Você está na página 1de 24

ALKALIMETRI

1. TUJUAN

Menentukan kadar Asam Asetat (CH3COOH)

2. PRINSIP

Berdasarkan reaksi netralisasi antara asam dan basa.

3. REAKSI

CH3COOH(aq)+ NaOH(aq) >CH3COONa(aq) + H2O(l)

C2H2O4 (aq) + 2 NaOH(aq) > Na2C2O4 (Aq)+ H2O(l)

IV. TEORI
Alkalimetri merupakan metode titrasi asam-basa dengan menggunakan larutan baku
sekunder basa dan larutan baku primer asam

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik


adalah sebagai berikut :

1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.


2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stokiometrik.
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia
maupun secara fisika.
4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika.
Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.

Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai berikut :

1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu ukur, dan pipet volume yang
telah di kalibrasi.
2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti atau baku primer dan
sekunder dengan kemurnian tinggi.
3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.

Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).

Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
mentitrasi dengan larutan standar primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh:
AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2. Zat yang dapat digunakan untuk larutan baku sekunder,
biasanya memiliki karakteristik seperti di bawah ini:

1. Tidak mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya.
2. Zatnya tidak mudah dikeringkan, higrokopis, menyerap uap air, menyerap CO2 pada
waktu penimbangan
3. Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
4. Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
5. Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan

Larutan baku dapat dibuat dengan cara penimbangan zatnya lalu dilarutkan dalam sejumlah
pelarut(air). Larutan baku ini sangat bergantung pada jenis zat yang ditimbangnya/dibuat.

Syarat-syarat larutan baku primer :

Larutan yang dibuat dari zat yang memenuhi syarat-syarat tertentu .Syarat agar suatu zat
menjadi larutan baku primer adalah:

1. Mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 110-1200C) dan
disimpan dalam keadaan murni.
2. Tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
3. Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
4. Sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga
kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.
5. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih
6. Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan
langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat
dan mudah.

Larutan baku primer biasanya dibuat hanya sedikit, penimbangan yang dilakukanpun harus
teliti, dan dilarutkan dengan volume yang akurat. Pembuatan larutan baku primer ini biasanya
dilakukan dalam labu ukur yang volumenya tertentu. Zat yang dapat dibuat sebagai larutan
baku primer adalah asam oksalat, Boraks, asam benzoat (C6H5COOH), K2Cr2O7, AS2O3,
NaCl.
Konsentrasi larutan baku yang digunakan dapat berupa molaritas(jumlah mol zat terlarut
dalam satu liter larutan) dan normalitas(jumlah ekivalen zat terlarut dalam satu liter larutan).
Satuan molaritas merupakan satuan dasar yang digunakan secara internasional, sedangkan
satuan normalitas biasa juga dilakukan dalam analisis karena dapat memudahkan
perhitungan.

Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada
berbagai perubahan pH.

Kadang-kadang kita perlu mengetahui tidak hanya atau sekedar pH, akan tetapi perlu kita
ketahui juga berapa banyak asam atau basayang terdapat didalam sampel. Sebagai contoh,
seorang ahli kimia lingkungan mempelajari suatu danau dimana ikan-ikannya mati. Dia harus
mengetahui secara pasti seberapa banyak asam yang terkandung dalam suatu sampel air
danau tersebut. Titrasi melibatkan suatu proses penambahan suatu larutan yang disebut tirant
dari buret ke suatu flask yang berisi sampel dan disebut analit. Berhasilnya titrasi asam-basa
tergantung pada seberapa akurat kita dapat mendeteksi titik stoikiometri. Pada titik tersebut,
jumlah mol dari H3O+dan OH yang ditambahkan sebagai titrant adlah sama dengan jumlah
mol dari OH- atau H3O+ yang terdapat dalam analit. Pada titik stoikiometri, larutan terdiri
dari garam dan air. Larutan tersebut adalah asam apabila ion asam yang terkandung
didalamnya, dan basa apabila ion basa yang terkandung didalamnya (Atkins, 1997 : 550).
Misalkan kita ingin menentukan molaritas dari suatu larutan HCl yang tidak diketahui
konsentrasinya. Kita bisa menentukan konsentrasi HCl tersebut melalui suatu prosedur yang
disebut titrasi, dimana kita menetralisasi suatu asam dengan suatu basa yang telah diketahui
konsentrasinya. Pada titrasi, pertama-tama kita menempatkan suatu asam yang volumenya
telah ditentukan ke dalam suatu flask. Dan tambahkan beberapa tetes indikator seperti
penolftalein, kedalam larutan asam. Dalam larutan asam, penolftalein tidak berwarna.
Kemudian, buret kita isi dengan larutan NaOH yang konsentrasinya telah diketahui. dan
dengan hati-hati NaOH ditambahkan ke asam pada flask. Kita bisa mengetahui bahwa
netralisasi telah berlangsung ketika penolftalein dalam larutan berubah warna menjadi merah
muda. Ini disebut titik akhir netralisasi. Dari volume yang ditambahkan dan molar NaOH,
kita dapat menentukan konsentrasi asam (Timberlake, 2004 : 354-355)

V. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

Labu ukur 250 mL


Erlenmayer
Buret
Kertas putih
Pipet Volume
Pipet gondok
Corong
Neraca Analitik

2. Bahan

0,1575 g Asam oksalat ( H2C2O4.2H2O)


Larutan Baku Sekunder Natrium Hidroksida (NaOH) 0,01 N
Larutan Sampel CH3COOH (BM=60,05)
Indikator Phenolptalein
Aquadest

VI. PROSEDUR

1. Pembuatan larutan baku primer

Asam oksalat ditimbang seberat 0,1575 g di atas neraca analitik


Dimasukkan kedalam labu ukur 250 mL
Ditambahkan aquadest sampai tanda kalibrasi
Labu ditutup dan dikocok

Pembakuan NaOH dengan H2C2O4.2H2O

25 mL larutan Asam olksalat di pipet


Dimasukkan kedalam erlenmayer
Ditambahkan 3 tetes indikator phenoptalein
Dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,01 N sampai larutan berwarna merah
jambu
Volume pemakaian NaOH dicatat
Titrasi diulangi sekali lagi
Dihitung Normalitasnya

Penentuan kadar CH3COOH


Dipipet 25 mL larutan CH3COOH
Dimasukkan kedalam erlenmayer
Ditambahkan 3 tetes indikator phenoptalein
Dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,01 N sampai larutan berwarna merah
jambu
Volume pemakaian NaOH dicatat
Kadar CH3COOH ditentukan dalam % (b/v)

VII. DATA PENGAMATAN

Pembakuan NaOH dengan H2C2O4.2H2O

No Volume H2C2O4.2H2O Volume NaOH

1 25 mL 32,00 mL

2 25 mL 31,21 mL

Rata-rata 25 mL 31,6 mL

Penentuan kadar CH3COOH

No Volume H2C2O4.2H2O Volume NaOH

1 25 mL 36,5 mL

2 25 mL 36.5 mL
Rata-rata 25 mL 36,5 mL

VIII. PERHITUNGAN

Pembakuan NaOH dengan H2C2O4.2H2O

BE = bobot molekul : valensi

N= (g:v) x (1000:250 ml) = 0,01 N

VNaOH N NaOH = Vasam oksalat . Nasam oksalat

31,6 mL . NNaoH = 25 mL. 0,01 N

NNaoH = 0,007911 N

Penentuan kadar CH3COOH

V1 N1 = V2 N2

25 mL . NAsam Asetat = 36,5 mL. 0,007911 N

N Asam Asetat = 0,01155 N

M= 0,01155 N

% kadar CH3COOH (b/v) = N x BM x (100:1000)

= 0,01155 x 60,05 x (100:1000)

= 0,0693 %

Maka, Kadar CH3COOH adalah 0,0693 % (b/v)

IX. PEMBAHASAN
Pada prakttikum alkalimetri ini, sampel yang akan ditentukan konsentrasi atau kadarnya
adalah senyawa asam lemah yaitu asam asetat. Sebelum menentukan konsentrasinya, ada
beberapa hal yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu pembuatan larutan baku primer dan
pembakuan larutan baku sekunder oleh larutan baku primer. Pada praktikum kali ini pula,
larutan baku primer yang digunakan adalah asam oksalat 0,1575 g yang kemudian dilarutkan
didalam labu ukur sampai batas kalibrasi ( 250 mL), pembuatannya pun harus dilakukan
secara teliti, mulai dari menimbang sampai melarutkan. Berbeda dengan pembuatan larutan
baku sekunder yang pada umumnya dilakukan di dalam beaker glass, karena ketidakakuratan
pembuatan dapat di abaikan.

