Você está na página 1de 51

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk yang cepat menimbulkan tekanan terhadap
ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan kawasan jasa/industry yang
selanjutnya menjadi kawasan terbangun. Kawasan perkotaan yang terbangun memerlukan
adanya dukungan prasarana dan sarana yang baik yang menjangkau kepada masyarakat
berpenghasilan menengah dan rendah.

Kerugian yang ditimbulkan oleh genangan dan luapan air permukaan tidak hanya berakibat
pada aspek kenyamanan lingkungan (terutama pada pasca banjir) atau terganggunya aktifitas
kehidupan penduduk dan perkotaan secara umum, tetapi juga berpotensi menimbulkan
penyakit bagi masyarakat.

Masalah genangan dan luapan yang terjadi di sebelah utara dari jalan hayamwuruk kota
Jambi Kelurahan Jelutung dan sekitarnya lebih didominasi oleh faktor penyebab yang
alamiah, meskipun demikian kontribusi aktifitas masyarakat juga ikut mempengaruhi seperti
adanya kegiatan pemukiman, pembuangan sampah yang bermuara didalam saluran drainase
dan lain-lain.

Selain itu, genangan dan luapan juga bisa disebabkan belum terciptanya sistem irigasi yang
tertata dengan baik atau desain drainase yang ada dan yang tidak lagi sesuai dengan kondisi
dan potensi luapan dan genangan yang terjadi (volume air genangan dan luapan sudah lebih
besar dibandingkan dengan kapasitas saluran drainase).

Permasalahan Drainase Perkotaan yaitu banjir. Banjir merupakan kata yang sangat popular di
kota-kota besar, khususnya pada musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia
mengalami bencana banjir.

Peristiwa banjir hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan ini sampai sekarang
belum terselesaikan bahkan cenderung meningkat, baik frekuensinya, kedalamannya maupun
durasinya.

Masalah-masalah tersebut diatas memerlukan pemecahan pengelolaan yang diantaranya


mencakup bagaimana merencanakan suatu sistem drainase yang baik, membuat perencanaan
terinci. melakukan restrukturisasi institusi dan peraturan terkait, dan membina partisipasi
masyarakat untuk ikut memecahkan masalah drainase.

Dikarenakan permasalahan yang cukup komplek maka itulah penulis mengambil judul:
SISTEM IRIGASI DAERAH JELUTUNG KOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

1.2 Kondisi Drainase Dan Permasalahan Yang Ada

1.2.1 Saluran Drainase Yang Ada

Sistem drainase di Kecamatan Jelutung berasal dari beberapa sumber antara lain :
1. Buangan dari rumah tangga
2. Buangan dari perdagangan
3. Buangan dari industry sedang maupun ringan
4. Buangan dari pendidikan
5. Buangan dari kesehatan
6. Buangan dari tempat peribadatan
7. Buangan dari sarana rekreasi

Jenis drainase yang ada di lokasi kajian sekarang merupakan jenis drainase alamiah dan
buatan, dimana jaringan drainase buatan terdapat pada lokasi perumahan, kawasan industry,
taman, jalan raya dan sarana umum lainnya. Struktur Jaringan drainase buatan merupakan
struktur dari beton atau pasangan bata merah dan plesteran,sedangkan jaringan drainase
alamiah merupakan jaringan drainase yang telah ada. hasil dari run off air pada saat hujan
pada daerah-daerah atau lahan kosong yang lebih rendah, secara umum jaringan ini
merupakan parit parit atau anak sungai yang telah ada di lokasi .

Aliran pembuangan dari drainase buatan yang bersumber dari pemukiman, kawasan industry,
jalan raya dan lainnya, menuju ke saluran drainase alamiah yang terdekat dengan aliran
pembuangan tersebut.

Dilokasi telah ada saluran sekunder yang dibuat permanen diantaranya:

1. Saluran drainase sekunder di kiri kanan Jalan Prof. Muh. Yamin, Jalan Sumantri
Brojonegoro, Jalan Sultan Agung dan Jalan MH. Thamrin.
2. Saluran Drainase Jalan Prof. Muh. Yamin hulunya berada di perbatasan Kecamatan
Jelutung dan Kecamatan Kota Baru di Sebelah Selatan, sedangkan hilirnya berada di
perbatasan antara Kecamatan Jelutung dan Kecamatan Pasar Jambi di dekat pertigaan
Jalan Sri Kuning.
3. Saluran Drainase Jalan Sumantri Brojonegoro hulunya berada di perbatasan
Kecamatan Jelutung dan Kecamatan Telanai Pura di Sebelah Barat Daya, sedangkan
hilirnya menuju ke saluran drainase Jalan Sumantri Brojonegoro di simpang tiga
dekat Apotek Beradat.
4. Saluran drainase sekunder di kiri kanan Jalan Jendral Sudirman dan Jalan Gatot
Subroto.
5. Saluran Drainase Jalan Jenderal Sudirman hulunya berada di perbatasan Kecamatan
Jelutung dan Kecamatan Jambi Selatan di Sebelah Tenggara, sedangkan hilirnya
berada di perempatan lampu merah Jelutung.
6. Dari saluran diatas aliran berlanjut ke Drainase Jalan Gatot Subroto yang berakhir di
pertigaan jalan Makalam dekat Bank Mandiri Pasar.

Di lokasi kajian juga terdapat dua saluran drainase alamiah yang merupakan Saluran Drainase
Primer, yaitu :

1. Sungai Sialang Arah aliran Sungai Sialang mulai dari hulu yang berada di perbatasan
Kecamatan Jelutung dan kota Baru di sebelah Selatan dan berakhir atau bermuara di
Sungai Asam.
2. Sungai Asam Arah aliran Sungai Asam mulai dari hulu yang berada di Perumahan
Permadani Asri di Kelurahan Kebon Handil Kecamatan Jelutung di sebelah Selatan
dan berakhir atau bermuara di Sungai Batanghari yang sebelumnya melewati
Kecamatan Pasar.
Air buangan dari beberapa sumber tersebut pada akhirnya bermuara di sungai besar yaitu
Sungai Batanghari. Sebelum aliran drainase masuk ke sungai Batanghari, terlebih dahulu
mengalir melalui saluran drainase yang berada di setiap kawasan dan menuju ke satu drainase
primer salah satunya yaitu Sungai Asam yang menampung air buangan dari seluruh kota
sebelum bermuara ke sungai.

1.2.2 Bangunan Pelengkap

Selain saluran drainase, di lokasi kajian juga ditemukan bangunan-bangunan pelengkapan


yang terdapat pada saluran drainase baik saluran tersier, sekunder dan drainase primer, yaitu
Gorong-gorong, jembatan dan bangunan pelengkap lainnya.

Untuk lebih jelasnya jaringan saluran drainase yang ada ditampilkan pada peta halaman
berikut :

Gambar 1.1Jaringan Saluran Drainase Jelutung

(Sumber : RTRW kota jambi, 2009)

Kondisi saluran drainase yang telah disebut diatas pada umumnya secara struktur masih kuat
dan mampu mengalirkan aliran pembuangan. Tetapi daya tampungnya sudah tidak memadai
akibat dari sedimentasi dan pembuangan sampah ke saluran.
Kondisi tersebut dapat mengakibatkan meluapnya saluran drainase pada saat hujan turun,
karena tidak mampu menampung run off atau aliran permukaan akibat hujan dan tambahan
pembuangan dari saluran drainase sebelumnya.

Sehingga akan mengakibatkan terjadinya banjir di lokasi saluran yang tidak dapat
menampung aliran pembuangan tersebut.

1.3 Maksud Dan Tujuan


Maksud dari penulis tentang kajian Sistem irigasi ini adalah mendesain daerah tangkapan
(catchment area) sehingga tidak mengalir kedaerah banjir.

Tujuannya untuk mengkaji bagaimana Sistem irigasi yang baik agar tidak menggangu
aktifitas Masyarakat, dan merencanakan pembangunan jaringan drainase serta
mengoptimalisasikan fungsi Drainase di Kota Jambi yang rawan banjir khususnya di
Kecamatan Jelutung dan sekitarnya.

1.4 Manfaat Kajian

Adapun Manfaat kajian tersebut adalah :

1. Pengembangan Ilmu Pengetahuan tentang Perencanaan saluran drainase pada sebuah


pemukiman baik bagi instansi terkait,mahasiswa UNBARI, maupun Pribadi.
2. Menambah referensi pustaka dan wawasan sebagai bahan bacaan tentang Sistem
irigasi, yang bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa Fakultas Teknik.
3. Upaya memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat khususnya yang
bermukim dilokasi tersebut.

1.5 Batasan Masalah

Dalam Penulisan tugas akhir ini permasalahan dibatasi berdasarkan data yang diperoleh
sebagaimana hal dibawah ini :

1. Jaringan Drainase direncanakan mencakup daerah tangkapan (cacthment Area)


2. Seluruh daerah tangkapan diasumsikan memiliki karesteristik yang sama.
3. Penulis membatasi perhitungan sesuai dengan data yang didapat dari BMKG, (Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) dan BPS (Badan Pusat Statistik) tentang
lokasi yang ditinjau.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Uraian Umum

Kota merupakan pusat budaya, dan pusat aktipitas kebanyakan manusia. Selain dapat
merefleksikan vitalitas dari berbagai umat manusia, juga melambangkan kemajuan sosial dan
ekonomi.

