Você está na página 1de 50

I.

PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK


A. Pengertian

Kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan
semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan
informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan
merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu
mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan
memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009)
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Guru harus mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik. Yang sangat
sentral dalam factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah gaya pengasuhan
dan lingkungan. Biasanya gaya pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak. Pada pengasuhan
ini merupakan cika lbakal perkembangan kognitif tersebut, karena ketika anak diasuh secara tidak
sesuai dengan semestinya, ini akan berakibat pada perkembangan kognitif anak, bahkan pada
perkembangan mental anak tersebut. Lingkungan pun sangat berpengaruh pada perkembangan
kognitif, semakin buruk lingkungan maupun pergaulan seseorang maka kemungkinan pengaruh
lingkungan pada perkembangan kognitif anak semakin besar. (Wibowo, 2016)
C. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Empat tahap perkembangan kognitif siswa menurut Piaget adalah sebagai berikut.
1. tahap sensori motor (02 tahun)
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan mengatur
kegiatan fIsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini,
pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera mereka.
2. tahap pra-operasional (27 tahun)
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal
khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum mampu untuk
melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten
3. tahap operasional konkret (711 tahun)
Pada tahap Operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di
sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau
dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi
nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).
4. tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun)
Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti
menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif.
(Doyin, 2015)

II. PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK


Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek,
yaitu:
(a) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik;
(b) Sistem syaraf yang sangat memengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi;
(c) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada
usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian
anggotanya terdiri atas lawan jenis;
(d) Struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
Seifert dan Hoffnung (1994) berpendapat perkembangan fisik meliputi perubahan-perubahan
dalam tubuh (seperti : pertumbuhan otak, sistem saraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi
dan berat, hormon, dan lain-lain), dan perubahan-perubahan dalam cara individu dalam
menggunakan tubuhnya (seperti perkembangan keterampilan motorik dan perkembangan
seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti penurunan fungsi jantung, penglihatan,
dan sebagainya).

III. PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSIONAL PESERTA DIDIK


Selain perkembangan karakteristik fisik dan kognitif peserta didik, yang tidak kalah penting
adalah perkembangan sosial-emosional peserta didik. Sosio-emosional berasal dari kata sosial dan
emosi. Perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial.
Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma
kelompok, tradisi dan moral agama. Sedangkan emosi merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi
dibedakan menjadi dua, yakni emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif seperti perasaan
senang, bergairah, bersemangat, atau rasa ingin tahu yang tinggi akan mempengaruhi individu
untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar. Emosi negatif sperti perasaan tidak
senang, kecewa, tidak bergairah, individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar,
sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Selain itu, dari
segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan,
bergerak. Kemudian ditambah dengan awalan e- untuk memberi arti bergerak menjauh.
Makna ini menyiratkan kesan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam
emosi.
Perkembangan sosio-emosional peserta didik termasuk suatu pembahasan yang sangat penting
karena dengan mengetahui perkembangan sosio-emosional peserta didik, para pendidik dapat
mengambil tindakan pada permasalahan peserta didik dengan berbagai karakteristik dan sifat yang
berbeda-beda. Sosio-emosional adalah perubahan yang terjadi pada diri setiap individu dalam
warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Dalam pembahasan sosio-
emosional ini lebih ditekankan dalam sosioemosional pada remaja. Pada masa remaja, tingkat
karakteristik emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para
remaja seperti perasaan sayang, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati
dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik. kita harus mengetahui setiap aspek yang
berhubungan dengan perubahan tingkah laku dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek
atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi yang baik dengan remaja.
Perkembangan emosi remaja merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai
kedewasaan. Meskipun sikap kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh
didikan orang tua.
Faktor yang sangat memengaruhi perkembangan peserta didik pada usia remaja yaitu didikan
orang tua, lingkungan sekitar tempat tinggal dan perlakuan guru di sekolah. Pengaruh sosio-
emosional yang baik pada remaja terhadap diri sendiri yaitu untuk mengendalikan diri,
memutuskan segala sesuatu dengan baik, serta bisa lebih merencanakan segala hal yang akan
diputuskannya, sedangkan terhadap orang lain, yaitu mampu menjalin kerjasama yang baik, saling
menghargai dan mampu memposisikan diri di lingkungan dengan baik. Agar seorang peserta didik
dapat memiliki kecerdasan emosi dengan baik haruslah dibentuk sejak usia dini, karena pada saat
itu sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan manusia selanjutnya. Sebab pada usia ini
dasar-dasar kepribadian anak telah terbentuk. Jelaslah sudah betapa pentingnya seorang pendidik
memahami perkembangan sosio-emosional peserta didik, agar dalam proses pembelajaran
perkembangan sosio-emosional peserta didik yang berbeda-beda dapat diatasi dengan baik.

IV. PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK


Seto Mulyadi (2002a) menyatakan tentang Robert Coles yang menggagas tentang kecerdasan
moral yang juga memegang peranan amat penting bagi kesuksesan seseorang dalam hidupnya.
Hal ini ditandai dengan kemampuan seorang anak untuk bisa menghargai dirinya sendiri maupun
diri orang lain, memahami perasaan terdalam orang-orang di sekelilingnya, mengikuti aturan-
aturan yang berlaku, semua ini termasuk merupakan kunci keberhasilan bagi seorang anak di masa
depan. Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam keluarga, contoh-contoh nyata berupa sikap
saling menghargai satu sama lain, ketekunan dan keuletan menghadapi kesulitan, sikap disiplin
dan penuh semangat, tidak mudah putus asa, lebih banyak tersenyum daripada cemberut, semua
ini memungkinkan anak mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan
kognitif, kecerdasan emosional maupun kecerdasan moralnya.
Teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada
penalaran moral dan berkembang secara bertahap yaitu: Penalaran prakovensional, konvensional,
dan pascakonvensional.
1) Tingkat Satu: Penalaran Prakonvesional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral
Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran
moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal.
Contoh dalam dunia pendidikan: Peserta didik mau belajar kalau mendapatkan hadiah uang.
2) Tingkat Dua: Penalaran Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan
moral Kohlberg. Seorang menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati
standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat.
Contoh: siswa di satu kesempatan mau belajar dengan tekun karena kesadaran sendiri tetapi tidak
mau menaati perintah orang tua yang mengharuskan belajar dari pukul 19.00 sampai dengan pukul
21.00
3) Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg.
Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-
standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan
kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.
Contoh : Anak dengan penuh kesadaran menaati tata tertib sekolah baik diawasi atau tidak, ada
sanksi atau tidak.

V. BEKAL AWAL PESERTA DIDIK

Bekal ajar awal peserta didik dapat pula diartikan kemampuan awal (entry behavior)

adalah kemampuan yang yang telah diperoleh peserta didik sebelum dia memperoleh kemampuan
terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal menunjukkan status pengetahuan dan keterampilan
peserta didik sekarang untuk menuju ke status yang akan datang yang diinginkan guru agar
tercapai oleh peserta didik. Dengan kemampuan ini dapat ditentukan darimana pengajaran harus
dimulai.

Identifikasi bekal ajar awal peserta didik bertujuan untuk:

1) Memperoleh informasi yang lengkap dan akurat berkenaan dengan kemampuan awal peserta
didik sebelum mengikuti program pembelajaran tertentu;

2) Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan serta kecendrungan peserrta didik berkaitan
dengan pemilihan program program pembelajaran tertentu yang akan diikuti mereka; dan

3) Menentukan desain program pembelajaran dan atau pelatihan tertentu yang perlu
dikembangkan sesuai dengan kemampuan awal peserta didik.

Teknik Mengaktifkan Bekal Ajar Awal Peserta Didik


untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik, seorang pendidik dapat melakukan tes awal
(pre-test). Tes yang diberikan dapat berkaitan dengan materi ajar sesuai dengan panduan
kurikulum. Selain itu pendidik dapat melakukan wawancara, observasi, dan memberikan
kuisioner kepada peserta didik atau calon peserta didik, serta guru yang biasa mengampu pelajaran
tersebut. Teknik yang paling tepat untuk mengetahui bekal ajar awal peserta didik yaitu tes.
Teknik tes ini menggunakan tes prasyarat dan tes awal. Sebelum memasuki pelajaran sebaiknya
guru membuat tes prasyarat dan tes awal. Tes prasyarat adalah tes untuk mengetahui apakah
peserta didik telah memiliki pengetahuan keterampilan yang diperlukan atau di syaratkan untuk
mengikuti suatu pelajaran. Sedangkan tes awal adalah tes untuk mengetahui seberapa jauh siswa
telah memiliki pengetahuan atau keterampilan mengenai pelajaran yang hendak diikuti. Benjamin
S. Bloom melalui beberapa eksperimen membuktikan bahwa untuk belajar yang bersifat kognitif
apabila pengetahuan atau kecakapan pra syarat ini tidak dipenuhi, maka betapa pun kualitas
pembelajaran tinggi, maka tidak akan menolong untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi.
Hasil pretest juga sangat berguna untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki dan
sebagai perbandingan dengan hasil yang dicapai setelah mengikuti pelajaran. Jadi kemampuan
awal sangat diperlukan untuk menunjang pemahaman siswa sebelum diberi pengetahuan baru
karena kedua hal tersebut saling berhubung.

VI. MENGIDENTIFIKASI DAN MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA

A. Pengertian Kesulitan Belajar Siswa

Hamalik (hal: 1983) menyatakan kesulitan belajar dapat diartikan sebagai keadaan di mana peserta
didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut tidak bisa diabaikan oleh
seorang pendidik karena dapat menjadi penghambat tujuan pembelajaran. Kesulitan belajar tidak
hanya disebabkan oleh faKtor intelegensi yang rendah, akan tetapi bisa disebabkan oleh faktor-
faktor nonintelegensi. Oleh karena itu, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar.
Wood (2007:33) menyatakan kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang
ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-
hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik maupun luar
diri peserta didik.

B. Jenis-Jenis Kesulitan Belajar Siswa

Empat jenis kesulitan/gangguan belajar dalam perkembangan seorang anak:

1. Kesulitan belajar akademis, meliputi kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan kesulitan
berhitung.

2. Gangguan simbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat memahami suatu obyek
sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya.

3. Gangguan nonsimbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk memahami isi pelajaran karena ia
mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya.

4. Ganguan sosial-emosional, yaitu gangguan yang berasal dari lingkungan dan emosi dalam
diri anak.

C. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa


Penyebab kesulitan belajar antara lain sebagai berikut.

1. Faktor intelektual, yaitu inteligensi yang rendah dan terbatas;

2. Faktor kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, seperti kurangnya gizi pada ibu
hamil, bayi dan anak, kerusakan susunan dan fungsi otak, dan penyakit persalinan;

3. Faktor sosial,seperti pengaruh teman bermain, pergaulan dan lingkungan sekitar;

4. Faktor keluarga, seperti keadaan keluarga yang tidak baik dan kurangnya dukungan belajar dari
orang tua.

D. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa

Cara mengatasi mengatasi kesulitan belajar adalah sebagai berikut.

1. tempat duduk siswa

Anak yang mengalami kesulitan pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi
tempat duduk bagian depan.

2. Gangguan kesehatan

Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap
memberinya bahan pelajaran dan dibimbing oleh orang tua dan keluarga lainnya.

3. Program remedial

Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan internal, perlu ditolong dengan
melaksanakan program remedial.