Larutan NaOH yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang
berskala) melalui corong terlebih dahulu, hal ini bertujuan agar pertumpahan larutan baku
dapat lebih diminimalisir dan jumlah titran yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum
dan sesudah titrasi. Larutan asam oksalat yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia
(erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memakai pipet gondok.
Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen.
Dala titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dalam stoikiometri titrasi, titik ekivalen dari reaksi
netralisasi adalah titik pada reaksi dimana asam oksalat dan natrium hidroksida keduanya
setara, yaitu dimana keduanya tidak ada yang berlebihan. Dalam titrasi, suatu larutan yang
akan dinetralkan, misal asam, ditempatkan di dalam flask bersamaan dengan beberapa tetes
indikator asam basa. Kemudian larutan lainnya (misal basa) yang terdapat didalam buret,
ditambahkan ke asam. Pertama-tama ditambahkan cukup banyak, kemudian dengan tetesan
hingga titik ekivalen. Titik ekivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan warna indikator
pjenolptalein . Titik pada titrasi dimana phenolptalein warnanya berubah menjadi warna
merah jambu, karena indikator ini dapat berubah warna dalam keadaan basa, yaitu diantara
PH 8-10 , fenomena ini disebut dengan disebut titik akhir titrasi. Volume NaOH yang
terpakai dicatat dan percobaan ini dilakukan sekali lagi, data yang telah terkumpul digunakan
untuk menentukan kadar NaOH dalam satuan Normalitas.

Pembakuan pun telah selesai dilakukan, langkah terakhir adalah menentukan kadar Asam
asetat yang menjadi sampelnya, cara yang digunakan sama dengan cara pembakuan NaoH
dengan asam oksalat. Untuk perhitungan kadar dari asam oksalat digunakan rumus :
% (b/v) sampel = N x BM x (100:1000)

Sehingga dari hasil perhitungan tersebut, kadar asam asetat adalah 0,0693 % (b/v).

X. KESIMPULAN

Melalui titrasi alkalimetri yang telah dilakukan ini, maka dapat disimpulkan bahwa kadar
asam asetat adalah 0,0693 % (b/v).

XI. DAFTAR PUSTAKA

Atkins, Peter and Jones Lorette. 1997. Chemistry Molecules and Canges, 3rd Ed. New

York: W. H. Freeman and Company.


Brady, James E. 1999. Kimia Universutas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa
Aksara
Keenan, C. W, dkk. 1998. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

BAB II
DASAR TEORI

Alkalimetri merupakan cara penetralan jumlah basa terlarut atau konsentrasi larutan
basa melalui titrimetri. Metode alkalimetri merupakan reaksi penetralan asam dengan basa.
Titrasi asam-basa menetapkan beraneka ragam zat yang bersifat asam dengan basa, baik
organik maupun anorganik. Banyak contoh dalam analitiknya dapa diubah secara kimia
menjadi asam atau basa dan kemudian ditetapkan dengan titrasi (Underwood, 2002).
Indikator asam-basa adalah zat yang dapat berubah warnanya apabila pH
lingkungannya berubah. Misalnya biru brom timol (bb) dalam larutan asam ia berwarna
kuning, tetapi dalam lingkungan berwarna biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan
warna asam dan indikator (kuning untuk bb) sedang warna yang ditunjukkan dalam keadaan
basa, setiap indikator asam-basa mempunyai trayeknya sendiri, demikian warna asam dan
besarnya (Vogel, 1994).
Titrasi asam-basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk
digunakan penggunaan dengan indikator pH pada titik ekivalen 4-10. Demikian juga titik
akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah jika penetralan adalah basa atau
asam kuat (Mulyono, 2006).
Salah satu metode titrasi adala alkalimetri, yaitu penetralan asam dengan basa. Kadar
suatu larutan basa dapat ditentukan dengan mengambil volume tertentu larutan asam tersebut
dan kemudian titrasi dengan larutan basa yang konsentrasinya diketahui. Jadi titrasi adalah
penetapan kadar suatu larutan dengan mengambil volume tertentu dengan mengukur volume
suatu pereaksi yang diketahui kadarnya dengan tepat bereaksi dengan sejumlah tertentu
larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa. pH dan perubahan warna indikator
tergantung secara tidak langsung pada temperatur. Ini disebabkan perubahan kesetimbangan
asam basa dengan temperatur. Ka akan bertambah besar dengan kenaikan temperatur sampai
suatu batas tertentu, kemudian akan turun kembali pada kenaikan labih lanjut (Rivai, 1995).

