Você está na página 1de 4

Ada lima hadits yang membicarakan mengenai masalah ini. Tiga hadits adalah hadits yang shahih.

Sedangkan
dua hadits lainnya adalah dhoif (lemah).
Hadits Pertama
Hadits pertama ini menceritakan bahwa istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam yaitu Aisyah radhiyallahu anha
mengingkari kalau ada yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu alaihi pernah kencing sambil berdiri.
Aisyah radhiyallahu anha- mengatakan,



Barangsiapa yang mengatakan pada kalian bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah kencing sambil
berdiri, maka janganlah kalian membenarkannya. (Yang benar) Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa kencing
sambil duduk. (HR. At Tirmidzi dan An Nasai. Syaikh Al Albani mengatakan dalam As Silsilah Ash Shahihah
no. 201 bahwa hadits ini shahih). Abu Isa At Tirmidzi mengatakan, Hadits ini adalah hadits yang lebih bagus
dan lebih shahih dari hadits lainnya tatkala membicarakan masalah ini.
Hadits Kedua
Hadits ini menceritakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri. Bukhari
membawakan hadits ini dalam kitab shahihnya pada Bab Kencing dalam Keadaan Berdiri dan Duduk.
Hudzaifah radhiyallahu anhu- mengatakan,

) (

Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah mendatangi tempat pembuangan sampah milik suatu kaum. Lalu
beliau shallallahu alaihi wa sallam kencing sambil berdiri. Kemudian beliau shallallahu alaihi wa sallam
meminta diambilkan air. Aku pun mengambilkan beliau air, lalu beliau berwudhu dengannya. (HR. Bukhari no.
224 dan Muslim no. 273).
Hadits ini tentu saja adalah hadits yang shahih karena disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Ibnu Baththol
tatkala menjelaskan hadits ini mengatakan, Hadits ini merupakan dalil bolehnya kencing sambil berdiri.[1]
Hadits Ketiga
Hadits berikut menunjukkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah kencing sambil duduk.
Abdurrahman bin Hasanah mengatakan,


:

Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar bersama kami dan di tangannya terdapat sesuatu yang
berbentuk perisai, lalu beliau meletakkannya kemudian beliau duduk lalu kencing menghadapnya. (HR. Abu
Daud, An Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Hadits Keempat
Hadits berikut ini membicarakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah melarang Umar kencing
sambil berdiri, namun hadits ini adalah hadits yang dhoif (lemah).
Umar radhiyallahu anhu- berkata,

. .
: - -


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihatku kencing sambil berdiri, kemudian beliau mengatakan,
Wahai Umar janganlah engkau kencing sambil berdiri. Umar pun setelah itu tidak pernah kencing lagi sambil
berdiri. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Syaikh Al Huwainiy ulama hadits saat ini- mengatakan, Ibnul Mundzir berkata bahwa hadits ini tidak shahih.
Adapun Asy Syaukani sebagaimana dalam As Sail Al Jaror mengatakan bahwa As Suyuthi telah menshohihkan
hadits ini!! Boleh jadi As Suyuthi melihat pada riwayat Ibnu Hibban. Lalu beliau tidak menoleh sama sekali
pada tadlis yang biasa dilakukan oleh Ibnu Juraij. Sebagaimana kita ketahui pula bahwa As Suyuthi
bergampang-gampangan dalam menshohihkan hadits. Kemudian hadits ini dalam riwayat Ibnu Hibban
dikatakan dari Ibnu Umar. Namun sudah diketahui bahwa hadits ini berasal dari Umar (ayah Ibnu Umar).
Saya tidak mengetahui apakah di sini ada perbedaan sanad ataukah hal ini tidak disebutkan dalam riwayat Ibnu
Hibban?![2]
Syaikh Al Albani rahimahullah- mengatakan, Hadits ini dhoif (lemah). Yang tepat, tidaklah mengapa
seseorang kencing sambil berdiri asalkan aman dari percikan kencing. Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Al Fath
mengatakan, Tidak terdapat dalil yang shahih yang menunjukkan larangan kencing sambil berdiri. Dari Nafi,
dari Ibnu Umar, dari Umar, beliau berkata, Aku tidak pernah kencing sambil berdiri sejak aku masuk Islam.
Sanad hadits ini shahih. Namun dari jalur lain, dari Zaid, beliau berkata, Aku pernah melihat Umar kencing
sambil berdiri. Sanad hadits ini juga shahih. Oleh karena itu, hal inilah yang dilakukan oleh Umar dan ini
menunjukkan telah jelas bagi Umar bahwa tidak mengapa kencing sambil berdiri.[3]
Hadits Kelima
Hadits berikut menunjukkan bahwa kencing sambil berdiri adalah termasuk perangai yang buruk, namun hadits
ini juga adalah hadits yang dhoif (lemah).
Dari Buraidah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,