4. Bantuan media dan alat peraga

Penggunaan alat peraga pelajaran dan media belajar kiranya cukup membantu siswa yang
mengalami kesulitan menerima materi pelajaran. Misalnya, karena materi pelajaran bersifat
abstrak sehingga sulit dipahami siswa.

5. Suasana belajar menyenangkan

Suasana belajar yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami
hambatan dalam menerima materi pelajaran.

E. Rancangan Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik

Rancangan mengatasi kesulitan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-
langkah sebagai berikut : (1) Identifikasi kasus; Identifikasi kasus merupakan upaya untuk
menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin
Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2) Call them approach;
melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara
ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan. (3) Maintain
good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi
jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang
tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan
ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya. (4) Developing a desire for
counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah
yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang
hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis
bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil belajar
siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang
dihadapi siswa. (5) Melakukan analisis sosiometris; dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang
diduga mengalami kesulitan Penyesuaian social

2. Identifikasi Masalah

Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang
dihadapi siswa. Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan
dengan aspek : (a) substansial material; (b) struktural fungsional; (c) behavioral; dan atau (d)
personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu
instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM).
Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar
aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan;
(e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan
muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.

3. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)

Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran
dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing,
pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri.
Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan
lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat
rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.

Sumber Pustaka

Doyin, Mukh dan Supriyono. 2015. Materi UKG Bahasa Indonesia 2015. Semarang: Bandungan
Institute

Wibowo, Hari dkk. 2016. Karakteristik Peserta Didik. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan
PEMAHAMAN LANDASAN PENDIDIKAN, TEORI BELAJAR, DAN STRATEGI
PEMBELAJARAN

I. PENGERTIAN, FUNGSI, DAN PERANAN KURIKULUM

A. Pengertian

Kurikulum adalah suatu rencana pendidikan, yang memberikan pedoman tentang jenis, lingkup,
urutan isi, serta proses pendidikan. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan
belajar sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku pada dirinya. Kurikulum
sebagai rencana pembelajaran juga diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu

B. Fungsi

1. Fungsi penyesuaian

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan peserta didik agar memilki sifat
untuk mampu menyesuaikan dengan llingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial.

2. Fungsi pengintegrasian

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh, dalam
hal ini orientasi dan fungsi kurikulum adalah mendidik peserta didik agar memilki pribadi yang
integral. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat.

3. Fungsi perbedaan

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan
individu peserta didik.

4. Fungsi persiapan

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan peserta didik agar mampu
melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, baik dalam memasuki
pendidikan yang lebih tinggi ataupun dalam memasuki kehidupan dalam masyarakat.

5. Fungsi pemilihan

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik
dalam memilih programprogram belajar sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

6. Fungsi diagnostic

Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan peserta didik untuk
dapat memahami kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya.
C. Peranan

1. Peranan konservatif

Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk
mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa
kini kepada anak didik sebagai generasi penerus.

2. Peranan kreatif

Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat.
Kurikulum melakukan kegiatankegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menekankan bahwa
kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru. Kurikulum harus dapat membantu
setiap peserta didik dalam mengembangakan potensi dirinya.

3. Peranan kritis dan evaluative

Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilainilai dan budaya yang hidup dalam
masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu
kepada peserta didik perlu disesuaikan kondisi yang ada di masa sekarang.

II. LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Landasan Pengembangan Kurikulum

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.

2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik,


kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan
adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan.

6. Belajar sepanjang hayat, diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan


pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

B. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum

1. Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kurikulum harus benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Dalam konteks Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia, fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang termuat dalam silabus harus benar dan sesuai
dengan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam bidang ilmu tersebut. Penggunaan istilah, notasi
atau lambang untuk menunjuk objek tertentu, hendaknya sesuai dengan istilah, notasi atau
lambang yang umum dan lazim digunakan dalam bahasa dan sastra Indonesia.

2. Konsisten

Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian.
Dengan prinsip konsistensi ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan strategi dan pendekatan
dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sumber dan media pembelajaran, serta penetapan
teknik dan penyusunan instrumen penilaian semata-mata diarahkan pada pencapaian kompetensi
dasar dalam rangka pencapaian standar kompetensi.

3. Relevan

Pengembangan kurikulum harus memiliki kesesuaian di antara komponen-komponennya, seperti


tujuan, bahan, strategi, dan evaluasi. Pengembangan kurikulum juga harus relevan dengan
tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi, potensi peserta didik, serta tuntutan dan kebutuhan
perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis). Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan
urutan penyajian materi dalam kurikulum juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual siswa.

Prinsip ini mendasari pengembangan kurikulum, baik dalam pemilihan materi pembelajaran,
strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu, strategi penilaian
maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran.

4. Ketercukupan

Cakupan indikator, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian
cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. Dengan prinsip ini, maka tuntutan
kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi pelajaran dan kegiatan
pembelajaran yang dikembangkan. Sebagai contoh, jika standar kompetensi dan kompetensi dasar
menuntut kemampuan menganalisis suatu obyek belajar, maka materi pelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan teknik serta instrumen penilaian harus secara memadai mendukung
kemampuan itu.

5. Menyeluruh

Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik pengetahuan, sikap, maupun
praktik (psikomotor). Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya.

Kegiatan pembelajaran dalam silabus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik
memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif
saja, melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotoriknya, serta dapat
secara optimal melatih kecakapan hidup (lifeskill).

6. Fleksibel

Pengembangan kurikulum harus bersifat luwes dalam pelaksanaannya; memungkinkan terjadinya


penyesuaian-penyesuaian dengan perkembangan zaman. Keseluruhan komponen dalam
kurikulum juga mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan
yang terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat.

7. Aktual dan Kontekstual

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian
memerhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan
peristiwa yang terjadi. Banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan
materi dan dapat mendukung kemudahan dalam menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan dalam
pengembangan pembelajaran. Di samping itu, penggunaan media dan sumber belajar berbasis
teknologi informasi, seperti komputer dan internet perlu dioptimalkan.

8. Kontinuitas, pengembangan kurikulum harus memerhatikan kesinambungan, antara tingkat


kelas, antara jenjang pendidikan, maupun kontribusi dengan jenis pekerjaan.

III. TEORI BELAJAR

A. Teori Belajar Behaviorisme

Teori belajar tingkah laku (behaviorisme) memandang belajar sebagai hasil dari pembentukan
hubungan antara rangsangan dari luar (stimulus) seperti 2 + 2 dan balasan dari siswa (response)
seperti 4 yang dapat diamati. Semakin sering hubungan (bond) antara rangsangan dan balasan
terjadi, maka akan semakin kuatlah hubungan keduanya (law of exercise). Para penganut teori
belajar tingkah laku ini berpendapat bahwa batu saja akan berlubang jika ditetesi air terus
menerus. Thorndike menyatakan kuat tidaknya hubungan ditentukan oleh kepuasan maupun
ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect). Itulah sebabnya, dua kata kunci menurut para
penganutnya selama proses pembelajaran adalah latihan dan ganjaran/ penguatan. Teori ini
menitikberatkan pada perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengulangan. Ganjaran atau
penguatan pada binatang ditunjukkan dengan pemberian sesuatu jika ia dapat menyelesaikan
tugasnya, sehingga binatang tersebut akan mengulangi kegiatannya. Para siswa akan sangat
senang dan merasa dihargai jika mereka mendapat hadiah ketika mereka dapat melaksanakan
tugas dengan baik, sehingga mereka akan berusaha untuk melakukan hal yang sama. Namun jika
mereka melakukan hal yang salah maka mereka harus mendapat hukuman agar ia tidak melakukan
hal itu lagi. Teori belajar tingkah laku ini menekankan adanya ganjaran (reward) atau penguatan
(reinforcement). Semakin banyak ganjaran yang diberikan maka respon yang diharapkan dari
siswa akan lebih baik. Selain itu, jika respon siswa di luar yang diinginkan maka diperlukan
adanya konsekuensi hukuman (punishment) sebagai stimulus agar respon yang muncul berbeda
dengan respon yang sudah ada atau, dengan kata lain, agar perilaku siswa sesuai yang diinginkan.
Khusus untuk punishment ini, beberapa tokoh teori tingkah laku, misalnya Skinner, memiliki
perbedaan pendapat, khususnya karena dampak yang kurang baik. Skinner memberikan alternatif
yaitu digunakannya penguatan negatif (negative reinforcement). Pada masa kini, teori belajar yang
dikemukakan penganut psikologi tingkah laku ini cocok digunakan untuk mengembangkan
kemampuan siswa yang berhubungan dengan pencapaian hasil belajar (pengetahuan) matematika
seperti fakta, konsep, prinsip, dan skill (keterampilan).
B. Teori Belajar Kognitif

1. Psikologi Perkembangan Kognitif Piaget

Menurut Piaget, struktur kognitif atau skemata (schema) adalah suatu organisasi mental tingkat
tinggi yang terbentuk pada saat orang itu berinterkasi dengan lingkungannya. Dua proses yang
sangat penting adalah asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah suatu proses di mana suatu
informasi atau pengalaman baru dapat disesuaikan dengan kerangka kognitif yang sudah ada di
benak siswa; sedangkan akomodasi adalah suatu proses perubahan atau pengembangan kerangka
kognitif yang sudah ada di benak siswa agar sesuai dengan pengalaman yang baru dialami. Sejalan
dengan itu, Ausubel menginginkan proses pembelajaran di kelas-kelas adalah suatu pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning) yaitu suatu pembelajaran di mana pengetahuan atau
pengalaman yang baru dapat terkait dengan pengetahuan lama yang sudah ada di dalam struktur
kognitif seseorang. Untuk membantu terjadinya pembelajaran bermakna, Bruner menyarankan
agar proses pembelajaran melalui tiga tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.

Empat tahap perkembangan kognitif siswa menurut Piaget adalah (1) tahap sensori motor (02
tahun), (2) tahap pra-operasional (27 tahun), (3) tahap operasional konkret (711 tahun), dan (4)
tahap operasional formal (11 tahun ke atas).

Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan mengatur
kegiatan fsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman
anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera mereka. Pada tahap
pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang
didapat dari pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum mampu untuk melihat
hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten. Pada tahap operasional konkret
(7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang
anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan menggunakan benda
konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersamasama
(misalnya, antara bentuk dan ukuran). Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun),
kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan
terakhir dalam perkembangan kognitif.

2. Belajar Bermakna David P. Ausubel

Teori belajar Ausubel menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya.


Menurut Ausubel terdapat 2 jenis belajar yaitu belajar hafalan (rote-learning) dan belajar
bermakna (meaningfullearning). Jika seorang siswa berkeinginan untuk mengingat sesuatu tanpa
mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil pembelajarannya
dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan tidak akan bermakna (meaningless) sama sekali
baginya. Pembelajaran yang mengacu pada belajar bermakna atau meaningful-learning adalah
pembelajaran di mana pengetahuan atau pengalaman baru yang akan dipelajari siswa dapat terkait
dengan pengetahuan lama yang sudah dimiliki siswa.

