Você está na página 1de 11

1.

RESIKO DETEKSI
1.1. Menentukan Resiko Deteksi
Pengertian risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan dapat mendeteksi
salah satu material yang ada dalam suatu asersi. Pengertian rencana risiko deteksi adalah
dasar untuk menetapkan rencana tingkat pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor
sebagai komponen ke empat atau terakhir dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu
pernyataan/asersi. Merancang pengujian substantif meliputi: Sifat, Waktu, Luas Pengujian,
Penentuan staf audit. Rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkan hubungan yang
dinyatakan dengan model sebagai berikut .
RD = RA/RB x RP
Keterangan :
RA = Risiko Audit
RB = Risiko Bawaan
RP = Risiko Pengendalian
RD = Risiko Deteksi
Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk menetapkan rencana tingkat pengujian
substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai komponen keempat atau terakhir dalam
penetapan strategi audit awal untuk suatu asersi.
Risiko deteksi terencana merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen
tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah saji
yang masih dapat ditoleransi. Jika nilai risiko deteksi terencana berkurang, maka auditor
harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai nilai risiko deteksi yang
berkurang, risiko ini menentukan nilai bukti subtantif yang direncanakan oleh auditor untuk
dikumpulkan.

1.2. Evaluasi Atas Rencana Tingkat Pengujian Substantif


Apabila tingkat risiko pengendalian akhir sama dengan tingkat risiko pengendalian
awal, auditor bisa melangkah ke tahap perancangan pengujian substantif spesifik berdasarkan
rencana tingkat pengujian substantif yang telah ditetapkan sebagai komponen ke empat dari
strategi audit awal. Namun apabila tidak, tingkat pengujian substantif harus direvisi sebelum
merancang pengujian substantif spesifik untuk mengakomodasi tingkat risiko deteksi yang
bisa diterima setelah direvisi.
1.3. Merevisi Rencana Risiko Deteksi
Apabila memungkinkan, tingkat risiko deteksi yang dapat diterima akhir ( setelah
direvisi ) ditetapkan untuk setiap asersi dengan cara yang sama seperti rencana risiko deteksi,
kecuali bahwa penetapannya didasarkan pada risiko pengendalian sesungguhnya atau akhir
bukan pada rencana tingkat risiko pengendalian untuk asersi yang bersangkutan. Apabila
auditor memutuskan untuk mengkuantifikasi penetapan risiko, maka tingkat risiko deteksi
setelah direvisi dapat ditentukan dengan menyelesaikan persamaan dalam model risiko audit
untuk risiko deteksi. Jika risiko tidak dikuantifikasi, risiko deteksi setelah direvisi ditentukan
berdasarkan pertimbangan.

2. PERANCANGAN PENGUJIAN SUBSTANTIF


Untuk mendapatkan dasar yang masuk akal dalam memberi pendapat atas laporan
keuangan kliennya, auditor harus memperoleh bukti kompeten yang cukup seperti
disyaratkan oleh standar pekerjaan lapangan ketiga dalam standar auditing. Pengujian
substantif di satu sisi bisa menghasilkan bukti tentang kewajaran setiap asersi laporan
keuangan yang signifikan, dan di sisi lain pengujian substantif juga bisa menghasilkan bukti
yang menunjukkan adanya kekeliruan jumlah rupiah atau salah saji dalam pencatatan atau
pelaporan transaksi dan saldo saldo. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan
sifat, saat, dan luas pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima untuk setiap asersi.

2.1. Sifat Pengujian Substantif


Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan keefektivan prosedur
pengauditan yang akan dilakukan. Bila tingkat risiko deteksi yang diterima rendah maka
auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif dan biasanya lebih mahal. Dan bila
risiko deteksi yang diterima tinggi auditor menggunakan prosedur yang kurang efektif yang
biasanya lebih murah.
Pengujian substantif terdiri dari 3 jenis :
a. Prosedur Analitis Digunakan dalam perencanaan audit untuk mengidentifikasi daerah
daerah atau tempat yang memiliki risiko tinggi terjadinya salah saji.
b. Pengujian Detail Transaksi Pengujian ini dilakukan auditor terutama untuk menemukan
kesalahan jumlah rupiah bukan atas penyimpangan atas pengendalian.
c. Pengujian Detail atas Saldo Saldo Dilakukan untuk mendapatkan bukti bukti secara
langsung tentang sebuah saldo rekening dan bukan pada masing masing pendebetan atau
pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut.

