Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Sugi Guritman
Departemen Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
BOGOR
2012
1 Ruang Vektor 1
1.1 Pengertian Ruang Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.1.1 Skalar dan vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.1.2 Ruang Vektor Bidang Geometri . . . . . . . . . . . . . 3
1.1.3 Ruang Vektor Koordonat . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
1.1.4 Denisi, Contoh, dan Sifat-sifat Dasar Ruang Vektor . 6
1.2 Subruang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
1.3 Kombinasi Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
1.4 Bebas dan Terpaut Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
1.5 Basis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
1.5.1 Mengubah Basis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
1.6 Jumlah Langsung Subruang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
1.7 Ruang Euclid dan Uniter . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
1.7.1 Produk Dalam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
1.7.2 Sistem Ortogonal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48
1.7.3 Subruang Ortogonal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 55
2 Tansformasi Linear 60
2.1 Pengertian Tranformasi Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . 60
2.1.1 Denisi Transformasi Linear . . . . . . . . . . . . . . . 60
2.1.2 Ruang Transformasi Linear . . . . . . . . . . . . . . . 63
2.1.3 Isomorsme Ruang Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . 67
2.2 Matriks Representasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70
2.2.1 Pengertian Matriks Representasi . . . . . . . . . . . . . 70
2.2.2 Komposisi Transformasi . . . . . . . . . . . . . . . . . 74
2.2.3 Matriks Representasi dari Operator Linear . . . . . . . 75
i
Daftar Isi ii
Ruang Vektor
1
1.1 Pengertian Ruang Vektor 2
Contoh eld yang lain adalah Zp = f0; 1; 2; :::; (p 1)g dengan operasi jumlah
dan kali modulo p; dimana p bilangan prima. Field ini merupakan contoh
keluarga eld berhingga. Jelaskan, mengapa himpunan semua intejer beserta
operasinya hZ; +; i bukan merupakan eld.
Pada aljabar linear yang akan disampaikan di tulisan ini ditekankan pada
penggunaan skalar R atau C: Sebagai berbandingan, di dalam bahasan al-
jabar teori pengkodean digunakan skalar eld berhingga.
1.1 Pengertian Ruang Vektor 3
a
a b
b
a a+b
b a
2
- 3a 2a
a
1.1 Pengertian Ruang Vektor 4
b
(11,-6)
1.1 Pengertian Ruang Vektor 5
Fakta ini mengarah pada pendenisian aturan jumlah dan aturan perkalian
skalar vektor pada R2 ; yaitu [8(a1 ; a2 ); (b1 ; b2 ) 2 R2 dan 8k 2 R] berlaku
(a1 ; a2 ) + (b1 ; b2 ) := (a1 + b1 ; a2 + b2 ) dan k(a1 ; a2 ) := (ka1 ; ka2 ):
Dari denisi aturan tersebut, dan dengan menggunakan sifat-sifat eld R;
mudah diperiksa bahwa R2 memenuhi sifat berikut.
1. Terhadap aturan jumlah R2 merupakan grup kommutatif :
1. (8u; v 2 V)(9!w 2 V) u + v = w:
2. (8u; v; w 2 V) (u + v) + w = u + (v + w):
3. (9!0 2 V)(8u 2 V) 0 + u = u + 0 = u:
5. (8u; v 2 V) u + v = v + u:
6. (8k 2 F; 8u 2 V)(9!v 2 V) ku = v:
Contoh 1.1 Diberikan sembarang eld F; dan untuk suatu intejer positif n
didenisikan himpunan
10. Karena F adalah eld berarti F memuat unsur satuan 1 dan karena
(8i = 1; 2; :::; n) xi 2 F; maka 1xi = xi : Akibanya, 1x = x:
1.1 Pengertian Ruang Vektor 8
z
n
F pada contoh di atas disebut ruang vektor baku n dimensi atas F: Tanpa
mengurangi esensi (makna) aturan operasinya, kenggotaan Fn dapat ditulis
dalam berbagai bentuk, misalnya:
F n = f x1 x2 xn x1 ; x2 ; :::; xn 2 Fg:
3. bentuk string:
3. Untuk suatu prima p; Znp adalah ruang vektor baku n dimensi atas
skalar Zp = f0; 1; 2; :::; (p 1)g: Contoh dari ruang vektor ini, yang
cukup berperan di dalam komputasi dijitel, adalah Zn2 yang anggota-
anggotanya disebut bitstring dengan panjang n: Dalam hal ini, operasi
jumlah modulo 2 dinotasikan dengan XOR; sedangkan operasi kali
modulo 2 dinyatakan dengan AN D: Misalnya,
Beberapa contoh ruang vektor yang lain diberikan dalam soal berikut ini.
Pn i
perkalian k dan p didenisikan: kp = kp(x) = i=0 (kpi )x :
1. k0 = 0; 8k 2 F:
2. 0v = 0; 8v 2 V:
3. (kv = 0) ) (k = 0 _ v = 0) ; 8k 2 F; 8v 2 V:
4. k( v) = kv; 8k 2 F; 8v 2 V:
5. ( k)v = kv; 8k 2 F; 8v 2 V:
k0 + ( k0) = 0; (i)
k0 + k0 + ( k0) = k0 + 0;
terapkan Aksioma-2 pada ruas kiri dan Aksioma-3 pada ruas kanan,
k + 0 = k;
(k + 0) v = kv;
kv + 0v = kv;
0v = 0
(k 1 k)v = 0 , 1v = 0 , v = 0:
k0 = 0;
selanjutnya 8v 2 V;
k(v + ( v)) = 0 ,
kv + k( v) = 0 ) k( v) = kv
1.2 Subruang 12
0v = 0;
selanjutnya 8k 2 F;
(k + ( k))v = 0 ,
kv + ( k)v = 0 ) ( k)v = kv
1.2 Subruang
Denisi 1.3 Misalkan V adalah ruang vektor atas skalar F dan W V:
W disebut subruang dari V jika W juga merupakan ruang vektor atas F
terhadap operasi yang sama dengan yang dimiliki oleh V:
Bukti. Akan dibuktikan (i) ) (ii); (ii) ) (iii); (iii) ) (ii); dan (ii) )
(i):
Pembuktian untuk (i) ) (ii): Misalkan (i) dipenuhi, berarti W memenuhi
10 aksioma ruang vektor. Dari Aksioma-1 dan Aksioma-6 akan mengaki-
batkan berlakunya (ii):
Pembuktian untuk (ii) ) (iii): Misalkan (ii) dipenuhi, berarti pada W
berlaku sifat (a) dan (b). Ambil sembarang k; l 2 F dan sembarang w1 ; w2 2
W; berdasarkan (b); maka kw1 2 W dan lw2 2 W; selanjutnya dengan (a)
didapatkan kw1 + lw2 2 W:
Pembuktian untuk (iii) ) (ii): Misalkan (iii) dipenuhi, ambil nilai k = 1
dan l = 1; maka sifat (a) akan dipenuhi. Sekarang ambil nilai l = 0; maka
sifat (b) akan dipenuhi.
Pembuktian untuk (ii) ) (i): Misalkan (ii) dipenuhi, berarti pada W
berlaku sifat (a) dan (b): Akan diperiksa bahwa W memenuhi 10 aksioma
ruang vektor. Perhatikan bahwa, dari berlakunya sifat (a); Aksioma-1 pasti
dipenuhi. Demikian pula, dari berlakunya sifat (b); maka Aksioma-6 pasti
dipenuhi. Selanjutnya, dari asumsi bahwa W V, maka otomatis Aksioma-
2, Aksioma-5, Aksioma-7, Aksioma-8, Aksioma-9, dan Aksioma-10 dipenuhi.
Yang belum diperiksa tinggal Aksioma-3 dan Aksioma-4. Dari sifat (b);
ambil nilai k = 1; maka w 2 W; ini berarti Aksioma-4 dipenuhi. Dengan
demikian, (8w 2 W) ( w) 2 W, dan dari sifat (a); w + ( w) = 0 2 W; ini
berarti Aksioma-3 dipenuhi. z
Dari denisi dan teorema di atas, dengan mudah dapat diperiksa bahwa
f0g subruang dari V dan V subruang dari V: Subruang yang demikian dise-
but subruang trivial. Berikut diberikan beberapa contoh subruang.
4. Berikan alasan bahwa himpunan W = f(0; 0); (1; 0); (0; 1); (1; 1)g meru-
pakan bukan subruang dari V:
1.2 Subruang 14
Jawab.
Dengan demikian, dari (i) dan (ii) dapat disimpulkan bahwa (x1 ; y1 )+
(x2 ; y2 ) 2 W:
(b) Ambil sembarang k 2 F dan (x; y) 2 W: Ini berarti (x; y) 2 V
dan y = mx. Dari (x; y) 2 V, dan karena V ruang vektor, maka
z
1.2 Subruang 15
1. A = f[aij ] 2 Rn n
aii = 0; 8i = 1; 2; :::; ng:
2. B = f[aij ] 2 Rn n
aij = aji ; 8i; j = 1; 2; :::; ng:
Soal 1.3 Buktikan bahwa jika V1 dan V2 adalah subruang dari ruang vek-
tor V; maka V1 \ V2 juga merupakan subruang, tetapi V1 [ V2 belum tentu
merupakan subruang.
1.3 Kombinasi Linear 16
u v1
v v
v1 u
v2
x 2 Fn , 2 3
x1
6 x2 7
6 7
x=6 .. 7:
4 . 5
xn
1. Diperoleh SPL
2 3 2 3
1 0 1 2 3 3
6 0 7 x1 6 7
6 2 2 74 4
4 2 5 x2 5 = 6
4
7:
5
2 4 10
x3
1 3 4 9
Untuk memeriksa konsistensi SPL tersebut, dihitung dengan fasilitas
komputasi SWP:
2. Diperoleh SPL
2 3 2 3
1 0 1 2 3 1
6 0 x1
6 2 2 7 6 1
7 4 x2 5 = 6
7
7:
4 2 2 4 5 4 0 5
x3
1 3 4 1
Untuk memeriksa konsistensi SPL tersebut, dihitung dengan fasilitas
komputasi SWP:
Rank(A) = 2 dan Rank(Ajb) = 3:
Jadi, SPL tak-konsisten dan akibatnya b bukan merupakan kombinasi
linear dari A:
merupakan subruang dari V: Dalam hal ini, hAi disebut subruang direntang
(spanned) oleh A: Selanjutnya, hAi merupakan subruang terkecil yang memuat
A; artinya untuk setiap subruang U dari V yang memuat A; pasti hAi U:
X
n X
n X
n
ku + lv = k ci v i + l di vi = (kci + ldi )vi : (i)
i=1 i=1 i=1
vektor-vektor dalam A.
v1
v v
v1
v2
Berdasarkan pengertian tersebut dan dari Contoh 1.6, 1.7, dan 1.8, jelas
bahwa
Fn = hfe1 ; e2 ; :::; en gi;
Fm n = hfEst (s = 1; 2; :::m) ^ (t = 1; 2; :::; n)gi; dan
P n (F) = hf1; x; x2 ; :::; xn gi:
u v1
v v
v1 u
v2
Contoh 1.9 Dari Contoh 1.6, 1.7, dan 1.8, periksalah bahwa
fe1 ; e2 ; :::; en g;
fEst (s = 1; 2; :::m) ^ (t = 1; 2; :::; )g; dan
f1; x; x2 ; :::; xn g
Jawab.
z
Teorema-teorema berikut ini berkaitan erat dengan sifat-sifat dasar him-
punan bebas/terpaut linear untuk lebih memudahkan pemahamannya.
Proposition 1.1 Jika A memuat vektor nol, maka A pasti terpaut linear.
Proposition 1.3 Jika A terpaut linear; maka pasti ada subhimpunan sejati
B A yang bebas linear sehingga hBi = hAi.
Teorema 1.5 Jika A bebas linear dan V = hAi, maka tidak akan ada sub-
himpunan B V dengan jBj < jAj sehingga hBi = V:
X
n X
m
bj aij wi = 0 ,
j=1 i=1
!
X
m X
n
aij bj wi = 0:
i=1 j=1
Bukti.
1. Misalkan
P A terpaut linear, berarti (9j 2 I = f1; 2; :::; ng cj 6= 0) se-
hingga ni=1 ci vi = 0: Dari sini, tanpa kehilangan P keumumannya dapat
diambil B = fv1 ; v2 ; :::; vn ; vn+1 g; maka berlaku ni=1 ci vi + 0vn+1 =
Pn+1
0 , i=1 ci vi = 0 dengan 9j 2 I = f1; 2; :::; n; n + 1g cj 6= 0:
2. Andaikan A bebas linear dan ada B A (tanpa kehilangan dapat
diambil B = fv1 ; v2 ; :::; vn 1 g) sehingga B terpaut linear. Berdasarkan
Bagian 1., B terpaut linear akan menyebabkan A juga terpaut linear,
suatu kontradikasi.
Soal 1.4 Periksalah apakah himpunan vektor-vektor berikut terpaut atau be-
bas linear di dalam ruang masing-masing.
1. f(2; 3; 0); (1; 0; 1); (3; 6; 1)g di dalam R3 . Periksalah pula secara
geometri bahwa ketiga vektor ini sebidang.
2. f4 2x 7x2 ; 2 x2 ; 1 x + 2x2 g di dalam P 2 (R):
3. f1 + 2x; x2 ; 3 5x + 2x2 g di dalam P 2 (R):
4. fA1 ; A2 ; A3 g di dalam R3 3 dimana
2 3 2 3 2 3
1 2 0 0 0 0 0 0 0
A1 = 4 0 1 0 5 ; A2 = 4 0 0 1 5 ; A3 = 4 0 0 0 5
0 0 0 0 0 1 0 1 0
1.5 Basis
Denisi 1.7 Misalkan V adalah ruang vektor atas skalar F; dan B adalah
himpunan berhingga vektor-vektor di dalam V: Dikatakan B adalah basis
untuk V jika B bebas linear dan hBi = V:
Basis tersebut disebut basis baku (standard basis) untuk ruang masing-
masing.
Teorema 1.7 Semua basis di dalam suatu ruang vektor V memunyai kardi-
nalitas yang sama.
Denisi 1.8 Dimensi dari suatu ruang vektor V; dinotasikan dim(V); adalah
kardinalitas dari basis-basisnya.
1. Jika jBj < n; maka hBi adalah subruang sejati dari V (dengan kata lain:
hBi =
6 V). Dalam hal ini, dim(hBi) jBj < n dan dim(hBi) = jBj jhj
B bebas linear.
Bukti.
1. Misalkan jBj < n; berarti hBi adalah subruang dari V: Andaikan hBi =
V; maka ada suatu basis A untuk V sehingga hBi = hAi = V, kon-
tradiksi dengan Teorema 1.5. Jadi, hBi adalah subruang sejati dari
V:
Berdasarkan denisi basis, jelas bahwa B bebas linear jhj B merupakan
basis untuk hBi jhj dim(hBi) = jBj :
z
Proposisi tersebut bisa digunakan sebagai prosedur untuk memeriksa
apakah B merupakan basis untuk ruang vektor V berdimensi n; yaitu:
1. tentukan jBj:
Bukti. Karena r < n; berdasarkan Proposisi 1.4 (1), maka hAi meru-
pakan subruang sejati dari V: Akibatnya, ada vektor vr+1 2 V dan vr+1 2 =
hAi: Selanjutnya, A1 = fv1 ; v2 ; :::; vr ; vr+1 g pasti bebas linear. Alasannya,
andaikan A1 terpaut linear, berdasarkan Proposisi 1.3, maka hAi = hA1 i;
dan akibatnya vr+1 2 hAi; suatu kontradiksi.