3. Teori Presentasi Bruner

Bruner membagi penyajian proses pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan
simbolik. Pada tahap enaktif, para siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan dengan
menggunakan sesuatu yang konkret atau nyata yang berarti dapat diamati dengan
menggunakan panca indera. Contohnya, ketika akan membahas geometri ruang di awal
pembelajaran, guru dapat menggunakan alat peraga maupun barang sehari-hari semisal kaleng,
dus, dll. Pada tahap ikonik, yakni setelah mempelajari pengetahuan dengan benda nyata atau
benda konkret, tahap berikutnya adalah tahap ikonik, dimana para siswa mempelajari suatu
pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang
menggunakan benda konkret atau nyata tadi. Pada tahap simbolik para siswa harus melewati suatu
tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan kata
lain, siswa harus mengalami proses berabstraksi. Berabstraksi terjadi pada saat seseorang
menyadari adanya kesamaan di atara perbedaan-perbedaan yang ada.

C. Teori Belajar Konstruktivisme

1. Model Penemuan

Bruner berpendapat bahwa belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan (learning
by discovery is learning to discover). Ada dua model penemunaan, yaitu model penemuan murni
dan model penemuan terbimbing. Model penemuan yang dapat dikembangkan di kelas adalah
model penemuan terbimbing di mana para siswa dihadapkan dengan situasi di mana ia bebas untuk
mengumpulkan data, membuat dugaan (hipotesis), mencoba-coba (trial and error), mencari dan
menemukan keteraturan (pola), menggeneralisasi atau menyusun rumus beserta bentuk umum,
membuktikan benar tidaknya dugaannya itu. Berbeda dengan model penemuan murni di mana
mulai dari pemilihan strategi sampai pada jalan dan hasil penemuan ditentukan para siswa sendiri
maka pada penemuan terbimbing ini, para guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu
dan memberi kemudahan bagi para siswanya sedemikian rupa sehingga mereka dapat
mempergunakan idea, konsep dan ketrampilan yang sudah dia pelajari untuk menemukan
pengetahuan yang baru. Penggunaan serangkaian pertanyaan yang tepat akan sangat membantu
siswa untuk menemukan pengetahuan yang baru berdasar pada pengetahuan lama yang
dipunyainya.

2. Model Saintifk

Pendekatan saintifk meliputi lima pengalaman belajar sebagaimana dijelaskan berikut ini.

a. Mengamati (observing) di mana siswa difasilitasi untuk mengamati dengan indra (membaca,
mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat.

b. Menanya (questioning) di mana siswa difasilitasi untuk membuat dan mengajukan


pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan
yang ingin diketahui, atau sebagai klarifkasi.

c. Mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting) di mana siswa difasilitasi untuk


mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan
eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui
angket, wawancara, dan memodifkasi/ menambahi/ mengembangkan.

d. Menalar/mengasosiasi (associating) di mana siswa difasilitasi untuk mengolah informasi yang


sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau
menghubungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan
menyimpulkan.

e. Mengomunikasikan (communicating) di mana siswa difasilitasi untuk menyajikan laporan


dalam bentuk bagan, diagram, atau grafk; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan
meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.
III. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR

Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat mengungkap batas-batas


kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, pengetahuan tentang
teori dan prinsip-prinsip belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat.

Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang
dapat digunakan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran sebagai berikut.

A. Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian belajar
pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage
dan Berliner, 1984: 355). Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting

dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas
seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan
Berliner, 1984: 372).

B. Keaktifan

Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri.
Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain.
Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.

C. Keterlibatan langsung/Berpengalaman

Belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam
penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya
mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung.
Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa yang tidak hanya mengamati secara langsung
tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap
hasilnya.

D. Pengulangan

Pada teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme mengungkapkan bahwa belajar ialah
pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-
pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Pengulangan dalam belajar akan
melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap,
mengingat, mengkhayal, merasakan, hingga berpikir yang akan membuat daya-daya tersebut
berkembang.

E. Tantangan

Dalam situasi belajar, siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai. Namun selalu terdapat
hambatan, yaitu mempelajari bahan belajar. Timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu, yaitu
dengan mempelajari bahan belajar tersebut.

F. Balikan atau Penguatan


Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik
itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant
conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada
waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk
belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif.

G. Perbedaan Individual

Siswa yang merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis,
tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan individu ini berpengaruh pada
cara dan hasil belajar siswa

IV. PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, DAN TEKNIK PEMBELAJARAN

Dalam Lampiran 3 Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 (233) pendekatan dimaknai sebagai
cara menyikapi/melihat (a way of viewing); strategi dimaknai sebagai cara mencapai tujuan
dengan sukses (a way of winning the game atau a way of achieving of objectif); metode dimaknai
sebagai cara menangani sesuatu (a way of dealing). Sedangkan teknik dimaknai sebagai cara
memperlakukan sesuatu (a way creating something); danmodel dimaknai sebagai kerangka yang
berisikan langkah-langkah/uruturutan kegiatan/sintakmatik yang secara operasional perlu
dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam referensi lain dijelaskan bahwa pendekatan adalah titik
tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran; metode adalah cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis
untuk mencapai tujuan pembelajaran; teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifk; dan model adalah bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru (bungkus atau bingkai dari
penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran).Pendekatan (approach)
merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Roy Killen (1998)
misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat
pada guru (teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-
centered approaches) yang digunakan dalam perancangan kurikulum dan pembelajaran saat
ini. Strategi pembelajaran merupakan perencanaan tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran
yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan metodemerupakan upaya untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah
disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan sebagai cara untuk melaksanakan dan
merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dalam mengimplementasikan metode
pembelajaran, seorang pendidik perlu menetapkan teknik atau cara tertentu agar proses
pembelajaran berjaan efektif dan efsien, serta taktik atau gaya individu dalam melaksanakan suatu
teknik atau metode tertentu misalnya dalam menggunakan ilustrasi atau menggunakan gaya
bahasa atau idialek agar materi pembelajaran mudah dipahami.

VI. KRITERIA PENYELEKSIAN DAN PEMILIHAN MATERI PEMBELAJARAN

1. Sahih (Valid)

Materi yang akan dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan
kesahihannya. Pengertian ini juga berkaitan dengan keaktualan materi sehingga materi yang
diberikan dalam pembelajaran tidak ketinggalan jaman dan memberikan kontribusi untuk
pemahaman ke depan.
2. Tingkat Kepentingan (Significance)

Dalam memilih materi perlu mempertimbangkan pertanyaan berikut:

a. Bagaimana intensitas tingkat kepentingan materi tersebut sehingga harus dipelajari?


b. Apakah penting materi tersebut diajarkan pada siswa?
c. Dimana letak kepentingan materi tersebut dan mengapa penting?

Dengan demikian, materi yang dipilih untuk diajarkan tentunya memang yang benar-benar
diperlukan oleh siswa.

3. Kebermanfaatan (utility)

Manfaat harus dilihat dari semua sisi, baik secara akademis maupun nonakademis. Bermanfaat
secara akademis artinya guru harus yakin bahwa materi yang diajarkan dapat memberikan dasar-
dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang
pendidikan berikutnya. Bermanfaat secara nonakademis maksudnya bahwa materi yang diajarkan
dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skills) dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari

4. Layak dipelajari (learnability)

Materinya memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu
mudah, atau tidak terlalu sulit), maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan bahan ajar dan
kondisi setempat.

5. Menarik minat (interest)

Materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi siswa untuk mempelajarinya
lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada siswa harus mampu menumbuhkembangkan
rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan
mereka.

B. Pola Pengembangan Materi Pembelajaran

Terdapat beberapa pola pengembangan materi pembelajaran yang dapat dipilih guru, yakni
sebagai berikut.

1. Pola kronologis, susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.


2. Pola kausal, susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
3. Pola logis, susunan materi pembelajaran yang dimulai dari bagian sederhana menuju kepada
yang kompleks.
4. Pola psikologis, susunan materi pembelajaran yang dimulai dari umum ke dalam bagian-bagian
yang lebih khusus.
5. Pola spiral, susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang
populer dan sederhana; kemudian dikembangkan, diperdalam, dan diperluas dengan bahan yang
lebih kompleks.
6. Pola inquiri atau pemecahan masalah, susunan materi pembelajaran yang mengarah pada proses
penemuan ataupun pemecahan masalah, yang meliputi langkah-langkah berikut: (a) perumusan
masalah, (b) penyusunan hipotesis, (c) pengumpulan data, (d) pengujian hipotesis, dan (e)
perumusan simpulan.
PEMBAHASAN/RINGKASAN MATERI PEDAGOGIK: RANCANGAN
PEMBELAJARAN

I. KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK (5M)

A. Esensi Pendekatan Saintifik


Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Pendekatan ilmiah diyakini
sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
peserta didik.
Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih
mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif
(deductivereasoning).
Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih
mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif
(deductivereasoning).
Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik.
Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian
menarik simpulan secara keseluruhan.
Penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode
ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian
merumuskan simpulan umum.

B. Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Observing (mengamati), Questioning (menanya), Mengumpulkan informasi/ eksperimen,


Mengasosiasikan/ mengolah informasi, Mengkomunikasikan .
1. Mengamati
Kegiatan Belajarnya mengamati: melihat, membaca, mendengar, menyimak (tanpa atau dengan
alat).
Kompetensi yang Dikembangkan: melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning).
Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta
didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam
rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan
tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan
pembelajaran.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga
proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik
menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran
yang digunakan oleh guru.

Langkah-langkah Mengamati
1. Menentukan objek apa yang akan diobservasi
2. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
3. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
4. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
5. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar
berjalan mudah dan lancar
6. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku
catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
Jenis-jenis Pengamatan
Observasi biasa (common observation). Peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya
melakukan observasi (complete observer), dan sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku,
objek, atau situasi yang diamati.
Observasi terkendali (controlled observation). peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri
dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Pada observasi terkendali pelaku atau objek yang
diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan.
Observasi partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik
melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Observasi semacam ini
mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati

2. Menanya
Kegiatan Belajarnya
Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).
Kompetensi yang Dikembangkan
Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk
membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan
ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia
membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab
pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi
penyimak dan pembelajar yang baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk
memperoleh tanggapan verbal. Istilah pertanyaan tidak selalu dalam bentuk kalimat tanya,
melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan
verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan,
misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!
Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. (dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan hipotetik)
3. Mengumpulkan Informasi/ Eksperimen
Kegiatan Belajarnya: Melakukan eksperimen, Membaca sumber lain selain buku teks, Mengamati
objek/kejadian, Aktivitas Wawancara dengan narasumber
Kompetensi yang Dikembangkan: Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai
pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan
informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar
sepanjang hayat.

4. Mengasosiasikan/ Mengolah
Kegiatan Belajarnya
Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi
Kompetensi yang Dikembangkan
Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan
prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan .

5. Mengkomunikasikan
Kegiatan Belajarnya : Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis
secara lisan, tertulis, atau media lainnnya.
Kompetensi yang Dikembangkan: Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan
berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

CONTOH KEGIATAN PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK (5M)

Kompetensi Dasar : 3. 4 Mengevaluasi teks negoisasi berdasarkan kaidah-kaidah


teks baik melalui lisan maupun tulisan
Topik /Tema : Seni Bernegosiasi dalam Kewirausahaan
Sub Topik/Tema : PemodelanTeks Negosiasi
Tujuan : Peserta didik dapat mengidentifikasi teks negosiasi
Pembelajaran
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

Tahapan Pembelajaran Kegiatan


Mengamati 1. Peserta didik membentuk kelompok.
2. Peserta didik membaca teks negosiasi.
3. Peserta didik mencermati uraian yang berkaitan
dengan mengevaluasi teks negosiasi.

