Você está na página 1de 13

KONSEP TEORI

ATTENTION DEFISIT/ HYPERACTIVITY DISORDER

(ADHD)

TUGAS KELOMPOK
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Oleh:

Kelompok 4

AGUS TRIONO NIM. 175070209111073


AMIRUL KADARUSMAN NIM. 175070209111079
HENNY JUHARTININGSIH NIM. 175070209111021
IMELDA PAMUNGKAS E.R. NIM. 175070209111043
KLARA YUNITA I.T. NIM. 175070209111066
LITWINAYANTI PERWITA NIM. 175070209111033
NADHIROTUL FITRIYAH EVY S. NIM. 175070209111013
NINA DAMAYANTI NIM. 175070209111004
NURUL ILMI NIM. 175070209111055

PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ATTENTION-DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

1. DEFINISI
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan neurobiologis yang
ciri-cirinya sudah tampak pada anak sejak kecil. Anak ADHD mulai menunjukkan banyak
masalah ketika SD karena dituntut untuk memperhatikan pelajaran dengan tenang, belajar
berbagai keterampilan akademik, dan bergaul dengan teman sebaya sesuai aturan (Ginanjar,
2009).
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder, suatu kondisi
yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (sulit memusatkan perhatian),
Minimal Brain Disorder (ketidakberesan kecil di otak), Minimal Brain Damage (kerusakan
kecil pada otak), Hyperkinesis (terlalu banyak bergerak/aktif) dan hyperactive (hiperaktif).
Ada kira-kira 3-5% anak usia sekolah menderita ADHD (Permadi, 2009).
Sesuai dengan edisi kelima dari American Psychiatric Associations Diagnostic and
Statistical Manual (DSM-V), ADHD adalah suatu keadaan yang menetap dari inatensi
dan/atau hiperaktifitas-impulsivitas yang lebih sering frekuensinya dan lebih berat
dibandingkan dengan individu lain yang secara tipikal diamati pada tingkat perkembangan
yang sebanding.

2. EPIDEMIOLOGI
DSM IV memperkirakan prevalensi ADHD sebesar 3-5% di antara anak-anak usia
sekolah. Namun dari sampel anak-anak usia sekolah yang berasal dari komunitas,
diperkirakan bahwa prevalensi ADHD sebesar 4-12%.
Di USA prevalensi ADHD pada anak sebesar 3-7%, sedangkan angka prevalensi pada
anak-anak di negara lain, seperti Jerman, New Zealand dan Kanada dilaporkan rata-rata 5
10%. Prevalensi menurut Health Maintenance Organization berkisar antara 7-9 %.
Penderita ADHD lebih sering dijumpai pada anak laki-laki, rasio perkiraan anak laki-
laki dan anak perempuan adalah 3 : 1 dan 4 : 1 pada populasi klinis. Tipe inatensi lebih
banyak ditemukan pada wanita. Data pada komunitas lain menunjukkan rasio 2 : 1. Seiring
perkembangan jaman rasio laki-laki berbanding perempuan mengalami penurunan akibat
meningkatnya deteksi dini pada kasus ADHD.

3. ETIOLOGI
ADHD merupakan kondisi heterogen dimana tidak hanya satu penyebab yang
diidentifikasi. Diperkirakan adanya peranan faktor genetik dan lingkungan mempunyai

1
pengaruh penting terhadap perkembangan fetus dan postnatal yang kemudian berpengaruh
pada terjadinya ADHD pada anak-anak usia dini. Adapun faktor-faktor yang meningkatkan
resiko terjadinya ADHD dihubungkan dengan genetik, perkembangan, keracunan, post
infeksi, dan post trauma.
Belum diketahui dengan pasti penyebab ADHD. Macam-macam teori yang menyebabkan
ADHD diantaranya :
a. Psikodinamika
Anak dengan gangguan ini akan mengalami gangguan perkembangan ego.
Perkembangan ego menjadi retardasi dan dimanifestasikan dengan perilaku yang
impulsif, seperti ada perilaku tempertatrum yang berat. Kegagalan berprestasi yang
berulang, kegagalan mengikuti petunjuk sosial dan harga diri rendah. Beberapa teori
menunjukkan bahwa anak tetap pada fase simbiotik dan tidak dapat membedakan
dirinya dengan ibunya.
b. Biologis