Jika r + 1 = n; maka bukti selesai karena berdasarkan Proposisi 1.4 (1),
A1 adalah basis untuk V: Akan tetapi jika r + 1 < n; argumen di atas
diulang untuk mendapatkan himpunan A2 = fv1 ; v2 ; :::; vr+1 ; vr+2 g dari A1 :
Demikian seterusnya sampai didapatkan B: z
Teorema di atas bisa digunakan untuk mengonstruksi suatu basis di dalam
ruang V derdimensi-n: Berikut ini diberikan prosedurnya.
Bukti. ()) Jika B adalah basis untuk V; maka V = hBi dan B bebas
linear. Berdasarkan denisi V = hBi; maka
X
n
n
(8v 2 V) (9(a1 ; a2 ; :::; an ) 2 F ) v = ai vi :
i=1
maka
X
n X
n X
n
ai v i = bi v i , (ai bi )vi = 0:
i=1 i=1 i=1
Dari hasil ini dan karena B bebas linear, maka 8i = 1; 2; :::; n belaku (ai
b i ) = 0 , ai = b i :
P
(() Jika berlaku (8v 2 V) (9!(a1 ; a2 ; :::; an ) 2 Fn ) v = ni=1 ai vi ; dari
pengertian merentang, maka jelas bahwa V = hBi:P Tinggal dibuktikan bahwa
n
B bebas linear. Ambil v = 0; dalam arti 0 = i=1 ai vi : Karena adanya
n
(a1 ; a2 ; :::; an ) 2 F harus tunggal, maka yang memenuhi persamaan tersebut
haruslah hanya (a1 ; a2 ; :::; an ) = (0; 0; :::; 0); berarti ai = 0; 8i = 1; 2; :::; n: z
Berkaitan dengan teorema di atas, berikut ini didenisikan pengertian
koordinat.
X
n
v= xi v i :
i=1
Dalam hal ini, (x1 ; x2 ; :::; xn ) disebut koordinat dari v relatif terhadap
basis B; dinotasikan dengan [v]B ; dapat dituliskan sebagai matriks (vektor)
kolom 2 3
x1
6 x2 7
6 7
[v]B = 6 .. 7
4 . 5
xn
1.5 Basis 31
Dari prosedur ini dengan mudah dapat diperiksa bahwa, jika E adalah
basis baku untuk Fn ; maka untuk setiap v 2 Fn ,
[v]E = In 1 v = In v = v
z
Dari teorema di atas beserta buktinya, matriks P disebut matriks transisi
relatif terhadap basis A ke basis B: Sedangkan matriks Q disebut matriks
transisi relatif terhadap basis B ke basis A: Perhatikan bahwa
2. Hitung
P = B 1 A dan Q = A 1 B
Soal 1.5 Dari Contoh 1.12, jika E adalah basis baku dalam R4 ;
maka
maka
Karena V1 V3 ; maka V3 + V1 = V3 :
v = v1 + v2 dan w = w1 + w2 :
Selanjutnya,
kv + lw = k (v1 + v2 ) + l (w1 + w2 )
= (kv1 + lw1 ) + (kv2 + lw2 ) : (i)
Karena V1 dan V2 adalah sembarang, maka (kv1 + lw1 ) 2 V1 dan (kv2 + lw2 ) 2
V2 : Akibatnya, dari (i) diperoleh (kv + lw) 2 V1 + V2 : z
Berikut ini diberikan bentuk lain dari denisi jumlah subruang.
(8v 2 V) (9 (v1 ; v2 ) 2 V1 V2 ) v = v1 + v2 :
Dalam hal ini, v1 dan v2 disebut dekomposisi dari v: Catatan bahwa secara
umum dekomposisi dari v tidak tunggal.
sehingga
! !
X
r Xr
m X
r X
n r
v = i ci + i ai + i ci + i bi
i=1 i=1 i=1 i=1
X
r Xr
m X
n r
= ( i + i )ci + i ai + i bi :
i=1 i=1 i=1
Berdasarkan Teorema 1.9 dapat disimpulkan bahwa A[B adalah basis untuk
V: z
z = a1 x 1 + a2 x 2 + b 2 y 2 :
dan ini berarti v juga bisa dituliskan sebagai v = v10 + v20 dengan
Dari fakta ini, dan karena v1 v10 2 V1 juga v2 v20 2 V2 ; maka v1 v10 2
V1 \V2 dan v2 v20 2 V1 \V2 : Akhirnya, karena V1 \V2 = f0g; maka diperoleh
v1 = v10 dan v2 = v20 : z
Dari Teorema ini dan Proposisi 1.6, dengan mudah kebenaran proposisi
berikut dapat diterima.
Denisi 1.13 Misalkan V1 ; V2 ; :::; Vk adalah subruang dari ruang vektor berdi-
mensi berhingga V atas skalar
P F: Jika setiap v 2 V; 9!(v1 ; v2 ; :::; vk ) 2 V1
V2 ::: Vk sehingga v = ki=1 vi (dengan kata lain v dapat dinyatakan seba-
gai dekomposisi tunggal dari masang-masing anggota V1 ; V2 ; :::; Vk ), maka V
disebut jumlah
P langsung dari V1 ; V2 ; :::; Vk ; dinotasikan V = V1 uV2 u:::uVk
atau V = ki=1 Vi :
i vi ; w = i hvi ; wi
i=1 i=1
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 41
merupakan produk dalam. Dalam hal ini, hx; yi biasanya dinotasikan dengan
x y disebut produk bintang.
1. Simetrik:
X
n X
n X
n
hx; yi = xi y i = xi y i = yi xi = hy; xi:
i=1 i=1 i=1
3. Posititas:
X
n X
n
hx; xi = xi xi = jxi j2 0;
i=1 i=1
2
dan karena jxi j = 0 , xi = 0; maka hx; xi = 0 jhj x = 0:
z
n
Dari contoh di atas, secara khusus pada R ;
X
n
hx; yi := xi yi ;
i=1
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 42
dinotasikan x y merupakan produk titik. Dalam hal ini, produk dalam yang
didenisikan pada Cn dan Rn tersebut disebut produk dalam baku. Per-
hatikan pula bahwa
x y = x y = xT y (1.1)
yang bisa dipandang sebagai perkalian dari matriks baris xT dan matriks
kolom y:
Hal utama yang berkaitan dengan produk dalam adalah denisi perkalian
matriks. Denisi perkalian matriks yang baku adalah menggunakan produk
baku. Dalam hal ini, misalkan diberikan matriks A 2 Rm n dan B 2 Rn p ;
maka A dapat dipandang sebagai susunan vektor baris secara vertikal ai 2
Rn , i = 1; 2; :::; m sedangkan B dipandang sebagai susunan vektor kolom
horisontal bj 2 Rn , j = 1; 2; :::; p: Perkalian matriks AB didenisikan
2 3
a1
6 a2 7
6 7
AB = 6 .. 7 b1 b2 bp
4 . 5
am
2 3
a1 b1 a1 b2 a1 bp
6 a2 b1 a2 b2 a2 bp 7
6 7
= 6 .. .. .. .. 7
4 . . . . 5
am b1 am b2 am bp
Dalam tulisan ini, jika tidak ada keterangan apapun, perkalian matriks AB
mengikuti aturan yang baku.
Pada soal berikut ini diberikan ilustrasi produk dalam yang tidak baku.
Soal 1.6 Misalkan V adalah ruang vektor atas skalar F; dan diberikan B =
fv1 ; v2 ; :::vn g merupakan suatu basisnya. Untuk sembarang x; y 2 V,
1. buktikan bahwa
hx; yi := [x]B [y]B
merupakan produk dalam pada V:
X
n
hx; yi := i xi y i ;
i=1
3. sifat non-degenerate:
Bukti.
z
Dari Sifat-1 dalam proposisi di atas, secara induktif dapat kita perumum
menjadi * +
X
n Xn
u; i vi = i hu; vi i
i=1 i=1
Proposition 1.9 Misalkan U adalah ruang uniter dan fu1 ; u2 ; :::un g meru-
pakan suatu basis untuk U.
Bukti. Kita akan buktikan hanya yang No. 1, yang No. 2 bisa dilakukan
serupa.
PnAmbil sembarang u 2 U; berdasarkan Teorema 1.9, bisa kita tuliskan
u = i=1 i ui sehingga
* n +
X X
n X
n
hu; vi = u
i i ; v = i hu i ; vi = i :0 = 0
i=1 i=1 i=1
Denisi 1.15 Ruang vektor atas skalar R yang didenisikan padanya su-
atu produk dalam disebut ruang Euclid (Euclidean space). Ruang vektor
atas skalar C yang didenisikan padanya suatu produk dalam disebut ruang
uniter (unitary space).
X
n
Jika [u]B = (x1 ; x2 ; :::; xn ), maka kuk2 = xi xj hui ; uj i
i;j=1
P
Bukti. [u]B = (x1 ; x2 ; :::; xn ) berarti u = ni=1 xi ui ; sehingga
* n +
X X
n X n Xn X
n
kuk2 = xi ui ; xj uj = xi xj hui ; uj i = xi xj hui ; uj i :
i=1 j=1 i=1 j=1 i;j=1
hz; zi = h u + v; u + vi
= h u + v; ui + h u + v; vi
= h u; ui + h v; ui + h u; vi + h v; vi
= hu; ui + hv; ui + hu; vi + hv; vi
2 2
= j j + j j hv; vi
2 2
= j j j j j j + j j2 hv; vi
2
= j j2 + 2 hv; vi
= ( j j2 + hv; vi):
j j2 hv; vi) , j hv; uij2 hu; ui hv; vi) , jhu; vij2 kuk2 kvk2
) jhu; vij kuk kvk :
Proposition 1.11 Kesamaan di dalam ketaksamaan jhu; vij kuk kvk akan
dipenuhi jika u = 0 atau v = 0 atau u = v untuk 2 C dengan u dan v
tak-nol.
Bukti. Untuk kasus u = 0 atau v = 0 jelas bahwa ruas kiri dan kanan
pada pertasamaan jhu; vij kuk kvk adalah nol. Untuk kasus u = v
berlaku
Denisi 1.17 Dua vektor u dan v di dalam ruang uniter dikatakan ortog-
onal, dinotasikan u ? v; jika hu; vi = 0:
Proposition 1.12 Jika dua vektor u dan v di dalam ruang uniter adalah
ortogonal, dengan akan berlaku persamaan Pythagoras:
ku + vk2 = hu + v; u + vi = hu + v; ui + hu + v; vi
= hu; ui + hv; ui + hu; vi + hv; vi
= hu; ui + hu; vi + hu; vi + hv; vi
= kuk2 + 0 + 0 + kvk2
= kuk2 + kvk2 :
z
3
Catatan bahwa di dalam ruang Euclid R ; kx yk diintepretasikan se-
bagai panjang sisi ketiga dari segitiga yang dua sisi lainnya adalah x dan
y:
Soal 1.7 Untuk setiap dua vektor u dan v di dalam ruang uniter, buktikan
bahwa
ku + vk2 + ku vk2 = 2 kuk2 + kvk2 :
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 48
hu; si i = 0; 8i = 1; 2; :::; n:
S = fs1 ; s2 ; :::; sn g:
1; jika i = j
hsi ; sj i = ij = dengan 1 i; j n:
0; jika i =
6 j
z
Dari proposisi tersebut dan Proposisi 1.4 (3), jika S = fs1 ; s2 ; :::; sn g
adalah sistem ortogonal di dalam ruang uniter U berdimensi n; maka S
merupakan suatu basis untuk U dan disebut basis ortogonal. Selanjutnya,
jika S adalah sistem/basis ortogonal dan ksi k = 1; 8i = 1; 2; :::; n; maka S
disebut sistem/basis ortonormal. Basis baku E = fe1 ; e2 ; :::; en g di dalam
ruang uniter Cn dengan produk dalam baku merupakan suatu contoh basis
ortonormal.
Jadi, x1 = hu 2 ;v1 i
v : Catatan bahwa x1 merupakan vektor proyeksi
hv1 ;v1 i 1
ortogonal dari u2 pada S1 ; notasi ProjS1 (u2 ):
hu2 ;v1 i
2. Denisikan v2 = u2 v : Dari uraian Langkah-1, jelas bahwa
hv1 ;v1 i 1
v1 ? v2 dan himpunan fv1 ; v2 ; u3 g bebas linear. Akibatnya, 9x2 2
S2 = hfv1 ; v2 gi sehingga (u3 x2 ) ? v1 dan (u3 x2 ) ? v2 : Dalam
hal ini, 9 1 ; 2 2 C sehingga x2 = 1 v1 + 2 v2 ; dan dari (u3 x2 ) ? v1
diperoleh
hu3 ( 1 v1 + 2 v 2 ) ; v1 i = 0 ,
hu3 ; v1 i 1 hv1 ; v1 i 2 hv2 ; v1 i = 0 ,
hu3 ; v1 i 1 hv1 ; v1 i 20 = 0 ,
hu3 ; v1 i
1 = ;
hv1 ; v1 i
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 50
hu3 ( 1 v1 + 2 v 2 ) ; v2 i
= 0,
hu3 ; v2 i 1 hv1 ; v2 i 2 hv2 ; v2 i = 0 ,
hu3 ; v2 i 10 2 hv2 ; v2 i = 0 ,
hu3 ; v2 i
2 = :
hv2 ; v2 i
hu3 ;v1 i hu3 ;v2 i
Jadi, x2 = v
hv1 ;v1 i 1
+ v:
hv2 ;v2 i 2
Dalam hal ini, x2 = ProjS2 (u3 ):
hu3 ;v1 i
3. Denisikan v3 = u3 v + hu
hv1 ;v1 i 1
3 ;v2 i
v : Dengan argumen yang
hv2 ;v2 i 2
sama dengan langkah sebelumnya, kita peroleh sistem ortogonal fv1 ; v2 ; v3 g:
Demikian seterusnya sampai pada Langkah ke-r diperoleh sebagai berikut.
..
.
Pr 1 hur ;vi i
r: Denisikan vr = ur i=1 hvi ;vi i vi ; sehingga diperoleh sistem ortogo-
nal fv1 ; v2 ; :::; vr g:
Proses ortonormalisasi:
vj
Untik setiap j = 1; 2; :::; r; denisikan vektor wj = jjvj jj
; maka diperoleh
sistem ortonormal fw1 ; w2 ; :::; wr g:
z
Proses Gram-Schmidt dalam proposisi tersebut disebut juga dengan or-
togonalisasi Gram-Schmidt, dan bisa dituliskan lebih ringkas:
A = QR
Bukti. Agar lebih mudah dipahami, proposisi ini kita buktikan secara
instruktif.
