Você está na página 1de 197

Aljabar Linear1

Sugi Guritman

Departemen Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
BOGOR
2012

1 Diberikansebagai lecture note untuk matakuliah Aljabar Linear Program S2


Matematika IPB.
Daftar Isi

1 Ruang Vektor 1
1.1 Pengertian Ruang Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.1.1 Skalar dan vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.1.2 Ruang Vektor Bidang Geometri . . . . . . . . . . . . . 3
1.1.3 Ruang Vektor Koordonat . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
1.1.4 Denisi, Contoh, dan Sifat-sifat Dasar Ruang Vektor . 6
1.2 Subruang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
1.3 Kombinasi Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
1.4 Bebas dan Terpaut Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
1.5 Basis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
1.5.1 Mengubah Basis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
1.6 Jumlah Langsung Subruang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
1.7 Ruang Euclid dan Uniter . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
1.7.1 Produk Dalam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
1.7.2 Sistem Ortogonal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48
1.7.3 Subruang Ortogonal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 55

2 Tansformasi Linear 60
2.1 Pengertian Tranformasi Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . 60
2.1.1 Denisi Transformasi Linear . . . . . . . . . . . . . . . 60
2.1.2 Ruang Transformasi Linear . . . . . . . . . . . . . . . 63
2.1.3 Isomorsme Ruang Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . 67
2.2 Matriks Representasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70
2.2.1 Pengertian Matriks Representasi . . . . . . . . . . . . . 70
2.2.2 Komposisi Transformasi . . . . . . . . . . . . . . . . . 74
2.2.3 Matriks Representasi dari Operator Linear . . . . . . . 75

i
Daftar Isi ii

2.2.4 Ekuivalensi Matriks Representasi . . . . . . . . . . . . 77


2.2.5 Similaritas Matriks Representasi . . . . . . . . . . . . . 86
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL . . . . . . . . . . . . . . . . . 90
2.3.1 Transformasi Invertibel . . . . . . . . . . . . . . . . . . 94
2.3.2 Matriks Invertibel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 100
2.3.3 Jumlah Langsung Transformasi . . . . . . . . . . . . . 105
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 112
2.4.1 Nilaieigen dan Vektoreigen dari Transformasi . . . . . . 112
2.4.2 Vertoreigen dan Nilaieigen dari Matriks . . . . . . . . . 117
2.4.3 Polinomial Karakteristik . . . . . . . . . . . . . . . . . 121
2.4.4 Teorema Schur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 130
2.5 Aplikasi ke Persamaan Diferensial . . . . . . . . . . . . . . . . 134

3 Tranformasi Linear dalam Ruang Uniter 135


3.1 Transformasi Adjoin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 135
3.2 Transformasi dan Matriks Normal . . . . . . . . . . . . . . . . 146
3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit . . . . . . . . . . . 155
3.4 Akar Kuadrat dari Matriks Denit . . . . . . . . . . . . . . . 164
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 170
3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten . . . . . . . . . . . . . . . . . . 186
Bab 1

Ruang Vektor

1.1 Pengertian Ruang Vektor


Sebelum mendenisikan pengertian ruang vektor, terlebih dahulu akan diba-
has pengertian skalar dan vektor melalui penjelasan berikut ini.

1.1.1 Skalar dan vektor


Besaran sik adalah segala sesuatu yang dapat diukur. Besaran sik dibeda-
kan atas skalar dan vektor. Skalar adalah besaran sik yang hanya memiliki
besar (mangnitude), misalnya: panjang, massa, waktu, suhu, energi. Dari
pengertian ini setiap skalar dapat dipadankan dengan bilangan, dan penghi-
tungan skalar terkait operasi bilangan. Sedangkan vektor adalah besaran
sik yang mengandung besar sekaligus arah, misalnya: gaya, kecepatan, per-
cepatan, medan listrik, medan magnet. Dari pengertian ini, jelas bahwa
setiap vektor pasti mengandung skalar. Vektor secara geometris dapat di-
representasikan sebagai ruas garis berarah, dengan panjang garis merepre-
sentasikan skalarnya.
Abstraksi dari skalar dalam sika menghasilkan pengertian skalar secara
matematik. Skalar beserta penghitungannya secara matematik dimaknai se-
bagai himpunan bilangan beserta operasinya. Dengan demikian, sifat-sifat
penghitungan skalar berpadanan langsung dengan sifat-sifat himpunan bi-
langan yang terkait dengan operasinya. Sifat-sifat yang dimaksud berbentuk
suatu struktur aljabar yang disebut eld.

Denisi 1.1 Suatu himpunan F yang padanya didenisikan operasi jumlah


(+) dan operasi kali ( ) disebut eld, notasi hF; +; i, jika memenuhi sifat-
sifat berikut.

1
1.1 Pengertian Ruang Vektor 2

1. hF; +i merupakan grup kommutatif terhadap +, yaitu memenuhi


sifat-sifat:

(a) asosiatif: (8a; b; c 2 F) (a + b) + c = a + (b + c);


(b) F memunyai unsur identitas (unsur nol): (9!0 2 F)(8a 2 F) 0 +
a = a + 0 = a;
(c) setiap unsur dari F memunyai invers (lawan): (8a 2 F)(9!b 2 F)
a + b = b + a = 0; dalam hal ini b = ( a); dan
(d) komutatif: (8a; b 2 F) a + b = b + a:

2. hF ; i, dimana F = F r f0g, merupakan grup kommutatif ter-


hadap , bersifat:

(a) asosiatif: (8a; b; c 2 F) (ab)c = a(bc);


(b) F memunyai unsur identitas (satuan): (9!1 2 F)(8a 2 F) 1:a =
a:1 = a;
(c) setiap unsur dari F memunyai invers (kebalikan): (8a 2 F )(9!b 2
F ) ab = ba = 1; dalam hal ini b = (a 1 ); dan
(d) komutatif: (8a; b 2 F) ab = ba:

3. Berlaku sifat distributif terhadap + : (8a; b; c 2 F) a(b+c) = ab+ac


atau (b + c)a = ba + ca:

Himpunan semua bilangan nyata dinotasikan R: Dengan mudah dapat


diperiksa bahwa hR; +; i merupakan eld. Himpunan semua bilangan kom-
pleks dinotasikan C: Dengan mudah dapat diperiksa bahwa hC; +; i meru-
pakan eld. Ingat denisi operasi pada C; misalkan z1 ; z2 2 C; biasanya p
ditulis z1 = a1 + b1 i; z2 = a2 + b2 i untuk suatu a1 ; a2 ; b1 ; b2 2 R dan i = 1;
maka

z1 + z2 = (a1 + a2 ) + (b1 + b2 )i; dan


z1 :z2 = (a1 a2 b1 b2 ) + (a1 b2 + a2 b1 )i:

Contoh eld yang lain adalah Zp = f0; 1; 2; :::; (p 1)g dengan operasi jumlah
dan kali modulo p; dimana p bilangan prima. Field ini merupakan contoh
keluarga eld berhingga. Jelaskan, mengapa himpunan semua intejer beserta
operasinya hZ; +; i bukan merupakan eld.
Pada aljabar linear yang akan disampaikan di tulisan ini ditekankan pada
penggunaan skalar R atau C: Sebagai berbandingan, di dalam bahasan al-
jabar teori pengkodean digunakan skalar eld berhingga.
1.1 Pengertian Ruang Vektor 3

Abstraksi dari pengertian vektor secara sik menghasilkan pengertian


vektor secara matematik. Sebagaimana telah disebutkan di atas, vektor
awalnya diabstraksikan secara geometris sebagai ruas garis berarah. Op-
erasi vektor secara geometris kemudian diperluas abtraksinya mengarah ke
konsep operasi vektor aljabar. Berikut ini diberikan ilustrasinya.

1.1.2 Ruang Vektor Bidang Geometri


Misalkan V adalah himpunan semua vektor (dalam pengertian ruas garis
berarah) di dalam bidang dengan skalar R. Kita sepakati dahulu bahwa
notasi vektor dalam tulisan ini digunakan huruf kecil dengan cetak tebal,
misalnya a, notasi lain yang umum dipakai a; a; atau ! a ; sedangkan notasi
anggota skalar hanyalah huruf kecil, misalnya k: Kesamaan dua anggota V
didenisikan sebagai dua vektor yang besar (panjang ruas garis) dan arahnya
sama tidak tergantung pada letaknya. Pada anggota-anggota V didenisikan
dua aturan: jumlah vektor dan perkalian skalar dengan vektor. Misalkan
a; b 2 V dan k 2 R: Aturan a + b didenisikan sebagai ruas garis berarah
yang pangkalnya di pangkal a dan ujungnya di ujung b setelah meletakkan
pangkal b di ujung a: Perkalian skalar vektor ka didenisikan sebagai ruas
garis yang segaris dengan a dan panjangnya jkj kak ; dimana kak menotasikan
panjang dari a dan jkj adalah nilai mutlak dari k:
Dari denisi di atas, secara geometris mudah diamati bahwa V terhadap
aturan jumlah bersifat: tertutup, yaitu (8a; b 2 V)(9!c 2 V) a + b = c,
asosiatif, dan komutatif. Perhatikan pula bahwa V memuat vektor nol, notasi
0; yang diasumsikan sebagai ruas garis berarah yang panjangnya nol. Lawan
dari a; notasi a; adalah ( 1)a; merupakan ruas garis berlawanan arah
dengan a dan memunyai panjang sama dengan kak : Dengan demikian, V
merupakan grup komutatif terhadap operasi jumlah.

a
a b
b

a a+b
b a
2
- 3a 2a

a
1.1 Pengertian Ruang Vektor 4

Selanjutnya, V terhadap perkalian skalar vektor mudah diamati bahwa


sifat-sifat darar berikut ini.

1. Tertutup: (8k 2 R; 8a 2 V)(9!b 2 V) ka = b:


2. (8k 2 R; 8a; b 2 V) k(a + b) = ka + kb:
3. (8k; l 2 R; 8a 2 V) (k + l)a = ka + la:
4. (8k; l 2 R; 8a 2 V) (kl)a = k(la):
5. (8a 2 V)1a = a:

Atas dasar sifat-sifat tersebut, V beserta operasinya disebut ruang vektor


geometri bidang atas skalar R:

1.1.3 Ruang Vektor Koordonat


Perhatikan himpunan semua titik koordinat pada bidang koordinat Cartesius
yang dinotasikan dengan R2 = f(x; y) x; y 2 Rg: Ambil sembarang vektor
a 2 V; letakkan pangkal a di titik asal O(0; 0) pada bidang koordinat, maka
a (dalam hal ini ujung a) akan menentukan tepat satu (a1 ; a2 ) 2 R2 , bisa
dituliskan a $ (a1 ; a2 ): Peletakaan pangkal a pada titik asal tidak akan
memengaruhi ukuran a; ingat ukuran a tidak bergantung pada letaknya.
Dengan demikian, setiap anggota dari V dapat dipadankan dengan tepat
satu anggota dari R2 : Sebaliknya, tanpa memperhatikan letak, setiap anggota
R2 dapat dipadankan dengan tepat satu anggota V: Dalam hal ini, apabila
v 2 V berpadanan satu-satu (x; y) 2 R2 ; bisa ditulis v $ (x; y):
Misalkan a; b 2 V, k 2 R sedemikian a $ (a1 ; a2 ) dan b $ (b1 ; b2 );
dalam bidang koordinat Cartesius dengan mudah dapat diamati bahwa
a + b $ (a1 + b1 ; a2 + b2 ) dan ka $ (ka1 ; ka2 ):
Y
(4,10)
2a
a
(2,5)
a
b
O a+b (13,-1) X

b
(11,-6)
1.1 Pengertian Ruang Vektor 5

Fakta ini mengarah pada pendenisian aturan jumlah dan aturan perkalian
skalar vektor pada R2 ; yaitu [8(a1 ; a2 ); (b1 ; b2 ) 2 R2 dan 8k 2 R] berlaku
(a1 ; a2 ) + (b1 ; b2 ) := (a1 + b1 ; a2 + b2 ) dan k(a1 ; a2 ) := (ka1 ; ka2 ):
Dari denisi aturan tersebut, dan dengan menggunakan sifat-sifat eld R;
mudah diperiksa bahwa R2 memenuhi sifat berikut.
1. Terhadap aturan jumlah R2 merupakan grup kommutatif :

(a) [8(a1 ; a2 ); (b1 ; b2 ) 2 R2 ][9!(c1 ; c2 ) 2 R2 ] (a1 ; a2 ) + (b1 ; b2 ) = (c1 ; c2 );


(b) asosiatif: [8(a1 ; a2 ); (b1 ; b2 ); (c1 ; c2 ) 2 R2 ] ((a1 ; a2 ) + (b1 ; b2 )) +
(c1 ; c2 ) = (a1 ; a2 ) + ((b1 ; b2 ) + (c1 ; c2 ));
(c) R2 memunyai unsur identitas: [9!(0; 0) 2 R2 ][(8(a1 ; a2 ) 2 R2 ]
(0; 0) + (a1 ; a2 ) = (a1 ; a2 ) + (0; 0) = (a1 ; a2 );
(d) setiap unsur dari R2 memunyai invers: [8(a1 ; a2 ) 2 R2 ][9!(b1 ; b2 ) 2
R2 ] (a1 ; a2 ) + (b1 ; b2 ) = (b1 ; b2 ) + (a1 ; a2 ) = (0; 0); dalam hal ini
(b1 ; b2 ) = (a1 ; a2 ) = ( a1 ; a2 );
(e) komutatif: [8(a1 ; a2 ); (b1 ; b2 ) 2 R2 ] (a1 ; a2 ) + (b1 ; b2 ) = (b1 ; b2 ) +
(a1 ; a2 ):

2. Terhadap aturan jumlah perkalian skalar vektor R2 memenuhi sifat-


sifat:

(a) [8k 2 R; 8(a1 ; a2 ) 2 R2 ][9!(b1 ; b2 ) 2 R2 ] k(a1 ; a2 ) = (b1 ; b2 );


(b) [8k 2 R; 8(a1 ; a2 ); (b1 ; b2 ) 2 R2 ] k((a1 ; a2 ) + (b1 ; b2 )) = k(a1 ; a2 ) +
k(b1 ; b2 ):;
(c) (8k; l 2 R; 8(a1 ; a2 ); (b1 ; b2 ) 2 R2 ) (k + l)(a1 ; a2 ) = k(a1 ; a2 ) +
l(b1 ; b2 );
(d) (8k; l 2 R; 8(a1 ; a2 ) 2 R2 ) (kl)(a1 ; a2 ) = k(l(a1 ; a2 ));
(e) [8(a1 ; a2 ) 2 R2 ] 1(a1 ; a2 ) = (a1 ; a2 ):
Berdasarkan sifat-sifat di atas, R2 beserta operasinya disebut ruang vektor
koordinat bidang atau ruang vektor koordinat dua dimensi atas skalar R:
Secara sama, uraian di atas dapat digunakan untuk menjelaskan pengerti-
an ruang vektor geometri ruang yang berpadanan dengan ruang vektor koor-
dinat tiga dimensi R3 atas skalar R: Demikian juga untuk pengertian ruang
vektor geometri garis yang berpadanan dengan ruang vektor koordinat satu
dimensi R1 atas skalar R. Sebagaimana umumnya metode matematik, kemu-
dian pengertian ruang-ruang vektor tersebut diperumum sehingga mencakup
makna ruang vektor yang lebih luas. Hal ini dinyatakan dalam pengertian
berikut ini.
1.1 Pengertian Ruang Vektor 6

1.1.4 Denisi, Contoh, dan Sifat-sifat Dasar Ruang


Vektor
Denisi 1.2 Diberikan sembarang himpunan V dan sembarang eld F: Pada
V didenisikan aturan jumlah dan aturan perkalian skalar vektor. V disebut
ruang vektor atas F jika terhadap aturan-aturan tersebut memenuhi 10
aksioma-aksioma berikut.

1. (8u; v 2 V)(9!w 2 V) u + v = w:

2. (8u; v; w 2 V) (u + v) + w = u + (v + w):

3. (9!0 2 V)(8u 2 V) 0 + u = u + 0 = u:

4. (8u 2 V)(9!v 2 V) u + v = v + u = 0; dalam hal ini v = u:

5. (8u; v 2 V) u + v = v + u:

6. (8k 2 F; 8u 2 V)(9!v 2 V) ku = v:

7. (8k 2 F; 8u; v 2 V) k(u + v) = ku + kv:

8. (8k; l 2 F; 8u 2 V) (k + l)u = ku + lu:

9. (8k; l 2 R; 8u 2 V) (kl)u = k(lu):

10. (8u 2 V)1u = u dimana 1 adalah unsur satuan dari F.

Dalam hal ini, anggota-anggota V disebut vektor. Ruang vektor ser-


ingkali disebut juga dengan ruang linear.

Contoh 1.1 Diberikan sembarang eld F; dan untuk suatu intejer positif n
didenisikan himpunan

Fn = f(x1 ; x2 ; :::; xn ) x1 ; x2 ; :::; xn 2 Fg:

Selanjutnya, untuk sembarang x = (x1 ; x2 ; :::; xn ) dan y = (y1 ; y2 ; :::; yn )


anggota Fn ; dan k 2 F didenisikan berikut ini.

1. Kesamaan anggota Fn : x dikatakan sama dengan y; notasi x = y; jika


xi = yi ; 8i = 1; 2; :::; n:

2. Aturan jumlah: x + y := (x1 + y1 ; x2 + y2 ; :::; xn + yn ):

3. Aturan kali skalar vektor: kx := (kx1 ; kx2 ; :::; kxn )


1.1 Pengertian Ruang Vektor 7

Dari pendenisian di atas, buktikan bahwa Fn merupakan ruang vektor


atas F:

Bukti. Untuk memeriksa bahwa Fn merupakan ruang vektor atas F;


berikut ini ini dibuktikan bahwa 10 sifat ruang vektor dipenuhi.
Misalkan x = (x1 ; x2 ; :::; xn ); y = (y1 ; y2 ; :::; yn ); dan z = (z1 ; z2 ; :::; zn )
adalah sembarang anggota dari Fn ; dan k; l 2 F:

1. Berdasarkan denisi Fn ; (8i = 1; 2; :::; n) xi ; yi 2 F: Akibatnya, dengan


sifat tertutup operasi jumlah pada F; maka 9! hi 2 F sehingga hi =
xi + yi : Dengan demikian, 9! h = (h1 ; h2 ; :::; hn ) sehingga x + y = h:

2. Berdasarkan denisi Fn ; (8i = 1; 2; :::; n) xi ; yi ; zi 2 F: Karena F bersi-


fat asosiatif terhadap jumlah, maka berlaku (xi + yi )zi = xi + (yi + zi ):
Akibatnya, (x + y) + z = x + (y + z):

3. Karena 9! 0 2 F dan (8i = 1; 2; :::; n) xi 2 F; maka 9! 0 = (0; 0; :::; 0) 2


Fn dan xi + 0 = 0 + xi = xi akan mengakibatkan x + 0 = 0 + x = x:

4. Berdasarkan sifat eld dan karena (8i = 1; 2; :::; n) xi 2 F; maka 9!


xi 2 F sehingga xi + ( xi ) = ( xi ) + xi = 0: Akibatnya, 9! x 2 F
dengan x = ( x1 ; x2 ; :::; xn ) sehingga x + ( x) = ( x) + x = 0:

5. Berdasarkan denisi Fn ; (8i = 1; 2; :::; n) xi ; yi 2 F: Karena F bersifat


komutatif terhadap jumlah, maka berlaku xi + yi = yi + xi : Akibatnya,
x + y = x + y:

6. Berdasarkan denisi Fn ; (8i = 1; 2; :::; n) xi 2 F: Karena juga k 2 F,


berdasarkan sifat denisi operasi kali pada F; maka 9! si 2 F sehingga
si = kxi : Akibatnya, 9! s = (s1 ; s2 ; :::; sn ) sehingga kx = s:

7. Karena k 2 F; (8i = 1; 2; :::; n) xi ; yi 2 F dan berdasarkan sifat distrib-


utif pada F; maka k(xi +yi ) = kxi +kyi : Akibatnya, k(x+y) = kx+ky:

8. Karena k; l 2 F; (8i = 1; 2; :::; n) xi 2 F dan berdasarkan sifat distrib-


utif pada F; maka (k + l)xi = kxi + lxi : Akibatnya, (k + l)x = kx + lx:

9. Karena k; l 2 F; (8i = 1; 2; :::; n) xi 2 F dan berdasarkan sifat asosiatif


pada F; maka (kl)xi = k(lxi ): Akibatnya, (kl)x = k(lx):

10. Karena F adalah eld berarti F memuat unsur satuan 1 dan karena
(8i = 1; 2; :::; n) xi 2 F; maka 1xi = xi : Akibanya, 1x = x:
1.1 Pengertian Ruang Vektor 8

z
n
F pada contoh di atas disebut ruang vektor baku n dimensi atas F: Tanpa
mengurangi esensi (makna) aturan operasinya, kenggotaan Fn dapat ditulis
dalam berbagai bentuk, misalnya:

1. bentuk matriks kolom berukuran n 1:


82 3 9
>
> x 1 >
>
>
<6 x 2 7 >
=
n 6 7
F = 6 .. 7 x1 ; x2 ; :::; xn 2 F :
>
> 4 . 5 >
>
>
: x >
;
n

2. bentuk matriks baris berukuran 1 n:

F n = f x1 x2 xn x1 ; x2 ; :::; xn 2 Fg:

3. bentuk string:

Fn = fx1 x2 :::xn x1 ; x2 ; :::; xn 2 Fg:

Dalam tulisan ini, bentuk penulisan Fn disesuaikan dengan konteksnya.


Dalam konteks operasi matriks, jika tidak ada keterangan apapun, x 2 Fn
dimaksudkan sebagai matriks kolom.
Perhatikan pula bahwa F diberikan sebagai eld sembarang, sehingga
berikut ini mencontohkan beberapa ruang vektor baku yang merupakan ben-
tuk khusus dari Fn :

1. Rn adalah ruang vektor koordinat n dimensi atas skalar R:

2. Cn adalah ruang vektor baku n dimensi atas skalar C:

3. Untuk suatu prima p; Znp adalah ruang vektor baku n dimensi atas
skalar Zp = f0; 1; 2; :::; (p 1)g: Contoh dari ruang vektor ini, yang
cukup berperan di dalam komputasi dijitel, adalah Zn2 yang anggota-
anggotanya disebut bitstring dengan panjang n: Dalam hal ini, operasi
jumlah modulo 2 dinotasikan dengan XOR; sedangkan operasi kali
modulo 2 dinyatakan dengan AN D: Misalnya,

Z32 = f000; 001; 010; 011; 100; 101; 110; 111g

merupakan ruang vektor yang beranggotakan semua bitstring dengan


panjang 3; terdiri atas 8 vektor. Secara umum, jZn2 j = 2n dan Znp = pn :
1.1 Pengertian Ruang Vektor 9

Beberapa contoh ruang vektor yang lain diberikan dalam soal berikut ini.

Soal 1.1 Buktikan bahwa himpunan-himpunan berikut ini merupakan ruang


vektor terhadap aturan jumlah dan perkalian skalar vektor yang didenisikan
padanya. Masing-masing perhatikan skalarnya.

1. F(R) = ff f : R !Rg merupakan himpunan semua fungsi dari R ke


R: Untuk sembarang f; g 2 F(R) dan k 2 R; maka:

dikatakan f = g jika dan hanya jika (jhj) f (x) = g(x); 8x 2 R:


jumlah f +g didenisikan sebagai fungsi dengan rumus (f +g)(x) =
f (x) + g(x); 8x 2 R:
perkalian skalar fungsi kf didenisikan sebagai fungsi dengan ru-
mus (kf )(x) = kf (x); 8x 2 R:

2. Diberikan sembarang eld F: Untuk suatu intejer positif n; didenisikan


himpunan semua polonomial berderajat paling banyak n; yaitu

P n (F) = fp(x) = p0 +p1 x+p2 x2 +:::+pn xn pi 2 F; i = 0; 1; 2; :::; ng:


n
Pn i
Untuk sembarang
Pn p; q 2 P (F), dapat ditulis p = p(x) = i=0 pi x dan
q = q(x) = i=0 qi xi ; dan untuk sembarang k 2 F; maka:

dikatakan p = q jhj pi = qi ; 8i = 1; 2; :::; n:


jumlah p dan q didenisikan:
X
n
p + q = p(x) + q(x) = (pi + qi )xi :
i=0

Pn i
perkalian k dan p didenisikan: kp = kp(x) = i=0 (kpi )x :

3. Diberikan sembarang eld F; dan Fm n = fA A = [aij ]m;n i;j=1 ; aij 2


Fg merupakan himpunan semua matriks berukuran m n yang unsur-
unsurnya anggota F: Untuk sembarang A; B 2 Fm n , dapat ditulis A =
[aij ]m;n m;n
i;j=1 dan B = [bij ]i;j=1 ; dan untuk sembarang k 2 F; maka:

dikatakan A = B jhj aij = bij ; 8i = 1; 2; :::; m dan 8j = 1; 2; :::; n:


jumlah matriks A + B = [aij + bij ]m;n
i;j=1 :

perkalian skalar matriks kA = [kaij ]m;n


i;j=1 :
1.1 Pengertian Ruang Vektor 10

4. Misalkan V = R2 merupakan himpunan semua koordinat bidang. Untuk


sembarang x; y 2 V, dapat ditulis x = (x1 ; x2 ) dan y = (y1 ; y2 ); dan
untuk sembarang k 2 R; maka:

dikatakan x = y jhj x1 = y1 dan x2 = y2 :


jumlah x dan y didenikan: x + y = (x1 + y1 + 1; x2 + y2 + 1):
perkalian k dan x didenisikan: kx = (k + kx1 1; k + kx2 1):

Melengkapi 10 aksioma dalam ruang vektor, dalam teorema berikut ini


diberikan 7 sifat dasar yang secara keseluruhan akan menjadi hukum arit-
metik dalam mengoperasikan vektor.

Teorema 1.1 (Sifat-sifat dasar Ruang Vektor) Misalkan V adalah ru-


ang vektor atas skalar F; maka sifat-sifat berikut dipenuhi.

1. k0 = 0; 8k 2 F:

2. 0v = 0; 8v 2 V:

3. (kv = 0) ) (k = 0 _ v = 0) ; 8k 2 F; 8v 2 V:

4. k( v) = kv; 8k 2 F; 8v 2 V:

5. ( k)v = kv; 8k 2 F; 8v 2 V:

6. (k l)v = kv lv; 8k; l 2 F; 8v 2 V:

7. k(v w) = kv kw; 8k 2 F; 8v; w 2 V:

Bukti. Bukti dari sifat-sifat tersebut diturunkan dari aksioma-aksioma


ruang vektor.

1. Perhatikan bahwa berdasarkan Aksioma-6, 8k 2 F; maka k0 2 V;


sehingga menurut Aksioma-4 berlaku

k0 + ( k0) = 0; (i)

kemudian tambahkan kedua ruasnya dengan k0;

k0 + k0 + ( k0) = k0 + 0;

terapkan Aksioma-2 pada ruas kiri dan Aksioma-3 pada ruas kanan,

(k0 + k0) + ( k0) = k0;


1.1 Pengertian Ruang Vektor 11

terapkan Aksioma-7 pada ruas kiri,

k(0 + 0) + ( k0) = k0;

terapkan Aksioma-3 pada ruas kiri,

k0 + ( k0) = k0: (ii)

Dari Persamaan (i) dan (ii) didapatkan k0 = 0:


2. Berdasarkan sifat-sifat eld, 8k 2 F berlaku

k + 0 = k;

kemudian kalikan kedua ruasnya dengan v; 8v 2 V;

(k + 0) v = kv;

terapkan Aksioma-8 pada ruas kiri,

kv + 0v = kv;

berdasarkan hukum kanselasi (ingat V merupakan grup terhadap jum-


lah berarti berlaku hukum kanselasi),

0v = 0

3. Akan dibuktikan proposisi p: kv = 0 ) k = 0 _ v = 0 adalah benar.


Dalam hal ini cukup untuk kasus k 6= 0 karena untuk k = 0, p sudah
jelas benar. Dengan demikian, karena k 6= 0 dan k 2 F; maka 9k 1 2 F
sehingga jika kv = 0; maka
1
k (kv) = k 1 0;

selajutnya diperoleh berikut ini (berilah argumen secara lisan pada


setiap langkahnya sebagaimana 2 bukti sebelumnya),

(k 1 k)v = 0 , 1v = 0 , v = 0:

4. Dari Sifat-1, 8k 2 F; berlaku

k0 = 0;

selanjutnya 8v 2 V;
k(v + ( v)) = 0 ,
kv + k( v) = 0 ) k( v) = kv
1.2 Subruang 12

5. Dari Sifat-2, 8v 2 V; berlaku

0v = 0;

selanjutnya 8k 2 F;
(k + ( k))v = 0 ,
kv + ( k)v = 0 ) ( k)v = kv

6. Perhatikan bahwa 8k; l 2 F; 8v 2 V berlaku

(k l)v = (k + ( l))v = kv + ( l) v = kv + ( lv)


= kv lv:

7. Perhatikan bahwa 8k 2 F; 8v; w 2 V berlaku

k(v w) = k(v w) = k(v + ( w)) = kv + k ( w) = kv + ( kw)


= kv kw:

1.2 Subruang
Denisi 1.3 Misalkan V adalah ruang vektor atas skalar F dan W V:
W disebut subruang dari V jika W juga merupakan ruang vektor atas F
terhadap operasi yang sama dengan yang dimiliki oleh V:

Berdasarkan denisi di atas, untuk memeriksa bahwa W merupakan sub-


ruang dari V berarti W juga harus memenuhi 10 aksioma ruang vektor. Teo-
rema berikut ini menyebabkan pemeriksaan W sebagai subruang menjadi
lebih sederhana.

Teorema 1.2 Misalkan V adalah ruang vektor atas skalar F dan W V;


maka tiga proposisi berikut ini ekuivalen.

(i) W subruang dari V:

(ii) Berlaku dua sifat berikut ini:

(a) (8w1 ; w2 2 W) w1 + w2 2 W, dan


(b) (8k 2 F; 8w 2 W) kw 2 W:
1.2 Subruang 13

(iii) (8k; l 2 F; 8w1 ; w2 2 W) kw1 + lw2 2 W:

Bukti. Akan dibuktikan (i) ) (ii); (ii) ) (iii); (iii) ) (ii); dan (ii) )
(i):
Pembuktian untuk (i) ) (ii): Misalkan (i) dipenuhi, berarti W memenuhi
10 aksioma ruang vektor. Dari Aksioma-1 dan Aksioma-6 akan mengaki-
batkan berlakunya (ii):
Pembuktian untuk (ii) ) (iii): Misalkan (ii) dipenuhi, berarti pada W
berlaku sifat (a) dan (b). Ambil sembarang k; l 2 F dan sembarang w1 ; w2 2
W; berdasarkan (b); maka kw1 2 W dan lw2 2 W; selanjutnya dengan (a)
didapatkan kw1 + lw2 2 W:
Pembuktian untuk (iii) ) (ii): Misalkan (iii) dipenuhi, ambil nilai k = 1
dan l = 1; maka sifat (a) akan dipenuhi. Sekarang ambil nilai l = 0; maka
sifat (b) akan dipenuhi.
Pembuktian untuk (ii) ) (i): Misalkan (ii) dipenuhi, berarti pada W
berlaku sifat (a) dan (b): Akan diperiksa bahwa W memenuhi 10 aksioma
ruang vektor. Perhatikan bahwa, dari berlakunya sifat (a); Aksioma-1 pasti
dipenuhi. Demikian pula, dari berlakunya sifat (b); maka Aksioma-6 pasti
dipenuhi. Selanjutnya, dari asumsi bahwa W V, maka otomatis Aksioma-
2, Aksioma-5, Aksioma-7, Aksioma-8, Aksioma-9, dan Aksioma-10 dipenuhi.
Yang belum diperiksa tinggal Aksioma-3 dan Aksioma-4. Dari sifat (b);
ambil nilai k = 1; maka w 2 W; ini berarti Aksioma-4 dipenuhi. Dengan
demikian, (8w 2 W) ( w) 2 W, dan dari sifat (a); w + ( w) = 0 2 W; ini
berarti Aksioma-3 dipenuhi. z
Dari denisi dan teorema di atas, dengan mudah dapat diperiksa bahwa
f0g subruang dari V dan V subruang dari V: Subruang yang demikian dise-
but subruang trivial. Berikut diberikan beberapa contoh subruang.

Contoh 1.2 Telah dibuktikan V = R2 merupakan ruang vektor atas R:

1. Untuk suatu m 2 R; periksalah bahwa himpunan W = f(x; y) 2 V y =


mxg merupakan subruang dari V:

2. Periksalah bahwa himpunan W = f(x; y) 2 V x = 0g merupakan


subruang dari V:

3. Berikan alasan bahwa himpunan W = f(x; y) 2 V y = x + 1g meru-


pakan bukan subruang dari V:

4. Berikan alasan bahwa himpunan W = f(0; 0); (1; 0); (0; 1); (1; 1)g meru-
pakan bukan subruang dari V:
1.2 Subruang 14

Jawab.

1. Untuk memeriksa bahwa W subruang V kita gunakan uji dua langkah.

(a) Ambil sembarang (x1 ; y1 ); (x2 ; y2 ) 2 W: Ini berarti (x1 ; y1 ); (x2 ; y2 ) 2


V, y1 = mx1 dan y2 = mx2 : Dari (x1 ; y1 ); (x2 ; y2 ) 2 V, dan karena
V ruang vektor, maka

(x1 ; y1 ) + (x2 ; y2 ) = (x1 + x2 ; y1 + y2 ) 2 V: (i)

Di sisi lain, dari y1 = mx1 dan y2 = mx2 ; diperoleh

y1 + y2 = mx1 + mx2 = m(x1 + x2 ): (ii)

Dengan demikian, dari (i) dan (ii) dapat disimpulkan bahwa (x1 ; y1 )+
(x2 ; y2 ) 2 W:
(b) Ambil sembarang k 2 F dan (x; y) 2 W: Ini berarti (x; y) 2 V
dan y = mx. Dari (x; y) 2 V, dan karena V ruang vektor, maka

k(x; y) = (kx; ky) 2 V: (iii)

Di sisi lain, dari y = mx; diperoleh

ky = k(mx) , ky = m(kx) (iv)

Dengan demikian, dari (iii) dan (iv) dapat disimpulkan bahwa


k(x; y) 2 W:

2. Untuk memeriksa bahwa W subruang dari V kita gunakan uji satu


langkah. Ambil sembarang k; l 2 F dan w1 ; w2 2 W: Ini berarti w1 =
(0; y1 ) dan w2 = (0; y2 ): Dengan demikian

kw1 + lw2 = k(0; y1 ) + l(0; y2 ) = (0; ky1 + ly2 ) 2 W:

3. Perhatikan bahwa (0; 0) 2


= W karena tidak memenuhi persamaan y =
x + 1: Akibatnya, Aksioma-3 ruang vektor tidak dipenuhi, dan ini be-
rarti W bukan subruang dari V:

4. Perhatikan bahwa (1; 0); (1; 1) 2 W tetapi (1; 0) + (1; 1) = (2; 1) 2


= W.
Akibatnya, Aksioma-1 ruang vektor tidak dipenuhi, dan ini berarti W
bukan subruang dariV:

z
1.2 Subruang 15

Contoh 1.3 Diberikan matriks A 2 Rm n , dan didenisikan himpunan W =


fx 2 Rn Ax = 0g; dalam hal ini 0 adalah matriks nol dalam ruang Rm :
Secara verbal, W merupakan himpunan semua solusi sistem persamaan lin-
ear (SPL) homogen Ax = 0; biasanya disebut kernel dari A, notasi Ker(A):
Periksalah bahwa himpunan W merupakan subruang dari Rn :

Jawab. Ambil sembarang k; l 2 R dan x; y 2 W: Ini berarti x; y 2 Rn ;


Ax = 0 dan Ay = 0: Akibatnya, karena Rn ruang vektor, kx + ly 2 Rn dan
dengan sifat-sifat operasi matriks diperoleh

A(kx + ly) = kAx + lAy = k:0 + l:0 = 0:

Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kx + ly 2 W: z

Contoh 1.4 Diberikan matriks A 2 Rm n , dan didenisikan himpunan W =


fy 2 Rm Ax = y; 8x 2 Rn g: Secara verbal, W merupakan himpunan se-
mua vektor bayangan hasil transformasi oleh A; biasanya dinotasikan dengan
Im(A) dan disebut ruang kolom dari A: Periksalah bahwa himpunan W
merupakan subruang dari Rn :

Jawab. Ambil sembarang k; l 2 R dan y1 ; y2 2 W: Ini berarti 9x1 ; x2 2


R sehingga Ax1 = y1 dan Ax2 = y2 : Akibatnya, karena Rn ruang vektor,
n

kx1 + lx2 2 Rn dan dengan sifat-sifat operasi matriks diperoleh

ky1 + ly2 = k(Ax1 ) + l(Ax2 ) = A(kx1 + lx2 )

Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa ky1 + ly2 2 W: z

Soal 1.2 Diberikan ruang vektor Rn n


; buktikan bahwa himpunan berikut ini
adalah subruang.

1. A = f[aij ] 2 Rn n
aii = 0; 8i = 1; 2; :::; ng:

2. B = f[aij ] 2 Rn n
aij = aji ; 8i; j = 1; 2; :::; ng:

Soal 1.3 Buktikan bahwa jika V1 dan V2 adalah subruang dari ruang vek-
tor V; maka V1 \ V2 juga merupakan subruang, tetapi V1 [ V2 belum tentu
merupakan subruang.
1.3 Kombinasi Linear 16

1.3 Kombinasi Linear


Denisi 1.4 (Kombinasi Linear) Misalkan V adalah ruang vektor atas
skalar F: Didenisikan himpunan A = fv1 ; v2 ; :::; vn g terdiri atas n vek-
tor dalam V: Suatu vektor v 2 VPdisebut kombinasi linear dari A jika
9(c1 ; c2 ; :::; cn ) 2 Fn sehingga v = ni=1 ci vi :

Agar lebih memahami denisi di atas, perhatikan ilustrasi geometris beri-


kut ini. Vektor nol selalu merupakan kombinasi linear dari A karena minimal
bisa diambil ci = 0; 8i = 1; 2; :::; n: Jika A hanya terdiri dari satu vektor tak-
nol, misalnya saja A = fv1 g; maka sembarang vektor v 2 V akan merupakan
kombinasi linear dari A jhj v dan v1 sejajar (segaris). Jika A hanya terdiri
dari dua vektor tak-nol, misalnya saja A = fv1 ; v2 g; maka sembarang vektor
v 2 V akan merupakan kombinasi linear dari A jhj v1 , v2 ; dan v sejajar
(segaris) atau sebidang. Dalam ilustrasi gambar berikut ini vektor v berada
di dalam garis dan bidang, sedangkan vektor u tidak. Ini berarti v adalah
kombinasi linear dari A, sedangkan u tidak.

u v1

v v

v1 u
v2

Di dalam ruang vektor Fm ; misalkan A = fa1 ; a2 ; :::; an g adalah him-


punan yang terdiri atas n vektor. Dari segi aljabar, untuk memeriksa apakah
vektor b 2 Fm merupakan kombinasi linear dari A; berdasarkan pengetian
di atas, dapat dilakukan langkah-langkah berikut ini.

1. Denisikan matriks A yang kolom-kolomnya adalah vektor-vektor dari


A; yaitu
A = a1 a2 an :

2. Denisikan SPL Ax = b dengan matriks variabel adalah vektor kolom


1.3 Kombinasi Linear 17

x 2 Fn , 2 3
x1
6 x2 7
6 7
x=6 .. 7:
4 . 5
xn

3. Periksalah konsistensi SPL Ax = b; yaitu:

(a) jika SPL Ax = b konsisten (berarti: Rank(A) = Rank(Ajb));


maka b merupakan kombinasi linear dari A:
(b) jika SPL Ax = b tak-konsisten (berarti: Rank(A) < Rank(Ajb));
maka b bukan merupakan kombinasi linear dari A:

Contoh 1.5 Di dalam R4 ; didenisikan

A = f(1; 0; 2; 1); (0; 2; 2; 3); (1; 2; 4; 4)g:

Periksalah apakah b 2 R4 merupakan kombinasi linear dari A jika:

1. b = (3; 4; 10; 9):


2. b = (1; 1; 0; 1):

Jawab. Perhatikan bahwa


2 3
1 0 1
6 0 2 2 7
A=6
4 2
7
2 4 5
1 3 4

1. Diperoleh SPL
2 3 2 3
1 0 1 2 3 3
6 0 7 x1 6 7
6 2 2 74 4
4 2 5 x2 5 = 6
4
7:
5
2 4 10
x3
1 3 4 9
Untuk memeriksa konsistensi SPL tersebut, dihitung dengan fasilitas
komputasi SWP:

Rank(A) = 2 dan Rank(Ajb) = 2.

Jadi, SPL konsisten dan akibatnya b merupakan kombinasi linear dari


A:
1.3 Kombinasi Linear 18

2. Diperoleh SPL
2 3 2 3
1 0 1 2 3 1
6 0 x1
6 2 2 7 6 1
7 4 x2 5 = 6
7
7:
4 2 2 4 5 4 0 5
x3
1 3 4 1
Untuk memeriksa konsistensi SPL tersebut, dihitung dengan fasilitas
komputasi SWP:
Rank(A) = 2 dan Rank(Ajb) = 3:
Jadi, SPL tak-konsisten dan akibatnya b bukan merupakan kombinasi
linear dari A:

Contoh 1.6 Di dalam ruang vektor Fn ; vektor-vektor berikut disebut vektor


satuan:
e1 = (1; 0; 0; :::; 0);
e2 = (0; 1; 0; :::; 0);
..
.
en = (0; 0; 0; :::; 1):
Jika E = fe1 ; e2 ; :::; en g; dengan mudah dapat diperiksa bahwa 8x 2 Fn yang
dapat ditulis x = (x P1 ; x2 ; :::; xn ) merupakan kombinasi linear dari E: Per-
hatikan bahwa x = ni=1 xi ei :

Contoh 1.7 Di dalam ruang vektor Fm n


; 8s = 1; 2; :::m dan 8t = 1; 2; :::; n
didenisikan matrik Est = [eij ] dengan
1; jika i = s ^ j = t
eij =
0; jika i =
6 s _ j 6= t
Jika E = fEst (s = 1; 2; :::m)^(t = 1; 2; :::; n)g; dengan mudah dapat diperiksa
m n
bahwa 8A = P[a ij ] 2 F merupakan kombinasi linear dari E: Perhatikan
m;n
bahwa A = i=1;j=1 aij Eij :

Contoh 1.8 Di dalam ruang vektor P n (F); diberikan himpunan


E = f1; x; x2 ; :::; xn g:
Pn
Dengan mudah dapat diperiksa bahwa 8p(x) 2 P n (F) dengan p(x) = i=0 ai x i
merupakan kombinasi linear dari E:
1.3 Kombinasi Linear 19

Teorema 1.3 Misalkan V adalah ruang vektor atas skalar F; dan A =


fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah himpunan yang terdiri atas n vektor dalam V: Him-
punan yang anggotanya semua kombinasi linear dari A; dinotasikan hAi,
yaitu ( n )
X
hAi := ci vi ci 2 F; i = 1; 2; :::; n ;
i=1

merupakan subruang dari V: Dalam hal ini, hAi disebut subruang direntang
(spanned) oleh A: Selanjutnya, hAi merupakan subruang terkecil yang memuat
A; artinya untuk setiap subruang U dari V yang memuat A; pasti hAi U:

Bukti. Akan dibuktikan bahwa hAi adalah subruang dari V: Ambil


sembarang k; lP
2 F dan u; v 2 hAi;
Pberarti 9(c1 ; c2 ; :::; cn ); (d1 ; d2 ; :::; dn ) 2 Fn
n n
sehingga u = i=1 ci vi dan v = i=1 di vi : Dengan demikian,

X
n X
n X
n
ku + lv = k ci v i + l di vi = (kci + ldi )vi : (i)
i=1 i=1 i=1

Di lain pihak, karena k; l; ci ; di 2 F dan F adalah eld, maka

(kci + ldi ) 2 F: (ii)

Dari (i) dan (ii), dapat disimpulkan bahwa ku + lv 2 hAi: Selanjutnya,


dibuktikan bahwa hAi merupakan subruang terkecil yang memuat A: Ambil
sembarang subruang U dari V dengan A U: Akan dibuktikan bahwa Pn hAi
n
U: Misalkan u 2 hAi; berarti 9(c1 ; c2 ; :::; cn ) 2 F sehingga u = i=1 ci vi :
Di lain pihak, karena A PU; maka v1 ; v2 ; :::; vn 2 U; dan karena U adalah
subruang, akibatnya u = ni=1 ci vi 2 U: z
Perhatikan ilutrasi geometris dari hAi berikut ini. Jika A = f0g; maka
hAi = f0g: Jika A hanya terdiri dari satu vektor tak-nol, misalnya saja
A = fv1 g; maka hAi = fkv1 k 2 Fg adalah himpunan semua vektor yang
segaris dengan v1 : Jika A = fv1 ; v2 g terdiri dari dua vektor tak-nol , maka
hAi = fkv1 + lv2 k; l 2 Fg adalah himpunan semua vektor yang sebidang
atau segaris dengan v1 , v2 . Dalam ilustrasi gambar berikut ini retangan
dari A adalah himpunan semua vektor v yang segaris atau sebidang dengan
1.4 Bebas dan Terpaut Linear 20

vektor-vektor dalam A.
v1

v v

v1
v2

Selanjutnya, pengertian merentang dipertegas dalam denisi berikut

Denisi 1.5 Suatu subruang W dari V dikatakan direntang oleh A; dalam


hal ini W = hAi; jika
X
n
n
(8w 2 W) (9(c1 ; c2 ; :::; cn ) 2 F ) w = ci v i :
i=1

Khususnya, ruang vektor V dikatakan direntang oleh A; dalam hal ini V =


hAi; jika
X
n
n
(8v 2 V) (9(c1 ; c2 ; :::; cn ) 2 F ) v = ci v i :
i=1

Berdasarkan pengertian tersebut dan dari Contoh 1.6, 1.7, dan 1.8, jelas
bahwa
Fn = hfe1 ; e2 ; :::; en gi;
Fm n = hfEst (s = 1; 2; :::m) ^ (t = 1; 2; :::; n)gi; dan
P n (F) = hf1; x; x2 ; :::; xn gi:

1.4 Bebas dan Terpaut Linear


Denisi 1.6 Misalkan V adalah ruang vektor atas skalar F; dan misalkan
A = fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah himpunan yang terdiri atas n vektor dalam V: A
disebut bebas linear jika
!
X n
ci vi = 0 ) (8i 2 I = f1; 2; :::; ng ci = 0) :
i=1
1.4 Bebas dan Terpaut Linear 21

Ingkarannya, A disebut terpaut linear jika


!
Xn
ci vi = 0 ^ (9i 2 I = f1; 2; :::; ng ci 6= 0) :
i=1

Dari denisi di atas, ? pasti bebas linear (perhatikan dari denisinya,


karena antesenden salah, maka proposisinya pasti benar). Selanjutnya, per-
hatikan ilustrasi geometris berikut ini dengan asumsi A tidak memuat vektor
nol. Jika A hanya terdiri dari satu vektor, maka A pasti bebas linear (alasan-
nya gunakan Teorema 1.1, No. 3). Misalkan A = fv1 ; v2 g; maka A adalah
terpaut linear jhj v1 dan v2 segaris (kolinear). Untuk A = fv1 ; v2 ; v3 g; maka
A adalah terpaut linear jhj v1 ; v2 ; dan v3 sebidang (koplanar) atau segaris
(kolinear). Pada ilustrasi gambar sebelah kiri berikut ini, fv1 ; ug adalah
bebas linear, sedangkan fv1 ; vg terpaut linear. Gambar sebelah kanan,
fv1 ; v2 ; ug adalah bebas linear, sedangkan fv1 ; v2 ; vg terpaut linear.

u v1

v v

v1 u
v2

Contoh 1.9 Dari Contoh 1.6, 1.7, dan 1.8, periksalah bahwa

fe1 ; e2 ; :::; en g;
fEst (s = 1; 2; :::m) ^ (t = 1; 2; :::; )g; dan
f1; x; x2 ; :::; xn g

adalah bebas linear di dalam ruang masing-masing.


P
Jawab. Jika ni=1 ci ei =P 0; maka (c1 ; c2 ; :::; cn ) = (0; 0; :::; 0) sehingga
m;n
ci = 0 8i = 1; 2; :::; n: Jika i=1;j=1 cij Eij = O (O adalah matriks nol),
m;n
makaP[cij ]i=1;j=1 = O sehingga cij = 0 8i = 1; 2; :::; m dan 8j = 1; 2; :::; n:
Jika ni=0 ci xi = o(x) dengan o(x) adalah polinomial nol, maka ci = 0 8i =
0; 1; 2; :::; n: z
1.4 Bebas dan Terpaut Linear 22

Secara umum, di dalam ruang vektor Fm ; misalkan A = fa1 ; a2 ; :::; an g


adalah himpunan yang terdiri atas n vektor. Berdasarkan denisi di atas, un-
tuk memeriksa apakah vektor A adalah bebas/terpaut linear dapat dilakukan
prosedur berikut.