2.2. Saat Pengujian Substantif


Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima bias berpengaruh pula pada saat pengujian
substantif. Bila risiko deteksi tinggi pengujian bisa dilakukan beberapa bulan seblum akhir
tahun, apabila risiko deteksi rendah pengujian substantif akan dilakukan pada tanggal akhir
tahun atau mendekati akhir tahun.

2.3. Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca


Auditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil suatu rekening pada tanggal
interim. Keputusan untuk melakukan pengujian sebelum tanggal neraca harus didasarkan
pada pertimbangan apakah auditor dapat :
a. Mengendalikan tambahan risiko.
b. Mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian substantif pada akhir tahun.
Kondisi-kondisi yang bisa berpengaruh pada pengendalian risiko :
c. Struktur pengendalian intern selama periode tersisa cukup efektif
d. Tidak terdapat keadaan atau kondisi yang mempengaruhi manajemen untuk membuat
salah saji dalam laporan keuangan selama periode tersisa.
e. Saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada tanggal interim bias diprediksi secara
masuk akal, baik mengenai jumlah, hubungan signifikan, maupun komposisinya.
f. System akuntansi klien akan memberi informasi mengenai transaksi tak biasa yang
signifikan yang mungkin terjadi pada periode tersisa.
Pengujian substantif sebelum tanggal neraca tidak meninggalkan kebutuhan akan
pengujian substantif pada tanggal nereca. Pengujian untuk periode tersisa harus
mencakup :
g. Perbandingan saldo rekening-rekening pada dua tanggal untuk mengidentifikasi jumlah-
jumlah yang nampak tidak biasa dan menyelidiki atas jumlah-jumlah tersebut.
h. Prosedur analisis lain atau pengujian substantif detil lainnya untuk mendapatkan dasar
yang layak untuk memperluas kesimpulan audit interim ke tanggal neraca.

2.4. Luas Pengujian Substantif


Auditor bisa menentukan jumlah bukti yang harus diperoleh dengan mengubah luas
pengujian substantif yang dilakukan. Luas dalam praktik mengandung arti banyaknya item
ada besarnya sampel yang dilakukan pengujian atau diterapkan prosedur tertentu. Penentuan
sampel secara statistik dalam pengujian substantif dapat dilakukan untuk membantu auditor
dalam menentukan ukuran sampel yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat risiko
deteksi.

3. PROSEDUR-PROSEDUR AWAL
Semua pengujian audit selalu diawali dengan usaha mendapakan pemahanam tentang
bisnis dan bidang usaha klien. Pemahaman tentang seberapa signifikan siklus pembelian
dalam perusahaan klien merupakan hal penting dalam menetapkan resiko. Pemahaman
tentang pemicu-pemicu kemajuan ekonomi perusahaan, termin perdagangan standar, dan
seberapa luas bisnis dengan pemasok-pemasok tertentu berpengaruh dalam mengevaluasi
hasil prosedur analitis, pengujian pengendalian dan pengujian substantive.
Prosedur awal lainnya untuk pengujian substantive atas utang dagang adalah
melakukan penelusuran saldo awal ke kertas kerja tahun lalu, dan menggunakan prangkat
lunak audit digeneralisasi untuk memeriksa selintas rekening utang dagang guna melihat
kemungkinan adanya pendebetan atau pengkreditan yang tidak biasa, dan untuk mendapatkan
daftar utang dagang per tanggal neraca beserta saldonya masing-masing. Biasanya klien telah
memiliki daftar voucher belum dibayar, buku pembantu utang dagang, atau file induk dalam
bentuk electronis. Auditor juga bisa menggunakan perangkat lunak audit digeneralisasi untuk
memastikan ketelitian perhitungan dari daftar tersebut dengan cara menjumlah-ulang hasil
penjumlahan yang dibuat klien dan memeriksa bahwa jumlah tersebut cocok dengan saldo
yang ditunjukkan oleh rekening control utang dagang di buku besar.