A= x1 x2 x3 xn
P = y1 y2 y3 yn
Dengan demikian,
1
P = AS
dengan
h i
1 1 1 1
Q = y
ky1 k 1
y
ky2 k 2
y
ky3 k 3
y
kyn k n
2 1
3
ky1 k
0 0 0
6 0 1
0 0 7
6 ky2 k 7
6 1 7
= y1 y2 y3 yn 6 0 0 0 7
6 ky3 k 7
6 .. .. .. .. .. 7
4 . . . . . 5
1
0 0 0 kyn k
= PT
z
Perhatikan salah satu kegunaan dari dekomposisi QR berikut ini. Ketika
matriks persegi A terdekomposisikan atas Q dan R, maka SPL
Ax = b , (QR) x = b , QT (QR) x = QT b , (IR) x = QT b ,
Rx = QT b
yang cara menentukan solusinya jauh lebih sederhana karena R adalah segit-
iga atas. Fakta ini menunjukkan bahwa dekomposisi QR memegang peranan
penting di dalam algoritme penyelesaian SPL.
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 53
Bukti dari Proposisi 1.16 yang sifatnya instruktif memudahkan kita dalam
menghitung dekomposisi QR: Berikut ini diberikan ilustrasinya.
Jawab. Misalkan
3 2 2 3 2 3
1 2 1
x 1 = 4 2 5 ; x2 = 4 1 5 ; x3 = 4 1 5
1 2 1
2 p 11
p 1
p 3 2 p p 1
p 3
6
p 13 p
6
3 2
2 6 p 6 3p
6
: 4 3p 6 3 p3
1
p0 5 = Q dan R = 4 0 3 3p 3 5
1
1 1 1
6
6 3 3 2 2 0 0 2
Kita periksa kebenaran hasil tersebut dengan memanfaatkan fasilitas
komputasi SWP untuk menghitung dekomposisi QR dari matriks
2 3
1 2 1
A=4 2 1 1 5=
1 2 1
2 p 1 1
p 1
p 32 p p 1
p 3
p 6
6 3 p 3 2
2 6 p 6 p6
3
4 1 6 1 3
3p 3p p0 5 4 0 3 3p 3 5
1
z
1 1 1
6
6 3 3 2 2 0 0 2
Implikasi berikutnya dari proses Gram-Schmidt dinyatakan dalam teo-
rema di bawah ini.
Teorema 1.14 Setiap ruang uniter U yang berdimensi berhingga pasti memuat
basis ortonormal.
B = fu1 ; u2 ; :::; un g
X
n
u= hu; uj i uj
j=1
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 55
P
Bukti. [u]B = (x1 ; x2 ; :::; xn ) berarti u = nj=1 xj uj : Dengan demikian,
8i = 1; 2; :::; n berlaku
* n +
X Xn
hu; ui i = xj uj ; ui = xj huj ; ui i = xi hui ; ui i = xi :1 = xi :
j=1 j=1
z
Catatan dari Proposisi 1.17, jika B hanyalah basis ortogonal, maka mudah
dilihat bahwa
X n
hu; uj i
u= uj
j=1
huj ; uj i
S ? = fu 2 U u ? Sg:
z
? ?
Dari denisi dan proposisi di atas jelas bahwa f0g = U dan U = f0g:
Kemudian buktikan sifat-sifat yang terdapat dalam prposisi berikut ini untuk
latihan.
?
1. S1? = S1 :
2. S1 S2 ) S1? S2? :
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 57
S \ S ? = f0g:
u = u1 + u2
Dari Proposisi 1.23 dan 1.24 diperoleh bahwa untuk sembarang S sub-
ruang U berlaku S u S ? dan S ? S ? : Dalam hal ini, U dikatakan jumlah
langsung ortogonal (cukup disebut "jumlah ortogonal") dari S dan S ? ; notasi
U =S S ?;
X
k
jika Si ? Sj dengan i 6= j (1 i<j k) dan U = Si : Dalam hal ini,
i=1
X
k
dim (U) = dim (Si ) :
i=1
Denisi 1.23 Dua himpunan fu1 ; u2 ; :::; un g dan fv1 ; v2 ; :::; vn g di dalam
ruang uniter disebut biortogonal, jika
1; jika i = j
hui ; vj i = ij =
0; jika i =
6 j
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 59
Tansformasi Linear
Pada bab ini kita akan mengkaji tentang fungsi khusus dari suatu ruang
vektor ke suatu ruang vektor yang nantinya kita namakan dengan transfor-
masi linear dengan pengertian rincinya diberikan di subbab pertama. Pema-
haman tranformasi linear secara mendalam akan memudahkan kita untuk
memahami sifat-sifat matriks secara lebih komprehensif yang akan kita kaji
di bahasan-bahasan berikutnya. Hal ini karena sembarang matriks A 2 Fm n
bisa dipandang sebagai tranformasi linear dari ruang vektor baku Fn ke ru-
ang vektor baku Fm : Demikian pula, dengan pengertian transformasi linear
bisa ditunjukkan bahwa sembarang ruang vektor V berdimensi-n atas skalar
F adalah isomork (memunyai struktur aljabar yang sama) dengan ruang
vektor baku Fn : Intinya adalah mengkaji matriks sebagai fungsi lebih mudah
dari pada menkaji matriks sebagai susunan bilangan.
60
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 61
z
Dari contoh ini, untuk selanjutnya perlu dipertegas bahwa untuk setiap
matriks A 2 Fm n dapat dipandang sebagai transformasi linear dari Fn ke
Fm . Implikasinya, semua sifat yang berlaku pada TL secara otomatis akan
berlaku pula pada matriks. Hal ini juga memunculkan pendenisian bentuk
lain dari kesamaan dua matriks sebagaimana dinyatakan dalam proposisi
berikut ini.
berlaku
X
n X
n
xi aj = xi bj ) Ax = Bx
j=1 j=1
Ax Bx = 0 , (A B) x = 0 ,
merupakan TL.
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 63
Proposition 2.3
Bukti.
( T ) (k1 v1 + k2 v2 ) = (T (k1 v1 + k2 v2 ))
= (k1 T (v1 ) + k2 T (v2 ))
= k1 T (v1 ) + k2 T (v2 )
= k1 ( T ) (v1 ) + k2 ( T ) (v2 )
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 65
z
Proposisi ini menunujukkan bahwa aturan jumlah dan perkalian skalar
vektor pada Denisi 2.2 merupakan operasi pada L (V; W) : Selanjutnya ter-
hadap operasi-operasi tersebut, L (V; W) merupakan ruang vektor, dan di-
formalkan dalam proposisi berikut. Buktinya ditinggalkan sebagai latihan,
dalam hal ini perhatikan bahwa N merupakan vektor nol dari L (V; W) :
Proposition 2.4 Terhadap operasi yang didenisikan pada Denisi 2.2, maka
L (V; W) merupakan ruang vektor atas skalar F: Selanjutnya, L (V; W) dise-
but ruang transformasi linear dari V ke W atas skalar F: Khususnya,
L (V) disebut ruang operator linear.
T (0) = 0:
T (0) = T (v v)
= T (v) T (v)
= 0:
z
Dari proposisi di atas, perlu kita catat bahwa fv1 ; v2 ; :::; vk g yang be-
bas linear di dalam V belum tentu fT (v1 ) ; T (v2 ) ; :::; T (vk )g bebas linear.
Tetapi, jika fT (v1 ) ; T (v2 ) ; :::; T (vk )g bebas linear, maka bisa dipastikan
fv1 ; v2 ; :::; vk g yang bebas linear,
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 66
Jawab.
T (1) = (1; 1)
T (x 1) = T ( (1 x)) = T (1 x) = (0; 1) = (0; 1)
T x2 + 1 = ( 1; 2)
Misalkan [a + bx + cx2 ]B = (s1 ; s2 ; s3 ) ; maka
a + bx + cx2 = s1 (1) + s2 (x 1) + s3 x2 + 1
= (s1 s2 + s3 ) + s2 x + s3 x2 ,
s2 = b; s3 = c; dan s1 = a + b c
Dengan demikian berdasarkan Teorema 2.1, maka
T a + bx + cx2 = s1 T (1) + s2 T (x 1) + s3 T x2 + 1
= (a + b c) (1; 1) + (b) (0; 1) + c ( 1; 2)
= (a + b 2c; 3c 2b a)
z
X
n X
n
kv + lu = k xi v i + l yi v i
i=1 i=1
X
n
= (kxi + lyi ) vi :
i=1
2 3 2 3
x1 y1
6 x2 7 6 y2 7
6 7 6 7
6 .. 7 = 6 .. 7 , x i = yi (8i = 1; 2; :::; n) )
4 . 5 4 . 5
xn yn
X
n X
n
xi v i = yi vi , u = v:
i=1 i=1
z
1
1 2 3
1 0 7
7
:
5
Dari bukti proposisi di atas, perhatikan bahwa
[kv + lu]B = k[v]B + l[u]B :
Bentuk umum dari fakta ini adalah
" k #
X X
k
i ui = i [ui ]B :
i=1 B i=1
Disamping itu perlu juga dicatat bahwa tranformasi linear yang bijektif
memunyai peranan penting di dalam aljabar, sehingga perlu diberikan pada
catatan berikut ini.
Catatan 2.1 Suatu tranformasi linear yang bijektif disebut isomorsme
(isomorphism). Dua ruang vektor V dan W dikatakan isomork (isomor-
phic), notasi V = W; jika ada isomorsme dari V ke W atau dari W ke
V: Misalkan T : V ! W adalah isomorsme, maka menjamin adanya kore-
spondensi satu-satu dari anggota-anggota V dan W yang ditentukan oleh T :
Dalam hal ini, jika T (v) = w; dikatakan v 2 V berpadanan dengan w 2 W;
notasi v $ w: Dari segi makna, jika V = W; dapat dipahami sebagai berikut.
1. Walaupun dari segi sik anggota beserta operasinya pada masing-masing
V dan W adalah berbeda, namun struktur operasi mereka adalah sama.
Dari makna aljabar bisa dikatakan bahwa V dan W adalah sama.
2. Semua sifat aljabar yang berlaku pada berlaku pada V otomatis juga
pada W; atau sebaliknya.
3. Operasi aljabar yang terjadi pada V berpadanan satu-satu (langsung)
dengan yang ada di W. Dalam hal ini, isomorsmenya bertindak seba-
gai pemadannya.
Pada Proposisi 2.7, jelas bahwa V = Fn : Dalam hal ini, perhatikan bahwa:
v $ [v]B ;
kv + lu $ k[v]B + l[u]B ; dan
Xk Xk
u
i i $ i [ui ]B :
i=1 i=1
2.2 Matriks Representasi 70
Akibat 2.1 Semua ruang vektor atas skalar F yang berdimensi sama adalah
saling isomork, semuanya isomork dengan ruang vektor baku Fn . Dengan
kata lain, atas dasar isomorsme (up to isomorphism), ruang vertor berdi-
mensi n atas F adalah tunggal.
!
Xn Xn
T (v) = T xj v j = xj T (vj ) : (iii)
j=1 j=1
z
Matrik A pada teorema di atas disebut matriks representasi dari T relatif
terhadap basis B ke basis C; notasi
[T ]C;B = [T (v1 )]C [T (v2 )]C [T (vn )]C (2.1)
2. Denisikan C 2 Fm m
sebagai bentuk matriks dari basis C.
3. Hitung
1
[T ]C;B = C T
dan
1
[T ]C;B = [T (x1 )]C [T (x2 )]C [T (x3 )]C =C T
2 3 12 3
3 1 4 2 2 4 3
6 2 2 2 7
3 7 6 3 6 1 0 7
= 6
4 4
7
1 5 2 5 4 4 4 3 5
0 1 0 1 3 4 3
2 32 3 2 3
3 1 2 1 2 4 3 4 7 6
6 2 1 2 3 76 3 1 0 7 6 16 11 9 7
= 6
4 2
76 7=6 7
1 1 1 54 4 4 3 5 4 6 7 6 5
2 1 2 2 3 4 3 13 7 6
T a0 + a1 x + a2 x2 = (a0 + a2 ; a1 2a2 ):
Jika A = f1; 1+x; 1+x2 g adalah basis untuk P 2 (R) dan B = f(1; 1) ; (0; 1)g
adalah basis untuk R2 ; tentukan [T ]B;A :
Jawab.
1 1 2
: z
1 2 0
Teorema di atas berlanjut ke teorema berikut ini.
Teorema 2.3 Ruang vektorL (V; W) dan Fm n adalah isomork dengan iso-
morsme
F : L (V; W) ! Fm n ;
dimana 8T 2 L (V; W)
[kT1 + lT2 ]C;B [v]B = k [T1 (v)]C + l [T2 (v)]C = k [T1 ]C;B [v]B + l [T2 ]C;B [v]B
= k [T1 ]C;B + l [T2 ]C;B [v]B ,
[T2 T1 ]C;A [u]A = [T2 ]C;B [T1 (u)]B = [T2 ]C;B [T1 ]B;A [u]A
Bukti. Misalkan B = fv1 ; v2 ; :::; vn g dan B 0 = fv10 ; v20 ; :::; vn0 g adalah
sembarang basis untuk V: Karena I transformasi identitas, maka
Ini berarti [vj ]B = ej ; atau f[v1 ]B ; [v2 ]B ; :::; [vn ]B g adalah basis baku
untuk Fn : Akibatnya, [I]B = In adalah matriks identitas berukuran n:
3. Selanjutnya, berdasarkan sifat fungsi identitas dan Teorema 2.5,
z
2.2 Matriks Representasi 77
Pada bagian ini kita akan membahas hubungan antar matriks di dalam
<T : Perhatikan dahulu teorema berikut ini.
[T ]C 0 ;B = P [T ]C;B
z
Teorema ini cukup penting apabila dikaitkan dengan pemahaman ekuiv-
alensi matriks. Lebih rincinya, hal ini diberikan dalam catatan berikut.
Catatan 2.2 Beberapa pengertian berikut ini bisa didapatkan dari aljabar
matriks atau aljabar linear elementer.
<T pasti memuat tepat satu matriks yang memunyai bentuk paling
sederhana yang disebut dengan matriks kanonik. Bentuk matriks
kanonik adalah salah satu dari berikut ini.
