Você está na página 1de 23

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

LAPORAN KASUS

SUB ARACHNOID BLOK PADA TINDAKAN TRANSVESICA


PROSTATECTOMY

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Departemen Anastesi
RSUD Ambarawa

Pembimbing:
dr. A.S. Heru, Sp.An

Disusun Oleh:
Lia Safriana Utami 1610221064
Fairuz Hanifah 16102210

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANASTESI


RSUD Ambarawa
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

SUB ARACHNOID BLOK PADA TINDAKAN TRANSVESICA


PROSTATECTOMY

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Departemen Anastesi
RSUD Ambarawa

Disusun Oleh:
Lia Safriana Utami 1610221064
Fairuz Hanifah 16102210

Telah Disetujui Oleh Pembimbing:

dr. A.S. Heru, Sp.An

Tanggal: Juni 2017


3

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Umur : 61 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jatikurung Pringapus

Tgl Masuk RS : 30 Mei 2017

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan catatan medis tanggal 31


Mei 2017

Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan sulit untuk buang air
kecil yang sudah dirasakan 2 bulan terakhir. Untuk memulai BAK pasien
membutuhkan waktu 2-5 menit, dan pasien juga terkadang harus mengedan
untuk mengeluarkan air kencingnya. Pasirn juga mengeluhkan BAK terasa tidak
puas dan merasa masih ada sisanya.

Riwayat kencing berwarna merah disangkal, kencing batu dan berpasir


disangkal, nyeri pinggang disangkal, riwayat jatuh dan kecelakaan pada bagian
perut dan kemaluan disangkal. Demam disangkal. Penurunan berat badan secara
cepat dan drastic juga disangkal oleh pasien.
4

Riwayat sosial dan ekonomi

Pasien merupakan seorang pensiunan. Biaya pengobatan pasien


ditanggung oleh BPJS .

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita keluhan serupa sebelumnya. Penyakit


seperti hipertensi, DM, Asma, dan penyakit jantung sebelumnya juga
disangkal oleh pasien.

Riwayat pengobatan

Pasien belum berobat selain ke poli bedah RSUD Ambarawa

Diagnosis Sementara

Retensio urin e.c suspek BPH

III. Pemeriksaan Fisik (ruang Melati, 31 Mei 2017)

Status nutrisi : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Heart rate : 88x/menit

Respiration rate : 20x/menit, regular

Suhu : 37,1 C

Mata : dbn

Kepala, THT : dbn

Thoraks, Abdomen : dbn

Genitalia, ekstrimitas : dbn

Anus dan Rektum : dbn


5

Status Lokasi : benjolan keluar masuk di perut kanan bagian


bawah

IV. Pemeriksaan laboratorium (23 Oktober 2016)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI

Hemoglobin 14,3 g/dl 13,2-17,3 g/dl

Leukosit 7,8 ribu 3,8-10,6 ribu

Eritrosit 4,52 jt 4,5-5,8 juta

Hematokrit 40,6% 40-52 %

Trombosit 282 ribu 150-400 ribu

MCV 89,8, fL 82-98 fL

MCH 31,4 pg 27-32 pg

MCHC 35,0 g/dl 32-37 g/dl

PDW 15,5 % 10-15

MPV 7,4 mm 7-11 mm

LIMFOSIT 3,3 1-4,5

MONOSIT 0,6 0,2-1,0

LIMFOSIT % 42,8% (H) 25-40 %

MONOSIT % 5,9% 2-8%

GRANULOSIT % 51,3 50-80%

KIMIA KLINIK

Glukosa Sewaktu 77 74-106


6

SEROLOGI

HbsAg Non-reaktif Non-reaktif

HEMATOLOGI

PTT 11,7 9,7-13,1

INR 1,08

APTT 31,7 23,9-39,8


7

V. DIAGNOSIS AKHIR

Benign prostate hysprplasia

VI. PLANNING

Pro op TVP

Inf. Futrolit 20 tpm

Inj. Cefazoline Pro op

Puasa

VII. TINDAKAN ANESTESI

Jenis anestesi : Regional anestesi, karena operasi yang dilakukan merupakan


salah satu indikasi dimana lokasi berada pada regio
suprapubik.