Harjadi, 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta.


Mulyono, 2006, Kamus Kimia, Bumi Aksara, Jakarta.

Pudjaatmaka, A.H, 2002, Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, terjemahan dari
Vogels text book of Qualitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental
Analysis oleh J.Basset, dkk, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Rivai, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI Press, Jakarta.


Sopyan, Lis, 1999, Analisis Kimia Kuantitaif, terjemahan dari Quantitative Analysis oleh R. A Day,
Jr dan A. L Underwood, Erlangga, Jakarta

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air
yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton
(asam) dengan penerima proton (basa). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara
kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam.
Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan
menggunakan baku basa.
Dalam titrasi asam-basa, jumlah relatif asam dan basa yang diperlukan untuk mencapai
titik ekivalen ditentukan oleh perbandingan mol asam (H+) dan basa (OH-) yang bereaksi.
Untuk reaksi antara HCl dengan NaOH titik ekivalen tercapai pada perbandingan mol 1:1
tetapi untuk reaksi antara H2SO4 dengan NaOH diperlukan perbandingan mol 1:2 untuk
mencapai titik ekivalen.
H2SO4 (aq) + 2NaOH (aq) Na2SO4 (aq) + 2H2O (l)
Dalam titrasi asam-basa perubahan pH sangat kecil hingga hampir tercapai titik ekivalen.
Pada saat tercapai titik ekivalen, penambahan sedikit asam atau basa akan menyebabkan
perubahan pH yang besai ini seringkali dideteksi dengan zat yang dikenal sebagai indikator.
Titik atau kondisi penambahan asam atau basa dimana terjadi perubahan warna indikator
dalam suatu titrasi dikenal sebagai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi sering disamakan
dengan titik ekivalen, walaupun diantara keduanya masih ada selisih yang relatif kecil.
Semua masalah yang berkaitan dengan titrasi asam basa dapat dipecahkan dengan konsep
stoikiometri dan konsentrasi larutan yang dinyatakan dengan mol, perbandingan mol,
molaritas atau normalitas.
Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat mengamati perubahan pH,
khususnya pada saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi
kesalahan dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator lihat Gambar 1.

Analit bersifat asam pH mula-mula rendah, penambahan basa menyebabkan pH naik


secara perlahan dan bertambah cepat ketika akan mencapai titik ekuivalen (pH = 7).
Penambahan selanjutnya menyebakan larutan kelebihan basa sehingga pH terus meningkat.
Dari Gambar 1, juga diperoleh informasi indikator yang tepat untuk digunakan dalam titrasi
ini dengan kisaran pH pH 7 10 (Tabel 1).
Larutan baku asam yang sering digunakan dalam asidi-alkalimetri umumnya dibuat dari
asam klorida dan asam sulfat. Kedua asam ini dapat digunakan pada hampir semua titrasi,
akan tetapi asam klorida lebih disukai daripasa asam sulfat terutama untuk senyawa-senyawa
yang memberikan endapan dengan asam sulfat seperti barium hidroksida. Asam sulfat lebih
disukai untuk titrasi menggunakan pemanasan karena kemungkinan terjadinya penguapan
pada pemanasan asam klorida yang dapat menimbulkan bahaya. Asam nitrat selalu tidak
digunakan karena mengandung asam nitrit yang dapat merusak beberapa indikator.
Untuk larutan baku alkali, umumnya digunakan natrium hidroksida, kalium hidroksida
dan barium hidroksida. Larutan-larutan ini mudah menyerap karbon dioksida dari udara, oleh
karena itu konsentrasinya dapat berubah dengan cepat. Dengan demikian, maka larutan bali
alkali dibuat bebas karbonat dan untuk melindungi itu dari pengaruh karbon dioksida dari
udara maka penyimpanannya dilengkapi dengan soda lime tube. Semua larutan baku alkali
harus sering dibakukan ulang.