1. Denisikan matriks A yang kolom-kolomnya adalah vektor-vektor dari


A; yaitu
A = a1 a2 an :

2. Denisikan SPL homogen Ax = 0 dengan matriks variabel adalah vek-


tor kolom x 2 Fn , 2 3
x1
6 x2 7
6 7
x = 6 .. 7 :
4 . 5
xn

3. Periksalah jenis solusi SPL homogen Ax = 0; yaitu:

(a) jika SPL homogen Ax = 0 memunyai solusi tunggal (berarti:


Rank(A) = n); maka A bebas linear.
(b) jika SPL homogen Ax = 0 memunyai banyak solusi (berarti:
Rank(A) < n); maka A terpaut linear.

Contoh 1.10 Periksalah apakah himpunan vektor-vektor di dalam ruang


vertor yang didenisikan berikut ini bebas/terpaut linear.

1. A = f(1; 1; 8; 1); (1; 0; 3; 0); (3; 1; 14; 1)g di dalam R4 :

2. A = f(1; 2; 1); ( 1; 1; 0); (1; 3; 1)g di dalam R3 :

Jawab.

1. Matriks dari A adalah


2 3
1 1 3
6 1 0 1 7
A=6
4 8
7
3 14 5
1 0 1

dan dihitung dengan fasilitas komputasi SWP diperoleh Rank(A) = 2:


Karena n = 3; maka A terpaut linear.
1.4 Bebas dan Terpaut Linear 23

2. Matriks dari A adalah


2 3
1 1 1
A=4 2 1 3 5
1 0 1

dan dihitung dengan SWP: Rank(A) = 3: Karena n = 3; maka A bebas


linear.

z
Teorema-teorema berikut ini berkaitan erat dengan sifat-sifat dasar him-
punan bebas/terpaut linear untuk lebih memudahkan pemahamannya.

Teorema 1.4 Misalkan A adalah himpunan berhingga yang beranggotakan


dua vektor atau lebih. A dikatakan terpaut linear jhj sedikitnya satu vek-
tor dari A dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari anggota A yang
lainnya.

PnBukti. ()) A terpaut linear jhj 9j 2 I = f1; 2; :::; ng Pcj 6= 0 sehingga


c
i=1 i iv = 0: Dengan demikian, ada c j
1
2 F dan cj vj = ni=1;i6=j ( ci ) vi ;
Pn
akibatnya vj = i=1;i6=j ( cj 1 ci )vi :
Pn
Pn(() Misalkan 9j 2 I = f1; 2; :::; ng sehingga vj = i=1;i6=j ci vi ; maka
i=1;i6=j ci vi + ( 1)vj = 0 dengan cj = 1, akibatnya A terpaut linear. z
Akibat langsung dari teorema di atas dinyatakan dalam 3 proposisi berikut
ini.

Proposition 1.1 Jika A memuat vektor nol, maka A pasti terpaut linear.

Bukti. Misalkan A memuat memuat 0: Telah dijelaskan di bahasan


sebelumnya bahwa 0 merupakan kombinasi linear dari sembarang himpunan.
Dengan demikian, 0 pasti merupakan kombasi linear dari suatu subhimpunan
sejati dari A; yaitu A r f0g: Ini berarti A terpaut linear. z

Proposition 1.2 A adalah terpaut linear jhj ada subhimpunan sejati B A


sehingga hAi = hBi: Dengan kata lain, A bebas linear jhj tidak akan ada
subhimpunan sejati B A sehingga hAi = hBi:

Bukti. Misalkan A = fv1 ; v2 ; :::; vn g: Akan dibuktikan A adalah terpaut


linear jhj ada subhimpunan sejati B A sehingga hAi = hBi:
()) Misalkan
Pn A adalah terpaut linear, berarti 9j 2 I = f1; 2; :::ng se-
hingga vj = i=1;i6=j ci vi untuk suatu ci 2 F; i = 1; 2; :::; n dan i 6= j:
1.4 Bebas dan Terpaut Linear 24

Dari fakta ini didapatkan himpunan B = A r fvj g sehingga B A: Kemu-


dian dibuktikan bahwa hAi = hBi: Pertama, dibuktikan bahwa hAi Pn hBi:
Misalkan v 2 hAi; berarti 9(k1 ; k2 ; :::; kn ) 2 Fn sehingga v = i=1 ki vi ;
selanjutnya
X
n X
n X
n X
n
v = ki vi = ki vi + kj vj = ki vi + kj ci v i
i=1 i=1;i6=j i=1;i6=j i=1;i6=j
Xn X n X n X
n
= ki vi + (kj ci ) vi = ki vi + (kj ci ) vi
i=1;i6=j i=1;i6=j i=1;i6=j i=1;i6=j
X n
= (ki + (kj ci ))vi :
i=1;i6=j

Hasil ini menunjukkan bahwa v merupakan kombinasi linear dari B; yang


berarti v 2 hBi: Sekarang akan dibuktikan hBi hAi: Misalkan
Pnw 2 hBi;
berarti ada li 2 F; i = 1; 2; :::; n dan i 6= j sehingga w = i=1;i6=j li vi ;
selanjutnya
Xn Xn
w= li vi = li vi + 0vj :
i=1;i6=j i=1;i6=j

Hasil ini menunjukkan bahwa w merupakan kombinasi linear dari A; yang


berarti w 2 hAi:
()) Misalkan ada subhimpunan sejati B A sehingga hAi = hBi: Tanpa
kehilangan keumumannya, dapat diambil B = A r fvj g untuk suatu j 2 I =
f1; 2; :::ng: Karena vj 2 A dan hAi = hBi; berarti vj 2 hBi maka ada ki 2 F;
i = 1; 2; :::; n dan i 6= j sehingga
X
n
vj = ki vi
i=1;i6=j

Hasil ini menunjukkan bahwa ada anggota A yang merupakan kombinasi


linear dari anggota yang lainnya, yang berarti A terpaut linear. z

Proposition 1.3 Jika A terpaut linear; maka pasti ada subhimpunan sejati
B A yang bebas linear sehingga hBi = hAi.

Bukti. Misalkan A terpaut linear, berdasarkan Proposisi 1.2, maka ada


subhimpunan sejati A1 A sehingga hAi = hA1 i: Jika A1 masih terpaut lin-
ear, maka ada subhimpunan sejati A2 A1 sehingga hA1 i = hA2 i: Demikian
seterusnya, proses akan berhenti pada langkah ke-m; yaitu pada subhim-
punan Am A sedemikian sehingga tidak ada lagi subhimpunan sejati
1.4 Bebas dan Terpaut Linear 25

Am+1 Am yang memenuhi hAm i = hAm+1 i: Berdasarkan Proposisi 1.2,


B = Am adalah bebas linear. Proses dijamin akan berhenti karena subhim-
punan sejati terkecil, yaitu ?; adalah bebas linear. z

Teorema 1.5 Jika A bebas linear dan V = hAi, maka tidak akan ada sub-
himpunan B V dengan jBj < jAj sehingga hBi = V:

Bukti. Misalkan A = fv1 ; v2 ; :::; vn g bebas linear dengan V = hAi:


Andaikan ada subhimpunan sejati B V dengan jBj < jAj sehingga V =
hBi: Dalam hal ini, dapat dimisalkan B = fw1 ; w2 ; :::; wm g dengan m <
n; dan berdasarkan Proposisi 1.3, bisa diambil untuk kasus B bebas lin-
ear. Karena hBi = hAi; maka 8j = 1; 2; :::; Pn, vj 2 hBi; dan ini be-
m
rarti 9(a1j ; a2j ; :::; amj ) 2 Fm sehingga vj = i=1 aij wi : Berikut ini akan
dibuktikan terjadinya kontradiksi,
P yaitu bahwa A terpaut linear. Misalkan
(b1 ; b2 ; :::; bn ) 2 Fn dan nj=1 bj vj = 0, maka

X
n X
m
bj aij wi = 0 ,
j=1 i=1
!
X
m X
n
aij bj wi = 0:
i=1 j=1

Dari hasil ini dan karena B bebas linear, maka


X
n
aij bj = 0; 8i = 1; 2; :::; m: (i)
j=1

Perhatikan bahwa Persamaan (i) merupakan SPL homogen dengan m per-


samaan dan n peubah (bj merupakan peubahnya). Karena m < n; maka
SPL pasti non-trivial, berarti ada solusi tak-nol. Dengan demikian, ada
9j 2 J = f1; 2; :::; ng sehingga bj 6= 0: Kesimpulannya, A terpaut linear. z

Teorema 1.6 Misalkan V adalah ruang vektor atas skalar F; dan A =


fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah himpunan yang terdiri atas n vektor dalam V:

1. Jika A terpaut linear, maka setiap himpunan B; dengan A B V;


juga pasti terpaut linear.

2. Jika A bebas linear, maka setiap himpunan B; dengan B A; juga


pasti bebas linear.
1.5 Basis 26

Bukti.

1. Misalkan
P A terpaut linear, berarti (9j 2 I = f1; 2; :::; ng cj 6= 0) se-
hingga ni=1 ci vi = 0: Dari sini, tanpa kehilangan P keumumannya dapat
diambil B = fv1 ; v2 ; :::; vn ; vn+1 g; maka berlaku ni=1 ci vi + 0vn+1 =
Pn+1
0 , i=1 ci vi = 0 dengan 9j 2 I = f1; 2; :::; n; n + 1g cj 6= 0:
2. Andaikan A bebas linear dan ada B A (tanpa kehilangan dapat
diambil B = fv1 ; v2 ; :::; vn 1 g) sehingga B terpaut linear. Berdasarkan
Bagian 1., B terpaut linear akan menyebabkan A juga terpaut linear,
suatu kontradikasi.

Soal 1.4 Periksalah apakah himpunan vektor-vektor berikut terpaut atau be-
bas linear di dalam ruang masing-masing.

1. f(2; 3; 0); (1; 0; 1); (3; 6; 1)g di dalam R3 . Periksalah pula secara
geometri bahwa ketiga vektor ini sebidang.
2. f4 2x 7x2 ; 2 x2 ; 1 x + 2x2 g di dalam P 2 (R):
3. f1 + 2x; x2 ; 3 5x + 2x2 g di dalam P 2 (R):
4. fA1 ; A2 ; A3 g di dalam R3 3 dimana
2 3 2 3 2 3
1 2 0 0 0 0 0 0 0
A1 = 4 0 1 0 5 ; A2 = 4 0 0 1 5 ; A3 = 4 0 0 0 5
0 0 0 0 0 1 0 1 0

1.5 Basis
Denisi 1.7 Misalkan V adalah ruang vektor atas skalar F; dan B adalah
himpunan berhingga vektor-vektor di dalam V: Dikatakan B adalah basis
untuk V jika B bebas linear dan hBi = V:

Secara implit, denisi di atas mengisyaratkan bahwa basis untuk V umum-


nya tidak tunggal. Di samping itu perlu dicatat bahwa syarat berhingga
harus dicantumkan pada kardinalitas basis. Alasannya, di dalam bahasan
aljabar linear, pada umumnya ruang lingkup pembicaraan dibatasi hanya un-
tuk ruang vektor yang berdimensi berhingga. Sebagai perbandingan, jika su-
atu ruang vektor tidak memunyai basis, maka ruang vektor yang bersangku-
tan dikatakan berdimensi tak-hingga. Ruang vektor yang demikian banyak
1.5 Basis 27

dijumpai baik di bahasan analisis maupun aplikasi. Denisi dimensi ruang


vektor akan diberikan kemudian.

Contoh 1.11 Perhatikan di bahasan sebelumnya bahwa kedua syarat basis


telah dipenuhi oleh himpunan vektor pada Contoh 1.6, 1.7, dan 1.8, yaitu

fe1 ; e2 ; :::; en g untuk Fn ;


fEst (s = 1; 2; :::m) ^ (t = 1; 2; :::; n)g untuk Fm n
; dan
f1; x; x2 ; :::; xn g untuk P n (F):

Basis tersebut disebut basis baku (standard basis) untuk ruang masing-
masing.

Teorema 1.7 Semua basis di dalam suatu ruang vektor V memunyai kardi-
nalitas yang sama.

Bukti. Ambil sembarang basis untuk V yaitu A dan B dengan jAj =


m dan jBj = n; berarti A dan B bebas linear dan juga hAi = hBi = V:
Andaikan m < n; maka jAj < jBj : Dari asumsi ini, karena B bebas linear
dan hAi = hBi = V; maka kontradiksi dengan Teorema 1.5. Dengan argumen
yang sama, tidak mungkin m > n. Kesimpulannya, m = n: z
Teorema di atas menjadi latar belakang dari denisi berikut.

Denisi 1.8 Dimensi dari suatu ruang vektor V; dinotasikan dim(V); adalah
kardinalitas dari basis-basisnya.

Dari denisi ini jelas bahwa dim(Fn ) = n; dim(Fm n


) = m n; dan
dim(P n (F)) = n + 1:

Proposition 1.4 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi n; dan mis-


alkan B adalah himpunan berhingga di dalam V:

1. Jika jBj < n; maka hBi adalah subruang sejati dari V (dengan kata lain:
hBi =
6 V). Dalam hal ini, dim(hBi) jBj < n dan dim(hBi) = jBj jhj
B bebas linear.

2. Jika jBj > n; maka B pasti terpaut linear.

3. Jika jBj = n dan B bebas linear, maka B pasti basis.

4. Jika jBj = n dan hBi = V, maka B pasti basis.


1.5 Basis 28

Bukti.

1. Misalkan jBj < n; berarti hBi adalah subruang dari V: Andaikan hBi =
V; maka ada suatu basis A untuk V sehingga hBi = hAi = V, kon-
tradiksi dengan Teorema 1.5. Jadi, hBi adalah subruang sejati dari
V:
Berdasarkan denisi basis, jelas bahwa B bebas linear jhj B merupakan
basis untuk hBi jhj dim(hBi) = jBj :

2. Misalkan jBj > n: Karena dim(V) = n; maka B bukan basis untuk V.


Ini berarti B terpaut linear atau hBi =
6 V: Andaikan B bebas linear,
berdasarkan Bagian-1, maka dim(hBi) = jBj > n: Ini suatu kontradiksi
karena hBi adalah subruang dari V sehingga dim(hBi) n: Jadi, B
terpaut linear.

3. Misalkan jBj = n dan B bebas linear. Untuk membuktikan bahwa B


adalah basis, tinggal dibuktikan bahwa hBi = V: Andaikan hBi =6 V;
berarti hBi subruang sejati dari V; akibatnya dim(hBi) < n: Di lain
pihak, karena B bebas linear, maka berdasarkan Bagian-1 diperoleh
dim(hBi) = jBj = n; suatu kontradiksi.

4. Misalkan jBj = n dan hBi = V. Untuk membuktikan bahwa B adalah


basis, tinggal dibuktikan bahwa B bebas linear. Andaikan B terpaut
linear, berdasarkan Bagian-1, maka dim(hBi) < jBj = n: Di lain pihak,
karena hBi = V, maka dim(hBi) = n; suatu kontradiksi.

z
Proposisi tersebut bisa digunakan sebagai prosedur untuk memeriksa
apakah B merupakan basis untuk ruang vektor V berdimensi n; yaitu:

1. tentukan jBj:

(a) jika jBj 6= n; simpulkan bahwa B bukan basis.


(b) jika jBj = n; lanjutkan ke Langkah-2 atau ke Langkah-2.

2. periksa kebebasan linear dari B:

(a) jika B bebas linear, simpulkan bahwa B basis.


(b) jika B terpaut linear , simpulkan bahwa B bukan basis.

2 periksa apakah B merentang V:


1.5 Basis 29

(a) jika hBi = V, simpulkan bahwa B basis.


(b) jika hBi 6= V, simpulkan bahwa B bukan basis.

Khususnya untuk ruang vektor Fn ; jika sudah diketahui bahwa jBj =


n; untuk memeriksa apakah B merupakan basisnya dengan mudah dapat
dilakukan dengan cara dalam catatan berikut.

Catatan 1.1 Denisikan matriks B 2 Fn n yang kolom-kolomnya adalah


semua vektor dari B; maka B adalah basis jhj det (B) 6= 0 (atau Rank(B) =
n).

Teorema 1.8 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi n. Jika A =


fv1 ; v2 ; :::; vr g; dengan 1 r < n; adalah himpunan vektor-vektor yang bebas
linear di dalam V; maka ada n r vektor, yaitu vr+1 ; vr+2 ; :::; vn sehingga
B = fv1 ; v2 ; :::; vr ; vr+1 ; :::; vn g merupakan basis untuk V:

Bukti. Karena r < n; berdasarkan Proposisi 1.4 (1), maka hAi meru-
pakan subruang sejati dari V: Akibatnya, ada vektor vr+1 2 V dan vr+1 2 =
hAi: Selanjutnya, A1 = fv1 ; v2 ; :::; vr ; vr+1 g pasti bebas linear. Alasannya,
andaikan A1 terpaut linear, berdasarkan Proposisi 1.3, maka hAi = hA1 i;
dan akibatnya vr+1 2 hAi; suatu kontradiksi.
Jika r + 1 = n; maka bukti selesai karena berdasarkan Proposisi 1.4 (1),
A1 adalah basis untuk V: Akan tetapi jika r + 1 < n; argumen di atas
diulang untuk mendapatkan himpunan A2 = fv1 ; v2 ; :::; vr+1 ; vr+2 g dari A1 :
Demikian seterusnya sampai didapatkan B: z
Teorema di atas bisa digunakan untuk mengonstruksi suatu basis di dalam
ruang V derdimensi-n: Berikut ini diberikan prosedurnya.

1. Ambil sembarang vektor tak-nol v1 2 V; denisikan A1 = fv1 g:


2. Ambil vektor tak-nol v2 2 V dan v2 2
= hA1 i; denisikan A2 = fv1 ; v2 g:
3. Ambil vektor tak-nol v3 2 V dan v3 2
= hA2 i; denisikan A3 = fv1 ; v2 ; v3 g:
4. Demikian seterusnya, sampai didapatkan An = fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah
basis V:

Teorema 1.9 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi n atas skalar F:


Himpunan B = fv1 ; v2 ; :::; vn g merupakan basis untuk V jhj
X
n
n
(8v 2 V) (9!(a1 ; a2 ; :::; an ) 2 F ) v = ai v i :
i=1
1.5 Basis 30

Bukti. ()) Jika B adalah basis untuk V; maka V = hBi dan B bebas
linear. Berdasarkan denisi V = hBi; maka

X
n
n
(8v 2 V) (9(a1 ; a2 ; :::; an ) 2 F ) v = ai vi :
i=1

Tinggal dibuktikan adanya (a1 ; a2 ; :::; an ) 2 Fn adalah tunggal. Andaikan


ada
Xn
n
((b1 ; b2 ; :::; bn ) 2 F ) v = bi v i ;
i=1

maka
X
n X
n X
n
ai v i = bi v i , (ai bi )vi = 0:
i=1 i=1 i=1

Dari hasil ini dan karena B bebas linear, maka 8i = 1; 2; :::; n belaku (ai
b i ) = 0 , ai = b i :
P
(() Jika berlaku (8v 2 V) (9!(a1 ; a2 ; :::; an ) 2 Fn ) v = ni=1 ai vi ; dari
pengertian merentang, maka jelas bahwa V = hBi:P Tinggal dibuktikan bahwa
n
B bebas linear. Ambil v = 0; dalam arti 0 = i=1 ai vi : Karena adanya
n
(a1 ; a2 ; :::; an ) 2 F harus tunggal, maka yang memenuhi persamaan tersebut
haruslah hanya (a1 ; a2 ; :::; an ) = (0; 0; :::; 0); berarti ai = 0; 8i = 1; 2; :::; n: z
Berkaitan dengan teorema di atas, berikut ini didenisikan pengertian
koordinat.

Denisi 1.9 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi n atas skalar F


dan B = fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah suatu basis untuk V. Untuk sembarang v 2 V
akan berpadanan 1 1 dengan (x1 ; x2 ; :::; xn ) 2 Fn sehingga

X
n
v= xi v i :
i=1

Dalam hal ini, (x1 ; x2 ; :::; xn ) disebut koordinat dari v relatif terhadap
basis B; dinotasikan dengan [v]B ; dapat dituliskan sebagai matriks (vektor)
kolom 2 3
x1
6 x2 7
6 7
[v]B = 6 .. 7
4 . 5
xn
1.5 Basis 31

Dalam ruang vektor Fn ; sembarang vektor x = (x1 ; x2 ; :::; xn ) 2 Fn dapat


dengan mudah dijelaskan sebagai vektor koordinat terhadap basis baku E =
fe1 ; e2 ; :::; en g, yaitu
X
n
x = (x1 ; x2 ; :::; xn ) = xi ei , x = [(x1 ; x2 ; :::; xn )]E
i=1
Pn
Demikian pula untuk ruang vektor P n (F); sembarang vektor p(x) = i=0 p i xi 2
P n (F) dimaknai sebagai
X
n
p(x) = pi xi , p(x) = [p(x)]F
i=0

dimana F = f1; x; x2 ; :::; xn g adalah basis baku untuk P n (F):


Untuk ruang V = Fn ; penghitungan [v]B dapat dilakukan dengan me-
manfaatkan solusi suatu SPL. Hal ini dinyatakan dalam prosedur berikut.

1. Denisikan matriks B yang kolom-kolomnya semua vektor anggota ba-


sis B: Perhatikan bahwa B adalah matriks persegi berukuran n:
2. Tuliskan v 2 Fn sebagai matriks kolom berukuran n 1:
3. Selesaikan SPL Bx = v; maka
[v]B = x = B 1 v

Dari prosedur ini dengan mudah dapat diperiksa bahwa, jika E adalah
basis baku untuk Fn ; maka untuk setiap v 2 Fn ,
[v]E = In 1 v = In v = v

Contoh 1.12 Pada ruang vektor R4 didenisikan himpunan


B = f(1; 2; 1; 1); (2; 0; 2; 1); ( 1; 0; 0; 1); (0; 3; 0; 2)g:

1. Buktikan bahwa B adalah suatu basis untuk R4 :


2. Jika v = ( 1; 2; 2; 1); tentukan [v]B :

Jawab. Bentuk matriks B; v, dan x adalah


2 3 2 3 2 3
1 2 1 0 1 x1
6 2 0 0 3 7 6 7 6 x2 7
B=6 7 ; v = 6 2 7 ; dan x = 6 7:
4 1 2 0 0 5 4 2 5 4 x3 5
1 1 1 2 1 x4
, rank: 4
1.5 Basis 32

1. Karena kardinalitas dari B adalah jBj = 4; untuk membuktikan bahwa


B adalah suatu basis tinggal ditunjukkan det(B) 6= 0; yaitu det(B) =
1:
2. Untuk menentukan [v]B ; dihitung solusi SPL Bx = v untuk x; kita
gunakan fasilitas komputasi SWP:
x = B 1v
2 3 1 2 3
1 2 1 0 1
6 2 0 0 3 7 6 2 7
= 6
4 1
7 6 7
2 0 0 5 4 2 5
1 1 1 2 1
2 3
10
6 4 7
= 6
4 19
7:
5
6
Jadi, [v]B = (10; 4; 19; 6):

1.5.1 Mengubah Basis


Teorema 1.10 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi n atas skalar F:
Jika A = fu1 ; u2 ; :::; un g dan B = fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah sembarang dua basis
untuk V; maka ada matriks P dan Q sedemikian sehingga untuk setiap v 2 V
berlaku
P [v]A = [v]B dan Q[v]B = [v]A

Bukti. Jelas bahwa (8j = 1; 2; :::; n) uj 2 A; dan karena B basis, maka


9![uj ]B = (p1j ; p2j ; :::; pnj ) 2 Fn sehingga
X
n
uj = pij vi : (i)
i=1

Dengan demikian, dapat didenisikan matriks yang kolom-kolomnya vektor


[uj ]B ; yaitu
2 3
p11 p12 ::: p12
6 p21 p21 ::: p21 7
6 7
P = [u1 ]B [u2 ]B [un ]B = 6 .. .. . . .. 7 :
4 . . . . 5
pn1 pn1 ::: pnn
1.5 Basis 33

Selanjutnya, ambil sembarang v 2 V: Karena A basis, maka 9![v]A =


(x1 ; x2 ; :::; xn ) 2 Fn sehingga
X
n
v= xj uj ; (ii)
j=1

dan karena B basis, maka 9![v]B = (y1 ; y2 ; :::; yn ) 2 Fn sehingga


X
n
v= yi vi : (iii)
i=1

Dari Persamaan (ii) dan (iii), diperoleh


X
n X
n
xj uj = y i vi ;
j=1 i=1

Persamaan (i) disubstitusikan sehingga


!
Xn X n Xn
xj pij vi = yi vi ,
j=1 i=1 i=1
!
X
n X
n X
n
pij xj vi = yi vi )
i=1 j=1 i=1
X
n
pij xj = yi ; (8i = 1; 2; :::; n) ,
j=1
P [v]A = [v]B

Dengan langkah-langkah yang sama, matriks Q memunyai bentuk

Q= [v1 ]A [v2 ]A [vn ]A :

z
Dari teorema di atas beserta buktinya, matriks P disebut matriks transisi
relatif terhadap basis A ke basis B: Sedangkan matriks Q disebut matriks
transisi relatif terhadap basis B ke basis A: Perhatikan bahwa

P [v]A = [v]B dan Q[v]B = [v]A ,


P (Q[v]B ) = [v]B dan Q (P [v]A ) = [v]A ,
(P Q) [v]B = [v]B dan (QP ) [v]A = [v]A ,
PQ = QP = In :
1.6 Jumlah Langsung Subruang 34

Ini berarti P dan Q adalah matriks non-singular yang saling invers, P = Q 1


dan Q = P 1 :
Di dalam bukti Teorema 1.10 secara implisit terkandung aspek kompu-
tatif untuk menentukan matriks P dan Q jika diberikan dua basis A =
fa1 ; a2 ; :::; an g dan B = fb1 ; b2 ; :::; bn g untuk Fn melalui prosedur berikut
ini.

1. Denisikan matriks A dan B 2 Fn n secara terurut sebagai bentuk


matriks (vektor-vektor kolomanya) dari basis A dan B.

2. Hitung
P = B 1 A dan Q = A 1 B

Soal 1.5 Dari Contoh 1.12, jika E adalah basis baku dalam R4 ;

1. tentukan matriks P sebagai matriks transisi dari E ke B:

2. tentukan matriks Q sebagai matriks transisi dari B ke E:

3. periksalah bahwa P [v]A = [v]B :


1
4. periksalah bahwa P = Q:

1.6 Jumlah Langsung Subruang


Denisi 1.10 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi berhingga atas
skalar F: Misalkan pula V1 dan V2 adalah sembarang di dalam V: Jumlah
dari V1 dan V2 ; notasi V1 + V2 ; didenisikan sebagai

V1 + V2 := fv1 + v2 8v1 2 V1 ; 8v2 2 V2 g

Untuk memudahkan pengertian denisi tersebut, perhatikan contoh dalam


ruang vektor berhingga berikut ini.

Contoh 1.13 Di dalam ruang vektor Z43 = fx1 x2 x3 x4 x1 ; x2 ; x3 ; x4 2 Z3 g;


diberikan subruang

V1 = hf1020gi = f0000; 1020; 2010g dan V2 = hf1100gi = f0000; 1100; 2200g;

maka

V1 + V2 = f0000; 1020; 2010; 1100; 2200; 2120; 0110; 0220; 1210g:


1.6 Jumlah Langsung Subruang 35

Jika diberikan subruang

V3 = hf2010; 1002gi = fk:2010 + l:1002 8k; l 2 Z3 g


= f0000; 2010; 1020; 1002; 2001; 0012; 0021; 2022; 1011g;

maka

V3 + V2 = f0000; 2010; 1020; 1002; 2001; 0012; 0021; 2022; 1011;


1100; 0110; 2120; 2102; 0101; 1112; 1121; 0122; 2111;
2200; 1210; 0220; 0202; 1201; 2212; 2221; 1222; 0211g:

Karena V1 V3 ; maka V3 + V1 = V3 :

Proposition 1.5 Jika V1 dan V2 adalah sembarang subruang di dalam V;


maka V1 + V2 juga subruang.

Bukti. Ambil sembarang v; w 2 V1 + V2 dan k; l 2 F; berarti 9v1 ; w1 2


V1 dan 9v2 ; w2 2 V2 sehingga

v = v1 + v2 dan w = w1 + w2 :

Selanjutnya,

kv + lw = k (v1 + v2 ) + l (w1 + w2 )
= (kv1 + lw1 ) + (kv2 + lw2 ) : (i)

Karena V1 dan V2 adalah sembarang, maka (kv1 + lw1 ) 2 V1 dan (kv2 + lw2 ) 2
V2 : Akibatnya, dari (i) diperoleh (kv + lw) 2 V1 + V2 : z
Berikut ini diberikan bentuk lain dari denisi jumlah subruang.

Denisi 1.11 Misalkan V1 dan V2 adalah sembarang dua subruang di dalam


V. Kemudian, V dikatakan sebagai jumlah dari V1 dan V2 ; notasi V =
V1 + V2 ; jika

(8v 2 V) (9 (v1 ; v2 ) 2 V1 V2 ) v = v1 + v2 :

Dalam hal ini, v1 dan v2 disebut dekomposisi dari v: Catatan bahwa secara
umum dekomposisi dari v tidak tunggal.

Proposition 1.6 Jika V = V1 + V2 ; maka dim(V) = dim (V1 ) + dim (V2 )


dim(V1 \ V2 ):
1.6 Jumlah Langsung Subruang 36

Bukti. Misalkan dim (V1 ) = m, dim (V2 ) = n; dan dim(V1 \ V2 ) = r:


Akan dibuktikan bahwa dim(V) = m + n r: Misalkan C = fc1 ; c2 ; :::; cr g
adalah suatu basis untuk V1 \ V2 : Karena V1 \ V2 adalah subruang dari V1 ;
maka C adalah bebas linear di dalam V1 : Dengan demikian, berdasarkan
Teorema 1.8, maka C dapat diperluas menjadi

A = fc1 ; c2 ; :::; cr ; a1 ; a2 ; :::; am r g

sebagai suatu basis untuk V1 : Dengan argumen yang sama, diperoleh

B = fc1 ; c2 ; :::; cr ; b1 ; b2 ; :::; bn r g

sebagai suatu basis untuk V2 : Bukti selesai setelah ditunjukkan bahwa

A [ B = fc1 ; c2 ; :::; cr ; a1 ; a2 ; :::; am r ; b1 ; b2 ; :::; bn r g

adalah suatu basis untuk V: Ambil sembarang v 2 V: Karena V = V1 + V2 ;


maka (9v1 2 V1 dan v2 2 V2 ) sehingga v = v1 + v2 : Karena v1 2 V1 dan A
adalah basis untuk V1 ; berdasarkan Teorema 1.9, maka
X
r Xr
m
r m r
(9!( 1 ; 2 ; :::; r) 2 F dan ( 1; 2 ; :::; m r) 2F ) v1 = i ci + i ai :
i=1 i=1

Dengan argumen yang sama, diperoleh


X
r X
n r
r n r
(9!( 1 ; 2 ; :::; r ) 2 F dan ( 1; 2 ; :::; n r) 2 F ) v2 = i ci + i bi :
i=1 i=1

Dari hasil ini, berarti 9!( 1 + 1 ; :::; r + r; 1 ; :::; m r; 1 ; :::; n r) 2 Fm+n r

sehingga
! !
X
r Xr
m X
r X
n r
v = i ci + i ai + i ci + i bi
i=1 i=1 i=1 i=1
X
r Xr
m X
n r
= ( i + i )ci + i ai + i bi :
i=1 i=1 i=1

Berdasarkan Teorema 1.9 dapat disimpulkan bahwa A[B adalah basis untuk
V: z

Contoh 1.14 Di dalam R3 ; diketahui vektor-vektor: x1 = (1; 0; 1); x2 =


(0; 2; 1); y1 = (2; 2; 1); dan y2 = (0; 0; 1): Jika V = hfx1 ; x2 gi dan W =
hfy1 ; y2 gi; tunjukkan bahwa R3 = V1 + V2 dan tentukan dim(V \ W):
1.6 Jumlah Langsung Subruang 37

Jawab. Dengan mudah dapat diamati bahwa fx1 ; x2 g dan fy1 ; y2 g


adalah bebas linear, sehingga dim(V) = 2 dan dim(W) = 2: Selanjutnya,
diperiksa bahwa fx1 ; x2 ; y2 g bebas linear, yaitu
02 31
1 0 0
det @4 0 2 0 5A = 2 6= 0:
1 1 1

Akibatnya, karena dim(R3 ) = 3; maka fx1 ; x2 ; y2 g adalah basis untuk R3 :


Dengan demikian, 8z 2 R3 ; 9!a1 ; a2 ; b2 2 R sehingga

z = a1 x 1 + a2 x 2 + b 2 y 2 :

Ini berarti ada x = a1 x1 + a2 x2 2 V dan y = 0y1 + b2 y2 2 W sehingga


z = x + y: Kemudian, jelas bahwa

dim(V \ W) = dim(V) + dim(W) dim(R3 ) = 2 + 2 3 = 1:

Sebagai latihan, cobalah periksa bahwa V \ W = hfy1 gi: z

Denisi 1.12 Misalkan V1 dan V2 adalah sembarang dua subruang di dalam


V. Kemudian, V dikatakan sebagai jumlah langsung dari V1 dan V2 ; notasi
V = V1 u V2 ; jika

(8v 2 V) (9! (v1 ; v2 ) 2 V1 V2 ) v = v1 + v2 :

Dalam hal ini, v1 dan v2 disebut dekomposisi tunggal dari v: Peristila-


han lainnya, V2 disebut komplemen langsung dari V1 ; dan sebaliknya V1
merupakan komplemen langsung dari V2 :

Selanjutnya, pengertian jumlah langsung dipertegas dalam teorema berikut


ini.

Teorema 1.11 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi berhingga atas


skalar F: Misalkan pula V1 dan V2 adalah sembarang subruang di dalam V:
Kemudian, V = V1 u V2 jhj V = V1 + V2 dan V1 \ V2 = f0g:

Bukti. ()) Kita asumsikan V = V1 uV2 ; berdasarkan denisinya, berarti

(8v 2 V) (9! (v1 ; v2 ) 2 V1 V2 ) v = v1 + v2 ;

dan jelas bahwa V = V1 + V2 : Akan kita dibuktikan bahwa V1 \ V2 = f0g:


Andaikan V1 \V2 6= f0g, berarti dim (V1 \ V2 ) 1; sebut saja dim (V1 \ V2 ) =
1.6 Jumlah Langsung Subruang 38

r dengan r 1. Kemudian, kita gunakan notasi bukti Proposisi 1.6 untuk


menyatakan bahwa C = fc1 ; c2 ; :::; cr g adalah suatu basis untuk V1 \ V2 dan
diperluas menjadi

A = fc1 ; c2 ; :::; cr ; a1 ; a2 ; :::; am r g suatu basis untuk V1 dan


B = fc1 ; c2 ; :::; cr ; b1 ; b2 ; :::; bn r g suatu basis untuk V2

Ambil v1 = (c1 + a1 ) 2 V1 dan v2 = (c2 + b1 ) 2 V2 untuk mendenisikan


suatu vektor v 2 V dengan v = v1 + v2 : Kemudian,

v = (c1 + a1 ) + (c2 + b1 ) = (c1 + c2 + a1 ) + b1

dan ini berarti v juga bisa dituliskan sebagai v = v10 + v20 dengan

v10 = (c1 + c2 + a1 ) 2 V1 dan v20 = b1 2 V2

Karena c2 anggota suatu basis, berati c2 6= 0, sehingga v2 6= v20 dan akibat-


nya (v1 ; v2 ) 6= (v10 ; v20 ) : Hal ini menunjukan bahwa ada v 2 V yang bukan
merupakan dekomposisi tunggal dari anggota V1 dan V2 ; suatu kontradiksi
dengan hipotesis. Jadi, V1 \ V2 = f0g:
(() Misalkan V = V1 + V2 dan V1 \ V2 = f0g: Berdasarkan denisi
V = V1 +V2 ; maka (8v 2 V) (9 (v1 ; v2 ) 2 V1 V2 ) v = v1 +v2 : Jadi, untuk
membuktikan V = V1 uV2 tinggal dibuktikan bahwa adanya (v1 ; v2 ) 2 V1 V2
adalah tunggal. Misalkan ada (v10 ; v20 ) 2 V1 V2 sehingga v = v10 + v20 ; maka

v1 + v2 = v10 + v20 , v1 v10 = v20 v2 :

Dari fakta ini, dan karena v1 v10 2 V1 juga v2 v20 2 V2 ; maka v1 v10 2
V1 \V2 dan v2 v20 2 V1 \V2 : Akhirnya, karena V1 \V2 = f0g; maka diperoleh
v1 = v10 dan v2 = v20 : z
Dari Teorema ini dan Proposisi 1.6, dengan mudah kebenaran proposisi
berikut dapat diterima.

Proposition 1.7 Jika V = V1 u V2 ; maka dim(V) = dim (V1 ) + dim (V2 ) :

Teorema 1.12 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi berhingga atas


skalar F: Misalkan pula V1 dan V2 adalah sembarang subruang di dalam V:
Jika V = V1 uV2 , A = fa1 ; a2 ; :::; an g basis untuk V1 ; dan B = fb1 ; b2 ; :::; bm g
basis untuk V2 ; maka A[B = fa1 ; a2 ; :::; an ; b1 ; b2 ; :::; bm g adalah basis untuk
V: Sebaliknya, jika C = fc1 ; c2 ; :::; cr g adalah basis untuk V; maka 9s =
1; 2; :::; r sehingga V1 = hfc1 ; c2 ; :::; cs gi; V2 = hfcs+1 ; cs+2 ; :::; cr gi; dan V =
V1 u V2 :
1.6 Jumlah Langsung Subruang 39

Bukti. Misalkan V = V1 u V2 , A = fa1 ; a2 ; :::; an g basis untuk V1 ; dan


B = fb1 ; b2 ; :::; bm g basis untuk V2 : Dari V = V1 u V2 ; berdasarkan den-
isinya, maka (8v 2 V) (9! (v1 ; v2 ) 2 V1 V2 ) v = v1 + v2 : Dari (v1 ; v2 ) 2
V1 V2 ; karena A basis untuk V1 dan B basis untuk V2 ; maka
X
n
n
(9!( 1; 2 ; :::; n) 2 F ) v1 = i ai dan
i=1
X
m
(9!( 1; 2 ; :::; m) 2 Fm ) v2 = i bi :
i=1

Dengan demikian, 9!( 1; 2 ; :::; n; 1; 2 ; :::; m) 2 Fn+m sehingga


X
n X
m
v = v1 + v2 = i ai + i bi :
i=1 i=1

Ini berarti A [ B adalah basis untuk V:


Sekarang, misalkan C = fc1 ; c2 ; :::; cr g adalah basis untuk V; maka untuk
suatu s 2 f1; 2; :::; rg dapat didenisikan subruang V1 = hfc1 ; c2 ; :::; cs gi dan
V2 = hfcs+1 ; cs+2 ; :::; cr gi: Akan dibuktikan bahwa V = V1 u V2 : Ambil sem-
barang v 2 V; karena C adalah basis untuk V; maka (9!( 1 ; 2 ; :::; r ) 2 Fr )
X
r
v = i ci
i=1
X
s X
r
= i ci + i ci :
i=1 i=s+1
Ps Pr
Ini berarti 9!v1 = i=1 i ci 2 V1 dan 9!v2 = i=s+1 i ci 2 V2 sehingga
v = v1 + v 2 : z
Pengertian jumlah langsung subruang dapat diperumum dalam denisi
berikut ini.

Denisi 1.13 Misalkan V1 ; V2 ; :::; Vk adalah subruang dari ruang vektor berdi-
mensi berhingga V atas skalar
P F: Jika setiap v 2 V; 9!(v1 ; v2 ; :::; vk ) 2 V1
V2 ::: Vk sehingga v = ki=1 vi (dengan kata lain v dapat dinyatakan seba-
gai dekomposisi tunggal dari masang-masing anggota V1 ; V2 ; :::; Vk ), maka V
disebut jumlah
P langsung dari V1 ; V2 ; :::; Vk ; dinotasikan V = V1 uV2 u:::uVk
atau V = ki=1 Vi :

Dari denisi ini, secara induktif mudah diperiksa bahwa


X
k
dim(V) = dim(Vi ):
i=1
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 40

Selanjutnya, jika Bi adalah suatu basis untuk masing-masing Vi ; maka B =


[ki=1 Bi merupakan suatu basis untuk V dan untuk setiap i 6= j; Bi \ Bj = ?
(dengan kata lain, fBi gki=1 merupakan partisi dari B).

1.7 Ruang Euclid dan Uniter


Pembahasan vektor tidak akan terlepas dari pengertian sudut antara dua
vektor. Di dalam ruang vektor geometri bidang atau ruang, hal ini telah
dijelaskan melalui konsep produk titik. Pada bagian ini, konsep tersebut akan
diperumum baik dari segi pengetiannya maupun kegunaannya bagi seluruh
ruang vektor. Khususnya untuk ruang berdimensi lebih dari tiga, karena
pengertian sudut antara vektor sudah di luar jangkauan pengukuran sik,
maka penekanan bahasannya pada konsep ortogonal.

1.7.1 Produk Dalam


Denisi 1.14 Misalkan V adalah ruang vektor atas skalar F (dikhususkan
pada C atau R), misalkan v; w 2 V sembarang. Operasi biner dari v dan
w bernilai dalam F; dinotasikan hv; wi ; disebut produk dalam/skalar (in-
ner/scalar product) jika memenuhi sifat-sifat berikut. Untuk setiap v; w; u 2
V dan k; l 2 F berlaku:

1. Simetrik: hv; wi = hw; vi (Catatan: hw; vi adalah konjugit (conju-


gate) dari hw; vi ; jika F = R; maka hw; vi = hw; vi),

2. Linearitas: hkv + lw; ui = k hv; ui + l hw; ui ; dan

3. Posititas: hv; vi 0 dan hv; vi = 0 jhj v = 0:

Catatan bahwa denisi di atas menggunakan asumsi untuk eld yang


lebih umum F = C yang otomatis berlaku pula untuk F = R (karena R C;
tinggal menghilangkan notasi konjugit): Pasangan V beserta produk dalam
h ; i yang didenisikan padanya dinotasikan dengan V h ; i : Jika pada suatu
ruang vektor didenisikan lebih dari satu produk dalam, untuk membedakan-
nya diberikan indeks, misalnya h ; i1 ; h ; i2 ; dan seterusnya. Selanjutnya, dari
sifat linearitas secara induktif dapat diperumum menjadi
* n +
X X n

i vi ; w = i hvi ; wi
i=1 i=1
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 41

Contoh 1.15 Pada ruang vektor Cn diberikan sembarang dua anggotanya


yang ditulis x = (x1 ; x2 ; :::; xn ) dan y = (y1 ; y2 ; :::; yn ): Periksalah bahwa
operasi biner yang didenisikan
X
n
hx; yi := xi y i
i=1

merupakan produk dalam. Dalam hal ini, hx; yi biasanya dinotasikan dengan
x y disebut produk bintang.

Jawab. Untuk membuktikan bahwa operasi biner tersebut merupakan


produk dalam, maka harus dibuktikan ketiga sifat berikut.

1. Simetrik:
X
n X
n X
n
hx; yi = xi y i = xi y i = yi xi = hy; xi:
i=1 i=1 i=1

2. Linearitas: ambil sembarang z = (z1 ; z2 ; :::; zn ) 2 Cn dan k; l 2 C;


maka

hkx + ly; zi = hk(x1 ; x2 ; :::; xn ) + l(y1 ; y2 ; :::; yn );(z1 ; z2 ; :::; zn )i


= h(kx1 + ly1 ; kx2 + ly2 ; :::; kxn + lyn );(z1 ; z2 ; :::; zn )i
Xn Xn
= (kxi + lyi )zi = (kxi zi + lyi zi )
i=1 i=1
Xn X
n
= k xi zi + l yi zi = k hx; zi + l hy; zi :
i=1 i=1

3. Posititas:
X
n X
n
hx; xi = xi xi = jxi j2 0;
i=1 i=1
2
dan karena jxi j = 0 , xi = 0; maka hx; xi = 0 jhj x = 0:

z
n
Dari contoh di atas, secara khusus pada R ;
X
n
hx; yi := xi yi ;
i=1
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 42

dinotasikan x y merupakan produk titik. Dalam hal ini, produk dalam yang
didenisikan pada Cn dan Rn tersebut disebut produk dalam baku. Per-
hatikan pula bahwa
x y = x y = xT y (1.1)
yang bisa dipandang sebagai perkalian dari matriks baris xT dan matriks
kolom y:
Hal utama yang berkaitan dengan produk dalam adalah denisi perkalian
matriks. Denisi perkalian matriks yang baku adalah menggunakan produk
baku. Dalam hal ini, misalkan diberikan matriks A 2 Rm n dan B 2 Rn p ;
maka A dapat dipandang sebagai susunan vektor baris secara vertikal ai 2
Rn , i = 1; 2; :::; m sedangkan B dipandang sebagai susunan vektor kolom
horisontal bj 2 Rn , j = 1; 2; :::; p: Perkalian matriks AB didenisikan
2 3
a1
6 a2 7
6 7
AB = 6 .. 7 b1 b2 bp
4 . 5
am
2 3
a1 b1 a1 b2 a1 bp
6 a2 b1 a2 b2 a2 bp 7
6 7
= 6 .. .. .. .. 7
4 . . . . 5
am b1 am b2 am bp

Secara analog, untuk matriks bilangan kompleks A 2 Cm n dan B 2 Cn p ;


dengan notasi yang sama, aturan perkalian matriks A dikalikan B diden-
isikan sebagai
2 3
a1 b1 a1 b2 a1 bp
6 a2 b1 a2 b2 a2 bp 7
6 7
A B = 6 .. .. . . .. 7
4 . . . . 5
am b1 am b2 am bp
2 3
a1 b1 a1 b2 a1 bp
6 a b a2 bp 7
6 2 1 a2 b2 7
= 6 .. .. . .. .
.. 7 = AB
4 . . 5
am b1 am b2 am bp
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 43

Untuk matriks yang lebih umum A 2 Fm n dan B 2 Fn p


dan dengan produk
dalam h ; i yang umum pula, kita denisikan
2 3
ha1 ; b1 i ha1 ; b2 i ha1 ; bp i
6 ha2 ; b1 i ha2 ; b2 i ha2 ; bp i 7
6 7
AB = 6 .. .. .. .. 7
4 . . . . 5
ham ; b1 i ham ; b2 i ham ; bp i

Dalam tulisan ini, jika tidak ada keterangan apapun, perkalian matriks AB
mengikuti aturan yang baku.
Pada soal berikut ini diberikan ilustrasi produk dalam yang tidak baku.

Soal 1.6 Misalkan V adalah ruang vektor atas skalar F; dan diberikan B =
fv1 ; v2 ; :::vn g merupakan suatu basisnya. Untuk sembarang x; y 2 V,

1. buktikan bahwa
hx; yi := [x]B [y]B
merupakan produk dalam pada V:

2. dan untuk sembarang bilangan positif 1 ; 2 ; :::; n; buktikan bahwa jika


[x]B = (x1 ; x2 ; :::xn ) dan [y]B = (y1 ; y2 ; :::yn );

X
n
hx; yi := i xi y i ;
i=1

juga merupakan produk dalam pada V:

Proposition 1.8 Lebih lanjut dari Denisi 1.14, berlaku sifat-sifat:

1. (8u; v; w 2 V dan 8k; l 2 F) hu; kv + lwi = k hu; vi + l hu; wi :

2. (8u 2 V) hu; 0i = h0; ui = 0:

3. sifat non-degenerate:

(8v 2 V) hu; vi = 0 ) u = 0, dan


(8u 2 V) hu; vi = 0 ) v = 0:
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 44

Bukti.

1. (8u; v; w 2 V dan 8k; l 2 F)

hu; kv + lwi = hkv + lw; ui = k hv; ui + l hw; ui = khv; ui + lhw; ui


= k hu; vi + l hu; wi

2. (8u 2 V) dan (8v 2 V)

hu; 0i = hu; v vi = hu; vi hu; vi = 0; dan


h0; ui = hv v; ui = hu; vi hu; vi = 0:

3. Misalkan berlaku (8v 2 V) hu; vi = 0; maka dapat berlaku pula untuk


v = u; yaitu hu; ui = 0; akibatnya u = 0: Demikian pula, misalkan
berlaku (8u 2 V) hu; vi = 0; maka dapat berlaku pula untuk u = v;
yaitu hv; vi = 0; akibatnya v = 0:

z
Dari Sifat-1 dalam proposisi di atas, secara induktif dapat kita perumum
menjadi * +
X
n Xn
u; i vi = i hu; vi i
i=1 i=1

Penyederhanaan sifat non-degenerate diberikan dalam proposisi berikut.

Proposition 1.9 Misalkan U adalah ruang uniter dan fu1 ; u2 ; :::un g meru-
pakan suatu basis untuk U.

