
Menentukan irama jantung
Karakteristik sinus ritme:
o Gelombang P diikuti QRS
o Laju : 60-100x/mnt
o Ritme : interval P-P reguler, interval R-R reguler
o Gel. P : Positif (upright) di sadapan II, selalu diikuti kompleks QRS
o PR interval : 0,12 0,20 detik dan konstan dari beat to beat
o Durasi QRS : Kurang dari 0,10 detik kecuali ada gangguan konduksi
Intraventrikel.
o P disadapan II (+) di aVr(-)

1.8.GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang terjadi saat terjadinya SVT yaitu
Palpitasi
Perasaan ingin pingsan (lightheadedness)
Pusing
Hilang kesadaran
Nyeri dada
Sesak napas
Kelelahan
Mual
Diaphoresis (berkeringat dingin)
Biasanya pasien datang dengan gejala dari SVT, akan tetapi pasien juga bisa datang
tanpa gejala. Gejala tersering dari SVT adalah palpitasi yang dirasakan terjadi beberapa
detik sampai jam. Hilang kesadaran atau sinkop saat SVT jarang ditemukan.
Berdasarkan gejala klinis pasien SVT dibagi menjadi stabil maupun yang tidak stabil.
Gejala yang termasuk stabil: sesak napas, palpitasi, pusing. Pasien yang tidak stabil
memiliki gejala: nyeri dada yang berlanjut, dan hilangnya kesadaran.

1.9.PEMERIKSAAN FISIK
Temuan pada pemeriksaan fisik biasanya terbatas. Pasien sering datang dengan
keadaa tertekan (distress). Paling sering ditemukan hanya takikardia pada pemeriksaan
nadi pada apabila cadangan hemodinamikanya masih signifikan. Bila cadangan
hemodinamika terbatas ditemukan takipnea dan hipotensi pada pemeriksaan vital. Pada
auskultasi mungkin ditemukan crackles akibat penyakit sekunder yaitu gagal jantung,
bunyi jantung S3 mungkin ada dan dirasa ada pulsasi vena jugular yang membesar.

1.10. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diutamakan diagnosis dari SVT selalu diawali dengan modalitas EKG
(Elektrokardiogram) 12-sadapan. Bila tidak berhasil maka teknik perekaman aritmia yang
lebih lama seperti monitor holter 24-32 jam atau transtelefonik EKG dapat dilakukan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu :
Pemeriksaan laboratorium : serum elektrolit perlu dicek karena abnormalitas
elektrolit dapat menyebabkan SVT.
Pemeriksaan darah lengkap memeriksa apakah terdapat anemia yang dapat
menyebabkan takikardia.
Pemeriksaan fungsi tiroid menyingkirkan hipertiroid
Pemeriksaan serum digoksin menyingkirkan intoksikasi digoksin

1.11. DIAGNOSIS
SVT tersering yang ditemukan:
Jenis Epidemiologi Mekanisme Perubahan EKG
AVNRT Paling sering (kurang Reentry disebabkan Rate: 118-264 bpm
lebih 50-60%), sering adanya 2 tipe pada Ritme: reguler,
ditemukan pada jalur nodus normal kompleks QRS
wanita muda yaitu tipe atipikal sempit (<120 msec);
(cepat dan lambat) reguler, kompleks
sekitar 10% kasus, QRS lebar ( 120
dan tipe tipikal msec); Aktivitas
(lambat dan cepat) gelombang P
sekitar 90% seluruh mungkin tidak
kasus AVNRT ditemukan dikedua
tipe

Atipikal : RP interval
> PR interval,
gelombang P negatif
pada lead III dan
aVF.

Tipikal : RP interval
< PR interval,
gelombang R palsu
pada lead V1 dengan
takikardia,
gelombang S palsu
pada lead I, II, aVF.
AVRT Kedua tersering Reentry yang Rate: 124-256 bpm
(kurang lebih 30%) disebabkan jalur Ritme: reguler,
aksesoris (2 tipe): kompleks QRS
orthodromic sempit (sering pada
(antegrade orthodromic);
conduction through reguler, kompleks
AV node) dan QRS lebar (jarang
antidromic (retrogade pada tipe
conduction through orthodromic atau
AV node) antidromic) hanya
terjadi bila
ditemukan BBB
(Bundle Branch
Block).