Menanya 4. Peserta didik bertanya jawab tentang hal-hal


yang berhubungan dengan struktur dan kaidah teks
negosiasi.
Mengumpulkan informasi 5. Peserta didik mencari dari berbagai sumber
informasi tentang mengevaluasi teks negosiasi.
Mengasosiasikan 6. Peserta didik mendiskusikan tentang struktur dan
kaidah dalam teks negosiasi.
7. Peserta didik menyimpulkan hal-hal terpenting
dalam mengevaluasi teks negosiasi.
8. Peserta didik menuliskan laporan kerja kelompok
tentang mengevaluasi teks negosiasi.
9. Peserta didik mengevaluasi kesesuian struktur dan
kaidah teks negosiasi yang dibuat oleh kelompok lain
10. Peserta didik mengevaluasi kesesuaian isi teks
negosiasi
Mengkomunikasikan 11. Peserta didik membacakan hasil kerja kelompok di
depan kelas, peserta didik lain memberikan tanggapan.

II. MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)


A. Definisi/Konsep
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran
yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi
diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri
(inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada
Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang
sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery
masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru
harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan
tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented
menjadi student oriented.
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk
menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar
tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan
menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,
mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

B. Keuntungan Model Pembelajaran Penemuan

Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-


proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung
bagaimana cara belajarnya.
Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya
sendiri.
Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan
motivasi sendiri.
Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan
bekerja sama dengan yang lainnya.
Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan
gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran
yang final dan tertentu atau pasti.
Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru;
Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya;
Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
C. Kelemahan Model Pembelajaran Penemuan
Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang
kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan
antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan
frustasi.
Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu
yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan
guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat
perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang
dikemukakan oleh para siswa tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang
akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
D. Langkah-Langkah Operasional
1. Langkah Persiapan
a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya)
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi)
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan
sebagainya untuk dipelajari siswa
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke
abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
2. Pelaksanaan
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan
mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan
kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam
mengeksplorasi bahan.
b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan
bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis
(jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
c. Data collection (Pengumpulan Data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati
objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

d. Data Processing (Pengolahan Data)


Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi
yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya
diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data
processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai
dalam kehidupannya.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi
maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
E. Sistem Penilaian

Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan
tes maupun non tes.
Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil
kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model
pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk
penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka
pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan.

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING


Contoh Tahap Pembelajaran Discovery learning
Satuan Pendidikan: SMA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
KD: Memahami struktur dan kaidah teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita
fiksi dalam novel baik melalui lisan maupun tulisan.

Indikator:

1) Menentukan struktur teks cerita sejarah;


2) Menentukan kaidah/ciri-ciri bahasa (fitur bahasa) teks cerita sejarah.
B. Langkah-langkah Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran
Tahapan Pokok
1. Peserta didik menyimak tayangan berbagai peristiwa sejarah
dunia.
2. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
menghadapkansiswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi
A. Pemberian Rangsangan
terhadap pemahaman teks hasil observasi cerita sejarah.
(Stimulation)
3. Guru mengarahkan jawaban siswa terhadap pembelajaran yang
akan dilakukan
4. Siswa membaca contoh model teks cerita sejarah berjudul
Sejarah Hari Buruh..
5.
6. Peserta didik mengidentifikasi masalah yang relevan dengan
B. Pernyataan/Identifikasi
bahan bacaan diantaranya diarahkan untuk menanyakan fungsi teks
Masalah (Problem
cerita sejarah dan bentuk atau strukturnya,
Statement)
7. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, siswa memilih dan
merumuskan salah satu di antaranya dalam bentuk hipotesis.
8. Peserta didik membentuk kelompok belajar sesuai arahan guru
C. Pengumpulan Data
dengan mempertimbangkan kemampuan akademik, gender, dan ras
(Data Collection)
(@5 0rang per kelompok).
9. Peserta didik mengidentifikasi siapa, apa, kapan, di mana,
mengapa, dan bagaimana peristiwa yang terjadi pada teks cerita
sejarah Hari Buruh.
10. Peserta didik menyusun periode sejarah secara kronologis, sesuai
dengan urutan waktu dari peristiwa sejarah teks Hari Buruh.
11. Peserta didik menentukan struktur yang membangun teks
Sejarah Hari Buruh
12.
D. Pengolahan Data (Data 13. Peserta didik mengolah informasi yang diperoleh dari hasil
Processing) kegiatan sebelumnya untuk menentukan unsur-unsur atau struktur teks
cerita sejarah.
14. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memverifikasi
E. Pembuktian
sehingga dapat menemukan konsep tentang struktur teks cerita
(Verification)
sejarah.
15. Peserta didik membuat kesimpulan tentang struktur teks cerita
F. Menarik Kesimpulan
sejarah
(Generalization)
16. Peserta didik mempresentasikan.

III. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED


LEARNING)

A. Definisi/Konsep
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan
masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.
Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim
untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world)

B. Kelebihan PBL
1. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang
belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya
atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan
dapat diperluas ketika peserta didik/mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep
diterapkan
2. Dalam situasi PBL, peserta didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan
3. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta
didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
C. Langkah-langkah Operasional dalam Proses Pembelajaran
1. Konsep Dasar (Basic Concept)
Fasilitator memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan
dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam
atmosfer pembelajaran dan mendapatkan peta yang akurat tentang arah dan tujuan
pembelajaran
2. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan peserta didik
melakukan berbagai kegiatan brainstorming dan semua anggota kelompok mengungkapkan
pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul
berbagai macam alternatif pendapat
3. Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi.
Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan,
halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.
Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi dan
mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di
kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan
informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
4. Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran
mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya
untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok.
Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai
kelompok dan fasilitatornya.
5. Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill),
dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS),
kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik
software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.
D. Contoh Penerapan
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru
memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara
lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar
diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang
sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta
didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi
pembela

E. Tahapan-Tahapan Model PBL

Fase-Fase
Perilaku Guru

Fase 1
Orientasi peserta didik kepada masalah.
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan.
Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.

Fase 2
Mengorganisasikan peserta didik
Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.

Fase 3
Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.
Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
model dan berbagi tugas dengan teman.
Fase 5
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi
hasil kerja.

F. Sistem Penilaian
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill),
dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS),
kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik
software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian
terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam
diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian
untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat
dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan
peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam
kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan
cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment.
Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan
hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh pebelajar itu
sendiri dalam belajar.
Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap
upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman
dalam kelompoknya

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING


Contoh Tahap Pembelajaran Problem Based Learning
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Sub Materi : Pemodelan Teks Cerita Sejarah

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi


A.2 Menganalisis teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik
melalui lisan maupun tulisan
Indikator:
1) Menelaah kelemahan atau kesalahan struktur teks laporan hasil observasi baik melalui lisan
maupun tulisan
2) Menelaah kelemahan atau kesalahan kaidah teks laporan hasil observasi baik melalui lisan
maupun tulisan.
3) Menelaah kelemahan atau kesalahan isi teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun
tulisan
B. Langkah-langkah Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran
Tahapan Pokok
1. Peserta didik menyimak tujuan pembelajaran
2. Peserta didik membaca contoh teks cerita sejarah yang kurang
A. Orientasi siswa pada
baik dan menyimak penjelasan terhadap permasalahan tersebut
Masalah
3. Peserta didik memberikan tanggapan dan pendapat terhadap
permasalahan tersebut

B. Mengorganisasi
4. Peserta didik membentuk kelompok belajar sesuai arahan
siswa dalam belajar
guru dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan gender
5. Peserta didik membaca teks cerita sejarah yang tidak baik dengan
C. Membimbing
cermat
penyelidikan siswa secara
6. Peserta didik dengan difasilitasi dan dibimbing guru menelaah
mandiri atau
dan mendiskusikan kelemahan teks cerita sejarah dari segi struktur,
kelompok
kaidah, dan isi

7. Peserta didik menjawab permasalahan yang telah diidentifikasi,


khususnya mengenai kelemahan struktur, kaidah, dan isi teks cerita
D. Mengembangkan dan
sejarah
menyajikan hasil karya
8. Peserta didik mempresentasikan atau menyajikan laporan
pembahasan hasil temuan atau hasil diskusi dan penarikan kesimpulan
di depan kelas
9. Peserta didik dalam kelompok lain mengevaluasi atau
E. Menganalisis dan 10. Menanggapi
mengevaluasi proses 11. Peserta didik dengan dibimbing guru melakukan simpulan
pemecahan masalah 12. Guru melakukan evaluasi hasil belajar mengenai materi yang
telah dipelajari

IV. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING)


A. Definisi/Konsep
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah metoda pembelajaran yang
menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang
diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses
inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan
membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai
subjek (materi) dalam kurikulum.
Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen
utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan
investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan
usaha peserta didik.
B. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek
Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk
melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang
kompleks.
Meningkatkan kolaborasi.
Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.

C. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek


Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
Membutuhkan biaya yang cukup banyak
Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur memegang
peran utama di kelas.
Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan
mengalami kesulitan.
Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta
didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
D. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek
1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi
penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan
realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar
topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik.
2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian
peserta didik diharapkan akan merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang
aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial,
dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan
yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)


Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan
proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek,
(2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara
yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan
dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang
pemilihan suatu cara.
4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the
Project)
Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama
menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap
proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar
mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan
aktivitas yang penting.
5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian stSaudarar,
berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik
tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam
menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas
dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun
kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan
pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi
dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya
ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada
tahap pertama pembelajaran.

D. Sistem Penilaian
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan
dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat
digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan
penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu
secara jelas. Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:

Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu
pengumpulan data serta penulisan laporan.
Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman
dan keterampilan dalam pembelajaran.
Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan
kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK


Rancangan Pembelajaran Berbasis Projek
A. Identitas Model
Satuan Pendidikan : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Alokasi Waktu : 4 x 45 Menit (2 pertemuan)
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
4.2 Memproduksi teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel
yang koheren sesuai dengan karakteristik teks baik secara lisan maupun tulisanmaupun tulisan
Indikator:
1) Menentukan langkah-langkah menyusun teks cerita sejarah
2) Menyusun teks cerita sejarah
C. Langkah Pembelajaran

