Você está na página 1de 4

ANALISIS STROKE

Definisi stroke menurut WHO 2014 adalah terputusnya aliran darah

ke otak, umumnya akibat pecahnya pembuluh darah ke otak atau karena

tersumbatnya pembuluh darah ke otak sehingga pasokan nutrisi dan

oksigen ke otak berkurang. Stroke menyebabkan gangguan fisik atau

disabilitas. Mukherjee melaporkan bahwa dalam 20 tahun terakhir terlihat

peningkatan beban stroke terjadi secara global. WHO mengestimasi

peningkatan jumlah pasien stroke di beberapa negara Eropa sebesar 1,1

juta pertahun pada tahun 2000 menjadi 1,5 juta pertahun padatahun 2025

(Ghani, 2016).

Pada tahun 2020, stroke bersama dengan penyakit arteri koroner,

diperkirakan akan menjadi penyebab utama hilangnya tahun-tahun

kehidupan sehat. Penyakit stroke pada umumnya hanya menyerang kaum

lanjut usia (lansia) namun seiring dengan berjalannya waktu, kini ada

kecenderungan bahwa stroke mengancam usia produktif bahkan di bawah

usia 45 tahun. Data dari WHO Monitoring Trends and Determinant in

Cardiovascular Disease (MONICA) Stroke Project menunjukkan insiden

dari stroke terbanyak pada orang berusia 3564 tahun (Stein, 2009).

Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis

yang bersifat akut. Adapun sebagian tanda dari stroke adalah hemidefisit

motorik, hemidefisit sensorik, penurunan kesadaran, kelumpuhan nervus

fasialis (VII) dan hipoglosus (XII) yang bersifat sentral, gangguan fungsi

luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual


(demensia), buta separuh lapangan pandang (hemianopsia), dan defisit

batang otak (De Freitas, 2009).

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya

hidup dan pengendalian berbagai factor risiko. Upaya ini ditujukan pada

orang sehat dan kelompok risiko tinggi yang belum pernah terserang

stroke.

a. Mengatur pola makan yang sehat

Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat

meningkatkan risiko terkena serangan stroke, sebaliknya risiko

konsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol dan lemak tinggi

dapat mencegah terjadinya stroke.

b. Penanganan stress dan beristirahat yang cukup

1) Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari.

2) Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan

jiwa sehat menurut WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi

satu, bersikap ramah dan mendekatkan diri pada Tuhan yang

maha esa dan mensyukuri hidup yang ada. Stress kronis dapat

meningkatkan tekanan darah. Penanganan stress menghasilkan

respon relaksasi yang menurunkan denyut jantung dan tekanan

darah.

c. Pemeriksaan kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter dan

perawat dalam hal diet dan obat (Stein, 2009).


Perawat berperan penting dalam semua fase perawatan pada pasien

stroke, peran perawat tersebut terlihat melalui intervensi asuhan

keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Summers, 2009). Self-care

regulation model merupakan gabungan teori Self-care Model dan Self

Regulation Model yaitu pengembangan kemampuan perawatan diri (self-

care agency) pasien dengan kemampuan meregulasi diri (self Regulation)

melalui peningkatan kemampuan pasien mengenal penyakitnya (illness

cognition) agar pasien mampu mengembangkan koping yang konstruktif.

Koping yang konstruktif tersebut juga harus difasilitasi oleh perawat agar

memaksimalkan potensi pasien dan keyakinan keberhasilan diri (self effi

cacy) pasien untuk melakukan regulasi diri yang positif (self regulation).

Model self-care regulation ini berdasarkan pemikiran bahwa self-care yang

dilakukan oleh pasien secara mandiri melalui proses regulasi diri (self

regulation) yang baik akan membantu pasien mampu mengelola

penyakitnya. Pengetahuan dan keterampilan mengelola penyakitnya

diperoleh melalui proses regulasi perawatan diri (self-care regulation).

self-care regulation memposisikan pasien sebagai observant dan

membuat penilaian berdasarkan observasi yang dilakukan sendiri oleh

pasien. Proses observasi, penilaian dan reaksi yang dihasilkan oleh

pasien bergantung pada kerja sama yang harmonis antara perawat,

pasien dan koping yang dimiliki pasien. Proses yang melibatkan self-care

regulation model ini merupakan proses yang berkesinambungan dan

timbal balik hingga pasien mampu melakukan self care regulation secara
mandiri dan terarah. Pada kondisi inilah, penderita stroke dapat

diberdayakan untuk menunjang proses kesembuhannya (Suhardiningsih,

2014).

DAFTAR PUSTAKA

De Freitas, et al. (2009). handbook of Clinical Neurology, vol. 93, 3 rd

Series (3 rd editi). New York: Elseiver.

Ghani, M. & D. (2016). Faktor risiko dominan penderita Stroke di

Indonesia, 44 No. 1.

Stein, et al. (2009). Stroke Recovery and Rehabilitation. USA:

Demosmedpub.

Suhardiningsih, dkk. (2014). peningkatan Self Care Agency Pasien

Dengan Stroke Iskemik Setelah penerapan Self Care Regulation

Model. Ners Airlangga, 7 No. 1.

Summers, et all. (2009). Comprehensif Overview of Nursing And

Interdisiplinary Care of teh Acute Ischemik Patient: A Scientific

Statement from The American Heart Association Stroke. Alaska:

American Heart Assocaition Media.

Você também pode gostar