Dikota ribuan orang bahkan jutaan orang menikmati berbagai fasilitas umum, pelayanan
kesehatan dan kesejahteraan, rekreasi, pekerjaan, pendidikan, dan berpartisipasi dalam
menegakan demokrasi kota juga merupakan tempat pemusatan atau cabang kekuatan politik
dan ekonomi serta menjadi motor pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Pola-pola sosial ekonomi yang berkembang telah mengakibatkan terjadinya peningkatan


terpusat pada wilayah perkotaan.Menurut perkiraan, lebih dari setengah umat manusia tinggal
diwilayah perkotaan.(Eko Budihardjo,2003)

Sementara kota-kota di Indonesia pada umumnya berkembang secara bebas, tanpa dilandasi
perencanaan kota menyeluruh, kecuali pada kota-kota baru yang memang direncanakan
sejak awal, kota-kota tidak betul-betul dipersiapkan atau direncanakan untuk dapat
menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam kurun waktu yang sangat singkat.
Oleh karena itu, bukanlah suatu pemandangan yang aneh bila kota-kota besar di Indonesia
menampilkan rekontruksi yang timpang. Di suatu sisi terlihat perkembangan pembangunan
yang serba mengesankan disepanjang tepi jalan utama kota. Namun dibalik semua keagungan
itu, nampak menjamurnya lingkungan kumuh. Dengan sarana dan prasarana yang sangat
tidak memadai untuk mendukung kelangsungan kehidupan manusia yang berbudaya.(Eko
Budihardjo, 1993)

Drainase
o Pengertian Drainase

Menurut Suripin, (2004) ada beberapa pendekatan konsep-konsep drainase perkotaan yang
dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Sistem drainase adalah suatu bentuk jaringan saluran berikut bangunan pelengkapnya
yang berfungsi menyalurkan air hujan pada suatu kawasan hingga kebadan air
penerima.
2. Drainase perkotaan adalah suatu bentuk jaringan saluran yang mengaliri air hujan dan
air buangan masyarakat dikawasan perkotaan.
3. Genangan adalah istilah praktis dilapangan untuk mengambarkan air hujan pada suatu
kawasan yang melimpah dari saluran yang tidak dapat menampung dan menggenangi
areal-areal tertentu.
4. Banjir adalah air yang melimpah dari badan air / sarana pengendali banjir yang tidak
mampu mengalirkannya sehingga menggenangi kawasan tertentu.

Menurut Chay Asdak(1995)banjir dalam bahasa populernya adalah sebagai aliran atau
genangan air yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi bahkan menyebabkan kehilangan
korban jiwa. Sedangkandalam istilah teknis banjir adalah aliran air sungai yang mengalir
melampaui kapasitas tampungan air sungai dan menggenangi daerah sekitarnya, drainase
Pemukiman merupakan sarana dan prasarana di pemukiman untuk mengalirkan air hujan,
dari suatu tempat ke tempat lain.

Menurut Sinulingga (1999) saluran drainase merupakan prasarana yang melekat dengan
lingkungan pemukiman, yang digunakan untuk menjaga agar Lingkungan tidak digenangi
oleh air hujan. Kalau kita mengikuti air hujan yang hendak dibuang sebelum sampai ke laut
maka kita akan meneliti sistem drainase yang agak kompleks. Maka dari itu akan ditinjau
juga sistem drainase secara keseluruhan.

2.2.2Jenis Drainase

Drainase menurut sejarah terbentuknya, dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Drainase Alamiah

Drainase AlamiahAdalah drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-
bangunan batu atau beton, gorong-gorong. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang
bergerak karena gravitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti
sungai.

2. Drainase Buatan
Adalah drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan
bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu atau beton gorong-gorong dan
pipa.

Drainase Perkotaan

Semua kota besar mempunyai sistem drainase untuk pembuangan air hujan dimana itu
memerlukan biaya yang cukup besar. Aliran permukaan yang terkumpul dijalan dialirkan
melalui lobang-lobang pemasukan (Inlet) kedalaman saluran riool air hujan dibawah
permukaan jalan, untuk kemudian di buang kedalam sungai, danau atau laut. Pembuangan
sedapat mungkin dilakukan secara gravitasional, apabila tidak mungkin maka digunakan
sistim pemompaan.

Desain akhir memerlukan peta rinci dari daerah perkotaan yang memuat semua sarana
dibawah tanah yang telah ada saluran gas, air, listrik, telepon dan air kotor, juga lokasi
bangunan gedung, saluran air, jalan kereta api dan lain lain.

2.4 Drainase lahan

Drainaselahan bertujuan membuang kelebihan air permukaan dari suatu daerah atau
menurunkan muka air tanah sampai dibawah daerah akar, untuk memperbaiki tumbuhnya
tanaman atau mengurangi akumulasi garam-garam tanah. Diterapkan untuk pertanian dan
perkebunan. Dalam banyak hal mirip dengan drainase air hujan untuk daerah pedesaan,
saluran terbuka digunakan sebagai saluran drainase, baik untuk aliran permukaan maupun
untuk aliran bawah tanah.

Drainase lahan biasanya diterapkan di daerah yang sangat datar, misalnya di daerah pasang
surut atau daerah rawa. Oleh karena itu sarana pembuangan air biasanya dilengkapi dengan
pintu-pintu pengendalian pasang surut atau peralatan pompa.

2.5 Drainase Jalan

Perencanaan dan pelaksanaan pembuatan jalan telah lama menyadari bahwa kehadiran air
didalam disekitar badan perkerasan jalan akan mempercepat turunnya kekuatan/kehancuran
jalan. Meskipun demikian, jarang terdapat jalan yang dilengkapi dengan drainase yang baik.
Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa metode perencanaan yang didasarkan pada
hasil eksperimen terhadap subgrede, subbese yang jenuh air, sudah otomatis
memperhitungkan pengaruh- pengaruh akibat air yang ada didalam/disekitar perkerasan jalan.
Pengamatan dan penelitian mutakhir menyimpulkan bahwa perkerasan jalan lebih cepat rusak
akibat pengaruh air disekitar struktur jalan, ketimbang akibat bertambahnya volume lalu
lintas. Dengan demikian, maka didalam perencanaan pembuatan/pemeliharaan jalan,
hendaknya sarana drainase diberi perhatian yang sama besarnya seperti perkerasan jalan dan
sarana-sarana jalan lainya.

Sistem Saluran Drainase

1. Sistem Drainase Permukaan

Pada sistem ini, limpahan air dari daerah yang diperkeras dari daerah yang tidak diperkeras
ditampung dan dibawa keluar oleh saluran drainase permukaan. aliran pada permukaan akan
tersaring oleh limpasan vegetatif (Jenis Rerumputan)
kecepatanlimpasanaliransungai,pengurangankecepatanini sangat menguntungkan, tapi pada
kondisi tertentu permukaan saluran harus diperkeras untuk mencegah erosi didalam saluran.

2. Sistem Drainase Bawah Tanah Tertutup

Sistem drainase bawah tanah tertutup menerima limpasan daerah yang diperkeras
maupun daerah yang tidak diperkeras dan membawanya kesebuah pipa/roil keluar dari posisi
tapak (saluran permukaan atau sungai) kesistem drainase kota.

Keuntungan utama sistem drainase ini adalah bahwa volume dan kecepatan limpasan
menimbulkan erosi pada tapak. keterbatasan utama sistem ini adalah bahwa kecepatan
limpasan meningkat dan biasa tidak tersaring dari limpasan. akibat dari hal tersebut limpasan
yang dikeluarkan dari sistem dapat mengakibatkan sistem akan rentan terhadap erosi dan
sedimen.

3. Sistem drainase bawah tanah tertutup dengan tempat penampungan pada


tapak.

Sistem drainase memiliki keuntungan seperti sistem drainase tertutup. bahwa tanah yang
menggunakan pengendalian erosi pada tapak, tetapi kerusakan dalam tapak dapat dihindari.
Selain sekedar memperlambat dampak erosi dan sendimentasi dari sistem drainase tertutup.

Maka sistem pelepasan limpasan yang dikendalikan oleh tempat penampungan didalam
tapak sangat mengurangi dampak tersebut.

4. Sistem kombinasi drainase tutup untuk daerah yang diperkeras dan drainase
untuk daerah yang tidak diperkeras.

Pada sistem ini limpasan ruang terbuka dikumpulkan didalam saluran drainase tertutup.
Karena sistem drainase tertutup menerima limpasan dari daerah yang luasnya terbatas, maka
resiko erosi dan sedimentasi pada titik pelepasan akan cenderung kurang dibandingkan
dengan sistem tertutup untuk menyalurkan air dari sebuah tapak. Limpasan dan saluran
tertutup dapat dialirkan ke sistem drainase permukaan. Sistem drainase yang dipilih
berpengaruh langsung terhadap pengendalian erosi dan sendimentasi.

2.5.2 Fungsi Drainase

Ada beberapa fungsi dari saluran drainase, diantaranya :

1. Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat pemukiman) dari genangan air,
erosi dan banjir.
2. Kegunaan tanah pemukiman padat akan menjadi lebih baik karena terhindar dan
kelembaban.
3. Dengan sistem yang baik, tata guna lahan akan dapat dioptimalkan dan juga
memperkecil kerusakan-kerusakan struktur tanah untuk jalan dan bangunan.