Langkah-langkah
Kegiatan Pembelajaran
Pembelajaran
1. Peserta didik menentukan hari atau peristiwa bersejarah
A. Penentuan Proyek sebagai topik yang akan dikembangkan menjadi teks cerita
bersejarah
2. Peserta didik dibimbing guru mendiskusikan aturan main dan
pemilihan aktivitas yang dapat mendukung pelaksanaan proyek
3. Peserta didik mendiskusikan sumber/bahan/alat pendukung
B. Perancangan
pelaksanaan proyek
Langkah-langkah
4. Peserta didik menyimak penjelasan guru mengenai penilaian
Penyelesaian Proyek
dalam kelompok masing masing, peserta didik mendiskusikan
dan perencanaan proyek berupa penentuan fase peristiwa
bersejarah
5. Peserta didik membuat time line pemilihan dan penyiapan
proyek
6. Peserta didik mendiskusikan deadline untuk menyelesaikan
C. Penyusunan Jadwal
proyek menyusun teks cerita sejarah
Pelaksanaan Proyek
7. Peserta didik mendiskusikan dan membuat jadwal atau waktu
pelaksanaan penyelesaian setiap fase persitiwa dalam teks cerita
sejarah yang akan ditulisnya
8. Peserta didik mengidentifikasi dan mencatat hal-hal yang
berkaitan dengan fase peristiwa yang menjadi objek untuk
D. Penyelesaian
penulisan teks cerita sejarah
proyek
9. Peserta didik mengonsultasikan permasalahan atau kendala
dengan fasilitasi dan
dalam menyelesaikan penulisan teks cerita sejarah
monitoring guru
10. Peserta didik memperbaiki hasil tulisan berdasarkan hasil
konsultasi
11. Peserta didik membaca kembali teks cerita sejarah yang
sudah ditulis dan memperbaiki jika masih terjadi kesalahan
dengan mengacu pada point-point penilaian yang disepekati pada
E. Penyusunan
tahap perencanaan
Laporan
12. Peserta didik menempelkan teks cerita sejarah yang sudah
dan Presentasi
dibuatnya di tempat yang sudah disediakan (tempat seperti
/Publikasi
bentuk pameran)
Hasil Proyek
13. Peserta didik melakukan kegiatan shopping model,yaitu
mengunjungi, membaca, dan menanggapi teks cerita sejarah
kelompok lain.
14. Peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil
tugas proyek yang sudah dilaksanakan.
F. Evaluasi Proses
15. Peserta didik mengemukakan pengalamannya selama
dan
menyelesaikan tugas proyek peserta didik mendengarkan umpan
Hasil Proyek
balik terhadap proses yang telah dilaksanakan dan produk yang
telah dihasilkan.
PEMBAHASAN/RINGKASAN MATERI PEDAGOGIK: PENILAIAN DAN PTK

I. PENGERTIAN EVALUASI, PENGUKURAN, TES, DAN PENILAIAN

Evaluasi (evaluation) adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek
(Stufflebeam dan Shinkfield, 1985 dalam Depdiknas, 2004:11). Pada saat melakukan evaluasi di
dalamnya ada kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur keputusan
tentang nilai suatu program (value judgement). Dalam melakukan keputusan, diperlukan data hasil
pengukuran dan informasi hasil penilaian selama dan setelah kegiatan belajar mengajar. Objek
evaluasi adalah program yang hasilnya memiliki banyak dimensi, seperti kemampuan, kreativitas,
sikap, minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam kegiatan evaluasi alat ukur
yang digunakan juga bervariasi bergantung pada jenis data yang ingin diperoleh. Berdasarkan
uraian tersebut, terdapat istilah pengukuran dan penilaian. Sebagai bagian dari evaluasi kedua
istilah tersebut akan dibahas lebih lanjut agar tidak terjadi kesalahpahaman konsep.

Pengukuran (measurement) adalah proses penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan
tertentu (Guilford, 1982 dalam Depdiknas, 2004:9). Safari (1997:3) mengartikan pengukuran
sebagai suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi/data secara kuantitatif. Secara tersirat kedua
definisi tersebut menandakan pengukuran merupakan proses pemberian angka atau usaha
memperoleh deskripsi numerik sejauhmana peserta didik telah mencapai suatu tingkatan.
Pengukuran dapat menggunakan tes dan nontes.

Tes adalah seperangkat pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah. Tes dalam
pembelajaran bahasa dikenal dengan tes bahasa yang sasaran pokoknya adalah tingkat kompetensi
berbahasa peserta didik. Nontes seperangkat pertanyaan atau pernyataan yang instrumennya
berbentuk kuesioner atau inventori.

Penilaian (assessment) merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk


menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Griffin dan Nix, 1991 dalam Depdiknas,
2004:10).

II. TUJUAN, FUNGSI, DAN PRINSIP PENILAIAN

A. Tujuan Penilaian

1. Mengetahui tingkat penguasaan kompetensi dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
sudah dan belum dikuasai seorang/sekelompok peserta didik untuk ditingkatkan dalam
pembelajaran remedial dan program pengayaan.

2. Menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi belajar peserta didik dalam kurun waktu
tertentu, yaitu harian, tengah semester, satu semester, satu tahun, dan masa studi satuan
pendidikan.

3. Menetapkan program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi


bagi mereka yang diidentifikasi sebagai peserta didik yang lambat atau cepat dalam belajar dan
pencapaian hasil belajar.

4. Memperbaiki proses pembelajaran pada pertemuan semester berikutnya.

B. Fungsi Penilaian

1. Menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
2. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami
kemampuan dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan
program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan).

3. Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik
dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik menentukan apakah seseorang perlu
mengikuti remedial atau pengayaan.

4. Sebagai kontrol bagi pendidik dan satuan pendidikan tentang kemajuan perkembangan peserta
didik.

C. Prinsip Penilaian

Prinsip umum dalam Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik sebagai berikut.

1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.

2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi
subjektivitas penilai.

3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan
khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi,
dan gender.

4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan
dari kegiatan pembelajaran.

5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat
diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

6. Holistik dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek
kompetensi dan dengan berbagai teknik penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang harus
dikuasai peserta didik.

7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah-langkah baku.

8. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur,
maupun hasilnya.

9. Edukatif, berarti penilaian dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan peserta didik dalam
belajar.

III. PENDEKATAN PENILAIAN

Secara umum ada dua metoda/acuan yang digunakan untuk melihat hasil belajar siswa yaitu
penilaian acuan norma dan penilaian acuan patokan.Apabila kita melakukan pengukuran atau
penilaian berarti kita membandingkan. Dalam penilaian pendidikan ada dua pendekatan yang
digunakan sebagai pembanding, yaitu penilaian acuan norma atau PAN (norm referenced
evaluation) dan penilaian acuan patokanatau PAP (criterion refrenced evaluation).

A. Penilaian Acuan Patokan


Penilaian acuan patokan (Criterion Referenced Evaluation) yang dikenal pula dengan sebutan
standar mutlak, berusaha menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membadingkannya
dengan patokan yang telah ditetapkan, sebelum hasil tes itu sendiri diperoleh, dan bahkan sebelum
kegiatan pengajaran dilakukan, patokan yang akan dipergunakan untuk menentukan batas
kelulusan itu telah ditetapkan. Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan penilaian acuhan
patokan yang kemudian dikembangkan dengan istilah penilaian acuan kriteria (PAK). PAK
merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal
(KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan
pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya
dukung, dan karakteristik peserta didik.

B. Penilaian Acuan Norma

Penilaian acuah norma/relatif disebut pula norma aktuil atau norma empiris. Norma relatif adalah
suatu norma yang disusun secara relatif berdasarkan distribusi skor yang dicapai oleh para
pengikut dalam suatu tes. Dengan demikian maka skor standar yang dicapai oleh seseorang yang
didasarkan atas norma relatif ini (PAN) mencerminkan status individu di dalam kelompok.

IV. PENILAIAN SIKAP, PENGETAHUAN, DAN KETERAMPILAN

A. Penilaian Sikap

1. Gradasi/Taksonomi Sikap (Attitude: Krathwohl)

Menerima -> menanggapi->menghargai->menghayati->mengamalkan

Penilaian sikap dilakukan untuk mengetahui kecendrungan perilaku spiritual dan sosial siswa di
dalam dan luar kelas sebagai hasil pendidikan.

2. Teknik dan Instrumen Penilaian Sikap

Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Keterangan


Observasi Daftar cek Dilakukan selama proses
Skala penilaian sikap pembelajaran.
Penilaian diri Daftar cek Dilakukan pada akhir semester.
Skala penilaian sikap
Penilaian antar Daftar cek Dilakukan pada akhir semester,
peserta didik Skala penilaian sikap setiap pesesrta didik dinalai oleh 3
siswa.
Jurnal Catatan pendidik berisi Berupa catatan guru tentang
informasi tentang kekuatan kelemahan dan kekuatan peserta
dan kelemahan peserta didik didik yang tidak berkaitan dengan
mata pelajaran.

3. Hasil Pengolahan Nilai Sikap

Hasil penilaian pencapaian sikap dalam bentuk deskripsi.


Deskripsi sikap terdiri atas keberhasilan dan/atau ketercapaian sikap yang diinginkan dan sikap
yang belum tercapai yang memerlukan pembinaan dan pembimbingan.

Deskripsi dalam bentuk kalimat positif, memotivasi dan bahan refleksi

Contoh Deskripsi Sikap

Sikap Spiritual

Selalu bersyukur dan berdoa sebelum melakukan kegiatan serta toleransi yang baik pada agama
yang berbeda; ketaatan beribadah mulai berkembang.

Sikap Sosial

Memiliki sikap santun, disiplin, dan tanggung jawab yang baik, responsif dalam pergaulan; sikap
kepedulian mulai meningkat.

B. Penilaian Pengetahuan

1. Proses Kognitif

a. C1; mengingat (remember), mengingat kembali pengetahuan dari memorinya.

b. C2; memahami (understand), mengkonstruksi makna dari pesan baik secara lisan, tulisan,
dan grafis.

c. C3; menerapkan (apply), penggunaan prosedur dalam situasi yang diberikan atau situasi
baru.

d. C4; menganalisis (analysis), penguraian materi ke dalam bagian-bagian dan bagaimana


bagian-bagian itu saling berhubungan satu sama lain dalam keseluruhan struktur.

e. C5; mengevaluasi (evaluate) membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar.

f. C6; mengkreasi (create) menempatkan elemen-elemen secara bersamaan ke dalam bentuk


modifikasi atau mengorganisasi elemen-elemen ke dalam pola baru (struktur baru).

2. Dimensi Pengetahuan

a. Pengetahuan faktual; pengetahuan terminologi atau pengetahuan detail yang spesifik dan
elemen.

b. Pengetahuan konseptual; pengetahuan yang lebih kompleks berbentuk klasifikasi, kategori,


prinsip dan generalisasi.

c. Pengetahuan prosedural; pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu.

d. Pengetahuan metakognitif; pengetahuan tentang kognisi, merupakan tindakan atas dasar


suatu pemahaman, meliputi kesadaran berpikir dan penetapan keputusan tentang sesuatu.

3. Proses dan Hasil Penilaian Pengetahuan


a. Nilai pengetahuan diperoleh dari hasil penilaian harian selama satu semester, penilaian
tengah semester dan penilaian akhir semester

b. Nilai akhir pencapaian pengetahuan rerata dari hasil pencapaian kompetensi setiap KD
selama satu semester.

c. Nilai pada rapor ditulis dalam bentuk angka skala 0 100 dan dilengkapi dengan deskripsi
singkat kompetensi yang menonjol/tertinggi dan terendah berdasarkan pencapaian KD selama
satu semester

d. Deskripsi nilai didasarkan pada nilai tertinggi dan terendah pada capaian KD per semester

4. Teknik Penilaian Pengetahuan

Teknik Keterangan
Penilaian
Tes tulis Memilih jawaban (pilihan ganda, dua pilihan benar-salah, ya-tidak),
menjodohkan, sebab-akibat.
Mensuplai jawaban (isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek,
uraian).
Tes Lisan Soal / pertanyaan yang menuntut siswa menjawab secara lisan (formatif
tes)
Penugasan Tugas yang dilakukan secara individu atau kelompok.