Pre-Operatif :

Inform concent
Puasa 12 jam pre operasi
Status fisik : ASA 2
Mallampati : 2
Infus : RL : 500 cc
Intra-Operatif :

Induksi: Bupivacaine 15 mg
Teknik anestesi:
- Pasien dalam posisi duduk dan kepala menunduk.
- Tindakan asepsis dan antisepsis di daerah vertebrae lumbal 3-4
dan sekitarnya.
- Dilakukan subarachnoid block dengan menggunakan jarum
spinal no. 26 G pada L3-4.
- Setelah stilet dicabut, LCS (+) jernih, blood (-).
- Masukkan obat anastesi lokal Bupivacaine.
8

- Lalu cabut jarum lumbal, tutup daerah penyuntikan dengan


plester.
- Pasien dibaringkan kembali.
- Dilakukan pemeriksaan untuk memastikan obat anestetik
bekerja atau tidak.

Posisi operasi: Supine.


Respirasi: Spontan dengan maintenance O2 3 L/menit melalui kanul.
Pemberian medikasi berupa ondancetron dan ranitidin 1 ampul serta
ketorolac 30 mg.

Pemantauan:
- Anestesi mulai jam: 13.30
- Operasi mulai jam: 13.40
- Operasi selesai jam: 14.30

Jam Tekanan Darah (mmHg) Nadi (x/menit)

13.30 167/91 76

13.35 154/90 80

13.50 149/90 82

14.05 148/88 85

14.230 149/87 88
9

Post-Operatif :

- Pasien masuk recovery room


- Observasi tanda vital dalam batas normal
SpO2 : 100%
TD : 140/90
Nadi : 68 x/menit
RR : 22x/menit
- Pasien dibawa ke bangsal.Ruang Melati RSUD Ambarawa
10

FOLLOW UP

Hari/tanggal S O A P

1 Juni 2017 Pasien Ku : sedang Post op -


mengeluhka TVP
T: 36,5C
n nyeri pada
luka setelah HR :

operasi dan 84x/menit

masih nyeri RR : 20x/mnt


BAK
Skala Nyeri 4

2 Juni 2017 Pasien Ku : CM Post op Inf KAEN 3B 20


mengataka TVP H+1 tpm
T : 36,5C
n nyeri
Inj Cefazolin 3x1
sedikit HR :

berkurang 82x/menit Inj Ketorolac 3x1


pada luka RR : Diet Biasa
setelah 19x/menit
operasi
TD : 140/90
mmhg

Jejas post-op :
ada rembesan
darah yang
membasahi
kassa

3 Juni 2017 Pasien KU : Lemah Post op Lanjutkan terapi


mengeluhk TVPH+2
T : 36,5C Ganti balut tiap hari
an rasa
sambil ditekan-tekan
nyeri dan HR :

panas di 80x/menit
11

sekitar luka RR :
post operasi 20x/menit

TD : 130/90
mmhg

41 Juni 2017 Tidak Ada Ku : Baik Post op Diizinkan pulang


Keluhan TVP H+3 namun dibekali obat
T : 36,5 C
Pada sebagai berikut :
Pasien HR : 83x/mnt
Cefixime no.X 2x1
RR : 19x/mnt
Ketoprofen no.XV 3x1
TD : 130/90
mmhg
12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Anestesi Regional

Anestesi regional adalah penggunaan obat analgetik lokal untuk


menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga konduksi impuls nyeri dari suatu
bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible). Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya, dan penderita tetap sadar. (1),(3)

II.2 Keuntungan dan Kerugian Anestesi Regional

Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian Anestesi Regional

Keuntungan Anestesi Regional Kerugian Anestesi Regional

Alat minim dan teknik relatif Tidak semua pasien mau


sederhana biaya relatif lebih Membutuhkan kerja sama pasien
murah. Sulit diterapkan pada anak-anak
Relatif aman untung pasien yg Tidak semua ahli bedah menyukai
tidak puasa (operasi emergency, anestesi regional
lambung penuh) karena penderita Terdapat kemungkinan kegagalan
sadar.
Perawatan post operasi lebih
ringan

II.3 Klasifikasi Anestesi Regional

Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal.
Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler,
anestesi regional intravena, dan lain-lainnya.(2)
13

II.4 Spinal Anestesi

Spinal anetesia dihasilkan bila kita menyuntikan obat anestetik lokal langsung ke
cairan serebrospinal dalam ruang subarachnoid. Spinal anestesi disebut juga
sebagai block spinal intradural atau block intratechal. (3)

Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis
subkutis ligamentum Supraspinosum ligamentum interspinosum
ligamentum flavum ruang epidural duramater ruang subarachnoid.