Hal ini bisa diakibatkan oleh: Genetik (resiko meningkat jika ada riwayat keluarga),
Faktor perkembangan, Kelainan fungsi pada jalur inhibisi di lobus parietalis dan frontalis.
ADHD lebih sering didapatkan pada keluarga yang menderita ADHD. Keluarga keturunan
pertama dari anak ADHD didapatkan lima kali lebih banyak menderita ADHD daripada
keluarga anak normal. Angka kejadian orangtua kandung dari anak ADHD lebih banyak
menderita ADHD daripada orangtua angkat.
Saudara kandung dari anak ADHD didapatkan 2-3 kali lebih banyak menderita ADHD
daripada saudara anak normal. Angka kejadian saudara kembar satu telur (monozygot)
anak ADHD (79%) lebih tinggi daripada saudara kembar dua telur (dizygot) (32%).
Kembar identik atau monozigot memiliki kemiripan gen 100%. Sebaliknya, kembar
fraternal atau dizigotik tidak lebih mirip secara genetik dengan saudara kandung, dan
karenanya hanya berbagi 50% dari gen mereka. Jika sebuah penyakit dipengaruhi oleh
faktor genetik, maka resiko penyakit kembar akan menjadi paling besar ketika saudara
kembar adalah monozigot. Resiko kembar dizigotik seharusnya melebihi resiko terhadap
kontrol tetapi seharusnya tidak lebih besar daripada resiko pada saudara kandung.
Studi-studi pada keluarga secara konsisten mendukung pernyataan bahwa ADHD
diwariskan dalam keluarga. Studi-studi ini menemukan bahwa orang tua dengan anak-
anak ADHD memiliki peningkatan dua hingga delapan kali lipat untuk resiko ADHD.
Sehingga, mereka menegaskan adanya faktor genetik pada ADHD dan sekaligus
menyediakan bukti-bukti untuk validitas diagnosisnya pada orang dewasa.

2
c. Dinamika keluarga
Teori ini menunjukan bahwa perilaku yang merusak ini dipelajari anak sebagai cara
untuk mendapatkan perhatian orang dewasa. Kemungkinan iritabilitas impulsive
ditemukan atau tidak terlihat pada individu ADHD dari saat lahir reaksi orang tua
cenderung menguat dan karenanya mempertahankan atau meningkatkan intensitas
gangguan. Ansietas berasal dari disfungsi sistem keluarga masalah perkawinan dan lain
sebagainya, dapat juga memberi kontribusi pada gejala gangguan ini orang tua frustasi
terhadap buruk anak terhadap keadaan tertentu, orang tua mungkin menjadi sensitif
atau menjadi putus asa dan tidak memberi struktur eksternal
d. Psikososial

Barkley 1998 menunjukkan hasil penelitiannya bahwa pendidikan ibu yang rendah, kelas
sosio-ekonomi yang rendah, dan orangtua tunggal (single parenthood) adalah faktor
yang penting sebagai penyebab timbulnya gejala ADHD. Hasil penelitiannya menyatakan
bahwa ibu-ibu dari anak-anak dengan ADHD menunjukkan pola komunikasi yang lebih
buruk dengan anak, lebih sering marah, dan lebih sering terjadi konflik dengan anak
dibanding ibu-ibu dari anak yang normal. Biederman et al, 1995 menyatakan bahwa
konflik yang khronis, keakraban keluarga yang menurun, adanya kelainan psikopatologis
orangtua terutama ibunya, lebih sering terjadi pada keluarga anak ADHD dibanding
keluarga anak yang normal.
Anak-anak yang tinggal di yayasan sosial sering menunjukkan gejala hiperaktif dan
rentang perhatian yang pendek. Gejala ini disebabkan oleh terjadinya deprivasi
emosional yang berlangsung lama dan bila deprivasi emosional dihilangkan, misalnya
ditempatkan pada foster home atau dijadikan anak angkat oleh sebuah keluarga maka
gejala ADHD berkurang atau hilang. Faktor predisposisi terjadinya gejala ADHD pada
anak juga dapat terjadi karena faktor temperamen anak (highly active child), faktor
genetic, dan tuntutan masyarakat yang mengharapkan anak berperilaku dan berprestasi
dengan baik.

Meskipun banyak studi menyediakan bukti yang kuat akan pentingnya ketidakcocokan
psikososial terhadap ADHD, faktor-faktor ini cenderung untuk muncul sebagai prediktor
universal dari kesehatan emosional dan pemfungsian adaptif anak-anak, bukan
prediktor-presdiktor yang spesifik pada ADHD. Sehingga, faktor-faktor tersebut dapat
dikonseptualkan sebagai pemicu non spesifik yang mempengaruhi jalur/ perjalanan
penyakit ini .