Tiga perkara yang menunjukkan perangai yang buruk: [1] kencing sambil berdiri, [2] mengusap dahi (dari
debu) sebelum selesai shalat, atau [3] meniup (debu) di (tempat) sujud. (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam At
Tarikh dan juga oleh Al Bazzar)
Syaikh Al Huwaini hafizhahullah- mengatakan, Yang benar, hadits ini adalah mauquf (cuma perkataan
sahabat) dan bukan marfu (perkataan Nabi shallallahu alaihi wa sallam). Di tempat sebelumnya, Syaikh Al
Huwaini mengatakan bahwa hadits ini ghoiru mahfuzh artinya periwayatnya tsiqoh (terpercaya) namun
menyelisihi periwayat tsiqoh yang banyak atau yang lebih tsiqoh.[4] Jika demikian, hadits ini adalah hadits yang
lemah (dhoif).
Syaikh Al Albani rahimahullah- mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits dhoif (lemah).[5]
Terdapat perkataan yang shahih sebagaimana hadits Buraidah di atas, namun bukan sabda Nabi shallallahu
alaihi wa sallam, tetapi perkataan Ibnu Masud.
Ibnu Masud radhiyallahu anhu- mengatakan,



Di antara perangai yang buruk adalah seseorang kencing sambil berdiri. (HR. Tirmidzi). Syaikh Al Huwaini
mengatakan bahwa periwayat hadits ini adalah periwayat yang tsiqoh (terpercaya). Syaikh Al Albani
rahimahullah- mengatakan dalam Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi bahwa hadits ini shahih. Inilah pendapat
Ibnu Masud mengenai kencing sambil berdiri.
Menilik Perselisihan Para Ulama
Dari hadits-hadits di atas, para ulama akhirnya berselisih pendapat mengenai hukum kencing sambil berdiri
menjadi tiga pendapat.
Pendapat pertama: dimakruhkan tanpa ada udzur. Inilah pendapat yang dipilih oleh Aisyah, Ibnu Masud,
Umar dalam salah satu riwayat (pendapat beliau terdahulu), Abu Musa, Asy Syabi, Ibnu Uyainah, Hanafiyah
dan Syafiiyah.
Pendapat kedua: diperbolehkan secara mutlak. Inilah pendapat yang dipilih oleh Umar dalam riwayat yang
lain (pendapat beliau terakhir), Zaid bin Tsabit, Ibnu Umar, Sahl bin Saad, Anas, Abu Hurairah, Hudzaifah,
dan pendapat Hanabilah.
Pendapat ketiga: diperbolehkan jika aman dari percikan, sedangkan jika tidak aman dari percikan, maka hal ini
menjadi terlarang. Inilah madzhab Imam Malik dan inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnul Mundzir.[6]
Pendapat Terkuat
Pendapat terkuat dari pendapat yang ada adalah kencing sambil berdiri tidaklah terlarang selama aman dari
percikan kencing. Hal ini berdasarkan beberapa alasan:
1. Tidak ada hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang kencing sambil berdiri
selain dari hadits yang dhoif (lemah).
2. Hadits yang menyebutkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam kencing sambil duduk tidaklah bertentangan
dengan hadits yang menyebutkan beliau kencing sambil berdiri, bahkan kedua-duanya diperbolehkan.
3. Terdapat hadits yang shahih dari Hudzaifah bahkan hadits ini disepakati oleh Bukhari dan Muslim bahwa Nabi
shallallahu alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri.
4. Sedangkan perkataan Aisyah yang mengingkari berita kalau Nabi shallallahu alaihi wa sallam itu kencing
sambil berdiri hanyalah sepengetahuan Aisyah saja ketika beliau berada di rumahnya. Belum tentu di luar
rumah, beliau shallallahu alaihi wa sallam tidak kencing sambil berdiri. Padahal jika seseorang tidak tahu
belum tentu hal tersebut tidak ada. Mengenai masalah ini, Hudzaifah memiliki ilmu bahwa Nabi shallallahu
alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri. Jadi, ilmu Hudzaifah ini adalah sanggahan untuk Aisyah yang
tidak mengetahui hal ini.
Itulah sedikit ulasan mengenai kencing sambil berdiri. Semoga pembahasan ini bisa menjawab masalah dari
beberapa pembaca yang belum menemukan titik terang mengenai permasalahan ini.
Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihaat. Allahumman faana bimaa allamtana, wa alimna maa
yanfauna wa zidnaa ilmaa. Wa shallallahu ala nabiyyina Muhammad wa ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Disusun berkat karunia Allah di malam hari, 10 Jumadil Ula 1430 H di rumah mertua tercinta
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id, dipublish ulang oleh www.rumaysho.com

[1] Syarh Shahih Al Bukhari Libni Baththol, 1/334, Maktabah Ar Rusyd


[2] Al Fatawa Al Haditsiyah Lil Huwainiy, 1/174
[3] As Silsilah Adh Dhoifah no. 934
[4] Lihat Al Fatawa Al Haditsiyah Lil Huwainiy, 1/295-297
[5] Shahih wa Dhoif Al Jaami Ash Shogir no. 6283
[6] Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik, 1/96, Al Maktabah At Taufiqiyah
Sumber : https://rumaysho.com/1001-bolehkah-kencing-sambil-berdiri201.html

Você também pode gostar