Ir 0r (n r)
;
0(m r) r 0(m r) (n r)
3. Jika A 2 Fm n
dan Rank (A) = m < n; maka bentuk kanonik dari
A adalah
Im 0m (n m) :
4. Jika A 2 Fm n
dan Rank (A) = m = n; maka bentuk kanonik dari
A adalah In :
1. Jika Eij (I) menyatakan operasi yang menukar baris ke-i dan baris ke-j
pada matriks I; dan Kij (I) menyatakan operasi yang menukar kolom
ke-i dan kolom ke-j pada matriks I; maka
Eij (I) = Kij (I) dan Eij 1 (I) = Eij (I) = Kij (I) :
2. Jika Ei(k) (I) menyatakan operasi yang mengalikan baris ke-i dengan
skalar k pada matriks I; dan Ki(k) (I) menyatakan operasi yang men-
galikan kolom ke-i dengan skalar k pada matriks I; maka
1
Ei(k) (I) = Ki(k) (I) dan Ei(k) (I) = Ei( 1 ) = Ki( 1 )
k k
3. Jika Eij(k) (I) menyatakan operasi yang menambahkan baris ke-i den-
gan k kali baris ke-j pada matriks I; dan Kij(k) (I) menyatakan operasi
yang menambahkan kolom ke-i dengan k kali kolom ke-j pada matriks
I; maka
1
Eij(k) (I) = Kji(k) (I) dan Eij(k) (I) = Eij( k) (I) = Kji( k) (I)
2.2 Matriks Representasi 80
P A = A1 dan A1 Q 1 = B ,
P AQ 1 = B , A = P 1 BQ
2.2 Matriks Representasi 81
dimana
Jadi, 2 3
1 1 0 2
4
A= 1 1 1 1 5:
2 2 1 3
2.2 Matriks Representasi 84
dengan 2 3 2 3
0 1 1 1 1 0 2
P =4 0 2 1 5 dan A1 = 4 0 0 1 1 5
1 1 1 0 0 0 0
Dengan operasi kolom elemeter, ditentukan matriks non-singular Q sehingga
A1 Q 1 = B, dimana B merupakan bentuk eselon kolom terreduksi
dari A1 , dengan kata lain B adalah kanonik. Dalam hal ini, jika K adalah
serangkaian operasi kolom elementer, maka
1
K (A1 ) = B , A1 [K (I4 )] = B , Q = K (I4 ) :
2 3
0 0 1 0 2 3
6 0 0 1 0 0 0
0 1 7
Q 1
=6
4 1 1 1
7
1 5 dan B =
4 0 1 0 0 5;
2 2 2 0 0 0 0
1 1 1
2
0 2 2
Ini berarti,
p3 (x) = 1
p1 (x) + 2p2 (x) + p3 (x) = x
p1 (x) p2 (x) p3 (x) = x2
B 0 = fv1 ; v2 ; v3 ; v4 g R4 ;
2.2 Matriks Representasi 86
Denisi 2.5 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi berhingga atas skalar
F: Untuk suatu T 2 L (V) ; didenisikan
<0T = f[T ]B 8B basis untuk Vg
sebagai himpunan semua matriks representasi dari operator linear T terhadap
semua basis untuk V:
2.2 Matriks Representasi 87
Catatan 2.4 Beberapa pengertian berikut ini bisa didapatkan dari aljabar
matriks atau aljabar linear elementer.
2. Dua matriks representasi dari suatu operator linear terhadap dua basis
adalah similar.
4. <0T pasti memuat tepat satu matriks yang memunyai bentuk paling
sederhana yang disebut dengan matriks kanonik.
3. A I B I
4. Ak B k untuk k = 0; 1; 2; ::::
6. AT BT :
1
Bukti. A B; berarti B = P AP untuk suatu matriks non-singular
P; maka:
2.
3.
1 1 1 1
B I = P AP P IP = P AP P ( I) P
= P (A I) P 1 ,
B I A I
4.
1 k
Bk = P AP = P AP 1
P AP 1
::: P AP 1
= P Ak P 1
Pn
5. Misalkan p (x) = i=0 ai xi ; maka
!
X
n X
n X
n
p (B) = ai B i = ai P A i P 1
=P ai A i P 1
p (B) p (A)
6.
1 T 1 T 1 T 1 T
BT = P AP = P AT P T = P AT P 1
1
1 T 1 T
= P AT P ,
BT AT :
2.2 Matriks Representasi 89
z
Dengan operasi baris/kolom elementer, setiap A juga dapat ditransfor-
masikan ke matriks B sehingga B A: Hal ini dilakukan dengan rumusan
B = Ek Ek 1 ::: E2 E1 (A) E1 1 E2 1 :::Ek 11 Ek 1 = P AP 1
;
dimana E1 ; E2 ; :::; Ek adalah serangkaian operasi baris elementer. Perhatikan
P = Ek Ek 1 :::E2 E1 (I) dan P 1
= Ek 1 Ek 11 :::E2 1 E1 1 (I)
Namun demikian, mengarahkan ke bentuk matriks B yang kanonik adalah
sangat rumit. Berikut ini diberikan ilustrasinya.
E2 1 = E3(1 2) = K3( 1
)
2
1
E3 = E131 = K13 ;
sehingga
2 3 2 3
1 2 2 1 2 2
A = 4 1 3 2 5E ^ 21(1)
4 0 1 0 5 K^ 12( 1)
2 1 0 2 1 0
2 3 2 3
3 2 2 3 2 2
4 1 1 0 5E ^ 3( 2)
4 1 1 0 5K ^ 3( 12 )
1 1 0 2 2 0
2 3 2 3
3 2 1 2 2 0
4 1 1 0 5E g 13
4 1 1 0 5K g 13
2 2 0 3 2 1
2 3
0 2 2
B = 4 0 1 1 5;
1 2 3
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 90
dimana
2 3 2 3 2 3
1 0 0 1 0 0 1 0 0
I = 4 5 ^ 4 5 ^ 4
0 1 0 E21(1) 1 1 0 E3( 2) 1 1 0 5E g
13
0 0 1 0 0 1 0 0 2
2 3
0 0 2
P = 4 1 1 0 5
1 0 0
dan
2 3 2 3 2 3
1 0 0 1 0 0 ^1 1 0 0
I = 4 5 ^
0 1 0 K12( 1) 4 5
1 1 0 K3 ( ) 4 1 1 0 5Kg13
2 1
0 0 1 0 0 1 0 0 2
2 3
0 0 1
P 1 = 4 0 1 1 5:
1
2
0 0
z
Perhatikan dari contoh di atas bahwa untuk mengarahkan A menjadi B
yang kanonik sangat rumit.
Im (T ) := fT (v) 2 W 8v 2 Vg:
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 91
Im (A) = fAx 2 Fm 8x 2 Fn g
k1 w1 + k2 w2 = k1 T (v1 ) + k2 T (v2 )
= T (k1 v1 + k2 v2 ) :
Dari hasil ini dan jelas bahwa k1 v1 +k2 v2 2 V; dan dapat disimpulkan bahwa
k1 w1 + k2 w2 2 Im (T ) : Ini berarti Im (T ) adalah subruang dari W:
Akan dibuktikan bahwa Ker (T ) adalah subruang dari V: Ambil sem-
barang l1 ; l2 2 F dan v1 ; v2 2 Ker (T ) ; maka T (v1 ) = 0 dan T (v2 ) = 0;
akibatnya
Dari hasil ini, dan berdasarkan denisi kernel, dapat disimpulkan bahwa
l1 v1 + l2 v2 2 Ker (T ). Ini berarti Ker (T ) adalah subruang dari W: z
Dari teorema di atas, dimensi dari Im (T ) disebut dengan rank dari T ;
notasi Rank (T ) ; sedangkan dimensi dari Ker (T ) disebut dengan nulitas
dari T ; notasi Null (T ) : Perhatikan bahwa, jika tranformasinya berupa ma-
triks A 2 Fm n ; maka Im (A) merupakan subruang dari Fm ; dan dimensinya
disebut dengan Rank (A) ; yaitu banyaknya vektor-vektor kolom dari A yang
bebas linear. Sedangakan, Ker (A) adalah subruang dari Fn dan dimensinya
disebut dengan Null (A) :
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 92
Bukti.
Dengan demikian,
Ini berarti
Im (T ) = hfT (v1 ) ; T (v2 ) ; :::; T (vn )gi :
Kemudian, perhatikan bahwa
" n #
X X
n
[u]C = xi T (vi ) = xi [T (vi )]C 2 Im (A) :
i=1 C i=1
Ini berarti [v]B 2 Ker (A) : Karena v 7! [v]B isomorsme, maka Ker (T ) =
Ker (A) ; dan akibatnya dim (Ker(T )) = dim (Ker (A)) ; dengan kata
lain Null (T ) = Null (A) :
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 93
z
m n n
Dengan memandang matriks A 2 F sebagai tranformasi dari F ke
m
F ; akibat langsung dari dari Teorema 2.9 diberikan dalam proposisi berikut.
Proposition 2.10 Dua matriks yang ekuivalen memunyai rank dan kernel
yang sama.
Ini
Prberarti, Im (T ) = hBi ; tinggal dibuktikan bahwa B bebas linear. Misalkan
i=1 i T (vi ) = 0; maka
!
X r
T i (vi ) = 0;
i=1
Pr Pr
ini berarti i=1 i (vi ) 2 Ker (T ) : Di lain pihak, i=1 i (vi ) 2 S; akibatnya
X
r
i (vi ) 2 Ker (T ) \ S:
i=1
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 94
P
Karena Ker (T ) \ S = f0g; maka ri=1 i (vi ) = 0; dan karena A adalah
basis, maka i = 0 8i = 1; 2; :::; r: z
Akibat langsung dari proposisi tersebut dinyatakan dalam teorema berikut
ini.
Teorema 2.10 Misalkan V dan W adalah ruang vektor atas skalar F; dim (V) =
n, dim (W) = m; dan T 2 L (V; W) : Jika A = fv1 ; v2 ; :::; vr g adalah basis
untuk (Ker (T ))? ; maka B = fT (v1 ) ; T (v2 ) ; :::; T (vr )g adalah basis untuk
Im (T ) :
Perlu dicatat, dengan mudah bisa diperiksa bahwa teorema juga benar un-
tuk kasus Ker (T ) = f0g, yang berarti (Ker (T ))? = V; atau untuk kasus
Ker (T ) = V; yang berarti T adalah tranformasi nol sehingga (Ker (T ))? =
f0g:
Dengan memandang matriks sebagai transformasi linear, untuk sembarang
matriks A 2 Fm n berlaku
Dalam hal ini, jika A = fx1 ; x2 ; :::; xr g adalah basis untuk (Ker (A))? ; maka
A = fAx1 ; Ax2 ; :::; Axr g adalah basis untuk Im (A) : Atau lebih umum lagi,
jika A = fx1 ; x2 ; :::; xr g adalah basis untuk S dengan Fn = Ker (A) u S;
maka A = fAx1 ; Ax2 ; :::; Axr g adalah basis untuk Im (A) :
1. T invertibel kiri.
4. Rank (T ) = n m:
Dengan demikian,
sehingga
Soal 2.1 Buktikan bahwa ketiga pernyataan berikut ini saling ekuivalen:
Denisi 2.8 Misalkan V dan W adalah ruang vektor atas skalar F; dim (V) =
n, dim (W) = m: Transformasi T 2 L (V; W) disebut invertibel kanan
jika ada transformasi T 0 2 L (W; V) sehingga T T 0 = I dengan I 2 L (W) :
Dalam hal ini, T 0 disebut invers kanan dari T :
1. T invertibel kanan.
4. n m dan Null (T ) = n m
(v1 v2 ) 2 Ker (T ) \ U:
Dari Teorema 1.11, maka jelas bahwa Ker (T ) \ U = f0g: Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa v1 v2 = 0 , v1 = v2 :
(3: ) 1:) Misalkan T adalah isomosme dari U ke W; akan dibuktikan T
invertibel kanan. Karena T adalah isomorsme dari U ke W; dapat diden-
isikan fungsi T 0 : W ! V dengan rumus 8w 2 W,
yang berarti T 0 adalah invers kanan dari T . Tinggal kita buktikan bahwa T 0
adalah TL. Ambil sembarang k1 ; k2 2 F dan w1 ; w2 2 W; karena T adalah
isomorsme dari U ke W dan berdasarkan pendenisian T 0 , ini berarti ada
u1 ; u2 2 U V sehingga
Dengnan demikian,
T 0 (k1 w1 + k2 w2 ) = T 0 (T (k1 u1 + k2 u2 ))
= (T 0 T ) (k1 u1 + k2 u2 ) = k1 u1 + k2 u2
= k1 T 0 (w1 ) + k2 T 0 (w2 )
(4: , 5:) Bedasarkan Teorema 2.9, 8A 2 <T berlaku Rank (T ) = Rank (A) :
Dengan demikian,
Denisi 2.9 Misalkan V dan W adalah ruang vektor atas skalar F; dim (V) =
n, dim (W) = m: Transformasi T 2 L (V; W) disebut invertibel jika T
sekaligus invertibel kiri dan invertibel kanan:
1. T invertibel.
T1 = T1 I = T1 (T T 2 ) = (T1 T ) T2 = IT 2 = T2
Hal tersebut menunjukkan bahwa invers kiri sama dengan invers kanan yang
selanjutnya disebut dengan invers dari T dengan notasi T 1 dan dengan
mudah bisa diperiksa bahwa T 1 adalah tunggal. Kemudian, A 2 <T ,
A 1 2 <T 1 :
1. A invertibel kiri.
fy 2 Fm y = Ax; 8x 2 Sg
1. A invertibel kanan.
A0 A = In dan AA00 = Im
1. A invertibel.
4. jika A invertibel dan A0 adalah invers kiri dari A, maka A0 juga invers
kanan dari A:
5. jika A invertibel, baik invers kiri maupun invers kanan dari A adalah
tunggal.
Perlu dicatat dari semua bahasan matriks invertibel tersebut bahwa se-
cara umum invers kiri dan invers kanan dari suatu matriks adalah tidak
tunggal. Namun ketika suatu matriks sudah dipastikan invertibel, maka di-
jamin inversnya tunggal. Akhirnya, kita denisikan invers matriks sebagai
berikut.
A 1 A = AA 1
= In
Untuk menghitung AL 1 (ingat matriks ini tidak tunggal), pertama kali yang
harus dilakukan adalah mentransformasikan A dengan OBD jenis-1 (hanya
menukar baris), yaitu
A1
E (A) = ; dimana A1 2 Fn n
invertibel (tak-singular) ,
A2
A1
PA = ; dimana P = E (I) merupakan matriks permutasi.
A2
AL 1 = A1 1 BA2 A1 1 B P (2.3)
AL 1 A = A1 1 BA2 A1 1 B P A
A1
= A1 1 BA2 A1 1 B
A2
= A1 1 BA2 A1 1 A1 + BA2 = A1 1 A1
= In
A1
C B P A = In , C B = In ,
A2
CA1 + BA2 = In , (CA1 + BA2 ) A1 1 = In A1 1 ,
C + BA2 A1 1 = A1 1 , C = A1 1 BA2 A1 1
z
m n
Misalkan matriks A 2 F adalah invertibel kanan, ini berarti m n,
semua barisnya bebas linear, dan ada matriks inevers kiri dari A yang kita
notasikan dengan AR1 2 Fn m sehingga
AAR1 = Im
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 104
Untuk menghitung AR1 (ingat matriks ini tidak tunggal), pertama kali yang
harus dilakukan adalah mentransformasikan A dengan OKD jenis-1 (hanya
menukar kolom), yaitu
A3 1 A3 1 A4 B
AL 1 = Q (2.4)
B
A3 1 A3 1 A4 B
AAR1 = A Q
B
A3 1 A3 1 A4 B
= A3 A4
B
= A3 A3 1 A3 1 A4 B + A4 B = A3 A3 1
= Im
()) Jika AR1 adalah invers kanan dari A; berarti AAR1 = Im dan AR1
bisa dituliskan sebagai
C
AR1 = Q
B
dimana C 2 Fm m
dan B 2 F(n m) m
: Dengan demikian,
C C
AQ = Im , A3 A4 = Im ,
B B
A3 C + A4 B = Im , A3 1 (A3 C + A4 B) = A3 1 Im ,
C + A3 1 A4 B = A3 1 , C = A3 1 A3 1 A4 B
z
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 105
Te (s) = T (s) ; 8s 2 S
1. Im (T S) = T (S) ; dimana
2. Ker (T S) = Ker (T ) \ S:
Bukti.