1. Jika v 2 U dan hui ; vi = 0 untuk setiap 1 i n, maka v = 0:

2. Jika v 2 U dan hv; ui i = 0 untuk setiap 1 i n, maka v = 0:

Bukti. Kita akan buktikan hanya yang No. 1, yang No. 2 bisa dilakukan
serupa.
PnAmbil sembarang u 2 U; berdasarkan Teorema 1.9, bisa kita tuliskan
u = i=1 i ui sehingga
* n +
X X
n X
n
hu; vi = u
i i ; v = i hu i ; vi = i :0 = 0
i=1 i=1 i=1

dan berdasarkan sifat non-degenerate kita simpulkan v = 0. z


1.7 Ruang Euclid dan Uniter 45

Denisi 1.15 Ruang vektor atas skalar R yang didenisikan padanya su-
atu produk dalam disebut ruang Euclid (Euclidean space). Ruang vektor
atas skalar C yang didenisikan padanya suatu produk dalam disebut ruang
uniter (unitary space).

Perhatikan bahwa setiap ruang Euclid pasti merupakan ruang uniter


(artinya, semua sifat yang berlaku pada ruang uniter pasti berlaku pula ru-
ang pada Euclid), tetapi tidak sebaliknya (sifat yang berlaku pada ruang
Euclid belum tentu berlaku pada ruang uniter).

Denisi 1.16 Misalkan U adalah ruang uniter dengan produk dalam h ; i :


Panjang dari suatu vektor u 2 U; dinotasikan kuk ; didenisikan
p
kuk = hu; ui:

u disebut vektor normal jika kuk = 1: Setiap vektor u 2 U selalu dapat


u
dinormalkan, artinya ada vektor s = kuk yang merupakan bentuk normal
dari u:

Proposition 1.10 Misalkan U h ; i adalah ruang uniter berdimensi n, u 2


U; dan B = fu1 ; u2 ; :::; un g adalah suatu basis untuk U:

X
n
Jika [u]B = (x1 ; x2 ; :::; xn ), maka kuk2 = xi xj hui ; uj i
i;j=1

P
Bukti. [u]B = (x1 ; x2 ; :::; xn ) berarti u = ni=1 xi ui ; sehingga
* n +
X X
n X n Xn X
n
kuk2 = xi ui ; xj uj = xi xj hui ; uj i = xi xj hui ; uj i :
i=1 j=1 i=1 j=1 i;j=1

Teorema 1.13 (Pertaksamaan Cauchy-Schwarz) Jika u dan v adalah


dua vektor di dalam ruang uniter, maka

jhu; vij kuk kvk

Bukti. Denisikan = hv; ui ; = hu; ui dan z = u + v: Dengan


menggunakan sifat-sifat produk dalam dan bilangan kompleks, maka =
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 46

hv; ui = hu; vi ; = dan

hz; zi = h u + v; u + vi
= h u + v; ui + h u + v; vi
= h u; ui + h v; ui + h u; vi + h v; vi
= hu; ui + hv; ui + hu; vi + hv; vi
2 2
= j j + j j hv; vi
2 2
= j j j j j j + j j2 hv; vi
2

= j j2 + 2 hv; vi
= ( j j2 + hv; vi):

Karena hz; zi 0, diperoleh

0 ( j j2 + hv; vi): (i)

Jika = 0; yang berati u = 0; Ketaksamaan (i) pasti benar. Jika 6= 0;


diperoleh

j j2 hv; vi) , j hv; uij2 hu; ui hv; vi) , jhu; vij2 kuk2 kvk2
) jhu; vij kuk kvk :

Proposition 1.11 Kesamaan di dalam ketaksamaan jhu; vij kuk kvk akan
dipenuhi jika u = 0 atau v = 0 atau u = v untuk 2 C dengan u dan v
tak-nol.

Bukti. Untuk kasus u = 0 atau v = 0 jelas bahwa ruas kiri dan kanan
pada pertasamaan jhu; vij kuk kvk adalah nol. Untuk kasus u = v
berlaku

jhu; vij2 = jhu; uij2 = hu; ui hu; ui = hu; ui h u; ui


= hu; ui h u; ui = kuk2 kvk2

Akibatnya, jhu; vij = kuk kvk : z


Di dalam ruang Euclid R3 dengan produk dalam baku (produk titik), jika
adalah sudut antara vektor x dan y berlaku
x y
cos ( ) = ; 0 :
kxk kyk
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 47

Pengertian sudut secara umum tidak menjadi perhatian dalam bahasan


ruang uniter atau ruang Euclid dengan dimensi lebih dari tiga. Namun
demikian pengertian dua vektor ortogonal (dalam pengertian sudut tegak
lurus) merupakan aspek yang sangat relevan di dalam beberapa topik ba-
hasannya. Berikut ini diberikan denisinya.

Denisi 1.17 Dua vektor u dan v di dalam ruang uniter dikatakan ortog-
onal, dinotasikan u ? v; jika hu; vi = 0:

Dengan mudah dapat diperiksa bahwa setiap vektor yang berbeda di


dalam basis baku E = fe1 ; e2 ; :::; en g untuk ruang Euclid Rn adalah ortogonal
terhadap produk dalam titik.

Proposition 1.12 Jika dua vektor u dan v di dalam ruang uniter adalah
ortogonal, dengan akan berlaku persamaan Pythagoras:

ku vk2 = kuk2 + jjvjj2

Bukti. Akan dibuktikan untuk kasus yang positif, sedangkan untuk


ku vk2 = kuk2 + kvk2 disisakan sebagai latihan. Misalkan hu; vi = 0;
maka

ku + vk2 = hu + v; u + vi = hu + v; ui + hu + v; vi
= hu; ui + hv; ui + hu; vi + hv; vi
= hu; ui + hu; vi + hu; vi + hv; vi
= kuk2 + 0 + 0 + kvk2
= kuk2 + kvk2 :

z
3
Catatan bahwa di dalam ruang Euclid R ; kx yk diintepretasikan se-
bagai panjang sisi ketiga dari segitiga yang dua sisi lainnya adalah x dan
y:

Soal 1.7 Untuk setiap dua vektor u dan v di dalam ruang uniter, buktikan
bahwa
ku + vk2 + ku vk2 = 2 kuk2 + kvk2 :
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 48

1.7.2 Sistem Ortogonal


Sebelumnya telah didenisikan suatu vektor yang ortogonal ke satu vektor.
Berikut ini didenisikan suatu vektor yang ortogonal ke himpunan vektor.

Denisi 1.18 Misalkan U adalah ruang uniter, S U:Vektor u 2 U dikata-


kan ortogonal ke S; notasi u ? S; jika u ? s; 8s 2 S: Khusus untuk S
berhingga, misalkan S = fs1 ; s2 ; :::; sn g; dikatakan u ? S; jika

hu; si i = 0; 8i = 1; 2; :::; n:

Proposition 1.13 Misalkan U adalah ruang uniter, S U dengan S =


fs1 ; s2 ; :::; sn g: Jika u ? S; maka u ? hSi :

Bukti. u ? S jhj hu; si i = 0; 8i = 1; 2;P:::; n: Ambil sembarang s 2


hSi ; maka 9( 1 ; 2 ; :::; n ) 2 Cn sehingga s = ni=1 i si : Dengan demikian,
* +
Xn X
n X
n
hu; si = u; i si = i hu; si i = i 0 = 0:
i=1 i=1 i=1

Denisi 1.19 Misalkan U adalah ruang uniter, S U dengan

S = fs1 ; s2 ; :::; sn g:

S disebut sistem ortogonal (himpunan ortogonal) jika hsi ; sj i = 0; 8i 6= j;


1 i; j n: Lebih khusus lagi, S disebut sistem ortonormal (himpunan
ortonormal) jika

1; jika i = j
hsi ; sj i = ij = dengan 1 i; j n:
0; jika i =
6 j

Proposition 1.14 Jika S = fs1 ; s2 ; :::; sn g adalah sistem ortogonal, maka S


bebas linear.
P
Bukti. Misalkan ni=1 i si = 0 dengan i 2 F, maka 8j = 1; 2; :::; n
berlaku
* n +
X X
n

i si ; s j = h0; sj i , i hsi ; sj i = 0 , j hsj ; sj i = 0 ) j = 0:


i=1 i=1
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 49

z
Dari proposisi tersebut dan Proposisi 1.4 (3), jika S = fs1 ; s2 ; :::; sn g
adalah sistem ortogonal di dalam ruang uniter U berdimensi n; maka S
merupakan suatu basis untuk U dan disebut basis ortogonal. Selanjutnya,
jika S adalah sistem/basis ortogonal dan ksi k = 1; 8i = 1; 2; :::; n; maka S
disebut sistem/basis ortonormal. Basis baku E = fe1 ; e2 ; :::; en g di dalam
ruang uniter Cn dengan produk dalam baku merupakan suatu contoh basis
ortonormal.

Proposition 1.15 (Proses Gram-Schmidt) Di dalam ruang uniter U;


jika u1 ; u2 ; :::; ur adalah barisan vektor bebas linear, maka dapat ditentukan
barisan vektor ortogonal v1 ; v2 ; :::; vr ; selanjutnya dari barisan vektor ortog-
onal ini dapat ditentukan sistem ortortonormal fw1 ; w2 ; :::; wr g: Langkah-
langkah penentuan dari barisan vektor bebas linear ke barisan vektor ortogo-
nal disebut proses ortogonalisasi. Keseluruhan proses dari barisan vektor
bebas linear ke sistem ortonormal disebut proses ortonormalisasi.

Bukti. Proses ortogonalisasi dari fu1 ; u2 ; :::; ur g ke fv1 ; v2 ; :::; vr g:

1. Denisikan v1 = u1 : Dengan Teorema 1.6(2), jelas bahwa fv1 ; u2 g


bebas linear. Akibatnya, 9x1 2 S1 = hfv1 gi sehingga hu2 x1 ; v1 i =
0: Dalam hal ini, ada 1 2 C sehingga x1 = 1 v1 dan

hu2 1 v1 ; v1 i = 0 , hu2 ; v1 i 1 hv1 ; v1 i = 0 ,


hu2 ; v1 i
1 = :
hv1 ; v1 i

Jadi, x1 = hu 2 ;v1 i
v : Catatan bahwa x1 merupakan vektor proyeksi
hv1 ;v1 i 1
ortogonal dari u2 pada S1 ; notasi ProjS1 (u2 ):
hu2 ;v1 i
2. Denisikan v2 = u2 v : Dari uraian Langkah-1, jelas bahwa
hv1 ;v1 i 1
v1 ? v2 dan himpunan fv1 ; v2 ; u3 g bebas linear. Akibatnya, 9x2 2
S2 = hfv1 ; v2 gi sehingga (u3 x2 ) ? v1 dan (u3 x2 ) ? v2 : Dalam
hal ini, 9 1 ; 2 2 C sehingga x2 = 1 v1 + 2 v2 ; dan dari (u3 x2 ) ? v1
diperoleh

hu3 ( 1 v1 + 2 v 2 ) ; v1 i = 0 ,
hu3 ; v1 i 1 hv1 ; v1 i 2 hv2 ; v1 i = 0 ,
hu3 ; v1 i 1 hv1 ; v1 i 20 = 0 ,
hu3 ; v1 i
1 = ;
hv1 ; v1 i
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 50

sedangkan dari (u3 x2 ) ? v2 diperoleh

hu3 ( 1 v1 + 2 v 2 ) ; v2 i
= 0,
hu3 ; v2 i 1 hv1 ; v2 i 2 hv2 ; v2 i = 0 ,
hu3 ; v2 i 10 2 hv2 ; v2 i = 0 ,
hu3 ; v2 i
2 = :
hv2 ; v2 i
hu3 ;v1 i hu3 ;v2 i
Jadi, x2 = v
hv1 ;v1 i 1
+ v:
hv2 ;v2 i 2
Dalam hal ini, x2 = ProjS2 (u3 ):

hu3 ;v1 i
3. Denisikan v3 = u3 v + hu
hv1 ;v1 i 1
3 ;v2 i
v : Dengan argumen yang
hv2 ;v2 i 2
sama dengan langkah sebelumnya, kita peroleh sistem ortogonal fv1 ; v2 ; v3 g:
Demikian seterusnya sampai pada Langkah ke-r diperoleh sebagai berikut.
..
.
Pr 1 hur ;vi i
r: Denisikan vr = ur i=1 hvi ;vi i vi ; sehingga diperoleh sistem ortogo-
nal fv1 ; v2 ; :::; vr g:
Proses ortonormalisasi:
vj
Untik setiap j = 1; 2; :::; r; denisikan vektor wj = jjvj jj
; maka diperoleh
sistem ortonormal fw1 ; w2 ; :::; wr g:

z
Proses Gram-Schmidt dalam proposisi tersebut disebut juga dengan or-
togonalisasi Gram-Schmidt, dan bisa dituliskan lebih ringkas:

v1 = u1 dan secara rekursif untuk j = 2; 3; :::; r dihitung:


j 1
X huj ; vi i
vj = uj i;j vi dengan i;j =
i=1
hvi ; vi i

dan diperoleh rumusan


j 1
X
u1 = v1 dan uj = vj + i;j vi (1.2)
i=1

Otonormalisasi Gram-Schmidt dari barisan vektor bebas linear v1 ; v2 ; :::; vr


ke barisan vektor ortonormal w1 ; w2 ; :::; wr adalah
vj
wj = untuk j = 1; 2; :::; r
kvj k
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 51

Hal pertama yang terkait dengan ortogonalisasi Gram-Schmidt adalah


untuk dekomposisi matriks sebagaimana dinyatakan dalam proposisi berikut
ini.

Proposition 1.16 (Dekomposisi QR) Jika A 2 Cm n


dengan m n dan
Rank (A) = n; maka A dapat dituliskan sebagai

A = QR

dimana R 2 Cm m adalah matriks segitiga atas tak-singular dan Q 2 Cm n


adalah matriks yang kolom-kolomnya membentuk sistem ortonormal dalam
ruang Cm (artinya, QT Q = In , QT = Q 1 ).

Bukti. Agar lebih mudah dipahami, proposisi ini kita buktikan secara
instruktif.

1. Tuliskan A sebagai susunan vektor kolom horisontal xj 2 Cm untuk


j = 1; 2; :::; n yaitu

A= x1 x2 x3 xn

2. Lakukan ortogonalisasi Gram-Schmidt pada kolom-kolom A untuk men-


dapatkan matriks

P = y1 y2 y3 yn

sehingga, berdasarkan Persamaan 1.2, diperoleh persamaan matriks


nP1
A = y1 y2 + 1;2 y1 y3 + 1;3 y1 + 2;3 y2 yn + i;j yi
i=1
2 3
1 1;2 1;3 1;n
6 0 1 7
6 2;3 2;n 7
6 0 0 1 7
= y1 y2 y3 yn 6 3;n 7 = PS
6 .. .. .. .. .. 7
4 . . . . . 5
0 0 0 1

Dengan demikian,
1
P = AS

3. Lakukan ortonormalisasi pada kolom-kolom P untuk mendapatkan ma-


triks
Q = z1 z2 z3 zn
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 52

dengan
h i
1 1 1 1
Q = y
ky1 k 1
y
ky2 k 2
y
ky3 k 3
y
kyn k n
2 1
3
ky1 k
0 0 0
6 0 1
0 0 7
6 ky2 k 7
6 1 7
= y1 y2 y3 yn 6 0 0 0 7
6 ky3 k 7
6 .. .. .. .. .. 7
4 . . . . . 5
1
0 0 0 kyn k
= PT

4. Hitung matriks R melalui persaman matrik


1 1
Q = P T = AS T =A S T ,
1 1 1
A = Q S T =Q T S = QR
Jadi, R = T 1 S yaitu
2 32 3
ky1 k 0 0 0 1 1;2 1;3 1;n
6 0 ky k 0 0 76 0 1 7
6 2 76 2;3 2;n 7
6 0 0 ky3 k 0 76 0 0 1 7
R = 6 76 3;n 7
6 .. .. .. . .. .. 76 .. .. .. .. .. 7
4 . . . . 54 . . . . . 5
0 0 0 kyn k 0 0 0 1
2 3
ky1 k ky1 k 1;2 ky1 k 1;3 ky1 k 1;n
6 0 ky2 k ky2 k 2;3 ky2 k 7
6 2;n 7
6 0 0 ky3 k ky3 k 7
= 6 3;n 7
6 .. .. .. .. .. 7
4 . . . . . 5
0 0 0 kyn k
Ingat aturan perkalian matriks bilangan kompleks.

z
Perhatikan salah satu kegunaan dari dekomposisi QR berikut ini. Ketika
matriks persegi A terdekomposisikan atas Q dan R, maka SPL
Ax = b , (QR) x = b , QT (QR) x = QT b , (IR) x = QT b ,
Rx = QT b
yang cara menentukan solusinya jauh lebih sederhana karena R adalah segit-
iga atas. Fakta ini menunjukkan bahwa dekomposisi QR memegang peranan
penting di dalam algoritme penyelesaian SPL.
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 53

Bukti dari Proposisi 1.16 yang sifatnya instruktif memudahkan kita dalam
menghitung dekomposisi QR: Berikut ini diberikan ilustrasinya.

Contoh 1.16 Tentukan dekomposisi QR dari matriks


2 3
1 2 1
A=4 2 1 1 5
1 2 1

Jawab. Misalkan
3 2 2 3 2 3
1 2 1
x 1 = 4 2 5 ; x2 = 4 1 5 ; x3 = 4 1 5
1 2 1

dengan prosedur Gram-Schmidt, maka y1 = x1 dan


x2 y1 2+2+2 6
1;2 = = 2 = = 1 dan
y1 y1 12 + ( 2) + 12 6
2 3 2 3 2 3
2 1 1
y2 = 4 1 5 1 4 2 = 1 5
5 4
2 1 1
sehingga
x3 y1 1 2+1 1
1;3 = = = ;
y1 y1 6 3
x3 y2 1+1+1 1
2;3 = = 2 2 2
= dan
y2 y2 1 +1 +1 3
2 3 2 3 2 3 2 3
1 1 1 1
14 14 5 4
y3 = 4 1 5 + 2 5 1 = 0 5
3 3
1 1 1 1
Selanjutnya, kita diperoleh
3 matriks:
2 3 2 1
3
1
1 1 1 1 3
P = 4 2 1 0 5, S = 4 0 1 1
3
5 dan
1
1 1 0 0 1
2 1 3 2 1 3
ky k
0 0 p
6
0 0
6 01 1
0 7 6 0 p1 0 7
T = 4 ky2 k 5 = 4 3 5
0 0 1
0 0 p1
ky3 k 2
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 54

yang kita gunakan untuk menghitung


2 3 2 p1 3
1 1 1 0 0
4 6 6 0 7
PT = 2 1 0 54 0 p1
3 5=
1 1 1 0 0 p1
2

2 p 11
p 1
p 3 2 p p 1
p 3
6
p 13 p
6
3 2
2 6 p 6 3p
6
: 4 3p 6 3 p3
1
p0 5 = Q dan R = 4 0 3 3p 3 5
1
1 1 1
6
6 3 3 2 2 0 0 2
Kita periksa kebenaran hasil tersebut dengan memanfaatkan fasilitas
komputasi SWP untuk menghitung dekomposisi QR dari matriks
2 3
1 2 1
A=4 2 1 1 5=
1 2 1
2 p 1 1
p 1
p 32 p p 1
p 3
p 6
6 3 p 3 2
2 6 p 6 p6
3
4 1 6 1 3
3p 3p p0 5 4 0 3 3p 3 5
1
z
1 1 1
6
6 3 3 2 2 0 0 2
Implikasi berikutnya dari proses Gram-Schmidt dinyatakan dalam teo-
rema di bawah ini.

Teorema 1.14 Setiap ruang uniter U yang berdimensi berhingga pasti memuat
basis ortonormal.

Bukti. Ambil sembarang basis untuk U; maka dengan proses ortonor-


malisasi Gram-Schmidt pasti dapat ditentukan suatu basis ortonormal untuk
U: z

Proposition 1.17 Misalkan U adalah ruang uniter, u 2 U; dan

B = fu1 ; u2 ; :::; un g

adalah basis ortonormal untuk U: Jika [u]B = (x1 ; x2 ; :::; xn ); maka xi =


hu; ui i ; 8i = 1; 2; :::; n: Dengan kata lain,

X
n
u= hu; uj i uj
j=1
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 55

P
Bukti. [u]B = (x1 ; x2 ; :::; xn ) berarti u = nj=1 xj uj : Dengan demikian,
8i = 1; 2; :::; n berlaku
* n +
X Xn
hu; ui i = xj uj ; ui = xj huj ; ui i = xi hui ; ui i = xi :1 = xi :
j=1 j=1

z
Catatan dari Proposisi 1.17, jika B hanyalah basis ortogonal, maka mudah
dilihat bahwa
X n
hu; uj i
u= uj
j=1
huj ; uj i

Proposition 1.18 Misalkan U adalah ruang uniter, u; v 2 U; dan B =


fu1 ; u2 ; :::; un g adalah suatu basis ortonormal untuk U: Jika diketahui koor-
dinat [u]B = (x1 ; x2 ; :::; xn ) dan [v]B = (y1 ; y2 ; :::; yn ); maka
X
n
hu; vi = xi yi = [u]B [v]B
i=1

PnBukti. [u]B =P(x 1 ; x2 ; :::; xn ) dan [v]B = (y1 ; y2 ; :::; yn ); berarti u =


n
i=1 xi ui dan v = j=1 yj uj ; maka
* n + !
X X n Xn Xn X n X
n
hu; vi = xi ui ; yj uj = xi yj hui ; uj i = yj hui ; uj i xi
i=1 j=1 i=1 j=1 i=1 j=1
X
n X
n X
n
= (yi hui ; ui i) xi = (yi :1) xi = xi y i
i=1 i=1 i=1
= [u]B [v]B
z
Gunakan Teorema 1.8 dan proses Gram-Schmidt untuk menjelaskan kebe-
naran proposisi berikut ini.

Proposition 1.19 Setiap sistem ortonormal di dalam ruang uniter U dapat


diperluas menjadi basis ortonormal untuk U:

1.7.3 Subruang Ortogonal


Denisi 1.20 Misalkan S1 dan S2 adalah subruang di dalam ruang uniter
U: S1 dan S2 dikatakan saling ortogonal, notasi S1 ? S2 ; jika (8s1 2 S1 )
dan (8s2 2 S2 ) hs1 ; s2 i = 0 (atau s1 ? s2 )
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 56

Proposition 1.20 Misalkan S1 dan S2 adalah subruang di dalam ruang


uniter U; B1 = fu1 ; u2 ; :::; un g basis untuk S1 dan B2 = fv1 ; v2 ; :::; vr g basis
untuk S2 : Maka, S1 ? S2 jhj B1 ? B2 :

Bukti. ())Jelas benar, dari Denisi 1.20.


(()B1 ? B2 berarti (8i = 1; 2; :::; n) dan (8j = 1; 2; :::; r) hui ; vj i = 0:
n
Ambil sembarang u 2 S1 dan vP 2 S2 ; maka ada (x
P 1 ; x2 ; :::; xn ) 2 C dan
r n r
(y1 ; y2 ; :::; yr ) 2 C sehingga u = i=1 xi ui dan v = j=1 yj vj : Akibatnya,
* n +
X X
r X
n X
r X
n X
r
hu; vi = xi ui ; yj v j = xi yj hui ; vj i = xi yj :0
i=1 j=1 i=1 j=1 i=1 j=1
= 0:

Denisi 1.21 Misalkan U adalah ruang uniter dan S U: Komplemen


?
ortogonal (disebut juga dual) dari S; notasi S ; didenisikan sebagai

S ? = fu 2 U u ? Sg:

Proposition 1.21 Misalkan U adalah ruang uniter dan S U; maka S ?


adalah subruang dari U:

Bukti. Ambil sembarang u1 ; u2 2 S ? dan k1 ; k2 2 Cn ; maka 8u 2 S


berlaku hu1 ; ui = 0 dan hu2 ; ui = 0: Dibuktikan bahwa (k1 u1 + k2 u2 ) 2 S ? ;
yaitu

hk1 u1 + k2 u2 ; ui = k1 hu1 ; ui + k2 hu2 ; ui = k1 0 + k2 0 = 0:

z
? ?
Dari denisi dan proposisi di atas jelas bahwa f0g = U dan U = f0g:
Kemudian buktikan sifat-sifat yang terdapat dalam prposisi berikut ini untuk
latihan.

Proposition 1.22 Misalkan S1 dan S2 adalah subruang di dalam ruang


uniter U; maka berlaku:

?
1. S1? = S1 :

2. S1 S2 ) S1? S2? :
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 57

3. (S1 + S2 )? = S1? \ S2? :

4. (S1 \ S2 )? = S1? + S2? :

Proposition 1.23 Misalkan S adalah sembarang subruang di dalam ruang


uniter U; maka U = S u S ? :

Bukti. Berdasarkan Teorema 1.11, akan dibuktikan bahwa S \S ? = f0g


dan U = S + S ? : Karena S dan S ? subruang, maka 0 2 S \ S ? : Andaikan
ada u 2 S \ S ? dengan u 6= 0; maka u 2 S dan u 2 S ? sehingga hu; ui = 0;
dan akibatnya u = 0; suatu kontradiksi. Jadi,

S \ S ? = f0g:

Ambil sembarang u 2 U; berdasarkan denisi S ? ; maka ada 3 kemungkinan:

1. jika u 2 S dan u 6= 0; maka dapat ditulis u = u+0 dengan memandang


pada ruas kanan u 2 S dan 0 2 S ? :

2. jika u 2 S ? dan u 6= 0; maka dapat ditulis u = 0 + u dengan meman-


dang pada ruas kanan u 2 S ? dan 0 2 S:

3. jika u = 0; maka dapat ditulis 0 = 0 + 0 dipandang 0 pada ruas kiri


anggota U; 0 pada ruas kanan suku pertama anggota S; dan 0 pada
ruas kanan suku kedua anggota S ? :

Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa U = S + S ? z


Dari proposisi tersebut, jelas bahwa setiap u 2 U dapat didekomposisikan
secara tunggal dalam bentuk

u = u1 + u2

dimana u1 2 S, u2 2 S ? ; dan u2 ? u1 : Dalam hal demikian, u1 disebut


proyeksi ortogonal dari u pada S dan u2 disebut proyeksi ortogonal dari u
pada S ? . Berdasarkan Denisi 1.20 dan 1.21, dengan mudah dapat diperiksa
bahwa proposisi berikut benar.

Proposition 1.24 Untuk sembarang S subruang dari ruang uniter U; maka


S ? S ?:
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 58

Dari Proposisi 1.23 dan 1.24 diperoleh bahwa untuk sembarang S sub-
ruang U berlaku S u S ? dan S ? S ? : Dalam hal ini, U dikatakan jumlah
langsung ortogonal (cukup disebut "jumlah ortogonal") dari S dan S ? ; notasi

U =S S ?;

dan dengan Proposisi 1.7 jelas bahwa

dim (U) = dim (S) + dim S ? :

Bentuk umumnya diberikan dalam denisi berikut ini.

Denisi 1.22 Misalkan S1 ; S2 ; :::; Sk adalah subruang-subruang di dalam ru-


ang uniter U. Dikatakan U adalah jumlah ortogonal dari S1 ; S2 ; :::; Sk ;
notasi
Xk
U = S1 S2 ::: Sk atau U = Si :
i=1

X
k
jika Si ? Sj dengan i 6= j (1 i<j k) dan U = Si : Dalam hal ini,
i=1

X
k
dim (U) = dim (Si ) :
i=1

Proposition 1.25 Jika U adalah ruang uniter dan XB = fu1 ; u2 ; :::; un g


n
adalah suatu basis ortonormal untuk U; maka U = Si dimana Si =
i=1
hfui gi ; untuk i = 1; 2; :::; n merupakan subruang berdimensi satu.

Bukti. Karena B ortonormal, maka 8i; j = 1; 2; ::; n dengan i 6= j,


ui ? uj : Akibatnya, berdasarkan Proposisi 1.13, hfui gi ? hfui gi (atau Si ?
S
Xj ). Selanjutnya, berdasarkan Denisi 1.13 akan dibuktikan bahwa U =
n
Si : Ambil sembarang, u 2 U; karena B basis maka 9!(x1 ; x2 ; :::; xn ) 2
i=1 Xn
Cn sehingga u = xi ui : Ini berarti 9!si 2 Si ; yaitu si = xi ui ; sehingga
Xn i=1
u= si : z
i=1

Denisi 1.23 Dua himpunan fu1 ; u2 ; :::; un g dan fv1 ; v2 ; :::; vn g di dalam
ruang uniter disebut biortogonal, jika
1; jika i = j
hui ; vj i = ij =
0; jika i =
6 j
1.7 Ruang Euclid dan Uniter 59

Dari denisi di atas, jelas bahwa sembarang sistem ortonormal adalah


biortogonal dengan dirinya sendiri

Proposition 1.26 Jika A = fv1 ; v2 ; :::; vn g dan B = fw1 ; w2 ; :::; wn g adalah


dua basis biortogonal untuk ruang uniter U; maka untuk setiap intejer positif
k < n belaku

hfv1 ; v2 ; :::; vk gi? = hfwk+1 ; wk+2 ; :::; wn gi :

Bukti. Misalkan V = hfv1 ; v2 ; :::; vk gi? dan W = hfwk+1 ; wk+2 ; :::; wn gi :


Karena A dan B biortogonal, maka (8i = 1; 2; :::; k) dan (8j = k + 1; k +
2; :::; n) berlaku hvi ; wj i = 0: Dari fakkta ini dan berdasarkan Proposisi 1.13,
maka (8w 2 W) berlaku hvi ; wi = 0; akibatnya w 2 V; dan ini berarti
W V: Perhatikan bahwa dim (V) = n k: Kemudian, dari fakta bahwa B
adalah basis, gunakan Teorema 1.6 dan Proposisi 1.4 untuk menyimpulkan
bahwa fwk+1 ; wk+2 ; :::; wn g adalah basis untuk V; sehingga W = V. z
Akibat langsung dari proposisi di atas adalah sebagai berikut. Jika A =
fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah basis ortonormal untuk ruang uniter U; maka untuk
setiap intejer positif k < n belaku

hfv1 ; v2 ; :::; vk gi? = hfvk+1 ; vk+2 ; :::; vn gi :


Bab 2

Tansformasi Linear

Pada bab ini kita akan mengkaji tentang fungsi khusus dari suatu ruang
vektor ke suatu ruang vektor yang nantinya kita namakan dengan transfor-
masi linear dengan pengertian rincinya diberikan di subbab pertama. Pema-
haman tranformasi linear secara mendalam akan memudahkan kita untuk
memahami sifat-sifat matriks secara lebih komprehensif yang akan kita kaji
di bahasan-bahasan berikutnya. Hal ini karena sembarang matriks A 2 Fm n
bisa dipandang sebagai tranformasi linear dari ruang vektor baku Fn ke ru-
ang vektor baku Fm : Demikian pula, dengan pengertian transformasi linear
bisa ditunjukkan bahwa sembarang ruang vektor V berdimensi-n atas skalar
F adalah isomork (memunyai struktur aljabar yang sama) dengan ruang
vektor baku Fn : Intinya adalah mengkaji matriks sebagai fungsi lebih mudah
dari pada menkaji matriks sebagai susunan bilangan.

2.1 Pengertian Tranformasi Linear


2.1.1 Denisi Transformasi Linear
Denisi 2.1 Misalkan V dan W adalah ruang vektor keduanya atas skalar F:
Suatu fungsi T : V ! W disebut transformasi linear (TL) jika memenuhi
sifat linear, yaitu:

1. (8v1 ; v2 2 V) T (v1 + v2 ) = T (v1 ) + T (v2 )


2. (8k 2 F) (8v 2 V) T (kv) = kT (v) :

Kedua sifat tersebut bisa digantikan (ekuivalen) dengan


(8k; l 2 F) (8v1 ; v2 2 V) T (kv1 + lv2 ) = kT (v1 ) + lT (v2 ) :

60
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 61

Berdasarkan denisi di atas, dapat dijelaskan secara induktif, jika T :


V ! W adalah TL, v1 ; v2 ; :::; vn adalah vektor-vektor dalam V dan x1 ; x2 ; :::; xn
skalar-skalar dalam F; maka
!
Xn Xn
T xi v i = xi T (vi ) :
i=1 i=1

Contoh 2.1 Misalkan A 2 Fm n ; periksalah bahwa T : Fn ! Fm dengan


rumus
T (x) = Ax; 8x 2 Fn :
merupakan TL.

Jawab. Ambil sembarang k; l 2 F dan x; y 2 Fn ; berdasarkan sifat-sifat


operasi matriks, maka

T (kx + ly) = A(kx + ly)


= A (kx) + A (ly)
= k (Ax) + l (Ay)
= kT (x) + lT (y) :

z
Dari contoh ini, untuk selanjutnya perlu dipertegas bahwa untuk setiap
matriks A 2 Fm n dapat dipandang sebagai transformasi linear dari Fn ke
Fm . Implikasinya, semua sifat yang berlaku pada TL secara otomatis akan
berlaku pula pada matriks. Hal ini juga memunculkan pendenisian bentuk
lain dari kesamaan dua matriks sebagaimana dinyatakan dalam proposisi
berikut ini.

Proposition 2.1 Misalkan A; B 2 Fm n


, maka A = B jhj Ax = Bx untuk
setiap x 2 Fn :

Bukti. Kita notasikan A = [aij ]m;n m;n


i;j=1 dan B = [bij ]i;j=1 :
()) Misalkan A = B; berarti aij = bij untuk 1 i n dan 1 j m;
berati pula aj = bj dengan aj adalah vektor kolom ke-j dari A dan bj adalah
vektor kolom ke-j dari B: Dengan demikan, untuk setiap
2 3
x1
6 x2 7
6 7
x = 6 .. 7 2 Fn
4 . 5
xn
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 62

berlaku
X
n X
n
xi aj = xi bj ) Ax = Bx
j=1 j=1

(() Misalkan Ax = Bx untuk setiap x 2 Fn ; maka

Ax Bx = 0 , (A B) x = 0 ,

h(ai bi ) ; xi = 0 untuk 1 i m dimana ai adalah vektor baris ke-i


dari A dan bi adalah vektor baris ke-i dari B: Kemudian, berdasarkan sifat
non-degenerate, bisa kita simpulkan bahwa

(ai bi ) = 0 , ai = bi ; untuk setiap i dengan 1 i m,

aij = bij untuk setiap i; j dengan 1 i m dan 1 j n,


A=B
z
Kesamaaan matriks bisa juga didasarkan pada proposisi berikut ini.

Proposition 2.2 Diberikan sembarang basis B = fx1 ; x2 ; :::; xn g untuk Fn


dan matriks A; B 2 Fm n : Maka, A = B jhj

Axi = Bxi untuk setiap i = 1; 2; :::; n

Bukti. ()) Jika diasumsikan A = B; berdasarkan Proposisi 2.1. berarti


Ax = Bx untuk setiap x 2 Fn ; maka jelas berlaku Axi = Bxi (karena
xi 2 Fn ).
(() AmbilPsembarang x 2 Fn ; karena B basis untuk Fn ; maka dapat kita
tuliskan x = ni=1 i xi dengan i 2 F. Dengan demikian, jika diasumsikan
Axi = Bxi untuk setiap i = 1; 2; :::; n; maka
P P P P
Ax = B ( ni=1 i xi ) = ni=1 i Axi = ni=1 i Bxi = B ( ni=1 i xi ) = Bx

dan ini berarti A = B: z

Contoh 2.2 Periksalah bahwa suatu fungsi T : R4 ! R3 dengan rumus

T ((x1 ; x2 ; x3 ; x4 )) = (x1 x2 + 3x3 ; 2x2 x3 + x4 ; 0)

merupakan TL.
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 63

Jawab. Karena rumus dari T dapat ditulis dalam bentuk perkalian


matriks, yaitu T (x) = Ax dimana
2 3
x1 2 3
6 x2 7 1 1 3 0
x=6 7 4
4 x3 5 dan A = 0 2 1 1 5;
0 0 0 0
x4
maka T merupakan TL. z

Contoh 2.3 Tunjukkan bahwa suatu fungsi T : P n (F) ! P n 1 (F) dengan


rumus
T (p (x)) = p0 (x) ; 8p (x) 2 P n (F);
dimana p0 (x) adalah turunan pertama dari polinomial p(x); merupakan TL.

Jawab. Ambil sembarang k; l 2 F dan p(x); q(x) 2 P n (F); berdasarkan


sifat-sifat turunan fungsi, maka
T (kp(x) + lq(x)) = (kp(x) + lq(x))0
= kp0 (x) + lq 0 (x)
= kT (p(x)) + lT (q(x)) :
z
Dengan mudah dapat diperiksa bahwa fungsi nol dari ruang vektor V ke
W, notasi N : V ! W; yang didenisikan dengan
N (v) = 0; 8v 2 V;
merupakan TL, dan N disebut transformasi nol. Transformasi linear T dari
ruang vektor yang sama, ditulis T : V ! V disebut operator linear. Juga
dengan mudah dapat diperiksa bahwa fungsi identitas dari ruang vektor V;
notasi I : V ! V; yang didenisikan dengan
I (v) = v; 8v 2 V;
merupakan TL, dan disebut transformasi identitas (operator identitas).

2.1.2 Ruang Transformasi Linear


Denisi 2.2 Misalkan V dan W adalah ruang vektor berdimensi berhingga
atas skalar F; dim(V) = n dan dim(W) = m: Didenisikan himpunan
L (V; W) = fT : V ! W T adalah TLg:
Dalam hal V = W, berarti L (V; V) ; cukup ditulis dengan L (V) : Selanjutnya,
karena T merupakan fungsi, maka:
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 64

1. kesamaan tranformasi linear didenisikan sebagai kesamaan fungsi,


yaitu T1 ; T2 2 L (V; W) dikatakan sama, notasi T1 = T2 ; jika T1 (v) =
T2 (v) ; 8v 2 V:

2. aturan jumlah tranformasi linear didenisikan sebagai jumlah


fungsi, yaitu T1 + T2 didenisikan (T1 + T2 ) (v) = T1 (v) + T2 (v) ;
8v 2 V:

3. aturan perkalian skalar vektor tranformasi linear didenisikan


sebagai perkalian skalar dengan fungsi, yaitu kT didenisikan

(kT ) (v) = k (T (v)) ; 8v 2 V ^ 8k 2 F:

Proposition 2.3

1. Jika T1 ; T2 2 L (V; W) ; maka T1 + T2 2 L (V; W) :

2. Jika 2 F; T 2 L (V; W) ; maka T 2 L (V; W) :

Bukti.

1. Misalkan T1 ; T2 2 L (V; W) : Akan dibuktikan T1 + T2 2 L (V; W) : Am-


bil sembarang k1 ; k2 2 F dan v1 ; v2 2 V; berdasarkan denisi jumlah
TL, maka

(T1 + T2 ) (k1 v1 + k2 v2 ) = T1 (k1 v1 + k2 v2 ) + T2 (k1 v1 + k2 v2 ) ;

dan karena T1 ; T2 2 L (V; W) ; persamaan tersebut menjadi

(T1 + T2 ) (k1 v1 + k2 v2 ) = k1 T1 (v1 ) + k2 T1 (v2 ) + k1 T2 (v1 ) + k2 T2 (v2 )


= [k1 T1 (v1 ) + k1 T2 (v1 )] + [k2 T1 (v2 ) + k2 T2 (v2 )]
= k1 [T1 (v1 ) + T2 (v1 )] + k2 [T1 (v2 ) + T2 (v2 )]
= k1 (T1 + T2 ) (v1 ) + k2 (T1 + T2 ) (v2 ) :

2. Misalkan T 2 L (V; W) dan 2 F. Akan dibuktikan ( T ) 2 L (V; W) :


Ambil sembarang k1 ; k2 2 F dan v1 ; v2 2 V; berdasarkan denisi jum-
lah TL, maka

( T ) (k1 v1 + k2 v2 ) = (T (k1 v1 + k2 v2 ))
= (k1 T (v1 ) + k2 T (v2 ))
= k1 T (v1 ) + k2 T (v2 )
= k1 ( T ) (v1 ) + k2 ( T ) (v2 )
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 65

z
Proposisi ini menunujukkan bahwa aturan jumlah dan perkalian skalar
vektor pada Denisi 2.2 merupakan operasi pada L (V; W) : Selanjutnya ter-
hadap operasi-operasi tersebut, L (V; W) merupakan ruang vektor, dan di-
formalkan dalam proposisi berikut. Buktinya ditinggalkan sebagai latihan,
dalam hal ini perhatikan bahwa N merupakan vektor nol dari L (V; W) :

Proposition 2.4 Terhadap operasi yang didenisikan pada Denisi 2.2, maka
L (V; W) merupakan ruang vektor atas skalar F: Selanjutnya, L (V; W) dise-
but ruang transformasi linear dari V ke W atas skalar F: Khususnya,
L (V) disebut ruang operator linear.

Proposition 2.5 Jika T 2 L (V; W) ; maka T akan mentransformasikan


vektor nol di dalam V ke vektor nol di dalam W; yaitu

T (0) = 0:

Bukti. Untuk setiap v 2 V berlaku v v = 0; akibatnya

T (0) = T (v v)
= T (v) T (v)
= 0:

Proposition 2.6 Misalkan T 2 L (V; W) : Jika fv1 ; v2 ; :::; vk g terpaut lin-


ear di dalam V, maka fT (v1 ) ; T (v2 ) ; :::; T (vk )g juga terpaut linear.

Bukti. Misalkan fv1 ; v2 ; :::; vk g terpaut


Pklinear di dalam V; maka 9xi 2 F
dengan xi 6= 0; i 2 f1; 2; :::; kg; sehingga i=1 xi vk = 0. Dengan mentrans-
formasikan kedua ruasnya, diperoleh
!
Xk X k
T xi vi = T (0) , xi T (vi ) = 0:
i=1 i=1

z
Dari proposisi di atas, perlu kita catat bahwa fv1 ; v2 ; :::; vk g yang be-
bas linear di dalam V belum tentu fT (v1 ) ; T (v2 ) ; :::; T (vk )g bebas linear.
Tetapi, jika fT (v1 ) ; T (v2 ) ; :::; T (vk )g bebas linear, maka bisa dipastikan
fv1 ; v2 ; :::; vk g yang bebas linear,
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 66

Teorema 2.1 Misalkan V dan W adalah ruang vektor berdimensi berhingga


keduanya atas skalar F; dim (V) = n; dan dim (W) > n: Jika himpunan
B = fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah suatu basis untuk V dan C = fw1 ; w2 ; :::; wn g
adalah suatu himpunan vektor (tidak harus basis) di dalam W, maka ada
secara tunggal T 2 L (V; W) dengan sifat

T (vi ) = wi ; 8i = 1; 2; :::; n: (i)

Dalam hal ini, T dirumuskan dengan


X
n
T (v) = xi wi ; 8v 2 V; (ii)
i=1

dimana [v]B = (x1 ; x2 ; :::; xn ):

Bukti. Ambil sembarang v 2 V; karena


Pn B basis untuk V; maka 9![v]B =
(x1 ; x2 ; :::; xn ) 2 Fn sehingga v = i=1 xi vi : Dari fakta tersebut dapat
didenisikan fungsi T : V ! W dengan rumus pada Persamaan (ii). Ke-
mudian dibuktikan bahwa fungsi ini adalah TL. Ambil sembarang k; l 2 F
dan P u 2 V; B basis untuk V; maka 9![u]B = (y1 ; y2 ; :::; yn ) 2 Fn sehingga
u = ni=1 yi vi : Dengan demikian
X
n X
n
kv + lu = k xi v i + l yi v i
i=1 i=1
X
n
= (kxi + lyi ) vi :
i=1

Dari hasil ini dan berdasarkan rumus T ; diperoleh


X
n X
n X
n
T (kv + lu) = (kxi + lyi ) wi = k xi w i + l y i wi
i=1 i=1 i=1
= kT (v) + lT (u) :

Selanjutnya, akan dibuktikan T (vi ) = wi ; 8i = 1; 2; :::; n: Perhatikan, karena


vi dapat ditulis
X n
vi = 0:vj + vi ;
j=1;j6=i

berdasarkan rumus transformasi T ; maka


X
n
T (vi ) = 0:wi + wi = wi :
j=1;j6=i
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 67

Tinggal dibuktikan ketunggalan dari T : Misalkan ada TL T 0 yang memenuhi


Persamaan (i), maka 8v 2 V pada pengambilan di atas berlaku,
!
Xn Xn X
n
T 0 (v) = T 0 xi v i = xi T 0 (vi ) = xi wi
i=1 i=1 i=1
= T (v) :
Akibatnya T = T 0 : z

Contoh 2.4 Diberikan B = f1; x 1; x2 + 1g adalah basis untuk P 2 (R) dan


T 2 L (P 2 (R); R2 ) : Tentukan rumus transformasi T (a + bx + cx2 ) sedemikian
sehingga
T (1) = (1; 1); T (1 x) = (0; 1); dan T 1 + x2 = ( 1; 2):

Jawab.
T (1) = (1; 1)
T (x 1) = T ( (1 x)) = T (1 x) = (0; 1) = (0; 1)
T x2 + 1 = ( 1; 2)
Misalkan [a + bx + cx2 ]B = (s1 ; s2 ; s3 ) ; maka
a + bx + cx2 = s1 (1) + s2 (x 1) + s3 x2 + 1
= (s1 s2 + s3 ) + s2 x + s3 x2 ,
s2 = b; s3 = c; dan s1 = a + b c
Dengan demikian berdasarkan Teorema 2.1, maka
T a + bx + cx2 = s1 T (1) + s2 T (x 1) + s3 T x2 + 1
= (a + b c) (1; 1) + (b) (0; 1) + c ( 1; 2)
= (a + b 2c; 3c 2b a)
z

2.1.3 Isomorsme Ruang Vektor


Proposition 2.7 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi n atas skalar F
dan B = fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah sembarang basis untuk V: Fungsi T : V ! Fn
dengan rumus
T (v) = [v]B ; 8v 2 V
merupakan TL yang bijektif.
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 68

Bukti. Akan dibuktikan bahwa T : V ! Fn adalah TL. Ambil sem-


barang k; l 2 F dan u; v 2 V: Karena B basis, maka 9![v]P B = (x1 ; x2 ; :::; xn ) 2
n n n
F
Pn dan 9![u] B = (y ;
1 2y ; :::; y n ) 2 F sehingga v = i=1 xi vi dan u =
i=1 yi vi : Dengan demikian,

X
n X
n
kv + lu = k xi v i + l yi v i
i=1 i=1
X
n
= (kxi + lyi ) vi :
i=1

Hasil ini menunjukkan bahwa


2 3 2 3 2 3
(kx1 + ly1 ) x1 y1
6 (kx2 + ly2 ) 7 6 x2 7 6 y2 7
6 7 6 7 6 7
[kv + lu]B = 6 .. 7 = k6 .. 7+l6 .. 7
4 . 5 4 . 5 4 . 5
(kxn + lyn ) xn yn
= k[v]B + l[u]B ;

dengan kata lain


T (kv + lu) = kT (v) + lT (u) :
Akan dibuktikan T bijektif, yaitu bersifat injektif dan surjektif.

T adalah injektif. Ambil sembarang u; v 2 V; maka

T (v) = T (u) , [v]B = [u]B ,

2 3 2 3
x1 y1
6 x2 7 6 y2 7
6 7 6 7
6 .. 7 = 6 .. 7 , x i = yi (8i = 1; 2; :::; n) )
4 . 5 4 . 5
xn yn
X
n X
n
xi v i = yi vi , u = v:
i=1 i=1

T adalah surjektif. Ambil sembarang x 2 Fn ; dapat ditulis P x =


(x1 ; x2 ; :::; xn ); sehingga diperoleh vektor v 2 V, yaitu v = ni=1 xi vi ;
dan berarti T (v) = [v]B = x:
2.1 Pengertian Tranformasi Linear 69

z
1
1 2 3
1 0 7
7
:
5
Dari bukti proposisi di atas, perhatikan bahwa
[kv + lu]B = k[v]B + l[u]B :
Bentuk umum dari fakta ini adalah
" k #
X X
k

i ui = i [ui ]B :
i=1 B i=1

Disamping itu perlu juga dicatat bahwa tranformasi linear yang bijektif
memunyai peranan penting di dalam aljabar, sehingga perlu diberikan pada
catatan berikut ini.
Catatan 2.1 Suatu tranformasi linear yang bijektif disebut isomorsme
(isomorphism). Dua ruang vektor V dan W dikatakan isomork (isomor-
phic), notasi V = W; jika ada isomorsme dari V ke W atau dari W ke
V: Misalkan T : V ! W adalah isomorsme, maka menjamin adanya kore-
spondensi satu-satu dari anggota-anggota V dan W yang ditentukan oleh T :
Dalam hal ini, jika T (v) = w; dikatakan v 2 V berpadanan dengan w 2 W;
notasi v $ w: Dari segi makna, jika V = W; dapat dipahami sebagai berikut.
1. Walaupun dari segi sik anggota beserta operasinya pada masing-masing
V dan W adalah berbeda, namun struktur operasi mereka adalah sama.
Dari makna aljabar bisa dikatakan bahwa V dan W adalah sama.
2. Semua sifat aljabar yang berlaku pada berlaku pada V otomatis juga
pada W; atau sebaliknya.
3. Operasi aljabar yang terjadi pada V berpadanan satu-satu (langsung)
dengan yang ada di W. Dalam hal ini, isomorsmenya bertindak seba-
gai pemadannya.
Pada Proposisi 2.7, jelas bahwa V = Fn : Dalam hal ini, perhatikan bahwa:
v $ [v]B ;
kv + lu $ k[v]B + l[u]B ; dan
Xk Xk
u
i i $ i [ui ]B :
i=1 i=1
2.2 Matriks Representasi 70

Juga, bisa disimpulkan bahwa dim(V) = dim(Fn ) dan


B = fv1 ; v2 ; :::; vn g $ B0 = f[v1 ]B ; [v2 ]B ; :::; [vn ]B g;
B 0 adalah suatu basis untuk Fn : Periksalah bahwa B 0 ternyata merupakan
basis baku untuk Fn : Akhirnya, sebagai akibat dari proposisi ini dinyatakan
sebagai berikut.