3
4. KLASIFIKASI
Berdasarkan gejala yang menonjol, ADHD dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:
a. Tipe yang dominant gangguan pemusatan perhatian
b. Tipe yang dominant hiperaktivitas dan impulsivitas
c. Tipe campuran (gejalanya campuran dari gangguan pemusatan perhatian, hiperaktivitas,
dan impulsivitas)

5. PATOFISIOLOGI
Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa area kortek
frontal, seperti frontrosubcortical pathways dan bagian frontal kortek itu sendiri, merupakan
area utama yang secara teori bertanggung jawab terhadap patofisiologi ADHD. Mekanisme
inhibitor di kortek, sistem limbik, serta sistem aktivasi retikular juga dipengaruhi. ADHD
dapat mempengaruhi satu, dua, tiga, atau seluruh area ini sehingga muncul tipe dan profil
yang berbeda dari ADHD.
Sebagaimana yang diketahui bahwa lobus frontal berfungsi untuk mengatur agar pusat
perhatian pada perintah, konsentrasi yang terfokus, membuat keputusan yang baik,
membuat suatu rencana, belajar dan mengingat apa yang telah kita pelajari,serta dapat
menyesuaikan diri dengan situasi yang tepat. Mekanisme inhibisi di kortek befungsi untuk
mencegah agar kita tidak hiperaktif, berbicara sesuatu yang tidak terkontrol, serta marah
pada keadaan yang tidak tepat. Dapat dikatakan bahwa 70 % dari otak kita berfungsi untuk
menghambat 30 % yang lain.
Pada saat mekanisme inhibitor dari otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
maka hasilnya adalah apa yang disebut dengan dis-inhibitor disorder seperti perilaku
impulsif, quick temper, membuat keputusan yang buruk, hiperaktif, dan lain-lain. Sedangkan
sistem limbik mengatur emosi dan kewaspadaan seseorang. Bila sistem limbik teraktivasi
secara berlebihan, maka seseorang memiliki mood yang labil, temperamen yang meledak-
ledak, menjadi mudah terkejut, selalu menyentuh apapun yang ada di sekitarnya, memiliki
kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik yang normal mengatur perubahan emosional yang
normal, level energi normal, rutinitas tidur normal, dan level stress yang normal. Disfungsi
dari sistem limbik mengakibatkan terjadinya masalah pada hal tersebut.
Beberapa data mendukung hal ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek prefrontal mesial
kanan penderita ADHD menunjukkan penurunan aktivasi. Selama pemeriksaan juga terlihat
hambatan respon motorik yang berasal dari isyarat sensorik. MRI pada penderita ADHD juga
menunjukkan aktivitas yang melemah pada korteks prefrontal inferior kanan dan kaudatum

4
kiri. Neurotransmiter utama yang teridentifikasi lewat fungsi lobus frontal adalah
katekolamin. Neurotranmisi dopaminergik dan noradrenergik terlihat sebagai fokus utama
aktifitas pengobatan yang digunakan untuk penanganan ADHD. Dopamin merupakan zat
yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan sosial, serta mengontrol aktivitas
fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan perhatian, dan perasaan.
Dukungan terhadap peranan norepinefrin dalam menimbulkan ADHD juga ditunjukkan dari
hasil penelitian yang menyatakan adanya peningkatan kadar norepinefrin dengan
penggunaan stimulan dan obat lain seperti desipramine efektif dalam memperbaiki gejala
dari ADHD. Pengurangan gejala juga terlihat setelah penggunaan monoamine oxidase
inhibitor, yang mengurangi pemecahan terhadap norepinefrin sehingga kadar norepinefrin
tetap tinggi dan menyebabkan gejala ADHD berkurang.