II.4.1 Indikasi

Untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 ke bawah.(2),(4),(5)

- Bedah ekstremitas bawah


- Tindakan sekitar rektum perineum
- Bedah obstetri-ginekologi
- Bedah urologi
- Bedah abdomen bawah
- Pada bedah abdomen atas dan bedah perdiatri biasanya dikombinasi
dengan anestesi umum ringan.

Tabel 2. Indikasi Pembedahan Spinal Anestesi


14

II.4.2 Kontraindikasi Absolut

- Pasien menolak: jelaskan kepada pasien mengenai indikasi dan alasan


mengapa dilakukan spinal anestesi, sehingga pasien dapat menerima
pilihannya.
- Infeksi pada tempat suntikan: apabila ada infeksi pada tempat
penyuntikan, jarum yang digunakan akan melewati infeksi tersebut dan
beresiko terjadi menyebaran.
- Hipovolemia berat, syok: spinal anestesi akan memperberat keadaan syok
dan hipovolemia karena pada spinal anestesi akan terjadi blokade pada
saraf simpatis.
- Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan: pada pasien yang
menggunakan terapi antikoagulan dapat terjadi spinal hematoma.
- Tekanan intrakranial meninggi: apabila dilakukan pungsi saat tekanan
intrakranial meninggi dapat terjadi herniasi.
- Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi): dapat ternjadi penyebaran dan
mengakibatkan meningitis. (2),(3),(4)

II.4.3 Kontraindikasi Relatif

- Deformitas pada kolumna vertebralis: dapat mempersulit penyuntikan.


Penyuntikan berulang dapat beresiko terjadi epidural hematoma.
- Kelainan psikis
- Bedah lama
- Penyakit jantung
- Hipovolemia ringan
- Nyeri punggung kronis.(2),(4)

II.4.4 Persiapan Spinal Anestesi

- Inform concent. Spinal anestesi tidak boleh dilakukan apabila pasien


menolak.
15

- Pemeriksaan fisik. Dilakukan pemeriksaan pada tulang punggung.


- Pemeriksaan laboratorium anjuran. Hemoglobin, hematokrit, PT
(prothrombine time) dan PTT (partial thromboplastine time). (1),(2)

II.4.5 Peralatan Spinal Anestesi

- Peralatan monitor
- Peralatan resusitasi
- Jarum spinal : ujung runcing (Quincke-Babcock) atau ujung pinsil (pencil
point, whitecare)

- Obat analgetik lokal, yang biasa digunakan pada spinal anestesi: (3),(4)
16

- Obat tambahan yang digunakan untuk memperpanjang efek analgesik dari


spinal
analgesia.(3)

II.4.6 Teknik Spinal Anestesi

- Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka kanan


dan kiri memotong garis tengah punggung setinggi L4-5
- Palpasi : untuk mengenali ruang antara vertebrae L2-3, L3-4, L4-5 dan L5-S1
- Posisi pasien : duduk atau berbaring lateral dengan punggung fleksi
maksimal.

Gambar 1. Posisi Pasien pada Spinal Anestesi


17

- Setelah tindakan antisepsis kulit daerah punggung pasien dan


menggunakan sarung tangan steril.
- Pungsi lumbal dilakukan dengan menyuntikan jarum lumbal pada bidang
median dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horizontal ke arah
kranial pada ruang antar vertebrae lumbalis yang sudah ditentukan.

Cara penyuntikan:

Midline
Paramedian (lateral)

- Jarum lumbal akan menembus kutis subkutis ligamen supraspinosum


ligamen intraspinosum ligamen flavum duramater subarachnoid.
18

- S
etelah stylet dicabut, cairan cerebrospinal akan menetes, selanjutnya
masukkan obat analgetik lokal ruang subarachnoid tersebut.
- Lalu cabut jarum lumbal, tutup daerah penyuntikan lalu kembalikan pasien
ke posisi semula. (1),(2),(3),(4),(5)

II.4.7 Tinggi Blok Spinal Anestesi

Faktor yang mempengaruhi :

- Volume obat analgetik lokal: semakin tinggi volume, semakin tinggi


daerah analgesi.
- Konsentrasi obat: makin pekat obat, semakin tinggi batas daerah analgetik.
- Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas
daerah analgetik.
- Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang
tinggi.
- Manuver valsava: mengejan meninggikan tekana liquor cerebrospinalis
dengan akibat batas semakin tinggi.
- Tempat pungsi
- Berat jenis larutan
- Tekanan abdominal yang tinggi.
- Tinggi pasien.
19