Akibat 2.1 Semua ruang vektor atas skalar F yang berdimensi sama adalah
saling isomork, semuanya isomork dengan ruang vektor baku Fn . Dengan
kata lain, atas dasar isomorsme (up to isomorphism), ruang vertor berdi-
mensi n atas F adalah tunggal.

2.2 Matriks Representasi


Pada bagian ini kita akan mengkaji lebih dalam hubungan antara transfor-
masi linear dengan matriks. Jika pada bahasan sebelumnya telah dinyatakan
bahwa setiap matriks dapat dipandang sebagai transformasi linear, pada
bagian ini akan ditunjukkan bahwa setiap transformasi linear akan menen-
tukan adanya suatu matriks yang nantinya kita sebut dengan matriks repre-
sentasi.

2.2.1 Pengertian Matriks Representasi


Teorema 2.2 Misalkan V dan W adalah ruang vektor, keduannya atas skalar
F; dim (V) = n dengan B = fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah suatu basis untuk V; dan
dim (W) = m dengan C = fw1 ; w2 ; :::; wm g adalah suatu basis untuk W: Jika
T 2 L (V; W) ; maka 9!A 2 Fm n sehingga 8v 2 V berlaku
[T (v)]C = A [v]B (i)

Bukti. Karena T 2 L (V; W) ; maka (8j = 1; 2; :::; n) T (vj ) 2 W dan


karena C adalah basis untuk W; maka 9! [T (vj )]C = (a1j ; a2j ; :::; amj ) 2 Fm
sehingga
X
m
T (vj ) = aij wi : (ii)
i=1

Dari fakta-fakta tersebut, dapat didesinikan matriks A 2 Fm n


yang kolom-
kolomnya adalah vektor [T (vj )]C ; yaitu
A =
[T (v1 )]C [T (v2 )]C [T (vn )]C = [aij ]m;n
i;j :
2.2 Matriks Representasi 71

Perhatikan bahwa matrik A dijamin tunggal ditentukan oleh T karena adanya


[T (vj )]C adalah tunggal. Selanjutnya, A akan dibuktikan memenuhi Per-
samaan (i). Ambil sembarang v 2P V; karena B basis untuk V; maka 9! [v]B =
(x1 ; x2 ; :::; xn ) 2 F sehingga v = ni=1 xi vi dan diperoleh
n

!
Xn Xn
T (v) = T xj v j = xj T (vj ) : (iii)
j=1 j=1

Dari Persamaan (ii) dan (iii), didapat


! !
X
n X
m X
m X
n
T (v) = xj aij wi = aij xj wi :
j=1 i=1 i=1 j=1

Hasil ini menunjukkan bahwa


" #m
X
n
[T (v)]C = aij xj = A [v]B :
j=1 i=1

z
Matrik A pada teorema di atas disebut matriks representasi dari T relatif
terhadap basis B ke basis C; notasi
[T ]C;B = [T (v1 )]C [T (v2 )]C [T (vn )]C (2.1)

Khusus untuk tranformasi T : Fn ! Fm ; prosedur komputasi untuk


menghitung [T ]C;B dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini.

1. Denisikan T 2 Fm n sebagai matriks yang kolom-kolomnya adalah


vektor kolom dari T (vj ) 2 Fm untuk j = 1; 2; :::; n;
T = T (v1 ) T (v2 ) T (vn )

2. Denisikan C 2 Fm m
sebagai bentuk matriks dari basis C.
3. Hitung
1
[T ]C;B = C T

Contoh 2.5 Diketahui transformasi linear T : R3 ! R4 dengan rumus


T ((x1 ; x2 ; x3 )) = (x1 x2 + 2x3 ; 3x1 x2 + x3 ; x1 + x2 ; x2 x3 ):
Tentukan [T ]C;B jika B adalah basis untuk R3 dan C adalah basis untuk R4
dengan
B = f(2; 2; 1) ; (1; 3; 1) ; ( 1; 2; 1)g dan
C = f( 3; 2; 4; 0) ; ( 1; 2; 1; 1) ; (4; 2; 5; 0) ; (2; 3; 2; 1)g
2.2 Matriks Representasi 72

Jawab. Tuliskan rumus T dalam bentuk perkalian matriks T (x) = Ax


dengan 2 3
1 1 2 2 3
6 3 7 x1
1 1
A=6 4 1 1
7 dan x = 4 x2 5
5
0
x3
0 1 1
Dengan demikian, kita peroleh matriks

T = T (x1 ) T (x2 ) T (x3 ) = AB =


2 3 2 3
1 1 2 2 3 2 4 3
6 3 7 2 1 1 6 3
1 1 1 0 7
= 6
4 1 1
74 2 3 2 5=6 7
0 5 4 4 4 3 5
1 1 1
0 1 1 3 4 3

dan
1
[T ]C;B = [T (x1 )]C [T (x2 )]C [T (x3 )]C =C T
2 3 12 3
3 1 4 2 2 4 3
6 2 2 2 7
3 7 6 3 6 1 0 7
= 6
4 4
7
1 5 2 5 4 4 4 3 5
0 1 0 1 3 4 3
2 32 3 2 3
3 1 2 1 2 4 3 4 7 6
6 2 1 2 3 76 3 1 0 7 6 16 11 9 7
= 6
4 2
76 7=6 7
1 1 1 54 4 4 3 5 4 6 7 6 5
2 1 2 2 3 4 3 13 7 6

Contoh 2.6 Diketahui transformasi linear T : P 2 (R) ! R2 dengan rumus

T a0 + a1 x + a2 x2 = (a0 + a2 ; a1 2a2 ):

Jika A = f1; 1+x; 1+x2 g adalah basis untuk P 2 (R) dan B = f(1; 1) ; (0; 1)g
adalah basis untuk R2 ; tentukan [T ]B;A :

Jawab.

[T ]B;A = [T (1)]B [T (1 + x)]B [T (1 + x2 )]B


= [(1; 0)]B [(1; 1)]B [(2; 2)]B
1
1 0 1 1 2
=
1 1 0 1 2
2.2 Matriks Representasi 73

1 1 2
: z
1 2 0
Teorema di atas berlanjut ke teorema berikut ini.

Teorema 2.3 Ruang vektorL (V; W) dan Fm n adalah isomork dengan iso-
morsme
F : L (V; W) ! Fm n ;
dimana 8T 2 L (V; W)

F (T ) = [T ]C;B atau T $ [T ]C;B :

Bukti. Akan dibuktikan bahwa F isomorsme, artinya F linear dan


bijektif. Dibuktikan dahulu bahwa F linear. Ambil sembarang k; l 2 F dan
T1 ; T2 2 L (V; W) maka yang harus dibuktikan adalah

F (kT1 + lT2 ) = kF (T1 ) + lF (T2 )

yang berarti membutikan bahwa

[kT1 + lT2 ]C;B = k [T1 ]C;B + l [T2 ]C;B

Ambil sembarang v 2 V; berarti mengambil sembarang [v]B 2 Fn (ingat


V = Fn ), maka
(kT1 + lT2 ) (v) = kT1 (v) + lT2 (v)
Ditentukan koordinat terhadap C pada kedua ruasnya

[(kT1 + lT2 ) (v)]C = [kT1 (v) + lT2 (v)]C ,

[kT1 + lT2 ]C;B [v]B = k [T1 (v)]C + l [T2 (v)]C = k [T1 ]C;B [v]B + l [T2 ]C;B [v]B
= k [T1 ]C;B + l [T2 ]C;B [v]B ,

[kT1 + lT2 ]C;B = k [T1 ]C;B + l [T2 ]C;B


Tinggal dibuktikan bahwa F adalah bijektif. Pertama, F adalah injektif
karena
F (T1 ) = F (T2 ) , [T1 ]C;B = [T2 ]C;B ,
[T1 ]C;B [v]B = [T2 ]C;B [v]B ; 8v 2 V ,
[T1 (v)]C = [T2 (v)]C ; 8v 2 V ,
T1 (v) = T2 (v) ; 8v 2 V , T1 = T2 :
2.2 Matriks Representasi 74

Kedua, F adalah surjektif. Ambil sembarang A 2 Fm n ; akan ditunjukkan


bahwa ada tranformasi T 2 L (V; W) sehingga F (T ) = A: Perhatikan
bahwa, 8v 2 V menentukan tepat satu x 2 Fn sehingga [v]B = x; berikutnya
x menentukan tepat satu Ax 2 Fm ; dan akhirnya Ax menentukan tepat satu
w 2 W sehingga
[w]C = Ax =A[v]B
Dengan demikian, kita dapat mendenisikan fungsi T : V ! W dengan
aturan pengawanan T (v) = w dan mempunyai sifat
[T (v)]C = A[v]B , [T ]C;B [v]B = A[v]B , [T ]C;B = A ,
F (T ) = A
Tinggal kita buktikan bahwa T linear. Ambil sembarang k1 ; k2 2 F dan
v1 ; v2 2 V; maka dari denisi aturan pemetaannya diperoleh
[T (k1 v1 + k2 v2 )]C = A [k1 v1 + k2 v2 ]B = A (k1 [v1 ]B + k2 [v2 ]B )
= k1 A [v1 ]B + k2 A [v2 ]B = k1 [T ]C;B [v1 ]B + k2 [T ]C;B [v2 ]B
= k1 [T (v1 )]C + k2 [T (v2 )]C = [k1 T (v1 ) + k2 T (v2 )]C ,
T (k1 v1 + k2 v2 ) = k1 T (v1 ) + k2 T (v2 ) :
z
Dari Teorema 2.3, jelas bahwa L (V; W) = Fm n
: Dalam hal ini, per-
hatikan bahwa:
T $ [T ]C;B ;
kT1 + lT2 $ [kT1 + lT2 ]C;B = k [T1 ]C;B + l [T2 ]C;B
Secara umum,
" #
X
r X
r X
k
ki Ti $ ki Ti = ki [Ti ]C;B ; ki 2 F; Ti 2 L (V; W) :
i=1 i=1 C;B i=1

2.2.2 Komposisi Transformasi


Telah dinyatakan dari denisinya bahwa transformasi adalah fungsi sehingga
dapat dikenai aturan komposisi.

Denisi 2.3 Misalkan T1 2 L (U; V) dan T2 2 L (V; W) ; komposisi trans-


formasi dari T1 dan T2 ; notasi T2 T1 (cukup ditulis T2 T1 ), adalah fungsi dari
U ke W dengan rumus
T2 T1 (u) = T2 (T1 (u)) ; 8u 2 U:
2.2 Matriks Representasi 75

Ternyata komposisi transformsi tidak hanya sekedar fungsi, tetapi juga


merupakan transformasi linear. Hal ini dinyatakan dalam teorema berikut.

Teorema 2.4 Jika T1 2 L (U; V) dan T2 2 L (V; W) ; maka T2 T1 2 L (U; W) :

Bukti. Akan dibuktikan bahwa T2 T1 adalah linear dari U ke W: Ambil


sembarang k1 ; k2 2 F dan u1 ; u2 2 U; maka

(T2 T1 ) (k1 u1 + k2 u2 ) = T2 (T1 (k1 u1 + k2 u2 )) = T2 (k1 T1 (u1 ) + k2 T1 (u2 ))


= k1 T2 (T1 (u1 )) + k2 T2 (T1 (u2 ))
= k1 (T2 T1 ) (u1 ) + k2 (T2 T1 ) (u2 ) :

Teorema 2.5 Misalkan U; V; dan W adalah ruang vektor atas skalar F;


dim(U) = p; dim(V) = n; dan dim(W) = m: Secara berturutan, A; B; dan C
adalah suatu basis untuk U; V; dan W: Jika T1 2 L (U; V) dan T2 2 L (V; W) ;
maka
[T2 T1 ]C;A = [T2 ]C;B [T1 ]B;A ;
dimana [T2 T1 ]C;A 2 Fm p ; [T2 ]C;B 2 Fm n
; dan [T1 ]B;A 2 Fn p :

Bukti. Ambil sembarang u 2 U $ [u]A 2 Fp ; maka

(T2 T1 ) (u) = T2 (T1 (u)) , [(T2 T1 ) (u)]C = [T2 (T1 (u))]C ,

[T2 T1 ]C;A [u]A = [T2 ]C;B [T1 (u)]B = [T2 ]C;B [T1 ]B;A [u]A

= [T2 ]C;B [T1 ]B;A [u]A

dan kita simpulkan [T2 T1 ]C;A = [T2 ]C;B [T1 ]B;A : z

2.2.3 Matriks Representasi dari Operator Linear


Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi n atas skalar F, misalkan pula
B dan B 0 adalah sembarang dua basis untuk V: Jika T 2 L (V) ; jelas bahwa
[T ]B0 ;B 2 Fn n (merupakan matriks persegi berukuran n), khususnya untuk
B 0 = B; yaitu [T ]B;B ; cukup dinotasikan dengan [T ]B : Selanjutnya, per-
hatikan proposisi berikut ini.

Proposition 2.8 Jika I 2 L (V) adalah transformasi identitas, maka


2.2 Matriks Representasi 76

1. [I]B0 ;B adalah matriks transisi dari B ke B 0 ; sedangkan [I]B;B0 adalah


matriks transisi dari B 0 ke B:
2. [I]B adalah matriks identitas berlaku untuk sembarang basis B untuk
V:
3. Selanjutnya,

[I]B = [I]B;B0 [I]B0 ;B dan [I]B0 = [I]B0 ;B [I]B;B0

Bukti. Misalkan B = fv1 ; v2 ; :::; vn g dan B 0 = fv10 ; v20 ; :::; vn0 g adalah
sembarang basis untuk V: Karena I transformasi identitas, maka

1. Berdasarkan Persamaan (2.1),

[I]B0 ;B = [I (v1 )]B0 [I (v2 )]B0 [I (vn )]B0


= [v1 ]B0 [v2 ]B0 [vn ]B0 ; dan

[I]B;B0 = [I (v10 )]B [I (v20 )]B [I (vn0 )]B


= [v10 ]B [v20 ]B [vn0 ]B :

Untuk menyimpulkan bahwa kedua matriks ini adalah matriks transisi,


lihatlah bukti Teorema 1.10.
2. Secara sama,

[I]B = [I (v1 )]B [I (v2 )]B [I (vn )]B


= [v1 ]B [v2 ]B [vn ]B :

Perhatikan bahwa (8j = 1; 2; :::; n); vj dapat dituliskan dengan


X
n
vj = 0:vi + 1:vj :
i=1;i6=j

Ini berarti [vj ]B = ej ; atau f[v1 ]B ; [v2 ]B ; :::; [vn ]B g adalah basis baku
untuk Fn : Akibatnya, [I]B = In adalah matriks identitas berukuran n:
3. Selanjutnya, berdasarkan sifat fungsi identitas dan Teorema 2.5,

[I]B = [I]B;B = [II]B;B = [I]B;B0 [I]B0 ;B


[I]B0 = [I]B0 ;B0 = [II]B0 ;B0 = [I]B0 ;B [I]B;B0

z
2.2 Matriks Representasi 77

2.2.4 Ekuivalensi Matriks Representasi


Denisi 2.4 Misalkan V dan W adalah ruang vektor berdimensi berhingga
atas skalar F; dim(V) = n dan dim(W) = m:Untuk suatu T 2 L (V; W) ;
didenisikan
n o
<T = [T ]C;B 8 pasangan basis (B; C) ; B untuk V dan C untuk W

sebagai himpunan matriks representasi dari T terhadap semua pasangan basis


untuk V dan W:

Pada bagian ini kita akan membahas hubungan antar matriks di dalam
<T : Perhatikan dahulu teorema berikut ini.

Teorema 2.6 Misalkan V dan W adalah ruang vektor berdimensi berhingga


atas skalar F; dim(V) = n dan dim(W) = m; dan misalkan pula T 2
L (V; W) : Jika B dan B 0 sembarang dua pasangan basis untuk V; dan C dan
C 0 sembarang dua pasangan basis untuk W; maka:

1. ada matriks non-singular P 2 Fm m


sehingga

[T ]C 0 ;B = P [T ]C;B

2. ada matriks non-singular Q 2 Fn n


sehingga
1
[T ]C;B0 = [T ]C;B Q

3. ada matriks non-singular P 2 Fm m


dan Q 2 Fn n
sehingga
1
[T ]C 0 ;B0 = P [T ]C;B Q

Dalam hal ini, P dan Q adalah matriks transisi,

P = [I]C 0 ;C dan Q = [I]B0 ;B

Bukti. Berdasarkan Teorema (2.5) dan Proposisi (2.8), maka:

1. [T ]C 0 ;B = [IT ]C 0 ;B = [I]C 0 ;C [T ]C;B :

2. [T ]C;B0 = [T I]C;B0 = [T ]C;B [I]B;B0 :

3. [T ]C 0 ;B0 = [IT I]C;B0 = [I]C 0 ;C [T ]C;B [I]:


2.2 Matriks Representasi 78

z
Teorema ini cukup penting apabila dikaitkan dengan pemahaman ekuiv-
alensi matriks. Lebih rincinya, hal ini diberikan dalam catatan berikut.

Catatan 2.2 Beberapa pengertian berikut ini bisa didapatkan dari aljabar
matriks atau aljabar linear elementer.

Dua matriks A dan B dikatakan ekuivalen, notasi A B; jika yang


satu merupakan hasil dari serangkaian operasi baris/kolom elementer
dari yang lain.

Jika matriks B merupakan hasil dari serangkaian operasi baris ele-


menter dari A; maka ada matriks non-singular P sehingga B = P A:

Jika matriks B merupakan hasil dari serangkaian operasi kolom ele-


menter dari A; maka ada matriks non-singular Q sehingga B = AQ 1 :

Jika matriks B merupakan hasil dari serangkaian operasi baris dan


kolom elementer dari A; maka ada matriks non-singular P dan Q se-
hingga B = P AQ 1 :

Dua matriks representasi dari suatu transformasi linear terhadap dua


pasang basis adalah ekuivalen.

<T merupakan himpunan matriks-matriks yang saling ekuvalen


(kelas ekuvalensi) yang dibangkitkan oleh T :

<T pasti memuat tepat satu matriks yang memunyai bentuk paling
sederhana yang disebut dengan matriks kanonik. Bentuk matriks
kanonik adalah salah satu dari berikut ini.

1. Jika A 2 Fm n dan Rank (A) = r < minfm; ng; maka bentuk


kanonik dari A (matriks kanonik yang ekuvalen dengan A) adalah

Ir 0r (n r)
;
0(m r) r 0(m r) (n r)

dimana Ir adalah matriks identitan berukuran (r r) dan 0i j


adalah matriks nol berukuran i j:
2. Jika A 2 Fm n
dan Rank (A) = n < m; maka bentuk kanonik dari
A adalah
In
:
0(m n) n
2.2 Matriks Representasi 79

3. Jika A 2 Fm n
dan Rank (A) = m < n; maka bentuk kanonik dari
A adalah
Im 0m (n m) :
4. Jika A 2 Fm n
dan Rank (A) = m = n; maka bentuk kanonik dari
A adalah In :

Permasalahan mencari matriks kanonik di dalam <T setara (ekuivalen)


dengan permasalahan menentukan pasangan basis B untuk V dan basis
C untuk W sehingga [T ]C;B kanonik.

Dengan operasi baris/kolom elementer setiap matriks A dapat ditrans-


formasikan ke matriks B sehingga B A: Untuk itu kita ingat kembali
pengertian operasi baris/kolom elementer yang terkait dengan matriks ele-
menter di bahasan aljabar matriks.
Misalkan E menyatakan operasi baris elementer, K menyatakan operasi
kolom elementer, dan I adalah matriks identitas. Operasi baris elementer
pada I; notasi E (I) ; atau operasi kolom elementer pada I, notasi K (I) ; dise-
but matriks elementer. Jelas bahwa matriks elementer adalah non-singuler,
kemudian
B = E (A) , B = E (I) A dan B = K (A) , B = AK (I) :
Selanjutnya, kebenaran pernyataan berikut ini mudah diperiksa.

1. Jika Eij (I) menyatakan operasi yang menukar baris ke-i dan baris ke-j
pada matriks I; dan Kij (I) menyatakan operasi yang menukar kolom
ke-i dan kolom ke-j pada matriks I; maka
Eij (I) = Kij (I) dan Eij 1 (I) = Eij (I) = Kij (I) :

2. Jika Ei(k) (I) menyatakan operasi yang mengalikan baris ke-i dengan
skalar k pada matriks I; dan Ki(k) (I) menyatakan operasi yang men-
galikan kolom ke-i dengan skalar k pada matriks I; maka
1
Ei(k) (I) = Ki(k) (I) dan Ei(k) (I) = Ei( 1 ) = Ki( 1 )
k k

3. Jika Eij(k) (I) menyatakan operasi yang menambahkan baris ke-i den-
gan k kali baris ke-j pada matriks I; dan Kij(k) (I) menyatakan operasi
yang menambahkan kolom ke-i dengan k kali kolom ke-j pada matriks
I; maka
1
Eij(k) (I) = Kji(k) (I) dan Eij(k) (I) = Eij( k) (I) = Kji( k) (I)
2.2 Matriks Representasi 80

Dengan sifat-sifat di atas, maka ada serangkaian transformasi elementer


yang mengubah sembarang matriks A menjadi matriks B yang kanonik den-
gan prosedur sebagai berikut.

1. Lakukan serangkaian operasi baris elementer pada A sehingga diperoleh


matriks bentuk eselon baris terreduksi A1 ;

(Er Er 1 :::E2 E1 ) (A) = A1 , P A = A1 dan P = (Er Er 1 :::E2 E1 ) (I)

2. Lakukan serangkaian operasi kolom elementer pada A1 sehingga diper-


oleh matriks bentuk eselon kolom terreduksi B;

(Ks Ks 1 :::K2 K1 ) (A1 ) = B , A1 Q = B dan Q = (Ks Ks 1 :::K2 K1 ) (I)

Catatan 2.3 Perlu kita catat dari prosedur di atas:

1. Matriks bentuk eselon baris terreduksi (reduced row echelon form)


adalah matriks berukuran m n yang mempunyai sifat-sifat berikut:

(a) semua baris nol ada di posisi paling bawah,


(b) pada setiap baris tak-nol, unsur tak-nol yang muncul pertama kali
(dibaca dari kiri) adalah "1" (disebut pemuka satu)
(c) Untuk i = 2; 3; :::; m; pemuka satu di baris-i (jika ada) muncul di
sebelah kanan pemuka satu di baris ke-(i 1) :
(d) setiap kolom yang memuat pemuka satu, unsur yang lainnya adalah
nol.

Contoh matriks bentuk eselon baris tereduksi


2 3
1 1 0 2
4 0 0 1 1 5
0 0 0 0

Matriks bentuk eselon kolom tereduksi didenisikan secara analog.

2. Jelas bahwa dari denisi matriks bentuk eselon baris/kolom tereduksi,


matriks B hasil kalkulasi dalam prosedur di atas adalah matriks kanonik,
dan

P A = A1 dan A1 Q 1 = B ,
P AQ 1 = B , A = P 1 BQ
2.2 Matriks Representasi 81

Untuk kasus A matriks tak-singular berukuran n n; maka ada serangka-


ian transformasi elementer yang mengubah sembarang matriks A menjadi
matriks identitas In : Dalam kasus ini, A bisa diarahkan ke dekomposisi-LU
melalui prosedur berikut ini.
1. Lakukan serangkaian operasi baris elementer pada A sehingga diperoleh
matriks bentuk eliminasi Gauss A1
(Ek Ek 1 :::E2 E1 ) (A) = A1 , P A = A1
Dalam hal ini, P = (Er Er 1 :::E2 E1 ) (I) adalah matriks segitiga bawah.
2. Lakukan serangkaian operasi kolom elementer pada A1 sehingga diper-
oleh matriks bentuk eselon kolom terreduksi B;
(Ks Ks 1 :::K2 K1 ) (A1 ) = B , A1 Q = B
Dalam hal ini, Q = (Ks Ks 1 :::K2 K1 ) (I) dan B = I/n :
3. Kita peroleh persamaan matriks
1 1 1 1
P AQ = In , A = P In Q =P Q = LU
Dalam hal ini, L = P 1 adalah matriks segitiga bawah dan U = Q 1

adalah matriks segitiga atas.


Contoh 2.7 Tentukan dekomposisi-LU dari matriks
2 3
1 1 2 2
6 0 2 1 3 7
A=6 4 1 1
7
3 2 5
1 0 3 1
Jawab. Kita tuliskan matriks gandeng [AjI4 ] =
2 3
1 1 2 2 1 0 0 0
6 0 2 1 3 0 1 0 0 7
6 7
4 1 1 3 2 0 0 1 0 5
1 0 3 1 0 0 0 1
2 3
1 1 2 2 1 0 0 0
6 0 2 1 3 0 1 0 0 7
Gaussian elimination: 6 4 0 0
7. Dari hasil kalku-
1 0 1 0 1 0 5
0 0 0 12 1
2
1
2
1
2
1
lasi ini, kita peroleh
2 3 2 3
1 0 0 0 1 1 2 2
6 0 1 0 0 7 6 1 3 7
P =6 7 dan A1 = P A = 6 0 2 7
4 1 0 1 0 5 4 0 0 1 0 5
1 1 1
2 2 2
1 0 0 0 12
2.2 Matriks Representasi 82

Kita tuliskan matriks gandeng AT1 jIn =


2 3
1 0 0 0 1 0 0 0
6 1 2 0 0 0 1 0 0 7
6 7
4 2 1 1 0 0 0 1 0 5
2 3 0 21 0 0 0 1
2 3
1 0 0 0 1 0 0 0
6 0 1 0 0 1 1
0 0 7
, row echelon form: 6
4 0 0 1 0 5
2
1
2 7 : Dari hasil kalkulasi
5
2 2
1 0
0 0 0 1 1 3 0 2
ini, kita peroleh
2 3T 2 1 5
3
1 0 0 0 1 2 2
1
6 1 1
0 0 7 6 0 1 1
3 7
Q=6 4 5
2 2 7 =6 2 2 7
2
1
2
1 0 5 4 0 0 1 0 5
1 3 0 2 0 0 0 2
Jadi
2 3 1 2 3
1 0 0 0 1 0 0 0
6 0 1 0 0 7 6 0 1 0 0 7
L=P 1
=6
4 1
7 =6 7 dan
0 1 0 5 4 1 0 1 0 5
1 1 1 1 1
2 2 2
1 1 2 2
1
2 1 5
3 1 2 3
1 2 2
1 1 1 2 2
6 0 1 1
3 7 6 0 2 1 3 7
U =Q 1
=6
4 0
2 2 7 =6
5 4 0
7
0 1 0 0 1 0 5
0 0 0 2 0 0 0 12
Kita periksa kebenarannya dengan fasilitas komputasi SWP melalui fungsi
PLU decomposition:
2 3
1 1 2 2
6 0 2 1 3 7
A=6 4 1 1
7
3 2 5
1 0 3 1
2 32 32 3
1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 2 2
6 0 1 0 0 76 0 1 0 0 7 6 1 3 7
: 6 76 76 0 2 7 z
4 0 0 1 0 54 1 0 1 0 54 0 0 1 0 5
1 1
0 0 0 1 1 2 2
1 0 0 0 12
Prosedur mencari pasangan basis yang menentukan matriks kanonik di
dalam <T dapat dilakukan dengan langkah berikut ini.
2.2 Matriks Representasi 83

1. Ambil sembarang pasangan basis B untuk V dan C untuk W:

2. Hitung matriks A = [T ]C;B :

3. Lakukan serangkaian operasi kolom elementer pada A1 sehingga diper-


oleh matriks kanonik B:
1
4. Tentukan matriks P dan Q sehingga B = P AQ

5. Tentukan pasangan basis B 0 untuk V dan C 0 untuk W sehingga P =


[I]C 0 ;C dan Q = [I]B0 ;B :

Maka, [T ]C 0 ;B0 = B merupakan matriks kanonik di dalam <T :

Contoh 2.8 Misalkan T : R4 ! P 2 (R) adalah fungsi yang didenisikan


bahwa 8a = (a1 ; a2 ; a3 ; a4 ) 2 R4 ;

T (a) = (a1 a2 + 2a4 ) + (a1 a2 + a3 + a4 ) x + (2a1 2a2 + a3 + 3a4 ) x2 :

1. Buktikan bahwa T adalah TL.

2. Tentukan pasangan basis B 0 untuk R4 dan basis C 0 untuk P 2 (R) sehingga


[T ]C 0 ;B0 adalah matriks kanonik.

Jawab. Pembuktian bahwa T adalah TL disisakan sebagai latihan. Jadi,


hanya dijawab untuk pertanyaan yang kedua. Dipilih pasangan basis E =
fe1 ; e2 ; e3 ; e4 g baku untuk R4 dan F = f1; x; x2 g baku untuk P 2 (R); maka
dapat ditentukan matriks

A = [T ]F ;E = [T (e1 )]F [T (e2 )]F [T (e3 )]F [T (e4 )]F ;

dimana

[T (e1 )]F = (1) 1 + (1) x + (2) x2 F


= (1; 1; 2) ;
[T (e2 )]F = ( 1) 1 + ( 1) x + ( 2) x2 F
= ( 1; 1; 2) ;
2
[T (e3 )]F = (0) 1 + (1) x + (1) x F
= (0; 1; 1) ; dan
[T (e4 )]F = (2) 1 + (1) x + (3) x2 F
= (2; 1; 3) :

Jadi, 2 3
1 1 0 2
4
A= 1 1 1 1 5:
2 2 1 3
2.2 Matriks Representasi 84

Dengan operasi baris elementer, ditentukan matriks non-singular P sehingga


P A = A1 , dimana A1 merupakan bentuk eselon baris terreduksi. Dalam
hal ini, jika E adalah serangkaian operasi baris elementer, maka

E (A) = A1 , [E (I3 )] A = A1 ) P = E (I3 ) :

Komputasi dengan SWP:


2 3
1 1 0 2 1 0 0
4 1 1 1 1 0 1 0 5
2 2 1 3 0 0 1
2 3
1 1 0 2 0 1 1
, row echelon form: 4 0 0 1 1 0 2 1 5 sehingga kita peroleh
0 0 0 0 1 1 1
2 3 2 3
. ..
1 1 0 2 .. 1 0 0 1 1 0 2 . 0 1 1
6 .. 7 6 .. 7
[AjI3 ] = 6
4 1 1 1 1 . 0 1 0 75!E 6
4 0 0 1 1 . 0 2 1 7
5
.. .
2 2 1 3 . 0 0 1 0 0 0 0 .. 1 1 1
= [A1 jP ] ;

dengan 2 3 2 3
0 1 1 1 1 0 2
P =4 0 2 1 5 dan A1 = 4 0 0 1 1 5
1 1 1 0 0 0 0
Dengan operasi kolom elemeter, ditentukan matriks non-singular Q sehingga
A1 Q 1 = B, dimana B merupakan bentuk eselon kolom terreduksi
dari A1 , dengan kata lain B adalah kanonik. Dalam hal ini, jika K adalah
serangkaian operasi kolom elementer, maka
1
K (A1 ) = B , A1 [K (I4 )] = B , Q = K (I4 ) :

Perhitungan dengan SWP:


2 3 2 3
1 1 0 2 1 0 0 0
6 0 0 1 17 6 0 1 0 0 7
6 7 6 7
6 0 0 0 0 7 6 0 0 0 0 7
6 7 6 7
A1 6 7 6 7 B
=66 1
7K 6 7=
I4 6 0 0 0 7!6
7
6 0 0 1 0 7
7 Q 1
6 0 1 0 7
0 7 6 0 0 0 1 7
6 6 1 7
4 0 0 1 0 5 4 1 1 1 5
2 2 2
1 1 1
0 0 0 1 2
0 2 2
2.2 Matriks Representasi 85

2 3
0 0 1 0 2 3
6 0 0 1 0 0 0
0 1 7
Q 1
=6
4 1 1 1
7
1 5 dan B =
4 0 1 0 0 5;
2 2 2 0 0 0 0
1 1 1
2
0 2 2

Selanjutnya, dicari pasangan basis B 0 untuk R4 dan C 0 untuk P 2 (R) sehingga


[T ]C 0 ;B0 = B: Perhatikan dahulu perhitungan untuk C 0 : Misalkan

C 0 = fp1 (x); p2 (x) ; p3 (x)g P 2 (R):

dari hubungan bahwa P = [I]C 0 ;F didapat persamaan


2 3
0 1 1
4 0 2 1 5 = [I (1)]C 0 [I (x)]C 0 [I (x2 )]C 0
1 1 1
= [1]C 0 [x]C 0 [x2 ]C 0 :

Ini berarti,

p3 (x) = 1
p1 (x) + 2p2 (x) + p3 (x) = x
p1 (x) p2 (x) p3 (x) = x2

dan dapat ditulis


2 32 3 2 3
0 0 1 p1 (x) 1
4 1 2 1 5 4 p2 (x) 5 = 4 x 5 ,
1 1 1 p3 (x) x2
2 3 2 3 12 3
p1 (x) 0 0 1 1
4 p2 (x) 5 = 4 1 2 1 5 4 x 5
p3 (x) 1 1 1 x2
2 32 3
1 1 2 1
= 4 0 1 1 54 x 5
1 0 0 x2
2 2 3
2x + x + 1
= 4 x2 + x 5;
1

sehingga diperoleh C 0 = f2x2 + x + 1; x2 + x; 1g:


Dengan argumen yang sama, kita hitung B 0 : Misalkan

B 0 = fv1 ; v2 ; v3 ; v4 g R4 ;
2.2 Matriks Representasi 86

dari hubungan bahwa Q 1 = [I]E;B0 didapat persamaan


2 3
0 0 1 0
6 0 0 0 1 7
6 1 7
1 5 = [I (v1 )]E [I (v2 )]E [I (v3 )]E [I (v4 )]E
4 1 1
2 2 2
1 1 1
2
0 2 2
= [v1 ]E [v2 ]E [v3 ]E [v4 ]E
= v1 v2 v 3 v4 :
Dengan demikian, diperoleh
2 3 2 3
v1 (0; 0; 12 ; 12 )
6 v2 7 6 (0; 0; 1; 0) 7
6 7=6 7
4 v3 5 4 (1; 0; 1 ; 1 ) 5
2 2
v4 (0; 1; 21 ; 12 )
Untuk memastikan kebenaran hasil periksalah bahwa [T ]C 0 ;B0 = B: z

2.2.5 Similaritas Matriks Representasi


Similaritas merupakan kasus khusus dari ekuivalensi, pembatasannya pada
kasus operator linear.

Teorema 2.7 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi berhingga atas


skalar F; dim(V) = n: Misalkan pula B dan B 0 adalah sembarang dua basis
untuk V: Jika T 2 L (V) ; maka ada matriks non-singular P 2 Fn n sehingga
1
[T ]B0 = P [T ]B P :
Dalam hal ini, P = [I]B0 ;B merupakan matriks transisi dari B ke B 0 :

Bukti. Berdasarkan Teorema (2.5) dan Proposisi (2.8), maka


[T ]B0 = [IT I]B0
= [I]B0 ;B [T ]B [I]B;B0 :
z

Denisi 2.5 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi berhingga atas skalar
F: Untuk suatu T 2 L (V) ; didenisikan
<0T = f[T ]B 8B basis untuk Vg
sebagai himpunan semua matriks representasi dari operator linear T terhadap
semua basis untuk V:
2.2 Matriks Representasi 87

Teorema dan denisi tersebut cukup penting apabila dikaitkan dengan


pemahaman similaritas matriks. Lebih rincinya, hal ini diberikan dalam
catatan berikut.

Catatan 2.4 Beberapa pengertian berikut ini bisa didapatkan dari aljabar
matriks atau aljabar linear elementer.

1. Dua matriks A dan B dikatakan similar, notasi A B; jika ada


matriks non-singular P sehingga B = P AP 1 .

2. Dua matriks representasi dari suatu operator linear terhadap dua basis
adalah similar.

3. <0T merupakan himpunan matriks-matriks yang saling similar


(kelas similaritas) yang dibangkitkan oleh T :

4. <0T pasti memuat tepat satu matriks yang memunyai bentuk paling
sederhana yang disebut dengan matriks kanonik.

5. Permasalahan mencari matriks kanonik di dalam <0T setara (ekuivalen)


dengan permasalahan menentukan suatu basis B untuk V sehingga [T ]B
kanonik.

6. Pencarian matriks kanonik di dalam <0T jauh lebih rumit dibandingkan


dengan pencarian matriks kanonik di dalam <T : Solusi umum dari
masalah ini perlu kajian lebih lanjut, diluar jangkauan kuliah ini. Na-
mun beberapa solusi khusus akan diberikan pada bahasan di bab berikut-
nya.

Berikut ini diberikan sifat-sifat dasar matriks similar.

Proposition 2.9 (Sifat-sifat matriks similar) Jika A B; maka memenuhi


sifat-sifat berikut.

1. Rank (A) = Rank (B) :

2. det (A) = det (B) :

3. A I B I

4. Ak B k untuk k = 0; 1; 2; ::::

5. p (A) p (B) untuk sembarang polinomial skalar p(x):


2.2 Matriks Representasi 88

6. AT BT :

1
Bukti. A B; berarti B = P AP untuk suatu matriks non-singular
P; maka:

1. A B; akibatnya Rank (A) = Rank (B) :

2.

det (B) = det P AP 1 = det (P ) : det (A) : det P 1


= det (A) : det (P ) : det P 1 = det (A) : det P P 1

= det (A) : det (I) = det (A) :1


= det (A)

3.
1 1 1 1
B I = P AP P IP = P AP P ( I) P
= P (A I) P 1 ,

B I A I

4.
1 k
Bk = P AP = P AP 1
P AP 1
::: P AP 1

= P Ak P 1

Pn
5. Misalkan p (x) = i=0 ai xi ; maka
!
X
n X
n X
n
p (B) = ai B i = ai P A i P 1
=P ai A i P 1

i=0 i=0 i=0


1
= P (p (A)) P ,

p (B) p (A)

6.
1 T 1 T 1 T 1 T
BT = P AP = P AT P T = P AT P 1

1
1 T 1 T
= P AT P ,

BT AT :
2.2 Matriks Representasi 89

z
Dengan operasi baris/kolom elementer, setiap A juga dapat ditransfor-
masikan ke matriks B sehingga B A: Hal ini dilakukan dengan rumusan
B = Ek Ek 1 ::: E2 E1 (A) E1 1 E2 1 :::Ek 11 Ek 1 = P AP 1
;
dimana E1 ; E2 ; :::; Ek adalah serangkaian operasi baris elementer. Perhatikan
P = Ek Ek 1 :::E2 E1 (I) dan P 1
= Ek 1 Ek 11 :::E2 1 E1 1 (I)
Namun demikian, mengarahkan ke bentuk matriks B yang kanonik adalah
sangat rumit. Berikut ini diberikan ilustrasinya.

Contoh 2.9 Diberikan matriks


2 3
1 2 2
A= 4 1 3 2 5:
2 1 0
Dengan serangkaian operasi elementer E1 = E21(1) ; E2 = E3( 2) ; dan E3 =
E13 ; tentukan matriks B sehingga A B; matriks P sehingga B = P AP 1 ;
dan periksalah kebenaran hasilnya.

Jawab. Perhatikan bahwa:


1
E1 1 = E21(1) = K12( 1) ;

E2 1 = E3(1 2) = K3( 1
)
2
1
E3 = E131 = K13 ;
sehingga
2 3 2 3
1 2 2 1 2 2
A = 4 1 3 2 5E ^ 21(1)
4 0 1 0 5 K^ 12( 1)
2 1 0 2 1 0
2 3 2 3
3 2 2 3 2 2
4 1 1 0 5E ^ 3( 2)
4 1 1 0 5K ^ 3( 12 )
1 1 0 2 2 0
2 3 2 3
3 2 1 2 2 0
4 1 1 0 5E g 13
4 1 1 0 5K g 13
2 2 0 3 2 1
2 3
0 2 2
B = 4 0 1 1 5;
1 2 3
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 90

dimana
2 3 2 3 2 3
1 0 0 1 0 0 1 0 0
I = 4 5 ^ 4 5 ^ 4
0 1 0 E21(1) 1 1 0 E3( 2) 1 1 0 5E g
13
0 0 1 0 0 1 0 0 2
2 3
0 0 2
P = 4 1 1 0 5
1 0 0

dan
2 3 2 3 2 3
1 0 0 1 0 0 ^1 1 0 0
I = 4 5 ^
0 1 0 K12( 1) 4 5
1 1 0 K3 ( ) 4 1 1 0 5Kg13
2 1
0 0 1 0 0 1 0 0 2
2 3
0 0 1
P 1 = 4 0 1 1 5:
1
2
0 0

Kita periksa bahwa


2 32 32 3
0 0 2 1 2 2 0 0 1
P AP 1
= 4 1 1 0 5 4 1 3 2 5 4 0 1 1 5
1
1 0 0 2 1 0 2
0 0
2 3
0 2 2
= 4 0 1 1 5 = B:
1 2 3

z
Perhatikan dari contoh di atas bahwa untuk mengarahkan A menjadi B
yang kanonik sangat rumit.

2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL


Denisi 2.6 Misalkan V dan W adalah ruang vektor atas skalar F; dim (V) =
n, dim (W) = m; dan T 2 L (V; W) :

1. Imej (range) dari T , notasi Im (T ) atau R (T ) atau T (V) ; diden-


isikan sebagai himpunan

Im (T ) := fT (v) 2 W 8v 2 Vg:
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 91

2. Kernel dari T ; notasi ker (T ) ; didenisikan sebagai himpunan

Ker (T ) := fv 2 V T (v) = 0g:

Perhatikan bahwa, jika tranformasinya berupa matriks A 2 Fm n


; maka

Im (A) = fAx 2 Fm 8x 2 Fn g

merupakan himpunan semua kombinasi linear dari semua vektor kolom A;


dan
Ker (A) = fx 2 Fn Ax = 0g
merupakan himpunan semua solusi dari SPL homogen Ax = 0:
Lebih lanjut dari denisi tersebut, sifat-sifat dari imej dan kernel diberikan
dalam beberapa teorema berikut.

Teorema 2.8 Im (T ) adalah subruang dari W; sedangkan Ker (T ) adalah


subruang dari V:

Bukti. Akan dibuktikan bahwa Im (T ) adalah subruang dari W: Ambil


sembarang k1 ; k2 2 F dan w1 ; w2 2 Im (T ) ; maka ada v1 ; v2 2 V sehingga
w1 = T (v1 ) dan w2 = T (v2 ) : Dengan demikian

k1 w1 + k2 w2 = k1 T (v1 ) + k2 T (v2 )
= T (k1 v1 + k2 v2 ) :

Dari hasil ini dan jelas bahwa k1 v1 +k2 v2 2 V; dan dapat disimpulkan bahwa
k1 w1 + k2 w2 2 Im (T ) : Ini berarti Im (T ) adalah subruang dari W:
Akan dibuktikan bahwa Ker (T ) adalah subruang dari V: Ambil sem-
barang l1 ; l2 2 F dan v1 ; v2 2 Ker (T ) ; maka T (v1 ) = 0 dan T (v2 ) = 0;
akibatnya

T (l1 v1 + l2 v2 ) = l1 T (v1 ) + l2 T (v2 ) = l1 :0 + l2 :0 = 0:

Dari hasil ini, dan berdasarkan denisi kernel, dapat disimpulkan bahwa
l1 v1 + l2 v2 2 Ker (T ). Ini berarti Ker (T ) adalah subruang dari W: z
Dari teorema di atas, dimensi dari Im (T ) disebut dengan rank dari T ;
notasi Rank (T ) ; sedangkan dimensi dari Ker (T ) disebut dengan nulitas
dari T ; notasi Null (T ) : Perhatikan bahwa, jika tranformasinya berupa ma-
triks A 2 Fm n ; maka Im (A) merupakan subruang dari Fm ; dan dimensinya
disebut dengan Rank (A) ; yaitu banyaknya vektor-vektor kolom dari A yang
bebas linear. Sedangakan, Ker (A) adalah subruang dari Fn dan dimensinya
disebut dengan Null (A) :
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 92

Teorema 2.9 8A 2 <T ; berlaku:

1. Rank (T ) = Rank (A) :

2. Null (T ) = Null (A) :

Bukti.

1. Ambil sembarang A 2 <T ; maka ada basis B = fv1 ; v2 ; :::; vn g untuk


V dan C = fw1 ; w2 ; :::; wm g untuk W sehingga A = [T ]C;B ; ini berarti

A= [T (v1 )]C [T (v2 )]C [T (vn )]C :

Dengan demikian,

Im (A) = hf[T (v1 )]C ; [T (v2 )]C ; :::; [T (vn )]C gi :

Sekarang, ambil sembarang u 2 Im (T ), maka 9v 2 V sehingga u =


T (v) : Dari fakta ini, karena B adalahPn basis untuk V; maka 9! [v]B =
n
(x1 ; x2 ; :::; xn ) 2 F sehingga v = i=1 xi vi dan
!
Xn X
n
u=T xi v i = xi T (vi ) :
i=1 i=1

Ini berarti
Im (T ) = hfT (v1 ) ; T (v2 ) ; :::; T (vn )gi :
Kemudian, perhatikan bahwa
" n #
X X
n
[u]C = xi T (vi ) = xi [T (vi )]C 2 Im (A) :
i=1 C i=1

Dari sini dapat didenisikan suatu pemetaan dari Im (T ) ke Im (A) den-


gan aturan pemetaan u 7! [u]C yang menurut Proposisi 2.7 merupakan
suatu isomorsme, dengan kata lain Im (T ) = Im (A) : Akibatnya,
dim (Im(T )) = dim (Im (A)) ; dengan kata lain Rank (T ) = Rank (A) :

2. Ambil sembarang v 2 Ker (T ) ; berarti T (v) = 0 dan

[T (v)]C = [0]C , [T ]C;B [v]B = [0]C , A [v]B = 0

Ini berarti [v]B 2 Ker (A) : Karena v 7! [v]B isomorsme, maka Ker (T ) =
Ker (A) ; dan akibatnya dim (Ker(T )) = dim (Ker (A)) ; dengan kata
lain Null (T ) = Null (A) :
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 93

z
m n n
Dengan memandang matriks A 2 F sebagai tranformasi dari F ke
m
F ; akibat langsung dari dari Teorema 2.9 diberikan dalam proposisi berikut.

Proposition 2.10 Dua matriks yang ekuivalen memunyai rank dan kernel
yang sama.

Proposition 2.11 Misalkan V dan W adalah ruang vektor atas skalar F;


dim (V) = n, dim (W) = m; dan T 2 L (V; W) : Jika V = Ker (T ) u S dan
A = fv1 ; v2 ; :::; vr g adalah basis untuk S; maka
B = fT (v1 ) ; T (v2 ) ; :::; T (vr )g
adalah basis untuk Im (T ) :

Bukti. Karena V = Ker (T ) u S; berdasarkan Proposisi 1.7, ada basis


fvr+1 ; vr+2 ; :::; vn g untuk Ker (T ) sehingga
C = fv1 ; v2 ; :::; vr ; vr+1 ; vr+2 ; :::; vn g
adalah basis untuk V: Akan dibuktikan bahwa B adalah basis untuk Im (T ) :
Ambil sembarang u 2 Im (T ) ; maka 9v 2 V sehingga u = T (v) : Dari
n
fakta ini, karena
PnC adalah basis untuk V; maka 9! [v]C = (x1 ; x2 ; :::; xn ) 2 F
sehingga v = i=1 xi vi dan
! !
Xn X r X
n
u = T xi v i = T xi v i + xi v i
i=1 i=1 i=r+1
! ! !
X
r X
n X
r X
n
= T xi v i +T xi v i = xi T (vi ) + T xi v i
i=1 i=r+1 i=1 i=r+1
X
r X
r
= xi T (vi ) + 0 = xi T (vi ) :
i=1 i=1

Ini
Prberarti, Im (T ) = hBi ; tinggal dibuktikan bahwa B bebas linear. Misalkan
i=1 i T (vi ) = 0; maka
!
X r
T i (vi ) = 0;
i=1
Pr Pr
ini berarti i=1 i (vi ) 2 Ker (T ) : Di lain pihak, i=1 i (vi ) 2 S; akibatnya
X
r

i (vi ) 2 Ker (T ) \ S:
i=1
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 94

P
Karena Ker (T ) \ S = f0g; maka ri=1 i (vi ) = 0; dan karena A adalah
basis, maka i = 0 8i = 1; 2; :::; r: z
Akibat langsung dari proposisi tersebut dinyatakan dalam teorema berikut
ini.