6. GEJALA KLINIS
Karakteristik prinsip dari ADHD adalah inatensi, hiperaktifitas, dan impulsivitas yang
mana ini terlihat pada kehidupan awal anak-anak. Biasanya gejala hiperaktifitas dan
impulsivitas mendahului inatensi. Gejala yang berbeda dapat muncul pada tempat yang
berbeda dan tergantung pada situasi. Anak-anak bisa jadi tidak dapat duduk dengan tenang
di kelasnya atau suka mengacau di sekolah, sedangkan tipe inatensi sering terlihat melamun.
a. Perilaku tidakperhatian atau sulit memusatkan perhatian (inatensi)
- Mengabaikan hal-hal kecil
- Membuat kesalahan sengan ceroboh
- Sulit mempertahankan perhatian
- Tidak terlihat mendengarkan
- Tidak menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumah
- Sulit tidur
- Menghindari tugas yang memerlukan pemikiran
- Sering kelhilangan sesuatu yang penting
- Mudah terdistraksi oleh stimulus lain
- Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
b. Perilaku hiperaktif (impulsive)
- Gelisah
- Sering meninggalkan tempat duduk (misal :selama makan)
- Berlari atau menaiki sesuatu secara berlebihan
- Selalu aktif, bergerak

5
- Banyak bicara
- Menjawab tanpa dipikirkan dulu
- Sulit mengatur pekerjaanya
- Tidak dapat menunggu giliran
- Mengganggu saudara kandung atau teman bermain

Ada beberapa tanda dan gejala yang dapat dapat ditemukan pada anak dengan
ADHD antara lain (Townsend,1998):
- Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya mengeliat-geliat
- Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan
- Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing
- Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatu permainan atau keadaan di
dalam suatu kelompok
- Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak dipikirkan terhadap pertanyaan-
pertanyaan yang belum selesai disampaikan
- Mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi-instruksi dari orang lain
- Mengalami kesulitan untuk tetap bertahan memperhatikan tugas-tugas atau aktivitas-
aktivitas bermain
- Sering berpindah-pindah dari satu kegiatan yang belum selesai ke kegiatan lainnya
- Mengalami kesulitan untuk bermain dengan tenang
- Seeing berbicara secara berlebihan
- Sering menyela atau mengganggu orang lain
- Sering tampaknya tidak mendengarkan terhadap apa yang sedang dikatakan kepadanya
- Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas-tugas atau kegiatan-
kegiatan yang berbahaya secara fisik tanpa mempertimbangkan kemungkinan-
kemungkinan akibatnya (misalnya berlari-lari di jalan raya tanpa melihat-lihat)

7. DIAGNOSIS
Diagnosis ADHD tipe gangguan pemusatan perhatian (menurut DSM IV) ditegakkan
bila minimal ada 6 gejala gangguan pemusatan perhatian untuk waktu minimal 6 bulan dan
didapat kurang dari 6 gejala hiperaktivitas serta dimulai sebelum usia 7 tahun. Gejala-gejala
ini tetap ada pada saat anak di sekolah atau di rumah bersifat maladaptif, dan tak sesuai
dengan tahap perkembangan anak

6
Diagnosis ADHD tipe hiperaktivitas dan impulsivitas (menurut DSM IV) ditegakkan
bila minimal ada 6 gejala hiperaktivitas dan impulsivitas untuk waktu minimal 6 bulan dan
didapat kurang dari 6 gejala gangguan pemusatan perhatian dan dimulai sebelum usia 7
tahun. Gejala-gejala ini tetap ada pada saat anak di sekolah atau di rumah bersifat
maladaptif, dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Diagnosis ADHD tipe campuran (menurut DSM IV) ditegakkan bila didapatkan 6 atau
lebih gejala gangguan pemusatan perhatian dan 6 atau lebih gejala hiperaktivitas-
impulsivitas yang tetap ada selama paling sedikit 6 bulan, dimulai sebelum usia 7 tahun serta
gejala-gejala ini tetap ada saat di sekolah dan di rumah.

8. DAMPAK ADHD

Dampak gejala ADHD akan dirasakan oleh anak dan keluarga, juga terhadap perkembangan anak
sampai dewasa. Akibat gejala ADHD terhadap anak yakni :
Prestasi sekolah buruk
Gangguan sosialisasi
Penyelesaian pekerjaan lambat
Risiko kecelakaan meningkat
Risiko gangguan penggunaan zat meningkat

Akibat gejala ADHD terhadap keluarga :


Menimbulkan stres dan depresi pada keluarga
Keharmonisan keluarga terganggu
Perubahan status pekerjaan misalnya: jam bekerja menurun 44%, berhenti bekerja 10%,
pindah pekerjaan 4%, perubahan jadwal bekerja 21%, lain-lain 11%.

Akibat ADHD terhadap perkembangan anak :


Usia prasekolah (< 6 tahun)
Menimbulkan gangguan perilaku yang akan mengganggu ketenangan keluarga.
Usia sekolah (6-12 tahun)
Menimbulkan gangguan perilaku, prestasi sekolah menurun, kesulitan interaksi sosial
sehingga dapat menimbulkan kurang percaya diri pada anak.