Menurut Indigo Morie (2008), ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen
pada titrasi asam basa, yaitu :
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi.
Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalent.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses
titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat
inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan
alat tambahan dan sangat praktis.
Pemanfaatan teknik ini cukup luas, untuk alkalimetri telah dipergunakan untuk
menentukan kadar asam sitrat. Titrasi dilakukan dengan melarutkan sampel sekitar 300 mg ke
dalam 100 mL air. Titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N dengan menggunakan
indikator phenolftalein. Titik akhir titrasi diketahui dari larutan tidak berwarna berubah
menjadi merah muda. Selain itu alkalimetri juga dipergunakan untuk menganalisis asam
salisilat.

Titrasi alkalimetri
adalah suatu proses titrasi untuk penentuan konsentrasi suatu asam dengan menggunakan
larutan basa sebagai standar. Reaksi yang terjadi pada prinsipnya adalah reaksi netralisasi,
yaitu pembentukan garam dan H2O netral (pH = 7) hasil reaksi antara H+dari suatu asam dan
OH- dari suatu basa.
Reaksi berlangsung stoikiometri apabila mgrek pentitrasi sama dengan mgrek titran, saat ini
disebut dengan titik ekivalen. Dalam praktek kondisi ini tidak bisa dilihat secara visual tetapi
dapat dilihat dengan bantuan indikator (asam-basa) yang mempunyai warna yang spesifik
pada ph tertentu. Seperti indicator phenolftalein (pp) akan berwarna pink pada ph 8,3-10. Saat
tercapainya perubahan warna pada titran disebut dengan titik titrasi.

Pada analisis volumetri diperlukan larutan standar. Proses penentuan konsentrasi larutan
satandar disebut menstandarkan atau membakukan. Larutan standar adalah larutan yang
diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetri.

Ada dua cara menstandarkan larutan yaitu:

1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu,
kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini
disebut larutan standar primer, sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar primer.
2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat
kemudian melarutkannya untuk memperoleh volum tertentu, tetapi dapat distandartkan
dengan larutan standar primer, disebut larutan standar skunder.
Zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan

dibawah ini :

1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya. Pengotoran tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 %

2. Harus stabil
3. Zat ini mudah dikeringkan tidak higrokopis, sehingga tidak menyerap uap air,tidak
meyerap CO2pada waktu penimbangan
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisis tirimetri apabila memenuhi persyaratan
berikut :

1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang tidak
terlalu lama.
2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan yang
pasti dari reaktan.
3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar
Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu erlenmeyer yang
mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai. Selesainya suatu
reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan warnaPerubahan ini dapat dihasilkan oleh
larutan standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang disebut indikator. Titik di
mana terjadinya perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik
akhir titrasi seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya
selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi .

Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah kalau kita memakai sistem ekivalen
(larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekivalen dari zat yang dititrasi = jumlah
ekivalen zat penitrasi. Berat ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung
dari macam reaksinya. Pada titrasi asam basa, titik akhir titrasi ditentukan oleh indikator.
Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna jika
konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada suatu harga tertentu dan suatu warna lain jika
konsentrasi itu lebih rendah.