1. Berdasarkan denisinya,
y 2 Im (T S) , 9x 2 S; y = (T S) (x) , 9x 2 S; y = T (x)
, y 2 T (S) :
2. Berdasarkan denisinya,
T (V) = T (S u Ker (T )) ,
Im (T ) = T (S) + T (Ker (T ))
= Im (T S) + f0g
= Im (T S) :
T (v) = T (v1 + v2 )
= T (v1 ) + T (v2 )
= (T S1 ) (v1 ) + (T S2 ) (v2 )
= T1 (v1 ) + T2 (v2 ) :
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 107
z
Secara umum, misalkan T 2PkL (V; W), dan SiP
; i = 1; 2; :::; k; adalah
subruang dari V sehingga V = i=1 Si : Jika v = ki=1 vi ; dengan v 2 V
dan vi 2 Si ; maka
X
k
T (v) = Ti (vi ) , Ti = T Si ; i = 1; 2; :::; k:
i=1
Dari fakta ini, karena T (si ) 2 S dan S adalah subruang, maka T (s) 2 S: z
Teorema berikut merupakan bentuk khusus dari Teorema 2.19 untuk ka-
sus operator linear T 2 L (V) :
X
k
T = Ti :
i=1
adalah suatu basis untuk V; dimana B1 = fs1 ; s2 ; :::; sk g basis untuk S1 dan
B2 = fsk+1 ; sk+2 ; :::; sn g basis untuk S2 ; maka matriks A = [T ]B berbentuk
matriks blok segitiga atas:
A1 A3
A= ;
0(n k) k A2
dimana
A1 = [T1 ]B1 2 Fk k ; A2 2 Fn k n k
; A 3 2 Fk n k
;
A1 A3
[T1 ]B;B1 = dan [T2 ]B;B2 =
0(n k) k A2
dengan T1 = T S1 dan T2 = T S2 :
[T ]B = [T (s1 )]B [T (s2 )]B [T (sk )]B [T (sk+1 )]B [T (sn )]B :
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 109
X
k
T (sj ) = aij si :
i=1
X
k X
n
T1 (sj ) = aij si + 0:si ;
i=1 i=k+1
X
n
T2 (sj ) = aij si ;
i=1
z
Dengan argumen pembuktian yang setipe, kebenaran ketiga proposisi
berikut ini mudah diterima. Buktinya disisakan sebagai latihan.
adalah suatu basis untuk V; dimana B1 = fs1 ; s2 ; :::; sk g basis untuk S1 dan
B2 = fsk+1 ; sk+2 ; :::; sn g basis untuk S2 ; maka matriks A = [T ]B berbentuk
matriks blok segitiga bawah:
A1 0k (n k)
A= ;
A3 A2
dimana
A1 2 Fk k ; A2 = [T2 ]B2 2 Fn k n k
; A 3 2 Fn k k
;
A1 0k (n k)
[T1 ]B;B1 = dan [T2 ]B;B2 =
A3 A2
dengan T1 = T S1 dan T2 = T S2 :
adalah suatu basis untuk V; dimana B1 = fs1 ; s2 ; :::; sk g basis untuk S1 dan
B2 = fsk+1 ; sk+2 ; :::; sn g basis untuk S2 ; maka matriks A = [T ]B berbentuk
matriks blok diagonal:
A1 0k (n k)
A= ;
0(n k) k A2
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 111
dimana
A1 = [T1 ]B1 2 Fk k ; A2 = [T2 ]B2 2 Fn k n k
;
A1 0k (n k)
[T1 ]B;B1 = dan [T2 ]B;B2 =
0(n k) k A2
dengan T1 = T S1 dan T2 = T S2 :
Catatan 2.5
(8s 2 S; s 6= 0) (9 2 F) T (s) = s:
T (s) 2 S: (ii)
S = hfvgi
X
k
i
p (x) = ix
i=0
dan diperoleh
Y
k
(T i I) = N:
i=1
Akibatnya, sedikitnya satu faktor dari ruas kiri tak-invertibel (yang berarti
ada i dengan 1 i k sehingga i adalah nilaieigen dari T ). Alasannya,
Yk
andaikan semua faktor dari ruas kiri invertibel, maka (T i I) juga
i=1
Y
k
invertibel yang berarti (T i I) 6= N : z
i=1
Dua teorema berikut ini terkait dengan sifat-sifat hubungan antara vektor
dan nilai eigen dari suatu transformasi T :
v 2 S = hfv1 ; v2 ; :::; vr gi
Dengan demikian
!
X
r X
r X
r X
r
T (v) = T i vi = iT (vi ) = i ( vi ) = i vi
i=1 i=1 i=1 i=1
= v:
i (T 1 I) (vi ) = 0,
i=1
X
r
i (T (vi ) 1I (vi )) = 0 ,
i=1
X
r
i i vi i 1 vi = 0,
i=1
X
r
( i 1) i vi = 0,
i=1
X
r
( i 1) i vi = 0:
i=2
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 116
diperoleh
X
r
( i 1) ( i 2) i vi = 0:
i=3
Dua sifat dari spektrum diberikan dalam dua proposisi berikut ini.
Dengan kata lain proposisi di atas menjelaskan bahwa salah satu syarat
cukup adanya basiseigen di dalam V adalah j (T )j = n: Artinya, jika j (T )j <
n; adanya basiseigen perlu eksplorasi lebih lanjut. Teorema berikut ini men-
jamin syarat perlu dan cukupnya basisiseigen.
Ax = x
Catatan 2.6
8. Matriks A 2 Fn n
adalah simpel jhj Fn memuat basiseigen yang diten-
tukan oleh A.
Dalam hal ini, kolom ke-j dari P; yaitu xj ; merupakan vektoreigen dari A
terkait nilaieigen j , dan himpunan fx1 ; x2 ; :::; xn g merupakan basiseigen un-
tuk Fn yang ditentukan oleh A:
z
Dari teorema di atas didenisikan matriks
1 T
Q= P , QT = P 1
;
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 120
dengan
2 3
x1i
6 x2i 7
6 7
Ai = xi yiT = 6 .. 7 yi1 yi2 yin
4 . 5
xni
2 3
x1i yi1 x1i yi2 x1i yin
6 x2i yi1 x2i yi2 x2i yin 7
6 7
= 6 .. .. ... .. 7
4 . . . 5
xni yi1 xni yi2 xni yin
Atau, bentuk spektral dari A 2 Cn n
bisa pula dirumuskan dengan
X
n
A= i x i yi dimana yi = yTi
i=1
Dari pengertian di atas, apabila dikaitkan dengan Proposisi 2.21, maka den-
gan mudah teorema berikut ini dapat diterima kebenarannya.
0 1
2 1 0 3
B 0 1 2 1 C
A = B @ 1 2 3
C
3 A
3 2 0 1
0 1
2 x 1 0 3
B 0 1 x 2 1 C
A I = B @ 1
C
2 3 x 3 A
3 2 1 1 x
, determinant: x4 5x3 7x2 +54x 32 = 0, Solution is: f[x = 3: 782 1 + 0:533 82i] ; [x = 3: 782 1 0
, Solution is: 1 where 1 is a root of 54Z^ 7Z^ 2 5Z^ 3 + Z^ 4 32, determinant:
4
5 3 7 2 + 54 32
x2 2x + 1 (x + 5)
: x3 + 3x2 9x + 5 = (x + 5) (x 1)2
Dalam hal ini, bisa terjadi faktor dari cA (x) ada yang sama (ada akar yang
berulang). Jika adalah suatu akar dari cA (x), banyaknya pengulangan dari
disebut multiplisitas aljabar dari ; dinotasikan ma ( ). Sebagai contoh,
setelah difaktorkan polinomial karakteristik dari suatu matriks A adalah
maka
(A) = f3; 1; 5; 7g; dan
ma (3) = 2; ma ( 1) = 5; ma (5) = ma ( 7) = 1:
Misalkan adalah nilaieigen dari A; karena det (A I) = 0; maka
(A I) tidak invertibel. Akibatnya, Ker (A I) 6= f0g; dengan kata lain
dim (Ker (A I)) > 0: Dalam hal ini dim (Ker (A I)) disebut dengan
multiplisitas geometri dari ; dinotasikan mg ( ) : Dengan kata lain,
mg ( ) = Null (A I) = dim (S )
dimana S adalah subruangeigen dari Fn yang terkait dengan yang diten-
tukan oleh matriks A 2 Fn n :
Hubungan antara multiplisitas aljabar dan geometri dinyatakan dalam
dua teorema berikut ini.
Teorema 2.29 Misalkan adalah nilaieigen dari A; maka mg ( ) ma ( ) :
Bukti. Misalkan A 2 Fn n dan didenisikan tranformasi T : Fn ! Fn
dengan T (x) = Ax; maka jelas A = [T ]" : Karena adalah nilaieigen dari A;
maka juga nilaieigen dari T : Akibatnya, T menentukan subruang eigen S
di dalam Fn yang terkait dengan : Jika mg ( ) = r; berarti Null (T I) =
r; maka dim (S ) = r: Ambil sembarang basis A = fx1 ; x2 ; :::; xr g untuk
S ; berarti 8i = 1; 2; :::; r berlaku T (xi ) = xi ; dan berdasarkan Proposisi
2.20, hfxi gi merupakan sunbruang invarian-T berdimesi-1: Kemudian, basis
A dapat diperluas menjadi basis B = fx1 ; x2 ; :::; xr ; xr+1 ; :::; xn g untuk Fn :
Perhatikan bahasan pada Subbab 2.3.3 untuk mendapatkan matriks
2 3
0 0 a1;r+1 a1n
6 0 0 a2;r+1 a2n 7
6 . . . . .. 7
6 . . ... . . 7
6 . . . . . 7
6 7
B = [T ]B = 6 0 0 ar;r+1 ar;n 7 :
6 7
6 0 0 0 ar+1;r+1 ar+1;n 7
6 . . . .. 7
4 .. .. . . ... ..
.
..
. . 5
0 0 0 an;r+1 ann
Dari hasil ini dengan mudah dapat diperiksa bahwa polinomial karakteristik
dari B adalah
cB (x) = det (B xI)
02 31
ar+1;r+1 x ar+1;n
B6 .. ... .. 7C
= ( x)r : det @4 . . 5A :
an;r+1 ann x
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 124
P
dan 2 (A) mg ( ) = n , ma ( ) = mg ( ) ; 8 2 (A) : Oleh karena
P
itu, cukup dibuktikan disini bahwa A adalah simpel jhj 2 (A) mg ( ) = n:
Berdasarkan Teorema 2.23, A adalah simpel jhj A menentukan suatu basi-
seigen untuk Fn jhj ada n vektoreigen yang bebas
P linear jhj jumlah dimensi
dari semua subruangeigen sama dengan n jhj 2 (A) mg ( ) = n: z
Dari dua teorema di atas, berikut ini diberikan suatu prosedur tentang
identikasi matriks simpel dan sekaligus faktorisasinya.
>
> 6
>
> 6
>
> 6
>
> 4
>
:
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 125
82
>
>
>
> 6
>
> 6 46 94
>
> 6
q p p >
<6
p 31 3 1 6 p p p p p
p p + 27
27 24 884 + 45+1; 6 23 472 834 3 271 27 24 884+45+168 516( 271 27 24 884
3 3 27
1
27 24 884+45 >
> 6
>
> 6
>
> 6
>
> 4
>
:
q p p p q p p
p 31 1 3 1 1 p 31 3 1
1 3 1p p 2 27
27 24 884 + 45 2 i 3 3 1
p p 27
27 24 884
6 27 24 884+45 3 27 24 884+45
82 27 27
>
>
>
> 6 p1p p p p 2
>
> 6 46 945 668 3 27 1
27 24 884+45+337 032( 27 27 24 884+45) 3 +
>
> 6
>
<6
6 p p p p p 2 p p 5 p p
6 23 472 834 3 271 27 24 884+45+168 516( 271 27 24 884+45) 3 +1096 092( 271 27 24 884+45) 3 23 166( 271 27 2
>
> 6
>
> 6
>
> 6
>
> 4
>
:
p q p p
1 p 31 3 1
p 31
2
i 3 3 1
p p 27
27 24 884 + 45 3 1
p p
3 27 24 884+45 6 27 24 884+45
27 82 39 27
>
> 0 >
q p p <6 4 7> =
1 3 1
27 24 884 + 45 + 1; 6 2 3 7 $ 3, characteristic polyno-
2 27 > 4 5>
>
: 3 >
;
1
mial: X 4 6X 3 19X 2 + 24X + 180
3. Hitung semua akar dari cA (x) ; dengan kata lain menentukan semua
nilaieigen dari A dan mendenisikan (A) ; misalnya
(A) = f 1 ; 2 ; :::; r g; r n:
4. Tentukan si = ma ( i ) ; 8i = 1; 2; :::; r:
ma (1) = ma ( 1) = 1; ma (3) = 2:
Pr
5. Jika i=1 si < n; maka A bukan simpel.
6. Tentukan basiseigen B i untuk subruangeigen S i ; dan sekaligus ten-
tukan ti = mg ( i ). Dalam hal ini, B i = fx1i ; x2i ; :::; xti i g:
(a) Menentukan B1
2 3
6 3 3 2
6 0 0 2 4 7
A I=6 4 8
7
4 6 0 5
2 1 2 2
2 1
3 2 3
2
6 3 3 2
6 1 7 6 0 0 2 4 7
, nullspace basis: 6 7 6
4 0 5 = x1 , Gaussian elimination: 4 0
7
4 5
0 0 3
0 0 0 0 0
(b) Menentukan B 1
2 3
8 3 3 2
6 0 2 2 4 7
A I=6 4 8
7
4 4 0 5
2 1 2 4
2 3
1
6 6 7
, nullspace basis: 6
4
7 = x2
4 5
1
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 127
(c) Menentukan B3
2 3
4 3 3 2
6 0 2 2 4 7
A I=6
4
7
8 4 8 0 5
2 1 2 0
22 3
3 2 33
2
1
66 1 7 6 2 77
, nullspace basis: 6 6 7 6
44 1 5 ; 4 0 55
77
0 1
P
7. Jika ri=1 ti = n; maka A adalah simpel dan dapat difaktorkan dalam
bentuk A = P DP 1 ; dimana
2 3 2 3
D1 0 0 i 0 0
6 0 D2 0 7 6 0 0 7
6 7 6 i 7 t t
D = 6 .. .. .. .. 7 ; D i = 6 .. .. . . .. 7 2 F i i
4 . . . . 5 4 . . . . 5
0 0 Dr 0 0 i
2 3
4 3 3 2
6 0 2 2 4 7
, Gaussian elimination: 6
4 0
7, nullspace basis:
0 0 0 5
0 0 0 0
22 33
3
3 2
1 2
66 1 7 6 2 77
66 7 6 77
44 1 5 ; 4 0 55 ;
0 1
2 3
1
6 6 7
A2 = 1:x2 y2T = ( 1) 64 4 5
7 1
2
1
4
1
2
0
1
2 1 1 1
3
2 4 2
0
6 3 3
3 0 7
= 6
4 2
2 7
1 2 0 5
1 1 1
2 4 2
0
2 3 3 2 9 9
3
2
9 2 2
0
6 1 7 6 6 3 3 0 7
A3 = 3:x3 y3T= (3) 6
4 1 5
7 2 1 1 0 =46 7
6 3 3 0 5
0 0 0 0 0
2 3 2 3 3 3
3
1 2 4 2
3
6 2 7 6 3 3
3 6 7
A4 = 3:x4 y4T = (3) 6
4 0 5
7 1 1 1
1 =64 0
2 7
2 4 2 0 0 0 5
3 3 3
1 2 4 2
3
Spektral dari A adalah
2 5
3 2 1 1 1
3
3 2 2
1 2 4
02
6 6 4 5 2 7 6 3 3
3 0 7
A = 6 4 0
7+6
5 4 2
2 7
0 0 0 1 2 0 5
1 1 1
0 0 0 0 2 4 2
0
2 9 9
3 2 3 3 3
3
9 2 2
0 2 4 2
3
6 6 3 3 0 7 6 3 3
3 6 7
+64 6
7+6
5 4 0
2 7
3 3 0 0 0 0 5
3 3 3
0 0 0 0 2 4 2
3
Im (T I) W
W = Im (T I) u U (i)
w = s + u dengan s 2 Im (T I) dan u 2 U
sehingga
T (s) 2 Im (T I) (iii)
Dari (i), (ii), (iii), dan (iv), dapat disimpulkan bahwa T (w) 2 W, berarti
W merupakan subruang invarian-T z
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 132
S1 S2 Sn
f0g = S0 S1 S2 Sn = V
Bukti. Kita hanya akan membuktikan yang No. 1, sedangkan yang No.