Teorema 2.10 Misalkan V dan W adalah ruang vektor atas skalar F; dim (V) =
n, dim (W) = m; dan T 2 L (V; W) : Jika A = fv1 ; v2 ; :::; vr g adalah basis
untuk (Ker (T ))? ; maka B = fT (v1 ) ; T (v2 ) ; :::; T (vr )g adalah basis untuk
Im (T ) :

Akibat dari teorema tersebut jelas bahwa

Null (T ) + Rank (T ) = dim (V) : (2.2)

Perlu dicatat, dengan mudah bisa diperiksa bahwa teorema juga benar un-
tuk kasus Ker (T ) = f0g, yang berarti (Ker (T ))? = V; atau untuk kasus
Ker (T ) = V; yang berarti T adalah tranformasi nol sehingga (Ker (T ))? =
f0g:
Dengan memandang matriks sebagai transformasi linear, untuk sembarang
matriks A 2 Fm n berlaku

Null (A) + Rank (A) = n

Dalam hal ini, jika A = fx1 ; x2 ; :::; xr g adalah basis untuk (Ker (A))? ; maka
A = fAx1 ; Ax2 ; :::; Axr g adalah basis untuk Im (A) : Atau lebih umum lagi,
jika A = fx1 ; x2 ; :::; xr g adalah basis untuk S dengan Fn = Ker (A) u S;
maka A = fAx1 ; Ax2 ; :::; Axr g adalah basis untuk Im (A) :

2.3.1 Transformasi Invertibel


Denisi 2.7 Misalkan V dan W adalah ruang vektor atas skalar F; dim (V) =
n, dim (W) = m: Transformasi T 2 L (V; W) disebut invertibel kiri (memu-
nyai invers kiri) jika ada transformasi T 0 2 L (W; V) sehingga T 0 T = I
dengan I 2 L (V) adalah tranformasi identitas. Dalam hal ini, T 0 disebut
invers kiri dari T :

Teorema berikut ini memberikan sifat-sifat TL yang invertibel kiri.

Teorema 2.11 Jika T 2 L (V; W) ; maka pernyataan-pernyataan berikut ini


ekuivalen.
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 95

1. T invertibel kiri.

2. Ker (T ) = f0g: (berarti T injektif)

3. T merupakan isomosme dari V ke Im (T ), dengan kata lain V =


Im (T ) :

4. Rank (T ) = n m:

5. Setiap matriks representasi dari T adalah matriks m n yang semua


kolomnya bebas linear (kolom penuh).

Bukti. (1: ) 2:) Misalkan T invertibel kiri, akan dibuktikan Ker (T ) =


f0g: Ambil sembarang v 2 Ker (T ) ; berarti T (v) = 0: Karena T invertibel
kiri, maka ada T 0 sehingga T 0 T = I; akibatnya

(T 0 T ) (v) = I (v) , T 0 (T (v)) = v , T 0 (0) = v , 0 = v:

Kesimpulannya, Ker (T ) = f0g:


(2: ) 3:) Misalkan Ker (T ) = f0g, akan dibuktikan T adalah isomorsme
dari V ke Im (T ) : Berdasarkan denisi imej, jelas bahwa T surjektif, sehingga
tinggal dibuktikan bahwa T injektif, yaitu

T (v1 ) = T (v2 ) , T (v1 ) T (v2 ) = 0 ,


T (v1 v2 ) = 0 , (v1 v2 ) 2 Ker (T ) ;

dan karena Ker (T ) = f0g, maka v1 v2 = 0 , v1 = v2 :


(3: ) 1:) Misalkan T adalah isomorsme dari V ke Im (T ) ; akan dibuk-
tikan T invertibel kiri. Karena T adalah isomorsme dari V ke Im (T ) ;
dapat didenisikan fungsi T 0 : W ! V dengan rumus

v ; jika w = T (v) (berarti w 2 Im (T ))


T 0 (w) = :
0 ; jika w 2 U (dimana W = Im (T ) u U)

(perhatikan bahwa T 0 surjektif). Dari pendenisian ini jelas bahwa 8v 2 V


berlaku
(T 0 T ) (v) = T 0 (T (v)) = v = I (v)
yang berarti T 0 adalah invers kiri dari T . Tinggal kita buktikan bahwa T 0
adalah TL. Ambil sembarang k1 ; k2 2 F dan w1 ; w2 2 W; karena W =
Im (T ) u U; maka bisa kita tuliskan

w1 = w10 + w100 dimana w10 2 Im (T ) dan w100 2 U


w2 = w20 + w200 dimana w20 2 Im (T ) dan w200 2 U
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 96

Berdasarkan pendenisian T 0 , ini berarti ada v1 ; v2 2 V sehingga

T 0 (w1 ) = T 0 (w10 ) = v1 , T (v1 ) = w10 dan


T 0 (w2 ) = T 0 (w20 ) = v2 , T (v2 ) = w20

Dengan demikian,

k1 w1 + k2 w2 = (k1 w10 + k2 w20 ) + (k1 w10 + k2 w20 ) dimana


(k1 w10 + k2 w20 ) 2 Im (T ) dan (k1 w10 + k2 w20 ) 2 U

sehingga

T 0 (k1 w1 + k2 w2 ) = T 0 (k1 w10 + k2 w20 ) = T 0 (k1 T (v1 ) + k2 T (v2 ))


= (T 0 T ) (k1 v1 + k2 v2 ) = k1 v1 + k2 v2
= k1 T 0 (w1 ) + k2 T 0 (w2 )

Sampai dengan langkah ini terbukti bahwa (1: , 2: , 3:) :


(2: ) 4:) Misalkan Ker (T ) = f0g, akan dibuktikan Rank (T ) = n
m: Karena Ker (T ) = f0g, maka Null (T ) = 0; sehingga Rank (T ) = n
Null (T ) = n: Selanjutnya, dari Rank (T ) = n; berarti dim (Im (T )) = n;
dan karena Im (T ) adalah subruang dari W; maka n m:
(4: ) 2:) Misalkan Rank (T ) = n m; akan dibuktikan Ker (T ) = f0g.
Karena Rank (T ) = n; maka jelas bahwa Null (T ) = 0; ini berarti Ker (T ) =
f0g:
Sampai dengan langkah ini terbukti bahwa (1: , 2: , 3: , 4:) :
(4: , 5:) Bedasarkan Teorema 2.9, 8A 2 <T berlaku Rank (T ) = Rank (A) :
Dengan demikian,

Rank (T ) = n , Rank (A) = n ,

semua n kolom dari A bebas linear. z


Dari bukti teorema tersebut tersirat bahwa invers kiri tidak tunggal.

Soal 2.1 Buktikan bahwa ketiga pernyataan berikut ini saling ekuivalen:

1. T 2 L (V; W) invertibel kiri.

2. Untuk sembarang subruang S dari V berlaku

dim (T (S)) = dim (S)


2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 97

3. Untuk setiap himpunan bebas linear A dalam V; maka T (A) bebas


linear dalam W:

Denisi 2.8 Misalkan V dan W adalah ruang vektor atas skalar F; dim (V) =
n, dim (W) = m: Transformasi T 2 L (V; W) disebut invertibel kanan
jika ada transformasi T 0 2 L (W; V) sehingga T T 0 = I dengan I 2 L (W) :
Dalam hal ini, T 0 disebut invers kanan dari T :

Teorema berikut ini memberikan sifat-sifat TL yang invertibel kanan.

Teorema 2.12 Jika T 2 L (V; W) ; maka pernyataan-pernyataan berikut ini


ekuivalen.

1. T invertibel kanan.

2. Rank (T ) = m: (berarti T surjektif).

3. T merupakan isomosme dari U ke W dimana V = U u Ker (T ), den-


gan kata lain U = W:

4. n m dan Null (T ) = n m

5. Setiap matriks representasi dari T adalah matriks m n yang semua


barisnya bebas linear (baris penuh).

Bukti. (1: ) 2:) Misalkan T invertibel kanan, akan dibuktikan Rank (T ) =


m: Dalam hal ini cukup dibuktikan bahwa Im (T ) = W: Karena Im (T ) adalah
subruang dari W; jelas bahwa Im (T ) W; sehingga tinggal dibuktikan
bahwa W Im (T ) : Ambil sembarang w 2 W: Karena T invertibel kanan,
maka ada T 0 2 L (W; V) sehingga T T 0 = I; akibatnya

(T T 0 ) (w) = I (w) , T (T 0 (w)) = w:

Dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa ada v 2 V; yaitu v = T 0 (w) ;


sehingga T (v) = w; berarti w 2 Im (T ) : Jadi, W Im (T ) :
(2: ) 3:) Misalkan Rank (T ) = m, akan dibuktikan T merupakan iso-
mosme dari U ke W:
Di sini akan dibuktikan dulu bahwa T surjektif dari U ke W. Karena
Rank (T ) = m berarti Im (T ) = W; akibanya 8w 2 W; 9v 2 V sehingga
T (v) = w: Untuk kasus w 6= 0; jelas bahwa v 2 U (karena U adalah komple-
men langsung dari Ker (T )), dan untuk kasus w = 0; berdasarkan Proposisi
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 98

2.5, dapat diambil v = 0 dimana 0 juga anggota U: Tinggal dibuktikan


bahwa T injektif. Misalkan v1 ; v2 2 U dengan T (v1 ) = T (v2 ) ; maka

T (v1 ) T (v2 ) = 0 , T (v1 v2 ) = 0 , (v1 v2 ) 2 Ker (T ) :

Di lain pihak, (v1 v2 ) 2 U; akibatnya

(v1 v2 ) 2 Ker (T ) \ U:

Dari Teorema 1.11, maka jelas bahwa Ker (T ) \ U = f0g: Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa v1 v2 = 0 , v1 = v2 :
(3: ) 1:) Misalkan T adalah isomosme dari U ke W; akan dibuktikan T
invertibel kanan. Karena T adalah isomorsme dari U ke W; dapat diden-
isikan fungsi T 0 : W ! V dengan rumus 8w 2 W,

T 0 (w) = u ; jika w = T (u)

(perhatikan bahwa T 0 adalah injektif). Dari pendenisian ini jelas bahwa


8w 2 W berlaku

(T T 0 ) (w) = T (T 0 (w)) = w = I (w) :

yang berarti T 0 adalah invers kanan dari T . Tinggal kita buktikan bahwa T 0
adalah TL. Ambil sembarang k1 ; k2 2 F dan w1 ; w2 2 W; karena T adalah
isomorsme dari U ke W dan berdasarkan pendenisian T 0 , ini berarti ada
u1 ; u2 2 U V sehingga

T 0 (w1 ) = u1 , T (u1 ) = w1 dan T 0 (w2 ) = u2 , T (u2 ) = w2

Dengnan demikian,

k1 w1 + k2 w2 = k1 T (u1 ) + k2 T (u2 ) = T (k1 u1 + k2 u2 ) ,

T 0 (k1 w1 + k2 w2 ) = T 0 (T (k1 u1 + k2 u2 ))
= (T 0 T ) (k1 u1 + k2 u2 ) = k1 u1 + k2 u2
= k1 T 0 (w1 ) + k2 T 0 (w2 )

Sampai dengan langkah ini terbukti bahwa (1: , 2: , 3:) :


(2: , 4:) Berdasarkan Persamaan (2.2),

Rank (T ) = m , Null (T )+m = dim (V) , Null (T ) = n m 0,n m

Sampai dengan langkah ini terbukti bahwa (1: , 2: , 3: , 4:) :


2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 99

(4: , 5:) Bedasarkan Teorema 2.9, 8A 2 <T berlaku Rank (T ) = Rank (A) :
Dengan demikian,

Null (T ) = n m dan n m , Rank (T ) = m dan n m,


Rank (A) = m dan n m ,

semua m baris dari A bebas linear. z


Dari bukti teorema tersebut tersirat bahwa invers kanan tidak tunggal.

Denisi 2.9 Misalkan V dan W adalah ruang vektor atas skalar F; dim (V) =
n, dim (W) = m: Transformasi T 2 L (V; W) disebut invertibel jika T
sekaligus invertibel kiri dan invertibel kanan:

Berdasarkan kedua teorema sebelumnya dengan mudah teorema berikut


ini dapat kebenaraannya. Buktinya disisakan sebagai latihan.

Teorema 2.13 Jika T 2 L (V; W) ; maka pernyataan-pernyataan berikut ini


ekuivalen.

1. T invertibel.

2. Ker (T ) = f0g dan Rank (T ) = m = n:

3. T merupakan isomosme dari V ke W, dengan kata lain V = W:

4. Setiap matriks representasi dari T adalah matriks persegi n n yang


non-singular.

Akibat 2.2 Misalkan T 2 L (V; W) invertibel kiri. Maka, T adalah in-


vertibel jhj dim (V) = dim (W) : Khususnya, T 2 L (V) invertibel kiri jhj T
invertibel.

Akibat 2.3 Misalkan T 2 L (V; W) invertibel kanan. Maka, T adalah in-


vertibel jhj Null (T ) = 0: Khususnya, T 2 L (V) invertibel kanan jhj T
invertibel.

Akibat 2.4 Misalkan T 2 L (V; W) invertibel, maka untuk sembarang ma-


triks A 2 <T adalah invertibel.
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 100

Misalkan T 2 L (V; W) adalah invertibel, berarti ada T1 ; T2 2 L (W; V)


sehingga
T1 T = I 2 L (V) dan T T 2 = I 2 L (W)
dan akibatnya

T1 = T1 I = T1 (T T 2 ) = (T1 T ) T2 = IT 2 = T2

Hal tersebut menunjukkan bahwa invers kiri sama dengan invers kanan yang
selanjutnya disebut dengan invers dari T dengan notasi T 1 dan dengan
mudah bisa diperiksa bahwa T 1 adalah tunggal. Kemudian, A 2 <T ,
A 1 2 <T 1 :

2.3.2 Matriks Invertibel


Kita ingat lagi bahwa matriks A 2 Fm n dapat dipandang sebagai tranfor-
masi linear dari Fn ke Fm : Dengan demikian semua pengertian transformasi
invertibel bisa kita analogkan langsung dengan pengertian matriks invertibel.
Demikian pula dengan sifat-sifat yang terkait juga bisa diwariskan secara
langsung tanpa perlu dibuktikan.

Denisi 2.10 Matriks A 2 Fm n disebut invertibel kiri (memunyai invers


kiri) jika ada matriks A0 2 Fn m sehingga A0 A = In dengan In adalah matriks
identitas berukuran n n: Dalam hal ini, A0 disebut invers kiri dari A:

Sifat-sifat matriks invertibel kiri dinyatakan dalam teorema berikut.

Teorema 2.14 Jika A 2 Fm n


; maka pernyataan-pernyataan berikut ini
ekuivalen.

1. A invertibel kiri.

2. Ker (A) = f0g.

3. Fn isomok dengan Im (A) dengan aturan pemadanan x 2 Fn $ Ax 2


Im (T ) :

4. Rank (A) = n m yang berarti A rank penuh (semua kolomnya bebas


linear).

5. Untuk sembarang subruang S dari Fn berlaku

dim (S) = dim fy 2 Fm y = Ax; 8x 2 Sg


2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 101

6. Untuk setiap himpunan bebas linear S dalam Fn ; maka himpunan

fy 2 Fm y = Ax; 8x 2 Sg

juga bebas linear.

Denisi 2.11 Matriks A 2 Fm n disebut invertibel kanan jika ada matriks


A0 2 Fn m sehingga AA0 = Im : Dalam hal ini, A0 disebut invers kanan dari
A:

Beberapa sifat matriks invertibel kanan dinyatakan dalam teorema berikut.

Teorema 2.15 Jika A 2 Fm n


; maka pernyataan-pernyataan berikut ini
ekuivalen.

1. A invertibel kanan.

2. Rank (A) = m; dengan kata lain Im (A) = Fm

3. Fm isomok dengan U dimana Fn = U u Ker (A) dengan aturan pe-


madanan u 2 U $ Au 2 Fm

4. n m dan Null (A) = n m yang berarti A rank penuh (semua barisnya


bebas linear).

Denisi 2.12 Matriks A 2 Fm n disebut invertibel jika A sekaligus invert-


ibel kiri dan invertibel kanan: Dengan kata lain, A disebut invertibel jika ada
A0 ; A00 2 Fn m sehingga

A0 A = In dan AA00 = Im

Selanjutnya, matriks invertibel memunyai beberapa sifat yang dinyatakan


dalam teorema berikut.

Teorema 2.16 Jika A 2 Fm n


; maka pernyataan-pernyataan berikut ini
ekuivalen.

1. A invertibel.

2. Ker (A) = f0g dan Rank (A) = m = n:

3. Fn isomok dengan Fm dengan aturan pemadanan x 2 Fn $ Ax 2 Fm :


2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 102

4. A adalah matriks persegi yang non-singular.

Akibatnya, berlaku pula sifat-sifat sebagaimana dinyatakan dalam propo-


sisi berikut.

Proposition 2.12 Diberikan matriks persegi A 2 Fn n


; maka berlaku sifat:

1. A invertibel jhj Ker (A) = f0g:

2. A invertibel jhj Rank (A) = n:

3. jika A invertibel dan matrik B ekuvalen dengan A, maka B invertibel.

4. jika A invertibel dan A0 adalah invers kiri dari A, maka A0 juga invers
kanan dari A:

5. jika A invertibel, baik invers kiri maupun invers kanan dari A adalah
tunggal.

Perlu dicatat dari semua bahasan matriks invertibel tersebut bahwa se-
cara umum invers kiri dan invers kanan dari suatu matriks adalah tidak
tunggal. Namun ketika suatu matriks sudah dipastikan invertibel, maka di-
jamin inversnya tunggal. Akhirnya, kita denisikan invers matriks sebagai
berikut.

Denisi 2.13 Jika A 2 Fn n adalah matriks invertibel, maka inversnya


adalah tunggal, dinotasikan dengan A 1 2 Fn n ; dan berlaku

A 1 A = AA 1
= In

Aspek Kalkulasi Matriks Invertibel

Untuk matriks A 2 Fn n yang invertibel, cara hitung A 1 telah banyak


dibahas pada aljabar matriks elementer sebagai bahasan pra aljabar linear.
Pada bagian ini, bahasan kita curahkan pada cara hitung matriks invers dari
matrik yang lebih umum A 2 Fm n dalam arti yang invertibel kiri dan kanan.
Misalkan matriks A 2 Fm n adalah invertibel kiri, ini berarti n m,
Rank (A) = n; dan ada matriks inevers kiri dari A yang kita notasikan dengan
AL 1 2 Fn m sehingga
AL 1 A = In
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 103

Untuk menghitung AL 1 (ingat matriks ini tidak tunggal), pertama kali yang
harus dilakukan adalah mentransformasikan A dengan OBD jenis-1 (hanya
menukar baris), yaitu

A1
E (A) = ; dimana A1 2 Fn n
invertibel (tak-singular) ,
A2
A1
PA = ; dimana P = E (I) merupakan matriks permutasi.
A2

Kemudian, rumusan dari AL 1 mengikuti teorema berikut ini.

Teorema 2.17 Matriks AL 1 adalah invers kiri dari A jhj

AL 1 = A1 1 BA2 A1 1 B P (2.3)

untuk sembarang matriks B 2 Fn (m n)


:

Bukti. (() Jika diasumsikan AL 1 mengikuti Rumus 2.3, maka

AL 1 A = A1 1 BA2 A1 1 B P A
A1
= A1 1 BA2 A1 1 B
A2
= A1 1 BA2 A1 1 A1 + BA2 = A1 1 A1
= In

()) Jika AL 1 adalah invers kiri dari A; berarti AL 1 A = In dan AL 1 bisa


dituliskan sebagai
AL 1 = C B P
dimana C 2 Fn n
dan B 2 Fn (m n)
: Dengan demikian,

A1
C B P A = In , C B = In ,
A2
CA1 + BA2 = In , (CA1 + BA2 ) A1 1 = In A1 1 ,
C + BA2 A1 1 = A1 1 , C = A1 1 BA2 A1 1

z
m n
Misalkan matriks A 2 F adalah invertibel kanan, ini berarti m n,
semua barisnya bebas linear, dan ada matriks inevers kiri dari A yang kita
notasikan dengan AR1 2 Fn m sehingga

AAR1 = Im
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 104

Untuk menghitung AR1 (ingat matriks ini tidak tunggal), pertama kali yang
harus dilakukan adalah mentransformasikan A dengan OKD jenis-1 (hanya
menukar kolom), yaitu

K (A) = A3 A4 ; dimana A3 2 Fm m invertibel (tak-singular) ,


AQ = A3 A4 ; dimana Q = K (I) merupakan matriks permutasi.

Kemudian, rumusan dari AR1 mengikuti teorema berikut ini.

Teorema 2.18 Matriks AR1 adalah invers kanan dari A jhj

A3 1 A3 1 A4 B
AL 1 = Q (2.4)
B

untuk sembarang matriks B 2 F(n m) m


:

Bukti. (() Jika diasumsikan AR1 mengikuti Rumus 2.4, maka

A3 1 A3 1 A4 B
AAR1 = A Q
B
A3 1 A3 1 A4 B
= A3 A4
B
= A3 A3 1 A3 1 A4 B + A4 B = A3 A3 1
= Im

()) Jika AR1 adalah invers kanan dari A; berarti AAR1 = Im dan AR1
bisa dituliskan sebagai
C
AR1 = Q
B
dimana C 2 Fm m
dan B 2 F(n m) m
: Dengan demikian,

C C
AQ = Im , A3 A4 = Im ,
B B
A3 C + A4 B = Im , A3 1 (A3 C + A4 B) = A3 1 Im ,
C + A3 1 A4 B = A3 1 , C = A3 1 A3 1 A4 B

z
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 105

2.3.3 Jumlah Langsung Transformasi


Denisi 2.14 Misalkan T 2 L (V; W) dan S adalah sembarang subruang
dari V: Suatu transformasi Te : S ! W dengan rumus

Te (s) = T (s) ; 8s 2 S

disebut restriksi dari T pada S; notasi Te = T S: Dalam hal ini, T disebut


ekstensi dari Te :

Terkait dengan denisi tersebut, berikut ini diberikan proposisi mengenai


sifat-sifat dasar restriksi.

Proposition 2.13 (Sifat-sifat restriksi transformasi):

1. Im (T S) = T (S) ; dimana

T (S) = fw 2 W w = T (s) ; 8s 2 Sg:

2. Ker (T S) = Ker (T ) \ S:

3. Jika V = S u Ker (T ) ; maka:

(a) Ker (T S) = f0g; dan


(b) Im (T S) = Im (T ) :

Bukti.

1. Berdasarkan denisinya,

y 2 Im (T S) , 9x 2 S; y = (T S) (x) , 9x 2 S; y = T (x)
, y 2 T (S) :

2. Berdasarkan denisinya,

x 2 Ker (T S) , x 2 S ^ (T S) (x) = 0 , x 2 S ^ T (x) = 0 ,


x 2 S ^ x 2 Ker (T ) , x 2 Ker (T ) \ S:

3. Misalkan V = S u Ker (T ) ; berarti V = S + Ker (T ) dan S \ Ker (T ) =


f0g; akibatnya:
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 106

(a) berdasarkan Sifat 2.,

Ker (T S) = S \ Ker (T ) = f0g:

(b) berdasarkan denisinya dan Sifat 1.,

T (V) = T (S u Ker (T )) ,
Im (T ) = T (S) + T (Ker (T ))
= Im (T S) + f0g
= Im (T S) :

Teorema 2.19 Diketahui T 2 L (V; W), S1 dan S2 adalah dua subruang


dari V sehingga V = S1 u S2 (dengan kata lain, 8v 2 V; 9! (v1 ; v2 ) 2 S1 S2
sehingga v = v1 + v2 ). Jika T1 2 L (S1 ; W) dan T2 2 L (S2 ; W) ; maka
berlaku

T (v) = T1 (v1 ) + T2 (v2 ) , T1 = T S1 dan T2 = T S2

Dalam hal ini, T disebut jumlah langsung dari T1 dan T2 ; notasi T =


T1 u T2 : Dengan kata lain, T1 dan T2 merupakan dekomposisi dari T :

Bukti. ()) Misalkan T (v) = T1 (v1 ) + T2 (v2 ) ; akan dibuktikan T1 =


T S1 dan T2 = T S2 : Ambil sembarang s 2 S1 ; karena V = S1 u S2 ; maka
dapat ditulis s = s + 0; dengan memandang s pada ruas kiri adalah anggota
V, s pada ruas kanan adalah anggota S1 ; dan 0 adalah anggota S2 : Dengan
demikian, berdasarkan pemisalannya diperoleh

T (s) = T1 (s) + T2 (0) = T1 (s) + 0 = T1 (s) ,


(T S1 ) (s) = T1 (s)

dan ini berarti T1 = T S1 : Dengan argumen serupa, diperoleh T2 = T S2


(untuk latihan).
(() Misalkan diketahui T1 = T S1 dan T2 = T S2 ; akan dibuktikan
T (v) = T1 (v1 ) + T2 (v2 ) ; yaitu:

T (v) = T (v1 + v2 )
= T (v1 ) + T (v2 )
= (T S1 ) (v1 ) + (T S2 ) (v2 )
= T1 (v1 ) + T2 (v2 ) :
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 107

z
Secara umum, misalkan T 2PkL (V; W), dan SiP
; i = 1; 2; :::; k; adalah
subruang dari V sehingga V = i=1 Si : Jika v = ki=1 vi ; dengan v 2 V
dan vi 2 Si ; maka
X
k
T (v) = Ti (vi ) , Ti = T Si ; i = 1; 2; :::; k:
i=1

Dalam hal ini, T disebut jumlah langsung dari Ti ; notasi


X
k
T = Ti = T1 u T2 u ::: u Tk
i=1

Denisi 2.15 Misalkan T 2 L (V), subruang S dari V disebut invarian-T


jika
T (S) S;
atau dengan kata lain
T (s) 2 S; 8s 2 S:

Contoh 2.10 Berdasarkan denisi tersebut, masing-masing, subruang berikut


ini jelaskan bahwa invarian-T (apapun T ):
f0g; V; Im (T ) ; dan Ker (T ) :

Proposisi berikut ini mempertegas pengertian subruang invarian.

Proposition 2.14 Misalkan T 2 L (V), dan S adalah subruang dari V: Jika


A = fs1 ; s2 ; :::; sk g adalah basis untuk S; maka S adalah subruang invarian-T
jhj
T (si ) 2 S; 8i = 1; 2; :::; k:

Bukti. ()) Jelas, berdasarkan denisinya.


(() Misalkan diketahui T (si ) 2 S; 8i = 1; 2; :::; k; akan dibuktikan S
merupakan subruang invarian-T : Ambil sembarang s 2 S;Pkarena A adalah
basis untuk S; maka 9!(x1 ; x2 ; :::; xk ) 2 Fk sehingga s = ki=1 xi si : Akibat-
nya,
!
Xk
T (s) = T xi s i ,
i=1
X
k
T (s) = xi T (si ) :
i=1
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 108

Dari fakta ini, karena T (si ) 2 S dan S adalah subruang, maka T (s) 2 S: z
Teorema berikut merupakan bentuk khusus dari Teorema 2.19 untuk ka-
sus operator linear T 2 L (V) :

Teorema 2.20 MisalkanP T 2 L (V), dan PSi ; i = 1; 2; :::; k; adalah subruang


dari V sehingga V = ki=1 Si : Jika v = ki=1 vi ; dengan v 2 V dan vi 2 Si ;
maka
Xk
T (v) = Ti (vi ) , Ti = T Si ; i = 1; 2; :::; k:
i=1

Dalam hal ini, T disebut jumlah langsung dari Ti ; notasi

X
k
T = Ti :
i=1

Matriks Representasi dari Jumlah Langsung Transformasi

Proposition 2.15 Misalkan T 2 L (V), S1 dan S2 adalah dua subruang dari


V sehingga V = S1 u S2 : Misalkan pula S1 adalah invarian-T , sedangkan S2
tidak harus invarian-T : Jika

B = fs1 ; s2 ; :::; sk ; sk+1 ; :::; sn g

adalah suatu basis untuk V; dimana B1 = fs1 ; s2 ; :::; sk g basis untuk S1 dan
B2 = fsk+1 ; sk+2 ; :::; sn g basis untuk S2 ; maka matriks A = [T ]B berbentuk
matriks blok segitiga atas:

A1 A3
A= ;
0(n k) k A2

dimana

A1 = [T1 ]B1 2 Fk k ; A2 2 Fn k n k
; A 3 2 Fk n k
;
A1 A3
[T1 ]B;B1 = dan [T2 ]B;B2 =
0(n k) k A2

dengan T1 = T S1 dan T2 = T S2 :

Bukti. Pertama-tama perhatikan bahwa

[T ]B = [T (s1 )]B [T (s2 )]B [T (sk )]B [T (sk+1 )]B [T (sn )]B :
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 109

Untuk j = 1; 2; :::; k; karena S1 invarian-T ; maka T (sj ) 2 S1 ; dan karena B1


basis untuk S1 ; maka 9! [T (sj )]B1 = (a1j ; a2j ; :::; akj ) 2 Fk sehingga

X
k
T (sj ) = aij si :
i=1

Dalam hal ini, karena sj 2 S1 ; perhatikan bahwa T (sj ) = T1 (sj ) dimana


T1 = T S1 : Dengan demikian, dari fakta-fakta ini, diperoleh matriks

A1 = [T1 ]B1 = [aij ]ki;j=1 :

Kemudian, T1 (sj ) 2 S1 berarti juga T1 (sj ) 2 V; dengan memandang bahwa


B basis untuk V; maka dapat ditulis

X
k X
n
T1 (sj ) = aij si + 0:si ;
i=1 i=k+1

sehingga didapatkan matriks

[T1 ]B;B1 = [T (s1 )]B [T (s2 )]B [T (sk )]B


A1
= 2 Fn k
0(n k) k

sebagai k kolom pertama dari matriks A:


Sekarang perhatikan untuk j = k + 1; k + 2; :::; n; maka T (sj ) = T2 (sj ) 2
V (ingat S2 tidak harus invarian-T ), dimana T2 = T S2 . Kemudian, karena
B basis untuk V; maka 9! [T2 (sj )]B = (a1j ; a2j ; :::; anj ) 2 Fn sehingga

X
n
T2 (sj ) = aij si ;
i=1

dapat juga ditulis


X
k X
n
T2 (sj ) = aij si + aij si
i=1 i=k+1
Pk Pn
dimana i=1 aij si 2 S1 dan i=k+1 aij si 2 S2 : Dari fakta-fakta ini diperoleh
matriks

[T2 ]B;B2 = [T (sk+1 )]B [T (sk+2 )]B [T (sn )]B


A3
= 2 Fn (n k)
A2
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 110

sebagai (n k) kolom terakhir dari matriks A; dan perhatikan pula bahwa

A2 = [aij ]ni;j=k+1 2 F(n k) (n k)


; dan
A3 = [aij ]k;n
i=1;j=k+1 2 Fk (n k)
:

z
Dengan argumen pembuktian yang setipe, kebenaran ketiga proposisi
berikut ini mudah diterima. Buktinya disisakan sebagai latihan.

Proposition 2.16 Misalkan T 2 L (V), S1 dan S2 adalah dua subruang dari


V sehingga V = S1 u S2 : Misalkan pula S2 adalah invarian-T , sedangkan S1
tidak harus invarian-T : Jika

B = fs1 ; s2 ; :::; sk ; sk+1 ; :::; sn g

adalah suatu basis untuk V; dimana B1 = fs1 ; s2 ; :::; sk g basis untuk S1 dan
B2 = fsk+1 ; sk+2 ; :::; sn g basis untuk S2 ; maka matriks A = [T ]B berbentuk
matriks blok segitiga bawah:

A1 0k (n k)
A= ;
A3 A2

dimana

A1 2 Fk k ; A2 = [T2 ]B2 2 Fn k n k
; A 3 2 Fn k k
;
A1 0k (n k)
[T1 ]B;B1 = dan [T2 ]B;B2 =
A3 A2

dengan T1 = T S1 dan T2 = T S2 :

Proposition 2.17 Misalkan T 2 L (V), S1 dan S2 adalah dua subruang


dari V sehingga V = S1 u S2 : Misalkan pula S1 adalah invarian-T , dan S2
juga invarian-T : Jika

B = fs1 ; s2 ; :::; sk ; sk+1 ; :::; sn g

adalah suatu basis untuk V; dimana B1 = fs1 ; s2 ; :::; sk g basis untuk S1 dan
B2 = fsk+1 ; sk+2 ; :::; sn g basis untuk S2 ; maka matriks A = [T ]B berbentuk
matriks blok diagonal:

A1 0k (n k)
A= ;
0(n k) k A2
2.3 Imej dan Kernel dari suatu TL 111

dimana
A1 = [T1 ]B1 2 Fk k ; A2 = [T2 ]B2 2 Fn k n k
;
A1 0k (n k)
[T1 ]B;B1 = dan [T2 ]B;B2 =
0(n k) k A2
dengan T1 = T S1 dan T2 = T S2 :

Bentuk umum dari proposisi terakhir ini dinyatakan proposisi berikut.

Proposition 2.18 Misalkan T 2 L (V) dan V adalah ruang vektor berdimensi-


n atas skalar F: Untuk i = P
1; 2; :::; r; misalkan pula Si adalah r subruang
P
invarian-T dari V, dan V = ri=1 Si (Atau dengan kata lain, T = ri=1 Ti
dimana Ti = T Si ). Jika
B = B1 [ B2 [ ::: [ Br
adalah suatu basis untuk V; dimana Bi (i = 1; 2; :::; r) basis untuk Si yang
dituliskan secara terurut di dalam B; maka matriks A = [T ]B berbentuk ma-
triks blok diagonal:
2 3
A1 0 0
6 0 A2 0 7 Xr
6 7
A = 6 .. .. ... .. 7 dinotasikan dengan A = Ai
4 . . . 5 i=1
0 0 Ar
dimana
A1 = [T1 ]B1 ; A2 = [T2 ]B2 ; :::; Ar = [Tr ]Br
P
Dalam hal ini, Ai 2 FjBi j jBi j dan jBj = ri=1 jBi j :

Catatan 2.5

1. Ada kemungkinan T tidak dapat didekomposisikan ke dalam lebih dari


satu elemen (Artinya, T tidak memunyai representasi matriks blok
diagonal). Transformasi yang demikian disebut transformasi satu
blok.
2. Yang paling ekstrim, ada kemungkinan T dapat didekomposisikan men-
jadi n transformasi
Pnyang invarian terhadap subruang berdimensi-1: Da-
lam hal ini, T = i=1 Ti dan Si adalah subruang invarian-T berdimensi-
1: Transformasi yang demikian disebut transformasi simpel. Jelas
bahwa, jika T simpel, maka ada basis B untuk V sehingga [T ]B adalah
matriks diagonal.
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 112

3. Matriks A 2 Fn n disebut matriks simpel jika dan hanya jika A similar


dengan matriks diagonal berbentuk
2 3
d1 0 0
6 0 d2 0 7
6 7
D = 6 .. .. . . .. 7 :
4 . . . . 5
0 0 dn

Artinya, ada matriks non-singular P 2 Fn n


sehingga A = P DP 1
:
4. Eksplorasi transformasi dan matriks simpel akan dibahas pada dan sete-
lah bahasan nilaieigen dan vektoreigen.

2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen


2.4.1 Nilaieigen dan Vektoreigen dari Transformasi
Sebelum mendenisikan nilaieigen dan vektoreigen dari suatu transformasi,
perhatikan dengan seksama dua proposisi berikut ini.

Proposition 2.19 Misalkan T 2 L (V) : Jika S adalah subruang invarian-T


dan berdimensi-1, maka berlaku

(8s 2 S; s 6= 0) (9 2 F) T (s) = s:

Bukti. Misalkan diketahui S adalah subruang invarian-T berdimensi


satu. Ambil sembarang s 2 S dengan s 6= 0; karena S subruang berdimensi
satu, maka jelas bahwa fsg merupakan suatu basis untuk S; berarti

S = hfsgi = fks 8k 2 Fg: (i)

Disamping itu, karena S adalah subruang invarian-T , maka

T (s) 2 S: (ii)

Dari (i) dan (ii), maka 9 2 F sehingga T (s) = s: z

Proposition 2.20 Jika ada vektor tak-nol v 2 V sehingga berlaku T (v) =


v untuk suatu 2 F; maka himpunan

S = hfvgi

merupakan subruang invarian-T dan berdimensi-1:


2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 113

Bukti. Jika diasumsikan ada v 2 V dengan v 6= 0 sehingga T (v) =


v; maka jelas bahwa S = hfvgi merupakan subruang berdimensi-1. Akan
dibuktikan bahwa S adalah invarian-T : Ambil sembarang w 2 S; karena
S = hfvgi ; maka ada k 2 F sehingga w = kv. Akibatnya,

T (w) = T (kv) = kT (v) = k ( v) = ( k) v 2 S

Denisi 2.16 Misalkan T 2 L (V) : Vektor tak-nol v 2 V sedemikian ada


2 F yang memenuhi
T (v) = v
disebut vektoreigen dari T yang terkait dengan : Dalam hal ini disebut
nilaieigen dari T yang terkait dengan v:

Berdasarkan dua proposisi di awal bahasan ini dapat dinyatakan bahwa


eksistensi vektoreigen dari T ekuivalen dengan eksistensi subruang invarian-
T berdimensi satu. Dalam hal ini, v adalah vektoreigen dari T jhj S = hfvgi
merupakan subruang invarian-T : Selanjutnya, eksistensi nilaieigen dinyatakan
dalam dua proposisi berikut ini.

Proposition 2.21 adalah nilaieigen dari T jhj (T I) tak-invertibel.

Bukti. adalah nilaieigen dari T jhj ada vektor tak-nol v 2 V sedemikian


sehingga

T (v) = v , T (v) = I (v) , T (v) = ( I) (v) ,


T (v) ( I) (v) = 0 , (T I) (v) = 0 , v 2 Ker (T I) ,
Ker (T I) 6= f0g , (T I) tak-invertibel.

Proposition 2.22 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi berhingga


atas eld yang tertutup secara aljabar, maka sembarang transformasi
T 2 L (V) memunyai sedikitnya satu nilaiegen.

Sebelum proposisi ini dibuktikan, perhatikan pengertian eld yang ter-


tutup secara aljabar berikut ini. Suatu eld dikatakan tertutup secara aljabar
apabila sembarang polinomial yang koesiennya anggota eld tersebut da-
pat difaktorkan atas faktor-faktor yang semuanya linear. Sebagai contoh, C
adalah tertutup secara aljabar, sedangkan R tidak tertutup secara aljabar.
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 114

Ilustrasi sederhananya, x2 + 1 adalah polinomial yang tidak dapat difak-


torkan secara linear atas R; akan tetapi bisa difaktorkan kalau eldnya C;
yaitu x2 + 1 = (x + i)(x i):
Bukti. Misalkan dim (V) = n; maka dim (L (V)) = n2 : Akibatnya, ada
intejer positif k sedemikian sehingga himpunan fI = T 0 ; T 1 ; T 2 ; :::; T k g ter-
paut linear. Ini berarti ada skalar 0 ; 1 ; 2 ; ::::; k 2 F yang tidak semuanya
nol dan memenuhi
X k
i
iT = N :
i=0

Dari fakta ini dapat didenisikan polinomial tak-nol atas F

X
k
i
p (x) = ix
i=0

dengan p (T ) = N : Karena F tertutup secara aljabar, p (x) dapat difaktorkan


secara linear
Yk
p (x) = (x i ); i 2 F;
i=1

dan diperoleh
Y
k
(T i I) = N:
i=1

Akibatnya, sedikitnya satu faktor dari ruas kiri tak-invertibel (yang berarti
ada i dengan 1 i k sehingga i adalah nilaieigen dari T ). Alasannya,
Yk
andaikan semua faktor dari ruas kiri invertibel, maka (T i I) juga
i=1
Y
k
invertibel yang berarti (T i I) 6= N : z
i=1
Dua teorema berikut ini terkait dengan sifat-sifat hubungan antara vektor
dan nilai eigen dari suatu transformasi T :

Teorema 2.21 Jika v1 ; v2 ; :::; vr adalah vektor-vektor eigen dari T 2L (V)


yang terkait dengan suatu nilaieigen ; maka untuk setiap

v 2 S = hfv1 ; v2 ; :::; vr gi

dengan v 6= 0 adalah vektoreigen dari T yang terkait dengan : Dalam hal


ini S disebut ruangeigen (subruang eigen dalam V) yang terkait dengan :
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 115

Bukti. Karena untuk setiap i = 1; 2; :::; r; vi adalah vektoreigen yang


terkait dengan , maka
T (vi ) = vi :
Karena v 2 hfv1 ; v2 ; :::; vr gi ; maka ada 1; 2 ; :::; r 2 F sehingga
X
r
v= i vi :
i=1

Dengan demikian
!
X
r X
r X
r X
r
T (v) = T i vi = iT (vi ) = i ( vi ) = i vi
i=1 i=1 i=1 i=1
= v:

Teorema 2.22 Vektor-vektor eigen dari suatu transformasi T yang terkait


dengan nilai-nilai eigen yang berbeda adalah bebas linear.

Bukti. Misalkan 1 ; 2 ; :::; r adalah nilai-nilai eigen (semuanya berbeda)


dari T yang terkait dengan vektor-vektor eigen v1 ; v2 ; :::; vr ; berarti T (vi ) =
Pi vr i ; 8i = 1; 2; :::; r: Akan dibuktikan fv1 ; v2 ; :::; vr g bebas linear. Misalkan
i=1 i vi = 0; maka apabila ditransformasikan kedua ruasnya dengan (T
1 I) diperoleh
!
Xr
(T 1 I) i vi = (T 1 I)(0) ,
i=1
X
r

i (T 1 I) (vi ) = 0,
i=1
X
r

i (T (vi ) 1I (vi )) = 0 ,
i=1
X
r

i i vi i 1 vi = 0,
i=1
X
r
( i 1) i vi = 0,
i=1

X
r
( i 1) i vi = 0:
i=2
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 116

Secara sama, dari


!
X
r
(T 2 I) ( i 1) i vi = (T 2 I)(0)
i=2

diperoleh
X
r
( i 1) ( i 2) i vi = 0:
i=3

Demikian seterusnya sampai didapatkan


! !
X r Y
r 2
(T r 1 I) ( i j) i vi = (T 2 I)(0) ,
i=r 1 j=1
!
Y
r 1
( r j) r vr = 0;
j=1

Selanjutnya, karena ( r j ) 6= 0; 8j = 1; 2; :::r


P 1 dan vr 6= 0; dapat dis-
impulkan bahwa r = 0 sehingga diperoleh ri=11 P i vi = 0: Secara sama,
r 1
langkah-langkah di atas dapat diberlakukan pada Pr 2 i=1 i vi = 0 untuk
mendapat r 1 = 0 dan persamaannya menjadi i=1 i vi = 0: Demikian
seterusnya sampai pada akhirnya didapatkan 1 = 0: z
Berlandaskan teorema yang terakhir di atas, perlu didenisikan pengertian
berikut.

Denisi 2.17 Spektrum dari T 2 L (V) ; dinotasikan (T ) ; didenisikan


sebagai himpunan semua nilaieigen yang berbeda.

Dua sifat dari spektrum diberikan dalam dua proposisi berikut ini.

Proposition 2.23 Misalkan T 2 L (V) dan dim (V) = n; maka j (T )j n:

Bukti. Andaikan j (T )j > n; maka T memunyai nilaieigen yang berbeda


sebanyak lebih besar dari n: Akibatnya, V memuat vektor-vektor yang bebas
linear sebanyak lebih besar dari n; suatu kontradiksi karena dim (V) = n: z
Berdasarkan Teorema 2.22 dan pengertian basis ruang vektor, kebenaran
proposisi berikut dengan mudah bisa diterima.

Proposition 2.24 Misalkan T 2 L (V) dan dim (V) = n: Jika j (T )j = n;


maka V memuat basis yang semua unsurnya adalah vektoreigen dari T . Basis
yang demikian disebut dengan basiseigen.
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 117

Dengan kata lain proposisi di atas menjelaskan bahwa salah satu syarat
cukup adanya basiseigen di dalam V adalah j (T )j = n: Artinya, jika j (T )j <
n; adanya basiseigen perlu eksplorasi lebih lanjut. Teorema berikut ini men-
jamin syarat perlu dan cukupnya basisiseigen.

Teorema 2.23 Suatu T 2 L (V) adalah simpel jhj T menentukan adanya


basiseigen untuk V.
Pn
Bukti. ()) Misalkan T simpel, berarti V = i=1 Si ; dimana Si ,
8i = 1; 2; :::; n; adalah subruang invarian-T berdiemnsi satu. Berdasarkan
Proposisi 2.19, vi 2 Si dan vi 6= 0 adalah vektor-vektoreigen dari T di
dalam V; dan berdasarkan Proposisi 1.7, fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah basiseigen
untuk V:
(() Misalkan fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah basiseigen
Pn untuk V ditentukan oleh
T : Berdasarkan Proposisi 1.25, maka V = i=1 Si ; dimana Si = hfvi gi:
Karena vi adalah vektoreigen, berdasarkan ProposisiP 2.20, maka Si adalah
invarian-T berdimensi satu. Ini berarti T = ni=1 Ti ; Ti = T Si ; adalah
simpel. z

2.4.2 Vertoreigen dan Nilaieigen dari Matriks


Denisi 2.18 Misalkan A 2 Fn n ; maka A dapat dipandang sebagai trans-
formasi linear dari Fn ke Fn : Vektor tak-nol x 2 Fn sehingga

Ax = x

disebut vektoreigen dari A yang terkait dengan nilaieigen :

Teorema 2.24 Matriks yang similar memunyai spektrum yang sama.

Bukti. Misalkan A B dengan B = P AP 1 untuk suatu matriks P


non-singular, maka BP = P A: Nilai adalah nilaieigen dari A yang terkait
dengan vektoreigen x jhj

Ax = x , P (Ax) = P ( x) , (P A) x = (P x) , (BP ) x = (P x) , B(P x) = (P x)

adalah nilaieigen dari B yang terkait dengan vektoreigen P x: z

Teorema 2.25 Jika T 2 L (V) ; maka (T ) = (A) untuk setiap A 2 <0T :


2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 118

Bukti. 2 (T ) jhj 9v 6= 0; v 2 V sehingga T (v) = v jhj untuk


sembarang basis B dari V berlaku

[T (v)]B = [ v]B , [T ]B [v]B = [v]B

jhj 2 (A) dimana A = [T ]B 2 <0T . Kesimpulannya, (T ) = (A) untuk


setiap A 2 <0T : z
Berkaitan dengan teorema di atas dan mengingat bahwa setiap matriks
dapat dipandang sebagai transformasi linear, maka semua sifat vektoreigen
dan nilaieigen dari transformasi linear juga berlaku untuk matriks. Hal ini
beberapa diantaranya dirangkum dalam catatan berikut.

Catatan 2.6

1. v 6= 0 adalah vektoreigen dari T 2 L (V) yang terkait dengan nilaieigen


jhj [v]B adalah vektoreigen dari matriks [T ]B yang juga terkait dengan
dan berlaku untuk sembarang basis B untuk V:

2. adalah nilaieigen dari A 2 Fn n jhj (A In ) matriks singular atau


(A In ) tak-invertibel atau det.(A In ) = 0.

3. Sembarang matriks A 2 Cn n memunyai sedikitnya satu nilaieigen atau


j (A)j > 0: Dalam hal, A 2 Rn n tidak dijamin memuat nilaieigen.

4. Setiap kombinasi linear dari himpunan vektor-vektor eigen dari suatu


matriks A yang terkait dengan nilaieigen yang sama, sebut saja , juga
merupakan vektoreigen dari A yang terkait dengan :

5. Vektor-vektor eigen dari suatu matriks yang terkait dengan nilai-nilai


eigen yang berbeda adalah bebas linear.

6. Untuk sembarang matriks A 2 Fn n


; maka j (A)j n:

7. Jika A 2 Fn n dan j (A)j = n; maka Fn memuat basiseigen yang


ditentukan oleh A.