7
Masa remaja (12-18 tahun)
Menimbulkan kesulitan dalam interaksi sosial, problem akademik, tindakan kriminal,
gangguan penggunaan zat dan mudah terjadi kecelakaan.
Masa dewasa awal (saat kuliah 18-25 tahun)
Menimbulkan kegagalan akademis, kurang percaya diri, gangguan penggunaan zat, sulit
melaksanakan pekerjaan dan mudah mengalami kecelakaan.
Masa dewasa akhir (> 25 tahun)
Menimbulkan kurang percaya diri, masalah hubungan interpersonal, kegagalan
melaksanakan pekerjaan, gangguan penggunaan zat dan mudah terjadi kecelakaan.

9. PENATALAKSANAAN
Penanganan holistik anak ADHD yangterbaik adalah
a. Farmakoterapi (Medikamentosa)
b. Terapi perilaku
c. Kombinasi pengobatan medikamentosa dengan terapi perilaku
d. Edukasi pasien dan keluarga mengenai anak ADHD

Terapi Medikamentosa
Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai CNS stimulant,
meliputi sediaan short dan sustained-release seperti methylphenidate, dextroamphetamine,
kombinasi dextroamphetamine dan amphetamine salt. Salah satu keuntungan sediaan
sustained-release untuk anak-anak adalah satu dosis di pagi hari akan bertahan efeknya
sepanjang hari sehingga anak-anak tidak perlu minum dosis kedua maupun ketiga saat
kegiatan di sekolah berlangsung. Keuntungan lain adalah dipertahankannya obat ini pada
level tertentu dalam tubuh sepanjang hari sehingga fenomena rebound dan munculnya
iritabilitas dapat dihindari. FDA (The Food and Drug Administration) menyarankan
penggunaan dextroamphetamine pada anak-anak berusia 3 tahun atau lebih dan
methylphenidate pada anak-anak berusia 6 tahun atau lebih. Kedua obat inilah yang
palingsering dipakaiuntuk terapi ADHD.
Terapi second line meliputi antidepresan seperti bupropion, venlafaxine dan juga
terdiri dari Agonis reseptor -Adrenergik seperti clonidine dan guanfacine. Obat
antidepresan sebaiknya diberikan bila pemberian obat psikostimulan tidak efektif hasilnya
untuk anak ADHD.

8
Psikostimulan menstimuli area yang mengalami penurunan aktivasi hingga dapat
mencapai tingkat yang lebih tinggi. Ternyata efek methylphenidate sangat baik terhadap
anak ADHD dimana anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan adrenalin di sinaps,
sedangkan methylphenidate bekerja untuk menghambat reuptake dopamin dan
noradrenalin kembali ke sel syaraf. Efek methylphenidate menstimulasi korteks serebral dan
struktur sub kortikal.
Efek samping psikostimulan yang tersering adalah insomnia, berkurangnya nafsu
makan sampai berat badan menurun, kadang-kadang sakit kepala. Bila sebelum dan saat
pengobatan anak ADHD menunjukkan gejala sukar makan, maka perlu diberikan vitamin
untuk nafsu makan. Bila timbul efek samping sukar tidur, sebaiknya pemberian malam hari
tak dilakukan, dilakukan membaca terlebih dahulu sebelum tidur (bedtime reading), dapat
diberikan obat tidur bila sangat diperlukan.

Psikostimulan (Stimulansia)
Dosis obat psikoatimulan yang diberikan:

Obat Dosis Duration of Regimen dose

(tablet/capsul) action

*Methylphenidate 2,5-25 mg 2 3 jam 2 x/hari

- Short acting (Ritalin) 0,3-0,7 mg/kg/hr tab @ 10mg

(tablet)

- Intermediate acting (sustained 20 40 mg 3 8 jam 1 x/hari tab.

Release/ Ritalin SR) @ 20 mg

- Long acting * Concerta 18 mg, 36 mg 8 12 jam 1 x/hari cap.

* Ritalin 1 A 20 mg 8 12 jam 1 x/hari cap.