2.6 Banjir
Banjir adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang
begitu besar. Banjir merupakan salah satu masalah yang seriusbagi sebagian kota Indonesia.
Khususnya pada musim hujan. Terutama hujan-hujan besar sehingga kota menjadi
tergenang yang sangat mengganggu aktivitas sosial dan pemerintahan serta menimbulkan
kerugian yang sangat besar bagi masyarakat dan pemerintah kota.

Penyebab Banjir

Menurut kodoatie dan sugiyanto, 2002, banjir dan genangan yang terjadi di suatu lokasi di
akibatkan oleh :

1. Perubahan tata guna lahan (land-use) di daerah aliran sugai (DAS)


2. Pembuangan sampah
3. Erosi dan sendimentasi
4. Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase
5. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
6. Curah hujan
7. Pengaruh Fisiografi/geofisik sungai
8. Kapasitas sungai dan drainaseyang tidak memadai
9. Pengaruh air pasang
10. Penurunan tanahdan rob(genangan akibat pasang air laut)
11. Drainae lahan
12. Bendung dan bangunan air
13. Kerusakan bangunan pengendalian banjir.

Bilamana diklasifikasikan oleh tindakan manusia dan oleh alam maka penyebab banjir dapat
disusun antara lain:

1. Penyebab Banjir akibat Manusia

Yang termasuk sebab-sebab banjir karena antara lain :

1. Perubahan tata guna lahan


2. Pembuangan sampah
3. Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase
4. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
5. Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang air laut)
6. Tidak berfungsinya Drainae lahan
7. Bendung dan bangunan air
8. Kerusakan bangunan pengendalian banjir.
9. Penyebab Banjir akibat Alam

Meliputi semua kegiatan yang menghambat aliran maupun memperbesar limpasan


permukaan berikut. :

1. Erosi dan sendimentasi


2. Curah hujan
3. Pengaruh Fisiografi/geofisik sungai
4. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai
5. Pengaruh air pasang
6. Penurunan tanah dan rob
7. Drainae lahan.

Penyebab banjir dan prioritasnya dapat di lihat pada table 2.1 pada halaman berikut ini:

Tabel 2.1

Penyebab Banjir Dan Prioritasnya

Penyebab
Oleh
alam
Penyebab Atau
No Alasan Mengapa Prioritas
Banjir aktifitas
manusia
Debit puncak naik dari 5 sampai 35 kali karena
di DAS tidak ada yang menahan maka aliran
air permukaan (run off) menjadi besar sehingga
Perubahan tata
1 berakibat debit di sungai menjadi besar dan Manusia
guna lahan
terjadi erosi lahan yang berakibat sedimentasi
di sungai sehingga kapasitas sungai menjadi
turun.
Sungai /drainase tersumbat sampah, jika air
2 Sampah melimpah akan keluar dari sungai karena ada Manusia
daya tampung saluran berkurang
Akibat perubah tata guna lahan, terjadi
erosiyang berakibat sedimentasi ,masuk
Erosi dan kesungai sehingga daya tampungsungai Manusia
3
sedimentasi berkurang, penutup lahan vegetatip yang rapat dan alam
(misalnya semak-semak, rumput) merupakan
penahan laju erosi paling tinggi.
Kawasan
kumuh di Dapat merupakan penghambat aliran , maupun
sepanjang daya tampung sungai, masalah kawasan kumuh
4 Manusia
sungai/drainase dikenal sebagai faktor penting terhadap
masalah banjir daerah perkotaan.

Sitem pengedalian banjir memang dapat


Perencanaan mengurangi kerusakan akibat banjir kecil
sistem sampai sedang, tapi mungkin dapat menambah
5 pengendalian kerusakan selama banjir yang besar. Misalnya Manusia
banjir tidak bangunan tanggul sungai yang tinggi.
tepat Limpasan pada tanggulwaktu banjir melebihi
banjir rencana menyebabkan keruntuhan
tanggul,kecepatan air sangat besaryang melalui
bobolnya tanggul sehingga menimbulkn banjir
yang besar.
Pada musim penghujan, curah hujan yang
tinggi dapat menyebabkan banjir disungaidan
bilamana melebihi tebing sungai maka akan
timbul banjir atau genangan termasuk bobolnya
6 Curah hujan tanggul.Data curah hujan menunjukaan Alam
maksimum kenaikan debit puncak antara 2
sampai 3 kali.

Fisiografi atau geografi fisik sungai


bentuk,fungsi dan kemiringan sungai daerah
Pengaruh DAS, kemiringan sungai ,geometrik hidrolik Alam dan
7
Fisiografi (bentuk penampang seperti Manusia
lebar,kedalaman,potongan memanjng,material
dasar sungai), lokasi sungai dll.

Penyebab Oleh
alam Atau
Penyebab
aktifitas
No Alasan Mengapa Prioritas
Banjir
manusia
Pengurangan kapasitas aliran banjir
pada sungai dapat disebabkan oleh
pengendapan bersal dari erosi DAS
Manusia
dan erosi tanggul sungai yang
8 Kapasitas sungai
berlebihan dan sedimentasi di sungai
dan Alam
itu karena tidak adanya vegetasi
penutup dan adanya penggunan lahan
yang tidak tepat.
Karena Perubahan tata guna lahan
maupun berkurangnya
Kapasitas
tanaman/vegetasi serta tindakan
9 Drainase yang Manusia
manusia mengakibatkan pengurangan
tidak memadai
kapasitas saluran/sungai sesuai
perencanaan yang dibuat.
Drainase perkotaan dan
pengembangan pertanian pada daerah
10 Drainase lahan Manusia
bantaran dalam menampung debit air
yang tinggi.
Bendung dan bangunan lain seperti
Bendung dan
11 pilar jembatan dapat meningkatkan Manusia
bangunan air
elevasi muka air banjir karena efek
aliran balik (backwater).
Pemeliharaan yang kurang memadai
Kerusakan dari bangunan pengendali banjir Manusia
12 Bangunan sehingga menimbulkan kerusakan dan
pengendali banjir akhirnya tidak berfungsi dapat dan Alam
meningkatkan kuantitas banjir.
air pasang memperlambat aliran
sungai kelaut. Waktu banjir
bersamaan dengan air pasang tinggi
Pengaruh air maka tinggi genangan atau banjir
13 Alam
pasang menjadi besar karena terjadi aliran
balik (backwater). Hanya pada daerah
pantai seperti pantura.jakarta dan
semarang.

(Sumber : Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Edisi 2)

(Penerbit : andi yogyakarta (2008)

Gambar 2.1Ilustrasi Perubahan Debit Akibat Perubahan Tata Guna Lahan

(Sumber : Pengolaan Sumber Daya Air Terpadu Edisi,2008)



Upaya Penanggulangan dan Pengendalian Banjir

1. Penanggulangan Banjir

Penanggulangan banjir bertujuan untuk mengurangi dan memperkecil resiko kerugian yang
timbul akibat peristiwa banjir. Upaya Penanggulangan banjir dibutuhkan dukung biaya besar.
Karena itu setiap sistem pengendalian yang direncanakan mempunyai keterbatasan pada
tingkat banjir tertentu berdasarkan kelayakan pertimbangan teknis, ekonomi dan lingkungan.

2. Pengendalian Banjir

Upaya pengendalian banjir yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan membuat dan
merencanakan bangunan pengendalian banjir atau dengan melengkapi bangunan
pengendalian banjir sedemikian rupa sehingga dapat mengantisipasi apabila debit air
melebihi target desainnya.

2.6.3 Rencana Tindak Pengendalian Banjir

Dalam tabel 2.2 pada halaman sebelah ini menunjukan aktifitas pengendalian banjir dikaitkan
dengan instansi yang menangani.

Tabel 2.2
Instansi,Rencana Tindak (Action Plan) Dan Jangka Waktu

Instansi Action plan Jangaka waktu


Menengah,
kajian pola pengelolaan sumber daya panjang
air(PSDA)
Menengah,
Badan
kajian kelebagaan POLa PSDA panjang
penelitian dan
pengembangan
Kajian finansial pola PSDA Menengah,
(balitbang)
panjang
Kajian pengendalian banjir sebagai bagian
PSDA pendek,
menengah
Panjang
perencanaan menyeluruh yang
komprehensip(a master lingking or integrated
plan)
Badan panjang
Rencana induk untuk setiap pembangunan
perencanaan
dan pengembangan sistem (master palans for
the development of each servis infrasructure
dan
system)
pembangunan
Perkiraan biaya (assessment that tie to the
daerah Menengah
budgeting prosess)
(Bappeda)
Perencanaan organisasi dan institusi
Pendek
Perencanaan peningkatan sistemyang ada
(palns to improve operation servis)
pendek
Evaluasi dan review WS dan DAS
Menengah,
panjang
Pengelolaan Sumber Daya air dan
pengendalian banjir
Menengah,
panjang
Evaluasi & review sistem pengendalian
Dinas banjir tiap DAS
Pendek,
pengelolaan
menengah
sumber daya Pemetaan daerah-daerah banjir
Air
Pendek
(PSDA)/dinas Pemetaan daerah-daerah rawan longsor
pengairan
Pendek
Upaya perbaikan daerah banjir dan longsor
Pendek
Pelaksanaan pembangunan yang di
prioritaskan
menengah
Flod Warning System
Pendek

Pendek
Review sistem pengelolaan hutan di hulu
Menengah,
DAS
panjang
Kehutanan
Perubahan Kebijakan pengelolaan hutan
Menengah,
panjang
Masterpalan eksploitas sumber daya hutan