8. Matriks A 2 Fn n
adalah simpel jhj Fn memuat basiseigen yang diten-
tukan oleh A.

Berdasarkan Catatan 2.5 No. 3, matriks A 2 Fn n adalah simpel jhj


dapat dituliskan dalam bentuk A = P DP 1 : Jika fakta ini kita padukan
dengan Catatan 2.6 No. 8 di atas, mata diperoleh teorema berikut.
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 119

Teorema 2.26 Matriks A 2 Fn n


adalah simpel jhj A dapat dituliskan se-
bagai A = P DP 1 dimana
2 3
1 0 0
6 0 0 7
6 2 7
D = diag [ i ]ni=1 = 6 .. .. ... .. 7 dan
4 . . . 5
0 0 n

P = x1 x 2 xn dengan Axj = j xj ; 8j = 1; 2; :::; n:

Dalam hal ini, kolom ke-j dari P; yaitu xj ; merupakan vektoreigen dari A
terkait nilaieigen j , dan himpunan fx1 ; x2 ; :::; xn g merupakan basiseigen un-
tuk Fn yang ditentukan oleh A:

Bukti. Matriks A adalah simpel jhj A menentukan adanya basiseigen


Fn , sebut saja B = fx1 ; x2 ; :::; xn g dengan Axj = j xj jhj A menentukan
transformasi

T : Fn ! Fn dengan T (x) = Ax untuk 8x 2 Fn

yang menurut Teorema 2.7, berlaku

[T ]E = [IT I]E = [I]E;B [T ]B [I]B;E:

dimana E adalah basis baku untuk Fn sehingga jelas bahwa A = [T ]E dan

[T ]B = [T (x1 )]B [T (x2 )]B [T (xn )]B


= [Ax1 ]B [Ax2 ]B [Axn ]B
= [ 1 x 1 ]B [ 2 x2 ]B [ n xn ]B
= diag [ i ]ni=1 = D
1
dengan P = [I]E;B dan P = [I]B;E adalah matriks transisi yang dirumuskan

P = [I]E;B = [I (x1 )]E [I (x2 )]E [I (xn )]E


= [x1 ]E [x2 ]E [xn ]E
= x 1 x2 xn

z
Dari teorema di atas didenisikan matriks
1 T
Q= P , QT = P 1
;
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 120

kemudian notasikan Q dengan


Q= y 1 y2 yn ;
maka
QT P = In ,
2 3 2 3
y1T 1 0 0
6 y2T 7 6 0 1 0 7
6 7 6 7
6 .. 7 x1 x 2 xn = 6 .. .. ... .. 7:
4 . 5 4 . . . 5
ynT 0 0 1
Hasil ini menunjukkan bahwa himpunan vektor-vektor kolom dari P dan
himpunan vektor-vektor kolom dari Q adalah biortogonal, yaitu untuk 1
i; j n;
1; jika i = j
hyi ; xj i = hxi ; yj i = ij = :
0; jika i 6= j
Selanjutnya perhatikan bahwa
1 T
AT = P DT P T , AT = QDQ 1
, AT Q = QD
Hasil ini menunjukkan bahwa 8j = 1; 2; :::; n; maka yj adalah vektoreigen
dari AT yang terkait dengan j : Jika ditransposkan lagi pada kedua ruasnya
diperoleh
QT A = DQT :
Hasil ini menunjukkan bahwa 8j = 1; 2; :::; n; maka yjT adalah vektoreigen
kiri dari A yang terkait dengan j : Akhirnya, dari pendenisian Q tersebut
juga diperoleh bahwa A = P DQT ,
2 32 3
1 0 0 y1T
6 0 0 7 6 T 7
6 2 7 6 y2 7
A = x1 x2 xn 6 .. .. . . .. 7 6 .. 7
4 . . . . 54 . 5
0 0 n ynT
2 3
y1T
6 yT 7
6 2 7
= 1 x1 2 x2 n xn 6 .. 7 ,
4 . 5
ynT
X
n
T
A= i xi y i :
i=1

Uraian di atas menjamin kebenaran teorema berikut yang dinamakan


dengan Teorema Spektral.
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 121

Teorema 2.27 (Teorema Spektral) Misalkan A 2 Fn n adalah matriks


simpel dengan nilai-nilai eigen 1 ; 2 ; :::; n yang terkait vektor-vektor eigen
x1 ; x2 ; :::; xn ; maka ada vektoreigen kiri y1 ; y2 ; :::; yn dengan yjT xi = ij se-
hingga berlaku
Xn
T
A= i x i yi : (2.5)
i=1

Catatan bahwa rumusan dari teorema spektral tersebut didasarkan pada


A 2 Fn n untuk skalar F yang umum. Jika A 2 Rn n , maka penghitungan
spektral dari A tidak masalah tetap menggunakan rumus Persamaan 2.5
mengikuti denisi perkalian matriks baku (produk titik). Akan tetapi, jika
A 2 Cn n ; maka penghitungan spektralnya perlu dipertegas berdasarkan
denisi perkalian matriks bilangan kompleks. Dalam hal ini,
X
n X
n
T
A= i x i yi = i Ai
i=1 i=1

dengan
2 3
x1i
6 x2i 7
6 7
Ai = xi yiT = 6 .. 7 yi1 yi2 yin
4 . 5
xni
2 3
x1i yi1 x1i yi2 x1i yin
6 x2i yi1 x2i yi2 x2i yin 7
6 7
= 6 .. .. ... .. 7
4 . . . 5
xni yi1 xni yi2 xni yin
Atau, bentuk spektral dari A 2 Cn n
bisa pula dirumuskan dengan
X
n
A= i x i yi dimana yi = yTi
i=1

asalkan perkalian matriks xi yi mengikuti denisi perkalian produk titik.

2.4.3 Polinomial Karakteristik


Misalkan A 2 Fn n ; sebagaimana telah didenisikan x adalah vektoreigen
dari A yang terkait dengan nilaieigen jhj Ax = x jhj (A I) x = 0
untuk x 6= 0; akibatnya diperoleh persamaan
det (A I) = 0:
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 122

Persamaan ini disebut persamaan karakteristik dari A. Perhatikan bahwa


ruas kiri persamaan tersebut merupakan polinomial dengan simbol ; koesi-
ennya dalam F; dan bersifat monik (koesien dari suku berderajat tertinggi
adalah satu). Polinomial demikian disebut dengan polinomial karakteristik
dari A. Polinomial karakteristik dengan sembarang simbol x dinotasikan

cA (x) = det (A xI) :

Dari pengertian di atas, apabila dikaitkan dengan Proposisi 2.21, maka den-
gan mudah teorema berikut ini dapat diterima kebenarannya.
0 1
2 1 0 3
B 0 1 2 1 C
A = B @ 1 2 3
C
3 A
3 2 0 1
0 1
2 x 1 0 3
B 0 1 x 2 1 C
A I = B @ 1
C
2 3 x 3 A
3 2 1 1 x

, determinant: x4 5x3 7x2 +54x 32 = 0, Solution is: f[x = 3: 782 1 + 0:533 82i] ; [x = 3: 782 1 0
, Solution is: 1 where 1 is a root of 54Z^ 7Z^ 2 5Z^ 3 + Z^ 4 32, determinant:
4
5 3 7 2 + 54 32

x2 2x + 1 (x + 5)

: x3 + 3x2 9x + 5 = (x + 5) (x 1)2

Teorema 2.28 Suatu skalar 2 F adalah nilaieigen dari A jhj adalah


akar dari cA (x):

Jika F tertutup secara aljabar, cA (x) dapat difaktorkan menjadi n faktor


linear (memunyai n akar, misalkan 1 ; 2 ; :::; n )
Y
n
cA (x) = (x i ):
i=1

Dalam hal ini, bisa terjadi faktor dari cA (x) ada yang sama (ada akar yang
berulang). Jika adalah suatu akar dari cA (x), banyaknya pengulangan dari
disebut multiplisitas aljabar dari ; dinotasikan ma ( ). Sebagai contoh,
setelah difaktorkan polinomial karakteristik dari suatu matriks A adalah

cA (x) = (x 3)2 (x + 1)5 (x 5) (x + 7) ;


2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 123

maka
(A) = f3; 1; 5; 7g; dan
ma (3) = 2; ma ( 1) = 5; ma (5) = ma ( 7) = 1:
Misalkan adalah nilaieigen dari A; karena det (A I) = 0; maka
(A I) tidak invertibel. Akibatnya, Ker (A I) 6= f0g; dengan kata lain
dim (Ker (A I)) > 0: Dalam hal ini dim (Ker (A I)) disebut dengan
multiplisitas geometri dari ; dinotasikan mg ( ) : Dengan kata lain,
mg ( ) = Null (A I) = dim (S )
dimana S adalah subruangeigen dari Fn yang terkait dengan yang diten-
tukan oleh matriks A 2 Fn n :
Hubungan antara multiplisitas aljabar dan geometri dinyatakan dalam
dua teorema berikut ini.
Teorema 2.29 Misalkan adalah nilaieigen dari A; maka mg ( ) ma ( ) :
Bukti. Misalkan A 2 Fn n dan didenisikan tranformasi T : Fn ! Fn
dengan T (x) = Ax; maka jelas A = [T ]" : Karena adalah nilaieigen dari A;
maka juga nilaieigen dari T : Akibatnya, T menentukan subruang eigen S
di dalam Fn yang terkait dengan : Jika mg ( ) = r; berarti Null (T I) =
r; maka dim (S ) = r: Ambil sembarang basis A = fx1 ; x2 ; :::; xr g untuk
S ; berarti 8i = 1; 2; :::; r berlaku T (xi ) = xi ; dan berdasarkan Proposisi
2.20, hfxi gi merupakan sunbruang invarian-T berdimesi-1: Kemudian, basis
A dapat diperluas menjadi basis B = fx1 ; x2 ; :::; xr ; xr+1 ; :::; xn g untuk Fn :
Perhatikan bahasan pada Subbab 2.3.3 untuk mendapatkan matriks
2 3
0 0 a1;r+1 a1n
6 0 0 a2;r+1 a2n 7
6 . . . . .. 7
6 . . ... . . 7
6 . . . . . 7
6 7
B = [T ]B = 6 0 0 ar;r+1 ar;n 7 :
6 7
6 0 0 0 ar+1;r+1 ar+1;n 7
6 . . . .. 7
4 .. .. . . ... ..
.
..
. . 5
0 0 0 an;r+1 ann
Dari hasil ini dengan mudah dapat diperiksa bahwa polinomial karakteristik
dari B adalah
cB (x) = det (B xI)
02 31
ar+1;r+1 x ar+1;n
B6 .. ... .. 7C
= ( x)r : det @4 . . 5A :
an;r+1 ann x
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 124

Dari polinomial tersebut terlihat bahwa adalah nilaieigen dari B dengan


multplisitas aljabar ma ( ) r: Bagaimana kaitannya dengan matriks A?
Berdasarkan Teorema 2.7, A = [T ]" [T ]B = B; dan berdasarkan Proposisi
2.9 (no. 2 & 3), det (A xI) = det (B xI) : Akibatnya, cA (x) = cB (x) : z

Teorema 2.30 Misalkan F adalah eld yang tertutup secara aljabar. A 2


Fn n adalah simpel jhj ma ( ) = mg ( ) ; 8 2 (A) :

Bukti. F adalah eld yang tertutup secara aljabar, berarti


P cA (x) = 0
memunyai n akar (tidak harus semuanya berbeda), akibatnya 2 (A) ma ( ) =
n: Dengan demikian, berdasarkan teorema yang terakhir, diperoleh
X
mg ( ) n
2 (A)

P
dan 2 (A) mg ( ) = n , ma ( ) = mg ( ) ; 8 2 (A) : Oleh karena
P
itu, cukup dibuktikan disini bahwa A adalah simpel jhj 2 (A) mg ( ) = n:
Berdasarkan Teorema 2.23, A adalah simpel jhj A menentukan suatu basi-
seigen untuk Fn jhj ada n vektoreigen yang bebas
P linear jhj jumlah dimensi
dari semua subruangeigen sama dengan n jhj 2 (A) mg ( ) = n: z
Dari dua teorema di atas, berikut ini diberikan suatu prosedur tentang
identikasi matriks simpel dan sekaligus faktorisasinya.

1. Diberikan sembarang matriks A 2 Fn n :


2 3
7 3 3 2
6 0 1 2 4 7
A := 6 4 1
7
4 5 0 5
2 1 2 3
82
>
> 1
>
> 6 p p p p p 2 p p
>
>
>6
3 1 1 3 +81 1
1359 27
27 24 884+45 1674 ( 27 27 24 884+45) ( 27 27 24 8
>
> 6
<6 1
6 p
, eigenvectors: 6 1359 3 271 p27p24 884+45 1674( 271 p27p24 884+45) 3 +81( 271 p27p24 884+45) 3 +143p27p24 8
2 5

>
> 6
>
> 6
>
> 6
>
> 4
>
:
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 125

82
>
>
>
> 6
>
> 6 46 94
>
> 6
q p p >
<6
p 31 3 1 6 p p p p p
p p + 27
27 24 884 + 45+1; 6 23 472 834 3 271 27 24 884+45+168 516( 271 27 24 884
3 3 27
1
27 24 884+45 >
> 6
>
> 6
>
> 6
>
> 4
>
:
q p p p q p p
p 31 1 3 1 1 p 31 3 1
1 3 1p p 2 27
27 24 884 + 45 2 i 3 3 1
p p 27
27 24 884
6 27 24 884+45 3 27 24 884+45
82 27 27

>
>
>
> 6 p1p p p p 2
>
> 6 46 945 668 3 27 1
27 24 884+45+337 032( 27 27 24 884+45) 3 +
>
> 6
>
<6
6 p p p p p 2 p p 5 p p
6 23 472 834 3 271 27 24 884+45+168 516( 271 27 24 884+45) 3 +1096 092( 271 27 24 884+45) 3 23 166( 271 27 2
>
> 6
>
> 6
>
> 6
>
> 4
>
:
p q p p
1 p 31 3 1
p 31
2
i 3 3 1
p p 27
27 24 884 + 45 3 1
p p
3 27 24 884+45 6 27 24 884+45
27 82 39 27

>
> 0 >
q p p <6 4 7> =
1 3 1
27 24 884 + 45 + 1; 6 2 3 7 $ 3, characteristic polyno-
2 27 > 4 5>
>
: 3 >
;
1
mial: X 4 6X 3 19X 2 + 24X + 180

2. Tentukan polinomial karakteristik cA (x) :


2 3
7 x 3 3 2
6 0 1 x 2 4 7
A xI := 6 4
7
8 4 5 x 0 5
2 1 2 3 x

, determinant: cA (x) = x4 6x3 + 8x2 + 6x 9 adalah polinomial


karakteristik.

3. Hitung semua akar dari cA (x) ; dengan kata lain menentukan semua
nilaieigen dari A dan mendenisikan (A) ; misalnya

(A) = f 1 ; 2 ; :::; r g; r n:

X4 6X 3 19X 2 + 24X + 180


2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 126

: (X 3) ( 28X 3X 2 + X 3 60) : (x 1) (x + 1) (x 3)2 sehingga


(A) = f1; 1; 3g
X4 6X 3 19X 2 + 24X + 180 = 0
, Solution is: f[X = 2: 335 1 1: q539p3i] p; [X = 2: 335 1 + 1: 539 3i] ; [X = 3:0] ; [X = 7: 670
31 3 1 31
, Solution is: p p p + 27 27 24 884 + 45+1; 1 p p p
3 3 271
27 24 884+45 6 3 27
1
27 24 884+45
q p p p q p p
1 3 1 1 p 31 3 1
2 27
27 24 884 + 45 2 i 3 p p 27
27 24 884 + 45 ;
3 3 27
1
27 24 884+45
p q p p
1 p 31 3 1
p 1 p 31
2
i 3 p p 27
27 24 884 + 45 p
3 3 27
1
27 24 884+45 6 3 27 27 24 884+45
q p p
1 3 1
2 27
27 24 884 + 45 + 1; 3

4. Tentukan si = ma ( i ) ; 8i = 1; 2; :::; r:
ma (1) = ma ( 1) = 1; ma (3) = 2:
Pr
5. Jika i=1 si < n; maka A bukan simpel.
6. Tentukan basiseigen B i untuk subruangeigen S i ; dan sekaligus ten-
tukan ti = mg ( i ). Dalam hal ini, B i = fx1i ; x2i ; :::; xti i g:

(a) Menentukan B1
2 3
6 3 3 2
6 0 0 2 4 7
A I=6 4 8
7
4 6 0 5
2 1 2 2
2 1
3 2 3
2
6 3 3 2
6 1 7 6 0 0 2 4 7
, nullspace basis: 6 7 6
4 0 5 = x1 , Gaussian elimination: 4 0
7
4 5
0 0 3
0 0 0 0 0
(b) Menentukan B 1
2 3
8 3 3 2
6 0 2 2 4 7
A I=6 4 8
7
4 4 0 5
2 1 2 4
2 3
1
6 6 7
, nullspace basis: 6
4
7 = x2
4 5
1
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 127

(c) Menentukan B3
2 3
4 3 3 2
6 0 2 2 4 7
A I=6
4
7
8 4 8 0 5
2 1 2 0
22 3
3 2 33
2
1
66 1 7 6 2 77
, nullspace basis: 6 6 7 6
44 1 5 ; 4 0 55
77

0 1
P
7. Jika ri=1 ti = n; maka A adalah simpel dan dapat difaktorkan dalam
bentuk A = P DP 1 ; dimana
2 3 2 3
D1 0 0 i 0 0
6 0 D2 0 7 6 0 0 7
6 7 6 i 7 t t
D = 6 .. .. .. .. 7 ; D i = 6 .. .. . . .. 7 2 F i i
4 . . . . 5 4 . . . . 5
0 0 Dr 0 0 i

dengan D adalah matriks diagonal, Di adalah matriks skalar, dan


P = P1 P2 Pr ; Pi = x1i x2i xti i
P
8. Jika ri=1 ti < n; maka A bukan simpel. Pemfaktorannya mengikuti
kaidah umum pemfaktoran matriks similar sebagaimana dibahas pada
Subbab 2.3.3. Dalam ini, matriks blok Di adalah matriks skalar jhj
ti = si :

Contoh 2.11 Diberikan matriks


2 3
7 3 3 2
6 0 1 2 4 7
A=6 4 8
7
4 5 0 5
2 1 2 3
Periksalah bahwa A adalah matriks simpel. Tentukan matriks D dan P se-
hingga A = P DP 1 .

Jawab. Dihitung cA (x) = det (A xI) ; sehingga


2 3
7 3 3 2
6 0 1 2 4 7
6 7
4 8 4 5 0 5
2 1 2 3
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 128

characteristic polynomial: X 4 6X 3 +8X 2 +6X 9 = (X 1) (X + 1) (X 3)2 .


X4 6X 3 + 8X 2 + 6X 9=0
, Solution is: 1; 1; 3, Solution is: f[X = 1:0] ; [X = 1:0] ; [X = 3:0]g
Hasil komputasi SWP tersebut dapat ditulis
cA (x) = x4 6x3 + 8x2 + 6x 9
= (x 1) (x + 1) (x 3)2
dan diperoleh (A) = f1; 1; 3g dengan ma (1) = ma ( 1) = 1; ma (3) = 2:
Untuk 1 = 1; dari
2 3
6 3 3 2
6 0 0 2 4 7
A (1) I = 64 8
7;
4 6 0 5
2 1 2 2
2 1 3 2 3
2
6 3 3 2
6 1 7 6 4 7
, nullspace basis: 6 7, Gaussian elimination: 6 0 0 2 7
4 5, nullspace
4 0 5 4 0 0 0
3
0 0 0 0 0
2 1 3
2
6 1 7
basis: 6 7
4 0 5
0
1
Komputasi menghasilkan basis kernel B(1) = f( 2
; 1; 0; 0)g dan mg (1) =
1:
Untuk 2 = 1; dari
2 3
8 3 3 2
6 0 2 2 4 7
A ( 1) I = 6 4 8
7;
4 4 0 5
2 1 2 4
2 3 2 3
8 3 3 2 1
6 0 2 2 4 7 6 6 7
, Gaussian elimination: 6 7
4 0 0 1 4 5, nullspace basis:
6 7
4 4 5, basis
0 0 0 0 1
kernelnya adalah B( 1) = f( 1; 6; 4; 1)g dan mg ( 1) = 1: Untuk 3 = 3;
dari 2 3
4 3 3 2
6 0 2 2 4 7
A (3) I = 6 4 8
7;
4 8 0 5
2 1 2 0
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 129

2 3
4 3 3 2
6 0 2 2 4 7
, Gaussian elimination: 6
4 0
7, nullspace basis:
0 0 0 5
0 0 0 0
22 33
3
3 2
1 2
66 1 7 6 2 77
66 7 6 77
44 1 5 ; 4 0 55 ;
0 1

Dari hasil komputasi tersebut berarti basis kernelnya adalah


2
B(3) = f( ; 1; 1; 0); (1; 2; 0; 1)g
3
dan mg ( 1) = 2: Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa A adalah
matriks simpel. Selanjutnya,
2 3 2 1 3
3
1 0 0 0 2
1 2
1
6 0 1 0 0 7 6 2 7
D=6 7 dan P = 6 1 6 1 7:
4 0 0 3 0 5 4 0 4 1 0 5
0 0 0 3 0 1 0 1
2 1 3
3 1 2 3
2
1 2
1 6 4 5 2
6 1 6 1 2 7 6 1 1 1
0 7
P 1
=6
4 0
7 =6 2 4 2 7
4 1 0 5 4 2 1 1 0 5
1 1 1
0 1 0 1 2 4 2
1
Dihitung bentuk dekomposisi spektralnya
2 1
3
6 2
2 21
1 T
6 4 1
1 41 7
Q= P =6 4 5
4 7
1
2
1 21 5
2 0 0 1
2 1
3 2 5
3
2
3 2 2
1
6 1 7 6 6 4 5 2 7
A1 = 1:x1 y1T = 1 6 7
4 0 5 6 4 5 2 =6
4 0
7
0 0 0 5
0 0 0 0 0
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 130

2 3
1
6 6 7
A2 = 1:x2 y2T = ( 1) 64 4 5
7 1
2
1
4
1
2
0
1
2 1 1 1
3
2 4 2
0
6 3 3
3 0 7
= 6
4 2
2 7
1 2 0 5
1 1 1
2 4 2
0
2 3 3 2 9 9
3
2
9 2 2
0
6 1 7 6 6 3 3 0 7
A3 = 3:x3 y3T= (3) 6
4 1 5
7 2 1 1 0 =46 7
6 3 3 0 5
0 0 0 0 0
2 3 2 3 3 3
3
1 2 4 2
3
6 2 7 6 3 3
3 6 7
A4 = 3:x4 y4T = (3) 6
4 0 5
7 1 1 1
1 =64 0
2 7
2 4 2 0 0 0 5
3 3 3
1 2 4 2
3
Spektral dari A adalah
2 5
3 2 1 1 1
3
3 2 2
1 2 4
02
6 6 4 5 2 7 6 3 3
3 0 7
A = 6 4 0
7+6
5 4 2
2 7
0 0 0 1 2 0 5
1 1 1
0 0 0 0 2 4 2
0
2 9 9
3 2 3 3 3
3
9 2 2
0 2 4 2
3
6 6 3 3 0 7 6 3 3
3 6 7
+64 6
7+6
5 4 0
2 7
3 3 0 0 0 0 5
3 3 3
0 0 0 0 2 4 2
3

2.4.4 Teorema Schur


Sebelum kita akhiri subbab vektoreigen dan nilaieigen, pada bagian ini kita
bahas teorema Schur yang nantinya akan digunakan untuk membuktikan
teorema Schur-Toeplitz. Teorema Schur berlandaskan pada dua proposisi
berikut ini.

Proposition 2.25 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi n dan T 2


L (V). Jika 2 (T ), maka V memuat subruang invarian-T berdimensi
n 1:
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 131

Bukti. Kita tunjukkan dahulu bahwa Im (T I) adalah subruang


invarian-T . Ambil sembarang s 2 Im (T I) ; berdasarkan denisi imej,
maka
(9v 2 V) s = (T I) (v)
sehingga

T (s) = T ((T I) (v)) = T (T (v)) T (v) = (T I) (T (v))

Karena T (v) 2 V, maka T (s) 2 Im (T I) ; dan kita simpulkan Im (T I)


adalah invarian-T .
Berdasarkan Proposisi 2.21 dan Teorema 2.13, maka Ker (T I) 6= f0g
(berarti Null (T I) > 0) akibatnya berdasarkan Persamaan 2.2 diperoleh
Rank (T I) n 1 berarti dimensi dari Im (T I) n 1. Den-
gan demikian, Bukti proposisi selesai setelah ditunjukkan bahwa sembarang
subruang yang memuat Im (T I) secara sejati (proper) juga invarian-T .
Misalkan W adalah sembarang subruang dari V sehingga

Im (T I) W

maka ada subruang U dengan dim (U) 1 sehingga

W = Im (T I) u U (i)

Akibatnya, untuk setiap w 2 W dapat dituliskan secara tunggal sebagai

w = s + u dengan s 2 Im (T I) dan u 2 U

sehingga

T (w) = T (s) + T (u)


= T (s) + (T (u) u) + u
= T (s) + (T I) (u) + u (ii)

Karena telah dibuktikan Im (T I) invarian-T , maka

T (s) 2 Im (T I) (iii)

Karena U subruang dari V, maka

(T I) (u) 2 Im (T I) dan u 2 U (iv)

Dari (i), (ii), (iii), dan (iv), dapat disimpulkan bahwa T (w) 2 W, berarti
W merupakan subruang invarian-T z
2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 132

Proposition 2.26 Misalkan V adalah ruang vektor berdimensi n atas eld


yang tertutup secara aljabar. Untuk sembarang transformasi T 2 L (V), maka
ada serangkaian subruang Si (i = 1; 2; :::; n) yang invarian-T sehingga

S1 S2 Sn

dan dim (Si ) = i.

Bukti. Karena jelas bahwa V adalah invarian-T , denisikan Sn = V.


Kemudian, karena V adalah ruang vektor atas eld yang tertutup secara al-
jabar, maka ada suatu nilaieigen n dari T sehingga, berdasarkan Propo-
sisi 2.25, ada Sn 1 subruang (Sn 1 Sn ) invarian-T berdimensi n 1
yang memuat Im (T n I) : Berikutnya, denisikan Tn 1 = T Sn 1 , be-
rarti Tn 1 2 L (Sn 1 ) : Karena eldnya tertutup secara aljabar, maka ada
suatu nilaieigen n 1 (tidak harus berbeda dengan n ) dari Tn 1 sehingga,
berdasarkan Proposisi 2.25, ada Sn 2 subruang (Sn 2 Sn 1 ) invarian-Tn 1
berdimensi n 2 yang memuat Im (Tn 1 n I) : Berdasarkan Proposisi 2.13
No. 1, maka Sn 2 juga invarian-T . Demikian seterusnya, dengan argumen
yang sama tersebut, sampai diperoleh S1 subruang (S1 S2 ) invarian-T
berdimensi 1. z

Teorema 2.31 (Teorema Schur) Misalkan V adalah ruang vektor berdi-


mensi n atas eld F yang tertutup secara aljabar, T 2 L (V), dan Si (i =
1; 2; :::; n) adalah serangkaian subruang invarian-T berdimensi i sehingga

f0g = S0 S1 S2 Sn = V

1. Jika B = fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah basis untuk V dengan vi 2 Si dan


vi 2
= Si 1 , maka [T ]B adalah matriks segitiga atas.
2. Jika B = fvn ; vn 1 ; :::; v1 g adalah basis untuk V dengan vi 2 Si dan
vi 2
= Si 1 , maka [T ]B adalah matriks segitiga bawah.

Bukti. Kita hanya akan membuktikan yang No. 1, sedangkan yang No.
2 bisa dibuktikan dengan langkah serupa.
Pertama-tama perhatikan bahwa

[T ]B = [T (v1 )]B [T (v2 )]B [T (vn )]B :

Karena S1 = hfv1 gi invarian-T ; maka T (v1 ) 2 S1 ; berarti ada tepat


satu a11 2 F sehingga

T (v1 ) = a11 v1 , T (v1 ) = a11 v1 + 0v2 + 0v3 + + 0vn ,


2.4 Nilaieigen dan Vektoreigen 133

2 3
a11
6 0 7
6 7
6 0 7
[T (v1 )]B = 6 7 adalah kolom-1 dari [T ]B
6 .. 7
4 . 5
0

Karena S2 = hfv1 ; v2 gi invarian-T ; maka T (v2 ) 2 S2 ; berarti ada


tepat satu

[T (v2 )]B2 = (a12 ; a22 ) 2 F2 dengan B2 = fv1 ; v2 g

sehingga

T (v2 ) = a12 v1 + a22 v2 , T (v2 ) = a12 v1 + a22 v2 + 0v3 + + 0vn ,


2 3
a12
6 a22 7
6 7
6 0 7
[T (v2 )]B = 6 7 adalah kolom-2 dari [T ]B
6 .. 7
4 . 5
0

Karena S3 = hfv1 ; v2 ; v3 gi invarian-T ; maka T (v3 ) 2 S3 ; berarti ada


tepat satu

[T (v3 )]B3 = (a13 ; a23 ; a33 ) 2 F3 dengan B3 = fv1 ; v2 ; v3 g

sehingga

T (v3 ) = a13 v1 + a23 v2 + a33 v3 ,


T (v3 ) = a13 v1 + a23 v2 + a33 v3 + 0v3 + + 0vn ,
2 3
a13
6 a23 7
6 7
6 a33 7
6 7
[T (x3 )]B = 6 0 7 adalah kolom-3 dari [T ]B
6 7
6 .. 7
4 . 5
0

Demikian seterusnya, sampai pada langkah ke-n diperoleh [T ]B adalah


matriks segitiga atas.

z
2.5 Aplikasi ke Persamaan Diferensial 134

2.5 Aplikasi ke Persamaan Diferensial


Diberikan sistem persamaan diferensial dengan koesien kontan

z_1 = a11 z1 + a12 z2 + + a1n zn


z_2 = a21 z1 + a22 z2 + + a2n zn
..
.
z_n = an1 z1 + an2 z2 + + ann zn

dengan z1 ; z2 ; :::; zn adalah fungsi dengan peubah bebas t; simbol z_j meno-
tasikan turunan fungsi zj terhadap t, dan koesien aij adalah skalar konstan
yang bebas dari t: Sistem tersebut kita tuliskan

z_ (t) = Az (t)

dengan
2 3 2 3 2 3
z_1 a11 a12 a1n z1
6 z_2 7 6 a21 a22 a2n 7 6 z2 7
6 7 6 7 6 7
z_ (t) = 6 .. 7;A = 6 .. .. .. .. 7 ; dan z (t) = 6 .. 7
4 . 5 4 . . . . 5 4 . 5
z_n an1 an2 ann zn

dan jika konteksnya sudah jelas cukup dituliskan z_ = Az:


Bab 3

Tranformasi Linear dalam


Ruang Uniter

Bahasan pada bab ini merupakan terapan dari sifat-sifat trasformasi linear di
bab sebelumnya yang dikenakan pada ruang uniter. Pertama kali akan ditun-
jukkan bahwa setiap transformasi linear selalu memunyai "dual" yang dikenal
dengan istilah "adjoint". Kemudian, dari sifat-sifat transformasi adjoint da-
pat digunakan secara langsung untuk mengkaji sifat-sifat konjugit transpos
dari suatu matriks bilangan kompleks atau khususnya sifat-sifat transpos dari
suatu matriks bilangan real. Selanjutnya, dari konsep tersebut dapat kita gu-
nakan juga untuk menganalisis bentuk-bentuk khusus dari matriks simpel,
beberapa diantaranya adalah matriks normal, matriks uniter, matriks Her-
mit, dan matriks denit. Analisis dari matriks-matriks ini akan mengarah
ke beberapa pengertian dekomposisi matriks, diantaranya dekomposisi po-
lar dan dekomposisi nilai singular. Perlu dicatat pula bahwa batasan led
(skalar) yang digunakan dalam bab ini adalah F = C yang secara otomatik
juga berlaku untuk F = R.

3.1 Transformasi Adjoin


Proposition 3.1 Misalkan V adalah ruang uniter berdimensi n dengan pro-
duk dalam h ; i1 , W juga ruang uniter berdimensi m dengan produk dalam
h ; i2 ; dan T 2 L (V; W) : Untuk setiap basis ortonormal B = fv1 ; v2 ; :::; vn g
untuk V, dapat didenisikan fungsi T : W ! V dengan rumus
X
n
T (w) = hw; T (vj )i2 vj ; 8w 2 W:
j=1

135
3.1 Transformasi Adjoin 136

Maka, T adalah transformasi linear dari W ke V:

Bukti. Ambil sembarang k1 ; k2 2 C dan w1 ; w2 2 W; maka


X
n
T (k1 w1 + k2 w2 ) = hk1 w1 + k2 w2 ; T (vj )i2 vj
j=1
X
n X
n
= k1 hw1 ; T (vj )i2 vj + k2 hw2 ; T (vj )i2 vj
j=1 j=1
= k1 T (w1 ) + k2 T (w2 )

Denisi 3.1 Misalkan V adalah ruang uniter berdimensi n dengan produk


dalam h ; i1 , W juga ruang uniter berdimensi m dengan produk dalam h ; i2 ;
dan T 2 L (V; W) : Tranformasi adjoint dari T ; dinotasikan dengan T ;
adalah tranformasi T : W ! V dengan rumus
X
n
T (w) = hw; T (vj )i2 vj ; 8w 2 W: (3.1)
j=1

untuk sembarang basis ortonormal B = fv1 ; v1 ; :::; vn g untuk V.

Agar lebih mudah dibayangkan bagaimana pengertian transformasi ad-


joint tersebut, berikut diberikan contoh transformasi adjoint dari suatu ma-
triks A 2 Cm n dengan memandang A sebagai transformasi dari Cn ke Cm :

Contoh 3.1 Jika transformasi T : Cn ! Cm dirumuskan T (x) = Ax untuk


setiap x 2 Cn dengan A 2 Cm n ; tunjukkan bahwa adjoint dari T adalah
trannsformasi T : Cm ! Cn dirumuskan T (y) = A y untuk setiap y 2 Cm
T
dengan A = A : Dalam hal ini, asumsikan Cm dan Cn merupakan ruang
uniter dengan menggunakan produk dalam baku hx; yi = x y.

Jawab. Ambil basis baku E = fe1 ; e2 ; :::; en g untuk Cn , ambil sembarang


y 2 Cm ; dan nyatakan A = [aij ]m;n
i;j=1 ; maka

X
n
T (y) = hy; T (ej )i ej ,
j=1
3.1 Transformasi Adjoin 137

2 3 2 3 2 3
hy; T (e1 )i hy; Ae1 i hy; a1 i
6 hy; T (e2 )i 7 6 hy; Ae2 i 7 6 hy; a2 i 7
6 7 6 7 6 7
T (y) = 6 .. 7=6 .. 7=6 .. 7
4 . 5 4 . 5 4 . 5
hy; T (en )i hy; Aen i hy; an i
dengan 2 3
a1j
6 a2j 7
6 7
aj = 6 .. 7 adalah kolom ke-j dari A:
4 . 5
amj
Selanjutnya, nyatakan produk (bintang) sebagai produk (titik) dengan
menggunakan Persamaan 1.1

hy; aj i = y aj = y aj

sehingga 2 3 2 3
y a1 aT1
6 y a2 7 6 aT2 7
6 7 6 7 T
T (y) = 6 .. 7 = 6 .. 7y = A y = A y
4 . 5 4 . 5
y an aTn
z
Sifat utama dari transformasi adjoint diberikan balam teorema berikut.

Teorema 3.1 Misalkan V adalah ruang uniter berdimensi n dengan produk


dalam h ; i1 , W juga ruang uniter berdimensi m dengan produk dalam h ; i2 ;
dan T 2 L (V; W) : Untuk sembarang basis ortonormal B = fv1 ; v1 ; :::; vn g
untuk V, tranformasi linear T : W ! V adalah adjoint dari T jhj secara
tunggal memenuhi persamaan

hT (v) ; wi2 = hv; T (w)i1 ; 8 (v; w) 2 V W (3.2)

Bukti. ())Karena B ortonormal, berdasarkan Proposisi 1.17, untuk


sembarang v 2 V berlaku
X
n
v= hv; vj i1 vj :
j=1
3.1 Transformasi Adjoin 138

Dengan demikian, untuk sembarang w 2 W berlaku


* ! +
Xn
hT (v) ; wi2 = T hv; vj i1 vj ; w
j=1 2
* n +
X
= hv; vj i1 T (vj ) ; w
j=1 2
X
n
= hv; vj i1 hT (vj ) ; wi2 (i)
j=1

Di lain pihak,
* n +
X X
n
hv; T (w)i1 = hv; vj i1 vj ; hw; T (vi )i2 vi
j=1 i=1 1
XX
n n
= hv; vj i1 hw; T (vi )i2 hvj ; vi i1
j=1 i=1
Xn
= hv; vj i1 hw; T (vj )i2 hvj ; vj i1
j=1
Xn
= hv; vj i1 hw; T (vj )i2
j=1
Xn
= hv; vj i1 hT (vj ) ; wi2 (ii)
j=1

Dari (i) dan (ii), diperoleh Persamaan 3.2. Akan dibuktikan ketunggalannya.
Misalkan ada transformasi T 0 : W ! V yang memenuhi

hT (v) ; wi2 = hv; T 0 (w)i1 ; 8 (v; w) 2 V W

maka

hv; T (w)i1 = hv; T 0 (w)i1 ,


hv; T (w)i1 hv; T 0 (w)i1 = 0 ,
hv; T (w) T 0 (w)i1 = 0:

Karena berlaku untuk setiap v; berdasarkan sifat non-degenerate, maka 8w 2


W berlaku
T (w) T 0 (w) = 0 , T (w) = T 0 (w) ,
3.1 Transformasi Adjoin 139

T =T0
(()Diasumsikan 8 (v; w) 2 V W berlaku hT (v) ; wi2 = hv; T (w)i1 :
Karena T (w) 2 V dan B ortonormal, berdasarkan Proposisi 1.17, maka
X
n X
n X
n
T (w) = hT (w) ; vj i1 vj = hvj ; T (w)i1 vj = hT (vj ) ; wi2 vj
j=1 j=1 j=1
Xn
= hw; T (vj )i2 vj
j=1

z
Akibat langsung dari teorema di atas dinyatakan dalam proposisi berikut
ini.

Proposition 3.2 Untuk sembarang matriks A 2 Cm n


berlaku

hAx; yi = hx; A yi ; 8 (x; y) 2 Cn Cm (3.3)


T
dengan A = A .

Bukti. Denisikan transformasi T : Cn ! Cm dirumuskan T (x) = Ax


untuk setiap x 2 Cn : Dengan mengambil basis baku E = fe1 ; e2 ; :::; en g;
berdasarkan Teorema 3.1 dan Contoh 3.1, maka

hT (x) ; yi = hx; T (y)i 8 (x; y) 2 Cn Cm ,


hAx; yi = hx; A yi ; 8 (x; y) 2 Cn Cm

z
Untuk kasus T adalah operator linear, berarti T 2 L (V) ; Persamaan 3.1
dan 3.2 menjadi
X
n
T (v) = hv; T (vj )i vj ; 8v 2 V; dan (3.4)
j=1
hT (v) ; wi = hv; T (w)i ; 8v; w 2 V (3.5)

serta untuk matriks persegi A 2 Cn n


; Persamaan 3.3 menjadi

hAx; yi = hx; A yi ; 8 (x; y) 2 Cn Cn (3.6)

dan khususnya A 2 Rn n
berlaku

hAx; yi = x; AT y ; 8 (x; y) 2 Rn Rn
3.1 Transformasi Adjoin 140

Sifat-sifat dasar transformasi adjoint diberikan dalam 3 proposisi berikut


ini. Secara analog sifat-sifat ini juga bisa diberlakukan untuk sifat-sifat
konjugit-transpos dari matriks bilangan kompleks atau lebih khusus lagi un-
tuk sifat-sifat transpos dari matriks bilangan real.

Proposition 3.3 Untuk sembarang T 2 L (V; W) dari ruang uniter, dan


k 2 C; berlaku:

1. N = N :
2. I = I:
3. (T ) = T :
4. (kT ) = kT :
5. (T1 + T2 ) = T1 + T2 :

Bukti.

1. 8 (v; w) 2 V W berlaku:
hN (v) ; wi2 = hv; N (w)i1 , h0; wi2 = hv; N (w)i1 ,
0 = hv; N (w)i1 ) N (w) = 0

2. 8v; w 2 V berlaku:
hI (v) ; wi = hv; I (w)i , hv; I (w)i = hv; I (w)i ,
hv; I (w) I (w)i = 0 ) I (w) = I (w)
3. 8 (v; w) 2 V W berlaku:
hT (v) ; wi2 = hv; T (w)i1 = hT (w) ; vi1
= hw; (T ) (v)i2 = h(T ) (v) ; wi2 ,
hT (v) (T ) (v) ; wi2 = 0 ) T (v) = (T ) (v)
4. 8 (v; w) 2 V W dan k 2 C berlaku:
h(kT ) (v) ; wi2 = hv; (kT ) (w)i1 ,
k hT (v) ; wi2 = hv; (kT ) (w)i1 ,
k hv; T (w)i1 = hv; (kT ) (w)i1 ,
v; kT (w) 1 = hv; (kT ) (w)i1 )

kT (w) = (kT ) (w)


3.1 Transformasi Adjoin 141

5. 8 (v; w) 2 V W berlaku:
h(T1 + T2 ) (v) ; wi2 = hv; (T1 + T2 ) (w)i1 ,
hT1 (v) + T2 (v) ; wi2 = hv; (T1 + T2 ) (w)i1 ,
hT1 (v) ; wi2 + hT2 (v) ; wi2 = hv; (T1 + T2 ) (w)i1 ,
hv; T1 (w)i1 + hv; T2 (w)i1 = hv; (T1 + T2 ) (w)i1 ,
hv; T1 (w) + T2 (w)i1 = hv; (T1 + T2 ) (w)i1 ,
hv; (T1 + T2 ) (w)i1 = hv; (T1 + T2 ) (w)i1 )
(T1 + T2 ) (w) = (T1 + T2 ) (w)

z
Dari proposisi di atas, secara umum dapat dirumuskan bahwa:
!
X r Xr
ki Ti = ki Ti ; 8Ti 2 L (V; W) ; ki 2 C:
i=1 i=1

Proposition 3.4 Untuk setiap T1 2 L (U; V) dan T2 2 L (V; W) berlaku:


(T2 T1 ) = T1 T2 :

Bukti. 8 (u; w) 2 U W berlaku:


h(T2 T1 ) (u) ; wi = hu; (T2 T1 ) (w)i ,
hT2 (T1 (u)) ; wi = hu; (T2 T1 ) (w)i ,
hT1 (u) ; T2 (w)i = hu; (T2 T1 ) (w)i ,
hu; T1 (T2 (w))i = hu; (T2 T1 ) (w)i )
(T1 T2 ) (w) = (T2 T1 ) (w)
z

Proposition 3.5 T 2 L (V) adalah invertibel jhj T juga invertibel. Selan-


jutnya berlaku:
(T ) 1 = T 1 :
1
Bukti. T 2 L (V) adalah invertibel jhj ada 9T 2 L (V) sehingga
1 1
T T =I ^ TT =I ,
1 1
T T =I ^ TT =I ,
1 1
T T =I ^ T T =I ,

T invertibel dengan invers (T 1


) : Ini berarti (T ) 1
= (T 1
) : z
3.1 Transformasi Adjoin 142

Teorema 3.2 Misalkan T 2 L (V; W) pada ruang uniter. Jika A = [T ]C;B


dengan (B; C) adalah pasangan basis ortonormal untuk pasangan (V; W),
maka
A = [T ]B;C
T
dimana A = A :

Bukti. Misalkan B = fv1 ; v2 ; :::; vn g adalah basis ortonormal untuk V


dan C = fw1 ; w2 ; :::; wm g adalah basis ortonormal untuk W: Misalkan pula
[T ]C;B = A = [aij ]m;n
i;j=1 ; maka 8j = 1; 2; :::n berlaku

X
m
T (vj ) = aij wi ;
i=1

dan karena C ortonormal, berdasarkan Proposisi 1.17, diperoleh

aij = hT (vj ) ; wi i2 ; 8i = 1; 2; :::; m:

Dengan argumen sama, misalkan [T ]B;C = [bji ]n;m


j;i=1 ; maka diperoleh

X
n
T (wi ) = bji vj dan bji = hT (wi ) ; vj i1 :
j=1

Selanjutnya,

bji = hwi ; (T ) (vj )i2 = hwi ; T (vj )i2 = hT (vj ) ; wi i2


= aij :
T
Kesimpulannya, [T ]B;C = A = A dan kita peroleh persamaan

[T ]C;B = [T ]B;C

Proposition 3.6 Untuk setiap T 2 L (V; W) berlaku

Rank (T ) = Rank (T ) ;

Jika dim (V) = dim (W) ; maka

Null (T ) = Null (T ) ;
3.1 Transformasi Adjoin 143

Bukti. Misalkan dim (V) = n dan Rank (T ) = r; berarti Null (T ) = n r:


Berdasarkan Teorema 2.10, dapat diambil basis ortonormal

C = fv1 ; v2 ; :::; vr ; vr+1 ; vr+2 ; :::; vn g

untuk V sedemikian sehingga A = fv1 ; v2 ; :::; vr g basis untuk (Ker (T ))? ;


B = fvr+1 ; vr+2 ; :::; vn g untuk Ker (T ) ; dan

A0 = fT (v1 ) ; T (v2 ) ; :::; T (vr )g

basis untuk Im (T ) : Bukti selesai setelah dibuktikan bahwa A adalah ba-


sis untuk Im (T ) : Karena A sudah bebas linear, cukup dibuktikan bahwa
Im (T ) = hAi : Ambil sembarang v 2 Im (T ) ; berarti ada w 2 W sehingga
T (w) = v: Dari persamaan ini dan Persamaan 3.1, diperoleh
X
n
hw; T (vj )i2 vj = v ,
j=1
X
r X
n
hw; T (vj )i2 vj + hw; 0i2 vj = v ,
j=1 j=r+1
X
r
hw; T (vj )i2 vj = v
j=1

Hasil ini menunjukkan bahwa v adalah kombinasi linear dari A dan berarti
Im (T ) = hAi :
Misalkan dim (W) = m; maka Null (T ) = m r dan jika m = n; maka
Null (T ) = Null (T ) : z
Dari bukti proposisi di atas, diperoleh

Im (T ) = (Ker (T ))? , V = Ker (T ) Im (T )


Im (T ) = (Ker (T ))? , W = Im (T ) Ker (T )

Secara analog, dengan memandang matriks A 2 Cm n


sebagai transformasi
dari Cn ke Cm ; berlaku

Im (A ) = (Ker (A))? , Cn = Ker (A) Im (A ) (3.7)


Im (A) = (Ker (A ))? , Cm = Im (A) Ker (A ) (3.8)

juga untuk matriks A 2 Rm n


sebagai transformasi dari Rn ke Rm ; berlaku

Im AT = (Ker (A))? , Rn = Ker (A) Im AT


?
Im (A) = Ker AT , Rm = Im (A) Ker AT
3.1 Transformasi Adjoin 144

Proposition 3.7 Jika T 2 L (V) dan S adalah subruang invarian-T ; maka


S ? adalah subruang invarian-T :

Bukti. Misalkan
C = fv1 ; v2 ; :::; vr ; vr+1 ; vr+2 ; :::; vn g
adalah basis ortonormal untuk V sedemikian sehingga A = fv1 ; v2 ; :::; vr g
basis untuk S dan B = fvr+1 ; vr+2 ; :::; vn g untuk S ? : Perhatikan bahwa, jika
diasumsikan S adalah subruang invarian-T , maka
T (vj ) 2 S untuk setiap j = 1; 2; :::; r:
Sekarang ambil sembarang w 2 S ? ; maka
hw; T (vj )i = 0 untuk setiap j = 1; 2; :::; r:
dan akibatnya dari Persamaan 3.1 diperoleh
X
n
T (w) = hw; T (vj )i vj
j=1
Xr X
n
= hw; T (vj )i vj + hw; T (vj )i vj
j=1 j=r+1
Xr X
n
= 0:vj + hw; T (vj )i vj
j=1 j=r+1
Xn
= hw; T (vj )i vj 2 S ?
j=r+1

z
Bentuk khusus dari Teorema 3.2 dinyatakan dalam 2 teorema berikut ini.

Teorema 3.3 Misalkan T 2 L (V) pada ruang uniter dan misalkan B adalah
basis ortonormal untuk V. Jika A = [T ]B , maka
A = [T ]B = [T ]B
T
dimana A = A .

Teorema 3.4 Misalkan T 2 L (V) pada ruang uniter dan misalkan (B; C)
adalah pasangan basis biortogonal untuk V. Jika A = [T ]B dengan B =
fv1 ; v2 ; :::; vn g, maka
A = [T ]B = [T ]C
T
dimana A = A dan C = fw1 ; w2 ; :::; wn g:
3.1 Transformasi Adjoin 145

Bukti. Perhatikan dahulu bahwa (B; C) biortogonal berarti


1 jika k = i
hvk ; wi i = ki =
0 jika k =
6 i
Kemudian,
A = [aij ]ni;j=1 = [T ]B = [T (v1 )]B [T (v2 )]B [T (vn )]B
dimana kolom ke-j adalah
2 3
a1j
6 a2j 7 Pn
6 7
[T (vj )]B = 6 .. 7 , T (vj ) = akj vk
4 . 5 k=1
anj
sehingga
P
n P
n
hT (vj ) ; wi i = akj vk ; wi = akj hvk ; wi i = aij hvi ; wi i = aij :1
k=1 k=1
= aij
Dengan argumen yang sama, jika dimisalkan B = [bji ]nj;i=1 = [T ]C , diperoleh

bji = hT (wi ) ; vj i = hwi ; T (vj )i = hT (vj ) ; wi i = aij


Kesimpulannya, [T ]C = A : z

Proposition 3.8 Jika T 2 L (V) pada ruang uniter, maka


2 (T ) , 2 (T )

Bukti. Berdasarkan Proposisi 2.21, 2 (T ) jhj (T I) tak-invertibel


jhj berdasarkan Proposisi 3.5 dan 3.3
(T I) = T I

tak-invertibel jhj 2 (T ) : z
Akibat dari proposisi tersebut adalah proposisi berikut.

Proposition 3.9 Jika A 2 Cn n


, maka
2 (A) , 2 (A )
Khususnya, jika A 2 Rn n
, maka
2 (A) , 2 AT
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 146

Proposition 3.10 Transformasi T 2 L (V) adalah simpel jhj T juga sim-


pel.