* Short Acting

Amphetamine/Dextroamphetamine 2,5 25 mg 4 6 jam 1 x/hari

- Tablet/spansul *tab. @ 5mg

*spansul @

9
5mg, 10mg, 15mg

- Elixir 2,5 25mg 4 6 jam *Elixir: 2x/hari

5mg/5cc

* Pemoline (Cylert) 18,75 112,5 mg 6 10 jam tablet @

18,75 mg

37,5 mg

75 mg

Terapi Perilaku
Berupa :
1. Intervensi pendidikan dan sekolah
Hal ini penting untuk membangun kemampuan belajar anak
2. Psikoterapi : palatihan ADHD, suport group, atau penggunaan keduanya pada orang
dewasa dapat membantu menormalisasi gangguan dan membantu penderita agar fokus
pada informasi umum. Konselor terapi perilaku ini dapat melibatkan psikolog, dokter
spesialis tumbuh kembang anak, pekerja sosial dan perawat yang berpengalaman.
Modifikasi prilaku dan terapi keluarga juga dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi konflik orang tua dan anak serta
mengurangi ketidakpatuhan anak. Terapi perilaku ini terdiri dari beberapa langkah,yakni:
a. Fase pemberian informasi (Information phase)
Memberikan informasi pada orang tua mengenai keadaan anak sebenarnya
termasuk kesukaran tingkah laku anak.
b. Fase penilaian (Assessment phase)
Menilai seberapa berat gangguan interaksi anak dengan saudara atau orang tua.
c. fase pelatihan (Training phase)
Menawarkan pelatihan keterampilan sosial pada anak, orang tua, bila
memungkinkan gurunya.
d. Fase evaluasi (Review progress)
Menilai kemajuan/perbaikan tingkah laku anak ADHD.

Pendekatan pada anak untuk memperbaiki tingkah lakunya di rumah dan hubungan
interpersonal anak-orang tua dilakukan dengan cara :

10
- Mengidentifikasi situasi permasalahan yang spesifik dan peristiwa yang menimbulkan
tingkah laku yang tidak diinginkan misalnya sikap menentang bila disuruh belajar, sikap
tidak bisa diam, dan sebagainya.
- Dilakukan monitor kemajuan anak dengan menggunakan skala penilaian yang sudah
baku.
- Ditingkatkan hubungan/interaksi yang positif antara orang tua dan anak serta dibatasi
interaksi negatif antara orang tua dengan anak.
- Berusaha untuk berkomunikasi secara efektif dan menetapkan peraturan.
- Digunakan sistem hadiah (rewards) segera bila anak mencapai target tingkah laku yang
dikehendaki.
- Digunakan negative reinforcement (time out) sebagai hukuman pada anak pada
masalah tingkah laku yang serius.

Pendekatan yang hampir sama dapat dilakukan oleh guru di sekolah pada anak ADHD yang
mengganggu teman-temannya di sekolah.

Dalam terapi perilaku sebaiknya orangtua menunjukkan perilaku yang baik yang dapat ditiru
anak (menunda kemarahan/lebih sabar, memberikan disiplin yang konsisten dan sesuai dengan
usia anak). Mengajarkan pada anak bermain olahraga yang banyak mempergunakan gerakan
adalah lebih baik daripada permainan yang tenang (catur), misalnya sepakbola dan tenis.

10. PROGNOSIS
Prognosis ADHD umumnya baik bila :
- Tidak ada factor komorbid utama
- Pasien dan yang merawatnya memperoleh cukup edukasi mengenai ADHD dan manajemen
penanganaannya
- Taat dalam melaksanakan terapi
- Learning disabilities yang menyertai didiagnosa dan ditinjau ulang dan ditangani
- Beberapa dan semua masalah emosional diinvestigasi dan ditangani dengan baik oleh dokter
umum atau pasien dirujuk ke pusat kesehatan jiwa yang professional.

Sedikitnya 80% dari anak-anak yang menderita ADHD, gejalanya menetap sampai remaja
bahkan dewasa. Dengan peningkatan usia, maka gejala hiperaktif akan berkurang tetapi gejala
inatensi, impulsivitas, disorganisasi, dan kesulitan dalam membangun hubungan dengan orang
lain biasanya menetap dan semakin menonjol.

11
REFERENSI

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and statistical Manual of Mental Disorder, Fifth
Edition

Agung Budi Setyawan. 2007. Aspek Neurologis ADHD. Dosen fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya, diakses 13 November 2017

Ginanjar S A,2009,://dokumen.tips/documents/penanganan-terpadu-bagi-anak-autis-dr-adriana-s-
ginanjar-09-09-08-56140d964edb3.html,diakses 13 November 2017

Tanoyo D P,2009,Diagnosis dan Tatalaksana Attention-Deficit/Hiperactivity Disorder,Bagian/SMF


Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

12

Você também pode gostar