2 bisa dibuktikan dengan langkah serupa.
Pertama-tama perhatikan bahwa
2 3
a11
6 0 7
6 7
6 0 7
[T (v1 )]B = 6 7 adalah kolom-1 dari [T ]B
6 .. 7
4 . 5
0
sehingga
sehingga
z
2.5 Aplikasi ke Persamaan Diferensial 134
dengan z1 ; z2 ; :::; zn adalah fungsi dengan peubah bebas t; simbol z_j meno-
tasikan turunan fungsi zj terhadap t, dan koesien aij adalah skalar konstan
yang bebas dari t: Sistem tersebut kita tuliskan
z_ (t) = Az (t)
dengan
2 3 2 3 2 3
z_1 a11 a12 a1n z1
6 z_2 7 6 a21 a22 a2n 7 6 z2 7
6 7 6 7 6 7
z_ (t) = 6 .. 7;A = 6 .. .. .. .. 7 ; dan z (t) = 6 .. 7
4 . 5 4 . . . . 5 4 . 5
z_n an1 an2 ann zn
Bahasan pada bab ini merupakan terapan dari sifat-sifat trasformasi linear di
bab sebelumnya yang dikenakan pada ruang uniter. Pertama kali akan ditun-
jukkan bahwa setiap transformasi linear selalu memunyai "dual" yang dikenal
dengan istilah "adjoint". Kemudian, dari sifat-sifat transformasi adjoint da-
pat digunakan secara langsung untuk mengkaji sifat-sifat konjugit transpos
dari suatu matriks bilangan kompleks atau khususnya sifat-sifat transpos dari
suatu matriks bilangan real. Selanjutnya, dari konsep tersebut dapat kita gu-
nakan juga untuk menganalisis bentuk-bentuk khusus dari matriks simpel,
beberapa diantaranya adalah matriks normal, matriks uniter, matriks Her-
mit, dan matriks denit. Analisis dari matriks-matriks ini akan mengarah
ke beberapa pengertian dekomposisi matriks, diantaranya dekomposisi po-
lar dan dekomposisi nilai singular. Perlu dicatat pula bahwa batasan led
(skalar) yang digunakan dalam bab ini adalah F = C yang secara otomatik
juga berlaku untuk F = R.
135
3.1 Transformasi Adjoin 136
X
n
T (y) = hy; T (ej )i ej ,
j=1
3.1 Transformasi Adjoin 137
2 3 2 3 2 3
hy; T (e1 )i hy; Ae1 i hy; a1 i
6 hy; T (e2 )i 7 6 hy; Ae2 i 7 6 hy; a2 i 7
6 7 6 7 6 7
T (y) = 6 .. 7=6 .. 7=6 .. 7
4 . 5 4 . 5 4 . 5
hy; T (en )i hy; Aen i hy; an i
dengan 2 3
a1j
6 a2j 7
6 7
aj = 6 .. 7 adalah kolom ke-j dari A:
4 . 5
amj
Selanjutnya, nyatakan produk (bintang) sebagai produk (titik) dengan
menggunakan Persamaan 1.1
hy; aj i = y aj = y aj
sehingga 2 3 2 3
y a1 aT1
6 y a2 7 6 aT2 7
6 7 6 7 T
T (y) = 6 .. 7 = 6 .. 7y = A y = A y
4 . 5 4 . 5
y an aTn
z
Sifat utama dari transformasi adjoint diberikan balam teorema berikut.
Di lain pihak,
* n +
X X
n
hv; T (w)i1 = hv; vj i1 vj ; hw; T (vi )i2 vi
j=1 i=1 1
XX
n n
= hv; vj i1 hw; T (vi )i2 hvj ; vi i1
j=1 i=1
Xn
= hv; vj i1 hw; T (vj )i2 hvj ; vj i1
j=1
Xn
= hv; vj i1 hw; T (vj )i2
j=1
Xn
= hv; vj i1 hT (vj ) ; wi2 (ii)
j=1
Dari (i) dan (ii), diperoleh Persamaan 3.2. Akan dibuktikan ketunggalannya.
Misalkan ada transformasi T 0 : W ! V yang memenuhi
maka
T =T0
(()Diasumsikan 8 (v; w) 2 V W berlaku hT (v) ; wi2 = hv; T (w)i1 :
Karena T (w) 2 V dan B ortonormal, berdasarkan Proposisi 1.17, maka
X
n X
n X
n
T (w) = hT (w) ; vj i1 vj = hvj ; T (w)i1 vj = hT (vj ) ; wi2 vj
j=1 j=1 j=1
Xn
= hw; T (vj )i2 vj
j=1
z
Akibat langsung dari teorema di atas dinyatakan dalam proposisi berikut
ini.
z
Untuk kasus T adalah operator linear, berarti T 2 L (V) ; Persamaan 3.1
dan 3.2 menjadi
X
n
T (v) = hv; T (vj )i vj ; 8v 2 V; dan (3.4)
j=1
hT (v) ; wi = hv; T (w)i ; 8v; w 2 V (3.5)
dan khususnya A 2 Rn n
berlaku
hAx; yi = x; AT y ; 8 (x; y) 2 Rn Rn
3.1 Transformasi Adjoin 140
1. N = N :
2. I = I:
3. (T ) = T :
4. (kT ) = kT :
5. (T1 + T2 ) = T1 + T2 :
Bukti.
1. 8 (v; w) 2 V W berlaku:
hN (v) ; wi2 = hv; N (w)i1 , h0; wi2 = hv; N (w)i1 ,
0 = hv; N (w)i1 ) N (w) = 0
2. 8v; w 2 V berlaku:
hI (v) ; wi = hv; I (w)i , hv; I (w)i = hv; I (w)i ,
hv; I (w) I (w)i = 0 ) I (w) = I (w)
3. 8 (v; w) 2 V W berlaku:
hT (v) ; wi2 = hv; T (w)i1 = hT (w) ; vi1
= hw; (T ) (v)i2 = h(T ) (v) ; wi2 ,
hT (v) (T ) (v) ; wi2 = 0 ) T (v) = (T ) (v)
4. 8 (v; w) 2 V W dan k 2 C berlaku:
h(kT ) (v) ; wi2 = hv; (kT ) (w)i1 ,
k hT (v) ; wi2 = hv; (kT ) (w)i1 ,
k hv; T (w)i1 = hv; (kT ) (w)i1 ,
v; kT (w) 1 = hv; (kT ) (w)i1 )
5. 8 (v; w) 2 V W berlaku:
h(T1 + T2 ) (v) ; wi2 = hv; (T1 + T2 ) (w)i1 ,
hT1 (v) + T2 (v) ; wi2 = hv; (T1 + T2 ) (w)i1 ,
hT1 (v) ; wi2 + hT2 (v) ; wi2 = hv; (T1 + T2 ) (w)i1 ,
hv; T1 (w)i1 + hv; T2 (w)i1 = hv; (T1 + T2 ) (w)i1 ,
hv; T1 (w) + T2 (w)i1 = hv; (T1 + T2 ) (w)i1 ,
hv; (T1 + T2 ) (w)i1 = hv; (T1 + T2 ) (w)i1 )
(T1 + T2 ) (w) = (T1 + T2 ) (w)
z
Dari proposisi di atas, secara umum dapat dirumuskan bahwa:
!
X r Xr
ki Ti = ki Ti ; 8Ti 2 L (V; W) ; ki 2 C:
i=1 i=1
X
m
T (vj ) = aij wi ;
i=1
X
n
T (wi ) = bji vj dan bji = hT (wi ) ; vj i1 :
j=1
Selanjutnya,
[T ]C;B = [T ]B;C
Rank (T ) = Rank (T ) ;
Null (T ) = Null (T ) ;
3.1 Transformasi Adjoin 143
Hasil ini menunjukkan bahwa v adalah kombinasi linear dari A dan berarti
Im (T ) = hAi :
Misalkan dim (W) = m; maka Null (T ) = m r dan jika m = n; maka
Null (T ) = Null (T ) : z
Dari bukti proposisi di atas, diperoleh
Bukti. Misalkan
C = fv1 ; v2 ; :::; vr ; vr+1 ; vr+2 ; :::; vn g
adalah basis ortonormal untuk V sedemikian sehingga A = fv1 ; v2 ; :::; vr g
basis untuk S dan B = fvr+1 ; vr+2 ; :::; vn g untuk S ? : Perhatikan bahwa, jika
diasumsikan S adalah subruang invarian-T , maka
T (vj ) 2 S untuk setiap j = 1; 2; :::; r:
Sekarang ambil sembarang w 2 S ? ; maka
hw; T (vj )i = 0 untuk setiap j = 1; 2; :::; r:
dan akibatnya dari Persamaan 3.1 diperoleh
X
n
T (w) = hw; T (vj )i vj
j=1
Xr X
n
= hw; T (vj )i vj + hw; T (vj )i vj
j=1 j=r+1
Xr X
n
= 0:vj + hw; T (vj )i vj
j=1 j=r+1
Xn
= hw; T (vj )i vj 2 S ?
j=r+1
z
Bentuk khusus dari Teorema 3.2 dinyatakan dalam 2 teorema berikut ini.
Teorema 3.3 Misalkan T 2 L (V) pada ruang uniter dan misalkan B adalah
basis ortonormal untuk V. Jika A = [T ]B , maka
A = [T ]B = [T ]B
T
dimana A = A .
Teorema 3.4 Misalkan T 2 L (V) pada ruang uniter dan misalkan (B; C)
adalah pasangan basis biortogonal untuk V. Jika A = [T ]B dengan B =
fv1 ; v2 ; :::; vn g, maka
A = [T ]B = [T ]C
T
dimana A = A dan C = fw1 ; w2 ; :::; wn g:
3.1 Transformasi Adjoin 145
tak-invertibel jhj 2 (T ) : z
Akibat dari proposisi tersebut adalah proposisi berikut.
2 3
hu1 ; v1 i hu1 ; v2 i hu1 ; vn i
6 hu2 ; v1 i hu2 ; v2 i hu2 ; vn i 7
T 6 7
U =6 .. .. .. .. 7
4 . . . . 5
hun ; v1 i hun ; v2 i hun ; vn i
Dengan langkah yang serupa, diperoleh
1
U = [v1 ]B [v2 ]B [vn ]B
2 3
hv1 ; u1 i hv2 ; u1 i hvn ; u1 i
6 hv1 ; u2 i hv2 ; u2 i hvn ; u2 i 7
6 7
= 6 .. .. .. .. 7
4 . . . . 5
hv1 ; un i hv2 ; un i hvn ; un i
2 3
hu1 ; v1 i hu1 ; v2 i hu1 ; vn i
6 hu ; v i hu ; v i hu2 ; vn i 7
1 6 2 1 2 2 7
U =6 . . .. .. 7 (ii)
4 .. .. . . 5
hun ; v1 i hun ; v2 i hun ; vn i
Dari Persamaan (i) dan (ii), diperoleh U 1
= UT = U : z
A = U DU (3.9)
1 T
dengan U adalah matriks transisi yang memenuhi U = U dan U = U :
Axj = j xj , T (xj ) = j xj
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 149
dimana
dan
1
U = [I]B;E = [I (e1 )]B [I (e2 )]B [I (en )]B
= [e1 ]B [e2 ]B [en ]B
z
Sebelum kita lanjutkan bahasan mengenai matriks normal, dari beberapa
bahasan tersebut di atas kita berikan dahulu catatan penting berikut ini.
Catatan 3.1 Terkait dengan Proposisi 3.12 dan 3.13 berikut ini diberikan
beberapa catatan.
A = U DU
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 151
A = (U DU ) = U DU
n
dengan D = diag i i=1 dan untuk setiap j = 1; 2; :::; n berlaku A xj = j xj
jhj A normal dengan nilaieigen j terkait vektoreigen xj : z
n n
Menurut Proposisi 3.14, khusus untuk A 2 R , berlaku A adalah nor-
mal jhj
A = U DU T = AT
jhj A simetri.
f0g = S0 S1 S2 Sn = Cn
AA = A A (3.10)
AA = (U DU ) (U DU ) = (U DU ) U DU = U DIDU
= U DIDU = U D (U U ) DU = U DU (U DU )
= (U DU ) (U DU ) = A A
AA = A A , (U SU ) (U SU ) = (U SU ) (U SU ) ,
(U SU ) (U S U ) = (U S U ) (U SU ) , SS = S S ,
2 32 3
s11 s12 s1n s11 0 0
6 0 s22 s2n 7 6 0 7
6 7 6 s12 s22 7
6 .. .. . . .
. 7 6 .
. .
. . . .. 7 =
4 . . . . 54 . . . . 5
0 0 snn s1n s2n snn
2 32 3
s11 0 0 s11 s12 s1n
6 s12 s22 0 7 6 s2n 7
6 7 6 0 s22 7
6 .. .. . . .
. 7 6 .
. .
. . . .. 7
4 . . . . 54 . . . . 5
s1n s2n snn 0 0 snn
Dari persamaan matrik tersebut diperoleh beberapa persamaan berikut.