4. PROSEDUR ANALITIS
Prosedur Analitis digunakan dalam perencanaan audit untuk mengidentifikasi daerah
daerah atau tempat yang memiliki risiko tinggi terjadinya salah saji. Tujuan auditor
menerapkan prosedur analitis adalah untuk menaksir saldo utang dagang dan untuk
menetapkan hubungan hubungan antara utang dagang dengan rekening-rekening kunci
lainnya seperti pembelian dan persediaan. Pengujian analitis dimaksudkan untuk membantu
auditor dalam memahami bisnis klien dan dalam menemukan bidang yang memerlukan audit
lebih intensif. Sejumlah prosedur analitis yang dapat dilakukan untuk mendapatkan bukti atas
utang dagang. Prosedur tersebut terdiri dari:
a. Tentukan taksiran utang dagang dengan menggunakan pengetahuan tentang aktivitas
bisnis perusahaan, termin perdagangan normal, dan riwayat kecepatan perputaran
utang dagang.
b. Menghitung rasio-rasio:

Tingkat perputaran utang usaha Pembelian Rerata utang usaha


Rasio utang usaha dengan utang Saldo utang usaha Utang lancar
lancar

c. Analisilah hasil perhitungan rasio dibandingkan dengan taksiran berdasarkan


pengalaman tahun lalu, data industry, jumlah menurut anggaran, dan data lainnya.
d. Bandingkan saldo biaya dengan tahun sebelumnya atau jumlah menurut anggaran
untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya kurang saji karena ada utang yang tidak
dicatat.
PSA No 22, Prosedur Analitis (SA 329.11), menyatakan bahwa efektivitas dan
efisiensi prosedur analisis tergantung pada : Sifat asersi, Kelayakan dan kemampuan untuk
memprediksi suatu hubungan, Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk
membuat taksiran, Ketepatan taksiran.
Suatu penurunan tidak normal pada kecepatan perputaran utang dagang atau kenaikan
tak terduga dalam rasio lancar bisa menjadi indikasi terjadinya kurang saji pada utang
dagang. Apabila hasil prosedur analisis sesuai dengan taksiran, dan tingkat risiko deteksi
yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu melakukan pengujian detil.
Prosedur analitis yang dilakukan pada tahap akhir penugasan adalah untuk menjamin bahwa
bukti yang dievaluasi dalam pengujian detil adalah konsisten dengan gambaran menyeluruh
yang dilaporkan dalam laporan keuangan.

5. PROSEDUR DETIL TRANSAKSI


Karena hampir semua saldo utang lancar, seperti utang usaha dan utang wesel,
didukung dengan dokumen yang berasal dari pihak luar, maka keberadaan saldo akun utang
dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan akun tersebut dibuktikan oleh auditor dengan
melakukan pemeriksaan terhadap dokumen pendukung transaksi tersebut. Perlu diingatkan
bahwa dalam melaksanakan pengujian-pengujian tersebut, auditor terutama akan
menitikberatkan pada usaha mendeteksi adanya kurang saji dalam pencatatan utang dan juga
utang yang tidak dicatat. Seberapa luas masing-masing pengujian itu dilakukan akan
tergantung pada tingkat resiko deteksi pada asersi-asersi yang bersangkutan. Pengujian detil
transaksi menyangkut 4 hal pokok, yakni:
5.1. Pencocokan Utang dalam Pembukuan ke Dokumen Pendukungnya
Dalam pengujian ini, pengkreditan dalam rekening utang dagang dicocokan ke
dokumen pendukung yang ada dalam asrip klien, seperti voucher, faktur dari penjual, laporan
penerimaan barang, dan order pembelian. Pendebetannya dicocokan ke dokumen-dokumen
pengeluaran kas, seperti bukti pengeluaran cek, atau memo dari penjual untuk retur dan
potongan-potongan lain. Sebagian pekerjaan pencocokan ke dokumen pendukung mungkin
telah dilakukan dalam tahap pekerjaan interim, seumpama auditor melakukan pengujian
dengan tujuan ganda yaitu dengan melakukan penelusuran dari bukti dokumen ke catatan
akuntansi. Luas pekerjaan pencocokan dengan bukti dokumen ini berhubungan langsung
dengan risiko bawaan yang disimpulkan auditor, risiko prosedur analisis dan risiko
pengendalian. Pengujian ini terutama akan menghasilkan bukti untuk tujuan khusus audit
yang berkaitan dengan empat dari lima asersi, terkecuali asersi kelengkapan. Penerapan asersi
kelengkapan hanya terbatas, karna pengujian ini tidak dapat mendeteksi utang yang tidak
dicatat.