C. Penilaian Keterampilan

1. Dimensi Keterampilan

Keterampilan abstrak: K-1 Mengamati, K-2 Menanya, K-3 Mencoba, K-4 Menalar, K-5 Menyaji,
K-6 Mencipta

Keterampilan Konkrit:

a. Persepsi (perception): perhatian untuk melakukan suatu gerakan.

b. Kesiapan (set): kesiapan mental dan fisik untuk melakukan suatu gerakan.c. Meniru (guided
response): gerakan secara terbimbing.

d. Membiasakan gerakan (mechanism): gerakan mekanistik

e. Mahir (complex or overt response): gerakan kompleks dan termodifikasi.

f. Menjadi gerakan alami (adaptation): gerakan alami yang diciptakan sendiri atas dasar gerakan
yang sudah dikuasai.

g. Menjadi tindakan orisinal (origination): gerakan baru yang orisinal, sukar ditiru orang lain,
dan menjadi ciri khasnya.

2. Proses dan Hasil Penilaian Keterampilan


a. Hasil penilaian pada setiap KD keterampilan adalah nilai optimal dengan teknik dan objek
KD yang sama.

b. Penilaian KD keterampilan yang dilakukan dengan dua teknik penilaian seperti proyek dan
produk atau praktik dan produk, maka nilai KD dapat dirata-rata.

c. Nilai akhir keterampilan pada setiap mata pelajaran adalah rerata dari semua nilai KD
keterampilan dalam satu semester.

d. Penulisan capaian keterampilan pada rapor menggunakan angka pada skala 0 100, predikat
dan deskripsi singkat capaian kompetensi

3. Teknik dan Bentuk Penilaian Keterampilan

Teknik Penilaian Bentuk Instrumen

Unjuk kerja/ kinerja / praktik Daftar cek, dengan menggunakan daftar cek,
peserta didik mendapat nilai bila kriteria penguasaan
kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai.
Skala Penilaian (Rating Scale). Penilaian kinerja
yang menggunakan skala penilaian memungkinkan
penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan
kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara
kontinum dimana pilihan kategori nilai lebih dari dua.
Projek Penilaian projek dilakukan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai pelaporan.
Untuk menilai setiap tahap perlu disiapkan
kriteria penilaian atau rubrik.
Produk Daftar cek atau skala penilaian (rubrik)

Portofolio Daftar cek atau skala penilaian (rubrik)

V. KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM).

KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran melalui musyawarah oleh satuan pendidikan (sekolah)
dengan memperhatikan intake (kemampuan rata-rata peserta didik), kompeksitas, dan
kemampuan daya dukung (berorientasi pada sumber belajar).

B. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal

Kriteria ketuntasan minimal berfungsi:

sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar
mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan
KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian
kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan;
2. sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran.
Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai
oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian
agar mencapai nilai melebihi KKM.

3. dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi program
pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program kurikulum
dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil
pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi
tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses
pembelajaran maupun pemenuhan sarana prasarana belajar di sekolah;

4. merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan antara satuan
pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus
dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua.

5. merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran.

Prinsip Penetapan Ketuntasan Minimal Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu


mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai berikut:

Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui
metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif dapat dilakukan melalui professional
judgement oleh pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman
pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan
rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan;

Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal
pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik
untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi;

3. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-rata dari indikator
yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah mencapai
ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar
minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;

4. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata KKM
Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;

5. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang
terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil
Belajar (LHB/Rapor) peserta didik;

6. Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidikuntuk membuat soal-soal ulangan, baik


Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester (UAS).

7. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan
minimal
KOMPETENSI PEDAGOGIK PEMANFAATAN HASIL PENILAIAN
PEMBELAJARAN UNTUK PERBAIKAN KUALITAS PROGRAM PEMBELAJARAN
SECARA UMUM.

I. PROGRAM REMEDIAL

1) Hakikat Remedial

Remedial merupakan suatu treatmen atau bantuan untuk mengatasi kesulitan belajar. Berikut
adalah beberapa program assesmen yang bisa dijalankan atau dijadikan acuan dalam melakukan
pengajaran remedial. Yang antara lain dalam bidang berhitung, membaca pemahaman dan
menulis.

Remediasi mempunyai padanan remediation dalam bahasa Inggris. Kata ini berakar kata
toremedy yang bermakna menyembuhkan. Remediasi merujuk pada proses penyembuahan.
Remedial merupakan

kata sifat. Karena itu dalam bahasa Inggris selalu bersama dengan kata benda, misalnya remedial
work, yaitu pekerjaan penyembuhan, remeDial teaching pengajaran penyembuhan. Dsb. Di
Indonesia, istilah remedial sering ditulis berdiri sendiri sebagai kata benda. Mestinya dituliskan
menjadi pengajaran remeial, atau kegiatan remedial dsb. Dalam bagian ini istilah remediasi dan
remedial digunakan bersama-sama, yang merujuk pada suatu proses membantu siswa mengatasi
kesulitan belajar terutama mengatasi miskonsepsimiskonsepsi yang dimiliki. Dalam random
House Websters College Dictionary (1991), remediasi diartikan sebagai intended to improve
poor skill in specifed feld.

Remediasi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk membetulkan kekeliruan yang dilakukan
siswa. Kalau dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran, kegiatan remediasi dapat diartikan sebagai
suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang kurang
berhasil. Kekurangberhasilan pembelajaran ini biasanya ditunjukkan oleh ketidakberhasilan siswa
dalam menguasai kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran.

Dari pengertian di atas diketahui bahwa suatu kegiatan pembelajaran dianggap sebagai kegiatan
remediasi apabila kegiatan pembelajaran tersebut ditujukan untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Guru melaksanakan perubahan dalam
kegiatan pembelajarannya sesuai dengan kesulitan yang dihadapi para siswa.

Sifat pokok kegiatan pembelajaran remedial ada tiga yaitu: (1) menyederhanakan konsep yang
komplek (2) menjelaskan konsep yang kabur (3) memperbaiki konsep yang salah tafsir. Beberapa
perlakuan yang

dapat diberikan terhadap sifat pokok remedial tersebut antara lain berupa: penjelasan oleh guru,
pemberian rangkuman, dan advance organizer, pemberian tugas dan lain-lain.

Pokok bahasan yang belum dapat dikuasai peserta didik merupakan kesulitan belajar untuk
mempelajari pokok bahasan berikutnya. Kenyataan ini akan diperburuk kalau pokok bahasan yang
baru yang akan dipelajari memerlukan keterampilan prasyarat, disisi lain pokok bahasan yang
menjadi prasyarat belum tuntas. Kesulitan lain untuk mencapai tingkat ketuntasan belajar anatara
lain: perbedaan individual diantara peserta didik dalam kelas dengan sistem pembelajaran
klasikal.
Asumsi yang mendasari pertimbangan metode pembelajaran remedial dengan pendekatan secara
individual terhadap peserta didik yang mengalami kesulita belajar dengan pemberian rangkuman
dan advance organizer adalah: (1) belajar hakekatnya adalah individual (2) pembelajaran klasikal
akan selalu dihadapkan dengan ketidak tuntasan belajar (3) kalau peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar dan diberikan pembelajaran kembali secara klasikal seperti pembelajaran utama,
peserta didik akan mengalami kesulitan yang serupa (4) rangkuman dan advance
organizermerupakan strategi pembelajaran untuk memudahkan pemahaman materi.

2) Prosedur Remedial

Dalam melaksanakan kegiatan remedial sebaiknya mengikuti langkahlangkah seperti berikut.

a) Analisis Hasil Diagnosis

Seperti yang telah Anda ketahui, diagnosis kesulitan belajar adalah suatu proses pemeriksaan
terhadap siswa yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar. Melalui kegiatan diagnosis guru
akan mengetahui para siswa yang perlu mendapatkan bantuan. Untuk keperluan kegiatan
remedial, tentu yang menjadi fokus perhatian adalah siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajar yang ditunjukkan tidak tercapainya kriteria keberhasilan belajar. Apabila kriteria
keberhasilan 80 %, maka siswa yang dianggap berhasil jika mencapai tingkat penguasaan 80 %
ke atas, sedangkan siswa yang mencapai tingkat penguasaannya di bawah 80 % dikategorikan
belum berhasil. Mereka inilah yang perlu mendapatkan remedial. Setelah guru mengetahui siswa-
siswa mana yang harus mendapatkan remedial, informasi selanjutnya yang harus diketahui guru
adalah topik atau materi apa yang belum dikuasai oleh siswa tersebut. Dalam hal ini guru harus
melihat kesulitan belajar siswa secara individual. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan masalah
yang dihadapi siswa satu dengan siswa yang lainnnya tidak sama. Padahal setiap siswa harus
mendapat perhatian dari guru.

b) Menemukan Penyebab Kesulitan

Sebelum Anda merancang kegiatan remedial, terlebih dahulu harus mengetahui mengapa siswa
mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran. Faktor penyebab kesuliatan ini harus
diidentifkasi terlebih dahulu, karena gejala yang sama yang ditunjukkan oleh siswa dapat
ditimbulkan sebab yang berbeda dan faktor penyebab ini akan berpengaruh terhadap pemilihan
jenis kegiatan remedial.

c) Menyusun Rencana Kegiatan Remedial

Setelah diketahui siswa-siswa yang perlu mendapatkan remedial, topik yang belum dikuasai setiap
siswa, serta faktor penyebab kesulitan, langkah selanjutnya adalah menyusun rencana
pembelajaran. Sama halnya pada pembelajaran pada umumnya, komponen-komponen yang harus
direncanakan dalam melaksanakan kegiatan remedial adalah (1) merumuskan indikator hasil
belajar, (2) menentukan materi yang sesuai engan indikator hasil belajar, (3) memilih strategi dan
metode yang sesuai dengan karakteristik siswa, (4) merencanakan waktu yang diperlukan, dan (5)
menentukan jenis, prosedur dan alat penilaian.

d) Melaksanakan Kegiatan Remedial

Setelah kegiatan perencanaan remedial disusun,langkah berikutnya adalah melaksanakan kegiatan


remedial. Sebaiknya pelaksanaan kegiatan remedial dilakukan sesegera mungkin, karena semakin
cepat siswa dibantu mengatasi kesulitan yang dihadapinya, semakin besar kemungkinan siswa
tersebut berhasil dalam belajarnya.

e) Menilai Kegiatan Remedial

Untuk mengetahui berhasil tidaknya kegiatan remedial yang telah dilaksanakan, harus dilakukan
penilaian. Penilaian ini dapat dilakukan dengan cara mengkaji kemajuan belajar siswa.Apabila
siswa mengalami kemauan belajar sesuai yang diharapkan, berarti kegiatan remedial yang
direncanakan dan dilaksanakan cukup efektif membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Tetapi, apabila siswa tidak mengalami kemajuan dalam belajarnya berarti kegiatan remedial yang
direncanakan dan dilaksanakan kurang efektif. Untuk itu guru harus menganalisis setiap
komponen pembelajaran.

3) Strategi dan Teknik Remedial

Beberapa teknik dan strategi yang dipergunakan dalam pelaksanaan pembelajaran remedial antara
lain, (1) pemberian tugas/pembelajaran individu (2) diskusi/tanya jawab (3) kerja kelompok (4)
tutor sebaya (5) menggunakan sumber lain. (Ditjen Dikti, 1984; 83).

a) Pemberian Tugas

Dalam pemberian tugas dapat dilakukan dengan berbagai jenis antara lain dengan pemberian
rangkuman baik dilakukan secara individual maupun secara kelompok, pemberian advance
organizer dan yang sejenis. b) Melakukan aktivitas fsik, misal demosntrasi, atau praktek dan
diskusi

Ada konsep-konseps yang lebih mudah dipahami lewat aktivitas fIsik

II. PEMBELAJARAN PENGAYAAN

A. Pengertian Pembelajaran Pengayaan

Pengayaan merupakan suatu kegiatan belajar, dikhususkan bagi peserta didik yang
memiliki kemampuan belajar lebih, misalkan belajar lebih cepat, menyimpan informasi lebih
mudah, keingintahuan lebih tinggi, bepikir mandiri, superior, dan berpikir abstrak, serta memiliki
banyak minat.Secara umum pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta
didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua
peserta didik dapat melakukannya. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan
dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki
kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat,
dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir,
kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan
seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta
didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu
mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.

Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya guru
mengadakan penilaian awal untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap kompetensi
atau materi yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian dilaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran
kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi strategi pembelajaran digunakan juga
berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari
kaset audio, slide, video, computer multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau
pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian prosesdengan
menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar
serta seberapa penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari.
Penilaian proses juga digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran bila dijumpai
hambatan-hambatan.

Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian.
Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah seorang
peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu. Penilaian
akhir program ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah peserta didik telah mencapai
kompetensi (tingkat penguasaan) minimal atau ketuntasan belajar seperti yang telah dirumuskan
pada saat pembelajaran direncanakan.

Jika ada peserta didik yang lebih mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal
yang ditetapkan, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa program pembelajaran
pengayaan. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk
memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan
sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan
kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir,
kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan
seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta
didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu
mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.

B. Jenis Pembelajaran Pengayaan

Terdapat tiga jenis pembelajaran pengayaan, yaitu kegiatan eksploratori, keterampilan proses, dan
pemecahan masalah.

1. Kegiatan eksploratori

Kegiatan eksploratori adalah jenis pembelajaran pengayaan yang bersifat umum yang dirancang
untuk disajikan kepada peserta didik. Sajian dimaksud berupa peristiwa sejarah, buku, tokoh
masyarakat, dsb, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum.

2. Keterampilan proses

Keterampilan proses adalah jenis pembelajaran pengayaan yang diperlukan oleh peserta didik agar
berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk
pembelajaran mandiri.

3. Pemecahan masalah

Pemecahan masalah adalah jenis pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki
kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan menggunakan
pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah.

Pemecahan masalah ditandai dengan:


a. Identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan;
b. Penentuan fokus masalah/problem yang akan dipecahkan;
c. Penggunaan berbagai sumber;
d. Pengumpulan data menggunakan teknik yang relevan;
e. Analisis data;
f. Penyimpulan hasil investigasi.

C. Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan

Agar pemberian pengayaan tepat sasaran maka perlu ditempuh langkah-langkah sistematis, yaitu
pertama mengidentifikasi kelebihan kemampuan belajar peserta didik, dan kedua memberikan
perlakuan (treatment) pembelajaran pengayaan.

1. Identifikasi kelebihan kemampuan belajar

a. Tujuan

Tujuan identifikasi kemampuan berlebih peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta
tingkat kelebihan belajar peserta didik.

b. Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi:

1) Belajar lebih cepat.

Peserta didik yang memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan
kompetensi (SK/KD) mata pelajaran tertentu.

2) Menyimpan informasi lebih mudah

Peserta didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki
banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses untuk digunakan.

3) Keingintahuan yang tinggi

Banyak bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki hasrat
ingin tahu yang tinggi.

4) Berpikir mandiri.

Peserta didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri serta
mempunyai kapasitas sebagai pemimpin.

5) Superior dalam berpikir abstrak.

Peserta didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan
masalah.

6) Memiliki banyak minat.

Mudah termotivasi untuk meminati masalah baru dan berpartisipasi dalam banyak kegiatan.

c. Teknik
Teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik dapat
dilakukan antara lain melalui : tes IQ, tes Inventori, wawancara, pengamatan, dsb.

1) Tes IQ (Intelligence Quotient)

Tes IQ adalah tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik. Dari tes ini
dapat diketahui tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal, intrapersonal, verbal,
logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb.

2) Tes inventori

Tes inventori digunakan untuk menemukan dan mengumpulkan data mengenai bakat, minat, hobi,
kebiasaan belajar, dsb.

3) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali
lebih dalam mengenai program pengayaan yang diminati peserta didik.

4) Pengamatan (observasi)

Pengamatan dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari
pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun tingkat pengayaan yang perlu
diprogramkan untuk peserta didik.

2. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan

Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan antara lain melalui:

a. Belajar Kelompok

Belajar kelompok dilakukan dengan cara sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu
diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-
temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan.

b. Belajar mandiri.

Belajar mandiri dilakukan dengan cara secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang
diminati.

c. Pembelajaran berbasis tema.

Pembelajaran berbasis tema dilakukan dengan cara memadukan kurikulum di bawah tema besar
sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu.

d. Pemadatan kurikulum.

Pemadatan kurikulum adalah pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang


belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk
memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai dengan
kapasitas maupun kapabilitas masing-masing Pemberian pembelajaran hanya untuk
kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi
peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara
mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing. Pembelajaran pengayaan
dapat pula dikaitkan dengan kegiatan tugas terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.

Penilaian hasil belajar kegiatan pengayaan, tentu tidak sama dengan kegiatan pembelajaran biasa,
tetapi cukup dalam bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih) dari peserta
didik yang normal. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran remedial dan pengayaan pada akhirnya
memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk mencapai dan menguasai kompetensi
sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Bagi peserta didik yang lambat pemahamannya
dapat menguasai kompetensi minimal yang disyaratkan dalam kurikulum. Sedangkan peserta
didik yang cepat pemahamannya mendapatkan kompetensi atau materi yang lebih yang dapat
digunakan dalam mengembangkan kreativitas dan inovasinya dalam belajar.

III. PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

A. DESAIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Menurut John Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial Dengan
maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982). Seluruh prosesnya,
telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh menciptakan hubungan
yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan rofesional. Pendapat yang hampir senada
dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk
reeksi diri kolektif yang dilakukan oleh pesertapesertanya dalam situasi sosial untuk
meningkatkan penalaran dan keadilan praktikpraktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan
praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).

Menurut Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo ardjodipuro, dikatakan bahwa yang
dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk reeksi diri yang dilakukan oleh
para Partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-situasi sosial (termasuk
pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau
pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan (c)
situasi-situasi (dan lembaga-lembaga) tempat praktik-praktik tersebut dilasanakan (Harjodipuro,
1997).

Lebih lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk
memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan
praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau untuk
mengubahnya. PTK bukan sekadar mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis terhadap
mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap
proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani
bertindak dan berpikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan
bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah dalam rangka
guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, mereeksi atau mengevalusi dirinya sendiri
sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup professional untuk
selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan diri tersebut dapat berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan
hubungan sosial maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi
dewasa.
B. TAHAP PELAKSANAAN PTK

Banyak model PTK yang dapat diadopsi dan diimplementasikan di dunia pendidikan. Namun
secara singkat, pada dasarnya PTK terdiri dari 4 (empat) tahapan dasar yang saling terkait
dan berkesinambungan: perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing),
dan reeksi (reecting). Namun sebelumnya, tahapan ini diawali oleh suatu Tahapan Pra PTK,
yang meliputi identifkasi masalah, analisis masalah, rumusan masalah, dan rumusan hipotesis
tindakan.

Tahapan pra- PTK ini sangat esensial untuk dilaksanakan sebelum suatu rencana tindakan disusun.
Tanpa tahapan ini suatu proses PTK akan kehilangan arah dan arti sebagai suatu penelitian ilmiah.
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan guna menuntut pelaksanaan tahapan PTK adalah (1)
apa yang memprihatinkan dalam proses pembelajaran, (2) mengapa hal itu terjadi dan apa
sebabnya, (3) apa yang dapat dilakukan dan bagaimana caranya mengatasi keprihatinan tersebut,
(4) bukti-bukti apa saja yang dapat dikumpulkan untuk membantu mencari fakta apa yang terjadi,
dan (5) bagaimana cara mengumpulkan bukti-bukti tersebut. Jadi, tahapan pra- PTK ini
sesungguhnya suatu reektif dari

guru terhadap masalah yang ada dikelasnya. Masalah ini tentunya bukan bersifat individual pada
salah seorang murid saja, namun ebih merupakan masalah umum yang bersifat klasikal, misalnya
kurangnya motivasi belajar di kelas, rendahnya kualitas daya serap klasikal, dan lain-lain.

Berangkat dari hasil pelaksanaan tahapan Pra -PTK inilah suatu rencana tindakan dibuat seperti
berikut.

1. Perencanaan Tindakan

Berdasarkan pada identifkasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan
disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini
mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari
materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/ teknik mengajar, serta teknik atau
instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini. Dalam
tahap ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap
implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK
dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.

2. Pelaksanaan Tindakan

Tahap ini merupakan implementasi ( pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat. Tahap
ini, yang berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik
mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru tentu saja
mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa peningkatan efektiftas
keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk dapat lebih mempertajam
reeksi dan evaluasi yang dia lakukan terhadap apa yang terjadi dikelasnya sendiri. Dalam proses
reeksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori pembelajaran yang dikuasai dan relevan.

3. Pengamatan Tindakan

Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan
pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta
dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu instrumen
pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu mempertimbangkan
penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna kepentingan triangulasi data. Dalam
melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini
guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain
dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat
luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap pengambilan keputusan
tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi
terbuka; observasi terfokus; observasi terstruktur dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip
yang harus dipenuhi dalam observasi, diantaranya: (a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan
pengamat; (b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat
membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan (e) balikan
hasil pengamatan diberikan dengan segera. Adapun keterampilan yang harus dimiliki pengamat
diantaranya: (a) menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan
keterampilan antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktiftas kelas; (d) umpan balik tidak lebih
dari 24 jam; (d) catatan harus teliti dan sistemaris.

4. Reeksi Terhadap Tindakan

Tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan.
Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis. Dalam
proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan orang luar sebagai kolaborator, seperti
halnya pada saat observasi. Keterlebatan kolaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk
dapat lebih tajam melakukan reeksi dan evaluasi. Dalam proses reeksi ini segala pengalaman,
pengetahuan, dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang
dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan yang mantap dan sahih. Proses reeksi ini memegang peran yang sangat penting
dalam menentukan suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu reeksi yang tajam dan terpecaya akan
didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan
selanjutnya. Reeksi yang tidak tajam akan memberikan umpan balik yang misleading dan bias,
yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses
reeksi ini ditentukan oleh kejataman dan keragaman instrumen observasi yang dipakai sebagai
upaya riangulasi data. Observasi yang hanya mengunakan satu instrument saja. Akan
menghasilkan data yang miskin.Adapun untuk memudahkan dalam reeksi bisa juga dimunculkan
kelebihan dan kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siiklus selanjutnya.

Pelaksanaan reeksi diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi
langsung diadakan reeksi bersama kolaborator.