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 153
X
n
2 2
X
n
js1j j = js11 j , js1j j2 = 0 , s1j = 0 untuk j = 2; 3; :::; n
j=1 j=2
X
n
2 2 2
X
n
js2j j = js12 j +js22 j , js2j j2 = 0 , s2j = 0 untuk j = 3; 4; :::; n
j=2 j=3
3. Dengan mudah dapat kita lihat polanya bahwa pada posisi (3; 3) diper-
oleh
s3j = 0 untuk j = 4; 5; :::; n
Demikian seterusnya, pada posisi (n 1; n 1) diperoleh s(n 1)n = 0.
TT =T T
[T ]C [T ]C [v]C = [T ]C [T ]C [v]C 8v 2V ,
[T ]C ([T ]C [v]C ) = [T ]C ([T ]C [v]C ) 8v 2V ,
[T ]C [T (v)]C = [T ]C [T (v)]C 8v 2V ,
[T (T (v))]C = [T (T (v))]C 8v 2V ,
[(T T ) (v)]C = [(T T ) (v)]C 8v 2V ,
(T T ) (v) = (T T ) (v) 8v 2V ,
TT = T T
z
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 154
sehingga
n
[T ]B = D , [T ]B = D = diag i i=1 ,
n
[T (v1 )]B [T (v2 )]B [T (vn )]B = diag i i=1 ,
[T (v1 )]B [T (v2 )]B [T (vn )]B = 1 v1 B 2 v2 B n vn B
TT =T T =I
Dari denisi tersebut, jelas bahwa transformasi uniter pasti normal. Se-
lanjutnya, transformasi uniter memenuhi sifat berikut.
[T T ]C = [T T ]C = [I]C ,
[T ]C [T ]C = [T ]C [T ]C = I ,
[T ]C [T ]C = [T ]C [T ]C = I
jhj [T ]C uniter. z
3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit 155
Dari denisi tersebut, mudah diamati bahwa A = [aij ]ni;j=1 adalah Hermit
jhj untuk i = j; aij 2 R, sedangkan untuk i 6= j; aij 2 C dengan sifat
aij = aji , yaitu
2 3
a11 a12 a1n
6 a12 a22 a2n 7
6 7
A = 6 .. .. . . .. 7 dengan aii 2 R; i = 1; 2; :::; n
4 . . . . 5
a1n a2n ann
H = U DU
H = H , (U DU ) = U DU , U DU = U DU , D = D ,
i = i , i 2R
z
Untuk menjamin bahwa matrik normal adalah Hermit bisa digunakan
teorema berikut.
1 i i
H2 = (A A) = (A A) = (A A)
2i 2 2
1 1
= (A A) = (A A)
2i 2i
= H2
z
Beberapa pengertian yang terkait dengan proposisi tersebut kita berikan
dalam denisi berikut.
Berikut ini dua sifat yang terkait dengan pengertian dekomposisi Carte-
sian.
Proposition 3.21 Matriks A normal jhj ReA dan ImA adalah komut, yaitu
A = (ReA) + i (ImA)
Dengan demikian,
z
Telah dinyatakan sebelumnya bahwa keistimewaan dari matriks Hermit
H 2 Cn n adalah semua nilaieigennya adalah real, sehingga n nilaieigen itu
dapat diurutkan, misalnya
1 2 n:
0 hHxj ; xj i = h j xj ; xj i = j hxj ; xj i = j :1 = j
z
Berikut ini diberikan beberapa proposisi yang terkait dengan sifat-sifat
matriks denit atau semi-denit positif.
Dengan demikian,
Ker (A) Ker (A A) (i)
Kemudian, ambil sembarang x 2 Ker (A A) ; maka (A A) x = 0 , A (Ax) =
0 berarti (Ax) 2 Ker (A ), dan di lain pihak jelas bahwa (Ax) 2 Im (A), se-
hingga
(Ax) 2 Ker (A ) \ Im (A)
Berdasarkan Persamaan 3.8, kita peroleh Ker (A ) \ Im (A) = f0g ; sehingga
dapat kita simpulkan Ax = 0, dan ini berarti x 2 Ker (A) : Dengan demikian,
z = A (y1 + y2 ) = A y1 + A y2 = A y1 + 0 = A y1
3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit 161
dimana fx1 ; x2 ; :::; xr g basis untuk Ker (H)? , A = fxr+1 ; xr+2 ; :::; xn g basis
untuk Ker (H) ; dan B = fHx1 ; Hx2 ; :::; Hxr g basis untuk Im (H) : Kemu-
dian, karena B basis, maka Hxj 6= 0 untuk j = 1; 2; :::; r akibatnya
2 2
0 < hHxj ; Hxj i = h j xj ; j xj i = j hxj ; xj i = j
Dari fakta ini dan karena j 0; kita simpulkan j > 0: Tinggal kita
buktikan untuk j = r + 1; r + 2; :::; n berlaku j = 0: Perhatikan bahwa
A adalah basis untuk Ker (H) ; maka Hxj = 0; akibatnya
2 2
0 = hHxj ; Hxj i = h j xj ; j xj i = j hxj ; xj i = j
Dengan demikian,
1 1
H y; y = H y; Hx = hx; Hxi = hHx; xi > 0
Dari denisi tersebut, mudah diamati bahwa A = [aij ]ni;j=1 adalah skew-
Hermit jhj untuk i = j; aij 2 C tetapi aij 2
= R (imajiner murni), sedangkan
untuk i 6= j; aij 2 C dengan sifat aij = aji , yaitu
2 3
a11 a12 a1n
6 a12 a22 a2n 7
6 7
A = 6 .. .. ... .. 7 dengan aii imajiner murni ; i = 1; 2; :::; n
4 . . . 5
a1n a2n ann
A = U DU
A = A , (U DU ) = U DU , U DU = U ( D) U , D = D,
i = i , i 2 C dan i 2
=R
z
Untuk menjamin bahwa matrik normal adalah skewHermit bisa menggu-
nakan teorema berikut.
Berikut ini teorema penting yang berkaitan dengan pengertian akar kuadrat
dari suatu matriks dan matriks denit positif.
H02 x; x = 0 , hH0 x; H0 xi = 0 , H0 x = 0 ) Hx = 0:
z
Perlu dicatat bahwa secara umum akar dari suatu matriks yang denit
positif adalah tidak tunggal. Hal ini karena,
p jika H memunyai nilaieigen
, maka H0 bisa memunyai nilaieigen : Jika D = diag [ i ]ni=1 adalah
matriks diagonal dari semua nilaieigen H; maka
p nmatriks diagonal dari se-
mua nilaieigen H0 berbentuk D0 = diag i i=1 yang memunyai paling
n
banyak 2 kemungkinan.
p n Akan tetapi, jika H0 harus denit positif, maka
D0 = diag i i=1 adalah tunggal. Lebih jauh dari sifat ini diberikan dalam
proposisi berikut.
(U D0 U )2 = (V D0 V )2 , U D02 U = V D02 V ,
U U D02 U V = U V D02 V V ,
D02 (U V ) = (U V ) D02
3.4 Akar Kuadrat dari Matriks Denit 166
Dari persamaan matriks yang terakhir ini, dan karena unsur diagonal dari
D0 tak-negatif, maka
D0 (U V ) = (U V ) D0 , U (D0 U V ) V = U (U V D0 ) V
, U D0 U = V D0 V , H0 = H1
Denisi 3.11 Untuk selanjutnya dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan
akar kuadrat dari H 0 adalah akar kuadrat yang semi-denit positif dan
1 1 1
dinotasiakan dengan H 2 : Kemudian, 2 H 2 jhj 2 2 H; ruangeigen dari H 2
yang terkait dan ruangeigen dari H yang terkait 2 adalah sama (coincide).
Bukti. Karena akar kuadrat dari suatu bilangan adalah tunggal, maka
kita cukup membuktikan bahwa nilaieigen tak-nol dari matriks A A dan dari
AA adalah sama. Misalkan x1 ; x2 ; :::; xn adalah vektor-vektoreigen dari A A
3.4 Akar Kuadrat dari Matriks Denit 167
h(A A) xi ; xj i = h i xi ; xj i = i hxi ; xj i = i ij
Di lain pihak,
h(A A) xi ; xj i = hAxi ; Axj i
Dengan demikian, sekarang kita dapatkan
Dari persamaan terakhir ini dapat kita simpulkan bahwa Axi = 0 jhj i = 0:
Berikutnya, perhatikan bahwa
Hal ini menunjukkan bahwa untuk i 6= 0 (berarti Axi 6= 0), maka i adalah
nilaieigen dari AA terkait dengan vektoreigen Axi :
Sebaliknya (perhatikan langkah-langkah berikut ini hanya tinggal meng-
ganti A dengan A atau sebaliknya), misalkan x1 ; x2 ; :::; xn adalah vektor-
vektoreigen dari AA yang terkait nilai-nilaieigen 1 ; 2 ; :::; n dan memben-
tuk basis ortonormal untuk Cn , maka untuk 1 i; j n; kita peroleh
h(AA ) xi ; xj i = h i xi ; xj i = i hxi ; xj i = i ij
Di lain pihak,
h(AA ) xi ; xj i = hA xi ; A xj i
Dengan demikian, sekarang kita dapatkan
hA xi ; A xj i = i ij ; 1 i; j n , hA xi ; A xi i = i; 1 i n
(A A) (A xi ) = A (AA xi ) = A ( i xi ) = i (A xi )
A y1 ; A y2 ; :::; A yr
i jika j = i
hAxi ; Axj i = i ij =
0 jika j =
6 i
(A A) xi = (AA ) xi = A (A xi ) = A xi = Axi = i xi = j i j2 xi
sehingga
1
det (A A) 2 = det (U DU ) = det (U ) det (D) det (U )
1 1
= det (U ) det U det (D) = det (U ) det (D)
det (U )
Q
n
= det (D) = i
i=1
Q
n
= si (A)
i=1
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 170
Dilain pihak,
Denga demikian
Q
n
jdet (A)j = si (A)
i=1
z
Di lain pihak,
Dari fakta (i), (ii), dan (iii), kita simpulkan j j2 hx; xi = hx; xi ) j j2 = 1 z
(A A) xi = A (Axi ) = A ( xi ) = iA xi = i i xi = j i j2 xi = xi = Ixi
A = HU (3.12)
1 2 r >0= r+1 = = n
merupakan suatu basis ortonormal untuk Cn : Dalam hal ini, cukup kita tun-
jukkan bahwa yi dan yj adalah ortogonal untuk setiap i = 1; 2; :::; r dan
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 173
82 1 39 82 3 2 39 82 39
>
> > > 0 1 > > 1 >
<6 2 7> = >
<6 7 6 >
7=
>
<6 >
7=
0 7 $ 0; 6 7 ; 6 01 0
, eigenvectors: 64 1 5 4 0 5 4 1
7 $ 2; 6
5>
7 $3
4 1 5>
>
> 2 >
> >
> > >
> >
: ; : ; : ;
1 0 0 1
Dari hasil komputasi SWP tersebut, kita peroleh (A A) = f0; 2; 3g
sehingga bisa kita denisikan nilaieigen
1 = 3; 2 = 2; 3 = 2; dan 4 =0
dengan
2 3 2 p1 3 2 3 2 1 3
1 1 p
3 2
1 6 6
7 6 0 7 7 1 6 0 7 6 0 7
0
x1 = p 6 7=6 1 7 ; x2 = p 4
6 7=6 1 7
3 4 1 5 4 p3 5 2 1 5 4 p2 5
1 p1 0 0
3
2 3 2 1 3 2 3
p1
0 2 6
6 1 7 1 6 0 7 6 6 0 7
7
; x3 6 7 6 7
= 4 5 ; dan x4 = q 4 1 5 = 6 p1 7
0 6 2 4 6 5
4 p2
0 1 6
2
3 2 3
0 0p
1 1 6 1 7 6 1
2 7
y3 = p Ax3 = p 64
7=6
5 4
2 7
3 2 0 p0 5
1 1
2
2
Selanjutnya, kita hitung basis ortonormal untuk Ker (AA ) untuk memeroleh
y4
2 32 3 2 3
1 0 1 1 1 0 1 0 3 0 0 0
6 0 1 0 0 7 6 1 0 1 7 6 1 7
AA = 6 76 0 7=6 0 1 0 7
4 1 0 1 0 5 4 1 0 1 0 5 4 0 0 2 0 5
0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1
2 3
0
6 1 7
, nullspace basis: 6 7
4 0 5. Dari hasil komputasi SWP ini
1
2 3 2 3
0 0
p
1 6 1 7 6 1
7=6 2 2 7
7
y4 = p 6 4 5 4
2 0 0 5
p
1 1
2
2
Akhirnya, kita peroleh juga basiseigen ortonormal C = fy1 ; y2 ; y3 ; y4 g untuk
R4 dari AA : Dengan demikian, dapat kita hitung matriks uniter U yang
mentransformasikan dari B ke C melalui persamaan matriks berikut
U B = C dimana B dan C adalah bentuk matriks dari B dan C ,
U = CB 1 ,
2 3 2 1p 1
p 1
p 3 1
1 0 0p 0
p 3
3 2
2 0 6
6
6 0 0 1 1 7
2 2 2 7 6 0p 6 0 1 0 7
U = 6
4 0 1
2 p
54 1 3 1 2 0 1 6 5
p 7
p0 0
p 3p 2 6p
0 0 12 2 21 2 1
3
3 0 0 1
3
6
2 1p 1
p 1p 3
3 p
3 0p 3p
3 3 p3
6 1 3 1
2 6 p3 13 3 7
1
= 6 6p
4 1 2
2
1
7
5
2 p p0 2p
2 0
p
1
6
3 12 2 1
6
3 13 3
1
Sedangkan matriks H = (AA ) 2 dihitung dari matriks C dan nilaieigen yang
terkait: 2 p 3
1 p0 0 0
6 0 2 p0 0 7
H =C6 4 0
7C ,
5
0 3 p0
0 0 0 4
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 176
2 32 p 32 3
1 0 0p 0
p 3 p0 0 0 1 0 0 0
6 0 0 1 1 7
2 2 2 76 06 2 p0 0 76 0 0p 1 0 7
H = 6
4
2
54 0
76
54 0
p 7
0 1 p0 0
p 0 2 0 1
2p
2 0 1
2p
2 5
1
p
0 0 2
2 21 2 0 0 0 0 0 1
2
2 0 1
2
2
2 p 3
3 p0 0 0p
6 0 1
2 p0 1
2 7
= 6
4 0
2 2 7
5
0p 2 p0
1 1
0 2
2 0 2
2
Kita periksa
2 p p
32 1 1
p 1
p 3
3 p0 0 0p p3 3
0p 33p 3p
3
6 0 1
2 p0 1 7 6 1
2 7 6 6p 3 1
2 1
3 1
3 7
HU = 6 4 0
2 2 2 6p 3 7=
0p 2 p0 5 4 12 p2 0
p
1
2p
2 0
p
5
1 1 1 1 1 1
0 2
2 0 2
2 6
3 2
2 6
3 3
3
2 3
1 0 1 1
6 0 1 0 0 7
: 6
4 1 0
7 = A: z
1 0 5
0 1 0 0
Dengan bukti yang serupa (tinggal menukar A dengan A ), dual dari
dekomposisi polar dalam Teorema 3.19 dinyatakan melalui proposisi berikut
ini.