II.4.8 Komplikasi Spinal Anestesi

A. Komplikasi Intra-Operatif

1) Komplikasi Kardiovaskular

Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi


terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi
penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat
hipotensi. Cardiac output akan berkurang akibat dari penurunan venous return.
Hipotensi yang signifikan harus diobati dengan pemberian cairan intravena yang
sesuai dan penggunaan obat vasoaktif seperti ephedrin atau fenilephedrin. (2),(4)

Cardiac arrest bisa terjadi tiba-tiba biasanya karena terjadi bradikardia yang
berat walaupun hemodinamik pasien dalam keadaan yang stabil. Pada kasus
seperti ini, hipotensi atau hipoksia bukanlah penyebab utama dari cardiac arrest
tersebut tapi merupakan dari mekanisme reflek bradikardi dan asistol.

Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infus cairan kristaloid


(NaCl, RL) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgbb dlm 10 menit segera setelah
penyuntikan spinal anestesi. Bila dengan cairan infus cepat tersebut masih terjadi
hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti ephedrin intravena sebanyak
19 mg diulang setiap 3-4 menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki.
Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok
simpatis, dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV. (2),(4)

2) Komplikasi Respirasi

Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena
hipotensi berat dan iskemia medulla. Kesulitan bicara, batuk kering yang
persisten, sesak nafas, merupakan tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang
perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan. (3),(4)
20

B. Komplikasi Post-Operatif

1) Komplikasi gastrointestinal

Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis


berlebihan, pemakaian obat narkotik, dan reflek karena traksi pada traktus
gastrointestinal. (1),(3),(5)

2) Nyeri kepala

Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri kepala.
Insiden terjadi komplikasi ini tergantung beberapa faktor seperti ukuran jarum
yang digunakan. Semakin besar ukuran jarum semakin besar resiko untuk terjadi
nyeri kepala. Selain itu, insidensi terjadi nyeri kepala juga adalah tinggi pada
wanita muda dan pasien yang dehidrasi. Nyeri kepala post suntikan biasanya
muncul dalam 6 48 jam selepas suntikan anestesi spinal. Nyeri kepala yang

berdenyut biasanya muncul di area oksipital dan menjalar ke retro orbital, dan
sering disertai dengan tanda meningismus, diplopia, mual, dan muntah. (2),(3),(4)

3) Nyeri punggung

Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat dari
tusukan jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari struktur
ligament dengan atau tanpa hematoma intraligamentous. Nyeri punggung akibat
dari trauma suntikan jarum dapat di obati secara simptomatik dan akan
menghilang dalam beberapa waktu yang singkat.

4) Komplikasi neurologik

Insidensi defisit neurologi berat dari anestesi spinal adalah rendah.


Komplikasi neurologik yang paling benign adalah meningitis aseptic. Sindrom ini
muncul dalam waktu 24 jam setelah anestesi spinal ditandai dengan demam,
rigiditas nuchal dan fotofobia. Meningitis aseptic hanya memerlukan pengobatan
simptomatik dan biasanya akan menghilang dalam beberapa hari. (2),(3)

Sindrom cauda equina muncul setelah regresi dari blok neuraxial. Sindrom
ini mungkin dapat menjadi permanen atau bisa regresi perlahan-lahan setelah
21

beberapa minggu atau bulan. Ia ditandai dengan defisit sensoris pada area
perineal, inkontinensia urin dan fekal, dan derajat yang bervariasi pada defisit
motorik pada ekstremitas bawah.

5) Retentio urine / Disfungsi kandung kemih

Disfungsi kandung kemih dapat terjadi selepas anestesi umum maupun


regional. Fungsi kandung kemih merupakan bagian yang fungsinya kembali
paling akhir pada analgesia spinal, umumnya berlangsung selama 24 jam.
Kerusakan saraf pemanen merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.
(2),(3),(4)

I.4.9 Penilaian Pasca Anestesi


Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi,
diperlukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat
dipindahkan atau masih perlu diobservasi di recovery room. Penilaian pasca
spinal anestesi menggunakan Bromage score, jika nilai 2 maka pasien boleh
dipindahkan ke ruangan. Kriteria Bromage score adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Komplikasi Spinal Anestesi

Komplikasi Dini Komplikasi Lanjut

Tekanan darah turun Gangguan sirkulasi


Bradikardi Gangguan respirasi
Mual dan muntah Gangguan traktus
Syok gastrointestinal
Total spinal block Post spinal headache
Spinal headache Gangguan traktus urogenital
Retensi urine Gangguan syaraf
22
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA,Dachlan MR. Analgesia Regional. In: Petunjuk


