Você está na página 1de 2

Nama Stevan Adika

NPM 1706052630
Prodi Hukum dan Organisasi

Analisis Kasus Fredi Budiman

Fredi Budiman adalah seorang bandar narkotika yang andal. Kariernya dalam
melakukan jual beli barang haram ini sudah tidak dapat dimungkiri lagi. Bahkan, ia masih dapat
memegang kendali atas peredaran narkoba dari balik rumah tahanan (rutan). Bukan dalam
jumlah yang kecil, namun ia memperdagangkan lebih dari satu juta butir pil ekstasi. Tentu ini
bukan jumlah yang sedikit, sehingga haruslah ditindak tegas. Namanya menjadi santer
terdengar saat dirinya terciduk kasus bilik asmara di Lembaga Pemasyarakatan (lapas)
Narkotika Cipinang, Jakarta Timur. Mengaku sebagai pacar Fredi, Vanny mengungkap
keberadaan ruangan di dalam lapas yang sering mereka gunakan untuk berhubungan intim.

Dimulai pada Maret 2009, Fredi ditemukan mengedarkan narkotika di daerah


Cengkareng, Jakarta Barat, dengan barang bukti 500 gram sabu-sabu. Akibatnya, ia diganjar 3
tahun 4 bulan penjara. Setelah bebas, ia melebarkan jaringan usahanya dan ketika pada awal
tahun 2011, ia kembali diringkus Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya, dengan alat bukti 399
gram heroin dan 27 gram sabu-sabu. Ia kembali diganjar di lapas Cipinang, dan setahun
kemudian ia menyelundupkan hampir 1,5 juta pil ekstasi dari Cina dan 400 ribu ekstasi dari
Belanda, yang diselundupkan di dalam kontainer yang berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta
Utara. Puncaknya, ia divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada
tanggal 15 Juli 2013.

Berdasarkan teori etis, bahwa hukum semata-mata ditujukan untuk mencapai keadilan,
tampak di sini bahwa memang sudah benar ketika ada pengedar narkotika diganjar sanksi
hukuman mati. Kita mengetahui bahwa dampak dari penggunaan narkotika di kalangan umum
yang tidak sesuai dengan dosisnya dapat memicu kematian. Dilansir dari antaranews.com,
BNN mengungkapkan setiap hari, sedikitnya ada 50 orang meninggal dunia karena memakai
barang haram tersebut. Di sini, hukum berperan dalam menjunjung keadilan, sebab Fredi
berarti telah membuka peluang para pemakai narkotika untuk secara tidak langsung bunuh diri
akibat mengonsumsinya. Secara umum, apabila ada orang meninggal, maka sudah seharusnya
nyawa dibayar dengan nyawa juga. Dengan demikian, vonis hukuman mati pun dirasa adil oleh
semua pihak.

Hlm. 01
Keadilan dibedakan menjadi dua, yaitu keadilan distributif dan keadilan komutatif.
Keadilan distributif berarti keadilan yang diberikan kepada tiap orang sesuai dengan kontribusi
dan manfaatnya. Sebaliknya, keadilan komutatif adalah keadilan yang diberikan dengan tidak
memandang kontribusinya, atau istilahnya adalah dipukul rata. Dalam kasus di atas, Fredi
mendapatkan keadilan distributif, sesuai dengan perilakunya yaitu telah mengedarkan barang
haram selama bertahun-tahun, yang berupa vonis hukuman mati.

Jika dikaitkan dengan teori utilitas, bahwa hukum harus memiliki nilai guna bagi
masyarakat luas, oleh karena itu kasus ini sudah tepat penanganannya. Hukum hendaknya
memberikan nilai guna sebesar-besarnya kepada masyarakat. Oleh karena itu, hukum baru
dikatakan tepat guna bila dapat sebanyak mungkin mewujudkan keadilan. Kembali pada
konteks kasus di atas, bahwa dengan memberikan vonis hukuman mati kepada para pengedar
narkotika, maka rantai peredaran itu pun akan putus. Memang tidak bisa putus secara
sempurna, namun paling tidak pemerintah sudah berani mengambil langkah tegas untuk
membebaskan negeri kita dari jerat narkotika dan obat-obatan terlarang. Akan tetapi, manfaat
ini belum tentu sama dengan apa yang dirasakan oleh orang lain. Itu sebabnya, teori ini
cenderung bersifat subjektif dan relatif (tidak menentu).

Berkenaan dengan itu, dibuatlah teori campuran, yang berisikan bahwa hukum itu harus
bersifat adil untuk masyarakat. Kembali lagi, bahwa tujuan dari hukum itu adalah untuk
mencapai ketertiban, dan juga keadilan yang berbeda-beda isi serta ukurannya menurut
masyarakat sendiri. Kesimpulannya adalah tujuan hukum itu adalah pengaturan kehidupan
masyarakat secara adil dan damai, dengan cara menyeimbangkan tiap-tiap kepentingan.
Sehingga, kembali lagi pada tujuan hukum yaitu tiap orang mendapat apa yang menjadi hak
dan kewajibannya masing-masing. Di dalam kasus ini, Fredi Budiman telah mendapat hak dan
kewajibannya secara adil (melalui teori etis), dan juga vonis hakim terhadapnya memberikan
dampak yang besar bagi masyarakat secara luas (melalui teori utilitas).

Sumber:

putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/c80f8c7108c24c0c41ad4c3a7604a667

antaranews.com/berita/548440/bnn--50-orang-meninggal-per-hari-karena-narkoba

megapolitan.kompas.com/read/2013/07/27/1145459/Freddy.Budiman.Bandar.Narkotika.sejak
.2009

Hlm. 02

Você também pode gostar