A = U1 H1
1 2 r >0= r+1 = = n
1 i
p
Axi = p (AA ) yi = p yi = i yi (i)
i i
Dengan demikian, fx1 ; x2 ; :::; xr g dalam Cn merupakan himpunan r vektor-
eigen ortonormal dari A A terkait dengan nilaieigen 1 ; 2 ; :::; r : Sekarang,
berdasarkan proses Gram-Schmidt, kita konstruksi suatu basis ortonormal
untuk Ker (A A) dan dinotasikan dengan fxr+1 ; xr+2 ; :::; xn g ; maka bisa di-
tunjukkan himpunan
B = fx1 ; x2 ; :::; xr ; xr+1 ; xr+2 ; :::; xn g
merupakan suatu basis ortonormal untuk Cn : Dalam hal ini, cukup kita tun-
jukkan bahwa xi dan xj adalah ortogonal untuk setiap i = 1; 2; :::; r dan
setiap j = r + 1; r + 2; :::; n: Perhatikan dahulu bahwa, menurut Proposisi
3.24,
Ker (A A) = Ker (A)
sehingga xj 2 Ker (A) : Dengan demikian,
1 1 1 1
hxi ; xj i = p A yi ; xj = p hA yi ; xj i = p hyi ; Axj i = p hyi ; 0i
i i i i
= 0
Selanjutnya, karena B dan C adalah dua basis ortonormal untuk Cn , maka
menurut Proposisi 3.37 dapat kita denisikan matriks uniter U1 (mentrans-
form B ke C) sehingga yi = U1 xi untuk i = 1; 2; :::; n dan juga matriks
1 p
H1 = (A A) 2 sehingga H1 xi = i xi : Oleh karena itu,
p
(U1 H1 ) xi = U1 (H1 xi ) = U1 i xi
p p
= i U1 xi = i yi ; untuk i = 1; 2; :::; n
A A = (U H) (U H) = H (U U ) H = H H = HH = HH
= H (U U ) H = HU (HU ) = AA
berarti A normal.
()) Misalkan A nomal, berarti A A = AA : Kemudian, kita gunakan
penggalan dalam bukti Teorema 3.19 dan 3.20 untuk menyatakan bahwa B =
fx1 ; x2 ; :::; xn g adalah basiseigen ortonormal yang ditentukan oleh A A =
1 1
AA . Dengan demikian, karena H = (AA ) 2 = (A A) 2 , maka untuk i =
1; 2; :::; n berlaku
p p p 1
(U H) xi = i U xi = i yi = i p Axi
i
= Axi = HU xi
Proposition 3.40 Jika = rei (r > 0) adalah nilaieigen tak-nol dari ma-
triks normal A 2 Cn n ; maka r adalah nilaieigen dari H dan ei adalah
nilaieigen dari U dalam Persamaan 3.12.
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 179
A = V DU (3.13)
1 2 r >0= r+1 = = n
vektor-vektor tersebut bisa dinormalkan dan kita dapatkan (lihat bukti Teo-
rema 3.14)
Axi Axi 1
yi = =p = p Axi
kAxi k hAxi ; Axi i i
merupakan suatu basis ortonormal untuk Cm : Dalam hal ini, cukup kita
tunjukkan bahwa yi dan yj adalah ortogonal untuk setiap i = 1; 2; :::; r dan
setiap j = r + 1; r + 2; :::; m: Perhatikan dahulu bahwa, menurut Proposisi
3.24,
Ker (AA ) = Ker ((A ) A ) = Ker (A )
sehingga yj 2 Ker (A ) : Dengan demikian,
1 1
hyi ; yj i = p Axi ; yj = p hAxi ; yj i
i i
1 1
= p hxi ; A yj i = p hxi ; 0i = 0
i i
U= x1 x2 xn ;
V 2 Cm m
sebagai bentuk matriks dari basis C yaitu
V = y1 y 2 yr yr+1 ym ;
1
dan matriks H = (AA ) 2 sehingga
p
Hyi = i yi = Axi
p
berdasarkan pdenisinya, i merupakan nilai singular dari A dan kita no-
tasikan si = i untuk i = 1; 2; :::; r: Selanjutnya, berlaku
dimana 2 3
s1 0 0 0 0
6 0 s2 0 0 0 7
6 .. .. .. .. .. 7
6 ..
.
..
. 7
6 . . . . . 7
6 7
D=6 0 0 sr 0 0 7 2 Cm n
6 7
6 0 0 0 0 0 7
6 .. .. .. .. .. .. .. 7
4 . . . . . . . 5
0 0 0 0 0
Akhirnya, kita simpulkan
AU = V D , (AU ) U = (V D) U , A = V DU
z
Aspek komputasi dari Teorema 3.21 kita ilustrasikan langsung melalui
contoh berikut ini.
2 3
1 0 0 1 1
, Hermitian transpose: 4 0 1 1 5=A
1 0
1 1 1 0 1
2 3
2 3 1 0 1 2 3
1 0 1 1 0 6 0 1 1 7 3 1 2
6 7
A A=4 0 1 1 0 1 566 1 1 0 77=
4 1 3 2 5
1 1 0 1 1 4 1 0 1 5 2 2 4
0 1 1
82 39 82 39 82 1 3 9
< 1 = < 1 = < 2 =
, eigenvectors: 4 1 5 $ 0; 4 1 5 $ 4; 4 21 5 $ 6
: ; : ; : ;
1 0 1
Dari hasil komputasi SWP tersebut, kita peroleh (A A) = f0; 4; 6g
sehingga bisa kita denisikan nilaieigen
1 = 6; 2 = 4; dan 3 =0
dengan
2 1
3 2 1
p 3 3 2 2 1
p 3
6p
6 1 2p
2
1 2
5 ; x2 = p1 4 1 5 = 4
x1 = q 4 5=4
1
2
1
6p
6 1
2
2 5
6
1 1
6 2 0 0
4 3
2 3 2 1p 3
1 3
1 4 5 4 31 p 5
x3 = p 1 = 3 p3
3 1 1
3
3
merupakan vektor-vektoreigen yang terkait nilaieigen tersebut dan memben-
tuk basis ortonormal C = fx1 ; x2 ; x3 g untuk R3 : Kemudian,
2 3 2 1p 1
p 3
1 0 1 2 p p 3 2p 6 2 p2
6 0 1 1 7 7 1
6 1
2 6 1
6 1
2 7
6 6p 2p 6 2 p
2 7
A x 1 x2 = 6 6 1 1 0 74 1 6 1 2 5 = 6 0
7 6p 2 6 p 2
p 7
7
4 1 0 1 5 1
6 0 4 1
6 1
2 5
3 2p 2p
0 1 1 1 1
2
6 2
2
sehingga 2 p 3 2 3
1 1
2p
6 2
6 1
6 7 6 1 7
1 1 6 2 7 6 2 7
y1 = p Ax1 = p 6 0p 7 = 6 0 7;
1 66
4 1
6
7 6 1 7
5 4 5
2p 2
1 1
2
6 2
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 183
: : 2 p 3 2 p 3
1 1
2p
2 4p
2
6 1
2 7 6 1 7
2
1 1 6 p
2 7 6 4p 7
y2 = p Ax2 = p 6 7 6
p 7=6
2 1
2 7
2 46
4 1
2 5 4
2 p 7
1
2 5
2p 4p
1 1
2
2 4
2
Selanjutnya, kita hitung basis ortonormal untuk Ker (AA ) untuk memeroleh
y3 ; y4 ; dan y5
2 3
1 0 1 2 3
6 0 1 1 7 1 0 1 1 0
6 7
AA = 6 6 1 1 0 77
4 0 1 1 0 1 5
4 1 0 1 5 1 1 0 1 1
0 1 1
2 3
2 1 1 2 1
6 1 2 1 1 2 7
6 7
= 6 6 1 1 2 1 1 7
7
4 2 1 1 2 1 5
1 2 1 1 2
22 3 2 3 2 33
1 1 0
66 1 7 6 0 7 6 1 77
66 7 6 7 6 77
, nullspace basis: 66
66 1 7;6
7 6 0 7;6
7 6 0 77. Dari hasil komputasi SWP
77
44 0 5 4 1 5 4 0 55
0 0 1
ini, kita dapatkan
2 3 2 1p 3 2 3 2 1
p 3
1 3p
3 1 2
2
6 1 7 6 1 3 7 6 0 7 6 0 7
1 6 7 6 3p 7 1 6 7 6 7
y3 = p 6 1 7=6 1 3 7 ; y4 = p 6 0 7=6 0 7
36
4 0
7 6 3
5 4 0
7
5 26
4 1
7 6
5 4 1
p
2
7
5
2
0 0 0 0
2 3 2 3
0 0p
6 1 7 6 1
2 7
1 6 7 6 2 7
y5 = p 6 0 7=6 0 7
26
4 0
7 6
5 4 0
7
5
1
p
1 2
2
Akhirnya, kita peroleh juga basiseigen ortonormal C = fy1 ; y2 ; y3 ; y4 ; y5 g
untuk R5 dari AA : Dengan demikian, dapat kita denisikan matriks uniter
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 184
2 3
1 0 1
6 0 1 1 7
6 7
6
: 6 1 1 0 7 z
7
4 1 0 1 5
0 1 1
Persamaan 3.13 dalam dekomposisi nilai singular memunculkan pengertian
lebih umum mengenai pengertian ekuivalensi uniter sebagaimana dinyatakan
dalam denisi berikut ini.
Dari denisi tersebut, jelas bahwa setiap matrik adalah ekuivalen uniter
dengan matriks kanonik D sebagaimana dinyatakan dalam Teorema 3.21. Se-
lanjutnya sifat dasar dari ekuivalensi uniter diberikan dalam proposisi berikut
ini.
A A = (Y BX ) (Y BX ) = XB Y Y BX = X (B B) X
(() Jika matriks (A A) dan (B B) adalah similar uniter, maka jelas bahwa
(A A) (B B) sehingga menurut Teorema 2.24 kita peroleh (A A) =
(B B) : Akibatnya, berdasarkan denisi nilai singular, A dan B memun-
yai nilai singular yang sama. Akhirnya, kita gunakan Proposisi 3.41 untuk
menyimpukan bahwa A dan B adalah ekuivalen uniter. z
Nama lain dari matriks adalah matriks proyektor. Secara analog, tran-
formasi linear T 2 L (V) disebut proyektor jika T 2 = T . Sifat dasar dari
matriks idempoten diberikan dalam teorema berikut ini.
1. (I P ) juga idempoten,
2. Im (I P ) = Ker (P ) ; dan
3. Ker (I P ) = Im (P ) :
1. (I P )2 = (I P ) (I P) = I 2P + P 2 = I 2P + P = (I P):
(1 P ) x = y , P (1 P)x = Py , P P2 x = Py ,
P y = (P P)x = 0
jhj y 2 Ker (P ) :
3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten 187
z
Matriks Q = (I P ) dengan sifat seperti dalam Teorema 3.22 disebut
matriks proyektor komplementer ke P dalam arti
Im (Q) = Ker (P ) dan Ker (Q) = Im (P )
dan berlaku pula
P Q = QP = O; dengan O adalah matriks nol.
Sifat berikutnya dari matriks idempoten P dinyatakan dalam teorema berikut.
P 2 x = P P (x1 + x2 ) = P (x2 ) = P (0 + x2 ) = x2 = P x
[P S1 ]A Or (n r)
[P ]C = = D;
O(n r) r [P S2 ]B
Or r Or (n r)
D=
O(n r) r [P S2 ]B
dan
[P S2 ]B = [P vk+1 ]B [P vk+2 ]B [P vn ]B
= [vk+1 ]B [vk+2 ]B [vn ]B
= In r
3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten 189
1 Or (n r) Or (n r) 1
P = CDC =C C (3.14)
O(n r) r In r
Agar lebih mudah dipahami, langsung saja kita ilustrasikan dalam contoh
berikut.
A = f(1; 2; 4; 8; 2) ; ( 2; 1; 0; 3; 2)g
1. Periksa bahwa P 2 = P:
2. Hitung vektor a 2 S1 dengan
a = 7 ( 2; 1; 0; 3; 2) 4 (1; 2; 4; 8; 2) ;
1. P 2 =
2 32 3
12 41 18 25 29 12 41 18 25 29
6 4 15 9 11 13 76 4 15 9 11 13 7
6 76 7
6 4 12 1 4 4 76 4 12 1 4 4 7
6 76 7
4 10 42 27 32 37 54 10 42 27 32 37 5
10 38 18 24 27 10 38 18 24 27
2 3
12 41 18 25 29
6 4 15 9 11 13 7
6 7
: 6
6 4 12 1 4 4 7=P
7
4 10 42 27 32 37 5
10 38 18 24 27
2. Kita hitung a:
2 3 2 3 2 3
2 1 18
6 1 7 6 2 7 6 15 7
6 7 6 7 6 7
a = 76
6 0 7
7 46
6 4 7=6
7 6 16 7
7
4 3 5 4 8 5 4 53 5
2 2 22
2 3
0
6 0 7
6 7
: 6
6 0 7 = 0.
7
4 0 5
0
3. Kita hitung b:
2 3 2 3 2 3 2 3
2 6 3 5
6 2 7 6 5 7 6 2 7 6 7 7
6 7 6 7 6 7 6 7
b = 10 6
6 2 7
7 36
6 5 7+6
7 6 1 7=6
7 6 6 7
7
4 5 5 4 8 5 4 5 5 4 31 5
1 1 2 15
z
Dari uraian kalkulatif di atas, khusus Persamaan 3.14, cukup mudah di-
pahami bahwa setiap matriks idempoten adalah simpel. Dalam hal ini, C
adalah basiseigen dengan vektor-vektoreigen dalam A semuanya terkait den-
gan nilaiegen = 0 dan vektor-vektoreigen dalam B semuanya terkait dengan
nilaiegen = 1: Fakta ini kemudian kita formalkan dalam teorema baerikut
ini.
dengan Rank (P ) = r dan fx1 ; x2 ; :::; xr g adalah basis dari Im (P ) yang bior-
togonal ke fy1 ; y2 ; :::; yr g di dalam Cn :
C = x1 x 2 xr xr+1 xn dan
1 T
C = y 1 y2 yr yr+1 yn
z
Hal yang cukup menarik dalam bahsan matriks idempoten P adalah
ketika P sekaligus merupakan matriks Hermit, berarti berlaku sifat P 2 = P
dan P = P : Kemudian, untuk setiap x 2 Ker (P ) dan y 2 Im (P ) berlaku
hx; yi = hx; P yi = hP x; yi = hP x; yi = 0
Cn = Ker (P ) Im (P )
X
r
P = x j xj
j=1
z
n
Berikutnya, dari persamaan Proposisi 3.44, untuk setiap x 2 C berlaku
X
r X
r X
r
Px = xj x j x = xj xTj x = hx; xj i xj
j=1 j=1 j=1
aj (y Ax) = 0 , A (y Ax) = 0 , A y A Ax = 0 ,
1
A Ax = A y , x = (A A) Ay
Dengan demikian,
1 1
P y = A (A A) A y = A (A A) A y
dan
1 1
P = A (A A) A = A (A A) A =P
sehingga dapat kita simpulkan bahwa P adalah idempoten dan Hermit.
Perhatikan pula bahwa, jika kita memilih
A= x 1 x2 xr