Orthodromic: RP
interval < PR interval
atau RP interval > PR
interval dengan
konduksi jalur
aksesoris yang
lambat; gelombang P
retrogade (leads
I,II,III,aVF,V1);

Antidromic: interval
RP pendek (< 100
msec); reguler,
kompleks QRS lebar
( 120 msec)
Atrial Takikardia Ketiga tersering AT fokal: (reentry, Rate: 100-250 bpm
penyebab SVT automatisitas, atau (atrial)
(kurang lebih 10%), triggered activity) Ritme: reguler,
terdapat 2 tipe yaitu biasanya kompleks
AT fokal dan AT AT multifokal QRS sempit ;
multifokal. (aktivitas irreguler (fokus
AT memiliki 2 automatisitas) ektopik), kompleks
bentuk : fokal dan QRS lebar apabila
makroreentrant aberrancy
AT multifokal lebih ditemukan.
sering ditemukan
pada usia AT Fokal: interval
pertengahan atau RP memanjang
pasien gagal jantung tersering; bentuk
atau PPOK. gelombang P
bervariasi.

AT Multifokal:
ditemukan 3 bentuk
gelombang P yang
berbeda yang tidak
berhubungan satu
sama lainnya ;
interval RR irreguler.

Diagnosis banding:
Tipe Usia Kondisi yang Gejala klinis Perubahan
Takiaritmia mendasari EKG
SVT Semua usia Tidak ada Onset Pre-eksitasi
paroksismal mendadak, sering pada
palpitasi reguler, AVRT
diaphoresis
Fibrilasi atrial, 60 thn Penyakit jantung Onset mendadak Tanda hipertrofi
flutter atrial, AT (hipertensi, paroksismal, ventrikel kiri;
multifokal penyakit jantung palpitasi abnormalitas
iskemik dan irreguler; gejala repolarisasi
katub) kadang persisten nonspesifik
dan kadang
ringan atau tidak
ada.
Sinus takikardia 10-30 thn Tidak ada Onset progresif Normal
dan palpitasi
Ventrikuler 50 thn Penyakit jantung Onset mendadak Terdapat
takikardia iskemik dan palpitasi gelombang Q
reguler, sinkop patologis
atau sudden
death karena
jantung

1.12. TERAPI
- Primary survey:
1. Pasien sadar/tidak
2. Terdapat denyut nadi/tidak, cepat/tidak
3. Pasien bernafas spontan/tidak
Prinsip:
1. Kontrol kecepatan kontraksi ventrikel
2. Mengembalikan ke irama sinus
3. Observasi apakah dibutuhkan antikoagulan untuk mencegah tromboemboli
Electrical cardioversion mengembalikan ke irama sinus
-blockers: pada SVT, digunakan spesifik untuk mengurangi konduksi impuls
yang melalui nodus AV saat terjadi takikardia
Calcium channel blockers (CCB), mekanisme kerja sama seperti -blockers.
(contoh yang sering digunakan: verapamil atau diltiazem).
Agen anti-aritmia, mekanisme kerjanya secara langsung mempengaruhi atrium
dan ventrikel jantung. Sangat berguna pada SVT yang melalui jalur aksesoris
atau bypass atau pada takikardia atrial.
Radiofrequency ablation (RFA), merupakan suatu prosedur operasi
menggunakan kateter yang dapat secara spesifik mengetahui lokasi asal SVT
lalu dilakukan ablasi/ koagulasi pada tempat yang diduga asal SVT.
Terapi umum
Pengobatan jangka pendek / urgent management
Farmakologi
I.V. adenosine (6 mg rapid I.V., diulang dengan 12 mg bila diperlukan,
indikasi terminasi SVT) atau verapamil (5 mg I.V. dosis maksimal sampai 15
mg, indikasi menurunkan frekuensi denyut jantung).
Non-farmakologi
Manuver stimulasi vagal menurunkan frekuensi denyut jantung (pijat satu
sisi sinus carotis, gagging, penekanan bola mata).
Pengobatan jangka panjang.
Farmakologi
o Amiodarone (200-400 mg oral 1x/ hari, indikasi mencegah SVT)
o Disopyramide (200-400 mg oral 2x/ hari, indikasi mencegah SVT)
o Metoprolol (25-100 mg oral 2x/hari, indikasi menurunkan frekuensi denyut
jantung)
o Verapamil (80-240 mg oral 3x/hari, indikasi mencegah SVT)

1.13. KOMPLIKASI
SVT dapat mengakibatkan penurunan curah jantung dan gagal jantung
kongestif (bila SVT terjadi menetap selama 6-12 jam)
Tromboemboli

1.14. PENCEGAHAN
Farmakologi (Amiodarone, Disopyramide, Procainamide, Quinidine, Verapamil).

1.15. PROGNOSIS
Prognosis pada SVT paroksismal tergantung dari penyakit jantung yang
mendasarinya; pasien yang memiliki struktur jantung normal memiliki prognosis yang
sangat baik.
Pada AF berpotensi menjadi aritmia yang berbahaya
Gambaran EKG

Supraventrikular: QRS sempit


Ventrikular: QRS lebar

- Sinus takikardi

- Atrial premature beats

- Atrial flutter
- Atrial fibrilation

- PSVT

- AVNRT

- AVRT

Você também pode gostar