Bukti. Berdasarkan Teorema 2.23 bahwa T 2 L (V) adalah simpel jhj


ada basiseigen B = fv1 ; v2 ; :::; vn g untuk V dengan T (vj ) = j vj untuk
j = 1; 2; :::; n jhj

[T ]B = [T (v1 )]B [T (v2 )]B [T (vn )]B


= [ 1 v 1 ]B [ 2 v 2 ]B [ n v n ]B
= diag [ j ]nj=1 = D

jhj berdasarkan Teorema 3.4,

[T ]C = [T (w1 )]C [T (w2 )]C [T (wn )]C = [T ]B


T n
= D = D = diag j j=1

dengan C = fw1 ; w2 ; :::; wn g biortogonal ke B jhj

T (wj ) = j wj untuk j = 1; 2; :::; n

jhj C = fw1 ; w2 ; :::; wn g adalah basiseigen dari T : z

3.2 Transformasi dan Matriks Normal


Telah dinyatakan dalam Teorema 2.23 bahwaT 2 L (V) adalah simpel jhj T
menentukan adanya basiseigen untuk V. Jika V adalah ruang uniter, maka
kemungkian bahwa T menentukan adanya basiseigen yang ortonormal untuk
V menjadi lebih besar. Hal ini karena skalar C tertutup secara aljabar. Lebih
formalnya, transformasi yang demikian dinyatakan dalam denisi berikut.

Denisi 3.2 Transformasi T 2 L (V) disebut normal jika T menentukan


adanya basiseigen ortonormal untuk V.

Jika T 2 L (V) normal, maka ada basis ortonormal B = fv1 ; v2 ; :::; vn g


untuk V yang semua anggota B merupakan vektoreigen dari T :Secara analog,
matriks normal didenisikan sebagai berikut.

Denisi 3.3 Matriks A 2 Cn n disebut normal jika A menentukan adanya


basiseigen ortonormal untuk Cn
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 147

Jika A 2 Cn n normal, maka ada basis ortonormal B = fx1 ; x2 ; :::; xn g


untuk Cn yang semua anggota B merupakan vektoreigen dari A:

Proposition 3.11 Transformasi T 2 L (V) adalah normal jhj matriks [T ]C


juga normal dengan C adalah sembarang basis ortonormal untuk V:

Bukti. T 2 L (V) adalah normal jhj ada basiseigen ortonormal B =


fv1 ; v2 ; :::; vn g untuk V jhj T (vj ) = j vj dan hvi ; vj i = ij untuk i; j =
1; 2; :::; n jhj berdasarkan Proposisi 1.18 (karena C ortonormal)
[vi ]C [vj ]C = hvi ; vj i = ij dan [T (vj )]C = [ j vj ]C , [T ]C [vj ]C = j [vj ]C
jhj [T ]C adalah matriks normal dengan basiseigen ortonormal
f[v1 ]C ; [v2 ]C ; :::; [vn ]C g:
z

Proposition 3.12 Misalkan T 2 L (V) adalah normal, B dan B 0 adalah


sembarang dua basis ortonormal untuk V: Maka, ada matriks tak-singular U
sehingga
[T ]B0 = U [T ]B U
1 T
dengan U adalah matriks transisi yang memenuhi U = U dan U = U :

Bukti. Berdasarkan Teorema 2.7,


[T ]B0 = [IT I]B0 = [I]B0 ;B [T ]B [I]B;B0 :
Denisikan U = [I]B0 ;B ; maka U 1 = [I]B;B0 : : Bukti selesai setelah ditun-
jukkan bahwa U 1 = U : Misalkan B = fu1 ; u2 ; :::; un g dan B 0 = fv1 ; v2 ; :::; vn g;
maka
U = [I (u1 )]B0 [I (u2 )]B0 [I (un )]B0
= [u1 ]B0 [u2 ]B0 [un ]B0
Karena B 0 ortonormal, maka
2 3
hu1 ; v1 i hu2 ; v1 i hun ; v1 i
6 hu1 ; v2 i hu2 ; v2 i hun ; v2 i 7
6 7
U = 6 .. .. .. .. 7
4 . . . . 5
hu1 ; vn i hu2 ; vn i hun ; vn i
2 3
hu1 ; v1 i hu1 ; v2 i hu1 ; vn i
6 hu2 ; v1 i hu2 ; v2 i hu2 ; vn i 7
6 7
UT = 6 .. .. ... .. 7 (i)
4 . . . 5
hun ; v1 i hun ; v2 i hun ; vn i
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 148

2 3
hu1 ; v1 i hu1 ; v2 i hu1 ; vn i
6 hu2 ; v1 i hu2 ; v2 i hu2 ; vn i 7
T 6 7
U =6 .. .. .. .. 7
4 . . . . 5
hun ; v1 i hun ; v2 i hun ; vn i
Dengan langkah yang serupa, diperoleh
1
U = [v1 ]B [v2 ]B [vn ]B
2 3
hv1 ; u1 i hv2 ; u1 i hvn ; u1 i
6 hv1 ; u2 i hv2 ; u2 i hvn ; u2 i 7
6 7
= 6 .. .. .. .. 7
4 . . . . 5
hv1 ; un i hv2 ; un i hvn ; un i
2 3
hu1 ; v1 i hu1 ; v2 i hu1 ; vn i
6 hu ; v i hu ; v i hu2 ; vn i 7
1 6 2 1 2 2 7
U =6 . . .. .. 7 (ii)
4 .. .. . . 5
hun ; v1 i hun ; v2 i hun ; vn i
Dari Persamaan (i) dan (ii), diperoleh U 1
= UT = U : z

Denisi 3.4 Misalkan V adalah ruang uniter: Untuk suatu transformasi


normal T 2 L (V) ; didenisikan

A0T = f[T ]C 8C basis ortonormal untuk Vg

sebagai himpunan semua matriks representasi dari transformasi normal T


terhadap semua basis ortonormal C untuk V:

Proposition 3.13 Matriks A 2 Cn n adalah normal jhj ada matriks tak-


singular U 2 Cn n dan matriks diagonal D 2 Cn n sehingga

A = U DU (3.9)
1 T
dengan U adalah matriks transisi yang memenuhi U = U dan U = U :

Bukti. Nyatakan dahulu A sebagai transformasi linear.

T : Cn ! Cn dengan T (x) = Ax untuk 8x 2 Cn ;

Berdasarkan denisinya, A adalah normal jhj A menentukan adanya ba-


siseigen ortonormal untuk Cn , sebut saja B = fx1 ; x2 ; :::; xn g dengan

Axj = j xj , T (xj ) = j xj
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 149

jhj berdasarkan Teorema 2.7,

A = [T ]E = [IT I]E = [I]E;B [T ]B [I]B;E:

dimana

[T ]B = [T (x1 )]B [T (x2 )]B [T (xn )]B


= [Ax1 ]B [Ax2 ]B [Axn ]B
= [ 1 x 1 ]B [ 2 x 2 ]B [ n x n ]B
= diag [ j ]nj=1 = D;

U = [I]E;B = [I (x1 )]E [I (x2 )]E [I (xn )]E


= [x1 ]E [x2 ]E [xn ]E
= x1 x 2 xn

dan
1
U = [I]B;E = [I (e1 )]B [I (e2 )]B [I (en )]B
= [e1 ]B [e2 ]B [en ]B

Bukti selesai setelah berikut ini ditunjukkan bahwa U 1 = U :


Notasikan U = [xij ]ni;j=1 sehingga untuk j = 1; 2; :::; n;
2 3
x1j
6 x2j 7
6 7
xj = 6 .. 7
4 . 5
xnj

Kemudian, karena B ortonormal, maka untuk j = 1; 2; :::; n, kolom ke-j dari


U 1 adalah 2 3 2 3
ej x1 xj1
6 ej x2 7 6 xj2 7
6 7 6 7
[ej ]B = 6 .. 7 = 6 .. 7
4 . 5 4 . 5
ej xn xjn
sehingga 2 3
x11 x21 xn1
6 x12 x22 xn2 7
1 6 7
U =6 .. .. ... .. 7 = UT = U
4 . . . 5
x1n x2n xnn
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 150

z
Sebelum kita lanjutkan bahasan mengenai matriks normal, dari beberapa
bahasan tersebut di atas kita berikan dahulu catatan penting berikut ini.

Catatan 3.1 Terkait dengan Proposisi 3.12 dan 3.13 berikut ini diberikan
beberapa catatan.

1. Dua matriks A dan B anggota Cn n dikatakan similar uniter (uni-


tary similar) jika ada matriks non-singular (matriks transisi) U se-
hingga B = U AU . Dalam hal ini, U disebut matriks uniter karena
memunyai sifat
1
U = U atau U U = U U = I

2. Lebih khusus dari catatan No. 1, dua matriks A dan B anggota Rn n


dikatakan similar ortogonal (orthogonally similar) jika ada matriks
non-singular (matriks transisi) U sehingga B = U AU T . Dalam hal ini,
U disebut matriks ortogonal karena memunyai sifat
1
U = U T atau U U T = U T U = I

3. Mudah diperiksa bahwa similaritas uniter merupakan relasi ekuiv-


alensi, sehingga A0T merupakan kelas ekuivalensi matriks-matriks
yang saling similar uniter (kelas similaritas) yang dibangkitkan oleh T :
Bentuk kanonik dari A0T adalah matriks diagonal.

4. Matriks A 2 Cn n dikatakan normal jhj A similar uniter dengan ma-


triks diagonal D. Dalam hal ini, D merupakan bentuk kanonik dari
A: Khususnya, A 2 Rn n dikatakan normal jhj A similar ortogonal
dengan matriks diagonal D:

Proposition 3.14 Matriks A 2 Cn n adalah normal jhj A juga normal.


Dalam hal ini, nilaiegennya saling konjugit tetapi subruang eigen yang terkait
dengan nilaieigen tersebut adalah sama (coincide).

Bukti. Berdasarkan denisinya, A adalah normal jhj A menentukan


adanya basiseigen ortonormal untuk Cn , sebut saja B = fx1 ; x2 ; :::; xn g den-
gan Axj = j xj jhj berdasarkan Proposisi 3.13, A dapat dituliskan

A = U DU
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 151

dengan D = diag [ i ]ni=1 dan U = x 1 x2 xn jhj

A = (U DU ) = U DU
n
dengan D = diag i i=1 dan untuk setiap j = 1; 2; :::; n berlaku A xj = j xj
jhj A normal dengan nilaieigen j terkait vektoreigen xj : z
n n
Menurut Proposisi 3.14, khusus untuk A 2 R , berlaku A adalah nor-
mal jhj
A = U DU T = AT
jhj A simetri.

Soal 3.1 Jika A 2 Cn n matriks normal, buktikan bahwa Am juga normal


untuk sembarang intejer positif m:

Soal 3.2 Jika A 2 Cn n matriks normal, tunjukkan bahwa untuk sembarang


polinomial p (x) atas C berlaku bahwa p (A) juga normal.

Soal 3.3 Jika A 2 Cn n normal dengan basiseigen ortonormal fx1 ; x2 ; :::; xn g


terkait dengan nilaieigen f 1 ; 2 ; :::; n g, tunjukkan bahwa dekomposisi spek-
tral dari A adalah
Xn
A= j xj x j :
j=1

Teorema 3.5 (Schur-Toeplitz) Sembarang matriks A 2 Cn n


similar uniter
dengan matriks segitiga atas.

Bukti. Denisikan transformasi

T : Cn ! Cn dengan T (x) = Ax untuk 8x 2 Cn ;

jelas bahwa A = [T ]E dengan E adalah basis baku untuk Cn . Berdasarkan


Proposisi 2.26, maka ada serangkaian subruang Si (i = 1; 2; :::; n) dalam Cn
yang invarian-T sehingga

f0g = S0 S1 S2 Sn = Cn

dan dim (Si ) = i. Berdasarkan prosedur Gram-Schmidt, ada basis ortonor-


mal B = fx1 ; x2 ; :::; xn g untuk Cn dengan sifat xi 2 Si dan xi 2
= Si 1 : Dengan
demikian,
1
A = [T ]E = [IT I]E = [I]E;B [T ]B [I]B;E: = U [T ]B U
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 152

dan menurut Teorema 2.31 No. 1, [T ]B merupakan matriks segitiga atas.


Gunakan bukti Proposisi 3.13 untuk menyimpulkan bahwa U = [I]E;B matriks
uniter (U = U 1 ). z
Selanjutnya, teorema Schur-Toeplitz digunakan untuk membuktikan sifat
penting dari matriks normal dalam teorema berikut ini.

Teorema 3.6 Matriks A 2 Cn n


adalah normal jhj

AA = A A (3.10)

Bukti. ()) Misalkan A normal, maka dengan Persamaan 3.9 diperoleh

AA = (U DU ) (U DU ) = (U DU ) U DU = U DIDU
= U DIDU = U D (U U ) DU = U DU (U DU )
= (U DU ) (U DU ) = A A

(() Misalkan diketahui AA = A A: Dari Teorema 3.5, kita tuliskan


A = U SU dengan 2 3
s11 s12 s1n
6 0 s22 s2n 7
6 7
S = 6 .. .. . . .. 7
4 . . . . 5
0 0 snn
Berdasarkan Proposisi 3.13, bukti selesai setelah berikut ini ditunjukkan
bahwa S adalah matriks diagonal. Perhatikan bahwa

AA = A A , (U SU ) (U SU ) = (U SU ) (U SU ) ,

(U SU ) (U S U ) = (U S U ) (U SU ) , SS = S S ,
2 32 3
s11 s12 s1n s11 0 0
6 0 s22 s2n 7 6 0 7
6 7 6 s12 s22 7
6 .. .. . . .
. 7 6 .
. .
. . . .. 7 =
4 . . . . 54 . . . . 5
0 0 snn s1n s2n snn
2 32 3
s11 0 0 s11 s12 s1n
6 s12 s22 0 7 6 s2n 7
6 7 6 0 s22 7
6 .. .. . . .
. 7 6 .
. .
. . . .. 7
4 . . . . 54 . . . . 5
s1n s2n snn 0 0 snn
Dari persamaan matrik tersebut diperoleh beberapa persamaan berikut.
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 153

1. Pada posisi (1; 1) ; dibaca "baris-1 dan kolom-1",

X
n
2 2
X
n
js1j j = js11 j , js1j j2 = 0 , s1j = 0 untuk j = 2; 3; :::; n
j=1 j=2

2. Pada posisi (2; 2) ;

X
n
2 2 2
X
n
js2j j = js12 j +js22 j , js2j j2 = 0 , s2j = 0 untuk j = 3; 4; :::; n
j=2 j=3

3. Dengan mudah dapat kita lihat polanya bahwa pada posisi (3; 3) diper-
oleh
s3j = 0 untuk j = 4; 5; :::; n
Demikian seterusnya, pada posisi (n 1; n 1) diperoleh s(n 1)n = 0.

Dari fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa S adalah matrik di-


agonal. z
Dengan teorema tersebut, mudah dilihat bahwa matriks uniter pasti nor-
mal. Sifat matriks normal dalam teorema di atas juga berlaku untuk trans-
formasi linear sebagaimana dinyatakan dalam teorema berikut.

Teorema 3.7 Transformasi T 2 L (V) adalah normal jhj

TT =T T

Bukti. Berdasarkan Proposisi 3.11 T 2 L (V) adalah normal jhj matriks


[T ]C juga normal untuk sembarang basis ortonormal C jhj menurut Teorema
3.6 [T ]C [T ]C = [T ]C [T ]C jhj menurut Teorema 3.4 [T ]C [T ]C = [T ]C [T ]C jhj

[T ]C [T ]C [v]C = [T ]C [T ]C [v]C 8v 2V ,
[T ]C ([T ]C [v]C ) = [T ]C ([T ]C [v]C ) 8v 2V ,
[T ]C [T (v)]C = [T ]C [T (v)]C 8v 2V ,
[T (T (v))]C = [T (T (v))]C 8v 2V ,
[(T T ) (v)]C = [(T T ) (v)]C 8v 2V ,
(T T ) (v) = (T T ) (v) 8v 2V ,
TT = T T

z
3.2 Transformasi dan Matriks Normal 154

Proposition 3.15 Jika T 2 L (V) adalah normal dan B = fv1 ; v2 ; :::; vn g


adalah basiseigen ortonormal dari T untuk V, maka B juga basiseigen orto-
normal dari T untuk V. Selanjutnya, jika T (vj ) = j vj untuk j = 1; 2; :::; n,
maka T (vj ) = j vj :

Bukti. Perhatikan bahwa

[T ]B = [T (v1 )]B [T (v2 )]B [T (vn )]B


= [ 1 v 1 ]B [ 2 v 2 ]B [ n v n ]B
= diag [ i ]ni=1 = D

sehingga
n
[T ]B = D , [T ]B = D = diag i i=1 ,
n
[T (v1 )]B [T (v2 )]B [T (vn )]B = diag i i=1 ,
[T (v1 )]B [T (v2 )]B [T (vn )]B = 1 v1 B 2 v2 B n vn B

jhj T (vj ) = j vj untuk j = 1; 2; :::; n: z


Analog dengan matriks uniter, pengertian transformasi uniter diberikan
dalam denisi berikut.

Denisi 3.5 Transformasi T 2 L (V) adalah uniter jika

TT =T T =I

Dari denisi tersebut, jelas bahwa transformasi uniter pasti normal. Se-
lanjutnya, transformasi uniter memenuhi sifat berikut.

Proposition 3.16 Transformasi T 2 L (V) adalah uniter jhj [T ]C uniter


untuk sembarang basis ortonormal C.

Bukti. Transformasi T 2 L (V) adalah uniter jhj T T = T T = I jhj


untuk sembarang basis ortonormal C berlaku

[T T ]C = [T T ]C = [I]C ,
[T ]C [T ]C = [T ]C [T ]C = I ,
[T ]C [T ]C = [T ]C [T ]C = I

jhj [T ]C uniter. z
3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit 155

3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit


Denisi 3.6 Matriks A 2 Cn n
disebut Hermit (Hermitian) jika memenuhi
A = A:

Dari denisi tersebut, mudah diamati bahwa A = [aij ]ni;j=1 adalah Hermit
jhj untuk i = j; aij 2 R, sedangkan untuk i 6= j; aij 2 C dengan sifat
aij = aji , yaitu
2 3
a11 a12 a1n
6 a12 a22 a2n 7
6 7
A = 6 .. .. . . .. 7 dengan aii 2 R; i = 1; 2; :::; n
4 . . . . 5
a1n a2n ann

Khususnya untuk A 2 Rn n , maka matriks Hermit A merupakan matriks


simetri; berarti AT = A. Kemudian, dengan mudah dapat kita periksa
bahwa matriks Hermit pasti normal, tapi normal belum tentu Hermit.
Sifat paling mendasar dari matriks Hermit diberikan dalam 2 teorema
berikut.

Teorema 3.8 Jika matriks H 2 Cn n


adalah Hermit, maka semua nilaieigen-
nya adalah bilangan nyata (real).

Bukti. Jika H adalah Hermit, maka H adalah normal, dan menurut


Proposisi 3.13, H dapat dituliskan

H = U DU

dengan D = diag [ i ]ni=1 dan i untuk i = 1; 2; :::; n merupakan semua ni-


laieigen dari H: Kemudian, berdasarkan denisinya,

H = H , (U DU ) = U DU , U DU = U DU , D = D ,

i = i , i 2R
z
Untuk menjamin bahwa matrik normal adalah Hermit bisa digunakan
teorema berikut.

Teorema 3.9 Misalkan A 2 Cn n adalah normal. Jika semua nilaieigennya


adalah bilangan nyata, maka A adalah Hermit.
3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit 156

Bukti. Karena A normal, menurut Proposisi 3.13, maka A = U DU den-


gan D = diag [ i ]ni=1 dan i untuk i = 1; 2; :::; n merupakan semua nilaieigen
dari A: Akibatnya, jika diasumsikan i 2 R (berarti i = i ), maka
A = (U DU ) = U DU = U DU = A
yang berarti A adalah Hermit. z
Jika pernyataan dari kedua teorema tersebut disatukan maka akan men-
jadi pernyataan yang dituangkan dalam proposisi berikut ini.

Proposition 3.17 Matriks normal A adalah Hermit jhj semua nilaieigen


dari A adalah real.

Sifat-sifat berikutnya dari matriks Hermit dinyatakan 2 proposisi berikut.

Proposition 3.18 Matriks A 2 Cn n


adalah Hermit jhj
hAx; yi = hx; Ayi ; 8 (x; y) 2 Cn Cn

Bukti. ())Misalkan A adalah Hermit, berarti A = A; dan dari Per-


samaan 3.6, diperoleh
hAx; yi = hx; A yi = hx; Ayi ; 8 (x; y) 2 Cn Cn

(()Misalkan untuk sembarang x; y 2 Cn memenuhi persamaan hAx; yi =


hx; Ayi ; maka
hx; A yi = hx; Ayi , hx; A yi hx; Ayi = 0 , hx; A y Ayi = 0
dan berdasarkan sifat non-degenerate, kita simpulkan
A y Ay = 0 , A y = Ay , A = A
z

Proposition 3.19 Misalkan H adalah matriks Hermit, x1 dan x2 adalah


dua vektoreigen dari H yang terkait dengan nilaieigen secara terurut 1 dan
2 . Jika 1 6= 2 ; maka x1 dan x2 ortogonal.

Bukti. Perhatikan bahwa

1 hx1 ; x2 i = h 1 x1 ; x2 i = hHx1 ; x2 i = hx1 ; Hx2 i = hx1 ; 2 x2 i = 2 hx1 ; x2 i ,


( 1 2 ) hx1 ; x2 i =0
Dari persamaan terakhir ini, jika diasumsikan 1 6= 2 (berarti ( 1 2) 6 =
0), dapat disimpulkan hx1 ; x2 i = 0: z
3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit 157

Proposition 3.20 Untuk sembarang matriks A 2 Cn n selalu dapat diny-


atakan sebagai
A = H1 + iH2 (3.11)
p
dimana i = 1; dengan H1 dan H2 merupakan matriks Hermit yang
didenisikan
1 1
H1 = (A + A ) dan H2 = (A A )
2 2i
Bukti. Perhatikan bahwa
1 1
H1 + iH2 = (A + A ) + i (A A)
2 2i
1
= (A + A + A A )
2
= A

Selanjutnya, kita buktikan bahwa H1 dan H2 adalah Hermit


1 1
H1 = (A + A ) = (A + A) = H1
2 2

1 i i
H2 = (A A) = (A A) = (A A)
2i 2 2
1 1
= (A A) = (A A)
2i 2i
= H2

z
Beberapa pengertian yang terkait dengan proposisi tersebut kita berikan
dalam denisi berikut.

Denisi 3.7 Representasi A 2 Cn n dalam Persamaan 3.11 disebut dekom-


posisi Cartesian dari A: Dalam hal ini, H1 disebut bagian real dari A
dinotasikan ReA sedangkan H2 disebut bagian imajiner dari A dinotasikan
ImA:

Berikut ini dua sifat yang terkait dengan pengertian dekomposisi Carte-
sian.

Proposition 3.21 Matriks A normal jhj ReA dan ImA adalah komut, yaitu

(ReA) (ImA) = (ImA) (ReA)


3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit 158

Bukti. Untuk memudahkan penulisan, misalkan H1 = ReA dan H2 =


ImA sehingga A = H1 + iH2 : Berdasarkan Teorema 3.6 A normal jhj A A =
AA jhj

(H1 + iH2 ) (H1 + iH2 ) = (H1 + iH2 ) (H1 + iH2 ) ,


(H1 iH2 ) (H1 + iH2 ) = (H1 + iH2 ) (H1 iH2 ) ,
(H1 iH2 ) (H1 + iH2 ) = (H1 + iH2 ) (H1 iH2 ) ,

H12 + i (H1 H2 H2 H1 ) + H22 = H12 + i (H2 H1 H1 H2 ) + H22 ,


i (H1 H2 H2 H1 ) = i (H2 H1 H1 H2 ) ,
2H1 H2 = 2H2 H1 ,
H1 H2 = H2 H1

Proposition 3.22 Jika A 2 Cn n normal dan 2 (A) ; maka = 1 + 2i


dimana 1 2 (ReA) dan 2 2 (ImA) :

Bukti. Misalkan A 2 Cn n normal dan 2 (A), berarti terkait


vektoreigen x 2 Cn dan bisa dituliskan sebagai = 1 + 2 i: Disamping itu,
menurut Proposisi 3.20, A juga bisa dituliskan sebagai

A = (ReA) + i (ImA)

Dengan demikian,

Ax = [(ReA) + i (ImA)] x , x = (ReA) x + i (ImA) x ,


1 x + i 2 x = (ReA) x + i (ImA) x , (ReA) x = 1 x dan (ImA) x = 2x

z
Telah dinyatakan sebelumnya bahwa keistimewaan dari matriks Hermit
H 2 Cn n adalah semua nilaieigennya adalah real, sehingga n nilaieigen itu
dapat diurutkan, misalnya

1 2 n:

Fakta ini memungkinkan kita untuk mendenisikan jenis-jenis matrik Hermit


sebagaimana dinyatakan dalam denisi berikut.

Denisi 3.8 Misalkan H 2 Cn n


adalah matriks Hermit.
3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit 159

1. H dikatakan denit positif jika semua nilaieigennya positif, notasi


H > 0:

2. H dikatakan semi-denit positif jika semua nilaieigennya tak-negatif,


notasi H 0:

3. H dikatakan denit negatif jika semua nilaieigennya negatif, notasi


H < 0:

4. H dikatakan semi-denit negatif jika semua nilaieigennya tak-positif,


notasi H 0:

Teorema berikut cukup penting terkait dengan sifat-sifat matriks denit.

Teorema 3.10 Misalkan H 2 Cn n


adalah matriks Hermit.

1. H > 0 jhj hHx; xi > 0 untuk setiap x 2 Cn dan x 6= 0:

2. H 0 jhj hHx; xi 0 untuk setiap x 2 Cn dan x 6= 0:

3. H < 0 jhj hHx; xi < 0 untuk setiap x 2 Cn dan x 6= 0:

4. H 0 jhj hHx; xi 0 untuk setiap x 2 Cn dan x 6= 0:

Bukti. Kita hanya akan membuktikan yang No. 2, sedangkan nomor


lainnya bisa dibuktikan dengan langkah serupa. Disamping itu, pembuktian-
nya hanya untuk yang ((), sedangkan pembuktian untuk yang ()) ada di
subbab berikutnya (Proposisi 3.30).
(() Misalkan diasumsikan hHx; xi 0 untuk setiap x 2 Cn dan x 6= 0:
Misalkan pula x1 ; x2 ; :::; xn adalah n vektoreigen dari H yang secara terurut
yang terkait 1 ; 2 ; :::; n dan membentuk basiseigen ortonormal dalam Cn ;
maka untuk j = 1; 2; :::; n berlaku

0 hHxj ; xj i = h j xj ; xj i = j hxj ; xj i = j :1 = j

z
Berikut ini diberikan beberapa proposisi yang terkait dengan sifat-sifat
matriks denit atau semi-denit positif.

Proposition 3.23 Untuk sembarang matriks A 2 Cm n


berlaku bahwa ma-
triks A A dan AA adalah semi-denit positif.
3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit 160

Bukti. Kita hanya akan membuktikan bahwa matriks A A adalah semi-


denit positif, sedangkan untuk AA bisa dibuktikan dengan langkah serupa.
Karena A 2 Cm n , jelas bahwa A A 2 Cn n , maka untuk setiap x 2 Cn
dengan x 6= 0 berlaku

h(A A) x; xi = hA (Ax) ; xi = hAx; Axi 0

Dari fakta ini, berdasarkan Teorema 3.10, (A A) 0: z

Proposition 3.24 Untuk sembarang matriks A 2 Cm n


berlaku bahwa

Ker (A A) = Ker (A) dan Im (A A) = Im (A )

Bukti. Kita buktikan dahulu Ker (A A) = Ker (A) :


Ambil sembarang x 2 Ker (A) maka Ax = 0 sehingga

A (Ax) = A (0) = 0 , (A A) x = 0 ) x 2 Ker (A A)

Dengan demikian,
Ker (A) Ker (A A) (i)
Kemudian, ambil sembarang x 2 Ker (A A) ; maka (A A) x = 0 , A (Ax) =
0 berarti (Ax) 2 Ker (A ), dan di lain pihak jelas bahwa (Ax) 2 Im (A), se-
hingga
(Ax) 2 Ker (A ) \ Im (A)
Berdasarkan Persamaan 3.8, kita peroleh Ker (A ) \ Im (A) = f0g ; sehingga
dapat kita simpulkan Ax = 0, dan ini berarti x 2 Ker (A) : Dengan demikian,

Ker (A A) Ker (A) (ii)

Dari Pernyataan (i) dan (ii) diperoleh Ker (A A) = Ker (A) :


Sekarang kita buktikan Im (A A) = Im (A ) :
Ambil sembarang y 2 Im (A A) maka ada x 2 Cm sehingga y = (A A) x
jhj y = A (Ax) dan karena (Ax) 2 Cm ; berarti y 2 Im (A ). Dengan
demikian,
Im (A A) Im (A ) (iii)
Kemudian, ambil sembarang z 2 Im (A ) ; maka ada y 2 Cm sehingga z =
A y. Dari y 2 Cm , dan menurut Persamaan 3.8, maka ada y1 2 Im (A) dan
y2 2 Ker (A ) sehingga y = y1 + y2 dan akibatnya

z = A (y1 + y2 ) = A y1 + A y2 = A y1 + 0 = A y1
3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit 161

Karena y1 2 Im (A) ; maka ada x 2 Cn sehingga y1 = Ax, dan akibatnya


z = A (Ax) = (A A) x
yang berarti z 2 Im (A A) : Dengan demikian,
Im (A ) Im (A A) (iv)
Dari Pernyataan (iii) dan (iv) diperoleh Im (A A) = Im (A ) : z

Proposition 3.25 Untuk sembarang matriks A 2 Cm n


dengan m n
berlaku
A A > 0 , Rank (A) = n (berarti A adalah rank penuh)

Bukti. Perhatikan dahulu bahwa jelas A A 2 Cn n


: Kemudian, untuk
setiap x 2 Cn dengan x 6= 0 berlaku
A A > 0 , 0 < h(A A) x; xi = hA (Ax) ; xi = hAx; Axi ,
Ax 6= 0 8x 6= 0 , Ker (A) = f0g , Null (A) = 0 , Rank (A) = n
z

Proposition 3.26 Jika H 2 Cn n adalah matriks semi-denit positif dan


Rank (H) = r, maka H memunyai tepat r nilaieigen positif.

Bukti. Jika H merupakan matriks Hermit semi-denit positif, maka H


adalah normal yang berarti H menentukan adanya basiseigen ortonormal un-
tuk Cn : Karena Rank (H) = r, berdasarkan Teorema 2.10, anggota-anggota
basiseigen tersebut bisa dituliskan sebagai
x1 ; x2 ; :::; xr ; xr+1 ; xr+2 ; :::; xn
yang secara terurut terkait nilaieigen real tak-negatif
1; 2 ; :::; r; r+1 ; r+2 ; :::; n

dimana fx1 ; x2 ; :::; xr g basis untuk Ker (H)? , A = fxr+1 ; xr+2 ; :::; xn g basis
untuk Ker (H) ; dan B = fHx1 ; Hx2 ; :::; Hxr g basis untuk Im (H) : Kemu-
dian, karena B basis, maka Hxj 6= 0 untuk j = 1; 2; :::; r akibatnya
2 2
0 < hHxj ; Hxj i = h j xj ; j xj i = j hxj ; xj i = j

Dari fakta ini dan karena j 0; kita simpulkan j > 0: Tinggal kita
buktikan untuk j = r + 1; r + 2; :::; n berlaku j = 0: Perhatikan bahwa
A adalah basis untuk Ker (H) ; maka Hxj = 0; akibatnya
2 2
0 = hHxj ; Hxj i = h j xj ; j xj i = j hxj ; xj i = j

Dari fakta ini kita simpulkan j = 0: z


3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit 162

Proposition 3.27 Jika H 2 Cn n adalah matriks invertibel yang denit


positif, maka H 1 juga denit positif.

Bukti. Jika H invertibel, maka untuk setiap y 2 Cn dengan y 6= 0; ada


x 2 Cn dengan x 6= 0 sehingga
1
y = Hx , x = H y

Jika H adalah juga matriks denit positif, maka

hHx; xi > 0; sehingga hHx; xi = hx; Hxi

Dengan demikian,
1 1
H y; y = H y; Hx = hx; Hxi = hHx; xi > 0

dan kita simpulkan H 1


> 0: z

Proposition 3.28 Misalkan H1 dan H2 2 Cn n adalah dua matriks denit


positif. Jika diberikan dua bilangan a1 ; a2 2 R tak-negatif yang tidak boleh
keduanya nol, maka
H = a1 H1 + a2 H2
juga denit positif.

Bukti. Ambil sembarang x 2 Cn dengan x 6= 0; karena H1 dan H2


adalah denit positif, maka

hH1 x; xi > 0 dan hH2 x; xi > 0

Dengan demikian, jika diasumsikan a1 dan a2 tak-negatif yang tidak boleh


keduanya nol, maka

hHx; xi = h(a1 H1 + a2 H2 ) x; xi = a1 hH1 x; xi + a2 hH2 x; xi > 0

dan kita simpulkan H > 0: z


Berikut ini kita denisikan matriks skew-Hermit yang sifatnya analog
dengan matriks Hermit.

Denisi 3.9 Matriks A 2 Cn n disebut skew-Hermit (skew-Hermitian)


jika memenuhi
A =A,A = A
3.3 Matriks Hermit, Skew-Hermit, dan Denit 163

Dari denisi tersebut, mudah diamati bahwa A = [aij ]ni;j=1 adalah skew-
Hermit jhj untuk i = j; aij 2 C tetapi aij 2
= R (imajiner murni), sedangkan
untuk i 6= j; aij 2 C dengan sifat aij = aji , yaitu
2 3
a11 a12 a1n
6 a12 a22 a2n 7
6 7
A = 6 .. .. ... .. 7 dengan aii imajiner murni ; i = 1; 2; :::; n
4 . . . 5
a1n a2n ann

Khususnya untuk A 2 Rn n , maka matriks skew-Hermit A merupakan ma-


triks skew-simetri; berarti AT = A. Kemudian, dengan mudah dapat kita
periksa bahwa matriks skew-Hermit pasti normal, tapi normal belum tentu
skew-Hermit.
Beberapa proposisi berikut ini berkaitan dengan beberapa sifat matriks
skew-Hermit.

Teorema 3.11 Jika matriks A 2 Cn n adalah skew-Hermit, maka semua


nilaieigennya adalah bilangan imajiner murni.

Bukti. Jika A adalah skew-Hermit, maka A adalah normal, dan menurut


Proposisi 3.13, A dapat dituliskan

A = U DU

dengan D = diag [ i ]ni=1 dan i untuk i = 1; 2; :::; n merupakan semua ni-


laieigen dari A: Kemudian, berdasarkan denisinya,

A = A , (U DU ) = U DU , U DU = U ( D) U , D = D,

i = i , i 2 C dan i 2
=R
z
Untuk menjamin bahwa matrik normal adalah skewHermit bisa menggu-
nakan teorema berikut.

Teorema 3.12 Misalkan A adalah normal. Jika semua nilaieigennya adalah


imajiner murni, maka A adalah skew-Hermit.

Bukti. Karena A normal, menurut Proposisi 3.13, maka A = U DU den-


gan D = diag [ i ]ni=1 dan i untuk i = 1; 2; :::; n merupakan semua nilaieigen
3.4 Akar Kuadrat dari Matriks Denit 164

dari A: Akibatnya, jika diasumsikan i imajiner murni (berarti i = i ),


maka
A = (U DU ) = U DU = U ( D) U = (U DU ) = A
yang berarti A adalah skew-Hermit. z
Jika pernyataan dari kedua teorema tersebut disatukan maka akan men-
jadi pernyataan yang dituangkan dalam proposisi berikut ini.

Proposition 3.29 Matriks normal A adalah skew-Hermit jhj semua nilaieigen


dari A adalah imajiner murni.

3.4 Akar Kuadrat dari Matriks Denit


Denisi 3.10 Matriks B sedemikian sehingga matriks A = B 2 disebut akar
kuadrat dari A:

Berikut ini teorema penting yang berkaitan dengan pengertian akar kuadrat
dari suatu matriks dan matriks denit positif.

Teorema 3.13 Matriks H adalah denit (atau semi-denit) positif jhj H


memunyai akar kuadrat H0 yang juga denit (atau semi-denit) positif. Se-
lanjutnya, Rank (H) = Rank (H0 ) :

Bukti. ()) Jika H 0, menurut denisinya, maka semua nilaieigen-


nya j 0 untuk j = 1; 2; :::; n; sehingga kita bisa mendenisikan matriks
diagonal hp p p i
D0 = diag 1; 2 ; :::; n

Kemudian, karena H juga normal, maka ada matriks uniter U sehingga


H = U DU = U D0 D0 U = (U D0 U ) (U D0 U ) = (U D0 U )2 ,
H = H02 dengan H0 = U D0 U
(() Sebaliknya, jelas bahwa jika H = H02 dengan H0 0; maka H 0
yang setiap nilaieigennya adalah kuadrat dari nilaieigen H0:
Selanjutnya, karena nilaieigen dari H adalah kudrat nilaieigen dari H0
atau sebaliknya nilaieigen dari H0 adalah akar kuadrat nilaieigen dari H;
berdasarkan Proposisi 3.26, kita simpulkan bahwa Rank (H) = Rank (H0 ) :
z
Akibat langsung dari Teorema di atas diberikan dalam proposisi berikut
dan proposisi ini juga merupakan bukti syarat cukup dari Teorema 3.10.
3.4 Akar Kuadrat dari Matriks Denit 165

Proposition 3.30 Jika H 0 (atau H > 0), maka hHx; xi 0 (atau


hHx; xi > 0) untuk setiap x 2 Cn dan x 6= 0:

Bukti. Jika H 0; berdasarkan Teorema 3.13, nyatakan H = H02 , dan


berdasarkan Proposisi 3.18, untuk setiap x 2 Cn dan x 6= 0 berlaku

hHx; xi = H02 x; x = hH0 x; H0 xi 0

Proposition 3.31 Misalkan H 2 Cn n adalah matriks semi-denit positif.


Jika hHx; xi = 0 untuk suatu x 2 Cn dan x 6= 0, maka Hx = 0:

Bukti. Karena H 0; maka ada matriks H0 0 sehingga H = H02 :


Dengan demikian, jika diasumsikan hHx; xi = 0; maka

H02 x; x = 0 , hH0 x; H0 xi = 0 , H0 x = 0 ) Hx = 0:

z
Perlu dicatat bahwa secara umum akar dari suatu matriks yang denit
positif adalah tidak tunggal. Hal ini karena,
p jika H memunyai nilaieigen
, maka H0 bisa memunyai nilaieigen : Jika D = diag [ i ]ni=1 adalah
matriks diagonal dari semua nilaieigen H; maka
p nmatriks diagonal dari se-
mua nilaieigen H0 berbentuk D0 = diag i i=1 yang memunyai paling
n
banyak 2 kemungkinan.
p n Akan tetapi, jika H0 harus denit positif, maka
D0 = diag i i=1 adalah tunggal. Lebih jauh dari sifat ini diberikan dalam
proposisi berikut.

Proposition 3.32 Jika H 2 Cn n adalah matriks semi-denit positif, maka


akar kuadrat dari H yang semi-denit positif yaitu H0 adalah tunggal.

Bukti. Misalkan H 0 dengan H = p U DU dan D = diag [ i ]ni=1 ;


n
maka H0 = U D0 U dengan D0 = diag i i=1 : Andaikan ada matriks
H1 0 sehingga H = H12 ; maka H1 juga bisa dituliskan sebagai H1 = V D0 V
(karena D0 adalah tunggal ketika H1 0). Selanjutnya, karena H02 = H12 ;
maka

(U D0 U )2 = (V D0 V )2 , U D02 U = V D02 V ,
U U D02 U V = U V D02 V V ,

D02 (U V ) = (U V ) D02
3.4 Akar Kuadrat dari Matriks Denit 166

Dari persamaan matriks yang terakhir ini, dan karena unsur diagonal dari
D0 tak-negatif, maka

D0 (U V ) = (U V ) D0 , U (D0 U V ) V = U (U V D0 ) V
, U D0 U = V D0 V , H0 = H1

Denisi 3.11 Untuk selanjutnya dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan
akar kuadrat dari H 0 adalah akar kuadrat yang semi-denit positif dan
1 1 1
dinotasiakan dengan H 2 : Kemudian, 2 H 2 jhj 2 2 H; ruangeigen dari H 2
yang terkait dan ruangeigen dari H yang terkait 2 adalah sama (coincide).

Perhatikan lagi Proposisi 3.23 bahwa untuk sembarang matriks A 2 Cm n


berlaku bahwa A A dan AA merupakan matriks semi-denit positif. Oleh
karena itu, menurut Teorema 3.13, matriks A A memunyai akar kuadrat,
1 1
yaitu (A A) 2 : Nilaieigen dari (A A) 2 disebut nilai singular dari A; lebih
formalnya dinyatakan dalam denisi berikut.

Denisi 3.12 Misalkan A 2 Cm n ; bilangan disebut nilai singular dari


1
A jika adalah nilaieigen dari (A A) 2 , dinotasikan
h 1
i
s (A) = (A A) 2

Untuk i = 1; 2; :::; n; nilai singular ke-i dari A adalah i sebagai nilaieigen


1
ke-i dari (A A) 2 ; dinotasikan
h 1
i
si (A) = i (A A) 2

Dari denisi di atas, jelas bahwa


h 1
i h 1
i
si (A ) = i ((A ) A ) 2 = i (AA ) 2

Teorema 3.14 Misalkan A 2 Cm n ; maka nilaieigen tak-nol dari matriks


1 1
(A A) 2 dan (AA ) 2 adalah sama (coincide).

Bukti. Karena akar kuadrat dari suatu bilangan adalah tunggal, maka
kita cukup membuktikan bahwa nilaieigen tak-nol dari matriks A A dan dari
AA adalah sama. Misalkan x1 ; x2 ; :::; xn adalah vektor-vektoreigen dari A A
3.4 Akar Kuadrat dari Matriks Denit 167

yang terkait nilai-nilaieigen 1 ; 2 ; :::; n dan membentuk basiseigen ortonor-


mal untuk Cn , maka untuk 1 i; j n; kita peroleh

h(A A) xi ; xj i = h i xi ; xj i = i hxi ; xj i = i ij

Di lain pihak,
h(A A) xi ; xj i = hAxi ; Axj i
Dengan demikian, sekarang kita dapatkan

hAxi ; Axj i = i ij ; 1 i; j n , hAxi ; Axi i = i; 1 i n

Dari persamaan terakhir ini dapat kita simpulkan bahwa Axi = 0 jhj i = 0:
Berikutnya, perhatikan bahwa

(AA ) (Axi ) = A (A Axi ) = A ( i xi ) = i (Axi )

Hal ini menunjukkan bahwa untuk i 6= 0 (berarti Axi 6= 0), maka i adalah
nilaieigen dari AA terkait dengan vektoreigen Axi :
Sebaliknya (perhatikan langkah-langkah berikut ini hanya tinggal meng-
ganti A dengan A atau sebaliknya), misalkan x1 ; x2 ; :::; xn adalah vektor-
vektoreigen dari AA yang terkait nilai-nilaieigen 1 ; 2 ; :::; n dan memben-
tuk basis ortonormal untuk Cn , maka untuk 1 i; j n; kita peroleh

h(AA ) xi ; xj i = h i xi ; xj i = i hxi ; xj i = i ij

Di lain pihak,
h(AA ) xi ; xj i = hA xi ; A xj i
Dengan demikian, sekarang kita dapatkan

hA xi ; A xj i = i ij ; 1 i; j n , hA xi ; A xi i = i; 1 i n

Dari persamaan terakhir ini dapat kita simpulkan bahwa A xi = 0 jhj i = 0:


Berikutnya, perhatikan bahwa

(A A) (A xi ) = A (AA xi ) = A ( i xi ) = i (A xi )

Hal ini menunjukkan bahwa untuk i 6= 0 (berarti A xi 6= 0), maka i adalah


nilaieigen dari A A terkait dengan vektoreigen A xi : z
Catatan dari Teorema 3.14, jika Rank (A A) = r; berarti A A memunyai
r nilaieigen tak-nol (menurut Proposisi 3.26), maka r nilaieigen ini juga meru-
pakan nilaieigen dari AA : Walaupun demikian, nilai multiplisitas geometrik
dari masing-masing nilaieigen tersebut tidak dijamin sama untuk A A dan
3.4 Akar Kuadrat dari Matriks Denit 168

AA : Hal ini karena Null (A A) = n r sedangkan Null (AA ) = m r:


Jelas bahwa multiplisitas geometriknya juga dijamin sama kalau A 2 Cn n
(matriks persegi).
Dua proposisi berikut ini merupakan akibat langsung dari Teorema 3.14,
kebenarannya mudah dilihat bukti teorema tersebut dengan sedikit kepas-
tian.

Proposition 3.33 Jika x1 ; x2 ; :::; xr adalah vektor-vektoreigen ortonormal


dari A A yang terkait nilai-nilaieigen tak-nol 1 ; 2 ; :::; r , maka

Ax1 ; Ax2 ; :::; Axr

adalah vektor-vektoreigen ortogonal dari AA yang terkait nilaieigen tersebut.


Sebaliknya, jika y1 ; y2 ; :::; yr adalah vektor-vektoreigen ortonormal dari AA
yang terkait nilai-nilaieigen tak-nol 1 ; 2 ; :::; r , maka

A y1 ; A y2 ; :::; A yr

adalah vektor-vektoreigen ortogonal dari A A yang terkait nilaieigen tersebut.

Bukti. Pernyataan dari proposisi ini merupakan penggalan dari bukti


Teorema 3.14, sehingga tinggal dipastikan bahwa Axi dan Axj ortogonal
untuk 1 i; j r: Perhatikan bahwa

i jika j = i
hAxi ; Axj i = i ij =
0 jika j =
6 i

Secara sama untuk A xi dan A xj : z

Proposition 3.34 Nilai singular dari matriks A dan A adalah sama.

Bukti. Karena nilai-nilaieigen dari A A dan dari AA adalah sama,


maka h 1
i h 1
i
i (A A)
2 = i (AA ) , si (A) = si (A )
2

Proposition 3.35 Nilai singular dari matriks persegi A 2 Cn n adalah in-


varian terhadap tranformasi uniter. Dengan kata lain, ada matriks uniter
U 2 Cn n sehingga

si (A) = si (U A) = si (AU ) ; untuk 1 i n


3.4 Akar Kuadrat dari Matriks Denit 169

Bukti. Berdasarkan denisinya,


h 1
i h 1
i h 1
i
si (U A) = i ((U A) (U A)) 2 = i (A U U A) 2 = i (A A) 2 = si (A)

Secara sama untuk si (A) = si (AU ) : z

Teorema 3.15 Untuk sembarang matriks normal A 2 Cn n


berlaku

si (A) = j i (A)j ; untuk 1 i n

Bukti. Misalkan i adalah nilaieigen dari A yang terkait vektoreigen xi :


Karena A normal, menurut Teorema 3.6, maka A A = AA sehingga

(A A) xi = (AA ) xi = A (A xi ) = A xi = Axi = i xi = j i j2 xi

Hasil ini menunjukkan bahwa j i j2 adalah nilaieigen dari (A A) ; akibatnya


1
j i j adalah nilaieigen dari (A A) 2 yang berarti si (A) = j i j dinotasikan
si (A) = j i (A)j. z

Proposition 3.36 Untuk sembarang matriks persegi A 2 Cn n


, berlaku
Q
n
jdet (A)j = si (A)
i=1

Bukti. Misalkan si (A) = i untuk 1 i n; berdasarkan denisi nilai


1
singular, berarti 1 ; 2 ; :::; n merupakan semua nilaiegen dari (A A) 2 : Ke-
1 1
mudian, karena (A A) 2 adalah normal (dari sebab (A A) 2 adalah Hermit),
maka dapat kita tuliskan
1
(A A) 2 = U DU ; U adalah uniter dan D = diag [ i ]ni=1

sehingga
1
det (A A) 2 = det (U DU ) = det (U ) det (D) det (U )
1 1
= det (U ) det U det (D) = det (U ) det (D)
det (U )
Q
n
= det (D) = i
i=1
Q
n
= si (A)
i=1
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 170

Dilain pihak,

det (A A) = det (A ) det (A) = (det (A))2 ,


1
det (A A) 2 = jdet (A)j

Denga demikian
Q
n
jdet (A)j = si (A)
i=1
z

3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter


Teorema 3.16 Spektrum dari matriks uniter terletak pada lingkaran satuan.
Dengan kata lain, jika adalah nilaieigen matriks uniter U 2 Cn n ; maka
j j2 = 1:

Bukti. Jika 2 (U ) ; maka ada vektoreigen x sehingga U x = x.


Kemudian, kita dapatkan

hU x; U xi = hx; U U xi = hx; xi (i)

Di lain pihak,

hU x; U xi = h x; xi = hx; xi = j j2 hx; xi (ii)

dan karena x adalah vektoreigen, berarti x 6= 0 sehingga

hx; xi > 0 (iii)

Dari fakta (i), (ii), dan (iii), kita simpulkan j j2 hx; xi = hx; xi ) j j2 = 1 z

Teorema 3.17 Jika A 2 Cn n adalah normal dan semua nilaiegennya ter-


letak pada lingkaran satuan, maka A adalah matriks uniter.