Instansi Action plan Jangaka waktu


Review kebijakan penambangan galian C Pendek

pertambangan Pemetaan daerah penambangan galian C pendek,Menengah

Pemetaan daerah rawan longsor pendek


Pendek
Evaluasi dan Review Sistem DAS di wilayah
Kab/kota Pendek,
Menengah
Koordinasi dan Review sistem DAS antas Kab/kota
Pendek
Evaluasi RTRW KOTA
Pendek,
Kompensasi kawasan-kawasan terbangun untuk Menengah
Kab/kota
mengembalikan resapan air sebelum di rubah
termasuk
Pendek
Institusi &
Perkiraan biaya
dinas terkait
Pendek
Perencanaan organisasi dan institusi
Pendek
Pemetaan daerah banjir
Pendek
Pemetaan daerah-daerah rawan longsor
Pendek, menengah
Pelaksanaan pembangunan yang di prioritaskan.
Pendek

(Sumber : Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Edisi 2)


Sistem Drainase
o Sistem Drainase Kota

Menurut Sinulingga (1999) sistem drainase kota sering disebut sistem tulang daun, yaitu
terdiri dari saluran utama (sungai atau kanal) sebagai saluran pembawa air hujan ke laut,
saluran pengumpul dan saluran lokal. Jenis-jenisnya hampir serupa dengan jaringan jalan.

Saluran utama terdiri dari sungai-sungai yang melewati kota, dan apabila tidak ada sungai
atau jumlah tidak mencukupi maka harus dibuat kanal buatan yang biasanya hampir
menyerupai sungai untuk membawa air hujan itu kelaut, saluran utama fungsi melayani
hampir seluruh bagian wilayah kota sehingga kekurangan pada saluran ini akan berdampak
sangat luas dari bagian wilayah kota.

Selanjutnya saluran yang membawa air menuju sungai (saluran utama) dinamakan saluran
pengumpul,yang biasa terdiri dari anak sungai atau saluran buatan yang dapat terbuka dan
tertutup.Saluran pengumpul ini melayani lingkungan.pemukiman dan diameternya dapat
besar sekali. tergantungluasnya kota.

Terkadang saluran pengumpul ini di bagi dua macam yaitu saluran pengumpul besar yang
langsung menuju sungai dan saluran pengumpul kecil yang mengalirkan airnya menuju
pengumpul yang besar. Saluran yang melayani lingkungan permukiman pada tiap polder.
Yang dimaksud dengan polder adalah saluran lokal yang dapat berbentuk saluran terbuka
dan tertutup agar tidak menggangu aktipitas manusia yang sangat pesat.

Untuk merencanakan dimensi saluran drainase masing-masing sistem memerlukan debit


rencana banjir yang akan terjadi, karakteristik daerah aliran dan koefisien aliran permukaan.

2.7.2. Sistem Drainase Pemukiman

Drainase pemukiman merupakan sarana dan prasarana di pemukiman untuk mengalirkan air
hujan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Pengembangan pemukiman diperkotaan yang
demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan. Karena
meningkatnya luas daerah yang ditutupi oleh perkerasan dan mengakibatkan waktu
berkumpulnya air hujan lebih pendek, sehingga akumulasi air hujan yang terkumpul
malampaui bataskapasitas drainase yang ada. Hal ini sering ditunjukan dengan terjadi air
yang meluap dari saluran drainase baik perkotaan maupun pemukiman secara khusus
sehingga terjadinya genangan air.

Permasalahan yang timbul berkaitan dengan drainase pemukimandapat dilihat pada halaman
berikut :

1 Berkurang atau tidak mempunyai saluran drainase yang ada mengalirkan agar limpasan
air permukaan. Karena berubahnya fungsi atau guna lahan dan pesatnya pertumbuhan daerah
pemukiman.

2 Saluran drainase yang ada tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena ada bagian
saluran yang tertutup atau saluran yang menyempit.

3 Timbul genangan air di bawah permukaan.


Analisa Curah Hujan

Hujan terjadi karena adanya perpindahan massa air basah ketempat yang lebih tinggi sebagai
respon adanya beda tekanan udara antara dua tempat yang berbeda tingginya.

Menurut Suripin (2004) karakteristik hujan termasuk paling penting untuk diketahui dalam
analisis dan perencanaan hydrologi meliputi itensitas hujan yang biasanya dinyatakan dalam
mm / jam. Jumlah hujan dalam satuan waktu misalnya harian, mingguan, bulanan maupun
tahunan. Demikian juga distribusi hujan dalam ruangan dan waktu memerlukan hal penting
yang perlu dipahami.

Perhitungan dan hujan maksimum harian rata-rata DAS harus dilakukan secara benar untuk
analisis frekwensi data hujan. Dalam praktek sering kita jumpai perhitungan yang kurang pas,
yaitu dengan mencari hujan maksimum dalam setiap pos hujan selama satu tahun, kemudian
dirata-ratakan untuk mendapatkan hujan DAS, cara ini tidak logis karena rata-rata hujan
dilakukan atas hujan dari masing-masing pos hujan yang terjadi pada hari yang berlainan.

Intensitas Hujan

Intensitas curah hujan adalah derasnya hujan yang jatuh pada luas daerah tadah hujan tertentu
yang juga merupakan laju rata-rata yang lamanya sesuai dengan besarnya waktu kosentrasi
dan frekwensi kejadiannya. Ukuran deras hujan jatuh adalah akumulasi tinggi hujan pada
jangka waktu (menit) tertentu yang dinyatakan dalam satuan mm / menit.

Ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu periode waktu dimana air hujan tersebut
berkonsentrasi, mencapai ketinggian maksimum kemudian menurun Besarnya ketinggian
hujan tersebut diperoleh berdasarkan periode ulang tertentu dengan hasil curah hujan harian
maksimum.dengan merubah curah hujan harian maksimum.

Tabel 2.2

Derajat Curah Hujan dan Itensitas Curah Hujan

Itensitas
Derajat Curah Curah

Hujan Hujan (mm / Kondisi


jam)
Hujan sangat Tanah agak basah atau dibasahi sedikit
< 1,20
lemah
Tanah menjadi basah semuanya, tetapi
1,20-3,00
Hujan lemah sulit membuat punddel

Dapat dibuat puddel dan bunyi hujan


kedengaran
3,00-18,0
Hujan normal
Air tergenang diseluruh permukaan tanah
dan bunyi hujan keras, hujan berasal dari
genangan
Hujan deras 18,0-60,0
Hujan seperti ditumpuhkan, sehingga
saluran dan drainase meluap.

Hujan sangat > 60,0


deras

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

2.9 Perencanaan Saluran Drainase Pemukiman

2.9.1 Debit Rencana

Langkah Pertama yang dilakukan adalah mendapatkan volume air hujan, dan informasi
tentang kondisi tanah serta perkiraan kemungkinan pengembangan yang akan datang. Aliran
air hujan ini akan tergantung kepada Intensitas hujan, jenis tanah,permukaan tanah dimana air
hujan akan lewat, kemiringan tanah, besarnya kelembaban tanah, dan besarnya wilayah
tangkapan.

2.9.2 Koefesien Pengaliran

Koefesien Pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan yang berbentuk limpasan
langsung dengan hujan lokal yang terjadi.Besarnya ini dipengaruhi oleh tata guna lahan,
kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Pemilihan koefesien pengaliran harus
memperhatikan kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan di kemudian hari.

Tabel 2.3

Koefesien Pengaliran Berdasarkan Tata Guna Lahan

Koefesien aliran
Karakteristik Daerah
(C)
Perumahan tidak begitu rapat (20 rumah /Ha) 0.25-0.40

Perumahan kerapatan sedang ( 20-60 rumah / Ha 0.40-0.70

Perumahan rapat (60-60 rumah /Ha) 0.70-0.80

Tanaman dan daerah rekreasi 0.20-0.30

Daerah Industry 0.80-0.90

Daerah Perniagaan 0.90-0.95

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

2.9.3 Kemiringan Dinding Saluran


Kemiringan dasar saluran adalah kemiringan dasar saluran arah memanjang dimana
umumnya dipengaruhi oleh kondisi topografi serta tinggi tekanan yang diperlukan untuk
adanya pengaliran sesuai dengan kecepatan yang diinginkan.

Kemiringan Dasar saluran maksimum yang diperbolehkan adalah 0,005-0,008 tergantung


pada bahan saluran yang digunakan.

Tabel 2.4

Kemiringan Dinding Saluran Sesuai Bahan

Bahan Saluran Kemiringan Dinding


Batuan / cadas 0

Tanah lumpur 0.25

Lempung Keras / Tanah 0.5-1

Tanah dengan pasangan batu 1

Lempung 1.5

Tanah berpasir 2

Lumpur berpasir 3

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

2.9.4 Kecepatan Aliran

Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terkecil yang tidak menimbulkan
pengendapan dan tidak merangsangnya pertumbuhan tanaman.

Pada umumnya dalam praktek, kecepatan sebesar 0,60-0,90 m/det. dapat digunakan dengan
aman apabila lumpur yang ada di air cukup kecil. Kecepatan 0.75 m/det bisa mencegah
tumbuhnya tanaman dan memperkecil daya angkut saluran.