Cara membuat larutan NaOH :


Untuk membuat larutan NaOH 1N dilakukan perhitungan terlebih dahulu sebagai berikut :

NaOH Na+ + OH
M=N/e

M = 1N / 1ek = 1 M

M = n/V ; v = 100 ml = 0,1 L

n=MxV

n = 1 M x 0,1 L
n = 0,1mol

n = m NaoH / Mr NaOH ; Mr NaOH = 40 g/mol

m NaOH = n x Mr NaOH

m NaOH = 0,1 mol x 40 g/mol

m NaOH = 4 gram

Prosedur yang dilakukan yaitu yang pertama menimbang 4 gram NaOH dengan neraca
analitik, kemudian melarutkannya dalam akuades, selanjutnya memasukkannya ke dalam
labu ukur 100 ml dan diencerkan hingga tanda batas dengan akuades, lalu dikocok hingga
homogen. Setelah itu, diperoleh larutan NaOH 1N. Jika larutan NaOH ini dibiarkan beberapa
lama, kosentrasinya akan mudah berubah, maka dari itu sebelum digunakan, NaOH harus
distandarisasi terlebih dahulu.

larutan NaOH perlu distandarisasi karena larutan NaOH merupakan zat yang mudah
terkontaminasi, bersifat higroskopis sehingga mudah menarik uap air dari udara dan juga
mudah bereaksi dengan CO2 dalam udara. Dengan demikian apabila ingin menggunakan
larutan NaOH sebagai pereaksi dalam suatu titrasi maka larutan NaOH harus distandarisasi
terlebih dahulu.
Untuk menstandarisasi NaOH, digunakan larutan asam oksalat sebagai titrat karena larutan
asam oksalat merupakan larutan primer yang konsentrasinya diketahui secara pasti dan tidak
higroskospis. Adapun langkah-langkah mestandarisasi larutan NaOH sebagai berikut :

1. Memasukkan 50 mL larutan asam oksalat 0,1 M.


2. Memasukkan 10 mL larutan NaOH ke dalam erlenmeyer kemudian menambahkan 2
tetes indikator PP.
3. Menitrasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat, titik akhir ekivalen diketahui
ketika warna larutan NaOH berubah warna dari bening menjadi merah muda maka pada
saat itu titrasi dihentikan.
4. Mencatat volume larutan asam oksalat yang digunakan dalam titrasi larutan NaOH.
5. Melakukan perhitungan untuk menentukan konsentrasi larutan NaOH sebagai berikut:

VNaOH : 10mL
Vasam Oksalat : 25,75mL
Masam Oksalat : 0,1 M
Reaksi :

H2C2O4(aq) + 2NaOH(aq) Na2C2O4(aq) + H2O(aq)


n . VNaOH . MNaOH = n VH2C2O4 . MH2C2O4
2 . 10mL . MNaOH = 1. 15,75mL. 0,1M
MNaOH = 1. 15,75mL. 0,1M / 2 . 10mL
MNaOH = 0,12875 M

Maka dapat diketahui bahwa konsentrasi NaOH yang akan digunakan adalah sebesar 0,12875
M. Setelah mengetahui konsentrasi NaOH tersebut secara pasti, maka larutan NaOH dapat
digunakan.

DAFTAR PUSTAKA
Syukri.1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.
Khopkar, S.M . 2003 . Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Erlangga.
Sudjadi, A. 2004. Kimia Analitik . Jakarta : Pustaka Belajar.

Asidi alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi hidrogen yang berasal dari asam
dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral.
Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton ( asam ) dengan penerima
proton ( basa ).

H+ + OH H2O

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang


bersifat basa dengan menggunakan larutan asam, sebaliknya alakalimetri adalah penetapan
kadar-kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan larutan basa. Untuk
menetapkan titik akhir proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W.Ostwald,
indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau basa yang mampu
berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah
warna dari bentuk satu kebentuk yang lainnya pada konsentrasi H+ tertentu dan pH tertentu.
Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan selama
titrasi, yang terpenting ialah perubahan pH pada saat dan disekitar titik ekuivalen karena hal
ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya.

Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat
asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang
memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang
memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH maka reaksi
itu disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam
harus ekuivalen dengan jumlah basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekuivalen reaksi. Titik
ekuivalen adalah keadaan dimana jumlah mol asam tepat bereaksi habis dengan jumlah mol
basa. Untuk menentukan titik ekuivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator
asam-basa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan
titik ekuivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi.

Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam atau basa
yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa. Titrasi
adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan
menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi
asam-basa maka disebut titrasi asidi-alkalimetri.
Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang
berasal dari asam lemah ( basa bebas ) dengan suatu asam standar ( asidimetri ), dan titrasi
asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah ( asam bebas )
dengan suatu basa standar ( alkalimetri ). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida
untuk membentuk air merupakan akibat reaksi reaksi tersebut.

# Prinsip Dasar Titrasi

Reaksi penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam-basa. Reaksi ini
menghasilkan larutan yang pHnya lebih netral. Secara umum metode titrimetri didasarkan
pada reaksi kimia sebagai berikut

aA + tT Produk

dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T, untuk menghasilkan produk
yang sifat pH-nya netral. Dalam reaksi tersebut salah satu larutan ( larutan standar )
konsentrasi dan pH-nya telah diketahui. Saat ekuivalen mol titran sama dengan mol analitnya
begitu pula mol ekuivalennya juga berlaku sama, dengan demikian secara stoikiometri dapat
ditentukan konsentrasi larutan kedua. Dalam analisis titrimetri, sebuah reaksi harus
memenuhi beberapa persyaratan sebelum reaksi tersebut dapat dipergunakan, diantaranya :

Reaksi itu sebaiknya diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu dan tidak adanya reaksi
sampingan

Reaksi itu sebaiknya diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekuivalensi. Dengan
kata lain, konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut haruslah amat besar. Oleh karena itu,
dapat terjadi perubahan yang besar dalam konsentrasi titran pada titik ekivalensi.

Diharapkan tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalensi tercapai

Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan hanya
beberapa menit
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi
yang terlibat didalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam-basa maka
disebut titrasi asam-basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi-oksidasi,
titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembekuan reaksi kompleks dan lain
sebagainya.

Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran ditambahkan
sedikit demi sedikit ( dari dalam buret ) pada titrat ( larutan yang dititrasi ) sampai terjadi
perubahan warna indikator baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Saat terjadi
perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator
dan titrasi dihentikan disebut dengan titik akhir titrasidan diharapkan titik akhir sama dengan
titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik akhir ekivalen maka semakin besar
kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangant penting agar warna
indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7
( netral ).

Adapun syarat zat yang bisa dijadikan standar primer :

1. Zat harus 100 % murni

2. Zat tersebut harus stabil baik pada suhu kamar ataupun pada waktu dilakukan pemanasan,
standar primer biasanya dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditimbang

3. Mudah diperoleh

4. Biasanya zat standar primer memiliki massa molar ( Mr ) yang besar, hal ini untuk
memperkecil kesalahan pada waktu proses penimbangan. Menimbang zat dalam jumlah
besar memiliki kesalahan relatif yang lebih kecil dibanding dengan menimbang zat dalam
jumlah yang kecil

5. Zat tersebut juga harus memenuhi persyaratan teknik titrasi

Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik dimana
reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Pada saat titik
ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang
diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran,
volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran. Lengkapnya titrasi,
harus terdeteksi oleh suatu perubahan.

# Prinsip Titrasi Asam Basa

Titrasi asam-basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam
basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan
larutan basa dan sebaliknya. Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai
keadaan ekivalen ( secara stoikiometri, titran dan titer habis bereaksi ). Keadaan ini disebut
titik ekivalen. Adapun cara mengetahui titik ekivalen yaitu :

1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian


membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi, titik tengah
dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekivalen

2. Memakai indikator asam-basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi
dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi, pada saat inilah
titrasi kita hentikan

Indikator yang dipakai dalam titrasi asam-basa adalah indikator yang perubahan warnanya
dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya
adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir dipilih
sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Indikator yang digunakan pada titrasi asam-basa
adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umunya senyawa
organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna
pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan
dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan, dengan
demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna seminimal mungkin.
Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator 0,1 % (b/v) diperlukan untuk keperluan titrasi.
Dua tetes (0,1 mL) indikator ( 0,1 % dengan berat formula 100) adalah sama dengan 0,01 ml
larutan titran dengan konsentrasi 0,1 M.
Indikator asam-basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan
keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolpthalein (pp) seperti diatas dalam
keadaan tidak terionisasi ( dalam larutan asam ) tidak akan berwarna dan akan berwarna
merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan basa).

Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda-beda dan akibatnya mereka
menunjukkan warna pada range pH yang berbeda. Fenolphtalein tergolong asam yang sangat
lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam
lingkungan basa fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang
karena anionya.

Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic dimana didalam suatu larutan
banyak terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning,
sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion
H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya.

Mengingat kembali bahwa perhitungan kualitas zat dalam titrasi didasarkan pada jumlah zat
pereaksi yang tepat saling menghabiskan dengan zat tersebut. Sehingga berlaku : jumlah
ekivalen analat = jumlah ekivalen pereaksi atau ( V x N ) analat = ( V x N ) pereaksi. Maka
jumlah pereaksi harus diketahui dengan teliti sekali, sebagai berat gram ataupun sebagai
larutan dengan konsentrasi dan volume. Larutan yang diketahui dengan tepat konsentrasinya
dan dipakai sebagai pereaksi diusebut larutan standar/larutan baku, seperti dijelaskan diatas.

Telah dikemukakan, bahwa larutan NaOH dipakai untuk titrasi asam, tetapi NaOH tidak
dapat diperoleh dalam keadaan sangat murni. Oleh karena itu, konsentrasi tepatnya tidak
dapat dihitung dari beratnya NaOH yang ditimbang dan volume larutan yang dibuat
walaupun kedua-duanya dilakukan secara cermat. Larutan NaOH ini harus distandarisasi atau
dibakukan terlebih dahulu yakni ditentukan konsentrasinya yang setepatnya atau sebenarnya.
Cara ini mudah untuk standarisasi atau pembakuan ialah dengan cara titrasi, misalnya larutan
NaOH itu dipakai sebagai titran untuk menitrasi suatu larutan standar.

Prinsip titrasi asidi alkalimetri adalah penetapan kadar secara kuantitatif terhadap suatu
senyawa dengan cara mereaksikannya dengan tepat. Titrasi merupakan suatu metode untuk
menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang konsentrasinya sudah
diketahui. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat didalam proses
titrasi. Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran, titran ditambahkan
sedikit demi sedikit ( dari dalam buret ) pada titrat ( larutan yang dititrasi ) sampai terjadi
perubahan warna indikator. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan.
Prinsip dasar titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan, kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa dan sebaliknya.

Saat terjadi perubahan warna dan titrasi dihentikan, maka proses ini disebut titik akhir titrasi
dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen, yaitu titik dimana reaksi itu tepat
lengkap.

Hasil percobaan asidi-alkalimetri kali ini, menghasilkan warna merah lembayung pada
larutan CH3COOH yang telah ditetesi indikator pp dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N yang
pada awalnya berwarna bening/jernih. Dan didapatkan jumlah NaOH yang dipakai untuk
proses titrasi 10 ml CH3COOH adalah sebanyak 3,45 ml. Adapun fungsi dari penambahan
indikator penolphtalein ialah untuk mengetahui apakah larutan yang diuji bersifat asam
ataupun basa dan titik akhir titrasi, karena indikator adalah suatu senyawa organik kompleks
dalam bentuk asam atau basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna
yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentyuk satu kebentuk yang lain pada
konsentrasi H+ tertentu dan pada pH tertentu. Pada percobaan dilakukan duplo atau proses
titrasi tersebut dilakukan 2 kali yang bertujuan agar diketahui hasil titrasi yang dilakukan
relatif dekat dengan hasil pengukuran volume yang dibutuhkan untuk mencapai titik
ekivalennya.

Pada percobaan ada beberapa faktor-faktor kesalahan yang menyebabkan tidak akuratnya
hasil titrasi yang didapat antara lain ialah :

1. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi

2. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan NaOH, seperti pada saat penimbangan

3. Terjadi perubahan skala buret yang tidak konstan

4. Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator


5. Terlalu banyak meneteskan indikator pp

Você também pode gostar