Bukti. Misalkan diasumsikan A normal, maka ada x1 ; x2 ; :::; xn meru-


pakan vektor-vektoreigen dari A yang terkait nilai-nilaieigen 1 ; 2 ; :::; n dan
membentuk basis ortonormal untuk Cn , dan dan berlaku pula A A = AA :
Jika diasumsikan juga j i j2 = 1 untuk 1 i n; maka

(A A) xi = A (Axi ) = A ( xi ) = iA xi = i i xi = j i j2 xi = xi = Ixi

Dari fakta ini dan berdasarkan Proposisi 2.2 dapat disimpulkan A A =


AA = I yang berarti A uniter. z
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 171

Teorema 3.18 Matriks A 2 Cn n adalah uniter jhj untuk setiap x; y 2 Cn


berlaku
hAx; Ayi = hx; yi

Bukti. ()) Asumsikan A uniter, berarti A A = I; maka untuk setiap


x; y 2 Cn berlaku
hAx; Ayi = hx; A Ayi = hx; Iyi = hx; yi

(() Asumsikan untuk setiap x; y 2 Cn berlaku hAx; Ayi = hx; yi ; maka


hA Ax; yi = hx; yi , hA Ax; yi hx; yi = 0 , h(A Ax Ix) ; yi = 0
Dari persamaan ini, karena berlakunya 8y 2 Cn ; maka dengan sifat non-
degenerate kita simpulkan
A Ax Ix = 0 , A Ax = Ix
Dari persamaan ini, karena berlakunya 8x 2 Cn ; kita simpulkan A A =
I = A A (ingat bahwa invers kiri sama dengan invers kanan) yang berarti A
uniter. z
Dua proposisi berikut ini merupakan akibat dari Teorema 3.18.

Proposition 3.37 Matriks U 2 Cn n adalah uniter jhj U mentransform


suatu basis ortonormal ke suatu basis ortonormal dalam ruang Cn :

Bukti. ()) Misalkan U 2 Cn n adalah uniter dan fx1 ; x2 ; :::; xn g adalah


suatu basis ortonormal dalam Cn , maka berlaku
hxi ; xj i = i;j ; untuk 1 i; j n dan hxi ; xi i = 1; untuk 1 i n
Kita akan buktikan bahwa fU x1 ; U x2 ; :::; U xn g juga ortonormal. Perhatikan
bahwa
hU xi ; U xj i = hxi ; U U xj i = hxi ; xj i
(() Misalkan fx1 ; x2 ; :::; xn g dan fU x1 ; U x2 ; :::; U xn g adalah suatu basis
ortonormal dalam Cn ; berarti untuk 1 i; j n berlaku
hU xi ; U xj i = hxi ; xj i , hU U xi ; xj i hxi ; xj i = 0 , h(U U I) xi ; xj i = 0
Dari persamaan ini, karena xj 6= 0 untuk 1 j n; maka
(U U I) xi = 0; untuk 1 i n ,
(U U ) xi = Ixi ; untuk 1 i n
Dari fakta ini dan berdasarkan Proposisi 2.2 dapat disimpulkan U U = I
yang berarti U uniter. z
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 172

Proposition 3.38 Matriks U 2 Cn n adalah uniter jhj vektor-vektor kolom


dari U membentuk basis ortonormal.

Bukti. ()) Misalkan U 2 Cn n adalah uniter, menurut Proposisi 3.37,


jhj fe1 ; e2 ; :::; en g dan fU e1 ; U e2 ; :::; U en g adalah ortonormal jhj fu1 ; u2 ; :::; un g
ortonormal dimana uj = U ej adalah kolom ke-j dari U untuk 1 j n: z

Teorema 3.19 (Dekomposisi Polar) Untuk sembarang matriks A 2 Cn n

dapat direpresentasikan sebagai

A = HU (3.12)

dimana H 0 dan U adalah uniter. Dalam hal ini, H diperoleh secara


1
tunggal dengan rumus H = (AA ) 2 :

Bukti. Berdasarkan sifat-sifat matriks A A yang telah dibahas sebelum-


nya, secara umum nilai-nilaieigen dari A A dapat dituliskan sebagai

1 2 r >0= r+1 = = n

terkait dengan vektor-vektoreigen dalam B = fx1 ; x2 ; :::; xn g untuk mem-


bentuk basiseigen ortonormal untuk Cn : Berdasarkan Proposisi 3.33, kita
peroleh Ax1 ; Ax2 ; :::; Axn vektor-vektoreigen ortogonal dari AA yang juga
terkait dengan nilaieigen tersebut, sehingga untuk i = 1; 2; :::; r vektor-vektor
tersebut bisa dinormalkan dan kita dapatkan (lihat bukti Teorema 3.14)
Axi Axi 1
yi = =p = p Axi
kAxi k hAxi ; Axi i i

Dengan demikian, fy1 ; y2 ; :::; yr g dalam Cn merupakan himpunan r vektor-


eigen ortonormal dari AA terkait dengan nilaieigen 1 ; 2 ; :::; r ; perhatikan
bahwa
1 p 1
AA yi = AA p Axi = i Axi = i p Axi = i yi
i i

Sekarang, berdasarkan proses Gram-Schmidt, kita konstruksi suatu basis


ortonormal untuk Ker (AA ) dan dinotasikan yr+1 ; yr+2 ; :::; yn ; maka bisa
ditunjukkan himpunan

C = fy1 ; y2 ; :::; yr ; yr+1 ; yr+2 ; :::; yn g

merupakan suatu basis ortonormal untuk Cn : Dalam hal ini, cukup kita tun-
jukkan bahwa yi dan yj adalah ortogonal untuk setiap i = 1; 2; :::; r dan
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 173

setiap j = r + 1; r + 2; :::; n: Perhatikan dahulu bahwa, menurut Proposisi


3.24,
Ker (AA ) = Ker ((A ) A ) = Ker (A )
sehingga yj 2 Ker (A ) : Dengan demikian,
1 1 1 1
hyi ; yj i = p Axi ; yj = p hAxi ; yj i = p hxi ; A yj i = p hxi ; 0i = 0
i i i i
Selanjutnya, karena B dan C adalah dua basis ortonormal untuk Cn , maka
menurut Proposisi 3.37 dapat kita denisikan matriks uniter U (mentrans-
form B ke C) sehingga yi = U xi untuk i = 1; 2; :::; n dan juga matriks
1 p
H = (AA ) 2 sehingga Hyi = i yi : Oleh karena itu,
p
(HU ) xi = H (U xi ) = H (yi ) = i yi = Axi ; untuk i = 1; 2; :::; n
Dari fakta ini dan berdasarkan Proposisi 2.2 dapat disimpulkan A = HU:
Ketunggalan dari H bisa mengacu pada Proposisi 3.32. z
Secara implisit, di dalam bukti Teorema 3.19 di atas terkandung aspek
komputasi bagaimana menghitung dekomposisi polar dari suatu matriks A 2
Cn n : Untuk mengetahui hal ini, langsung saja kita amati dengan cermat
ilustrasi dalam bentuk contoh berikut.
Contoh 3.2 Tentukan matriks H dan U sebagai dekomposisi polar dari ma-
triks 2 3
1 0 1 1
6 0 1 0 0 7
A=6 4 1 0
7
1 0 5
0 1 0 0

Jawab. Perhatikan bahwa A 2 R4 4 sehingga A = AT ; yaitu


2 3
1 0 1 1
6 0 1 0 0 7
A=6 4 1 0
7
1 0 5
0 1 0 0
2 3
1 0 1 0
6 0 1 0 1 7
, Hermitian transpose: 6
4 1 0 1 0
7=A
5
1 0 0 0
2 32 3 2 3
1 0 1 0 1 0 1 1 2 0 0 1
6 0 7 6
1 0 1 76 0 1 0 7 6
0 7 6 0 2 0 0 7
A A=6 4 1 0 1 0 54 1 0 = 7
1 0 5 4 0 0 2 1 5
1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 174

82 1 39 82 3 2 39 82 39
>
> > > 0 1 > > 1 >
<6 2 7> = >
<6 7 6 >
7=
>
<6 >
7=
0 7 $ 0; 6 7 ; 6 01 0
, eigenvectors: 64 1 5 4 0 5 4 1
7 $ 2; 6
5>
7 $3
4 1 5>
>
> 2 >
> >
> > >
> >
: ; : ; : ;
1 0 0 1
Dari hasil komputasi SWP tersebut, kita peroleh (A A) = f0; 2; 3g
sehingga bisa kita denisikan nilaieigen

1 = 3; 2 = 2; 3 = 2; dan 4 =0

dengan
2 3 2 p1 3 2 3 2 1 3
1 1 p
3 2
1 6 6
7 6 0 7 7 1 6 0 7 6 0 7
0
x1 = p 6 7=6 1 7 ; x2 = p 4
6 7=6 1 7
3 4 1 5 4 p3 5 2 1 5 4 p2 5
1 p1 0 0
3
2 3 2 1 3 2 3
p1
0 2 6
6 1 7 1 6 0 7 6 6 0 7
7
; x3 6 7 6 7
= 4 5 ; dan x4 = q 4 1 5 = 6 p1 7
0 6 2 4 6 5
4 p2
0 1 6

merupakan vektor-vektoreigen yang terkait nilaieigen tersebut dan memben-


tuk basis ortonormal C = fx1 ; x2 ; x3 ; x4 g untuk R4 : Kemudian,
2 3 2 1p 1
p 3
1 0 1 1 3
3 2
2 0
6 0 1 0 0 7 6 0 0 1 7
A x1 x 2 x 3 = 46 7 6 p p 7
1 0 1 0 5 4 1
3 1
2 0 5
3p 2
0 1 0 0 1
3
3 0 0
2 p 3
3 0 0
6 0 0 1 7
= 64 0
p 7
2 0 5
0 0 1
sehingga 2 p 3 2 3
3 1
1 1 6 0 7 6 0 7
7 6
y1 = p Ax1 = p 64 = 7;
1 3 0 5 4 0 5
0 0
2 3 2 3
0 0
1 1 6 7 6 7
y2 = p Ax2 = p 6 p0 7 = 6 0 7
2 24 2 5 4 1 5
0 0
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 175

2
3 2 3
0 0p
1 1 6 1 7 6 1
2 7
y3 = p Ax3 = p 64
7=6
5 4
2 7
3 2 0 p0 5
1 1
2
2
Selanjutnya, kita hitung basis ortonormal untuk Ker (AA ) untuk memeroleh
y4
2 32 3 2 3
1 0 1 1 1 0 1 0 3 0 0 0
6 0 1 0 0 7 6 1 0 1 7 6 1 7
AA = 6 76 0 7=6 0 1 0 7
4 1 0 1 0 5 4 1 0 1 0 5 4 0 0 2 0 5
0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1
2 3
0
6 1 7
, nullspace basis: 6 7
4 0 5. Dari hasil komputasi SWP ini
1
2 3 2 3
0 0
p
1 6 1 7 6 1
7=6 2 2 7
7
y4 = p 6 4 5 4
2 0 0 5
p
1 1
2
2
Akhirnya, kita peroleh juga basiseigen ortonormal C = fy1 ; y2 ; y3 ; y4 g untuk
R4 dari AA : Dengan demikian, dapat kita hitung matriks uniter U yang
mentransformasikan dari B ke C melalui persamaan matriks berikut
U B = C dimana B dan C adalah bentuk matriks dari B dan C ,
U = CB 1 ,
2 3 2 1p 1
p 1
p 3 1
1 0 0p 0
p 3
3 2
2 0 6
6
6 0 0 1 1 7
2 2 2 7 6 0p 6 0 1 0 7
U = 6
4 0 1
2 p
54 1 3 1 2 0 1 6 5
p 7
p0 0
p 3p 2 6p
0 0 12 2 21 2 1
3
3 0 0 1
3
6
2 1p 1
p 1p 3
3 p
3 0p 3p
3 3 p3
6 1 3 1
2 6 p3 13 3 7
1
= 6 6p
4 1 2
2
1
7
5
2 p p0 2p
2 0
p
1
6
3 12 2 1
6
3 13 3
1
Sedangkan matriks H = (AA ) 2 dihitung dari matriks C dan nilaieigen yang
terkait: 2 p 3
1 p0 0 0
6 0 2 p0 0 7
H =C6 4 0
7C ,
5
0 3 p0
0 0 0 4
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 176

2 32 p 32 3
1 0 0p 0
p 3 p0 0 0 1 0 0 0
6 0 0 1 1 7
2 2 2 76 06 2 p0 0 76 0 0p 1 0 7
H = 6
4
2
54 0
76
54 0
p 7
0 1 p0 0
p 0 2 0 1
2p
2 0 1
2p
2 5
1
p
0 0 2
2 21 2 0 0 0 0 0 1
2
2 0 1
2
2
2 p 3
3 p0 0 0p
6 0 1
2 p0 1
2 7
= 6
4 0
2 2 7
5
0p 2 p0
1 1
0 2
2 0 2
2

Kita periksa
2 p p
32 1 1
p 1
p 3
3 p0 0 0p p3 3
0p 33p 3p
3
6 0 1
2 p0 1 7 6 1
2 7 6 6p 3 1
2 1
3 1
3 7
HU = 6 4 0
2 2 2 6p 3 7=
0p 2 p0 5 4 12 p2 0
p
1
2p
2 0
p
5
1 1 1 1 1 1
0 2
2 0 2
2 6
3 2
2 6
3 3
3
2 3
1 0 1 1
6 0 1 0 0 7
: 6
4 1 0
7 = A: z
1 0 5
0 1 0 0
Dengan bukti yang serupa (tinggal menukar A dengan A ), dual dari
dekomposisi polar dalam Teorema 3.19 dinyatakan melalui proposisi berikut
ini.

Teorema 3.20 (Dekomposisi Polar) Untuk sembarang matriks A 2 Cn n

dapat direpresentasikan sebagai

A = U1 H1

dimana H1 0 dan U1 adalah uniter. Dalam hal ini, H1 diperoleh secara


1
tunggal dengan rumus H = (A A) 2 :

Bukti. Berdasarkan sifat-sifat matriks AA yang telah dibahas sebelum-


nya, secara umum nilai-nilaieigen dari AA dapat dituliskan sebagai

1 2 r >0= r+1 = = n

terkait dengan vektor-vektoreigen dalam C = fy1 ; y2 ; :::; yn g untuk memben-


tuk basiseigen ortonormal untuk Cn : Berdasarkan Proposisi 3.33, kita peroleh
vektor-vektoreigen A y1 ; A y2 ; :::; A yn ortogonal dari A A yang juga terkait
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 177

dengan nilaieigen tersebut, sehingga untuk i = 1; 2; :::; r vektor-vektor terse-


but bisa dinormalkan dan kita dapatkan
A yi A yi 1
xi = =p = p A yi ,
kA yi k hA yi ; A yi i i

1 i
p
Axi = p (AA ) yi = p yi = i yi (i)
i i
Dengan demikian, fx1 ; x2 ; :::; xr g dalam Cn merupakan himpunan r vektor-
eigen ortonormal dari A A terkait dengan nilaieigen 1 ; 2 ; :::; r : Sekarang,
berdasarkan proses Gram-Schmidt, kita konstruksi suatu basis ortonormal
untuk Ker (A A) dan dinotasikan dengan fxr+1 ; xr+2 ; :::; xn g ; maka bisa di-
tunjukkan himpunan
B = fx1 ; x2 ; :::; xr ; xr+1 ; xr+2 ; :::; xn g
merupakan suatu basis ortonormal untuk Cn : Dalam hal ini, cukup kita tun-
jukkan bahwa xi dan xj adalah ortogonal untuk setiap i = 1; 2; :::; r dan
setiap j = r + 1; r + 2; :::; n: Perhatikan dahulu bahwa, menurut Proposisi
3.24,
Ker (A A) = Ker (A)
sehingga xj 2 Ker (A) : Dengan demikian,
1 1 1 1
hxi ; xj i = p A yi ; xj = p hA yi ; xj i = p hyi ; Axj i = p hyi ; 0i
i i i i
= 0
Selanjutnya, karena B dan C adalah dua basis ortonormal untuk Cn , maka
menurut Proposisi 3.37 dapat kita denisikan matriks uniter U1 (mentrans-
form B ke C) sehingga yi = U1 xi untuk i = 1; 2; :::; n dan juga matriks
1 p
H1 = (A A) 2 sehingga H1 xi = i xi : Oleh karena itu,
p
(U1 H1 ) xi = U1 (H1 xi ) = U1 i xi
p p
= i U1 xi = i yi ; untuk i = 1; 2; :::; n

dan dari Persamaan (i) diperoleh


(U1 H1 ) xi = Axi ; untuk i = 1; 2; :::; n
Dari fakta ini dan berdasarkan Proposisi 2.2 dapat disimpulkan A = U1 H1 :
Ketunggalan dari H1 bisa mengacu pada Proposisi 3.32. z
Berikutnya, untuk matriks normal berlaku bahwa dekomposisi polar dan
dualnya adalah "sama" dalam arti sebagaimana dinyatakan dalam proposisi
berikut ini.
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 178

Proposition 3.39 Matriks A 2 Cn n adalah normal jhj A dapat direpre-


sentasikan sebagai
A = HU = U H
1 1
dimana H 0 dan U adalah uniter. Dalam hal ini, H = (AA ) 2 = (A A) 2 :

Bukti. (() Misalkan A = HU = U H; maka

A A = (U H) (U H) = H (U U ) H = H H = HH = HH
= H (U U ) H = HU (HU ) = AA

berarti A normal.
()) Misalkan A nomal, berarti A A = AA : Kemudian, kita gunakan
penggalan dalam bukti Teorema 3.19 dan 3.20 untuk menyatakan bahwa B =
fx1 ; x2 ; :::; xn g adalah basiseigen ortonormal yang ditentukan oleh A A =
1 1
AA . Dengan demikian, karena H = (AA ) 2 = (A A) 2 , maka untuk i =
1; 2; :::; n berlaku
p p p 1
(U H) xi = i U xi = i yi = i p Axi
i
= Axi = HU xi

Dari fakta ini dan berdasarkan Proposisi 2.2 dapat disimpulkan A = HU =


U H: z
Mengapa Persamaan 3.12 dinamakan "dekomposisi polar" dapat kita je-
laskan berikut ini. Kita
p ingat bahwa setiap z 2 C dapat dituliskan sebagai
2
z = a+bi dengan i = 1 dan (a; b) 2 R ; sehingga z $ (a; b) dapat "dipan-
dang sebagai" titik koordinat dalam R2 : Di sisi lain, setiap koordinat(a;
p b) 2
2 2 2
R dapat dikonversi ke koordinat polar (r; ) dimana r = a + b dan
( ) adalah sudut yang dibentuk dari segmen garis OT dan garis
! !
OX (dalam hal ini, O (0; 0) ; T (a; b), dan OX adalah garis sumbu-X tak-
negatif dalam sistem koordinat Cartesius). Dengan demikian, kita bisa ny-
atakan
z = r cos + ri sin = r (cos + i sin ) = rei
dengan persamaan terakhir merupakan hasil ekspansi Maclaurin. Selanjut-
nya, dari uraian tersebut kita mengacu pada proposisi berikut ini yang isinya
mengandung makna dekomposisi polar.

Proposition 3.40 Jika = rei (r > 0) adalah nilaieigen tak-nol dari ma-
triks normal A 2 Cn n ; maka r adalah nilaieigen dari H dan ei adalah
nilaieigen dari U dalam Persamaan 3.12.
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 179

Bukti. Karena adalah A maka ada vektoreigen yang terkait x 2 Cn


sehingga Ax = rei x (r > 0). Berdasarkan Proposisi 3.14, maka x juga
merupakan vektoreigen dari A dengan nilaieigen = re i berarti A x =
re i x. Terlihat bahwa A x merupakan kombinasi linear (kelipatan) dari
x, berarti A x juga merupakan vektoreigen dari A yang terkait dengan :
Dengan demikian,
i
(AA ) x = A (A x) = A re x = rei re i
x = r2 x
1
Dari hasil ini dan karena H = (AA ) 2 ; maka dapat kita simpulkan bahwa
r adalah nilaieigen dari H juga terkait dengan vektoreiegen x. Selanjutnya,
karena A normal, maka A = U H = HU sehingga (U H) x = Ax jhj

U (Hx) = rei x , U (Hx) = rei x , U (rx) = rei x , rU x = r ei x

dan karena r > 0; maka U x = ei x yang berarti ei adalah nilaieigen dari U:


z
Lebih umum dari dekomposisi polar, tetapi dengan bukti yang mirip,
kita kenal dengan dekomposisi nilai singular, dan rincinya diberikan dalam
teorema berikut ini.

Teorema 3.21 (Dekomposisi Nilai Singular) Untuk sembarang matriks


A 2 Cm n , jika diketahui s1 ; s2 ; :::; sr adalah nilai singular tak-nol dari A;
maka A dapat dinyatakan dalam bentuk

A = V DU (3.13)

Dalam hal ini, V 2 Cm m dan U 2 Cn n keduanya adalah matriks uniter,


sedangkan D = [dij ]m;n
i;j=1 dengan sifaf keanggotaan dii = si untuk i = 1; 2; :::; r
dan dij = 0 untuk nilai i; j yang lain.

Bukti. Berdasarkan sifat-sifat matriks A A 2 Cn n yang telah diba-


has sebelumnya, tanpa mengurangi keumumannya nilai-nilaieigen dari A A
dapat dituliskan sebagai

1 2 r >0= r+1 = = n

terkait dengan vektor-vektoreigen dalam B = fx1 ; x2 ; :::; xn g untuk memben-


tuk basiseigen ortonormal untuk Cn : Berdasarkan Proposisi 3.33, kita peroleh
Ax1 ; Ax2 ; :::; Axn adalah vektor-vektoreigen dari AA ortogonal dalam Cm
yang juga terkait dengan nilaieigen tersebut, sehingga untuk i = 1; 2; :::; r
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 180

vektor-vektor tersebut bisa dinormalkan dan kita dapatkan (lihat bukti Teo-
rema 3.14)
Axi Axi 1
yi = =p = p Axi
kAxi k hAxi ; Axi i i

Dengan demikian, fy1 ; y2 ; :::; yr g dalam Cn merupakan himpunan r vektor-


eigen ortonormal dari AA terkait dengan nilaieigen 1 ; 2 ; :::; r : Sekarang,
berdasarkan proses Gram-Schmidt, kita konstruksi suatu basis ortonormal
untuk Ker (AA ) dan hasilnya dinotasikan dengan fyr+1 ; yr+2 ; :::; ym g ; maka
bisa ditunjukkan bahwa himpunan

C = fy1 ; y2 ; :::; yr ; yr+1 ; yr+2 ; :::; ym g

merupakan suatu basis ortonormal untuk Cm : Dalam hal ini, cukup kita
tunjukkan bahwa yi dan yj adalah ortogonal untuk setiap i = 1; 2; :::; r dan
setiap j = r + 1; r + 2; :::; m: Perhatikan dahulu bahwa, menurut Proposisi
3.24,
Ker (AA ) = Ker ((A ) A ) = Ker (A )
sehingga yj 2 Ker (A ) : Dengan demikian,

1 1
hyi ; yj i = p Axi ; yj = p hAxi ; yj i
i i
1 1
= p hxi ; A yj i = p hxi ; 0i = 0
i i

Sekarang, kita bisa mendenisikan 3 matriks: U 2 Cn n


sebagai bentuk
matriks dari basis B yaitu

U= x1 x2 xn ;

V 2 Cm m
sebagai bentuk matriks dari basis C yaitu

V = y1 y 2 yr yr+1 ym ;
1
dan matriks H = (AA ) 2 sehingga
p
Hyi = i yi = Axi

Perhatikan dahulu bahwa, karena B dan C ortonormal, menurut Propo-


sisi 3.38, maka matriks U dan V pasti uniter. Perhatikan pula bahwa,
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 181

p
berdasarkan pdenisinya, i merupakan nilai singular dari A dan kita no-
tasikan si = i untuk i = 1; 2; :::; r: Selanjutnya, berlaku

AU = Ax1 Ax2 Axr Axr+1 Axn


= s 1 y1 s 2 y 2 sr yr 0yr+1 0ym
= VD

dimana 2 3
s1 0 0 0 0
6 0 s2 0 0 0 7
6 .. .. .. .. .. 7
6 ..
.
..
. 7
6 . . . . . 7
6 7
D=6 0 0 sr 0 0 7 2 Cm n
6 7
6 0 0 0 0 0 7
6 .. .. .. .. .. .. .. 7
4 . . . . . . . 5
0 0 0 0 0
Akhirnya, kita simpulkan

AU = V D , (AU ) U = (V D) U , A = V DU

z
Aspek komputasi dari Teorema 3.21 kita ilustrasikan langsung melalui
contoh berikut ini.

Contoh 3.3 Deberikan matriks


2 3
1 0 1
6 0 1 1 7
6 7
A=6
6 1 1 0 7
7
4 1 0 1 5
0 1 1

Tentukan matriks U; V dan D sebagai dekomposisi nilai singular dari matriks


A; sehingga A = V DU :

Jawab. Perhatikan bahwa A 2 R5 3 sehingga A = AT ; yaitu


2 3
1 0 1
6 0 1 1 7
6 7
A=6 6 1 1 0 7
7
4 1 0 1 5
0 1 1
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 182

2 3
1 0 0 1 1
, Hermitian transpose: 4 0 1 1 5=A
1 0
1 1 1 0 1
2 3
2 3 1 0 1 2 3
1 0 1 1 0 6 0 1 1 7 3 1 2
6 7
A A=4 0 1 1 0 1 566 1 1 0 77=
4 1 3 2 5
1 1 0 1 1 4 1 0 1 5 2 2 4
0 1 1
82 39 82 39 82 1 3 9
< 1 = < 1 = < 2 =
, eigenvectors: 4 1 5 $ 0; 4 1 5 $ 4; 4 21 5 $ 6
: ; : ; : ;
1 0 1
Dari hasil komputasi SWP tersebut, kita peroleh (A A) = f0; 4; 6g
sehingga bisa kita denisikan nilaieigen

1 = 6; 2 = 4; dan 3 =0

dengan
2 1
3 2 1
p 3 3 2 2 1
p 3
6p
6 1 2p
2
1 2
5 ; x2 = p1 4 1 5 = 4
x1 = q 4 5=4
1
2
1
6p
6 1
2
2 5
6
1 1
6 2 0 0
4 3
2 3 2 1p 3
1 3
1 4 5 4 31 p 5
x3 = p 1 = 3 p3
3 1 1
3
3
merupakan vektor-vektoreigen yang terkait nilaieigen tersebut dan memben-
tuk basis ortonormal C = fx1 ; x2 ; x3 g untuk R3 : Kemudian,
2 3 2 1p 1
p 3
1 0 1 2 p p 3 2p 6 2 p2
6 0 1 1 7 7 1
6 1
2 6 1
6 1
2 7
6 6p 2p 6 2 p
2 7
A x 1 x2 = 6 6 1 1 0 74 1 6 1 2 5 = 6 0
7 6p 2 6 p 2
p 7
7
4 1 0 1 5 1
6 0 4 1
6 1
2 5
3 2p 2p
0 1 1 1 1
2
6 2
2

sehingga 2 p 3 2 3
1 1
2p
6 2
6 1
6 7 6 1 7
1 1 6 2 7 6 2 7
y1 = p Ax1 = p 6 0p 7 = 6 0 7;
1 66
4 1
6
7 6 1 7
5 4 5
2p 2
1 1
2
6 2
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 183

: : 2 p 3 2 p 3
1 1
2p
2 4p
2
6 1
2 7 6 1 7
2
1 1 6 p
2 7 6 4p 7
y2 = p Ax2 = p 6 7 6
p 7=6
2 1
2 7
2 46
4 1
2 5 4
2 p 7
1
2 5
2p 4p
1 1
2
2 4
2
Selanjutnya, kita hitung basis ortonormal untuk Ker (AA ) untuk memeroleh
y3 ; y4 ; dan y5
2 3
1 0 1 2 3
6 0 1 1 7 1 0 1 1 0
6 7
AA = 6 6 1 1 0 77
4 0 1 1 0 1 5
4 1 0 1 5 1 1 0 1 1
0 1 1
2 3
2 1 1 2 1
6 1 2 1 1 2 7
6 7
= 6 6 1 1 2 1 1 7
7
4 2 1 1 2 1 5
1 2 1 1 2
22 3 2 3 2 33
1 1 0
66 1 7 6 0 7 6 1 77
66 7 6 7 6 77
, nullspace basis: 66
66 1 7;6
7 6 0 7;6
7 6 0 77. Dari hasil komputasi SWP
77
44 0 5 4 1 5 4 0 55
0 0 1
ini, kita dapatkan
2 3 2 1p 3 2 3 2 1
p 3
1 3p
3 1 2
2
6 1 7 6 1 3 7 6 0 7 6 0 7
1 6 7 6 3p 7 1 6 7 6 7
y3 = p 6 1 7=6 1 3 7 ; y4 = p 6 0 7=6 0 7
36
4 0
7 6 3
5 4 0
7
5 26
4 1
7 6
5 4 1
p
2
7
5
2
0 0 0 0
2 3 2 3
0 0p
6 1 7 6 1
2 7
1 6 7 6 2 7
y5 = p 6 0 7=6 0 7
26
4 0
7 6
5 4 0
7
5
1
p
1 2
2
Akhirnya, kita peroleh juga basiseigen ortonormal C = fy1 ; y2 ; y3 ; y4 ; y5 g
untuk R5 dari AA : Dengan demikian, dapat kita denisikan matriks uniter
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 184

U sebagai bentuk matriks dari basis B


2 1p 1
p 1p 3
6p
6 2p
2 3 p3
U= 4 1
6 2 2 31 p3 5
1
6p
1 1
3
6 0 3
3
2 1p 1
p 1p 3
6p
6 6p
6 3 6
, Hermitian transpose: 4 12p 2 21 p2 0 5 = U ; kita denisikan pula
p
1 1 1
3
3 3
3 3 3
matriks uniter V sebagai bentuk matriks dari basis C
2 1 1
p 1p 1
p 3
2 4p
2 3 p3 2
2 0p
6 1 1
2 13 p3 0 1
2 7
6 2 4p 2 7
V =66 0 1
2 p
2 1
3
3 p0 0 7
7
4 1 1
2 0 1
2 0 5
2 4p 2 p
1 1 1
2 4
2 0 0 2
2
dan akhirnya kita denisikan matriks uniter D
2 p 3 2 p 3
1 p0 0 6 0 0
6 0 0 7 6 0 2 0 7
6 2 7 6 7
D=6 6 0 0 0 7=6 0
7 6 0 0 7
7
4 0 0 0 5 4 0 0 0 5
0 0 0 0 0 0
Kita periksa V DU =
2 1 1
p 1p 1
p 32 p 3
4p
2 3 p3 2 0p 6 0 0
2 2 2 p p p 3
6 1 1 1
2 3 p3 0 1
2 7 6 0 2 0 7 1
6 1
6 1
6
6 2 4p 2 76 7 6p 6p 3
6 0 1 1
2 3 3 0 0 7 6 0 0 0 74 1
2 1
2 0 5=
6 2 p p 76 7 2p 2p p
4 1 1
2 0 1
2 0 54 0 0 0 5 1
3 1
3 1
3
2 4p 2 p 3 3 3
1 1 1 0 0 0
2 4
2 0 0 2
2
2 3
1 0 1
6 0 1 1 7
6 7
: 6
6 1 1 0 7 = A:
7
4 1 0 1 5
0 1 1
2 1 3 2 1
p 3
2 4p
2
6 1 7 6 1
2 7
p 6 2 7 p p p 6 4p 7 p p
66 7
6 01 7
1
6
6 1
6
6 1
3
6 + 26
6
1
2
2
p 7
7 1
2
2 1
2
2 0
4 5 4 1
2 5
2 4p
1 1
2 4
2
3.5 Sifat-sifat Matriks Uniter 185

2 3
1 0 1
6 0 1 1 7
6 7
6
: 6 1 1 0 7 z
7
4 1 0 1 5
0 1 1
Persamaan 3.13 dalam dekomposisi nilai singular memunculkan pengertian
lebih umum mengenai pengertian ekuivalensi uniter sebagaimana dinyatakan
dalam denisi berikut ini.

Denisi 3.13 Dua matriks A; B 2 Cm n dikatakan ekuivalen uniter (uni-


tarily equivalent) jika ada matriks uniter X 2 Cn n dan Y 2 Cm m sehingga
A = XBY

Dari denisi tersebut, jelas bahwa setiap matrik adalah ekuivalen uniter
dengan matriks kanonik D sebagaimana dinyatakan dalam Teorema 3.21. Se-
lanjutnya sifat dasar dari ekuivalensi uniter diberikan dalam proposisi berikut
ini.

Proposition 3.41 Dua matriks A; B 2 Cm n


adalah ekuivalen uniter jhj A
dan B memunyai nilai singular yang sama.

Bukti. (() Misalkan A dan B memunyai nilai singular yang sama,


menurut Teorema 3.21, maka ada matriks uniter U; U1 ; V; V1 dan matriks D
dengan nilai singular milik A (berarti juga milik B) sehingga bisa dituliskan
A = V DU dan B = V1 DU1 , V AU = D dan V1 BU1 = D
V AU = V1 BU1 , A = V V1 BU1 U , A = (V V1 ) B (U U1 )
Perhatikan bahwa (V V1 ) dan (U U1 ) juga uniter karena
(V V1 ) (V V1 ) = V (V1 V1 ) V = V IV = V V = I dan
(U U1 ) (U U1 ) = U (U1 U1 ) U = U IU = U U = I
()) Misalkan A; B adalah ekuivalen uniter, berarti ada matriks uniter X; Y
sehingga A = Y BX : Di sisi lain, menurut Teorema 3.21, maka ada matriks
uniter U; V; dan matriks D dengan nilai singular milik B sehingga B =
V DU : Dengan demikian,
A = Y (V DU ) X = (Y V ) D (XU )
Dari fakta ini dan karena mudah diperiksa bahwa (Y V ) dan (XU ) uniter,
maka nilai singular dalam D juga merupakan nilai singular milik A: z
Akibat dari Proposisi 3.41 di atas dinyatakan dalam proposisi berikut ini.
3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten 186

Proposition 3.42 Dua matriks A; B 2 Cm n adalah ekuivalen uniter jhj


matriks (A A) dan (B B) adalah similar uniter.

Bukti. ()) Misalkan A; B adalah ekuivalen uniter, berarti ada matriks


uniter X; Y sehingga A = Y BX , sehingga

A A = (Y BX ) (Y BX ) = XB Y Y BX = X (B B) X

(() Jika matriks (A A) dan (B B) adalah similar uniter, maka jelas bahwa
(A A) (B B) sehingga menurut Teorema 2.24 kita peroleh (A A) =
(B B) : Akibatnya, berdasarkan denisi nilai singular, A dan B memun-
yai nilai singular yang sama. Akhirnya, kita gunakan Proposisi 3.41 untuk
menyimpukan bahwa A dan B adalah ekuivalen uniter. z

3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten


Denisi 3.14 Matriks P 2 Cn n
disebut idempoten jika memenuhi P 2 =
P:

Nama lain dari matriks adalah matriks proyektor. Secara analog, tran-
formasi linear T 2 L (V) disebut proyektor jika T 2 = T . Sifat dasar dari
matriks idempoten diberikan dalam teorema berikut ini.

Teorema 3.22 Jika P 2 Cn n


adalah matriks idempoten, maka berlaku:

1. (I P ) juga idempoten,

2. Im (I P ) = Ker (P ) ; dan

3. Ker (I P ) = Im (P ) :

Bukti. Perhatikan bahwa:

1. (I P )2 = (I P ) (I P) = I 2P + P 2 = I 2P + P = (I P):

2. y 2 Im (I P ) jhj ada x 2 Fn sehingga

(1 P ) x = y , P (1 P)x = Py , P P2 x = Py ,

P y = (P P)x = 0
jhj y 2 Ker (P ) :
3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten 187

3. x 2 Ker (I P ) jhj (I P ) x = 0 jhj x P x = 0 jhj x = P x 2 Im (P ) ;

z
Matriks Q = (I P ) dengan sifat seperti dalam Teorema 3.22 disebut
matriks proyektor komplementer ke P dalam arti
Im (Q) = Ker (P ) dan Ker (Q) = Im (P )
dan berlaku pula
P Q = QP = O; dengan O adalah matriks nol.
Sifat berikutnya dari matriks idempoten P dinyatakan dalam teorema berikut.

Teorema 3.23 Jika P 2 Cn n


adalah matriks idempoten, maka berlaku
Ker (P ) u Im (P ) = Cn

Bukti. Asumsikan P 2 Cn n adalah matriks idempoten, maka untuk


setiap x 2 Cn dapat kita tuliskan
x = Ix = (I P + P ) x = (I P ) x+P x = x1 + x2
dengan
x1 = (I P ) x 2 Im (1 P ) = Ker (P ) dan x2 = P x 2 Im (P )
Dari fakta kita simpulkan bahwa
Ker (P ) + Im (P ) = Cn :
Selanjutnya, berdasarkan denisi jumlah langsung, tinggal kita buktikan
bahwa Ker (P ) \ Im (P ) = f0g : Ambil sembarang z 2 Ker (P ) \ Im (P )
berarti
z 2 Ker (P ) dan z 2 Im (P ) = Ker (I P) ,
P z = 0 dan (I P ) z = z P z = 0 ,
z = 0
z
Dari Teorema 3.23 di atas terlihat bahwa matriks idempoten P membelah
ruang Cn menjadi subruang S1 = Ker (P ) dan subruang S2 = Im (P ) : Lebih
khusus lagi, karena P mentransformasikan S1 ke 0, maka bisa kita katakan
P memroyeksikan Cn ke S2 sepanjang S1 : Itulah sebabnya mengapa matriks
idempoten disebut juga dengan proyektor. Hal ini juga dipertegas melalui
teorema berikut ini sebagai proses balikannya.
3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten 188

Teorema 3.24 Jika Cn = S1 u S2 , maka ada tepat satu matriks idempoten


P sehingga S1 = Ker (P ) dan S2 = Im (P ) :

Bukti. Karena Cn = S1 u S2 ; maka kita bisa mendenisikan matriks


P sehingga untuk setiap x 2 Cn yang kita tuliskan secara tunggal sebagai
x = x1 + x2 dengan x1 2 S1 dan x2 2 S2 ; dirumuskan P x = x2 : Dari
pendenisian ini berikutnya kita tunjukkan bahwa P idempoten. Perhatikan
bahwa
P x1 = P (x1 + 0) = 0
dan menghasilkan x1 2 Ker (P ) ; kemudian

P 2 x = P P (x1 + x2 ) = P (x2 ) = P (0 + x2 ) = x2 = P x

menghasilkan P 2 = P yang berarti P idempoten dan menurut Teorema 3.23,


x2 2 Im (P ) : Ketunggalan P dijamin dari penulisan x = x1 + x2 ditentukan
secara tunggal. z
Bagamana mengkonstruksi matriks idempoten P berdasarkan Teorema
3.24? Berikut ini langkah-langkahnya didasarkan pada kajian di Subbab
2.3.3:

1. Konstruksi suatu basis

C = fv1 ; v2 ; :::; vr ; vr+1 ; vr+2 ; :::; vn g

untuk Cn sedemikian sehingga A = fv1 ; v2 ; :::; vr g basis untuk S1 ;


B = fvr+1 ; vr+2 ; :::; vn g untuk S2 :
2. Mudah kita amati bahwa, karena S1 dan S2 adalah invarian-P , maka
hitung matriks blok diagonal (Proposisi 2.17):

[P S1 ]A Or (n r)
[P ]C = = D;
O(n r) r [P S2 ]B

dan karena S1 = Ker (P ) dan S2 = Im (P ) ; maka

Or r Or (n r)
D=
O(n r) r [P S2 ]B
dan

[P S2 ]B = [P vk+1 ]B [P vk+2 ]B [P vn ]B
= [vk+1 ]B [vk+2 ]B [vn ]B
= In r
3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten 189

3. Karena untuk setiap x 2 Cn berlaku


1 1
[P ]C [x]C = D [x]C , [P x]C = D [x]C , C P x = DC x
1 1
maka C P = DC dan hitung

1 Or (n r) Or (n r) 1
P = CDC =C C (3.14)
O(n r) r In r

dimana C adalah bentuk matriks dari basis C.

Agar lebih mudah dipahami, langsung saja kita ilustrasikan dalam contoh
berikut.

Contoh 3.4 Bisa kita periksa bahwa R5 = S1 u S2 dimana S1 = hAi dan


S2 = hBi dengan

A = f(1; 2; 4; 8; 2) ; ( 2; 1; 0; 3; 2)g

B = f(3; 2; 1; 5; 2) ; (2; 2; 2; 5; 1) ; (6; 5; 5; 8; 1)g


Pertanyaannya, konstruksi matriks idempoten P yang memroyeksikan setiap
vektor x 2 R5 ke subruang S2 sepanjang subruang S1 : Untuk memeriksa
kebenaran lakukan beberapa uji coba berikut.

1. Periksa bahwa P 2 = P:
2. Hitung vektor a 2 S1 dengan

a = 7 ( 2; 1; 0; 3; 2) 4 (1; 2; 4; 8; 2) ;

kemudian periksa bahwa P a = 0:


3. Hitung vektor b 2 S2 dengan

b = 10 (2; 2; 2; 5; 1) 3 (6; 5; 5; 8; 1) + (3; 2; 1; 5; 2) ;

kemudian periksa bahwa P b = b:

Jawab. Jelas bahwa C = A [ B merupakana basis R5 dan memunyai


bentuk matriks 2 3
1 2 3 2 6
6 2 1 2 2 5 7
6 7
6
C=6 4 0 1 2 5 7
7
4 8 3 5 5 8 5
2 2 2 1 1
3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten 190

maka kalkulasi untuk P dengan SWP adalah


2 32 32 3 1
1 2 3 2 6 0 0 0 0 0 1 2 3 2 6
6 2 1 2 7 6
2 5 76 0 0 0 0 0 76 2 1 2 2 5 7
6 76 7
P =66 4 0 1 2 5 7 6
76 0 0 1 0 0 76
76 4 0 1 2 5 7
7
4 8 3 5 5 8 54 0 0 0 1 0 54 8 3 5 5 8 5
2 2 2 1 1 0 0 0 0 1 2 2 2 1 1
2 3
12 41 18 25 29
6 4 15 9 11 13 7
6 7
: 6
6 4 12 1 4 4 7
7=P :
4 10 42 27 32 37 5
10 38 18 24 27

1. P 2 =
2 32 3
12 41 18 25 29 12 41 18 25 29
6 4 15 9 11 13 76 4 15 9 11 13 7
6 76 7
6 4 12 1 4 4 76 4 12 1 4 4 7
6 76 7
4 10 42 27 32 37 54 10 42 27 32 37 5
10 38 18 24 27 10 38 18 24 27
2 3
12 41 18 25 29
6 4 15 9 11 13 7
6 7
: 6
6 4 12 1 4 4 7=P
7
4 10 42 27 32 37 5
10 38 18 24 27
2. Kita hitung a:
2 3 2 3 2 3
2 1 18
6 1 7 6 2 7 6 15 7
6 7 6 7 6 7
a = 76
6 0 7
7 46
6 4 7=6
7 6 16 7
7
4 3 5 4 8 5 4 53 5
2 2 22

dan kita periksa


2 32 3
12 41 18 25 29 18
6 4 15 9 11 13 76 15 7
6 76 7
Pa = 6
6 4 12 1 4 4 76
76 16 7
7
4 10 42 27 32 37 54 53 5
10 38 18 24 27 22
3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten 191

2 3
0
6 0 7
6 7
: 6
6 0 7 = 0.
7
4 0 5
0
3. Kita hitung b:
2 3 2 3 2 3 2 3
2 6 3 5
6 2 7 6 5 7 6 2 7 6 7 7
6 7 6 7 6 7 6 7
b = 10 6
6 2 7
7 36
6 5 7+6
7 6 1 7=6
7 6 6 7
7
4 5 5 4 8 5 4 5 5 4 31 5
1 1 2 15

dan kita periksa


2 32 3
12 41 18 25 29 5
6 4 15 9 11 13 76 7 7
6 76 7
Pb = 6
6 4 12 1 4 4 76
76 6 7
7
4 10 42 27 32 37 54 31 5
10 38 18 24 27 15
2 3
5
6 7 7
6 7
: 6
6 6 7 = b.
7
4 31 5
15

z
Dari uraian kalkulatif di atas, khusus Persamaan 3.14, cukup mudah di-
pahami bahwa setiap matriks idempoten adalah simpel. Dalam hal ini, C
adalah basiseigen dengan vektor-vektoreigen dalam A semuanya terkait den-
gan nilaiegen = 0 dan vektor-vektoreigen dalam B semuanya terkait dengan
nilaiegen = 1: Fakta ini kemudian kita formalkan dalam teorema baerikut
ini.

Teorema 3.25 Sembarang matriks idempoten adalah simpel dengan nilaieigen


hanyalah 0 dan 1:

Cukup mudah dipahami pula bahwa akibat berikutnya diyatakan dalam


proposisi berikut ini yang isinya merupakan bentuk spektral dari P;
3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten 192

Proposition 3.43 Matriks idempoten P dapat dituliskan dalam bentuk spek-


tral
Xr
P = xj y j
j=1

dengan Rank (P ) = r dan fx1 ; x2 ; :::; xr g adalah basis dari Im (P ) yang bior-
togonal ke fy1 ; y2 ; :::; yr g di dalam Cn :

Bukti. Representasikan P sebagaimana dalam Persamaan 3.14 dengan

C = x1 x 2 xr xr+1 xn dan
1 T
C = y 1 y2 yr yr+1 yn

berdasarkan Teorema 2.27, maka


X
n X
r
P = j xj y j = x j yj
j=1 j=1

z
Hal yang cukup menarik dalam bahsan matriks idempoten P adalah
ketika P sekaligus merupakan matriks Hermit, berarti berlaku sifat P 2 = P
dan P = P : Kemudian, untuk setiap x 2 Ker (P ) dan y 2 Im (P ) berlaku

hx; yi = hx; P yi = hP x; yi = hP x; yi = 0

yang berarti Ker (P ) ? Im (P ) dan akibatnya

Cn = Ker (P ) Im (P )

Dalam kasus ini, matriks idempoten Hermit P disebut proyektor ortogonal


(orthogonal projector), artinya P memroyeksikan Cn ke S2 = Im (P ) sepan-
jang komplemen ortogonalnya S1 = Ker (P ).

Proposition 3.44 Jika matriks P adalah proyektor ortogonal, maka bentuk


spektralnya adalah
X r
P = xj x j
j=1

dengan Rank (P ) = r dan fx1 ; x2 ; :::; xr g adalah basis dari Im (P ) :


3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten 193

Bukti. Berdasarkan bukti Proposisi 3.43 dan karena P adalah Hermit


(yang berarti C 1 = C ), maka

X
r
P = x j xj
j=1

z
n
Berikutnya, dari persamaan Proposisi 3.44, untuk setiap x 2 C berlaku
X
r X
r X
r
Px = xj x j x = xj xTj x = hx; xj i xj
j=1 j=1 j=1

dengan h ; i adalah produk dalam baku untuk Cn : Persamaan ini memperli-


hatkan bahwa P memroyeksikan x secara ortogonal ke masing-masing vek-
toreigen dalam Im (P ) : Oleh karena itu, P merupakan proyektor ortogonal
ke Im (P ) :
Berikut ini kita deskripsikan secara intrukstif bagaimana menentukan
(merumuskan) proyektor ortogonal P ke subruang S dalam Cn :

1. Ambil sembarang basis fa1 ; a2 ; :::; ar g untuk S dan denisikan bentuk


matriksnya, yaitu
A = a1 a2 ar
maka S dapat dituliskan sebagai himpunan S = fAx 8x 2 Cr g :

2. Ambil sembarang vektor y 2 Cn dan proyeksikan secara ortogonal ke


S, maka ada x 2 S sehingga P y = Ax dan untuk setiap j = 1; 2; :::; r,
dengan asumsi menggunakan produk dalam baku bilangan kompleks,
berlaku

hy Ax; aj i = 0 , hy; aj i hAx; aj i = 0 , aj y aj Ax = 0 ,

aj (y Ax) = 0 , A (y Ax) = 0 , A y A Ax = 0 ,
1
A Ax = A y , x = (A A) Ay
Dengan demikian,
1 1
P y = A (A A) A y = A (A A) A y

Sehingga P dirumuskan sebagai


1
P = A (A A) A
3.6 Sifat-sifat Matriks Idempoten 194

Berdasarkan rumusan P di atas, perhatikan bahwa


1 1 1 1
P2 = A (A A) A A (A A) A = A (A A) (A A) (A A) A
1
= A (A A) A =P

dan
1 1
P = A (A A) A = A (A A) A =P
sehingga dapat kita simpulkan bahwa P adalah idempoten dan Hermit.
Perhatikan pula bahwa, jika kita memilih

A= x 1 x2 xr

dengan fx1 ; x2 ; :::; xr g adalah basis ortonormal untuk S, berdasarkan Propo-


sisi 3.38, maka A adalah uniter sehingga A A = Ir dan akibatnya P = AIr A
sehingga memunyai bentuk spektral
X
r
P = x j xj
j=1

kembali ke Proposisi 3.44.

Você também pode gostar