Praktis Anestesiologi. Jakarta: FKUI; 2002. Hal: 105-112.
2. Gwinnutt CL. Anaestheia. In: Clinical Anaesthesia. Cornwall: Blackwell;
2004. Hal: 62-69.
3. Pirkanon M. Spinal (Subarachnoid) Blockade. In: Cousins MJ, Carr DB,
Horlocker TT, Bridenbaugh PO. Neural Blockade in Clinical Anesthesia
& Pain Medicine. 4th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins;
2009. Hal: 213-240.
4. Bernard CM. Epidural & Spinal Anethesia. In: Borash PG, Cullen BF,
Stoelting RK, Cahalan MK, Stock MC. Clinical Anesthesia. 6th ed.
Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2009. Hal: 927-954.
5. Salinas FV. Spinal Anesthesia. In: Mulroy MF, Bernard CM, McDonald
JB, Salinas FV. Regional Anesthesia. 4th ed. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins; 2009. Hal: 60 102

Você também pode gostar

  • Patofisiologi Sinusitis Lia
    Patofisiologi Sinusitis Lia
    Documento43 páginas
    Patofisiologi Sinusitis Lia
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • DAFPUS
    DAFPUS
    Documento2 páginas
    DAFPUS
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • PR Kasus
    PR Kasus
    Documento3 páginas
    PR Kasus
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Presentasi Stroke
    Presentasi Stroke
    Documento22 páginas
    Presentasi Stroke
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Presus
    BAB I Presus
    Documento1 página
    BAB I Presus
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • STEMI
    STEMI
    Documento23 páginas
    STEMI
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Ceklist Pertemuan 1
    Ceklist Pertemuan 1
    Documento1 página
    Ceklist Pertemuan 1
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Bab I Lia
    Bab I Lia
    Documento1 página
    Bab I Lia
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Penyuluhan Mata
    Penyuluhan Mata
    Documento11 páginas
    Penyuluhan Mata
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Overview Case 1 Matra
    Overview Case 1 Matra
    Documento10 páginas
    Overview Case 1 Matra
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • DAFPUS
    DAFPUS
    Documento2 páginas
    DAFPUS
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • V.8. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tabel 5.5 Plan of Action Peningkatan Cakupan Suspek TB Paru
    V.8. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tabel 5.5 Plan of Action Peningkatan Cakupan Suspek TB Paru
    Documento3 páginas
    V.8. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tabel 5.5 Plan of Action Peningkatan Cakupan Suspek TB Paru
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • PATOFISIOLOGI SINUSITIS Lia
    PATOFISIOLOGI SINUSITIS Lia
    Documento43 páginas
    PATOFISIOLOGI SINUSITIS Lia
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Seorang Laki
    Seorang Laki
    Documento1 página
    Seorang Laki
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • BAB V Presus
    BAB V Presus
    Documento2 páginas
    BAB V Presus
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • NEUROGENIC BLADDER
    NEUROGENIC BLADDER
    Documento23 páginas
    NEUROGENIC BLADDER
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Preskas Lia
    Preskas Lia
    Documento50 páginas
    Preskas Lia
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Lia Safrina
    Lia Safrina
    Documento33 páginas
    Lia Safrina
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Lapsus
    Lapsus
    Documento23 páginas
    Lapsus
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Hubungan Antara H
    Hubungan Antara H
    Documento6 páginas
    Hubungan Antara H
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • CK
    CK
    Documento75 páginas
    CK
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Presus Pneumonia
    Presus Pneumonia
    Documento49 páginas
    Presus Pneumonia
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Gann Chart
    Gann Chart
    Documento2 páginas
    Gann Chart
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Jurding Anes
    Jurding Anes
    Documento14 páginas
    Jurding Anes
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • CK
    CK
    Documento75 páginas
    CK
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Asma
    Asma
    Documento32 páginas
    Asma
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Atherosclerosis
    Atherosclerosis
    Documento13 páginas
    Atherosclerosis
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Hipertensi Sekunder
    Hipertensi Sekunder
    Documento14 páginas
    Hipertensi Sekunder
    lia safriana
    Ainda não há avaliações
  • Hep Deng
    Hep Deng
    Documento1 página
    Hep Deng
    lia safriana
    Ainda não há avaliações