5.2. Pengujian Pisah Batas Pembelian


Pengujian Pisah Batas Pembelian dimaksudkan untuk memastikan bahwa pembelian
yang terjadi di seputar tanggal tutup buku (tanggal neraca) telah dicatat pada periode yang
tepat Hal bisa dilakukan dengan cara menelusur tanggal-tanggal laporan penerimaan barang
ke register voucher dan memeriksa ayat-ayat jurnal pembelian ke dokumen pendukungnya.
Pengujian ini biasanya dilakukan untuk masa lima sampai 10 hari sebelum atau sesudah
tanggal tutup buku. Bukti dari pengujian ini berkaitan dengan asersi keberadaan atau
ketersediaan dan asersi kelengkapan utang dagang.
Dalam pemeriksaan atas dokumen sebagai bagian dari pengujian ini, auditor harus
mencermati barang-barang yang masih ada dalam perjalanan per tanggal neraca. Barang-
barang dikirim dengan syarat FOB (free on board) shipping point harus dimasukan sebagai
persediaan dan utang pihak pembeli. Sebaliknya, barang yang dikirim dengan syarat FOB
destination harus tetap diberlakukan sebagai pesediaan si penjual dan dengan demikian tidak
tidak termasuk dalam utang dagang si pembeli, hingga barang tersebut tiba di bagian
penerimaan pembeli. Dalam melaksanakan pengujian ini auditor harus menentukan bahwa
pisah batas yang tepat telah dilakukan pada saat klien melakukan perhitungan fisik persediaan
maupun dalam pencatatan transaksi pembelian.

5.3. Pengujian Pisah Batas Pengeluaran Kas


Pisah batas transaksi pengeluaran kas pada akhir tahun sangat penting untuk
penyajian kas dan utang daang yang benar pada tanggal neraca. Bukti tentang pengujian pisah
batas pengeluaran kas dapat diperoleh melalui observasi langsung atau review atas dokumen-
dokumen intern. Penelusuran kemudian dokumen ini ke catatan akuntansi akan bisa
memastikan ketelitian pisah batas. Alternatif lain, auditor bisa menelusuri cek-cek dibayar
dalam periode waktu beberapa hari sebelum dan sesudah tanggal neraca ke tanggal
pencatatan cek tersebut dalam pembukuan. Bukti yang diperoleh dari pengujian ini juga
berkaitan dengan asersi-asersi keberadaan atau keterjadian dan asersi kelengkapan utang
dagang.