Koefisien Kekasaran Manning

Dari bermacam macam saluran, besarnya koefisien manning dapat mengacu pada tabel
halaman berikut ini :

Tabel 2.5

Koefisien Kekasaran meanning Berdasarkan Jenis Saluran

Kondisi
Tipe Saluran Baik Cukup Sedang
Saluran tanah, lurus beraturan 0.020 0.023 0.025
Saluran tanah, digali biasanya 0.028 0.030 0.025
Saluran Batuan, tidak lurus dan tidak beraturan 0.040 0.045 0.045
Saluran batuan, lerus dan beraturan 0.030 0.033 0.035
Saluran batuan , vegetasi pada sisinya 0.030 0.033 0.040
Dasar Tanah, sisi batuan koral 0.030 0.030 0.045
Saluran berliku-liku kecepatan rendah 0.025 0.028 0.030
(Sumber : Drainase Perkotaan , 1997)

2.9.6 Bentuk-Bentuk Saluran

1. Trapesium Bentuk Trapesium

(Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, oleh Dr. Ir. Suripin, M. Eng dalam
Bukunya yang diterbitkan oleh ANDI Yogyakarta Tahun 2004)

Saluran drainase bentuk trapesium pada umumnya saluran dari tanah tapi dimungkinkan juga
bentuk ini dari pasangan saluran ini membutuhkan ruang yang cukup dan berfungsi untuk
pengalir air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.

2. Empat Persegi Panjang

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, oleh Dr. Ir. Suripin, M. Eng dalam
Bukunya yang diterbitkan oleh ANDI Yogyakarta Tahun 2004.

Saluran drainase bentuk ini tidak banyak membutuhkan ruang, saluran ini di pasangpasangan
batu ataupun beton, saluran ini berfungsi sebagai air hujan air rumah tangga maupun air
irigasi.
3. 3. Bentuk Lingkaran, Parabol dan Bentuk Telur

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, oleh Dr. Ir. Suripin, M. Eng dalam
Bukunya yang diterbitkan oleh ANDI Yogyakarta Tahun 2004.

Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi pasangan dan pipa
beton. Bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan/limbah.

4. Tersusun

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, oleh Dr. Ir. Suripin, M. Eng dalam
Bukunya yang diterbitkan oleh ANDI Yogyakarta Tahun 2004.

Saluran drainase bentuk tersusun dapat berupa saluran dari tanah. Tapak saluran yang bawah
berfungsi mengalirkan air rumah tangga pada kondisi tidak hujan, apabila terjadi hujan maka
kelebihan air dapat ditampung pada saluran bagian atas. Tampang saluran ini membutuhkan
ruangan yang cukup dan dapat untuk saluran air hujan, saluran air rumah tangga maupun
saluran irigasi.

2.10 Bangunan-Bangunan Sistem Saluran Drainase

Bangunan- bangunan pada sistem saluran drainase adalah bangunan-bangunan struktur dan
bangunan-bangunan non struktur .Bangunan Struktur adalah bangunan pasangan disertai
dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu, Contohnya antara lain dapat dilihat pada
halaman berikut :

1. Bangunan rumah pompa adalah suatu kawasan bangunan yang berfungsi untuk
menaikan air.
2. Bangunan tembok penahan adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya erosi oleh arus air tersebut.
3. Bangunan terjun adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menghindari kecepatan
terlalu tinggi, sehingga kemiringan dasar saluran dapat dibuat lebih landai.
4. Jembatan adalah suatu fasilitas umum yang sering dijumpai dilapangan dan perlu
disesuaikan pada saat pelaksanaan kontruksi saluran drainase.

Bangunan non strukturadalah bangunan pasangan atau tanpa pasangan yang tidak disertai
dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu yang biasanya berbentuk siap pisang,
Contoh nya pada halaman berikut :

1. Saluran Kecil tertutup adalah saluran yang tertutup misalnya terowongan, pipa, siphon
dan gorong-gorong.
2. Tembok talud saluran adalah suatu tembok yang diperlukan untuk memperkuat dan
menjamin supaya dinding tidak longsor.
3. Man-hole/bak kontrol ukuran kecil adalah suatu alat yang digunakan untuk
memeriksa saluran dan pembersih apabila terjadi penyumbatan.
4. Steetn Inlet adalah suatu pengaliran air dalam gorong-gorong yang memerlukan
energi untuk mendorong air melewatinya.

2.11 Dasar Rumus Yang Digunakan

2.11.1Menentukan Intensitas Hujan

Untuk menentukan Itensitas hujan selama waktu kosentrasi dapat digunakan rumus :

I =

Dimana :
I : Itensitas Hujan selama waktu kosentrasi (mm/jam)

t : Lama hujan(jam)

R : Curah Hujan (mm)

2.11.2 Pengolahan Data Hujan

Untuk mencari hujan rata-rata daerah aliran dipakai rumus :

1. Cara rata-rata aljabar

R =

Keterangan :

D = R : Curah Hujan daerah

n : Jumlah Pos Pengamat

: Curah Hujan Tiap Pos pengamat

1. Cara rata-rata Thiessen

Dimana :

R : Curah Hujan Daerah

: Curah Hujan di tiap pos pengamat

: Luas daerah Tiap pos pengamat

1. Cara rata-rata isohyet

Dimana :

: Curah Hujan rata-rata pada area

: Luas area antara garis isohyet (topografi)

2.11.3 Analisis Frekwensi


2.11.3.1 Metode Gumbel

Persamaam yang digunakan dalam analisis statistic Gumbel dapat di lihat pada halaman
berikut ini:

. (Suwarno, 1995)

Keterangan :

XT = curah hujan dengan priode ulang T tahun (mm)

= curah hujan rata-rata (mm)

SD = Standar deviasi

Sn = Reduced standar deviasi

Yt = Reduced variated

Yn = Reduced mean

(Suwarno, 1995)

T = Kala ulang (Tahun)

Menghitung deviasi standar :

Menghitung Curah hujan rata-rata :

Keterangan : xi = Nilai rata-rata N pertahun

N = Jumlah data Pengamatan

Menghitung Curah hujan Recana dengan rumus Bell yaitu :

Pi = (0.21. ln T + 0.52) (0.54 t 0.25 0.50) (P60(T))


Keterangan :

Xt = Curah Hujan Untuk periode Ulang

P60 (T) = Perkiraan curah hujan jangka waktu 60


menit dengan periode ulang T (mm/tmenit)

Pi = Prestasi/Intensitas curah hujan T menit


dalam periode ulang T (mm/tmenit)

t = Lama hujan (jam)

(sumber : Disain Drainase kota makasar wilayah timur ,oleh Rinal A.Malem K.Ginting).

2.11.3.2 Metode Log Person Tipe III

Persamaan yang digunakan dalam analisa dengan metode log person

Tipe III adalah sebagai berikut :

Log Xi = log X + K ( Slog X )

Keterangan :

Log Xi = harga logaritma curah hujan dengan priode ulang T tahun

Log X = harga logaritma rata-rata curah hujan

K = Faktor Frekuensi

Koefesien Kemencengan :

Cs=

Dimana :
N = Jumlah data pengamatan

Cs = Koefisien Skewness

Sumber :Suwarno, (1995)

2.11.4 Perencanaan Saluran Drainase

Untuk perencanaan luas, kedalaman air, kemiringan dinding, lebar dan keliling basah, saluran
trapesium dianggap sebagai aliran tetap, maka dipakai rumus dibawah ini :

R =

A =

Q =V.A

Keterangan :

A : Luas penampang melintang (m2)

P : Keliling basah saluran (m)

b : lebar dan saluran (m)

h : Kedalam air (m)

m : kemiringan dinding

Q : Debit pengaliran (m3 / det)

V : Kecepatan aliran ( m/det )

R : Jari-jari hidrolik (m).

2.11.5Menentukan Debit Rencana

Debit puncak merupakan debit yang akan diberikan banjir rencana, untuk debit puncak
tersebut digunakan metode rasional.namunpenggunaan metode ini terbatas untuk daerah
aliran sungai dengan ukuran kecil yaitu kurang dari 300 ha (Goldman et.al.1986)

Rumus metode rasional :

Q = 0,00278 . C . Cs . A . I
(Sumber :Dr.Ir.suripin,M.Eng ,sistem drainase yang berkelanjutan)

Dimana :

Q = Debit banjir rencana (m/detik)

Cs = Koefesien tampungan

C = Koefesien pengaliran

I = Itensitas curah hujan berdasarkan time consentration (Tc) mm / jam.

A = Luas catchment area (Ha).

Dari data curah hujan dari itensitasnya maka besar debit puncak dapat diketahui. Oleh
karena setiap areal yang dihitung kurang dari batasan (lebih kecil dari 300 Ha) maka yang
digunakan adalah metode rasional.

2.11.5.1Perhitungan Debit Banjir Rencana

Menurut Djoko Asmoro dalam buku Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan Tahun 1990
Hal.6, menghitung debit banjir rencana dengan mempergunakan metode Rasional,
dirumuskan sebagai berikut :

Q=fxxIxA

Dimana :

Q = debit banjir rencana (m3/det)

f = faktor konversi (f = 1/3,6 = 0,278)

= koefisien pengaliran

I = Intensitas hujan pada durasi yang sama dengan waktu


kosentrasi dan pada periode ulang hujan tertentu (mm/jam)

A = luas daerah aliran (Km2).