C. PROPOSAL PTK

Proposal atau rancangan penelitian merupakan pedoman yang berisi langkah-langkah yang akan
diikuti oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Proposal penelitian harus dibuat secara baik dan
jelas sehingga mampu menjadi pegangan selama penelitian berlangsung. Secara umum ada aturan,
baik yang bersifat metodologis maupun teknis dalam menyusun proposal. Aturan-aturan itu pada
umumnya bersifat universal, meskipun untuk hal-hal tertentu yang bersifat teknis ada yang harus
disesuaikan dengan kebutuhan lembaga-lembaga tertentu. Tidak semua proposal penelitian
mempunyai format atau komponen yang sama. Para ahli mengajukan format dan komponen
berbeda antara yang satu dengan lainnya. Namun begitu, terdapat format general yang terdiri dari
komponen-komponen pokok suatu proposal penelitian (William Wiersma, 1986).
Secara umum proposal penelitian antara lain meliputi:

A. Pendahuluan

Bagian ini antara lain berisi: latar belakang masalah, identifkasi masalah, batasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

B. Tinjauan pustaka

Bagian ini antara lain berisi: kajian teori, kerangka berpikir penelitian, dan hipotesis penelitian

C. Prosedur penelitian

Bagian ini antara lain berisi: jenis dan pendekatan penelitian, lokasi dan waktu penelitian, populasi
dan sampel, teknik pengumpulandata, instrumen penelitian, dan teknis analisis data. Selain
komponen-komponen di atas, proposal dilengkapi dengan judul penelitian, daftar pustaka, jadwal
penelitian, dan rancangan pembiayaan penelitian. Sistematika proposal penelitian terkadang tidak
sama antara penelitian satu dengan penelitian lainnya. Hal ini bergantung pada pemikiran si
peneliti, atau kadang telah ditentukan oleh institusi yang menaungi dan atau membiayai penelitian
tersebut.

Salah satu alternatif sistematika proposal penelitian adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Identifkasi Masalah

C. Batasan Masalah

D. Rumusan Masalah

E. Tujuan Penelitian

F. Manfaat Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

B. Kerangka Berfkir

C. Hipotesis

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

B. Waktu dan Tempat Penelitian

C. Desain Penelitian
D. Subjek Penelitian

E. Teknik Pengumpulan Data

F. Instrumen Penelitian

G. Teknis Analisis Data

E. Teknik penulisan proposal penelitian

D. LAPORAN PTK

Melaporkan hasil penelitian tidak sebatas menguraikan temuan kita dalam laporan penelitian. Ada
subbab lain yang amat penting kedudukannya kaitannya dengan pelaporan, yaitu pembahasan.
Jika dalam bagian hasil penelitian kita hanya menguraikan temuan pada masing-masing siklus,
jika perlu pada masing-masing teknik yang digunakan, juga instrumennya; pada bagian
pembahasan kita harus mengaitkan temuan yang satu dan yang lain, bahkan juga mengaitkan
antara temuan dan teori yang digunakan. Bagian ini merupakan bagian terpenting dalam laporan
PTK, karena itu jika dilihat dari jumlah halamannya, bagian ini memiliki porsi yang paling
banyak.

Struktur Laporan Penelitian Tindakan Kelas terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian
utama atau bagian inti, dan bagian akhir. Bagian awal laporan PTK terdiri atas Halaman Judul,
Lembar Pengesahan, Abstrak, Prakata, dan Daftar Isi. Halaman Judul adalah identitas penelitian
yang terdiri atas judul, peneliti, instansi penelitian, dan tahun pembuatan laporan. Lembar
pengesahan berisi identitas peneliti yang disahkan oleh pejabat berwenang. Jika penelitian
dilakukan oleh sekolah, pejabat yang berwenang mengesahkan adalah kepala sekolah. Jika PTK
merupakan hibah dari LPMP, pejabat berwenangnya adalah Kepala LPMP. Abstrak merupakan
intisari yang sangat penting dari hasil penelitian. Abstrak berisi latar belakang masalah, tujuan
penelitian, pelaksanaan penelitian, hasil penelitian, dan saran. Kata Pengantar (Prakata) antara lain
berisi ucapan terima kasih peneliti kepada pihak yang telah membantunya.

Secara lengkap, berikut disajikan struktur laporan penelitian tindakan kelas.

Tabel Kerangka Laporan PTK

No Bagian Isi
1. Judul Peningkatan Kemampuan Menyusun Teks Cerpen dengan
Pendekatan Kontekstual Elemen Pemodelan pada Siswa Kelas VII
SMP Negeri 1 Semarang
Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017
2. Awal Halaman Judul
Lembar Pengesahan Hasil Penelitian
Abstrak
Pernyataan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
3. Isi BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
BAB II
LANDASAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Menyusun Teks Cerpen
2.1.1.1 Hakikat Cerpen
2.1.1.2 Tahap Menyusun Teks Cerpen
2.1.2 Hakikat Teknik Pemodelan
2.1.2.1 Pendekatan Kontekstual
2.1.2.2 Teknik Pemodelan sebagai Elemen dari Pendekatan
Kontekstual
2.2 Kerangka Berpikir
2.3 Hipotesis Tindakan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Setting Penelitian
3.2 Subjek Penelitian
3.3 Desain Penelitian
3.4 Indikator Kinerja
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.6 Instrumen Penelitian
3.6 Validasi Data
3.7 Analisis Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil Penelitian
1.1.1 Siklus I
1.1.1.1 Proses Pemberian Tindakan
1.1.1.2 Hasil Tes
1.1.1.3 Hasil Nontes
1.1.2 Siklus II
1.1.2.1 Proses Pemberian Tindakan
1.1.2.2 Hasil Tes
1.1.2.3 Hasil Nontes
1.2 Pembahasan
1.2.1 Kemampuan Menulis Teks Cerpen
1.2.2 Aktivitas Siswa
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
4. Bagian Daftar Pustaka
Akhir Lampiran
1) Surat Izin Penelitian
2) Daftar Nilai Prasiklus
3) Daftar Nilai Siklus I
4) Daftar Nilai Siklus II
5) Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I
6) Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II
7) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I
8) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II
9) Contoh Teks Cerpen

IV. REFLEKSI PEMBELAJARAN

1. Konsep Refleksi dalam Pembelajaran

Refleksi adalah kegiatan penilaian dalam berbagai bentuk yang dilakukan oleh peserta didik
terhadap proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan oleh pendidik dengan maksud untuk
memperbaiki proses belajar yang dilaksanakan oleh pendidik pada waktu yang akan datang.

Definisi menurut Reid, 1995 Reflection is a process of reviewing an experience of practice in


order to describe, analyse, evaluate and so inform learning about practice. Konsep tersebut dapat
diartikan, bahwa refleksi adalah sebuah proses mereviu pengalaman dengan cara
mendeskripsikan, menganalisis, mengevaluasi pembembelajaran yang telah dilakukan.

2. Prinsip Refleksi dalam Pembelajaran

Refleksi pembelajaran sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip berikut,


yakni: (1) Ada kesadaran bersama pendidik dan peserta didik untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran; (2) Penilaian oleh peserta didik dilakukan dengan sangat kritis; (3) Penilaian
dilaksanakan sejak awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran; (4) Hasil penilaian oleh peserta
didik dijadikan masukan oleh pendidik untuk perbaikan pembelajaran.

3. Tujuan dan Sasaran Refleksi dalam Pembelajaran

Tujuan dilakukan refleksi pembelajaran bagi pendidik antara lain: (1) Untuk menganalisis tingkat
keberhasilan proses dan hasil belajar peserta didik; (2) Untuk melakukan evaluasi diri terhadap
proses belajar yang telah dilakukan; (3) untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kegagalan
dan pendukung keberhasilan; (4) untuk merancang upaya

optimalisasi proses dan hasil belajar, (5) Untuk memperbaiki dan mengembangkan pembelajaran
sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Refleksi pembelajaran penting dilakukan dengan
tujuan untuk memberikan informasi positif tentang bagaimana cara meningkatkan kualitas
pembelajarannya sekaligus sebagai bahan observasi untuk mengetahui sejauh mana tujuan
pembelajaran itu tercapai. Selain itu refleksi terhadap pembelajaran bermanfaat bagi peserta didik
yakni, untuk mencapai kepuasaan diri peserta didik memperoleh wadah yang tepat dalam menjalin
komunikasi positif dengan pendidik.

4. Teknik-teknik Refleksi dalam Pembelajaran

1. Belajar Jurnal
Pertama adalah belajar jurnal, para siswa diminta untuk membuat jurnal mingguan di mana
mereka merekam dan berkomentar tentang pengalaman mereka sebagai pelajar dalam kelas
tersebut. Dibutuhkan waktu lima menit untuk siswa menulis jurnal tersebut. Pada akhir pelajaran
jurnal tersebut di kumpulkan kepada guru untuk diberi komentar.

b. Belajar Mitra (kelompok atau kerjasama)

Belajar mitra berguna untuk mendiskusikan ide-ide yang dibangkitkan, mengeksplorasi


kepentingan mereka sendiri, bertukar pikiran untuk memberikan komentar satu sama lainnya.

c. Belajar Kontrak

Penggunaan belajar kontrak pada pembelajaran reeksi ada tiga tahap, yaitu sebagai berikut.

1) Sebelum penyusunan sebuah draft awal untuk disampaikan kepada siswa harus fokus pada
pengalaman mereka, kebutuhan mereka belajar dan bagaimana mereka bisa belajar dengan baik.
Dalam dialog dengan siswa, konsepsi pembelajaran ini didiskusikan dan kontrak yang direvisi
dihasilkan.

2) Sebelum penyerahan hasil ahir belajar mereka, siswa diminta dalam kontrak untuk meninjau
pembelajaran mereka dan bagaimana mereka dapat menyampaikannya kepada orang lain.

3) Jadwal Penilaian diri. Jadwal penilaian diri digunakan sebagai sarana memungkinkan siswa
untuk menyatukan berbagai pembelajaran mereka dalam suatu kelas, untuk mereeksikan prestasi
mereka dan mengkaji implikasinya untuk pembelajaran lebih lanjut. (Tebow, 2008)

5. Penyusunan Instrumen Refleksi Pembelajaran

Instrumen adalah alat untuk merekam informasi yang akan dikumpulkan. Instrumen observasi
digunakan berdasarkan teknik yang dilakukan. Berikut ini jenis instrumen yang dapat
dikembangkan untuk kegiatan refleksi pembelajaran.

a. Lembar Observasi

Lembar observasi adalah hasil pencatatan terhadap pengamatan fenomena-fenomena yang


diselidiki secara sistematis. Instrumen observasi yang berupa pedoman pengamatan biasa
digunakan dalam observasi sistematis, di mana observer bekerja sesuai dengan pedoman yang
telah dibuat.

b. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara (interview guide) adalah acuan percakapan yang dilaksanakan untuk
memperoleh informasi dari responden. Secara minimal pedoman tersebut memuat rambu-rambu
pertanyaan yang akan ditanyakan pada responden.

c. Lembar Telaah Dokumen

Lembar telaah dokumen adalah instrumen yang yang digunakan untuk mengolah dokumen-
dokumen yang dimiliki. Bentuk instrument dokumentasi terdiri atas dua macam yaitu pedoman
dekomentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang akan dicari datanya, dan check list
yang memuat daftar variabel yang akan dikumpulan datanya. Perbedaan antara kedua bentuk
instrumen ini terletak pada intensitas gejala yang diteliti.
d. Angket atau Kuisioner

Refleksi kegiatan pembelajaran dapat menggunakan metode angket atau kuisioner. Pada kegiatan
ini, digunakan instrumen sesuai dengan nama metodenya. Bentuk lembaran angket dapat berupa
sejumlah pertanyaan tertulis, tujuannya untuk memperoleh informasi dari responden tentang apa
yang dialami dan diketahui oleh peserta didik.

Você também pode gostar