5.4. Pencairan Utang Tidak Dicatat


Terdiri dari prosedur-prosedur yang dirancang secara khusus untuk mendeteksi
kewajiban per tanggal neraca yang dicatat.
5.4.1. Pembayaran kemudian
Pemeriksaan atas pembayaran-pembayaran kemudian terdiri dari pemeriksaan atas
cek-cek yang diterbitkan atau voucher yang dibayar setelah tanggal neraca. Apabila bukti
pendukung menunjukkan bahwa pembayaran tersebut ditujukan untuk membayar kewajiban
yang ada pada tanggal neraca, maka auditor harus menelusur ke daftar utang dagang per
tanggal neraca. Pengujian ini dilakukan sampai dengan akhir tanggal pekerjaan lapangan
untuk memperbesar kemungkinan memperoleh bukti tentang utang secara sengaja atau
kurang teliti sehingga tidak dimasukkan kedalam utang pada tanggal laporan keuangan.
Biasanya penjual akan mengharapkan terjadinya pembayaran, walaupun seandainya
kewajiban tersebut tidak dicatat pada tanggal neraca oleh si pembeli. Oleh karena itu,
pembayaran kemudian bisa menjadi cara yang efektif untuk mencari utang yang tidak dicatat.
Auditor juga bisa mencari hal ini dengan melihat kemungkinan adanya lebih saji pada
pembayaran kemudian dan memusatkan perhatian pada pembayaran-pembayaran berjumlah
besar.
5.4.2. Prosedur-prosedur lain.
Dokumen-dokumen pendukung utang yang telah dicatat, tetapi masih belum dibayar
sampai tanggal terakhir pekerjaan lapangan juga harus diperiksa dengan pengujian. Hal ini
juga bisa membawa pada pembuktian akan adanya kewajiban tetapi tidak dicatat pada tanggal
neraca. Prosedur-prosedur yang bisa membawa pada pembuktian adanya hutang tidak dicatat,
meliputi: (1) menyelidiki order pembelian yang tidak lengkap dokomen pendukung lainnya,
(2) mengajukan pertanyaan pada personil akuntansi dan pembelian tentang utang yang tidak
dicatat, (3) mereview anggaran aktiva tetap,perintah kerja dan kontrak pembangunan untuk
mencari bukti adanya utang yang tidak dicatat.

6. PROSEDUR RINCIAN SALDO


Tujuan pengujian saldo akun utang rinci adalah untuk memverifikasi
a. Keberadaan atau keterjadian,
b. Kelengkapan,
c. Kewajiban,
d. Penyajian dan pengungkapan.
Keberadaan, kelengkapan, kewajiban, serta penyajian dan pengungkapan utang usaha
di neraca dibuktikan oleh auditor dengan mengirimkan surat konfirmasi kepada debitur dan
rekonsiliasi utang usaha yang tidak dikonfirmasi ke pernyataan piutang bulanan yang
diterima oleh klien dari kreditur.

6.1. Konfirmasi Utang Dagang


Konfirmasi dalam pengujian sunbstantif terhadap utang usaha merupakan prosedur
yang tidak harus ditempuh (bukan merupakan mandatory procedure) seperti halnya dengan
konfirmasi piutang usaha. Ada dua sebab mengapa prosedur konfirmasi bukan merupakan
mandatory procedure dalam pengujian substantif terhadap utang dagang:
1. Konfirmasi tidak dapat menjamin bahwa utang yang tidak dicatat akan dapat dideteksi
2. Bukti eksternal berupa faktur dan laporan bulanan dari penjual biasanya sudah
tersedia untuk sebagian besar utang

Konfirmasi utang dagang dianjurkan apabila resiko deteksi rendah, dan apabila
terdapat saldo utang individual yang besar jumlahnya atau apabila perusahaan mengalami
kesulitan dalam memenuhi kewajibannya. Seperti halnya audit atas piutang dagang, auditor
harus mengawasi pembuatan dan pengiriman permintaan konfirmasi dan harus menerima
jawaban secara langsung dari responden.
Apabila prosedur konfirmasi akan dijalankan, maka dalam memilih sampel yang akan
dikirimi konfirmasi, auditor harus mengikutsertakan utang utang bersaldo nol atau bersaldo
kecil, karena klien cenderung untuk melakukan kurang saji, dan hal itu besar kemungkinan
telah dilakukan pada utang yang dalam laporan terlihat bersaldo nol atau kecil. Selain itu,
konfirmasi juga hendaknya dikirimkan kepada pemasok pemasok besar dengan ketentuan :
1. Digunakan tahun lalu, tetapi tidak nampak pada tahun ini
2. Tidak mengirimkan laporan bulanan
Konfirmasi utang dagang biasanya berbentuk positif. Dalam mengkonfirmasi utang
dagang, auditor menghendaki agar kreditur yang menyebutkan jumlah terutang karena jumlah
itu akan direkonsiliasi dengan jumlah menurut catatan klien. . Perlu diperhatikan pula bahwa
auditor meminta informasi mengenai komitmen pembelian dari klien dam jaminan atas utang.
Pengujian ini dapat menghasilkan bukti untuk semua asersi utang dagang. Namun
demikian, pembuktian yang dihasilkan untuk asersi kelengkapan hanya terbatas karena ada
kemungkinan kesalahan dalam mengidentifikasi pemasok yang dikirimi konfirmasi
disebabkan klien tidak mencatat utang tertentu. Berikut adalah contoh konfirasi utang
dagang:

PT ABC
Jalan Ida Bagus Ngurah No 1
Denpasar

PT Budarsan 10 Oktober 2017


Jalan Mawar No 15
Denpasar

Dengan hormat,
Sehubungan dengan audit atas laporan keuangan kami untuk tahun yang terakhir tanggal 31
Desember 2016, kami mohon kesediaan Saudara untuk menyampaikan informasi mengenai
utang kami kepada saudara per tanggal tersebut. Jawaban harap dikirimkan langsung kepada :
Kantor Akuntan Publik Gentha dan Rekan
Jalan Lurus No. 5
Denpasar
Selain itu kami mohon pula kesediaan Saudara untuk menyampaikan informasi mengenai hal
hal berikut :
Jumlah yang belum jatuh tempo Rp ______________________________
Jumlah yang sudah lewat waktu Rp ______________________________
Jumlah komitmen pembelian Rp _________________________________
Penjelasan mengenai harta yang dijadikan jaminan
_____________________________________________________________________

Untuk mengirimkan jawaban kepada auditor kami, silahkan gunakan amplop jawaban
terlampir. Atas kesediaan Saudara untuk memberi informasi yang benar, kami ucapkan
banyak terima kasih.

Hormat kami,

Kontroler PT ABC

6.2. Merekonsiliasi Utang yang Tidak Dikonfirmasi ke Laporan dari Pemasok

Dalam banyak hal, para pemasok biasanya mengirimkan laporan bulanan yang bias
dijumpai dalam arsip klien. Jika demikian halnya, maka jumlah yang terutang kepada
pemasok menurut catatan klien dapat direkonsiliasi dengan laporan tersebut. Bukti yang
diperoleh dari prosedur ini sama dengan yang diperoleh melalui prosedur konfirmasi, hanya
saja kurang dapat diandalkan karena laporan itu, tidak semua pemasok mempunyai kebiasaan
mengirimkan laporan bulanan kepada para pelanggan.

7. PEMBANDINGAN PENYAJIAN UTANG DI NERACA DENGAN PRINSIP


AKUNTANSI YANG BERLAKU UMUM
Utang dagang harus diidentifikasi dengan benar dan dikelompokkan sebagai
kewajiban lancar. Apabila saldo utang dagang mencakup pembayaran di muka kepada
pemasok untuk pesanan barang dan jasa yang baru akan dikirimkan di kemudian hari dalam
jumlah yang material, maka jumlah pembayaran di muka tersebut harus direklisifikasi
sebagai uang muka kepada pemasok dan dikelompokkan sebagai aktiva. Selain itu,
pengungkapan perlu dilakukan untuk jaminan utang tertentu, utang kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, komitmen pembelian, serta utang bersyarat. Penyajian dan
pengungkapan yang dilakukan manajemen dalam laporan keuangan harus dibandingkan
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh prinsip akuntansi berlaku umum.

8. JASA BERNILAI TAMBAH


Setelah menyelesaikan audit atas aktivitas pembelian, auditor dapat mengevaluasi
utang dan pengeluaran entitas dibandingkan dengan perusahaan lain dalam industri yang
sama. Auditor juga dapat memberikan dua jasa bernilai tambah yang penting. Pertama,
auditor dapat mengevaluasi seberapa efektif entitas telah memanfaatkan aktivanya untuk
menghasilkan penjualan, laba, dan arus kas, serta mencapai tujuan entitas itu. Kedua, auditor
kemudian dapat memberikan jasa independen dengan mengevaluasi aktiva yang
direncanakan dapat menjadi pendukung yang penting untuk mencapai sasarannya.

Você também pode gostar