Rumus Rasional digunakan untuk menghitung kapasitas saluran yang berada di sepanjang
koridor jalan. Pada analisa ini digunakan periode ulang 10 tahun untuk mendapatkan dimensi
penampang saluran.

Waktu kosentrasi (Tc) adalah waktu yang diperlukan oleh air mengalir dari titik yang paling
jauh dari catchment area menuju ke suatu titik yang ditinjau besarnya.Untuk konsentrasi
dihitung dengan rumus :

Tc = To + Td

To. = waktu pengaliran air pada permulaan dapat dianalisis dengan gambar

Td = waktu pengaliran pada saluran yang besarnya dapat ditentukan dengan rumus

Td = L/V

L = Jarak aliran air dari tempat mulai masuknya air sampai ketempat
yang ditinjau (m)

V = kecepatan aliran air m/detik.

2.11.5.2Perhitungan Proyeksi Penduduk Terhadap Limbah Air Buangan Rumah


Tangga

Menurut Ir. Malvea E. Marpaung, MUM dalam buku Dasar-dasar Analisis Tata Ruang
(Analisis Kependudukan) Tahun 2008, metode yang digunakan mempergunakan Metode
Linier, dikarenakan penduduk kota agraris diasumsikan memiliki pertambahan yang sama
pada setiap tahunnya.Jumlah pertambahan penduduk dari waktu ke waktu/tahun adalah sama,
dengan rumus Metode Linier yaitu :

Pn = Po+n.a

Keterangan :Pn = Jumlah penduduk yang akan diproyeksi n tahun ke depan

Po = Jumlah penduduk pada tahun awal

n = Jumlah tahun proyeksi

a = Pertambahan penduduk
Gambar 2.3Model Pertumbuhan Linier

(Sumber : Dasar-dasar Analisis Tata Ruang /Analisis Kependudukan/ Oleh : Ir. Melva E.
Marpaung, MUM)

Maka variabel proyeksi penduduk akan diasumsikan sebagai salah satu faktor yang terkait
terhadap limbah buangan rumah tangga, sebagaimana dimaksud sebagai berikut :

Jumlah penduduk diasumsikan 1 KK = 5 Jiwa

1 KK = Menghasilkan Limbah buangan sebesar 20 Liter/Hari

Maka :

(Sumber : Pendekatan Analisis dan Standar Departemen Pekerjaan Umum Bidang Cipta
Karya Wilayah Perdesaan)

2.11.6 Menentukan Koefesien Pengaliran

Harga koefesien penggaliran sangat dipengaruhi oleh karakteristik daerah penangkapan hujan
dan tata guna lahan. Harga koefisien penggaliran dapat dilihat pada tabel 2.3.

2.11.7 Menentukan Kecepatan Pengaliran


Kecepatan aliran didalam saluran ditentukan berdasarkan kecepatan maksimum dan
minimum yang diperbolehkan sesuai dengan bahan saluran yang digunakan.

Pada umumnya dalam praktek, kecepatan sebesar 0,60- 0,90 ada di air cukup kecil.
Kecepatan 0,9 m/det bisa mencegah tumbuhnya tumbuh-tumbuhan yang dapat diperkecil
daya angkut saluran. Maka kecepatan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah 0,9
m/det.

2.11.8 Menentukan Dimensi Saluran Drainase

Maksud dari dimensi saluran drainase ini adalah untuk menentukan dimensi saluran, baik
saluran terbuka maupun saluran tertutup, maka digunakan rumus (clarkson H. 1999)sebagai
berikut :

Dimana :

V: Kecepatan aliran rata-rata (m/det)

N : Koefesien kekasaran manning

R : jari-jari hidrolik (m)

S : Kemiringan dasar saluran.

2.12 Daerah Tangkapan Dan Daerah Pelepasan/Pengeluaran

Air tanah mengalir dari daerah yang lebih tinggi menuju ke daerah yang lebih rendah dan
dengan akhir perjalanantya menuju laut.

Proses aliran air tanah dalam bentuk sederhana di tunjukkan dalam gambar 2.2 berikut ini :

Gambar 2.2Ilustrasi Daerah Tangkapan Dan Daerah Pelepasan/Pengeluaran pada suatu


daerah

(Sumber : Toth, 1990: Freeze & Cherry, 1979/Pengolaan Sumber Daya Air Terpadu Edisi 2)

Dalam gambar 2.2 daerah yang lebih tinggi merupakan daerah tangkapan atau pengisan
(recharge Area) dan daerah yang lebih rendah merupakan daerah pelepasan atau pengeluaran
(discharge area).dalam ilustrasi di atas di tunjukkan daerah pelepasan berupa daerah pantai.
Bisa saja terjadi daerah pelepasan ini bukan daerah pantai tapi (misalnya berupa lembah
dengan suatu sistem aliran sungai.

Secara lebih spesifik daerah tangkapan di definisikan sebagian dari suatu daerah aliran
(watershed/catchment area) dimana aliran air tanah (yang saturated) menjauhi muka air
tanah. Sedangkan daerah pengeluaran di definisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran
(watershed/catchment area)dimana aliran air tanah (yang saturate) menuju muka air tanah.
(freezee dan cherry,1979)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Gambaran Umum

Perencanaan Saluran Drainase Kecamatan JelutungKota Jambi dimaksudkan untuk


menghasilkan suatu dokumen perencanaan penanggulangan banjir/genangan di lokasi
perencanaan. untuk menghasilkan suatu perencanaan yang lengkap maka diperlukan data-
data sebagai berikut :

3.1.1 Secara Geografi

Provinsi Jambi terletak di daerah khatulistiwa antara 0.45 garis Lintang Utara 2.45 garis
Lintang Selatan dan 101.10 sampai 104.55 Bujur Timur.

3.1.2 Secara Administrasi

Kecamatan Jelutung terdiri dari 7 (tujuh) desa/kelurahan, yaitu :

1. Kelurahan Talang Jauh


2. Kelurahan Cempaka Putih
3. Kelurahan Lebak Bandung
4. Kelurahan Payo Lebar
5. Kelurahan Jelutung
6. Kelurahan Kebon Handil
7. Kelurahan Handil

Wilayah kecamatan Jelutung berbatas dengan :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Pasar Jambi dan Jambi Timur


2. Sebelah Timur : Kecamatan Jambi Selatan
3. Sebelah Selatan : Kecamatan Kota Baru
4. Sebelah Barat : Kecamatan Kota Baru dan Telanai Pura.

Gambar 3.1

Peta Wilayah Kecamatan Jelutung


Sumber : DINAS TATA KOTA KOTA JAMBI Tahun 2011

3.1.3 Kondisi Topografi

Daerah jelutung merupakan dataran rendah, karena Topografi daerah ini bercirikan dataran
sedang dan daerah rendah
Secara morfologi lokasi dapat dibagi menjadi 2 (dua) satuan : dataran sedang dan dataran
rendah.

Dataran sedang bergelombang meliputi sebagian besar bagian sisi utara,timur,selatan dan
barat dengan ketinggian antara 15.00 sampai 25.00 m dpl, daerah ini didominasi oleh
perumahan, perkebunan dan lapangan.

Dataran rendah merupakan satuan morfologi terletak di tengah wilayah daerah ini, pada
umumnya merupakan daerah dipinggiran sungai, hutan, kebun,ladangdan sawah dengan
ketinggian antara 5.00 m sampai 15.00 m dpl. Satuan ini dibentuk di atas Aluvium dan
Endapan Rawa, dan banyak dipergunakan untuk daerah pertanian dan pemukiman.

Kemiringan sungai di daerah ini rendah dan sungai-sungai tersebut dipengaruhi oleh pasang
surut dari Sungai Batanghari.Pola aliran umumnya berkelok kelok bermuara pada Sungai
Batanghari, dan adanya meander yang menunjukkan bahwa erosi lateral dan pengendapan
ulang berlangsung aktif dan terdapat beberapa anak sungai yang masuk ke sungai utama.

3.1.4 Kondisi Geologi

Secara geologi daerah jelutung adalah bagian dari dataran rendah hingga sedang didalamnya
terdapat urutan sediment Quarter dan Tersier.

3.2 Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk rata-rata di Kecamatan Jelutung pada daerah studi tersebut


untuk penduduk sebesar 9.816 jiwa /km.

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk, Luas Kecamatan & Tingkat Kepadatan Tahun 2011

Jumlah Luas Wilayah Kepadatan Penduduk


Kecamatan
Penduduk(jiwa) (km2) (jiwa/km2)
Jambi Selatan 122.675 34,07 3.601
Kota Baru 142.237 77,78 1.829
Jambi timur 79.798 20,21 3.948
Telanaipura 77.931 30,39 2.564
Jelutung 77.740 7,92 9.816
Pasar Jambi 13.480 4,02 3.353
Pelayangan 12.824 15,29 839
Danau Teluk 13.573 15,70 864
TOTAL 540.258 jiwa 205,38 km2 2.630 jiwa/km2
Sumber : Jambi Dalam Angka, 2011

Aspek Kependudukan

Luas wilayah kecamatan Jelutung 7.9 km. Jumlahpenduduk di Kecamatan Jelutung pada
tahun 2011 adalah berkisar 77.740 jiwa.

3.3 Kemiringan Tanah

Berdasarkan kemiringan tanah, wilayah Kecamatan jelutung Jambi termasuk wilayah datar.
Wilayah ini umumnya berbentuk dataran rendah hampir dan banyak terdapat di setiap
kelurahannya.

Penggunaan lahan merupakan keadaan yang dinamis dan mengalami perubahan sesuai
dengan tingkat kebutuhan manusia dan pertambahan penduduk dengan melihat pola
penggunaan lahan pada suatu daerah, maka akan dapat diperkirakan keadaan sosial ekonomi
daerah tersebut. Pada umumnya jenis penggunaan lahan di wilayah Kelurahan jelutung
meliputi : perumahan, sawah, ladang, tanaman kayu, lahan yang diusahakan, dan lain lain.

3.4 Karekteristik Meteorologi

3.4.1Data Klimatologi

Keadaan iklim di Kelurahan jelutung beriklim tropis basah yang dipengaruhi oleh pergantian
angin muson laut dan tenggara. Terdapat dua musim yang berbeda di wilayah Kelurahan
jelutung yaitu musim penghujan dan musim kemarau.

3.4.2. Data Curah Hujan.

Data curah hujan sebagai salah satu data yang sangat penting dalam analisa hidrologi
dimana data tersebut diambil dari stasiun pengamatan.

Untuk menunjukan analisa hidrologi dari lokasi penelitian ini, telah dikumpulkan data curah
hujan dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2011, yang terdiri dari data-data mengenai
distribusi curah hujan. Data distribusi curah hujan ini digunakan untuk menetapkan nilai
hujan efektif yang akan dipakai untuk analisa curah hujan.
Gambar 3.2Jalan yang tidak memiliki drainase

Gambar 3.3Genangan air yang ada didepan rumah warga

pengamatan di lapangan masih terdapat Jalan dan pemukiman penduduk yang tidak memiliki
saluran drainase, sehingga terdapat genangan air diarea pemukiman tersebut.

saluran drainase pemukiman penduduk bukan hanya untuk menampung air hujan tetapi juga
menampung air limbah rumah tanggga. Karena masih menyatunya saluran air limbah
domestik dengan saluran drainase, sehingga lingkungan menjadi kotor dan menggangu
kesehatan masyarakat, dan juga tampak bahwa saluran drainase tidak pernah diperhatikan
akan kebersihanya akibatnya banyak sendimen menumpuk yang menyebabkan saluran
tersebut tersumbat sehingga air tidak menggalir dengan lancar.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan Curah hujan

4.1.1 Perhitungan Curah Hujan Harian Rencana Dengan Metode Gombel

Tabel 4.1

Data Curah Hujan Kota Jambi


BULAN
TAHUN
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEPT OKT NOV DES
2003 231 307 175 220 77 2 79 220 189 284 140 347
2004 379 175 366 204 159 47 79 13 67 216 247 259
2005 76 117 264 100 210 144 144 179 228 238 338 260
2006 166 329 272 260 186 145 98 143 118 52 156 171
2007 211 92 234 293 217 104 211 199 86 238 101 238
2008 185 98 331 258 82 27 69 245 105 202 304 322
2009 118 342 194 177 122 117 60 155 163 171 345 334
2010 112 290 204 220 279 168 389 346 262 373 334 112
2011 323 164 227 268 279 86 146 30 36 248 286 212
2012 136 143 222 244 266 53 108 55 53 277 150 223

(Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan Thaha Jambi. 2013)

Tabel 4.2

Perhitungan Metode Gumbel

NO TAHUN Xi
1 2003 189,33 191,22 -1,8942 3,588
2 2004 184,06 191,22 -7,1608 51,278
3 2005 191,34 191,22 0,1225 0,015
4 2006 174,60 191,22 -16,6192 276,197
5 2007 185,18 191,22 -6,0358 36,431
6 2008 185,84 191,22 -5,3775 28,918
7 2009 191,56 191,22 0,3392 0,115
8 2010 257,37 191,22 66,1475 4.375,492
9 2011 192,08 191,22 0,8642 0,747
10 2012 160,83 191,22 -30,3858 923,299
1.912,192 5.696,078

Xi = 1.912.192

= 5.696.078
N = 10

= Xi / N

= 1.912.192 / 10

= 191.22

Yn = 0.4952 ..Tabel Reduced Mean

Sn = 0.9496 .Tabel Reduced Standard Deviation

SD =

= 25.157

Keterangan :

Xi = Nilai rata-rata curah hujan pertahun

N = Pengamatan pertahun

SD = Standar Deviasi

Sumber : Hasil perhitungan

Tabel 4.3

Perhitungan curah hujan dengan Metode Gumbel

N0 Xi (X-Xa) (X-Xa)2 T Yt Yn Sn
1 189,33 -1,8942 3,5879 2 0,3668 0,4952 0,94
2 184,06 -7,1608 51,2775 5 1,5004 0,4952 0,94
3 191,34 0,1225 0,0150 10 2,2510 0,4952 0,94
4 174,60 -16,6192 276,1967 20 2,9709 0,5236 1,06
5 185,18 -6,0358 36,4313 25 3,1993 0,5309 1,09
6 185,84 -5,3775 28,9175 50 3,9028 0,5485 1,16
7 191,56 0,3392 0,1150 75 4,3117 0,5559 1,18
8 257,37 66,1475 4375,4918 100 4,6012 0,5600 1,20
9 192,08 0,8642 0,7468
10 160,83 -30,3858 923,2989
Total 1.912,19 5.696
Rata-rata 191,219
SD 25,157

Tabel 4.4

Nilai Reduced Mean Yn

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353
30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430
40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600

Sumber : Joesron Loebis, Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Yayasan Badan Penerbit
Pekerjaan Umum, Jakarta, 1992

Tabel 4.5

Nilai Reduced Standart Deviation Sn

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590
50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060
100 1,2065

Sumber : Joesron Loebis, Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Yayasan Badan Penerbit
Pekerjaan Umum, Jakarta, 1992

Tabel 4.6

Nilai Reduced Variated

Periode Ulang (tahun) Reduced Variate (Yt)


2 0,3668
5 1,5004
10 2,2510
20 2,9709
25 3,1993
50 3,9028
100 4.6012
200 5,2960
500 6,2140
1000 6,9190

Sumber : Joesron Loebis, Banjir Rencana untuk Bangunan Air, Yayasan Badan Penerbit
Pekerjaan Umum, Jakarta, 1992

Pengolahan Data di atas diperoleh parameter-parameter sebagai berikut :

1) Curah hujan rata-rata :

= = 191.219 mm

2) Standard Deviasi :
= 25.157mm

3) Perhitungan Curah hujan rencana (RT)

=237.735m

Tabel 4.7

Regresi Gumbel

PERIODE REDUCE
XTr P60 ( T )
ULANG VARIATE (Yt)
2 0,3668 214,06 60,24
5 1,5004 244,09 68,69
10 2,2510 263,97 74,28
20 2,9709 283,05 79,65
25 3,1993 289,10 81,35
50 3,9028 307,73 86,60
100 4,3117 318,57 89,6470

= 263,97 mm/hari

=74..28mm/hari

= 275.0685mm/ t menit

Keterangan :

Xt = Curah Hujan Untuk periode Ulang

Yn = Redunced Mean

Sn = Reduced Standard Deviation

Yt = Reduced Varied
P60 (T) = Perkiraan curah hujan jangka waktu 60 menit
dengan periode ulang T (mm/tmenit)

Pi = Prestasi/Intensitas curah hujan T menit dalam


periode ulang T (mm/tmenit)

t = Lama hujan (jam)

Hasil perhitungan untuk periode selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama sesuai dengan
tahun priode ulangnya masing-masingdapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.8

Hasil Analisis Frekuensi

4.1.2 Perhitungan curah hujan rencana dengan Metode Log person


Tipe III

Tabel 4.9

Perhitungan curah hujan rencana dengan Metode Log person Tipe III

Curah hujan rata- rata :

Harga Simpang Baku (S) :

Koefesien Kemencengan :

Hasil perhitungan curah hujan rencana untuk tiap-tiap periode ulang di sajikan pada table 4.9
berikut ini :

Tabel 4.10

Hasil perhitungan curah hujan rencana

Tr (tahun) KTr log XTr XTr (mm)


2 -0,033 2,277 189,151
5 0,834 2,322 209,883
10 1,306 2,347 222,116
20 1,823 2,373 236,311
25 2,164 2,391 246,189
50 2,476 2,407 255,558

=2.279 +-0.017. (0.0521)

=2.277

= 189.151

Hasil perhitugan dari kedua metode tersebut yaitu : metode Gumbel,dan metode log person
III disimpulkan dalam table 4.10pada halaman berikut ini

Tabel 4.11

Hasil perhitungan curah hujan dengan dua metode

Dari kedua metode tersebut akan dilakukan perhitungan uji kecocokan metode smirnov
kologorof untuk memilih curah hujan rencana yang akan di gunakan. perhitungan uji
kecocokan selengkapnya terlampir.

TABEL 4.12

PERHITUNGA KONSTANTALAMANYA HUJAN


PRIODE ULANG 10 TAHUN

TABEL 4.13

Hasil perhitungan konstanta lamanya hujan (a,b,n)

4.2 Analisa Aliran

Untuk menentukan limpasan permukiman (Run off) dibutuhkan data intensitas curah hujan
dalam jangka pendek (durasi 5 sampai 120 menit atau lebih besar dari itu dalam bentuk grafik
tensitas durasi frekwensi (IDF) oleh karena hasil yang diperoleh oleh rumus jelasnya
intensitas curah hujan jangka pendek tersebut memakai rumus.
4.2.1 Metode Talbot

4.2.2. Metode Sherman

4.2.3.Metode Ishiguro

Tabel 4.14

Perhitungan Intensitas Durasi

1. METODE TALBOT
2. Metode Sherman
3. Metode Ishiguru

4.3 Perhitungan debit rencana

Berdasarkan gambar yang ada dan analisa hujan yang ada maka akan di coba menganalisa
lebih lanjut besarnya debit hujan rencana ,dalam perhitungan akan di gunakan rumus rasional
untuk DAS yaitu :

Q = 0.278 (IT) Ai Ci)

(Sumber : Djoko Asmoro,Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan , tahun 1990, halaman
6)
Dimana

Ci = Koefesien limpasan sub daerah pengaliran Kei

Ai = Luas sub daerah pengaliran ke i

I = Intensitas curah hujan

Daerah pengaliran Drainase mempunyai luas 274 Ha yang terdiri dari 35% hutan
bergelombang dan 65% hutan berbukit

Panjang Drainase utama yang telah di ukur di gambar adalah 2.7 km. Intensitas curah hujan
rencana 10 tahun adalah 1074,872995.

Maka debit rencana untuk periode 10 tahun waktu kosesntrasi pada Drainase utama adalah :

Diketahui :

Luas daerah pengaliran (DAS)= 274 HA = 2.74 km2

Nilai c untuk hutan bergelombang = 0.50

Nilai c untuk lahan berbukit= 0.80

Intensitas curaah hujan (I10)= 1074,872995mm/jam

Ai Ci) = (35% x 2.74km2 x 0.50) + (65%x2.74km2x0.80)

= 1.90 km2

Dengan memasukkan nilai Ai Ci)dan nilai (I10) maka di peroleh debit rencana 10 tahun

(Q10) = 0.278 (I 10) Ai Ci)

=0.278x 1074,872995x 1.90 km2

=567.748m3/detik

Panjang drainase utama yang telah diukur (L) = 2.7 km

Kemiringan rata-rata (S) = 0.0521

= 0.4 Jam

Kesimpulan :
Jadi debit (Q) rencana dengan periode 10 tahun dengan intensitas curah
hujan1074,872995adalah567.748m3/detik

Dan waktu kosentrasi pada drainase utama adalah : 0.4jam

Tabel 4.15

Hasil Perhitungan Debit Perencanaan Drainase

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.16

Tabel Dimensi Saluran

Sumber : Hasil Perhitungan

4.4 Analisis perhitungan limbah buangan rumah tangga

4.4.1 Proyeksi penduduk

Berikut ini adalah perhitungan proyeksi jumlah penduduk daerah Jelutung kota jambi.
Perhitungan jumlah penduduk daerah Jelutung merupakan variabel untuk mendapakan
jumlah buangan limbah rumah tangga, dimana pendekatan perhitungan dibawah ini
mempergunakan asumsi pendekatan satuan buangan rumah tangga untuk kebutuhan akan air
bersih terhadap penggunaan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) dengan standar pembuangan adalah
1 jiwa = 20 liter/hari.

Tabel 4.17

Jumlah Penduduk, Luas Kecamatan & Tingkat Kepadatan Tahun 2011

Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk


Kecamatan
(jiwa) (km2) (jiwa/km2)
Jambi Selatan 122.675 34,07 3.601
Kota Baru 142.237 77,78 1.829
Jambi Timur 79.798 20,21 3.948
Telanaipura 77.931 30,39 2.564
Jelutung 77.740 7,92 9.816
Pasar Jambi 13.480 4,02 3.353
Pelayangan 12.824 15,29 839
Danau Teluk 13.573 15,70 864
TOTAL 540.258 jiwa 205,38 km2 2.630 jiwa/km2
(Sumber : Jambi dalam angka, 2011)

Maka variabel proyeksi penduduk akan diasumsikan sebagai salah satu faktor yang terkait
terhadap limbah buangan rumah tangga, sebagaimana dimaksud sebagai berikut :

Jumlah penduduk diasumsikan 1 KK = 5 Jiwa

1 KK = Menghasilkan Limbah buangan sebesar 20 Liter/Hari

Ditemukan :

Limbah Buangan x 1 Blok Lingkungan (20 Unit Rumah) = Limbah Liter/Hari

Dimensi Saluran

Perhitungan

= 310.960 liter/hari

4.5 Menentukan koefisien pengaliran

4.5.1 Luas daerah tangkapan

Penentuan luas daerah tangkapan (A) dicari dengan cara aljabar, panjang saluran x lebar dan
atau dilihat dari kondisi topografi yang ada. Hasil perhitungan tersebut :

A1 = 3,774 m2

A2 = 9,521 m2

A3 = 9,589m2

A4 = 12,.514 m2

Total A = 35.398m2 = 0,035 km2

Penentuan besarnya koefisien pengaliran (a) :

Perkerasan a1 = 0,95

Bahu a2 = 0,95
Saluran a3 = 0,85

Rumija a4 = 0,70

Sehingga rata-rata a

= 0.8345

4.6 Perhitungan debit

Q = f x a x I x A

Debit Q = ( x 0.8345 x 1074,872995x 35.398

= 8.826m3/det

Analisa dimensi saluran direncanakan berbentuk saluran trapesium (saluran dengan material
pasangan beton/mortar lined ditch)

4.7 Kemiringan saluran

Konstruksi saluran direncanakan dengan bentuk lurus dan teratur serta dalam kondisi baik.
Kemiringan saluran lebih diinginkan mengikuti kondisi topografi yang ada di lapangan,
dihitung dengan mengikuti rumus :

i lapangan = x 100%

i lapangan akan diperbandingkan terhadap i perhitungan yang dirumuskan :

i perhitungan =

Jika i lapangan i perhitungan maka saluran dibuat sesuai i perhitungan

Jika i lapangan> i perhitungan maka dibuatkan pematah arus

4.8 Kecepatan aliran

Kecepatan aliran yang diizinkan (v izin) disesuaikan terhadap material saluran, hal ini untuk
menghindari faktor agrasi dan degradasi yang dapat merusak konstruksi saluran. Penggunaan
variabel kecepatan dapat menggunakan tabel pada halaman berikut :

Tabel 4.18
Kecepatan Aliran Berdasarkan Material Saluran

Jenis Material v izin (m3/det)


Pasir halus 0,45
Lempung kepasiran 0,50
Lanau aluvial 0,60
Kerikil halus 0,75
Lempung kokoh 0,75
Lempung padat 1,10
Kerikil kasar 1,20
Batu-batu besar 1,50
Pasangan batu 1,50
Beton 1,50
Beton bertulang 1,50

Dewan Standarisasi Nasional : Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan,

Luas penampang saluran

Luas penampang saluran (A) dirumuskan :

A = = = 9.807 m2

Lebar saluran

Lebar saluran (b) untuk saluran segi empat digunakan formula:

b = 2h

Lebar saluran (b) untuk saluran trapesium digunakan formula:

m = kemiringan horizontal dinding saluran

= 1 (tergantung dari kestabilan jenis tanah)

Sehingga :

Dalam air saluran

Cara perhitungan untuk mendapatkan dalam air (h)saluran segi empat/tipe U

A = bxh

= 2 h2

Untuk mendapatkan nilai ekonomis maka digunakan penampang ekonomis (Ae)


Ae = A

Ae = 2 h2 = 9.807m2

h2 = 4.904 m2

h = 2.214 m

sehingga didapat :

b = 2h

= 2 x 2.214

= 4.429 m 4 m

Jalan perhitungan untuk mendapatkan dalam air (h) saluran trapesium

A = h ( b + m h)

= h ( 4.429 + 1 h)

= 5.429 h2

Untuk mendapatkan nilai ekonomis maka digunakan penampang ekonomis (Ae)

Ae = A

Ae = 5.429 h2 = 9.807 m2

h2 = 1.344 m2

h = 1.806 2. m

sehingga didapat

b = 2h

= 2 x 1.344

= 2.688 m 3 m

Tinggi jagaan

Tinggi jagaan dirumuskan :

w =

= = 1.164 m (segi empat) pembulatan = 2 m


= = 1.164 m (trapesium) pembulatan = 2 m.

Tabel 4.19

Standar Tinggi Jagaan

Q (m3/det) < 0,75 0,75 ~ 1,50 1,50 ~ 85,0 > 85,0


w (m) 0,45 0,60 0,75 0,90
b=3m
a=5m
h=2m
w=2m
h=2m
w=2m
b=4m

Tabel 4.20

Uji SmirnovMetode Gumbel

Tabel 4.21

Uji smirnovmetode log person III


Tabel 4.22

Hasil pengujian data curah hujan maksimum metode smirnov kolmogrof derajat kepercayaan
DK = 0.05

Periode Ulang
No Metode
Nilai kritis (Do) Nilai D maks Keterangan
1 Gumbel 0.41 -19,249 Lebih cocok
2 log person III 0.41 -10.000 Cocok

Dari hasil pengujian data curah hujan harian maksimum, di dapat nilai D maksimum lebih
kecil dari nilai D kritis (Do) baik untuk metode log person III maupun metode gumbel.

Tabel 4.23

Nilai kritis Do Untuk Uji Smirnov-Kolmogrov

Derajad Kepercayaan ,
`N
0.20 0.10 0.005 0.001
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0.32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23

Sumber : Bonnier. 1980

Você também pode gostar